bab i pendahuluan a. alasan pemilihan judul modal sosial

38
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial memang bukan sebuah ‘barang baru’ di jagat ilmu sosial, namun konsep modal sosial itu sendiri tetap memiliki pengaruh yang sangat kuat seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Gagasan mengenai modal sosial kemudian juga banyak mempengaruhi para peneliti dan pemikir ilmu sosial. Penggunaannya dalam kehidupan umat manusia ditunjukkan dalam hasil penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu, bahwa modal sosial dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, atau bahkan kriminalitas (John Field, 2003). John Field dalam pengantar bukunya yang berjudul Social Capital, berpendapat bahwa pemaknaan modal sosial tidaklah sulit, bahkan dapat diringkas dalam dua kata: soal hubungan. Kemudian hal tersebut dia perjelas dengan mengatakan: “Setiap manusia berhubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka cenderung memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan tersebut; sejauh jejaring tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang sebagai modal. ... Jadi, secara umum, ini berarti bahwa semakin banyak Anda mengenal orang, dan semakin banyak Anda memiliki kesamaan cara pandang dengan mereka, maka semakin kaya modal sosial Anda.” Pernyataan tersebut membenarkan suatu tanggapan mengenai hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, dimana setiap manusia tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Hal ini pula yang memunculkan sebuah paradigma yang mengedepankan partisipasi aktif masyarakat sebagai kesatuan yang utuh, untuk mengelola sumber daya dalam rangka melaksanakan pembangunan, dan paradigma tersebut adalah paradigma pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment). Konsep pemberdayaan masyarakat ini bertujuan untuk mengubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik dengan memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat yang akan diberdayakan untuk merencanakan dan menjalankan suatu program atas dasar kebutuhan mereka. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) itu sendiri adalah untuk membentuk masyarakat yang

Upload: leanh

Post on 07-Feb-2017

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Modal sosial memang bukan sebuah ‘barang baru’ di jagat ilmu sosial,

namun konsep modal sosial itu sendiri tetap memiliki pengaruh yang sangat kuat

seiring dengan perkembangan peradaban manusia. Gagasan mengenai modal

sosial kemudian juga banyak mempengaruhi para peneliti dan pemikir ilmu sosial.

Penggunaannya dalam kehidupan umat manusia ditunjukkan dalam hasil

penelitian-penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan dari berbagai disiplin ilmu,

bahwa modal sosial dapat memberikan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi,

politik, pendidikan, kesehatan, atau bahkan kriminalitas (John Field, 2003). John

Field dalam pengantar bukunya yang berjudul Social Capital, berpendapat bahwa

pemaknaan modal sosial tidaklah sulit, bahkan dapat diringkas dalam dua kata:

soal hubungan. Kemudian hal tersebut dia perjelas dengan mengatakan:

“Setiap manusia berhubungan melalui serangkaian jaringan dan mereka cenderung

memiliki kesamaan nilai dengan anggota lain dalam jaringan tersebut; sejauh

jejaring tersebut menjadi sumber daya, dia dapat dipandang sebagai modal. ... Jadi,

secara umum, ini berarti bahwa semakin banyak Anda mengenal orang, dan semakin

banyak Anda memiliki kesamaan cara pandang dengan mereka, maka semakin kaya

modal sosial Anda.”

Pernyataan tersebut membenarkan suatu tanggapan mengenai hakikat

manusia adalah sebagai makhluk sosial, dimana setiap manusia tidak dapat hidup

tanpa berkomunikasi dan menjalin hubungan dengan manusia lainnya. Hal ini

pula yang memunculkan sebuah paradigma yang mengedepankan partisipasi aktif

masyarakat sebagai kesatuan yang utuh, untuk mengelola sumber daya dalam

rangka melaksanakan pembangunan, dan paradigma tersebut adalah paradigma

pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment). Konsep pemberdayaan

masyarakat ini bertujuan untuk mengubah kondisi masyarakat ke arah yang lebih

baik dengan memberikan kesempatan kepada kelompok masyarakat yang akan

diberdayakan untuk merencanakan dan menjalankan suatu program atas dasar

kebutuhan mereka. Tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan masyarakat

(Community Empowerment) itu sendiri adalah untuk membentuk masyarakat yang

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

2

mandiri. Kemandirian tersebut meliputi kemandirian berpikir, bertindak dan

mengendalikan apa yang sesungguhnya dimaknai sebagai suatu masyarakat yang

mandiri (Ambar Teguh: 2004). Kemandirian dapat menjadi kekuatan utama bagi

masyarakat, karena apapun konsep yang digunakan dalam suatu program

pemberdayaan, kemandirian selalu menjadi wujud pencapaian ideal dari program-

program tersebut.

Dalam dimensi yang sama, Corporate Social Responsibility (CSR) juga

merupakan sebuah pintu masuk yang dapat dimanfaatkan bagi masyarakat untuk

memberdayakan diri sekaligus memperbaiki lingkungan mereka. Konsep yang

diterapkan dalam CSR, sangat erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat

karena pada umumnya program-program CSR adalah mengenai isu pelayanan

masyarakat (community service), pemberdayaan masyarakat dan lingkungan

hidup. Kecenderungan selama ini menunjukkan bahwa, semakin banyak kalangan

akademisi maupun praktisi bisnis yang semakin menyadari pentingnya CSR. Hal

tersebut diakibatkan oleh tersingkapnya peranan masyarakat sebagai sumber dari

segala sumber daya yang dimiliki dan direproduksi oleh perusahaan.

Penilaian mengenai substansi dalam pemilihan judul di atas, yaitu:

1. Aktualitas

Perlahan tapi pasti, modal sosial mulai dilirik dan diperhatikan,

selain adanya modal ekonomi, modal alam, modal fisik, dan modal

manusia yang selama ini selalu diutamakan. Bahkan modal sosial mulai

dirasa merupakan unsur penting di dalam mencapai suatu tujuan program

pemberdayaan masyarakat (community empowerment) maupun CSR.

Aspek ekonomi dan manusia yang selama ini lebih diutamakan ternyata

belum mampu untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang

muncul dalam kehidupan bermasyarakat dan dalam memberdayakan

masyarakat. Oleh karenanya unsur modal sosial juga harus diperhatikan di

dalam mencapai suatu tujuan tertentu yang kaitannya dengan kehidupan

bermasyarakat. Keberadaan modal sosial identik dengan kehidupan

masyarakat pedesaan, di mana unsur budaya, kekeluargaan, dan gotong

royong masih cukup kuat karena modal sosial terkait dengan jaringan,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

3

kepercayaan, dan institusi lokal. Sedangkan masyarakat perkotaan identik

dengan karakteristiknya yang heterogen dan individualistik, serta sebagai

masyarakat urban (migran) yang sebelumnya tidak saling mengenal,

sehingga kerap dipandang memiliki modal sosial yang minim. Padahal

sesungguhnya modal sosial dibutuhkan di segala sisi kehidupan

masyarakat, baik yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Karena

modal sosial sangat penting perannya di dalam mencapai sebuah tujuan

bersama untuk kepentingan bersama pula, terlebih bagi kelompok

masyarakat yang terikat pada asosiasi sengaja (gemeinschaft) seperti

kelompok masyarakat sasaran program CSR.

Tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) itu sendiri menjadi sebuah

isu yang hangat dalam beberapa tahun terakhir ini. Melihat kembali pada

lahirnya UU No. 40 tahun 2007 sebagai kekuatan konstitusional dalam

pelaksanaan program CSR. Walaupun dalam prakteknya memang masih

dijumpai berbagai corak implementasi yang dilaksanakan oleh berbagai

perusahaan, namun dalam prinsip ilmu pengetahuan dijelaskan bahwa

pengetahuan itu akan selalu berkembang mengikuti perkembangan

peradaban manusia itu sendiri. Oleh karena itu secara akademis pengkajian

terhadap berbagai model program CSR menjadi sebuah bentuk studi yang

aktual. Selain itu spesifikasi pengkajian yang dilakukan dalam studi ini

adalah mengenai kondisi keberdayaan masyarakat sasaran program CSR

tersebut, dimana mobilitas sosial masyarakat yang terus bergerak secara

dinamis tentu akan menumbuhkan benih gerakan sosial baru yang dapat

menghambat pelaksanaan implementasi program CSR tersebut. Sehingga

pengkajian mengenai kondisi sosial masyarakat sasaran perlu dilakukan

secara berkala dan kontinyu.

Modal Sosial yang merupakan isu lama akan menjadi menarik ketika

dikaitkan dengan CSR, karena kekuatan dari modal sosial dapat

memberikan pengaruh yang signifikan bagi survival strategy masyarakat

pada umumnya maupun masyarakat sasaran program CSR, yang nantinya

akan berdampak pada tujuan utama program CSR yakni kemandirian

masyarakat dan program CSR yang berkelanjutan (sustainable).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

4

2. Orisinalitas

Penelitian mengenai program-program Corporate Social

Responsibility (CSR) di PT. Badak NGL memang sudah banyak

dilakukan, salah satu diantaranya yaitu penelitian oleh Ginanjar Tamimy

(2003): “KEMISKINAN YANG TAK TERSENTUH (Studi Tentang

Dinamika Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Pada Daerah

Terdekat Perusahaan Besar di Bontang Kalimantan Timur)”. Dalam

penelitian ini terlihat jelas latar belakang isu sosial yang diangkat adalah

mengenai wajah dari pelaksanaan CSR yang dilaksanakan oleh PT Badak

NGL terkait dengan multiplier effect dari PT Badak, serta relasi yang

terjadi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam pelaksanaan

CSR, yang berdampak pada tidak tersentuhnya suatu daerah terdekat

perusahaan. Namun, penelitian yang disuguhkan oleh peneliti kali ini

memiliki fokus kajian yang berbeda, yakni melakukan pembahasan

mengenai pengaruh modal sosial dalam keberlanjutan program ternak

mandiri di PT Badak NGL dan baru pertama kali dilakukan.

3. Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan

Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) memiliki

tiga konsentrasi keilmuan, yakni Kebijakan Sosial (Social Policy),

Pemberdayaan Masyarakat (Community Empowerment), dan CSR

(Corporate Social Responsibility). Penelitian ini mengkaji mengenai

pengaruh modal sosial dalam keberlanjutan program CSR. Oleh karena

itu, penelitian akan bersentuhan dengan pemberdayaan masyarakat dan

juga CSR terkait fungsinya sebagai sarana penyalur modal sosial. Dengan

demikian, penelitian ini menjadi sangat relevan dengan konteks keilmuan

Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan.

B. Latar Belakang

Seiring perkembangan sejarah umat manusia, peran industri tampak jelas

dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan umat manusia yang

berbanding lurus dengan jumlah pertumbuhan penduduk bumi ini yang semakin

meningkat sehingga dampak yang ditimbulkan oleh sektor industri pun semakin

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

5

besar pula. Layaknya sebuah koin, dampak positif dan negatif dari industrialisasi

hanyalah berbeda sisi depan dan belakang. Pada satu sisi, sektor industri atau

korporasi terutama skala besar telah mampu memberikan kontribusi terhadap

pertumbuhan ekonomi nasional dan pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia.

Namun, pada sisi lainnya eksploitasi sumber-sumber daya alam dan manusia oleh

sektor industri seringkali menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan,

minimnya upah tenaga kerja yang layak, marginalisasi tenaga kerja lokal, dan

terlupakannya perlindungan sosial bagi tenaga kerja maupun masyarakat sekitar

perusahaan.

Guna menyikapi dampak kerusakan lingkungan yang kemudian

memunculkan isu pemanasan global, banyak pihak di seluruh dunia yang gencar

menyerukan pemanfaatan energi yang lebih bersih untuk pengembangan hidup

yang berkelanjutan. Hal ini dibuktikan dengan maraknya pengenalan terhadap

energi-energi alternatif seperti biosolar, panel surya, listrik, biogas, LNG, rumput

laut dan lainnya. LNG (Liquefied Natural Gas) atau gas alam cair menjadi salah

satu alternatif sumber energi yang lebih bersih di Indonesia. LNG dipilih menjadi

energi alternatif karena sangat efisien untuk di distribusikan dan fasilitas

pengolahan maupun produksi LNG telah ada di dalam negeri sejak lama. LNG

merupakan perubahan bentuk gas alam menjadi cair. Gas alam akan berubah

menjadi cair jika melalui proses pendinginan dengan suhu sekitar -156 °C. Proses

ini mengakibatkan volume gas alam cair menjadi 600 kali lebih kecil

dibandingkan volume gas alam, sehingga membuat gas alam cair menjadi lebih

efektif untuk didistribusikan. LNG pun menawarkan kepadatan energi yang

sebanding dengan bahan bakar petrol dan diesel, dimana konsumsi LNG 0,62 juta

ton/tahun diperkirakan dapat menggantikan konsumsi solar non subsidi sebesar

1,62 juta kiloliter/tahun, dan juga lebih bersih karena dapat mengurangi emisi

sekitar 85% jika dibandingkan dengan bensin dan solar (Situs resmi Kementerian

Energi dan Sumber Daya Mineral, 2012).

Menurut U.S. Energy Information Administration (EIA) tahun 2002,

menyebutkan bahwa Indonesia merupakan produsen dan eksportir gas alam cair

terbesar di dunia (U.S. Energy Information Administration: 2002). Pemerintah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

6

juga merintis untuk memanfaatkan gas alam cair untuk bahan bakar bagi sektor

transportasi dan rumah tangga. Salah satu perusahaan yang dipercaya pemerintah

dalam memproduksi maupun memasok kebutuhan LNG baik di luar negeri

maupun dalam negeri, tidak lain adalah PT. Badak NGL (PTB). Pada 7 Agustus

2012, sebagai bentuk komitmen dalam merintis pemanfaatan LNG ini, PTB

melakukan uji coba penggunaan LNG untuk kendaraan operasional perusahaan.

Selain itu, uji coba juga dilakukan pada tiga unit kompor rumah tangga. Hal ini

diharapkan dapat menekan konsumsi BBM, mengurangi subsidi sehingga dapat

menghemat devisa negara di masa mendatang.

Selayaknya perusahaan pada umumnya, PTB juga diwajibkan menjalankan

tanggung jawab sosial perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku, seperti UU No. 40 Tahun 2007 pada Pasal 74 ayat (1) mengenai

kewajiban melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan oleh setiap

perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan

dengan sumber daya alam, serta ayat (2) mengenai alokasi dana Tanggung Sosial

dan Lingkungan sebagai biaya perseroan. Tanggung jawab Sosial dan lingkungan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perusahaan yang

dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya

dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kemudian, pada ayat

(3) dinyatakan bahwa perseroan yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Kemudian Pasal 74 ayat (4) menyatakan bahwa ketentuan

lebih lanjut mengenai Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Ketentuan ini bertujuan agar dapat menciptakan hubungan

perusahaan yang serasi, seimbang, berwawasan lingkungan, sesuai dengan nilai,

norma dan budaya masyarakat setempat. Munculnya peraturan-peraturan tersebut

juga berpengaruh pada memudarnya pandangan-pandangan yang sebelumnya

melihat praktek CSR sebagai suatu kesukarelaan dari suatu perseroan.

PTB memperoleh anggaran tanggung jawab sosial-nya dengan menyisihkan

dana operasi rata-rata Rp 8 – 10 miliar per tahun untuk Program Community

Development (Comdev) yang merupakan bagian dari operating cost dan dikelola

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

7

oleh Hubungan Pemerintahan dan Masyarakat (Hupmas) (Sustainability Report

PT. Badak NGL: 2009). Kegiatan Comdev PTB pada umumnya dibagi dalam

bentuk kegiatan (1) Community Empowerment seperti Dana Bergulir; Mitra

Binaan; Pelatihan dan Keterampilan, (2) Community Service, seperti Infrastruktur;

Pendidikan; Keagamaan; Kesehatan; Pemberdayaan Masyarakat; Pemuda, olah

raga, kesenian dan kebudayaan; Dukungan kepada Pemerintah dan Masyarakat.

Salah satu bentuk program Comdev dalam bentuk kegiatan Community

Empowerment yang dijalankan yakni Program Ternak Mandiri. Awal mula

terbentuknya program ini didasari kesulitan yang dialami oleh pihak Lembaga

Amil Zakat Yaumil (Laz Yaumil) dalam memperoleh sapi potong untuk hewan

qurban. Pekerja PT. Badak NGL yang terdiri dari pekerja tetap sebanyak 1.331

orang dan tenaga kerja outsourcing sebanyak 2.200 orang (kondisi akhir tahun

2008), sekiranya membutuhkan sapi qurban sekitar 3%-5% dari total jumlah

pekerja. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, pihak Laz Yaumil mencari

kelompok masyarakat yang dirasa tepat untuk menjalankan program Ternak

Mandiri ini dan ketika itu beberapa warga di Desa Suka Rahmat menjadi pilihan

Laz Yaumil. Saat ini program ternak mandiri memiliki 2 kelompok binaan,

dimana kelompok binaan ini merupakan kelompok masyarakat kurang mampu

yang berprofesi sebagai petani, buruh lepas, dan pemulung. Kelompok binaan ini

nantinya akan dititipkan bibit sapi potong untuk digemukkan dan kemudian dijual.

Program ini bekerjasama dengan yayasan binaan PTB yakni Laz Yaumil, sebagai

fasilitator penjualan sapi yang telah digemukkan oleh kelompok ternak mandiri.

Selain bibit sapi, para peternak tersebut juga mendapatkan bantuan dana bergulir

dari BMT Mitra Amanah (lembaga mitra yang mengelola dana Comdev PTB).

Program penggemukan sapi ini terbagi di dua lokasi, yaitu Desa Suka Rahmat

yang berlokasi di wilayah perbatasan Bontang dan Kutai Timur, serta Kelompok

An Nur, di Lhok Tuan, Bontang Utara. Sejak tahun 2011, Comdev PTB juga telah

mengembangkan usaha penggemukan sapi (Ternak Mandiri) dengan program

Biogas. Pengembangan program ternak mandiri ini sendiri bekerjasama dengan

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPT) Kalimantan Timur. Kemudian pada

bulan september tahun 2011, program biogas juga mengalami pengembangan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

8

program, yakni pembuatan pupuk kompos dengan memanfaatkan ampas buangan

instalasi biogas.

Program Ternak Mandiri di wilayah Desa Suka Rahmat sudah berjalan sejak

tahun 2007, itu berarti hingga tahun 2012 ini, program tersebut sudah berlangsung

selama 5 tahun. Lamanya perjalanan program ini berlangsung tentu berkat

dukungan stakeholders yang terlibat dan sejumlah modal-modal yang terdapat

dalam program maupun kelompok sasaran program tersebut. Tentunya dalam

waktu yang cukup lama tersebut, akan ada hal-hal yang membuat para anggota

kelompoknya merasa terikat satu sama lain. Sebuah ikatan yang terbentuk dari

sebuah modal bersama yang telah ada ataupun baru dimiliki oleh masyarakat

sasaran program ketika mengikuti Program CSR Ternak Mandiri tersebut, yakni

ikatan oleh modal sosial. Solidaritas, trust, jaringan, maupun interaksi, semua hal

tersebut merupakan beberapa elemen-elemen penting dalam modal sosial. Modal

sosial menjadi penting dalam keberlanjutan program karena kemampuannya

dalam mengikat maupun menjembatani banyak orang sekaligus. Modal sosial juga

memiliki perbedaan yang unik dengan jenis modal lain, yang terletak pada proses

penggunaannya yaitu apabila suatu modal sosial digunakan secara terus menerus

maka modal ini tidaklah akan habis, bahkan sebaliknya, modal ini justru akan

semakin bertambah besar nilainya dan tumbuh kuat. Semakin kuatnya modal

sosial yang dimiliki oleh masyarakat akan berdampak positif pada mobilisasi

tujuan bersama masyarakat tersebut. Masyarakat jenis ini tentunya akan lebih

responsif dan dinamis ketika menjalankan suatu program pemberdayaan jika

dibandingkan dengan masyarakat yang lemah modal sosialnya.

