bab i pendahuluan 1.1 latar...

39
1 Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Indonesia boleh berbangga ketika konflik yang berlangsung selama hampir 30 tahun antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berhasil diselesaikan dengan cara damai, yang ditandai dengan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki – Finlandia. Nota Kesepahaman ini populer dikenal dengan MoU Helsinki. 1 Salah satu pesan dari MoU Helsinki tersebut adalah penyusunan sebuah undang-undang baru bagi Aceh. Redaksinya adalah sebagai berikut: Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006 2 . Melalui proses yang relatif panjang, kurang dari lima bulan, pada tanggal 11 Juli 2006 amanat MoU Helsinki tersebut berhasil diselesaikan dengan lahirnya 1 ‘Kebanggaan’ Indonesia atas tercapainya MoU Helsinki mendapatkan apresiasi dari dunia. “Perdamaian Aceh jadi contoh yang baik bagi masyarakat global,” kata Mandela dalam suratnya. Dia memuji kedua belah pihak yang telah menunjukkan komitmen untuk menjaga perdamaian yang memang memerlukan proses panjang, kejujuran, kerja keras, kebersamaan dan toleransi. PM Badawi merasa optimis karena perdamaian di Aceh telah memberikan sinyal positif bagi masyarakat bisnis internasional. “Selat Malaka tidak lagi dianggap sebagai zona perang,” katanya. Lihat: Aceh Dalam Lembaran Baru– Majalah Berita Indonesia, 25 Agustus 2006 : <http://www.beritaindonesia.co.id/politik/aceh-dalam-lembaran-baru > (diakses 9 Desember 2011). Bahkan, salah satu indikator pemberian Nobel Perdamaian Tahun 2008 kepada Martti Ahtisaari karena ia menjadi mediator dalam MoU Helsinki. MoU Helsinki dijadikan acuan oleh sejumlah negara dalam menyelesaikan konflik internal, khususnya konflik etnis politik. Banyak yang menaruh harapan besar terhadap kesuksesan perdamaian di Aceh. 2 MoU Helsinki.

Upload: vutuyen

Post on 24-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

1

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Indonesia boleh berbangga ketika konflik yang berlangsung selama

hampir 30 tahun antara Pemerintah Republik Indonesia (RI) dengan Gerakan

Aceh Merdeka (GAM) berhasil diselesaikan dengan cara damai, yang ditandai

dengan penandatanganan Nota Kesepahaman atau Memorandum of

Understanding (MoU) pada 15 Agustus 2005 di Helsinki – Finlandia. Nota

Kesepahaman ini populer dikenal dengan MoU Helsinki. 1

Salah satu pesan dari MoU Helsinki tersebut adalah penyusunan sebuah

undang-undang baru bagi Aceh. Redaksinya adalah sebagai berikut:

Undang-undang baru tentang Penyelenggaraan Pemerintahan di

Aceh akan diundangkan dan akan mulai berlaku sesegera mungkin

dan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret 2006 2.

Melalui proses yang relatif panjang, kurang dari lima bulan, pada tanggal 11 Juli

2006 amanat MoU Helsinki tersebut berhasil diselesaikan dengan lahirnya

1 ‘Kebanggaan’ Indonesia atas tercapainya MoU Helsinki mendapatkan apresiasi dari dunia.

“Perdamaian Aceh jadi contoh yang baik bagi masyarakat global,” kata Mandela dalam

suratnya. Dia memuji kedua belah pihak yang telah menunjukkan komitmen untuk

menjaga perdamaian yang memang memerlukan proses panjang, kejujuran, kerja keras,

kebersamaan dan toleransi. PM Badawi merasa optimis karena perdamaian di Aceh

telah memberikan sinyal positif bagi masyarakat bisnis internasional. “Selat Malaka

tidak lagi dianggap sebagai zona perang,” katanya. Lihat: Aceh Dalam Lembaran Baru–

Majalah Berita Indonesia, 25 Agustus 2006 :

<http://www.beritaindonesia.co.id/politik/aceh-dalam-lembaran-baru> (diakses 9

Desember 2011). Bahkan, salah satu indikator pemberian Nobel Perdamaian Tahun

2008 kepada Martti Ahtisaari karena ia menjadi mediator dalam MoU Helsinki. MoU

Helsinki dijadikan acuan oleh sejumlah negara dalam menyelesaikan konflik internal,

khususnya konflik etnis politik. Banyak yang menaruh harapan besar terhadap

kesuksesan perdamaian di Aceh.

