bab i pendahuluan - · pdf file1.3.2.2 mengetahui gambaran mengenai penyelenggaran makanan di...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masa remaja merupakan periode dari pertumbuhan dan proses
kematangan manusia, pada masa ini terjadi perubahan yang sangat unik
dan berkelanjutan. Perubahan fisik karena pertumbuhan yang terjadi akan
mempengaruhi status kesehatan dan gizinya. Ketidakseimbangan antara
asupan kebutuhan atau kecukupan akan menimbulkan masalah gizi, baik
itu berupa masalah gizi lebih maupun kurang (Permaesih, 2003).
Status gizi menjadi penting karena merupakan salah satu faktor
risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian. Status gizi yang baik pada
seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan (Hartriyanti, 2007).
Status gizi dapat dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak
langsung. Salah satu faktor langsung yaitu asupan energi dan asupan
protein (Supariasa, 2002). Status gizi seseorang sering kali dihubungkan
dengan asupan makan sehari-hari. Makanan sehari-hari yang dipilih
dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk
fungsi normal tubuh. Fungsi zat gizi dalam tubuh yaitu memberi energi,
pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, serta untuk mengatur proses tubuh
(Almatsier, 2004).
Kurangnya asupan energi dan protein dalam waktu yang lama akan
menyebabkan defisiensi gizi, namun status gizi juga dapat dipengaruhi
oleh penyakit infeksi yang pernah di derita seseorang (Almatsier, 2004).
Keadaan infeksi menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat
2
antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit) dengan malnutrisi. Mereka
menekankan interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit
infeksi, dan juga infeksi akan mempengaruhi status gizi (Supariasa, 2002).
Asupan energi dan protein akan terpenuhi apabila makanan yang
disediakan memenuhi standar kualitas makanan yang baik. Makanan
yang berkualitas diantaranya, bernilai gizi baik, bersih, aman dan tidak
berbahaya bagi kesehatan. Selain itu makanan yang berkualitas juga
harus dapat memenuhi kecukupan gizi yang dianjurkan (Sediaoetama,
1996). Asupan energi dan protein pada remaja harus tercukupi, karena
pada saat remaja mengalami pertumbuhan yang pesat, dan adanya
perubahan psikologis yang dramatis serta peningkatan aktifitas (Arisman,
2004).
Saat ini banyak sekolah yang menyelenggarakan makan siang di
sekolah yang berbasis fullday, untuk itu sekolah menyelenggarakan
makan siang untuk siswanya dengan tujuan memenuhi kecukupan zat gizi
makan siang ketika anak berada di sekolah. Dari penelitaian Wati (2009)
mengenai asupan energi siswa di SMA Darul Hikam Bandung, prevalensi
status gizi kurang sebesar 18,4%, sedangkan untuk asupan energi kurang
sebesar 61,8% dan asupan protein kurang sebanyak 65,8%. Hasil uji
statistik hubungan asupan energi dan status gizi di dapatkan p>α
(0,608>0,05). Untuk hubungan asupan protein dan status gizi didapat p>α
(0,357>0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%.
Dari hasil penelitian tersebut penulis tertarik melakukan penelitian di
SMP Salman Al Farisi Bandung, karena yayasan Salman Al Farisi
Bandung merupakan sekolah yang menyelenggarakan makan siang untuk
seluruh siswanya, dimulai dari playgroup, TK, SD dan SMP, serta di SMP
Salman Al Farisi belum pernah diadakan penelitian mengenai asupan
makan terhadap status gizi, untuk itu penulis berminat untuk mengadakan
3
penelitian tentang hubungan asupan energi, asupan protein dan status
gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.2 Perumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara asupan energi, asupan protein dan
status gizi pada siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan antara asupan energi, asupan protein
dan status gizi pada siswa SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2 Tujuan khusus
1.3.2.1 Mengetahui gambaran umum SMP Salman Al Farisi
Bandung.
1.3.2.2 Mengetahui gambaran mengenai penyelenggaran
makanan di SMP Salman Al Farisi Bandung, yang meliputi
struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, pola menu, siklus
menu, proses produksi dan distribusi.
1.3.2.3 Mengetahui karakteristik sampel, meliputi umur dan jenis
kelamin siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.4 Mengetahui penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di
SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.5 Mengetahui asupan energi rata-rata sehari siswa di SMP
Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.6 Mengetahui asupan protein rata-rata sehari siswa di SMP
Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.7 Mengetahui status gizi siswa di SMP Salman Al Farisi
Bandung.
4
1.3.2.8 Menganalisa hubungan antara asupan energi dan status
gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.3.2.9 Menganalisa hubungan antara asupan protein dan status
gizi siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk ke dalam ruang lingkup penelitian di
bidang gizi institusi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
asupan energi, asupan protein dan status gizi siswa di SMP Salman Al
Farisi Bandung.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang di dapat selama
perkuliahan di jurusan gizi.
1.5.2 Bagi Jurusan Gizi
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagi sumber
informasi bagi pihak yang berkepentingan dan juga dapat menjadi
bahan penelitian selanjutnya.
1.5.3 Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
masukan bagi institusi mengenai kualitas makanan yang disajikan
dan hubungannya dengan status gizi siswa. Sehingga dapat
dijadikan masukan untuk meningkatkan kualitas makanan di SMP
Salman Al Farisi Bandung.
5
1.6 Keterbatasan Penelitian
1.6.1 Metode recall 2 x 24 jam untuk makanan sehari yang
memiliki kekurangan yaitu tergantung dari daya ingat
responden. Siswa perlu diberi contoh porsi makan siang
yang disajikan di sekolah atau bentuk makanan
menggunakan food model.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyelenggaraan Makan di Sekolah
Di luar negeri penyelenggaraan makan di sekolah telah berkembang
sejak lama. Semua program makanan sekolah pada awalnya bertujuan
untuk membantu meningkatkan status gizi anak-anak yang kurang
mampu, namun lambat laun kebutuhan makanan di sekolah menjadi
kebutuhan semua golongan masyarakat. Hal itu dikarenakan banyak
sekolah yang penuh dengan berbagai macam kegiatan, hingga waktu
anak-anak disekolah menjadi lebih panjang, ataupun anak tidak sempat
sarapan terlebih dahulu di rumahnya (Mukrie, 1990).
Makan siang dalam suatu sekolah sangat penting untuk kesehatan
bagi populasi yang sedang bertumbuh. Tetapi kepuasan konsumen
menjadi suatu masalah dalam penyelenggaraan makanan institusi. Suatu
variasi di dalam menu institusi sekolah adalah suatu hal penting dalam
jenis institusi sekolah. Konsumen mempunyai pilihan makanan yang
sangat banyak dan berbeda dari tiap kelompok umur. Oleh karena itu
institusi penyelenggaraan sekolah harus mengerti cara-cara
merencanakan menu (Khan, 1987).
Fungsi yang dijalankan bagi kantin di sekolah yaitu kantin harus
dapat memberikan pelayanan untuk makan pagi, siang maupun sore baik
makanan kecil ataupun makanan lengkap. Makanan yang disediakan di
kantin harus merupakan makanan yang bergizi, dan sebagai bahan
pendidikan bagi anak untuk mendorong atau membiasakan anak dalam
memilih makanan yang bergizi bagi dirinya sendiri. Lokasi atau tempat
ruang kantin atau tempat penyelenggaraan makan disediakan sedemikian
7
rupa dan makanan dipersiapkan dalam keadaan yang bersih serta
higienis. Penyelenggaraan makanan di sekolah pun harus di menejemen
dengan baik agar penyelenggaraan makanan di sekolah dapat berjalan
dengan lancar (Mukrie, 1990).
2.1.1 Perencanaan dan penyusunan menu
Untuk memenuhi mutu makanan dan kepuasan konsumen,
diperlukan suatu hidangan yang dapat memenuhi kebutuhan. Suatu
susunan hidangan harus sanggup memenuhi beberapa fungsi :
a. Mengandung makanan yang memuaskan selera dan memberikan
rasa kenyang kepada mereka yang mengkonsumsinya.
b. Mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan untuk tetap sehat dan
beraktifitas.
c. Memenuhi nilai-nilai sosial budaya masyarakat yang
mengkonsumsinya.
d. Terjangkau oleh daya beli konsumen.