Hal-hal yang sudah dijelaskan diatas sangatlah menarik perhatian dan

melatar belakangi peneliti untuk melakukan penelitian mengenai peran dari modal

sosial kelompok Ternak Mandiri Suka Rahmat dalam keberlanjutan program CSR

Ternak Mandiri. Untuk itulah peneliti bermaksud melakukan penelitian yang

berjudul “Peran Modal Sosial Dalam Keberlanjutan Program Corporate Social

Responsibility”, dengan harapan penelitian ini menghasilkan temuan penting

berkaitan dengan modal sosial yang terdapat pada masyarakat sasaran program

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

9

CSR (Ternak Mandiri) di Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan,

Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan pemaparan yang tertuang dalam latar belakang masalah,

permasalahan yang diangkat adalah mengenai peran modal sosial dalam

keberlanjutan program-program CSR Ternak Mandiri. Adapun rumusan

masalahnya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana keberlanjutan program Corporate Social Responsibility

Ternak Mandiri di PT. Badak NGL (Kabupaten Kutai Timur,

Kalimantan Timur)?

2. Bagaimana modal sosial kelompok sasaran program Ternak Mandiri

dapat berperan dalam keberlanjutan program-program CSR tersebut?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Suatu penelitian pada dasarnya dilaksanakan untuk memecahkan masalah.

Tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan mempunyai arah

yang jelas dan sistematis. Dalam penelitian ini terdapat tujuan operasional dan

substansial, yaitu :

1. Tujuan Operasional

a. Penelitian ini ditujukan untuk menyusun skripsi sebagai syarat untuk

memperoleh gelar sarjana pada jurusan Pembangunan Sosial dan

Kesejahteraan.

b. Sebagai karya ilmiah, diharapkan penelitian ini dapat memberikan

kontribusi positif bagi pengembangan keilmuan Jurusan

Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan pada khususnya dan Ilmu

Sosial pada umumnya, serta bagi penelitian-penelitian lainnya yang

memiliki keterkaitan kajian penelitian.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

10

2. Tujuan Substansial

Tujuan Substansial ini berkaitan dengan rumusan masalah penelitian,

yakni :

a. Untuk mengetahui keberlanjutan program CSR Ternak Mandiri PT.

Badak NGL di Desa Suka Rahmat, Kecamatan Teluk Pandan,

Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

b. Untuk mengetahui peran modal sosial kelompok sasaran program

Ternak Mandiri dalam keberlanjutan program CSR Ternak Mandiri.

Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan, suatu penelitian juga harus memiliki manfaat.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil pemikiran ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran, masukan,

referensi sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan

oleh perusahaan, pemerintah dan instansi terkait, dalam rangka

mengembangkan program CSR maupun program-program

pemberdayaan masyarakat lainnya.

2. Memberikan informasi mengenai situasi serta kondisi masyarakat

sasaran program CSR PT Badak NGL, yang diharapkan dapat menjadi

acuan peningkatan efektivitas maupun efisiensi program CSR di masa

mendatang.

3. Penelitian diharapkan bermanfaat bagi masyarakat, khususnya bagi

masyarakat sasaran program CSR.

E. Tinjauan Pustaka

Karena banyaknya definisi dan teori mengenai hal tersebut, maka untuk

mempermudah pemahaman mengenai modal sosial dan keberlanjutan program

CSR dalam konteks penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa aspek yang

mengkerangkai pemikiran penelitian ini, yaitu :

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

11

1. Keberlanjutan Program CSR

Keberlanjutan suatu program tidak terlepas dari paradigma yang

digunakan ketika perencanaan program tersebut. Sebagai contoh, ketika

masa orde baru, ada sebuah paradigma pembangunan yang gencar

diekspresikan dalam setiap upaya pembangunan masyarakat maupun

ekonomi. Paradigma tersebut adalah paradigma pertumbuhan. Paradigma

ini dipelopori oleh Rostow (1960), yang mengedepankan politik

pembangunan dengan pendekatan pertahapan pembangunan. Ide dasar

yang ditawarkan oleh Rostow adalah pembangunan perlu dibuat dengan

pentahapan sehingga terdapat keberlanjutan yang lebih terprogram

(dalam Ambar Teguh, 2004:43). Konsep paradigma pertumbuhan

(growth paradigm), merupakan aras pemikiran yang memperjuangkan

terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan

negara turut meningkat. Tak lama setelah itu, konsep pembangunan

berkelanjutan diperkenalkan pada akhir tahun 1970-an dan populer sejak

pertengahan dekade 1980-an. Secara teoritis konsep ini muncul sebagai

kritik terhadap paradigma ekonomi maupun non ekonomi yang hanya

memiliki satu tolok ukur, yaitu paradigma pertumbuhan yang biasanya

menggunakan “Gross National Product“ (GNP) sebagai parameter.

Akibatnya, para perencana dan pelaku pembangunan cenderung

mengabaikan tujuan sebenarnya dari upaya pembangunan, yaitu

pemberdayaan dan peningkatkan kualitas kehidupan masyarakat luas,

terutama masyarakat terpinggirkan. Orientasi pembangunan menjadi bias

dengan hanya mengejar laju pertumbuhan GNP yang tinggi, dengan

mengabaikan aspek distribusi dari hasil pembangunan sehingga

menimbulkan kesenjangan dalam masyarakat. Orientasi pertumbuhan

ekonomi dalam prakteknya telah mengakibatkan akumulasi hasil

pembangunan hanya pada sekelompok kecil orang, dan memarginalkan

masyarakat secara luas.

Konsep dari paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) ini adalah sebuah konsep pembangunan yang bersifat

ramah lingkungan, dimana pembangunan yang dilakukan harus

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

12

memperhatikan masalah sumber daya yang bersifat renewable/ non-

renewable. Sehingga proses pembangunan tidak hanya mengejar

keuntungan semata (profit) melalui aksi-aksi eksploitasi sumber daya

yang tersedia, namun juga harus memperhatikan bagaimana proses

pembaruannya. Salah satu definisi mengenai paradigma ini, yaitu yang

diperkenalkan oleh the World Commission on Environment and

Development (Brundtland Commission 1987), yang menyebutkan :

“Development that meets the needs of the present without compromising

the ability of future generations to meet their own needs”

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa pembangunan

berkelanjutan adalah suatu upaya untuk memenuhi kebutuhan generasi

masa kini tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang.

Permasalahan pemenuhan kebutuhan pada generasi sekarang, harus

memperhatikan keberlangsungan sumber daya yang tersedia.

Pemanfaatan teknologi dan sumber daya manusia yang berkualitas

dituntut untuk dapat mengurangi jumlah penggunaan sumber daya lain

yang sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable).

Sehingga diperlukan sebuah perumusan kebijakan pembangunan yang

memperhatikan kesinambungan antara aspek manusia (social), ekonomis

(economic), dan lingkungan (environment). Perumusan kebijakan

tersebut seperti yang dikemukakan oleh pihak Bank Dunia dalam situs

resminya (http://www.worldbank.org/depweb/english/sd.html), yang

menyebutkan :

“People concerned about sustainable development suggest that meeting

the needs of the future depends on how well we balance social, economic,

and environmental objectives--or needs--when making decisions today.

Some of these needs are itemized around the puzzle diagram.”

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

13

Gambar I.1 Sustainable Development Pyramid

(Sumber: situs resmi bank dunia)

Perumusan kebijakan pembangunan berkelanjutan tersebut selain

diterapkan oleh sistem pemerintahan pada beberapa negara, juga

diterapkan pada level perusahaan. Jika disimak baik-baik, perumusan

kebijakan tersebut sangat identik dengan konsep Tanggungjawab Sosial

Perusahaan (CSR) yang dikembangkan oleh John Elkington (1997), yang

dalam bukunya ‘Cannibal with Forks, the Triple Bottom Line of

Twentieth Century Bussiness’ menyatakan bahwa perusahaan selain

mengejar keuntungan (Profit) untuk kepentingan shareholder (pemegang

saham), juga harus memperhatikan stakeholder (pemangku kepentingan)

yakni terlibat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat

(People), serta menjaga kelestarian lingkungan (Planet). Jika program

yang dilaksanakan adalah pemberdayaan masyarakat maka yang menjadi

obyek kajian di sini adalah people, artinya bahwa tujuan dari progam

yang dilaksanakan adalah meningkatkan kemandirian masyarakat yang

menjadi sasaran program.

Dalam perkembangannya, pembangunan berkelanjutan

didefinisikan sebagai upaya peningkatan untuk kehidupan manusia

namun masih dalam kemampuan daya dukung ekosistem. Munasinghe

(1993) secara diagramatis menggambarkan pembangunan berkelanjutan

sebagai interaksi antara tiga dimensi, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi,

seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

14

Gambar I.2 Sustainable Development Concept

(Sumber: www.mindlangka.org)

Pembangunan berkelanjutan mengarus tengahkan ketiga alur

keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi secara serentak dalam alur

lingkar pembangunan sehingga terjadilah hubungan interaksi antara

pembangunan ekonomi, sosial dan ekologi (lingkungan). Keberlanjutan

ekonomi di sini berkaitan dengan efisiensi, pertumbuhan dan

keuntungan. Keberlanjutan sosial terkait dengan keadilan, pemerataan,

stabilitas sosial, partisipasi serta preservasi budaya, sedangkan

keberlanjutan ekologi berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya agar

lestari (konservasi alam), daya lentur ekosistem, keanekaragaman hayati

dan kesehatan lingkungan.