2 MoU Helsinki.

Page 2: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

2

Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, atau yang

lebih dikenal dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) 3. Ada

keterlambatan sekitar empat bulan dari waktu yang disepakati dalam MoU

dengan realisasi lahirnya UU tersebut.

Salah satu apresiasi yang diberikan terhadap UUPA ini adalah selama

proses pembahasan saat masih berupa Rancangan Undang-Undang (RUU), dalam

Panitia Khusus (Pansus) DPR, semua keputusan diambil secara musyawarah dan

mufakat. Dalam prosesnya, pembentukan UUPA dianggap sebagai produk politik

yang dicapai melalui kompromi dan kesepakatan politik berlandaskan pada

semangat menciptakan perdamaian, membangun dan mensejahterakan Aceh

dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan berlandaskan

pada UUD 1945.

Dari 71 Butir MoU Helsinki yang kemudian melahirkan 273 pasal UU

PA, butir penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dalam MoU dan Pasal

dalam UUPA tentang calon perseorangan menjadi pemicu konflik dalam

penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012.

3 Tentang proses pembentukan UU No 11 tahun 2006 ini bisa dibaca pada buku Pondasi Menuju

Perdamaian Abadi. Catatan Pembahasan Pemerintahan Aceh. Penulis: Ferry

Mursyidan Baldan, Penerbit Suara Bebas. Jakarta, 2007. Juga Buku Panduan Sosialisasi

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh yang berjudul:

Catatan Untuk Memahami Undang-Undang �omor 11 Tahun 2006 Tentang

Pemerintahan Aceh Menuju Era Baru Aceh. Diterbitkan oleh Satuan Kerja BRR

Peningkatan Komitmen Persatuan Dan Kesatuan Nasional NAD-NIAS (PK-

POLHUKAM) Agustus 2006. Dan buku karya Ahmad Farhan Hamid, Jalan Damai

�anggroe Endatu, Catatan Seorang Wakil Rakyat Aceh, Penerbit Suara Bebas, Jakarta,

2006.

Page 3: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

3

Pada Pasal 1.2.2 MoU Helsinki secara eksplisit disebutkan:

Dengan penandatanganan Nota Kesepahaman ini, rakyat Aceh akan

memiliki hak menentukan calon-calon untuk posisi semua pejabat

yang dipilih untuk mengikuti pemilihan di Aceh pada bulan April

2006 dan selanjutnya.

Pada UU PA Pasal 67 ayat 1:

Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil

walikota dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat

setiap 5 (lima) tahun sekali melalui pemilihan yang demokratis,

bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil.

Pada UU PA Pasal 67 ayat 1:

Pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, dan

walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat

(1) diajukan oleh :

a. partai politik atau gabungan partai politik;

b. partai politik lokal atau gabungan partai politik lokal;

c. gabungan partai politik dan partai politik lokal; dan/atau

d. perseorangan.

Pada UU PA Pasal 256 :

Ketentuan yang mengatur calon perseorangan dalam Pemilihan

Gubernur/Wakil Gubernur, bupati/wakil bupati, atau walikota/wakil

walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) huruf d,

berlaku dan hanya dilaksanakan untuk pemilihan pertama kali sejak

Undang-Undang ini diundangkan.

Muculnya pasal yang mengatur tentang calon perseorangan dalam UUPA

tersebut melalui proses yang sangat panjang. Setelah dicapainya MoU Helsinki

pada 2005, Pemilu Kada di Aceh ditetapkan pada tahun 2006. Karena pasca-MoU

telah diberikan amnesti kepada para eks kombatan Gerakan Aceh Merdeka

(GAM), maka muncul pertanyaan bagaimana menyalurkan aspirasi politik

mereka. Ketika itu disodorkan jalan melalui partai nasional, namun hal ini ditolak

oleh pihak GAM. Maka muncullah alternatif calon perseorangan, karena partai

lokal belum ada, dimana menurut MoU Helsinki, partai lokal baru dibentuk satu

Page 4: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

4

setengah tahun setelah MoU, yakni pada tahun 2007. Inilah yang menyebabkan

calon perseorangan dalam UUPA hanya diperbolehkan sekali saja yakni pada

Pemilukada 2006 4.