(Sediaoetama, 2004)
Perencanaan dan Penyusunan menu pada penyelenggaraan
makanan institusi seperti sekolah dimaksudkan untuk :
a. Mempermudah pelaksanaan dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
b. Mempermudah penyusunan hidangan yang mengandung zat-zat gizi
esensial yang dibutuhkan oleh tubuh.
c. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur, sehingga dapat
menghindari kebosanan yang disebabkan pemakaian jenis bahan
makanan dan jenis makanan yang sering terulang.
d. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia sehingga
kekurangan uang belanja dapat dihindari atau harga makanan dapat
dikendalikan.
8
Dasar penyusunan bahan makanan bagi klien di institusi dijabarkan
dari data perhitungan kecukupan gizi klien di Institusi. Zat gizi yang
dibutuhkan bangsa Indonesia sehari dicantumkan dalam Daftar Anjuran
Kecukupan sehari atau Recommended Dietary Allowance. Angka-angka
dalam daftar tersebut merupakan nilai rata-rata untuk kelompok populasi.
Oleh karena itu dikelompokan dalam golongan umur, jenis kelamin dan
berat badan. Ada beberapa langkah-langkah penentuan kecukupan gizi,
yaitu :
a. Mengumpulkan data populasi klien meliputi umur, dan jenis kelamin.
b. Menghitung kecukupan kalori total untuk klien dengan menggunakan
angka kecukupan gizi.
c. Setelah ditetapkan energi bagi klien, maka penyusunan kebutuhan
bahan makanan diperlukan untuk karbohidrat sebanyak 60-70 % dari
total energi, protein 10-15 % dari total energi, lemak 20-25 % dari total
energi.
d. Menyebarkan zat-zat gizi ke dalam 9-12 item bahan makanan selama
sehari.
e. Umumnya bagi institusi yang menyediakan makanan banyak,
ditetapkan sejumlah dana untuk biaya makanan klien sehari.
(Mukrie,1990).
2.1.2 Penetapan Pedoman Menu
Perencanaan menu sering dikaitkan dengan siklus menu. Siklus
menu adalah perencanaan teliti dari hidangan terpilih, yang disusun dalam
jumlah hari tertentu dan dirotasi dalam beberapa minggu. Selama satu
putaran/siklus tidak ada hidangan yang sama atau diulang. Jumlah hari
dalam 1 putaran/siklus ditetapkan atas dasar pertimbangan kondisi klien
serta kemudahan institusi (Depkes RI, 1991).
9
Penetapan pedoman menu adalah standar porsi yang dicantumkan
dalam berat kotor. Penetapan pedoman menu di dasarkan pada standar
porsi yang telah ditentukan. (Mukrie,1990).
Setelah ditetapkan policy tentang standar zat gizi bagi klien maka
manager menterjemahkannya kedalam bahan makanan berat bersih dan
berat kotor. Pemilihan macam dan jumlah bahan makanan ini disesuaikan
dengan dana yang ditetapkan atau harga jual yang disepakati. Bila sudah
dibuat macam dan jumlah bahan makanannya maka manager
menetapkan pola menu dengan memperhitungkan ruang, peralatan dan
fasilitas yang ada untuk produksi makanan, termasuk macam, jumlah,
kemampuan tenaga, serta waktu pelaksanaan yang ditetapkan. Pola
menu juga disusun atas dasar kebutuhan klien (Depkes RI, 1991).
2.2 Asupan Energi
Makanan yang bergizi dapat memberikan energi untuk melakukan
kegiatan atau aktivitas, makanan bergizi juga berfungsi untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta mengatur proses
tubuh (Almatsier, 2004).
Energi dapat diperoleh dari protein, lemak dan karbohidrat. Satuan
energi yaitu kalori, setiap 1 gr protein menghasilkan 4 kalori energi, setiap
1 gr lemak menghasilkan 9 kalori energi, dan setiap 1 gr karbohidrat akan
dihasilkan 4 kalori energi, proses pembakaran tersebut terjadi di dalam
tubuh (Moehyi, 1992).
2.2.1 Kebutuhan energi untuk metabolisme basal (BMR)
Kebutuhan energi setiap orang berbeda-beda tergantung dari
metabolisme basal, efek termogenik dan aktifitas fisik (Supariasa, 2002).
Komponen terbesar dari keluaran energi harian adalah BMR atau AMB
atau BMK. Metabolisme basal diartikan sebagai sejumlah energi yang
10
dibutuhkan untuk melakukan berbagai proses vital ketika tubuh tengah
beristirahat. Dengan kata lain, metabolisme basal merupakan jumlah
minimal energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan fungsi alat
pernapasan, sirkulasi darah, peristalyik usus, tonus otot, temperatur suhu
tubuh, kegiatan kelenjar, serta fungsi vegetatif lain. Angka Metabolisme
Basal umumnya dinyatakan dalam satuan kilokalori untuk setiap kilogram
berat badan per jam (Arisman, 2004).
Pengaruh usia terhadap BMR berkaitan dengan kegiatan
metabolisme sel-sel tubuh. Nilai BMR semasa pertumbuhan sangat tinggi,
karena keaktifan pembelahan sel begitu tinggi (Arisman, 2004).
Keseimbangan energi seseorang dapat dicapai bila energi yang
dikonsumsi melalui makanan sama jumlahnya dengan energi dapat
ditentukan oleh berat badan ideal dan (IMT) Indeks Massa Tubuh
(Sudiarti, 2007).
2.2.2 Kecukupan Asupan Energi
Kekurangan energi terjadi akibat dari asupan energi yang tidak
cukup memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka tubuh
akan mengambil simpanan glikogen dalam tubuh dan diubah menjadi
energi. Jika hal itu terus terjadi maka tubuh akan menjadi kurus, status gizi
pun akan menjadi kurang, bahkan daya tahan tubuh menjadi lemah.
Sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga
berat badan berlebih atau kegemukan. (Almatsier, 2004).
Pada usia anak dan remaja asupan energi harus terpenuhi karena
pada usia anak dan remaja terjadi proses pertumbuhan jasmani yang
pesat serta perubahan bentuk dan susunan jaringan tubuh. Untuk
mengetahui angka kecukupan energi anak dan remaja laki-laki dan
perempuan berdasarkan AKG 2005 dapat dilihat pada tabel berikut ini.
11
TABEL 2.1
ANGKA KECUKUPAN ENERGI YANG DIANJURKAN
Jenis Kelamin Umur (Tahun) Kecukupan Energi (Kalori)
Laki-laki 10-12 2050
13-15 2400
Perempuan 10-12 2050
13-15 2350
Sumber : AKG, 2005
2.3 Asupan Protein
Protein seperti halnya karbohidrat dan lemak dibangun oleh unsur
Karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), tetapi juga protein
mengandung unsur Nitrogen (N), nitrogen yang terkandung dalam protein
yaitu sebesar 16%. Unit pembangun dalam semua jenis protein adalah
asam amino. Berbagai jenis asam amino membangun sel dan jaringan
tubuh yang sangat spesifik, seperti kolagen terletak dalam jaringan ikat
tubuh, miosin dalam jaringan otot, hemoglobin dalam sel darah merah, sel
enzim dan hormon insulin (Sudiarti, 2007).
Protein merupakan zat pembangun bagi tubuh, protein ada dua
macam yaitu protein hewani dan protein nabati. Protein hewani berasal
dari hewan seperti daging merah, daging putih (unggas), ikan dan hasil
laut. Sedangkan protein Nabati terdapat pada kacang-kacangan, tempe,
tahu dan hasil olahannya (Sediaoetama, 1996).
Asupan makan pada anak perempuan lebih sedikit dari pada anak
laki-laki, termasuk asupan protein, padahal bagi remaja perempuan
membutuhkan asupan protein lebih banyak karena lebih membutuhkan
asupan zat besi yang berada di pada protein, karena pada remaja
perempuan mengalami menstruasi (Arisman, 2004).
12
2.3.1 Fungsi Protein
Protein dalam tubuh harus tercukupi, karena protein memiliki peran
dalam tubuh manusia. Fungsi dari protein yaitu :
a. Pertumbuhan dan pemeliharaan
Sebelum sal-sel dapat mensintesis protein baru, harus tersedia semua
asam amino esensial yang diperlukan dan cukup nitrogen guna
pembantukan asam-asam amino nonesensial yang diperlukan.