Menurut Undang Undang Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

No 23 tahun 1997 pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan

terencana yang memadukan lingkungan hidup termasuk sumberdaya ke

dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan kesejahteraan

dan mutu hidup masa kini dan generasi masa depan. Inti dari konsep ini

adalah bahwa tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan harus saling

mendukung dan terkait dalam proses pembangunan. Bila tidak akan

terjadi “trade off” antar tujuan. Pendekatan Pembangunan Berkelanjutan

sangat bervariasi, merefleksikan keragaman yang dihadapi oleh masing-

masing negara/daerah bahkan dunia seperti yang disampaikan oleh

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

15

Dalay-Clayton and Bass (2002) (lihat gambar I.3.) bahwa pembangunan

berkelanjutan akan berbeda antara lokal, nasional dan global tergantung

kepada masing-masing tujuan yang diinginkan dan keadaan implementasi

di lapangan.

Gambar I.3 Sistem Pembangunan Berkelanjutan (WSSD,2002)

(Sumber: Dalal-Clayton and Bass, 2002)

Djajadiningrat (2005:123), menyatakan bahwa pembangunan

berkelanjutan merupakan pencapaian keberlanjutan dari berbagai aspek

yaitu keberlanjutan dimensi ekologis, ekonomi, sosial budaya, politik dan

pertahanan serta keamanan. Indikator dari masing masing aspek adalah

sebagai berikut :

1. Keberlanjutan Ekologis: (a) memelihara integritas tatanan

lingkungan (ekosistem) agar sistem penunjang kehidupan tetap

terjamin. Sistem dimana produktivitas, adaptabilitas dan

pemulihan tanah, air, udara dan seluruh kehidupan tergantung

pada keberlanjutannya, (b) Memelihara keanekaragaman hayati.

2. Keberlanjutan Ekonomi: tiga elemen utama dalam keberlanjutan

ekonomi yaitu efisiensi ekonomi, kesejahteraan yang

berkesinambungan dan peningkatan pemerataan serta distribusi

kemakmuran.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

16

3. Keberlanjutan Sosial: Ada 4 sasaran yaitu (a) Stabilitas Penduduk,

(b) Memenuhi kebutuhan dasar manusia, (c) Mempertahankan

keanekaragaman budaya (dengan menghargai sistem sosial

budaya seluruh bangsa), (d) Mendorong partisipasi masyarakat

lokal dalam mengambil keputusan.

4. Keberlanjutan Politik: (a) Respek pada “human right”, kebebasan

individu dan sosial untuk berpartisipasi di bidang ekonomi, sosial

dan politik, (b) Demokrasi: memastikan adanya proses demokrasi

yg transparan dan bertanggung jawab.

5. Keberlanjutan Pertahanan dan Keamanan: Keberlanjutan

kemampuan menghadapi dan mengatasi tantangan, ancaman dari

dalam atau luar yang dapat membahayakan integritas, identitas

dan kelangsungan negara dan bangsa

Pembangunan berkelanjutan setidaknya membahas empat hal

utama yaitu: (1) Upaya memenuhi kebutuhan manusia yang ditopang

dengan kemampuan dan daya dukung ekosistem, (2) Upaya peningkatan

mutu kehidupan manusia dengan cara melindungi dan memberlanjutkan,

(3) Upaya meningkatkan sumberdaya manusia dan alam yang akan

dibutuhkan pada masa yang akan datang dan (4) Upaya mempertemukan

kebutuhan manusia secara antar generasi.

Pembangunan berkelanjutan pada hakekatnya dapat diwujudkan

melalui keterkaitan yang tepat antara sumberdaya alam, kondisi ekonomi,

sosial dan budaya. Pemanfaatan sumberdaya alam dan kemampuan

biosfer untuk mendukung kegiatan manusia sangat ditentukan oleh

tingkat teknologi maupun tingkat pengetahuan yang dikuasai dan yang

diimplementasikan. Dengan demikian, pembangunan berkelanjutan

bukanlah situasi harmoni yang sifatnya tetap dan statis, melainkan

merupakan suatu proses perubahan yang eksploitasi sumberdaya

alamnya, arah investasinya, orientasi perkembangan teknologinya dan

pengembangan kelembagaannya konsisten dengan pemenuhan kebutuhan

pada saat ini dan kebutuhan di masa depan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

17

Oleh karena itu, untuk menjelaskan sustainability program Ternak

Mandiri, teori yang dirasa cukup tepat adalah teori pembangunan

berkelanjutan dari Mohan Munasinghe. Munasinghe sendiri merupakan

seorang pakar yang berlatar belakang ilmu energi, ekonomi, dan

lingkungan. Berdasarkan asumsi inilah yang sesuai dengan tema

penelitian ini yaitu keberlanjutan sebuah program CSR di sebuah desa

yang terdiri dari individu-individu yang saling berinteraksi satu sama

lain, homogenitas suku, kekerabatan yang kental dan memiliki potensi

alam yang sedang mulai dikembangkan melalui program Ternak Mandiri

guna memperoleh manfaat ekonomi. Selain itu, Munasinghe juga sangat

memperhatikan pemanfaatan ekologi (lingkungan) dalam menunjang

faktor-faktor ekonomi.

Dari pengertian-pengertian mengenai konsep pembangunan

berkelanjutan yang telah disebutkan sebelumnya, dapat disimpulkan

bahwa dasar dari terbentuknya pembangunan berkelanjutan (sustainable

development) adalah pencapaian keberlanjutan dari berbagai dimensi

yaitu keberlanjutan dimensi ekonomi, dimensi ekologi dan dimensi

sosial. Dari setiap dimensi tersebut, selanjutnya ditentukan indikator-

indikator yang diteliti dalam keberlanjutan program TM ini. Menurut

Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD),

indikator didefinisikan sebagai suatu parameter, atau nilai yang diperoleh

dari parameter, yang menunjuk ke: menyediakan informasi tentang,

menggambarkan keadaan dari suatu fenomena/lingkungan, dengan

signifikansi yang secara langsung melampaui nilai parameter terkait

(OECD, 1994:9). Dengan demikian, indikator merupakan hal yang lebih

dari sekedar informasi biasa ataupun data ‘mentah’, namun indikator

merupakan informasi yang memiliki karakter normatif dan mempunyai

implikasi terhadap pengambilan keputusan suatu kebijakan dalam

program. Pembentukan dari indikator-indikator ini memiliki arti untuk

memberikan penilaian pembangunan berkelanjutan jika sasaran

perkembangan program telah ditentukan sebelumnya karena indikator-

indikator ini seringkali berhubungan kepada perkembangan dari strategi

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

18

keberlanjutan hingga pendefinisian suatu sasaran sekunder program

(misalnya, zero waste program).

Indikator-indikator diperoleh setelah melalui proses reduksi dari

pernyataan para informan dan juga triangulasi sumber yang dilakukan.

Data-data dari indikator-indikator ini bersumber dari hasil observasi

lapangan, serta wawancara mendalam dengan pihak penyelenggara

program (PTB, Laz Yaumil, dan BMT Mitra Amanah) dan pihak peserta

program (Pengurus dan Non Pengurus). Data sekunder dari pihak

penyelenggara juga turut digunakan untuk mendukung indikator-

indikator yang telah ditentukan. Berikut ini adalah dimensi-dimensi serta

indikator-indikator yang dimaksudkan oleh peneliti :

1. Dimensi Ekonomi

Dalam setiap program pemberdayaan masyarakat maupun

tanggungjawab sosial perusahaan, dimensi ekonomi selalu menjadi

faktor utama yang diperhitungkan. Aspek ekonomi yang

diperhitungkan muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan

masyarakat sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan

hidup mereka sampai batas yang layak. Menurut Solow (1986),

konsep modern yang mendasari keberlanjutan dimensi ekonomi

berusaha untuk memaksimalkan aliran pendapatan yang bisa

dihasilkan, sementara itu setidaknya mempertahankan aset (atau

modal) yang dapat menghasilkan pendapatan ini.

Indikator-indikator yang ditentukan dalam dimensi

keberlanjutan ekonomi lebih ditekankan kepada indikator yang

menggambarkan efisiensi ekonomi, kesejahteraan yang

berkesinambungan bagi peserta program dan peningkatan

pemerataan serta distribusi kesejahteraan dalam kelompok Ternak

Mandiri Suka Rahmat secara keseluruhan. Indikator yang

digunakan dalam dimensi ekonomi seluruhnya ada 4 indikator,

yaitu Dana Pembelian Sapi, Pendapatan, Pemasaran, dan

Kepemilikan alat produksi.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

19

(1) Dana pembelian sapi merupakan kunci awal dari

terselenggaranya program, tanpa adanya dana ini maka

program ini tidak akan memiliki modal untuk digunakan.

Besaran modal yang tersedia berdampak pada banyaknya sapi

yang akan digemukkan atau dikelola. Dana ini digunakan

untuk membeli bibit sapi jantan yang akan digemukkan dan

juga sapi betina yang diharapkan nantinya dapat menjadi

sumber penghasil bibit sapi sendiri tanpa perlu membeli bibit

sapi dari pedagang besar seperti yang selama ini dilakukan.

Dana ini merupakan aset/modal yang dapat mempertahankan

kestabilan pendapatan para peternak.

(2) Pendapatan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah perolehan

keuntungan yang didapatkan oleh peserta program baik dari

program penggemukan, pupuk kompos, maupun biogas.

Pendapatan yang diperoleh umumnya berupa sejumlah uang

atas penjualan sapi dan pupuk kompos. Namun, untuk biogas

sendiri karena bentuknya merupakan sebuah fasilitas yang

menyediakan akses terhadap gas gratis untuk konsumsi rumah

tangga peternak maka peneliti mengkonversikan perolehan gas

tersebut ke dalam bentuk rupiah. Pengembangan program

dilakukan guna meningkatkan efisiensi pendapatan dari

program awal (penggemukan) sehingga limbah dari program

tersebut dapat pula dimanfaatkan sebagai sumber pendapatan

baru bagi peternak.