Dan pada Pemilu Kada pertama pasca-MoU yakni pada tanggal 11-

Desember 2006, meleset 8 bulan dari kesepatakan MoU Helsinki, pelaksanaannya

relatif berjalan lancar. Hal ini disebabkan saat itu masih dalam suasana ‘bulan

madu’ perdamaian. Hadirnya puluhan pemantau, baik lokal, nasional, maupun

asing serta sorotan dunia internasional kepada demokrasi di Aceh menjadi

penyebab lainnya sehingga semua pihak mampu menahan diri. Pada Pemilukada

2006 tersebut, Calon dari perseorangan, yakni Irwandi Yusuf/Muhammad Nazar

menjadi pemenang dan menjadi gubernur dan wakil gubernur definitif 2006-2011.

Setelah partai lokal terbentuk pada tahun 2008 sebagai buah dari MoU

Helsinki dan UUPA, proses pemilihan anggota legislatif pada pemilu 9 April

2009, untuk provinsi dan kabupaten/kota di Aceh melibatkan enam partai lokal

dan 38 partai nasional. Enam partai lokal yang terjun dalam Pileg 2009 di Aceh

ialah: Partai Aceh (PA), Partai Aceh Aman Sejahtera (PAAS), Partai Bersatu

Aceh (PBA), Partai Daulat Aceh (PDA), Partai Rakyat Aceh (PRA), dan Partai

Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA). Pada Pemilihan tersebut, untuk tingkat

provinsi, Partai Aceh memenangi 1.007.173 suara atau 46,93%. Dari dari total 69

kursi yang diperebutkan, PA berhasil meraih 33 kursi.

4 M. Jusuf Kalla dalam diskusi dengan peneliti dalam rangka penyusunan buku Keeping The Trust

For Peace, Kisah dan Kiat menumbuhkembangkan Damai di Aceh, Karya Farid Husain,

Jakarta, 11-Oktober-2011.

Page 5: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

5

Dalam persiapan pemilu kada 2011, tepatnya pada 20 Mei 2010, empat

warga Aceh yakni Tami Anshar Mohd Nur, calon bupati/wakil bupati Kabupaten

Pidie, Faurizal, calon bupati/wakil bupati Kabupaten Bireuen, Zainudin Salam,

calon bupati/wakil bupati kabupaten Aceh Timur dan Hasbi Baday, calon

bupati/wakil bupati Kabupaten Simeulue mengajukan permohonan gugatan

judicial review Pasal 256 UUPA ke Mahkamah Konstitusi (MK) 5.

Menurut mereka, pasal 256 UUPA dinilai telah menutup peluang bagi

calon perseorangan pada Pilkada 2011 di Aceh, dan itu bertentangan dengan Pasal

18 ayat (4), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 D ayat (1), ayat (3), Pasal 28 1 ayat (2)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pasal 256 UUPA telah

dianggap menghilangkan makna demokrasi bahwa semua warga Negara berhak

menjadi calon kepala daerah dalam Pemilukada di Aceh setelah Pilkada tahun

2006.

Atas gugatan ini, pada 30 Desember 2010, MK mengabulkan dan

membolehkan calon perseorangan ikut berlaga dalam Pemilu Kada Aceh 2011.

Kutipan putusan MK bernomor 35/PUU-VIII/2010 tersebut:

5 Salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah memutus sengketa kewenangan

antarlembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945. Pasal 24C ayat

(1) UUD 1945 menegaskan, Mahkamah Konstitusi mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap

Undang-Undang Dasar, mememutus sengketa kewenangan antar lembaga negara yang

kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Tentang hal ini bisa dibaca pada

buku: Sengketa Kewenangan Antarlembaga �egara, karangan Prof. Dr. Jimly

Asshiddiqie, SH, Penerbit Konstitusi Press, Jakarta, 2006. Bisa juga membaca makalah

berjudul: Kedudukan, Fungsi dan Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem

Ketatanegaraan RepubliK Indonesia, ditulis oleh Janedjri M. Gaffar. Surakarta, 17