Pertumbuhan atau penambahan otot hanyan mungkin bila tersedia
cukup campuran asam amino yang sesuai termasuk untuk
pemeliharaan dan perbaikan.
b. Pembentukan ikatan-ikatan esensial tubuh
Hormon-hormon seperti tiroid, insulin dan epinefrin adalah protein,
demikian pula berbagai enzim. Ikatan-ikatan kimia ini bertindak
sebagai katalisator atau membantu perubahan-perubahan biokimia
yang terjadi di dalam tubuh.
c. Mengatur keseimbangan air
Cairan tubuh terdapat di dalam tiga komponen yaitu intraseluler (di
dalam sel), ekstraseluler/interseluler (di antara sel) dan intravaskular
(di dalam pembuluh darah). Distribusi cairan di dalam kompartemen-
kompartemen ini harus dijaga dalam keadaan seimbang atau
homeostatis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks
yang melibatkan elektrolit dan protein.
d. Memelihara netralitas tubuh
Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam
dan basa untuk menjaga pH pada taraf konstan.
e. Pembentukan antibodi
Kemampuan tubuh untuk melakukan detoksifikasi terhadap bahan-
bahan racun dikontrol oleh enzim-enzim yang terutama terdapat
dalam hati. Dalam keadaan kekurangan protein kemampuan tubuh
untuk menghalangi pengaruh toksik bahan-bahan racun ini berkurang.
13
f. Mengangkut zat-zat gizi
Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi
dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari
darah ke jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel.
Sebagian besar yang mengangkut zat-zat gizi ini adalah protein.
(Almatsier, 2004).
2.3.2 Kecukupan Asupan Protein
Jika protein dalam tubuh mengalami kekurangan maka pertumbuhan
akan terhambat. Pada masa anak-anak protein sangat diperlukan karena
untuk mencapai pertumbuhan yang optimal, sedangkan jika kelebihan
protein dapat menyebabkan obesitas, asidosis, kenaikan amoniak darah,
kenaikan ureum darah dan demam pada bayi (Almatsier, 2004).
TABEL 2.2
ANGKA KECUKUPAN PROTEIN YANG DIANJURKAN
Jenis Kelamin Umur (Tahun) Kecukupan Protein (Gram)
Laki-laki 10-12 50
13-15 60
Perempuan 10-12 50
13-15 57
Sumber : AKG, 2005
2.4 Survey Konsumsi Metode Recall 24 Jam
Survey konsumsi makanan adalah salah satu metode yang
digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau pun kelompok.
Tujuan dari survey konsumsi adalah untuk mengetahui kebiasaan makan
dan gambaran tingkat kecukupan bahan makanan dan zat gizi pada
tingkat kelompok, rumah tangga dan perorangan (Supariasa, 2002).
14
Salah satu cara untuk survey konsumsi adalah dengan recall 24 jam.
Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan
makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu, pencatatan di
deskripsikan secara mendetail oleh pewawancara, meliputi semua
makanan dan minuman yang dikonsumsi serta cara pengolahannya, tetapi
terkadang responden lupa akan apa yang telah dikonsumsinya, maka dari
itu perlu dibantu dengan penjelasan waktu kegiatannya dan sebaiknya
dilakukan berulang pada hari yang berbeda (tidak berturut-turut),
tergantung dari variasi menu keluarga dari hari ke hari (Gibson, 2005).
Metode recall 24 jam memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan recall
24 jam yaitu metode ini mudah dalam pelaksanaannya serta tidak terlalu
membebani responden, biayanya relatif murah, karena tidak memerlukan
peralatan khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, cepat sehingga
dapat mencakup banyak responden, dapat digunakan pada responden
yang buta huruf, cepat dan dapat memberikan gambaran nyata yang
benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung asupan zat gizi
sehari (Supariasa, 2002).
Recall 24 jam sangat tergantung dari daya ingat responden, serta
kesamaan persepsi mengenai jumlah atau porsi yang dikonsumsi oleh
responden. Kelemahan recall 24 jam antara lain metode ini tidak dapat
menggambarkan asupan makanan sehari-hari bila hanya dilakukan recall
satu hari, serta tidak cocok bagi orang yang hilang ingatan ataupun
pelupa, the flat slope syndrome, yaitu ada kecenderungan bagi responden
yang kurus melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate), dan
bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate), recall 24 jam membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih
dan terampil dalam menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat
bantu yang dipakai menurut kebiasaan masyarakat, responden harus
diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari penelitian, dan untuk
mendapatkan gambaran konsumsi makanan sehari-hari recall jangan
15
dilakukan pada saat panen, hari besar, hari akhir pekan, pada saat
melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan, dan sebagainya
(Supariasa, 2002).
2.5 Status Gizi
Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu untuk berbagai proses seperti pertumbuhan, aktivitas,
pemeliharaan proses biologis, penyembuhan penyakit serta daya tahan
tubuh. Sedangkan status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Dibedakan antara status
gizi buruk, status gizi kurang, status gizi baik, dan status gizi lebih
(Almatsier, 2004). Asupan makan baik atau tercukupi maka status gizi pun
akan normal dan jika asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan
status gizi lebih atau gemuk (Anwar 2006).
Penilaian status gizi terdapat dua cara, yaitu metoda langsung dan
tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu, antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Metoda
tidak langsung dibagi tiga yaitu dengan survey konsumsi makanan,
statistik vital dan faktor ekologi yang berdasarkan pada lingkungan, sosial,
ekonomi dan budaya, serta data-data kesakitan ataupun kematian
(Supariasa, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi berkaitan dengan
agens (penyakit), host (penjamu) dan environment (lingkungan). Status
gizi dipengaruhi oleh asupan makanan, penyakit infeksi,serta faktor
ekologi sebagai interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia tergantung dari keadaan ekologi
seperti iklim, tanah, irigasi, dan sebagainya (Supariasa, 2002).
16
2.5.1 Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dapat dinilai dari pengukuran antropometri.
Secara umum arti dari antropometri yaitu ukuran tubuh manusia. Ditinjau
dari sudut pandang gizi, antropometri berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai
tingkat umur dan tingkat gizi (Gibson, 2005).
Antopometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi
dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi,
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh (Gibson, 2005).
Pengukuran antropometri ada beberapa cara yaitu dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) dan Z-score. Pengukuran dengan IMT digunakan
pada orang dewasa > 18 tahun, IMT tidak bisa digunakan untuk anak-
anak, remaja, ibu hamil, olahragawan dan pada keadaan khusus
(penyakit) seperti edema. Menurut (Supariasa, 2002) untuk menentukan
Indeks Massa Tubuh (IMT) seseorang digunakan rumus sebagai berikut :
Berat Badan (kg) IMT =
Tinggi Badan2 (m)
Z-score digunakan untuk mengukur status gizi anak-anak hingga
usia 17 tahun. Z-score dapat dibagi dalam tiga perhitungan yaitu :
1. BB/U menggambarkan status gizi saat ini.
2. TB/U menggambarkan status gizi masa lalu dan erat kaitannya
dengan sosial ekonomi.
3. BB/TB berat badan berhubungan linier dengan tinggi badan, dapat
menilai status gizi sekarang, dan independen terhadap umur.
(Supariasa, 2002).
17
2.5.2 Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan umur (IMT/U)
Saat ini untuk mengetahui status gizi anak dalam dalam masa
pertumbuhan dapat menggunakan IMT untuk anak, atau IMT berdasarkan
umur. IMT/U merupakan cara atau alat untuk memantau status gizi anak
yang berusia 2 hingga 20 tahun. Nilai IMT normal untuk kelompok umur
yang berbeda tergantung nilai dari Z-scor IMT nya. Untuk mengetahui nilai
IMT/U langkah pertama yang telah dijelaskan kemudian hasil
perhitungannya diklasifikasikan menurut tabel IMT/U menurut Z-scor.
Keuntungan menggunakan IMT/U yaitu lebih sensitif untuk remaja yang
sedang tumbuh dan dapat diklasifikasikan sebagai status gizi kurus,
normal dan gemuk (CDC, 2009).