(3) Akses terhadap pasar merupakan kunci pendistribusian sapi

serta pupuk dari hasil usaha para peserta program kepada

konsumen. Pemasaran yang luas akan berdampak pada

penentuan harga jual, peningkatan permintaan serta

penghematan waktu yang diperlukan untuk menjual sapi dan

pupuk tersebut. Hal ini tentunya dapat memaksimalkan

pendapatan yang diterima oleh peternak. Meski selama ini

mayoritas dari sapi-sapi itu dibeli oleh Laz Yaumil melalui

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

20

sistem bagi hasil, serta beberapa pupuk-pupuk kompos dibeli

oleh BMT, namun beberapa tahun terakhir para peternak

diizinkan untuk menjual hasil usaha mereka ke pihak luar.

(4) Kepemilikan alat produksi menjadi modal keberlanjutan

program yang terpenting. Alat produksi seperti sapi

penggemukan, sapi betina produktif, kandang, dan alkon masih

merupakan supply rutin ataupun pemberian dari pihak

penyelenggara. Selama peternak masih memerlukan supply

dari pihak penyelenggara maka tujuan dari kemandirian

masyarakat akan semakin menjauh. Namun, semenjak

dilakukannya pengembangan program, diharapkan adanya ciri

kemandirian dari para peternak binaan yang mengarah pada

keberlanjutan di bidang ekonomi. Salah satu ciri ideal

keberlanjutan ekonomi dari indikator ini adalah adanya

peternak yang memiliki alat produksi milik sendiri, bukan lagi

pemberian maupun pinjaman dari pihak penyelenggara.

2. Dimensi Ekologi

Penafsiran lingkungan keberlanjutan berfokus pada

kelangsungan hidup secara keseluruhan dan kesehatan sistem

kehidupan, yang didefinisikan dalam istilah yang komprehensif,

multi-skala, ukuran yang dinamis, hirarkis ketahanan, kekuatan dan

organisasi (Costanza, 2000: 7). Ide-ide ini berlaku baik untuk

sistem alam yang liar maupun yang dikelola seperti pertanian,

pedesaan dan perkotaan. Dimensi ekologi merupakan hasil

pemikiran utama dari paradigma pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan menuntut kompensasi atas peluang

hilangnya pemenuhan kebutuhan generasi mendatang, karena

kegiatan ekonomi saat ini yang dapat mempengaruhi

keanekaragaman hayati dan kemampuan ekologi di masa depan.

Indikator-indikator yang ditentukan dalam dimensi

keberlanjutan ekologi (lingkungan) terdiri pada indikator yang

menekankan kepada hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

21

keberlanjutan daya dukung lingkungan, sehingga tidak melewati

batas kemampuannya untuk mendukung seluruh aktivitas yang ada

di dalamnya dan meningkatkan kapasitas serta kualitas dari

ekosistem agar sistem penunjang kehidupan tetap terjamin.

Indikator yang digunakan untuk menilai keberlanjutan ekologi

seluruhnya ada 3 indikator, yaitu Ketersediaan Pakan, Sumber Air,

dan Pengelolaan Kandang & Limbah.

(1) Ketersediaan pakan menjadi menjadi syarat utama daya

dukung alam terhadap keberlanjutan program TM ini. Ketika

sapi penggemukan maupun sapi peranakan didatangkan dari

supplier lokal maupun dari Samarinda, sapi-sapi tersebut

tentunya harus langsung diberikan makan karena selama

perjalanan jauh tersebut sapi-sapi tidaklah mendapatkan

makanan. Selama proses berjalannya masa penggemukan dan

peranakan, sapi-sapi juga harus diberi makan sesuai dengan

ketentuan jumlah kebutuhan makan hariannya, biasanya

mengacu pada bobot badan ternak sapi. Pakan yang dimaksud

pun tidak harus selalu rumput. Sejumlah pakan ternak biasanya

tersedia banyak di daerah yang banyak terdapat sejumlah

sawah padi. Namun, di RT 06 dan RT 07 ini tidak terdapat

lahan padi karena mayoritas petani disini adalah petani kebun

sehingga variasi jumlah makanan tergantung pada tanaman

produktif yang mereka tanam. Selain itu, beberapa peternak

sudah ada yang memiliki lahan khusus untuk menanam rumput

gajah guna memenuhi kebutuhan pakan ternak mereka. Lahan

sawit pun terdapat cukup banyak di wilayah barat dari RT 07,

begitu juga rerumputan yang terdapat di lahan tersebut.

(2) Daya dukung air dalam program ini merupakan faktor penting

bagi keberlanjutan program karena air dibutuhkan untuk

konsumsi sehari-hari sapi, peternak, maupun warga sekitar.

Mayoritas warga RT 07 dan beberapa warga 06 masih sangat

bergantung pada air sungai untuk kehidupannya, baik untuk

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

22

mencuci, mandi dan beberapa orang memanfaatkannya untuk

sumber air minum. Ketersediaan air di wilayah ini memang

cukup banyak untuk konsumsi ternak sapi namun untuk

konsumsi manusia, sumber air minum hanya ada beberapa

saja. Salah satu upaya dalam pemeliharaan sumber-sumber air

adalah dengan tidak mencemarinya. Oleh karena itu, untuk

mendukung seluruh aktivitas yang ada di dalam program ini

dapat berjalan dengan baik, indikator sumber air ini harus

diperhatikan keberlanjutannya.

(3) Indikator pengelolaan kandang & limbah dipilih karena

pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar dan juga kepada

persepsi masyarakat. Pengelolaan kandang yang baik dapat

menciptakan lingkungan masyarakat yang harmonis, tanpa

adanya pihak-pihak yang terganggu dengan keberadaan

kandang tersebut, terkait bau dari tumpukan kotoran yang ada.

Pembersihan kandang yang rutin tiap harinya merupakan

wujud pengelolaan kandang yang baik. Tersedianya tempat

penampungan kotoran ternak dengan memperhatikan letaknya

dapat mencegah tercemarnya air maupun menyebarnya bau

dari limbah ternak sehingga image baik dari program tetap

terjaga. Limbah yang dikeluarkan dari sapi dan sudah

menumpuk, cenderung menimbulkan bau yang tidak sedap.

Salah satu solusinya adalah dengan merubahnya menjadi

pupuk, baik itu bentuk padat maupun cair. Limbah yang sudah

diolah menjadi pupuk akan memperoleh nilai ekonomi dan

siap untuk dijual belikan. Sehubungan dengan mayoritas

peserta program adalah petani kebun, maka pupuk juga dapat

digunakan untuk menyuburkan lahan tanam mereka.

Penggunaan pupuk kompos pada tanah dapat meningkatkan

kapasitas serta kualitas dari ekosistem tanah karena menambah

daya ikat tanah terhadap air dan unsur-unsur hara tanah,

memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, membantu

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

23

proses pelapukan bahan mineral, memberi ketersediaan bahan

makanan bagi mikroba serta menurunkan aktivitas mikro

organisme yang merugikan.

3. Dimensi Sosial

Dalam dimensi keberlanjutan sosial, indikator-indikator yang

ditentukan berkaitan dengan stabilitas penduduk, menghargai

sistem sosial dan mempertahankan keaneka ragaman budaya serta

mendorong partisipasi peserta program dalam mengambil

keputusan. Dalam penentuan indikator dimensi sosial ini akan

sedikit berbeda karena indikator yang dipilih adalah beberapa

komponen pembentuk modal sosial. Ketika masa observasi

berlangsung, peneliti yakin bahwa komponen-kompenen ini

terdapat dalam kelompok peserta program Ternak Mandiri dan

semakin yakin ketika menanyakan beberapa pertanyaan terkait

modal sosial dalam wawancara mendalam yang dilakukan dengan

para peserta program dan penyelenggara program. Beberapa

komponen pembentuk modal sosial itu adalah partisipasi, interaksi,

jaringan (network), dan kepercayaan (trust). Berdasarkan

komponen pembentuk modal sosial tersebut, peneliti kemudian

menentukan indikator yang digunakan untuk menilai keberlanjutan

sosial, dimana seluruhnya terdapat 4 buah indikator, yaitu

partisipasi, interaksi, jaringan, dan kepercayaan (trust).

2. Modal Sosial

Konsep mengenai modal sosial telah lama dikenal luas, namun

modal ini masih sering dipandang sebelah mata karena wujudnya yang

tidak kasat mata, berbeda dengan jenis modal lainnya. Hal ini dapat

terlihat pada beberapa program pemberdayaan masyarakat yang tidak

fokus pada manusianya (people centered), melainkan fokus pada

pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat (basic needs). Hal ini hanya

akan menimbulkan ketergantungan dan semakin menjauhkan sosok

kemandirian. Seharusnya modal sosial menjadi hal yang sangat

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

24

diperhitungkan dalam perumusan program-program CSR maupun

pemberdayaan masyarakat, karena kekuatan dari modal sosial akan

tampak dalam hubungannya dengan kegiatan bersama, kelompok

jaringan, dimana interaksi sosial menjadi senjata utama. Hal tesebut

memungkinkan untuk terwujudnya pencapaian bersama maupun

pencapaian program.

Modal sosial yang merupakan hasil dari interaksi sosial,

mengakibatkan kompleksitas dari konsep modal sosial itu sendiri.

Namun, menurut Djamaludin Ancok (2003:7), pandangan para pakar

dalam mendefinisikan konsep modal sosial dapat dikategorikan

kedalam dua kelompok. Kelompok pertama menekankan pada jaringan

hubungan sosial (social network), sedangkan kelompok kedua lebih

menekankan pada karakteristik (traits) yang melekat (embedded) pada

diri individu manusia yang terlibat dalam sebuah interaksi sosial.

Sedangkan dalam kaitannya pada suatu komunitas, Lesser (2000:

102-105) berpendapat bahwa modal sosial menjadi sangat penting bagi

komunitas karena (1) memberikan kemudahan dalam mengakses

informasi bagi anggota komunitas (2) menjadi media power sharing

atau pembagian kekuasaan dalam komunitas (3) mengembangkan

solidaritas (4) memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas (5)

memungkinkan pencapaian bersama dan (6) membentuk perilaku

kebersamaan dan berorganisasi komunitas.