Oktober 2009 pada situs

<http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/pdfMakalah/makalah_makalah_17_oktober_20

09.pdf> (diakses 10 Desember 2011)

Page 6: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

6

“Berdasarkan segala yang diuraikan di atas, para Pemohon memohon

agar Mahkamah Konstitusi memberikan putusan yang amarnya

sebagai berikut:

1. Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 256 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006

Nomor 62 dan Tambahan Lembaga Negara RI Nomor 4633)

bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 18 ayat (4), Pasal 27 ayat

(1) Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28I ayat (2);

3. Menyatakan Pasal 256 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara RI Tahun 2006

Nomor 62 dan Tambahan Lembaga Negara RI Nomor 4633) tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat;

4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara

Republik Indonesia sebagaimana mestinya; Atau apabila

Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang

seadil-adilnya (ex aequo et bono).

1.1.1 Pro-Kontra Calon Perseorangan

Akibat keputusan ini telah tercipta ketegangan di Aceh diantara yang pro

maupun kontra terhadap keputusan MK. Tidak hanya pada tataran masyarakat

atau kelas menengah, namun juga telah terjadi ketegangan antara eksekutif dalam

hal ini Gubernur dan Komite Pemilihan Independen (KIP) Aceh di satu sisi yang

mendukung keputusan MK, dengan mayoritas anggota legislatif (DPRA) yang

didominasi Partai Aceh menolak.

Akibat ketegangan antar lembaga ini, tidak hanya menyebabkan proses

penetapan jadwal Pemilukada menjadi tertunda-tunda, namun juga mengancam

demokrasi dan perdamaian di Aceh yang baru berusia enam tahun. Partai Aceh

(PA) yang mendominasi kursi di legislatif mengumumkan tidak akan turut dalam

Page 7: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

7

proses Pemilu Kada 6 . Ini tentu membawa implikasi terhadap banyak hal, baik

itu, proses penyenggaraan pemilu Kada, pengawasan dan pelaksaan pemerintahan

jika pemerintahan baru yang terbentuk tidak didukung oleh lembaga legislatif, dan

tentunya terhadap perdamaian Aceh yang tercipta melalui perjanjian dan MoU

Helsinki 7.

Bagi DPRA, MK dianggap telah melanggar MoU Helsinki dan UUPA

dalam mengambil keputusan. Pada Pasal 269 ayat (3) UUPA disebutkan: Dalam

hal adanya rencana perubahan Undang-Undang ini dilakukan dengan terlebih

dahulu berkonsultasi dan mendapatkan pertimbangan DPRA. Faktanya MK tidak

melakukan konsultasi. DPRA juga akan menggugat putusan MK dengan alasan

bahwa di dalam Pasal 18b UUD 1945 dijelaskan, negara mengakui daerah yang

6 Dalam konfrensi pers tanggal 7 Oktober 2011, Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf

menyatakan pihaknya tak akan mendaftar Pemilukada 2011 jika tahapannya seperti

yang dijalankan KIP sekarang ini. “"Jika Presiden memberi keputusan tidak jelas,

maksudnya pilkada dilanjutkan sesuai tahapan KIP, maka PA tidak ikut dan

mengundang pihak ketiga dari uni eropa untuk memfasilitasi hal ini," kata Muzakir

Manaf . Lihat; <http://aceh.tribunnews.com/2011/10/07/pa-tidak-mendaftar-bila-

pilkada-tidak-ditunda> (Diakses 25 Januari 2012)

7 Menurut Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat yang juga anggota Dewan Perwakilan

Daerah asal Aceh, Ahmad Farhan Hamid, pemerintah tak bisa mengabaikan begitu saja

ancaman Partai Aceh, partai politik lokal yang dibentuk mantan GAM dan sekarang

menjadi mayoritas di DPR Aceh. "Saya mulai cemas. Membayangkan bagaimana

pemerintahan di Aceh ke depan, ketika DPR Aceh tidak bertanggung jawab terhadap

pelaksanaan pilkada Aceh. Berarti DPR Aceh tak akan terlibat dalam pra pengambilan

suara, paripurna penyampaian visi dan misi hingga tahapan pilkada lainnya," kata

Farhan. Ia menambahkan, "Apa yang terjadi setelah pelantikan gubernur dan wakil

gubernur, kalau sejak awal DPR Aceh tidak ikut terlibat pilkada. Padahal kita juga harus

mengakui pentingnya DPR Aceh untuk membangun kebersamaan, mengisi perdamaian

di Aceh dengan pembangunan damai saja tidak cukup, mesti ada keadilan di sana," kata