Hubungan anatara berat badan, tinggi badan dan umur pada
perhitungan IMT/U dapat di evaluasi dengan penggunaan CDC NCHS
BMI. Menurut WHO (2007), klasifikasi IMT anak dan remaja dapat dilihat
pada tabel di bawah ini :
TABEL 2.3
KLASIFIKASI IMT/U
Kategori Z-scor
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus ≥ -3 SD sampai ≤ -2 SD
Normal -2 SD sampai +2 SD
Overweight ≥ +2 SD sampai ≤ +3 SD
Obesitas >+3 SD
Sumber : WHO, 2007
18
2.6 Penyakit Infeksi
Tubuh manusia secara kontinu terpajan pada berbagai macam
organisme mikroba yang berpotensi patogenik baik di lingkungannya
maupun di dalam dirinya sendiri, namun sebagian besar orang tidak
mengalami infeksi yang berulang atau terus-menerus. Hal ini disebabkan
oleh adanya seperangkat mekanisme pertahanan yang kompleks
(Mandal, 2008).
Penyakit infeksi dapat mempengaruhi status gizi seseorang karena
ada hubungan yang sinergis antara infeksi (bakteri, virus, dan parasit)
dengan malnutrisi (Supariasa, 2002).
Sumber penyakit infeksi adalah semua benda, termasuk orang atau
binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada seseorang. Sumber
penyebab penyakit ini dapat dikelompokan menjadi :
a. Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar, dan sebagainya.
b. Golongan riketsia, misalnya thypus.
c. Golongan bakteri, misalnya disentri.
d. Golongan protozoa, misalnya malaria, filaria, schistosoma, dan
sebagainya.
e. Golongan jamur, yaitu bermacam-macam panu, kurap, dan
sebagainya.
f. Golongan cacing, yaitu bermacam-macam cacing perut seperti ascaris
(cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang, dan
sebagainya.
Selain itu penyakit-penyakit ini dapat bersumber dari manusia sendiri
seperti campak (measles), cacar air (small pox), thypus (thypoid),
miningitis, gonoirhoea dan shypilis. Manusia sebagai reservoar dapat
menjadi kasus yang aktif dan carrier (Notoatmodjo, 2003).
19
2.7 Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan Status Gizi
Siswa
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.
Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh
cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga
memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja
dan kesehatan secara umum. Status gizi gizi kurang terjadi bila tubuh
mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi
lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan.
Baik status gizi kurang atau pun status gizi lebih terjadi gangguan gizi,
gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder, faktor primer
adalah bila asupan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau
kualitasnya. (Almatsier, 2004).
Asupan energi pada seseorang dapat menentukan tercapainya
tingkat kesehatan, apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan yang
optimum dimana jaringan penuh oleh semua zat gizi, maka tubuh akan
mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi terhadap serangan penyakit.
Apabila asupan energi pada seseorang tidak seimbang dengan
kecukupan gizi tubuh maka akan terjadi gizi kurang atau bahkan gizi buruk
(Notoatmodjo, 2003).
Asupan yang berlebihan yang berlebihan dapat berdampak tidak
baik, salah satu contohnya obesitas. Obesitas pada remaja putri lebih
umum dijumpai daripada remaja putra. Obesitas ini dapat berdampak
kurang baik terhadap perkembangan sosial dan psikososial. Remaja yang
obesitas lebih banyak menyendiri, depresi dan rendah gairah hidup.
Keadaan yang lebih parah dapat terjadi pada obesitas yaitu berisiko tinggi
terhadap penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, hipertensi,
penyakit jantung koroner, kanker, dan bahkan kematian (Soekirman,
2006).
20
Pada remaja banyak juga dijumpai KEP yaitu kurang energi protein,
penyebabnya yaitu asupan energi dan protein lebih rendah dibanding
kebutuhannya atau dapat juga terjadi karena diet yang tidak terkontrol.
KEP tidak selalu ditimbulkan oleh karena banyaknya berolahraga atau
beraktifitas fisik. Namun pada umumnya disebabkan oleh porsi
makanannya yang terlalu sedikit. Turunnya berat badan pada remaja putri
secara drastis erat hubungannya dengan faktor emosional, misalnya takut
gemuk atau dipandang kurang seksi oleh lawan jenis. Itu semua karena
keinginan remaja putri untuk mendapatkan body image yang ideal di
depan umum (Soekirman, 2006).
Asupan protein pun harus terpenuhi karena protein memiliki peranan
yang penting dalam menjalankan fungsi-fungsi tubuh. Kebutuhan protein
akan meningkat pada usia remaja, karena proses pertumbuhan yang
sedang terjadi dengan cepat. Pada awal masa remaja, kebutuhan protein
remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena memasuki
masa pertumbuhan cepat lebih dahulu. Sehingga jika asupan protein
kurang maka akan menghambat pembentukan sel-sel tubuh, dan
menghambat pertumbuhan. Hal ini akan menyebabkan status gizi menjadi
menurun (Almatsier, 2004).
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN
DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
21
Energi dan protein merupakan zat gizi penting dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan anak dan remaja. Apabila asupan energi
dan protein tidak mencukupi maka akan mempengaruhi status gizi pada
anak dan remaja.
Asupan Energi
Status Gizi
Asupan Protein
GAMBAR 3.1
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN DENGAN STATUS
GIZI SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG
Variabel Independen : Asupan Energi dan Asupan Protein
Variabel Dependen : Status Gizi
3.2 Hipotesis
3.2.2 Ada hubungan antara asupan energi dengan status gizi
siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
3.2.2 Ada hubungan antara asupan protein dengan status gizi
siswa di SMP Salman Al Farisi Bandung.
3.3 Definisi Operasional
3.3.1 Asupan Energi
22
Yaitu rata-rata asupan energi yang dikonsumsi siswa di SMP
Salman Al Farisi Bandung. Yang dikumpulkan selama 2 hari tidak
berturut-turut dengan metode recall 24 jam.
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Formulir recall 2 x 24 jam
Hasil Ukur : Baik, jika konsumsi energi ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun
2005
Skala : Ordinal
(Arisman, 2004)
3.3.2 Asupan Protein
Yaitu rata-rata asupan protein yang dikonsumsi siswa di SMP
Salman Al Farisi Bandung. Yang dikumpulkan selama 2 hari tidak
berturut-turut dengan metode recall 24 jam.
Cara ukur : Wawancara
Alat Ukur : Formulir recall 2 x 24 jam
Hasil Ukur : Baik, jika konsumsi protein ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun
2005
Skala : Ordinal
(Arisman, 2004)
3.3.3 Status Gizi
Yaitu hasil penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi
badan pada sampel. Penilaian status gizi dihitung dari perhitungan z-
score IMT/U.
Cara Ukur : Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan
Alat Ukur : Timbangan digital bathroom scale dengan ketepatan
0,1 Kg dan microtoice dengan ketepatan 0,1 cm.
Hasil Ukur : Kurus, jika z-score <-2,0 SD
23
Normal, jika z-score -2,0 SD hingga +2,0 SD
Gemuk, jika z-score >+2,0 SD
Skala : Ordinal
(WHO, 2007)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cross sectional
yaitu rancangan penelitian yang mengumpulkan data independen (asupan
energi dan protein) dan data dependen (status gizi) serta dilakukan dalam
waktu bersamaan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di
SMP Salman Al Farisi Bandung di Jl. Tubagus Ismail VIII Bandung, 40134
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa dalam kelas
VII dan VIII di SMP Salman Al Farisi yang mendapat makan siang,
jumlah siswa kelas VII dan VIII yaitu sebanyak 128 siswa, dengan
jumlah siswa setiap kelas :
Kelas VII-A sebanyak 20 siswa (laki-laki 12 orang dan
perempuan 8 orang).
24
Kelas VII-B sebanyak 21 siswa (laki-laki 13 orang dan
perempuan 8 orang).
Kelas VII-C sebanyak 21 siswa (laki-laki 12 orang dan
perempuan 9 orang).
Kelas VIII-A sebanyak 22 siswa (laki-laki 9 orang dan perempuan
13 orang).
Kelas VIII-B sebanyak 22 siswa (laki-laki 11 orang dan
perempuan 11 orang).
Kelas VIII-C sebanyak 22 siswa (laki-laki 11 orang dan
perempuan 11 orang).