Dalam konsep modal sosial terdapat banyak sekali teori dan

perspektif-perspektif yang diungkapkan oleh para tokoh. Meski

demikian, terdapat tiga teori yang selama ini mendominasi isu dari

modal sosial, masing-masing teori modal sosial tersebut dicetuskan oleh

Pierre Bourdieu, James Coleman, dan Robert Putnam.

a. Pierre Bourdieu

Bourdieu melihat modal sosial sebagai aset yang dimanfaatkan

oleh kelompok elite, khususnya mereka yang memiliki modal finansial

dan/atau modal budaya yang terbatas (John Field, 2010:65). Bourdieu

(1977) menyatakan bahwa

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

25

“Modal hubungan sosial yang jika diperlukan akan memberikan ‘dukungan-

dukungan’ bermanfaat: modal harga diri dan kehormatan yang seringkali

diperlukan jika orang ingin menarik para klien ke dalam posisi-posisi yang

penting secara sosial, dan yang bisa menjadi alat tukar, misalnya dalam karir

politik (Bourdieu 1977, dalam John Field, 2010:23)”

Dari pernyataannya tersebut, tampak bahwa Bourdieu melihat

bahwa modal sosial hanya bermanfaat bagi kaum elite untuk

memperoleh dan mempertahankan kekuasaannya. Sehingga Bourdieu

cenderung mengesampingkan manfaat modal sosial bagi kaum-kaum

yang kurang beruntung. Hal ini dikarenakan menurutnya modal

ekonomi adalah akar dari semua modal jenis modal lain (Bourdieu,

1986 dalam John Field, 2010: 24). Sehingga bagi siapa yang memiliki

modal ekonomi yang kuat, maka akan mudah baginya memanfaatkan

dan memperoleh modal-modal lainnya, termasuk modal sosial. Dengan

demikian, konsep modal sosial Bourdieu dilihat sebagai sesuatu yang

bersifat indivualistik.

b. James Coleman

Berbeda dengan Bourdieu, Coleman mendasarkan konsep modal

sosialnya pada teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional memiliki

keyakinan dengan ekonomi klasik bahwa semua perilaku berasal dari

individu yang berusaha mengejar kepentingan mereka sendiri, dengan

demikian interaksi sosial juga dipandang sebagai bentuk pertukaran.

Dan bagi Coleman, konsep modal sosial adalah sarana untuk

menjelaskan bagaimana seseorang berusaha bekerja sama (dalam John

Field, 2010: 33-34). Dalam hal ini posisi modal sosial adalah sebagai

produk sampingan dari aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan

lain. Jadi individu atau aktor itu tidaklah membentuk modal sosialnya

sendiri, melainkan hanya sebagai sebuah dampak dari kegiatan-

kegiatannya dalam mencapai suatu tujuan lain yang sesuai dengan

kepentingannya sendiri. Berdasarkan konsep modal sosial dari Coleman

ini, setiap individu yang melakukan kerjasama atau menjalin hubungan

dengan sesamanya, itu tidak lebih dari sekedar adalah kepentingannya

sendiri. Jika seseorang merasa tidak memiliki kepentingan tertentu,

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

26

maka ia tidak akan memilih untuk bekerjasama atau menjalin suatu

hubungan dengan orang lain.

Hubungan dipandang membangun sumber modal dengan

membantu menciptakan kewajiban dan harapan antar aktor,

membangun kejujuran lingkungan sosial, membuka saluran informasi,

dan menetapkan norma yang menopang bentuk-bentuk perilaku tertentu

sambil menerapkan sanksi pada calon-calon penunggang bebas

(Coleman, 1988 dalam John Field, 2010: 39)

Jika Bourdieu melihat modal sosial secara individualistik, konsep

modal sosial dari Coleman ini menjembatani peran individu dan

kolektif, di mana menurutnya modal sosial sebagai aset modal bagi

individu, namun melihatnya terbangun dari sumber-sumber daya

struktur sosial (Coleman, 1994 dalam John Field, 2010:40). Modal

sosial berdasarkan konsep dari Coleman ini tidak hanya dimiliki dan

bermanfaat bagi para elite penguasa seperti yang diyakini oleh

Bourdieu, melainkan modal sosial juga akan bermanfaat selama

seseorang berusaha untuk mengejar kepentingannya sendiri, baik itu

para elite maupun non elite. Karena setiap orang pasti memiliki

kepentingannya masing-masing, hanya jenis kepentingannya saja yang

berbeda.

c. Robert Putnam

Teori modal sosial yang selanjutnya berasal dari Robert Putnam,

seorang tokoh yang berlatar belakang ilmu politik. Berbeda dari dua

tokoh sebelumnya di mana modal sosial bertindak sebagai sumber daya

yang bermanfaat bagi individu dan kelompok, Putnam menggali konsep

modal sosial ini lebih dalam lagi, yakni dengan melihatnya sebagai

sumber daya yang berfungsi pada level sosial (dalam John Field,

2010:65). Selain itu, Putnam juga memiliki ide terkait konsep modal

sosial yang diperbaharui dari tahun ke tahun. Seperti pada tahun 1993,

dimana konsep modal sosial Putnam mengacu pada bagian dari

organisasi sosial, seperti kepercayaan, norma, dan jaringan, yang dapat

meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

27

tindakan terkoordinasi (Putnam, 1993a dalam John Field, 2010:49).

Selanjutnya pada tahun 1996, definisi Putnam tentang modal sosial

sedikit berubah. Putnam menyatakan yang dia maksud dengan modal

sosial adalah bagian dari kehidupan sosial (jaringan, norma dan

kepercayaan) yang mendorong partisipan bertindak bersama secara

lebih efektif untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Tiga ramuan utama

(jaringan, norma, dan kepercayaan) tersebut belum berubah, namun

terdapat hal yang baru yakni identifikasi ‘partisipan’ ketimbang

‘masyarakat’ sebagai penerima manfaat dari modal sosial. Pada tahun

2000, Putnam kembali memperbarui konsep modal sosialnya dengan

berargumen bahwa: gagasan inti dari teori modal sosial adalah bahwa

jaringan sosial memiliki nilai…kontak sosial mempengaruhi

produktivitas individu dan kelompok. Pada definisi ini, Putnam

menekankan pada nilai yang terkandung di dalam sebuah jaringan

sosial dan kualitas kontak sosial yang menentukan terbentuknya modal

sosial sehingga definisi ini memberikan kita dua ketimbang tiga ramuan

primer, yakni jaringan dan norma (dalam Field, 2010:52).

Selanjutnya Putnam memperkenalkan perbedaan antara dua

bentuk dasar modal sosial, yakni modal sosial yang menjembatani

(inklusif) dan yang mengikat (eksklusif). Modal sosial yang mengikat

cenderung mendorong identitas eksklusif, mempertahankan

homogenitas, menopang resiprositas spesifik, memobilisasi solidaritas,

sambil pada saat yang sama menjadi ‘semacam perekat terkuat

sosiologi’ dalam memelihara serta memperkuat kesetiaan dan identitas

spesifik kelompok. Sedangkan modal sosial yang menjembatani lebih

berperan baik dalam menghubungkan aset eksternal dan bagi

persebaran informasi, serta dapat membangun identitas dan resiprositas

yang lebih luas (dalam John Field, 2010:52). Putnam (1993) juga

menyatakan bahwa kekerabatan kalah penting sebagai sumber

solidaritas bila dibandingkan dengan kenalan dan keanggotaan bersama

asosiasi sekunder, yang dapat menyatukan individu dari kelompok-

kelompok kecil yang berlainan dan terpisah satu sama lain (dalam John

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

28

Field, 2010:53). Ia pun berargumen bahwa ikatan ‘vertikal’ bisa jadi

kalah membantu bila dibandingkan dengan ikatan ‘horizontal’, karena

bisa jadi melemahkan kapasitas bagi tindakan kolektif dan cenderung

menciptakan kecurigaan sehingga dapat dikatakan bahwa suatu status

kekerabatan tidak akan berarti jika dihadapkan pada solidaritas antar

anggota suatu kelompok tertentu, dimana norma dan nilai-nilai dari

kelompok tersebut telah terinternalisasi pada diri anggotanya.

Dari ketiga teori modal sosial tersebut, peneliti memilih

menggunakan teori modal sosial menurut Robert Putnam karena teori

ini mampu membedakan antara modal sosial yang bersifat

menjembatani (inklusif) dengan yang bersifat mengikat (eksklusif), hal

ini dapat membantu peneliti dalam melihat peran modal sosial dalam

jaringan antar aktor. Teori ini juga dirasa mampu untuk memberikan

nilai terhadap hubungan kekerabatan maupun keanggotaan bersama

asosiasi sekunder yang ada pada kelompok sasaran program. Oleh

karena itu, dapat disimpulkan bahwa modal sosial terbentuk dari

beberapa komponen, yaitu partisipasi, interaksi dan sosiabilitas,

jaringan (network), dan kepercayaan (trust).

1) Partisipasi

Partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap

kesalingterhubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam

masyarakat, yaitu diantara kelompok-kelompok sosial dan komunitas

dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain (Syahyuti,

2006:47). Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh

pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif

pembangunan. Maka, bisa dibilang pembangunan yang partisipatif

adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh

keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.

Secara umum, sisi positif dari partisipasi adalah program yang

dijalankan akan lebih respon terhadap kebutuhan dasar yang

sesungguhnya. Ini merupakan suatu cara penting untuk menjamin

keberlanjutan program, akan lebih efisien karena membantu

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

29

mengidentifikasi strategi dan teknik yang lebih tepat, serta meringankan

beban pusat (penyelenggara program) baik dari sisi dana, tenaga

maupun material. Namun sisi negatifnya, partisipasi akan

melonggarkan kewenangan pihak atas sehingga akuntabilitas pihak atas

sulit diukur, proses pembuatan keputusan menjadi lambat demikian

pula pelaksanaannya, serta bentuk program juga akan berbeda-beda

karena masyarakat yang beragam. Di luar itu, program juga berpeluang

untuk diselewengkan oleh pihak tertentu untuk kepentingan

kelompoknya sendiri.