Farhan. Lihat : Dulu DPR Aceh yang Menolak UUPA, dalam

<http://www.theglobejournal.com/kategori/politik/dulu-dpr-aceh-yang-menolak-

uupa.php> (Diakses 16 Desember 2011)

Page 8: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

8

bersifat atau berstatus khusus yang diatur dengan UU. Kekhususan Aceh, diatur

dalam UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh 8.

Disisi lain, atas keputusan MK nomor 35/PUU-VIII/2010 yang

membolehkan calon perseorangan ikut dalam pemilukada di Aceh, Komisi

Independen Pemilihan (KIP) Aceh sebagai penyelenggara pelaksanaan

Pemilukada mengakomodir Calon Perseorangan dalam Pemilukada dengan

mengeluarkan Keputusan KIP Aceh Nomor 1 Tahun 2011 tertanggal 12 Mei 2011

yang salah satu isinya adalah menetapkan tanggal 14-November-2011 sebagai hari

pemungutan suara.

Keputusan KIP ini dinilai oleh DPRA melanggar aturan karena

menyelenggarakan pelaksanaan tahapan Pemilukada tidak berdasar pada Qanun

(Peraturan Daerah) yang harusnya melalui institusi DPRA. Panitia Khusus

(Pansus) DPRA dalam pertemuan lanjutan dengan KIP Provinsi Aceh, meminta

KIP untuk mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan

kembali calon perseorangan (independen) dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah

(Pilkada) 9.

8 Dalam pernyataan sikap Partai Aceh, Muzakkir Manaf mengatakan: “Kami merasakan sebuah

upaya kesengajaan dan sistematis untuk menggiring kami ke dalam perdebatan

Menyetujui atau Tidak menyetujui calon independen di Aceh. Bagi kami masalah utama

bukanlah pada Ada atau Tidak adanya calon independen, yang menjadi masalah utama

bagi kami adalah pencabutan salah satu pasal dalam UUPA oleh Mahkamah Konstitusi

dengan tanpa melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai perwujudan

lembaga yang mewakili rakyat Aceh.”

9 Adnan Beuransyah dari Partai Aceh mempertanyakan alasan KIP Aceh mengakomodir calon

perseorangan dan meminta agar tahapan pemilihan yang telah ditetapkan KIP

dibatalkan. Menurutnya, Aceh memiliki undang-undang yang lex-specialis dan

penetapan pilkada wajib berpedoman pada qanun. Sementara KIP telah menetapkan

tahapan pilkada tanpa menunggu lahirnya Qanun dan surat pemberitahuan dari DPRA

menyangkut masa berakhir jabatan Gubernur Aceh. Anggota Pansus yang lain dari

Partai Aceh, Ir. Jufri Hasanuddin meminta KIP untuk mengabaikan putusan Mahkamah

Page 9: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

9

Penentuan tanggal 14 November 2011 sebagai hari pencoblosan

didasarkan pada ketentuan undang-undang bahwa tahapan Pilkada digelar

sekurang-kurangnya enam bulan sebelum hari pencoblosan atau delapan bulan

sebelum masa jabatan kepala daerah berakhir. Masa jabatan Gubernur dan Wakil

Gubernur Aceh periode 2007-2012 yang dijabat oleh Irwandi Yusuf dan

Muhammad Nazar berakhir pada 8 Februari 2012. Komisi Pemilihan Umum

(KPU) menyatakan komitmen mengawal setiap proses pemilihan kepala daerah

(Pilkada) di Provinsi Aceh yang digelar pada 14 November 2011. "Kami akan

mengawal Pilkada Aceh agar berjalan demokratis sesuai dengan tahapan yang

telah ditetapkan," ujar anggota KPU Abdul Aziz 10

.

Atas hal tersebut, KIP telah menerima pencalonan kepala daerah dari

jalur perseorangan. Termasuk didalamnya gubernur incumbent, Irwandi Yusuf

mendaftar kembali sebagai calon gubernur 11

. Para calon dari jalur perorangan

dari berbagai kabupaten menggalang kekuatan untuk bersama-sama mendesak

agar pilkada harus berjalan sesuai jadwal yang ditentukan KIP tersebut.