4.3.2 Sampel
Pengambilan data dilakukan dengan cara probability sampling
dengan stratified random sampling, karena sampel terdiri dari tingkat
yang berbeda-beda (heterogen), serta penetapan jumlah
populasinya dilakukan secara merata. Cara yang digunakan dalam
penentuan besar sampel yaitu dengan menggunakan rumus :
N n = 1 + N (d2)
ket : n = besar sampel
N = besar populasi
d = presisi
(Notoatmodjo, 2005)
Hasil yang di dapat berdasarkan 128 orang :
N n = 1 + N (d2)
128 n = = 56,14 = 56 sampel
25
1 + 128 (0,12)
Rumus tersebut digunakan karena populasi pada penelitian ini
jumlahnya kurang dari 10.000 orang (Notoatmodjo, 2005). Teknik
pengambilan sampel yaitu dengan cara memisahkan jumlah siswa
dari masing-masing kelas. Maka diperoleh sampel masing-masing
kelas sebanyak :
Kelas VII-A = 20 / 128 x 56 = 9
Kelas VII-B = 21 / 128 x 56 = 9
Kelas VII-C = 21 / 128 x 56 = 9
Kelas VIII-A = 22 / 128 x 56 = 9
Kelas VIII-B = 22 / 128 x 56 = 10
Kelas VIII-C = 22 / 128 x 56 = 10
4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini, meliputi data primer
dan data sekunder.
4.4.1 Data Primer
4.4.1.1 Data identitas sampel yaitu umur dan jenis kelamin di
dapat dari wawancara pada siswa Salman Al Farisi yang
akan menjadi sampel.
4.4.1.2 Data penyakit infeksi yang pernah diderita sampel dalam
waktu dua minggu terakhir di dapat dari wawancara pada
siswa Salman Al Farisi yang akan menjadi sampel.
4.4.1.3 Data asupan energi dan protein diperoleh dari hasil recall
2 x 24 jam responden dengan cara wawancara.
4.4.1.4 Data status gizi responden meliputi berat badan dan
tinggi badan responden, penimbangan menggunakan
26
timbangan digital badhroom scale dengan ketelitian 0,1
kg dan pengukuran tinggi badan menggunakan
microtoice dengan ketelitian 0,1 cm.
4.4.2 Data sekunder
4.4.2.1 Data gambaran umum SMP Salman Al Farisi Bandung
diperoleh dari bagian arsip SMP Salman Al Farisi
Bandung.
4.4.2.2 Data gambaran umum sistem penyelenggaraan
makanan di SMP Salman Al Farisi Bandung, diantaranya
data struktur organisasi, jumlah tenaga kerja, pola menu,
siklus menu, proses produksi dan distribusi. Data ini
diperoleh dari bagian arsip SMP Salman Al Farisi
Bandung.
4.5 Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dan dianalisis
menggunakan program SPSS 13.0 WINDOWS. Berikut ini adalah data-
data yang diolah dan dianalisis baik secara univariat maupun bivariat.
4.5.1 Pengolahan Data
4.5.1.1 Univariat
a. Data gambaran tentang SMP Salman Al Farisi Bandung
dianalisis secara deskriptif.
b. Data gambaran penyelenggaraan makan di SMP Salman Al
Farisi Bandung dianalisis secara deskriptif.
c. Data karakteristik siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang
meliputi umur dan jenis kelamin disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi.
27
d. Data penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di SMP Salman
Al Farisi Bandung dalam waktu dua minggu terakhir disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
e. Data asupan energi sehari yang didapat kemudian dijumlahkan
dan dirata-ratakan, lalu hasilnya dikonversikan dengan
menggunakkan Nutri Survey kemudian dibandingkan dengan
AKG, lalu dikategorikan :
Baik, jika konsumsi energi ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi energi < 100% AKG tahun 2005
f. Data asupan protein sehari yang didapat kemudian dijumlahkan
dan dirata-ratakan, lalu hasilnya dikonversikan dengan
menggunakkan Nutri Survey kemudian dibandingkan dengan
AKG, lalu dikategorikan :
Baik, jika konsumsi protein ≥ 100% AKG tahun 2005
Kurang, jika konsumsi protein < 100% AKG tahun 2005
g. Data antropometri sampel diperoleh dari penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan yang dihitung menggunakan
tabel Z - score dengan rumus :
Berat Badan (kg) IMT =
Tinggi Badan2 (m)
Kemudian hasilnya diklasifikasikan menjadi 3 menurut IMT/U
yang dikeluarkan WHO tahun 2007, yaitu :
Kurus, jika z-score <-2,0 SD
Normal, jika z-score -2,0 SD hingga +2,0 SD
Gemuk, jika z-score >+2,0 SD
4.5.1.2 Bivariat
28
Hubungan asupan energi, asupan protein dan status gizi pada
siswa SMP Salman Al Farisi Bandung disajikan dalam tabel silang.
4.5.2 Analisis Data
4.5.2.1 Univariat
a. Data gambaran tentang SMP Salman Al Farisi Bandung dianalisis
secara deskriptif.
b. Data penyelenggaraan makan di SMP Salman Al Farisi Bandung
dianalisis secara deskriptif.
c. Data karakteristik siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang
meliputi umur dan jenis kelamin dianalisa secara deskriptif.
d. Data penyakit infeksi yang pernah diderita siswa di SMP Salman
Al Farisi Bandung dalam waktu dua minggu terakhir dianalisa
secara deskriptif.
e. Data asupan energi, data asupan protein dan data status gizi
dianalisis secara deskriptif.
4.5.2.2 Bivariat
Untuk melihat hubungan antara asupan energi, asupan protein
dan status gizi disajikan dengan menggunakan tabel silang 2 x 3 dan
dianalisis secara statistik dengan menggunakan uji statistik chi-square
(X2) dengan tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Rumus chi-square :
∑
Keterangan :
X2 = nilai Chi–square
29
Oij = nilai pengamatan baris i dan kolom ke-j
Eij = nilai harapan pada baris i dan kolom ke-j
(Murti, 1996)
Kriteria uji :
p-value < α maka Ho ditolak = bermakna
p-value > α maka Ho diterima = tidak bermakna
α = tingkat kemaknaan (0,05)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum SMP Salman Al Farisi Bandung
Yayasan Salman Al Farisi Bandung terdiri dari Play Group, TK, SD
dan SMP. SMP Salman Al Farisi Bandung berdiri sejak tahun pelajaran
1997 / 1998, berada di Jalan Tubagus Ismail VIII Bandung 40134.
Yayasan Pendidikan Salman Al-Farisi berdiri pada tanggal 12 Agustus
1989, dan pada tanggal tersebut pula TK Salman Al-Farisi resmi berdiri.
Peresmian dilakukan oleh almarhumah Ibu Siti Maryam Wahyudi (Ibu
Walikota). Sejak berdirinya, TK Salman menggunakan sistem full day
school.
Visi dari SMP Salman Al Farisi Bandung adalah Menjadi lembaga
pendidikan yang mampu mengembangkan dan menghasilkan generasi
muslim yang siap menjadi khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil ‘alamien.
Dan misi dari SMP Salman Al Farisi Bandung adalah membangun dan
menyelenggarakan sistem pendidikan komprehensif yang menyiapkan
lulusannya untuk menjadi generasi muslim yang berkemampuan sebagai
khalifatullah fil ardli yang rahmatan lil ‘alamien. Dan operalisasi dari misi
30
yaitu Menyelenggarakan pendidikan SMP yang memperkuat landasan
kehidupan Islami para siswa sesuai dengan visi lembaga. SMP Salman Al
Farisi Bandung memiliki tujuan, antara lain :
Menumbuhkan lingkungan sekolah yang kondusif, dan
mengembangkan kurikulum, fasilitas serta model pembelajaran yang
tepat untuk membentuk anak-anak Muslim yang sholeh, cerdas,
kreatif dan menyenangi kegiatan belajar.
Menggali (dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul), mengembangkan dan
mencontohkan tingkah laku anak yang berakhlaqul karimah serta
mencontohkan tingkah laku anak yang muslim, mu’min, muhsin,
mutawakkil, mutathohhir, dan muttaqie.
Mengembangkan model hubungan sekolah dan orang tua siswa yang
tepat sehingga terdapat kontinuitas dan konsistensi antara rumah dan
sekolah sebagai lingkungan pembelajaran yang sesuai dengan visi
lembaga.
Membuat dan mengembangkan model sistem seleksi, pelatihan dan
pengembangan guru yang sesuai dengan sistem persekolahan yang
disebutkan dalam visi dan misi lembaga.
Mengembangkan teknologi informasi secara efektif dan efisien dalam
manajemen pendidikan.
Kurikulum yang dikembangkan di SMP Salman Al Farisi adalah
perpaduan antara kurikulum Diknas, Depag, dan kurikulum yayasan
yang dipadukan dalam suatu rumusan iman, ilmu dan amal. Aspek
leadership mendapat penekanan pada setiap proses belajar. Materi
agama diperluas dengan pengajaran tilawah Al-Qur'an, hafalan surat dan
do'a, sholat berjamaah dan kajian Al-Qur'an.