Makna partisipasi itu sendiri berbeda-beda menurut mereka yang

terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan,

dan masyarakat. Para ahli telah mampu membuat pengklasifikasian

partisipasi. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya ada

tujuh karakteristik tipologi partisipasi (J. Pretty, 1995 dalam Syahyuti,

2006:49), yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk ideal, yaitu:

a. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi

yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima

pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman

sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan

masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan

terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran

belaka.

b. Partisipasi informatif. Di sini masyarakat hanya menjawab

pertanyaan-pertanyaan untuk proyek, namun tidak berkesempatan

untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan. Akurasi hasil

studi, tidak dibahas bersama masyarakat.

c. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara

berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, serta

menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini belum

ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional

tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat

(sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

30

d. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa

untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak

dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen

yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk

melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

e. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai

bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang

disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak

luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan

kemandiriannya.

f. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam proses analisis

untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan

kelembagaan. Pola ini cenderung melibatkan metoda interdisipliner

yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang

terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk

mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka,

sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

g. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri

secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah

sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka

mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk

mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumber daya yang

diperlukan. Yang terpenting, masyarakat juga memegang kendali

atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

Partisipasi yang akan dilihat dalam penelitian ini bukanlah animo

masyarakat yang tertarik untuk bergabung dalam kelompok TM,

melainkan bagaimana peran aktif peternak TM dalam program yang

mereka ikuti dan dimanakah posisi mereka dalam program, apakah

mereka hanya sebatas menjalankan program ataukah mereka juga

memperoleh kesempatan untuk mengajukan pendapat guna

mengembangkan program yang sudah ada.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

31

2) Interaksi

Kodrat manusia sebagai makhluk sosial memiliki konsekuensi

bahwa setiap manusia hidup berdampingan satu sama lain dan saling

membutuhkan baik secara langsung maupun tidak langsung. Aktivitas-

aktivitas yang dilakukan seseorang di dalam kehidupan masyarakat

pasti melibatkan orang lain, sesuai dengan kepentingannya masing-

masing. Untuk itu setiap manusia pasti melakukan interaksi dengan

sesamanya, karena interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya

aktivitas-aktivitas sosial serta merupakan dasar dari terciptanya proses

sosial. Tanpa ada interaksi sosial, juga tidak akan terbentuk modal

sosial di antara anggota masyarakat. Karena dengan proses interaksi

yang intens dan erat maka akan terbentuk modal sosial yang kuat pula.

Interaksi sosial sendiri merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis

yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara

kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan

kelompok manusia (Soekanto, 2006:55). Interaksi sosial sendiri

memiliki dua syarat terbentuknya, yakni kontak sosial dan komunikasi

(Soekanto, 2006:58). Kontak sosial dapat terjadi tanpa adanya kontak

secara fisik (badaniah), karena dengan kecanggihan teknologi, orang

dapat melakukan kontak sosial tanpa harus bersentuhan maupun

bertemu. Sedangkan komunikasi memiliki arti penting bahwa seseorang

memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud

pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa

yang ingin disampaikan oleh orang tersebut (Soekanto, 2006:60).

Kontak sosial dan komunikasi sebagai syarat terciptanya interaksi

sosial, maka suatu kontak tanpa adanya komunikasi tidaklah berarti

apa-apa. Karena suatu kontak tanpa komunikasi tidak akan

menghasilkan suatu interaksi. Suatu masyarakat di mana anggotanya

memiliki frekuensi interaksi yang tinggi, maka proses komunikasi yang

berlangsung pun akan semakin intim dan dalam yang kemudian akan

menghasilkan suatu kedekatan tersendiri antar pihak yang mengadakan

interaksi. Semakin sering seseorang berkomunikasi satu sama lain,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

32

maka akan lebih saling mengenal dan akan berbuah pada hubungan

yang lebih jauh dari sekedar berbincang-bincang. Sangat mungkin,

komunikasi tersebut akan menciptakan sebuah hubungan kerjasama

satu sama lain serta menemukan persamaan-persamaan kepentingan

dan membentuk suatu ikatan tertentu yang nantinya akan menjadi

tonggak bagi terbentuknya modal sosial. Komunikasi sendiri

merupakan salah satu tindakan atau sikap relasional yang biasa disebut

dengan sosiabilitas.

Adanya proses interaksi sosial juga menjadi indikator adanya

kehidupan sosiabilitas. Kehidupan sosiabilitas masyarakat menjadi

salah satu sumber terbentuknya modal sosial karena memiliki nilai-nilai

seperti kepercayaan sosial, kepedulian, dan solidaritas sosial antar

warga masyarakat (Linda Darmajanti, 2002). Dengan kehidupan

sosiabilitas itu, masyarakat membangun sebuah hubungan yang erat

satu sama lain, yang kemudian menjadi embrio terbentuknya modal

sosial.

Interaksi yang terjadi dalam kelompok TM Suka Rahmat

merupakan hubungan dinamis yang terjadi antara peternak TM dengan

sesama peternak TM, peternak TM dengan masyarakat sekitar, dan

peternak TM dengan stakeholder terkait (pemerintah daerah, NGO, dan

pihak penyelenggara program). Interaksi yang dilakukan pun tidak

selalu bertatap muka maupun berupa kegiatan fisik bersama yang biasa

terjadi dalam program, namun interaksi juga dapat dilakukan melalui

SMS (Short Message Service) maupun percakapan melalui telepon.

Forum yang menjadi wadah interaksi

3) Jaringan

Jaringan telah lama dipandang penting bagi keberhasilan bisnis

dan organisasi. Khususnya pada tahap awal, banyak diyakini bahwa

jaringan berfungsi sebagai sumber informasi penting, yang bisa menjadi

sesuatu yang kritis dalam mengidentifikasi dan menggali peluang bisnis

(Hendry, 1991; Mulholland, 1997. Dalam Field, 2010:86). Jaringan pun

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

33

dapat membantu memberikan akses keuangan (Bates, 1994, dalam

Field 2010:86). Modal sosial telah dipandang sebagai aset pasar dan

tenaga kerja; bahkan ketika direkrut melalui perantara, pelanggan dan

pekerja dikatakan menunjukkan loyalitas dan komitmen lebih besar

daripada yang mungkin terjadi di kalangan orang yang sama sekali

asing (Bates, 1994; Jones, 1993. Dalam Field, 2010;86). Hal serupa

terjadi pada kehidupan para peternak TM, mereka saling bertukar

informasi seputar cara perawatan sapi dan berkebun ketika mereka

saling bertemu satu sama lain maupun melalui SMS. Para peternak pun

mendapatkan akses pinjaman uang dari pihak BMT yang dapat

digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka selama masa

penggemukan maupun sebagai modal produktif usaha lainnya.

Beberapa peternak TM juga sering meminjam uang kepada peternak

TM lainnya, yang biasanya adalah tetangga mereka sendiri. Kinerja dan

komitmen para peternak TM juga sudah teruji selama tujuh tahun

program TM ini berjalan.

Dalam bahasa Inggris, jaringan adalah network. Kata dalam

bahasa Inggris ini yang memunculkan pemahaman Robert M.Z Lawang

mengenai makna jaringan (Robert M.Z Lawang, 2004 dalam Damsar,

2009:157). Network berasal dari kata net dan work. Net diterjemahkan

sebagai jaring yang terdiri dari banyak ikatan antar simpul yang saling

terhubung satu sama lain. Sedangkan kata work berarti kerja, sehingga

jika dihubungkan kedua kata tersebut dapat dimengerti sebagai kerja

(bekerja) dalam hubungan antar simpul-simpul seperti halnya jaring

(net). Dan dari cara berpikir itulah Robert M.Z Lawang memahami

jaringan sebagai: (1) ada ikatan antar simpul (orang atau kelompok)

yang dihubungkan dengan media (hubungan sosial). Hubungan sosial

ini diikat dengan kepercayaan. Kepercayaan itu dipertahankan oleh

norma yang mengikat kedua belah pihak; (2) ikatan atau pengikat

(simpul) adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan

dan medianya itu dipelihara dan dipertahankan. Dari pemaknaan Robert

M.Z Lawang tersebut dapat disimpulkan bahwa studi jaringan sosial

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

34

melihat hubungan antar individu yang memiliki makna subjektif yang

berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu simpul atau ikatan. Simpul

dilihat melalui aktor individu di dalam jaringan, sedangkan ikatan

merupakan hubungan antar para aktor tersebut (Damsar, 2009:158).

Sedangkan dalam Powell dan Smith-Doer (1994:365), mengutarakan

bahwa studi tentang jaringan sosial telah dilakukan oleh sosiolog sejak

tahun 1960-an yang biasanya dikaitkan dengan bagaimana pribadi-

pribadi berhubungan antara satu sama lain dan bagaimana ikatan afiliasi

melayani baik sebagai pelicin dalam memperoleh sesuatu yang

dikerjakan, sebagai jembatan untuk memudahkan hubungan antara satu

pihak dengan pihak lainnya, maupun sebagai perekat yang memberikan

tatanan dan makna pada kehidupan sosial (Damsar, 2009:159). Oleh

karenanya jaringan sosial sangat memudahkan seseorang di dalam

menjalani kehidupannya, karena biasanya melalui jaringan seseorang

kerap menyelesaikan masalahnya. Hal ini sebab jaringan yang kuat

akan menguatkan keinginan saling membutuhkan dan membantu satu

sama lain serta semakin bermanfaatlah modal sosial yang terbentuk.