Konstitusi yang memperbolehkan calon perseorangan maju dalam Pilkada di Aceh

dengan merujuk pada fenomena apa yang terjadi di Kotawaringin Barat Kalimantan

Tengah dimana putusan MK tidak dieksekusi terkait dengan pelaksanaan Ujian

Nasional. Atas dasar itu, Jufri Hasanuddin meminta KIP untuk mengabaikan putusan

MK, karena Aceh punya kekhususan seperti diatur dalam UU No. 11 tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh (UU-PA). Lihat: “Pansus DPRA Minta KIP Aceh Abaikan

Putusan MK”.

<http://www.analisadaily.com/news/read/2011/08/16/8870/pansus_dpra_minta_kip_ace

h_abaikan_putusan_mk/#.TuCBn7KjLjY>. (Diakses 10 Oktober 2011)

10

Sayfputri, Ella (ed), 2011, “KPU Kawal Pilkada Aceh”, Antaranews, 17 Juni.

<http://www.antaranews.com/berita/263558/kpu-kawal-pilkada-aceh>. (Diakses 10

Oktober 2011).

11

Pencalonan kembali Irwandi sebagai Gubernur untuk yang kedua kalinya menjadi salah satu

pemicu konflik di-internal Eks GAM. Tentang hal ini, International Crisis Group (ICG)

membuat analisa tentang "GAM vs GAM". Lebih lengkap, silahkan buka:

<http://www.crisisgroup.org/en/regions/asia/south-east-asia/indonesia/B123-indonesia-

gam-vs-gam-in-the-aceh-elections.aspx> (Diakses 15 Oktober 2011).

Page 10: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

10

1.1.2. Polarisasi Kekuatan; pro vs kontra keputusan KIP

Sepak terjang para bakal calon dari jalur perseoranga/independen yang

telah mendaftarkan diri ke KIP untuk ikut pilkada membuat gerah pimpinan partai

politik yang "dimotori" Partai Aceh (33 kursi), Partai Demokrat (10 kursi) dan

Partai Golkar (8 kursi). Ketiga partai ini memiliki kursi terbanyak di parlemen

(DPRA)12

. Sejumlah partai "kecil" meski ada yang tidak memiliki kursi di DPRA

juga ikut bergabung untuk menolak pilkada sesuai jadwal ditentukan KIP.

Bahkan, Partai Aceh sebagai partai lokal pemenang Pemilu 2009

menginstruksikan kadernya yang menjadi pimpinan daerah (bupati/wali kota)

untuk menghentikan penyaluran dana pilkada 13

.

Sebanyak 16 partai politik (parpol) yang tergabung dalam Forum

Silaturahmi Parpol mengajukan surat permohonan kepada presiden RI, Susilo

Bambang Yudhoyono agar menunda pilkada di Aceh. Jika tidak dikabulkan

Presiden, maka parpol kemungkinan tidak akan mendaftarkan dari kubu mereka

sebagai calon gubernur/wakil gubernur, maupun bupati/wakil bupati, dan wali

kota/wakil wali kota.

Menurut Juru Bicara Forum Silaturahmi Parpol Aceh, Mawardy Nurdin

yang juga ketua Partai Demokrat Aceh kesepakatan meminta tunda pelaksanaan

pilkada muncul dalam pertemuan silaturahmi lintas parpol Rabu (13/7/2011).

Menurut Mawardy, keinginan tersebut bukan kemauan satu parpol saja. Juga tidak

12

Urutan perolehan kursi hasil pemilu legislatif 2009 bisa dilihat pada bab berikutnya.

13 Azhari, 2011, Menanti Solusi Damai Pilkada Aceh, LKBN ANTARA, 27 Juli.

<http://www.antara-aceh.com/menanti-solusi-damai-pilkada-aceh.html>, (diakses 10

Desember 2011).