Kegiatan belajar mengajar di SMP Salman Al Farisi dilakukan
dengan sistem full day mulai dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 16.00
setiap hari Senin sampai Kamis dan pukul 07.30 - 14.00 setiap hari
31
Jum'at. Kegiatan belajar mengajar ini tidak hanya dilakukan di dalam
kelas, akan tetapi juga dilakukan di koridor, lapangan, ruang auditorium,
perpustakaan, laboratorium, kunjungan KBM (kegiatan belajar mengajar)
ke lembaga-lembaga penelitian, universitas, LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) dan lain sebagainya.
Jumlah guru dan staf di SMP Salman Al Farisi Bandung berjumlah
30 orang, terdiri dari 25 orang guru dan 5 orang staf. Jumlah keseluruhan
siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yaitu sebanyak 189 siswa.
5.2 Gambaran Umum Penyelenggaraan Makan Di SMP Salman Al
Farisi Bandung
Penyelenggaraan makan di SMP Salman Al Farisi Bandung
bertujuan untuk menyediakan makanan bagi para siswa agar siswa dapat
berkonsentrasi dalam pelajaran karena aktifitas belajar yang padat.
Penyelenggaraan makan dipimpin oleh Ibu Andam Dewi yaitu kepala
bagian non akademik. Sedangkan kepala dapur dipimpin oleh Ibu Puja.
Penyelenggaraan makan ini sudah dilakukan sejak berdirinya yayasan
Salman Al Farisi Bandung, penyelenggaraan makan dilakukan dari satu
dapur untuk seluruh siswa dari mulai play group hingga siswa SMP.
Jumlah konsumen untuk SMP Salman Al Farisi Bandung sebanyak 189
siswa dan 30 guru serta staf.
Siklus menu di SMP Salman Al Farisi Bandung menggunakan siklus
menu 20 hari selalu berganti-ganti menu. Penyusunan siklus menu
dilakukan oleh kepala dapur. Pelaksanaan rancangan menu dengan
melihat resep-resep yang ada dan melakukan observasi terhadap menu
yang disediakan, yaitu dengan cara mengamati makanan manakah yang
diterima oleh siswa. Menu yang diselenggarakan di SMP Salman Al Farisi
Bandung adalah pola menu Indonesia lengkap yang terdiri dari makanan
pokok, protein hewani, protein nabati, sayuran dan buah. Namun khusus
32
hari jumat menu yang diselenggarakan yaitu makanan one-dishmeal, dan
diberikan makanan selingan pagi (snack).
Standar porsi untuk beras 1 kg untuk 10 porsi (100 gr), 1 kg ayam
dipotong menjadi 12 porsi (83 gr) jika ayam fillet (± 50 gr), 1 butir telur
untuk 1 porsi (55 gr), 1 kg daging sapi untuk 30 porsi (33 gr), 1 papan
tempe (250 gr) untuk 10 porsi (25 gr), 1 kg sayuran menjadi 20 porsi
(50gr). Pengelola belum memiliki standar resep dan standar bumbu. Pihak
pengelola pun belum memiliki standar kecukupan gizi.
Perencanaan anggaran untuk makan siswa dibuat oleh pihak
yayasan Salman Al Farisi Bandung, biaya diambil dari iuran SPP siswa
setiap bulan. Dibuat oleh bendahara umum yayasan Salman Al Farisi
Bandung, faktor-faktor yang diperhatikan meliputi jumlah konsumen dan
harga bahan makananan di pasaran. Namun, untuk perincian biaya
makan siang tidak diberitahukan.
Jumlah tenaga penyelenggaraan makan yang ada di yayasan
Salman Al Farisi Bandung sebanyak 8 orang tenaga pengolah dan
pembelanjaan bahan makanan lulusan SMA, sedangkan kepala dapur
merupakan lulusan diploma tata boga, serta 4 orang petugas distribusi
lulusan SMP.
Pembelian bahan makanan dilakukan dengan berbelanja langsung di
pasar tradisional adapun bahan tertentu yang melalui rekanan, seperti
bahan-bahan kering. Pihak penyelenggara belum memiliki spesifikasi
secara tertulis. Untuk bahan makanan segar pembelian dilakukan setiap
hari sedangkan bahan makanan kering pembelian dilakukan 15 hari
sekali.
33
5.3 Gambaran Karakteristik Sampel
Sampel diambil dari kelas VII dan VIII. Sampel yang diperoleh
sebanyak 56 siswa, untuk jumlah jenis kelamin dan umur dapat dilihat
pada tabel berikut :
TABEL 5.1
DISTRIBUSI FREKUENSI DATA UMUM SISWA SMP
SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
No Kategori Jumlah (n) Presentase (%)
1
Jenis Kelamin
Laki-laki 28 50
Perempuan 28 50
3
Umur
12-13 tahun 46 82,1
14-15 tahun 10 17,9
Berdasarkan tabel di atas, di dapatkan sampel yang sama banyak
antara siswa yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan yaitu
sebanyak 28 siswa (50%) berjenis kelamin laki-laki dan 28 siswa (50%)
berjenis kelamin perempuan dan dilihat umur terbanyak adalah sampel
yang berumur 13-14 tahun yaitu sebesar 82,1%.
Dari tabel diatas pengambilan sampel untuk laki-laki dan perempuan
dibagi rata jumlahnya karena sesuai dengan perhitungan jumlah sampel
yaitu dengan cara probability sampling dengan stratified random sampling.
Pada usia remaja kebutuhan energi untuk laki-laki dan perempuan
dibedakan karena terdapat perbedaan komposisi tubuh dan kecepatan
pertumbuhan. Menurut Angka Kecukupan gizi (AKG 2005) energi untuk
remaja perempuan berkisar antara 2000-2350 Kkal, sedangkan untuk
remaja laki-laki berkisar antara 2400-2600 Kkal setiap hari.
34
5.4 Gambaran Penyakit Infeksi Yang Diderita Siswa Di SMP Salman
Al Farisi Bandung Dalam 2 Minggu Terakhir
Status gizi siswa dapat dipengaruhi oleh penyakit infeksi yang
pernah di deritanya. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi status gizi
seseorang karena ada hubungan yang sinergis antara infeksi (bakteri,
virus, dan parasit) dengan malnutrisi (Supariasa, 2002). Untuk hasil
gambaran penyakit infeksi yang pernah di derita oleh siswa dapat dilihat
pada tabel berikut :
TABEL 5.6
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PENYAKIT
INFEKSI YANG DI DERITA OLEH SISWA DI SMP SALMAN AL FARISI
BANDUNG DALAM WAKTU 2 MINGGU TERAKHIR
Pernah Menderita Penyakit Infeksi
n %
Ya 10 17,9
Tidak 46 82,1
Jumlah 56 100
Hasil wawancara pada siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang
pernah menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu terakhir dapat
dilihat pada tabel di atas, siswa yang pernah menderita penyakit infeksi
dalam waktu 2 minggu terakhir sebanyak 10 siswa (17,9%) sedangkan
yang tidak menderita penyakit infeksi selama 2 minggu terakhir sebanyak
46 siswa (82,1%).
Siswa yang pernah menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu
terakhir memiliki asupan energi yang kurang, karena penyakit infeksi
dapat mempengaruhi asupan makan. Sedangkan untuk status gizinya
normal, karena status gizi tidak dapat berubah dengan cepat dalam waktu
singkat. Penyakit infeksi yang di derita siswa SMP Salman Al Farisi
Bandung antara lain, influenza sebanyak 3 orang (30%), demam
sebanyak 4 orang (40%) dan pilek sebanyak 3 orang (30%).
35
5.5 Gambaran Umum Asupan Energi
Di bawah ini tabel distribusi frekuensi berdasarkan total asupan
energi SMP Salman Al Farisi Bandung tahun 2011.
TABEL 5.2
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN ENERGI SISWA
SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Asupan Energi Jumlah (n) Presentase (%)
Baik 30 53,6
Kurang 26 46,4
Jumlah 56 100
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dari 56 siswa terdapat 30
orang siswa (53,6%) yang memiliki asupan energi baik, sedangkan 26
siswa (46,4%) mempunyai asupan energi yang kurang.