Seperti yang diutarakan Putnam (1995) bahwa jaringan-jaringan sosial

yang kuat akan memperkuat perasaan kerjasama para anggotanya serta

manfaat-manfaat dari partisipasinya tiap pihak yang terlibat. Namun,

jaringan yang telah terbentuk harus selalu dipelihara agar tetap erat dan

hubungan satu sama lain tidak renggang. Karena jika suatu hubungan

tidak dipelihara, maka akan merusak jaringan tersebut yang akan

mengurangi kebermanfaatannya.

Dari pemaknaan-pemaknaan mengenai jaringan sosial di atas,

maka dapat dillihat bahwa jaringan sosial memang erat hubungannya

dengan hubungan sosial. Hubungan sosial dianggap sebagai syarat

terciptanya jaringan sosial di dalam kehidupan manusia dan ternyata

jaringan sosial tidak hanya beroperasi dalam satu tingkatan, melainkan

pada banyak tingkatan. Dilihat dari tingkatannya, jaringan terdiri dari

tiga jenis, yakni jaringan mikro, meso, dan makro (Damsar, 2009:160-

166). Pertama, jaringan sosial mikro merupakan jaringan sosial yang

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

35

terbentuk dari hubungan antar individu atau antar pribadi. Seseorang

yang berinteraksi dan berhubungan dengan orang lain secara pribadi

dan bukan atas nama kelompok berarti itu disebut sebagai jaringan

mikro. Jaringan mikro ini merupakan tingkatan jaringan yang paling

kecil. Jaringan mikro ini memiliki tiga fungsi, yakni sebagai pelicin,

sebagai jembatan, dan sebagai perekat. Sebagai pelicin berarti jaringan

sosial memberikan berbagai kemudahan dalam mengakses berbagai

macam barang dan/atau sumber daya. Jaringan sebagai jembatan pada

tingkatan mikro ini berarti sebagai media yang memudahkan hubungan

antar pribadi yang satu dengan pribadi yang lain. Sedangkan sebagai

perekat berarti jaringan sosial antar individu memberikan tatanan dan

makna kehidupan pada kehidupan sosial yang akan menjaga hubungan

antar pribadi tersebut. Kedua, jaringan meso berarti hubungan yang

dibangun para aktor dengan dan atau di dalam kelompok sehingga

terbentuk suatu ikatan. Jaringan pada tingkat meso ini juga memiliki

fungsi yang sama seperti jaringan pada tingkat mikro, yaitu sebagai

pelicin, jembatan, dan perekat. Ketiga, jaringan makro, yakni ikatan

yang terbentuk karena terjalinnya simpul-simpul dari beberapa

kelompok. Jaringan ini terajut dari ikatan antara dua kelompok atau

lebih. Kelompok dalam hal ini bisa dalam bentuk organisasi, institusi,

atau bahkan negara. Tidak seperti dua tingkatan sebelumnya, jaringan

tingkat makro ini lebih berfungsi sebagai jembatan yang memberikan

fasilitas atau saluran bagi terjalinnya komunikasi antar kelompok yang

terlibat.

Sementara itu, Dalton (1959), melihat jaringan sosial dapat

dianalisis atas dasar organisasi formal dan organisasi informal (dalam

Damsar, 2009:180). Formal berarti suatu hubungan dan ikatan yang

memang direncanakan, disetujui, bahkan diharuskan untuk terjadi

dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. Sedangkan informal

berarti ikatan-ikatan yang secara spontan, tidak disengaja dan

direncanakan, bahkan bersifat fleksibel di antara anggota-anggotanya

yang dituntun oleh perasaan-perasaan dan kepentingan tertentu seperti

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

36

komunitas informal atau kelompok-kelompok pergaulan. Sejalan pula

dengan Fukuyama (2005:251) yang mendefinisikan jaringan sebagai

kelompok-kelompok yang berbagi norma-norma dan nilai-nilai

informal. Ini menjadi penting karena menyediakan saluran alternatif

bagi penyebaran informasi kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam

jaringan tersebut.

4) Kepercayaan

Modal sosial juga erat kaitannya dengan kepercayaan (trust).

Seperti yang diutarakan Ancok (2003:19) bahwa pada dasarnya modal

sosial bersumber pada rasa percaya pada setiap pihak yang terlibat

dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, kepercayaan sangat penting bagi

seseorang yang ingin berhubungan dan bekerjasama dengan orang lain.

Kepercayaan membuat sebuah hubungan menjadi lebih mudah, karena

dengan adanya kepercayaan, tidak akan ada sikap curiga atau berburuk

sangka satu sama lainnya. Suatu hubungan dan kerjasama yang tidak

dilandasi oleh kepercayaan, tidak akan berjalan lancar, dan akan sulit

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Secara sosiologis, kepercayaan

pada umumnya dikaitkan dengan keterbatasan perkiraan dan

ketidakpastian yang berkenaan dengan perilaku orang lain dan motif

mereka (Gambetta, 1988 dalam Damsar, 2009:201). Maka dengan kata

lain, rasa percaya akan menetralisir dan meningkatkan toleransi pada

ketidakpastian yang ada, sehingga suatu hubungan tidak akan diwarnai

dengan kecurigaan berlebih. Berikut beberapa definisi konsep

kepercayaan menurut beberapa tokoh (dalam Damsar, 2009:185-187),

Torsvik (2000) menyebutkan bahwa kepercayaan merupakan

kecenderungan perilaku tertentu yang dapat mengurangi

resiko yang muncul dari perilakunya.

Lawang (2004) menyebutkan bahwa kepercayaan merupakan

hubungan antara dua belah pihak atau lebih yang

mengandung harapan yang menguntungkan salah satu pihak

atau kedua belah pihak melalui interaksi sosial.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

37

Diddens (2005) mengatakan bahwa kepercayaan biasanya

berfungsi untuk mereduksi atau meminimalisasi bahaya yang

berasal dari aktivitas tertentu.

Dari beberapa definisi yang berbeda tersebut, dapat disimpulkan

bahwa kepercayaan memang dibutuhkan di dalam kehidupan

bermasyarakat, terutama dalam berhubungan dan bekerjasama dengan

pihak lain. Kepercayaan dapat meminimalisir berbagai resiko yang

mungkin terjadi, sehingga mendorong tercapainya suatu tujuan tertentu

dengan mudah.

Menurut Giddens (2005) terdapat tiga lingkungan yang dapat

menimbulkan kepercayaan pada masyarakat modern, yaitu sistem

abstrak, relasi personal, dan orientasi masa depan (dalam Damsar,

2009:197-200). Sistem abstrak adalah mekanisme institusional yang

mencabut hubungan-hubungan sosial dari konteks lokal. Relasi

personal merupakan hubungan kekerabatan, persahabatan, dan

pertemanan. Pada masyarakat modern kepercayaan pada level personal

menjadi suatu proyek yang ‘dikerjakan’ oleh pihak-pihak yang terlibat,

dan menghendaki keterbukaan seorang individu terhadap orang lain,

adanya proses timbal balik dan keterbukaan diri. Sedangkan orientasi

masa depan berupa pemikiran kontra-faktual sebagai bentuk keterkaitan

masa lalu dan masa kini yang dapat menjadi lingkungan kepercayaan

pada masyarakat modern. Sedangkan Dunn (1984) menyebutkan bahwa

masyarakat modern lebih banyak berjalan di atas sistem kepercayaan

yang didasarkan atas cara-cara di mana institusi hadir di hadapan kita

dibandingkan pada kepercayaan emosional pribadi (dalam Damsar,

2009:203). Ini ditunjukkan ketika warga berada pada organisasi tertentu

yang menuntutnya bekerjasama dengan orang lain dan harus saling

percaya satu sama lain antar anggota organisasi dalam menjalankan

tugas dan mencapai tujuan bersama. Sehingga kepercayaan yang

terjalin bukanlah atas dasar emosional pribadi, melainkan atas dasar

profesional yang merupakan tuntutan institusi.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Modal sosial

38

Kepercayaan berfungsi mengurangi atau meminimalisir

kompleksitas sosial serta memelihara keberlangsungan kehidupan

masyarakat yang harmonis. Kepercayaan juga akan memperbesar

keinginan dan kemampuan seseorang untuk bekerjasama dengan pihak

lain dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Berdasarkan

kemunculannya, kepercayaan terbagi dalam dua bentuk, yakni

kepercayaan askriptif dan kepercayaan prosesual (Damsar, 2009:203).

Kepercayaan askriptif tumbuh di dalam sebuah hubungan yang

didasarkan pada ciri-ciri yang melekat pada pribadi seperti latar

belakang kekerabatan, etnis, dan keturunan. Sedangkan kepercayaan

prosesual tumbuh melalui interaksi sosial yang dibangun oleh para

aktor yang terlibat, seperti dalam hubungan bisnis. Kepercayaan

prosesual ini sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Dunn

sebelumnya, bahwa kepercayaan yang dibangun atas dasar institusional

(profesional).

Kepercayaan tidak akan tumbuh dengan sendirinya, memerlukan

waktu dan proses yang lama untuk menumbuhkannya. Menurut Marnia

Nes (2008) dibutuhkan beberapa hal untuk memicu dan mendorong

terbentuknya modal sosial di dalam kehidupan suatu masyarakat. Maka

setidaknya dibutuhkan empat hal mendasar untuk menumbuhkan

kepercayaan di dalam suatu kelompok (komunitas), yaitu penerimaan,

berbagi informasi dan kepedulian, menentukan tujuan, serta

pengorganisasian dan tindakan. Tanpa adanya penerimaan yang baik

antar sesama warga, tidak akan terbangun hubungan yang harmonis

satu sama lain. Melalui penerimaan yang baik, akan terjalin hubungan

yang baik pula serta akan memudahkan dalam transfer informasi dan

menumbuhan sikap kepedulian antar sesama. Adanya tujuan bersama

juga akan mendorong terjadinya tindakan kolektif yang lebih

terorganisir, sehingga akan lebih mudah di dalam mencapai tujuan

tersebut.