Page 11: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

11

ada kaitannya dengan belum diakomodasinya calon perseorangan oleh DPRA

dalam Qanun Pilkada yang telah disahkan 28 Juni lalu melalui Sidang Paripurna

DPRA. Langkah ini diambil berdasarkan pendapat yang sama antara parpol yang

sama-sama mengamati bahwa menjelang pilkada ini suhu politik di Aceh telah

memanas. Jika suhu politik yang kian memanas itu tidak dikendalikan, lanjut

Mawardy, maka menurut perkiraan pengurus parpol yang hadir dalam pertemuan

tersebut, bisa menimbulkan konflik baru di tengah-tengah masyarakat Aceh. Maka

salah satu jalan untuk menurunkan suhu politik yang telah memanas itu adalah

dengan menunda pilkada.

Dalam surat kepada presiden tersebut, pada poin b menyebutkan bahwa

penetapan batas waktu pendaftaran calon dari parpol pada 5 Agustus 2011 yang

telah ditetapkan KIP Aceh, dinilai parpol sebagai penetapan sepihak. Alasannya,

karena belum ada persetujuan dari DPRA sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 66

ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

Pertimbangan lainnya, Qanun Pilkada yang telah disahkan DPRA pada

28 Juni 2011 dalam sidang paripurna, belum diteken Gubernur Aceh, dengan dalih

eksekutif belum sepakat dengan sebagian isi qanun tersebut. Kondisi itu telah

membuat konflik regulasi dalam pelaksanaan pilkada. Menurut para pengurus

parpol yang hadir dalam pertemuan itu, untuk menyelesaikan masalah tersebut,

maka pilkada perlu ditunda. Saran itu diterima dan disepakati oleh seluruh

anggota forum 14

.

14

Harismanto (ed), 2011, 16 Parpol Ancam Boikot Pemilukada di Aceh, koran Serambi edisi 16

Juli. 16 Partai yang dimaksud adalah: (1).Partai Aceh, (2) Partai Demokrat, (3). Partai

Golongan Karya, (4) Partai Amanat Nasional, (5). Partai Persatuan Pembangunan, (6).

Partai Keadilan Sejahtera, (7) PKPI, (8) Partai Kebangkitan Bangsa, (9), Partai Daulat

Page 12: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

12

Selang tiga hari usai pernyataan Forum Silaturahmi Parpol, pada tanggal

18 Juli 2011, sebanyak 175 orang calon pimpinan daerah di Aceh dari dari jalur

independen/perseorangan membuat pernyataan yang intinya menolak penundaan

Pilkada dan mendukung pelaksanaan sesuai dengan tahapan yang ditetapkan oleh

KIP.

Berikut dua diantara enam pernyataan Persaudaraan Calon Perseorangan

Seluruh Aceh:

Kami calon perseorangan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati,

walikota/wakil walikota seluruh Aceh dengan ini mendeklarasikan dan

menyatakan sikap:

1. Mendukung pelaksanaan Pemilukada sesuai dengan tahapan yang

telah ditetapkan oleh KIP Aceh, secara demokratis, adil dan sesuai

dengan perundang-undangan yang berlaku di Negara Republik

Indonesia.

2. Mendukung sikap KPU, KIP Aceh, KIP kabupaten/kota yang telah

melaksanakan tahapan Pemilukada sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku serta mengakomodir calon perseorangan

sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi 15

1.1.3 Dari penolakan menjadi Penundaan

Polarisasi antara kekuatan yang menolak dengan yang menyetujui calon

perseorangan menjadi berubah seiring dengan berbagai lobby dilakukan oleh

masing-masing pihak. Dalam perkembangannya, terjadi perubahan terhadap

Aceh, (10). Partai Patriot, (11). PDI-Perjuangan, (12) Partai Hati Nurani Rakyat, (13).

Partai Bintang Reformasi, (14). Partai Pelopor, (15). Partai Gerakan Indonesia Raya,

(16). Partai Pemuda Indonesia. Lihat: <http://www.tribunnews.com/2011/07/16/16-

parpol-ancam-boikot-pilkada-di-aceh>. (Diakses pada 12 Desember 2011). Dalam

perkembangannya, terjadi ‘perpecahan’ dalam tubuh Forum Silatuhmi Parpol Aceh

karena tidak ada konsistensi diantara anggota dimana pada akhrinya Partai Demokrat

ikut mencalonkan sebagai kandidat Gubernur Aceh dari jalur partai walaupun Qanun

tidak melaui DPRA.