Asupan energi yang kurang sebesar 46,4% sebagian besar adalah
siswa yang pernah atau sedang menderita penyakit infeksi dalam 2
minggu terakhir. Penyakit infeksi dapat mempengaruhi asupan makan
seseorang, karena menurunnya nafsu makan. Penyakit infeksi yang di
derita yaitu influenza, demam dan batuk.
Dari asupan makan siang yang dikonsumsi siswa rata-rata makanan
yang mereka konsumsi habis, namun nasi yang mereka konsumsi masih
kurang, dari hasil recall 2 x 24 jam sebagian besar Siswa SMP Salman Al
Farisi Bandung umumnya menyukai makanan cepat saji, terlihat dari pola
makan malam dan jajanan yang lebih sering makan di restoran antara lain
pizza (8%), hamburger (12%) dan menyukai jajanan seperti batagor
(29%), teh kotak (26%), mie bakso (13%), dan lain-lain (12%)..
Dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rosi Witantri (2007)
tentang asupan energi, protein dan status gizi siswa di SMPN 7 Bandung
di dapatkan hasil asupan energi yang baik yaitu 82,8% jika dibandingkan
dengan penelitian ini ternyata asupan energi siswa SMP Salman Al Farisi
36
Bandung tidak lebih baik, hal ini dikarenakan pada penelitian ini asupan
energi dibandingkan dengan 100% kecukupan AKG, sedangkan pada
penelitian sebelumnya Rosi Witantri (2007) hanya dibandingkan dengan
80% kecukupan AKG.
5.6 Gambaran Umum Asupan Protein
TABEL 5.3
DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN ASUPAN PROTEIN SISWA
SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Asupan Protein Jumlah (n) Presentase (%)
Baik 47 83,9
Kurang 9 16,1
Jumlah 56 100
Dari data tabel di atas di dapatkan pula bahwa dari 56 siswa terdapat
47 siswa (83,9%) memiliki asupan protein baik, sedangkan 9 orang siswa
(16,1%) mempunyai asupan protein kurang.
Banyak hal juga yang mempengaruhi hasil di atas, antara lain karena
status ekonomi siswa SMP Salman Al Farisi Bandung yang berstatus
ekonomi menengah ke atas maka kecenderungan mengkonsumsi protein
hewani lebih sering dan lebih banyak jumlahnya.
Dari hasil recall 2x24 jam terlihat siswa lebih sering mengkonsumsi
protein hewani daripada protein nabati. Konsumsi protein hewani seperti,
ayam goreng (35%), sosis (13%), steak (15%) dan lain-lain (37%). dari
hasil tersebut mengindikasikan bahwa siswa SMP Salman Al Farisi
Bandung memiliki asupan protein yang cukup baik.
Asupan protein yang kurang sebesar 16,1% sebagian besar adalah
siswa perempuan. Menurut Arisman (2004) asupan makan pada anak
perempuan lebih sedikit dari pada anak laki-laki, termasuk asupan protein,
padahal bagi remaja perempuan membutuhkan asupan protein lebih
37
banyak karena lebih membutuhkan asupan zat besi yang berada di pada
protein, karena pada remaja perempuan mengalami menstruasi.
Pada penelitian ini, hasil asupan protein berbeda dari hasil penelitian
Rosi Witantri (2007) yaitu sebesar 96,6% asupan protein baik, hal ini
disebabkan karena pada penelitian ini asupan protein dibandingkan
dengan 100% kecukupan AKG, sedangkan pada penelitian sebelumnya
hanya dibandingkan dengan 80% kecukupan AKG.
5.7 Gambaran Umum Asupan Energi dan Protein Makan Siang yang
Disediakan
TABEL 5.4
GAMBARAN UMUM ASUPAN ENERGI DAN PROTEIN MAKAN SIANG
DI SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Zat Gizi 30% AKG Yang Disediakan % Terpenuhi Menurut AKG
Energi (Kkal) 712,5 647,5 90,9
Protein (gr) 17,5 20,8 118,8
Dari tabel di atas energi yang disediakan oleh penyelenggara makan
siang di SMP Salman Al Farisi Bandung masih belum tercukupi dari 30%
AKG yaitu sebesar 90,9%, sedangkan untuk protein sudah melebihi
kebutuhan 30% AKG sebesar 118,8% dan kecukupan protein sudah baik,
hal ini dikarenakan makanan yang disediakan oleh penyelenggara
makanan sudah lengkap dengan protein hewani dan protein nabati.
Sebagai contoh pada siklus menu ke-1 pada minggu ke-1 yaitu Nasi,
ayam mete (40 gr), Tahu Goreng (50 gr), Sup Makaroni (50 gr),
Semangka (100 gr) dan menu lainnya dapat dilihat pada lampiran.
Kekurangan pemenuhan energi pada makan siang siswa
mempengaruhi kecukupan energinya, sehingga asupan energi siswa tidak
terpenuhi. Penyelenggara makan siang di SMP Salman Al Farisi Bandung
38
belum memiliki standar kecukupan gizi untuk siswa. Akibatnya
pemenuhan kecukupan energi masih kurang.
Jika hal ini terus terjadi maka status gizi siswa akan menurun.
Kekurangan energi terjadi akibat dari asupan energi yang tidak cukup
memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tubuh, maka tubuh akan
mengambil simpanan glikogen dalam tubuh dan diubah menjadi energi.
Sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga
berat badan berlebih atau kegemukan. (Almatsier, 2004).
Pada hasil wawancara, sebagian besar siswa SMP Salman Al Farisi
Bandung menghabiskan makan siangnya dikarenakan siswa jarang jajan
ketika jam makan siang di sekolah, sehingga makanan yang disajikan
selalu dihabiskan.
5.8 Gambaran Umum Status Gizi
TABEL 5.5
DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN STATUS GIZI
SISWA SMP SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Status Gizi n %
Kurus 2 3,6
Normal 47 83,9
Gemuk 7 12,5
Jumlah 56 100
Pada tabel di atas distribusi frekuensi status gizi siswa SMP Salman
Al Farisi Bandung berdasarkan IMT/U, dari 56 siswa terdapat 2 siswa
(3,6%) berstatus gizi kurus, 47 siswa (83,9%) dengan status gizi baik dan
sebanyak 7 siswa (12,5%) dengan status gizi gemuk. Siswa yang status
gizi kurus memiliki asupan yang kurang, dan siswa yang berstatus gizi
lebih (gemuk) cenderung asupan energinya melebihi kecukupannya.
39
Dari 2 siswa yang memiliki status gizi kurang disebabkan asupan
energinya kurang, sedangkan 7 siswa yang memiliki status gizi gemuk
memiliki asupan energi dan protein yang tinggi atau berlebih.
Perhitungan status gizi yang digunakan yaitu berdasarkan IMT/U,
indikator IMT/U menggambarkan status gizi saat ini. Maka berdasarkan
tabel di atas bahwa saat ini sebagian besar siswa mempunyai status gizi
yang baik.
Dari hasil penelitian ini status gizi siswa SMP Salman Al Farisi
Bandung cukup beragam. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
asupan dari makanan sehari-hari yang tercukupi. Asupan makan yang
kurang akan mengakibatkan status gizi yang kurang juga (kurus), jika
asupan makan baik atau tercukupi maka status gizi pun akan normal dan
jika asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan status gizi lebih atau
gemuk (Anwar 2006).
5.9 Hubungan Antara Asupan Energi Dan Status Gizi
Asupan energi pada seseorang dapat menentukan tercapainya
tingkat kesehatan. Makanan yang bergizi dapat memberikan energi untuk
melakukan kegiatan atau aktivitas, makanan bergizi juga berfungsi untuk
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh serta mengatur proses
tubuh (Almatsier, 2004).
TABEL 5.7
HUBUNGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI SISWA SMP
SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Asupan Energi
Kategori Status Gizi Total
Kurus Normal Gemuk
n % n % n % n %
Baik 0 0 23 76,7 7 23,3 30 100
Kurang 2 7,7 24 92,3 0 0 26 100
Total 2 3,6 47 83,9 7 12,5 56 100
40
Berdasarkan tabel di atas, dari 30 siswa yang mempunyai asupan
energi baik tidak ada siswa yang berstatus gizi kurus, sedangkan siswa
yang status gizi normal ada 23 siswa (76,7%) dan asupan energi baik
dengan siswa yang status gizi gemuk terdapat 7 siswa (23,3%). Lalu dari
26 siswa yang asupan energinya kurang terdapat 2 siswa (7,7%) yang
berstatus gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi normal ada 24
siswa (92,3%) dan tidak terdapat siswa yang memiliki status gizi gemuk
dengan asupan energi kurang.
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan rumus chi-square tabel
2x3 dengan pearson chi-square dimana p value yang di dapat yaitu p < α
(0,012 < 0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%, hal ini menunjukan ada
hubungan yang bermakna antara asupan energi siswa dengan status gizi.
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Asupan makan yang kurang akan
mengakibatkan status gizi kurang atau kurus, sedangkan asupan makan
yang baik atau tercukupi maka status gizi pun akan normal dan jika
asupan makan berlebih pun akan mengakibatkan status gizi lebih atau
gemuk (Anwar 2006).
Hal tersebut dapat terjadi karena asupan makan merupakan salah
satu faktor langsung yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang.
Selain itu pola konsumsi makan dan asupan makan siswa SMP Salman Al
Farisi Bandung didapat dengan metode recall 2x24 jam pada hari yang
tidak berturut-turut. Recall yang dilakukan diambil 2 hari yang tidak
berturut-turut untuk mendapatkan data yang representatif dan lebih
menggambarkan kebiasaan makan sampel (Supariasa, 2002).
41
5.10 Hubungan Antara Asupan Protein Dan Status Gizi
TABEL 5.8
HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI SISWA SMP
SALMAN AL FARISI BANDUNG TAHUN 2011
Asupan Protein
Kategori Status Gizi Total
Kurus Normal Gemuk
n % n % n % n %
Baik 1 2,1 39 83 7 14,9 47 100
Kurang 1 11,1 8 88,9 0 0 9 100
Total 2 3,6 47 83,9 7 12,5 56 100
Berdasarkan tabel di atas, dari 47 siswa yang mempunyai asupan
protein baik terdapat 1 siswa (2,1%) yang memiliki status gizi kurus,
sedangkan siswa yang status gizi normal ada 39 siswa (83%) dan asupan
protein baik dengan siswa yang status gizi gemuk terdapat 7 siswa
(14,9%). Lalu dari 9 siswa yang asupan proteinnya kurang terdapat 1
siswa (11,1%) yang berstatus gizi kurus, sedangkan siswa yang status gizi
normal ada 8 siswa (88,9%) dan tidak terdapat siswa yang memiliki status
gizi gemuk dengan asupan protein kurang.
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan rumus chi-square tabel
2x3 dengan pearson chi-square dimana p value yang di dapat yaitu p > α
(0,215 > 0,05) dengan tingkat kemaknaan 95%, hal ini menunjukan tidak
ada hubungan yang bermakna antara asupan protein siswa dengan status
gizi.
Berdasarkan hasil tersebut dapat dilihat dari asupan protein yang
kurang terdapat 8 siswa yang memiliki status gizi normal, sedangkan yang
memiliki status gizi kurang hanya terdapat 1 siswa.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi status gizi selain
asupan protein adalah aktifitas fisik. Dari hasil wawancara terhadap siswa
SMP Salman Al Farisi Bandung seluruh siswa diwajibkan mengikuti
kegiatan ekstrakulikuler di sekolah seperti basket, sepak bola, bela diri,
42
ekstrakulikuler gambar dan lain-lain. Aktifitas fisik mempengaruhi
pengeluaran energi yang berlebih, jika asupan energi kurang maka protein
akan digunakan sebagai sumber energi, protein yang digunakan
mempengaruhi massa otot akan berkurang maka status gizi pun akan
menurun.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
1. SMP Salman Al Farisi Bandung berada di jalan Tubagus Ismail VIII
Bandung 40134. Yayasan Pendidikan Salman Al-Farisi berdiri pada
tanggal 12 Agustus 1989. Kegiatan belajar mengajar di SMP Salman
Al Farisi dilakukan dengan sistem full day mulai dari pukul 07.30
sampai dengan pukul 16.
2. Jumlah guru dan staf di SMP Salman Al Farisi Bandung berjumlah
30 orang, terdiri dari 25 orang guru dan 5 orang staf.
3. Penyelenggaraan makan sudah dilakukan sejak berdirinya yayasan
Salman Al Farisi Bandung, penyelenggaraan makan dilakukan dari
satu dapur untuk seluruh siswa dari mulai play group hingga siswa
SMP.
4. Jumlah konsumen untuk SMP Salman Al Farisi Bandung sebanyak
189 siswa dan 30 guru serta staf.
5. Siklus menu di SMP Salman Al Farisi Bandung menggunakan siklus
menu 20. Menu yang diselenggarakan adalah pola menu Indonesia
lengkap yang terdiri dari makanan pokok, protein hewani, protein
nabati, sayuran dan buah.
6. Jumlah tenaga penyelenggaraan makan sebanyak 8 orang tenaga
pengolah.
43
7. Jumlah siswa dalam penelitian berjumlah 56 orang siswa terdiri dari
28 siswa berjenis kelamin laki-laki dan 28 siswa berjenis kelamin
perempuan.
8. Siswa yang menderita penyakit infeksi dalam waktu 2 minggu
terakhir sebesar 17,9%.
9. Siswa yang memiliki asupan energi baik sebanyak 53,6% sedangkan
siswa yang memiliki asupan energi kurang sebanyak 46,4%.
10. Siswa yang memiliki asupan protein baik sebanyak 83,9%
sedangkan siswa yang memiliki asupan energi kurang sebanyak
16,1%.
11. Siswa yang memiliki status gizi kurus sebanyak 3,6%, sedangkan
siswa yang memiliki status gizi normal sebanyak 83,9% dan siswa
yang memiliki status gizi gemuk sebanyak 12,5%.
12. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan yang bermakna antara
asupan energi dan status gizi (p= 0,012). Asupan energi kurang
dengan status gizi kurus sebanyak 7,7%, sedangkan asupan energi
kurang dengan status gizi normal sebanyak 92,3%, dan asupan
energi kurang dengan status gemuk sebanyak 0%.
13. Hasil uji statistik didapatkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara asupan protein dan status gizi (p= 0,215). Asupan protein
kurang dengan status gizi kurus sebanyak 11,1%, sedangkan
asupan protein kurang dengan status gizi normal sebanyak 88,9%,
dan asupan protein kurang dengan status gizi gemuk sebanyak 0%.
6.2 Saran
1. Penyelenggara makan siang di SMP Salman Al Farisi Bandung
harus memiliki standar kecukupan gizi untuk siswa agar kecukupan
gizi untuk makan siang siswa dapat terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
44
Almatsier, Sunita. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Anwar M. H. 2006. Gizi Seimbang Untuk Remaja dan Wanita Usia Subur.
Jakarta : PT Gramedia Utama.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur kehidupan. Jakarta: Kedokteran
Universitas Indonesia.
CDC. 2009. About BMI for Children and Teens. Dikutip dari www.cdc.gov
pada tanggal 20 april 2011.
Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. 2007. Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Departemen Kesehatan RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi
Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Gibson, Rosalinds. 2005. Principles Of Nutritional Assessment Second
Edition. New York. Oxford University.
Hartriyanti, Yayuk. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Khan, Mahmood. 1987. Foodservice Operatoin. New York: Published by
Van Nostand Reinhold Company.
Mandal, Bibhat. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Ilmu Gizi. Jakarta: Bharatara Niaga Media.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa
Boga. Jakarta: B haratara Niaga Media.
45
Mukrie, A. Nursiah. DKK. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi
Dasar. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi
Pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Departemen Kesehatan
RI.
Murti, Bhisma. 1996. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam
Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan masyarakat. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Permaesih. 2003. Status Gizi Remaja dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhi. Dikutip dari http://digilib.litbang.depkes.go.id.html
pada tanggal 1 Januari 1011.
Sediaoetama, AD. 1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:
Dian Rakyat.
Soekirman, dkk. 2006. Hidup Sehat Gizi Seimbang dalam Siklus
Kehidupan Manusia. Jakarta: PT. Primamedia Pustaka.
Sudiarti, Trini. 2007. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Supariasa, DKK. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Wati, Julianna. 2009. Hubungan Asupan Energi, Asupan Protein dan
Status Gizi Siswa Di SMP Darul Hikam Bandung Tahun 2009.
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Bandung.
46
Witantri, Rosi. 2007. Hubungan Antara Asupan Energi dan Protein
Dengan Status Gizi Siswa di SMPN 7 Bandung Tahun 2007. Jurusan
Gizi Politeknik Kesehatan Bandung.