15 Acehkita, 2011, Kesepakatan Duek Pakat Calon Independen. Aceh Kita, 18 Juli.

<http://www.acehkita.com/berita/kesepakatan-duek-pakat-calon-independen/>

(Diakses 12 Desember 2011)

Page 13: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

13

tuntutan dari penolakan terhadap putusan MK tentang calon perseorangan menjadi

penundaan jadwal Pilkada berdasarkan ketetapan yang dilakuka oleh KIP.

Pemerintah pusat, melalui Forum Komunikasi dan Koordinasi (FKK)

Desk Aceh, sebuah organ resmi dibawah kementerian Politik Hukum dan

Keamanan memberikan ultimatum jika dalam tempo dua minggu Dewan

Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tidak juga menghasilkan qanun, maka aturan

Pemilu Kada Aceh akan kembali menerapkan qanun Nomor 7 Tahun 2007 yang

didukung oleh Pasal 123 UU Nomor 22 Tahun 2007. Tidak hanya untuk KIP,

Badan Pengawasan Pemilu (Bawaslu) juga berhak mengadakan pengawasan

untuk memastikan Pemilu kada berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Ketua

FKK Desk Aceh Amiruddin Usman mengatakan keterlibatan Menkopulhukam

dalam Pemilukada Aceh tidak mendukung siapa–siapa, tidak mendukung Komisi

Independen Pemilihan (KIP) dan pihak-pihak lain, mereka tugasnya hanya

menetralisir politik saja. “Kita akan melibat semua kalangan dalam Pemilukada

Aceh, tujuannya untuk Aceh juga,” lanjutnya. Amiruddin juga berharap di Aceh

berjalan demokrasi dalam segala bidang, termasuk demokrasi yang tidak

menggunakan kekerasan 16

.

Jika merujuk pada Pasal 236A Undang-undang No 32/2004 disebutkan,

penundaan bisa dilakukan jika terjadi bencana alam, kerusuhan, gangguan

keamanan, atau gangguan lainnya. Pasal 236A menyebutkan:

16 Zuboidi, Hayatullah, 2011, FKK Desk Aceh: Dua Minggu DPRA Selesaikan Qanun Pilkada,

The Globe Journal, 23 Juni. <http://www.theglobejournal.com/kategori/politik/fkk-

desk-aceh--dua-minggu-dpra-selesaikan-qanun-pilkada.php> (diakses 12 Desember

2011).

Page 14: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

14

“Dalam hal di suatu daerah pemilihan terjadi bencana alam,

kerusuhan, gangguan keamanan, dan/atau gangguan lainnya di

seluruh atau sebagian wilayah pemilihan kepala daerah dan wakil

kepala daerah yang berakibat pemilihan tidak dapat dilaksanakan

sesuai dengan jadwal, pemilihan ditunda yang ditetapkan lebih

lanjut dengan Peraturan Pemerintah.”

Dalam konteks aturan sebagaimana dinyatakan diatas, tidak ada alasan

Pilkada untuk ditunda. Namun, sebagai konsekuensi dari kekecewaan atas

dikabulkannya calon perserorangan, DPRA yang di dominasi Partai Aceh

membuat target agar Pilkada, kalaupun berlangsung dan tetap melibatkan calon

perseorangan adalah dilakukan ketika Irwandi sudah tidak menjabat. Ini dilakukan

dengan cara menunda pengajuan Rancangan Qanun sehingga jadwal bisa bergeser

sesuai target mereka. 17

Dalam perkembangannya, wacana politik yang terjadi bukan lagi

membicarakan tentang ada atau tidaknya Calon Perseorangan, namun fokus pada

waktu pelaksanaan Pilkada; ditunda atau sesuai jadwal yang ditentukan oleh KIP.

17

Mengingat masa jabatan Gubernur Aceh berakhir pada 8 Februari 2012, maka KIP Aceh

membuat tahapan Pemilukada mulai 17 Juni 2011. Seharusnya tahapan itu disertai

dengan surat ketua DPRA yang memberitahukan tentang berakhirnya masa jabatan

Gubernur. KIP Aceh sebenarnya sudah meminta DPR Aceh untuk mengirimkan surat

ini. “Sudah tiga kali kami mengirim surat kepada DPR Aceh untuk membicarakan

masalah surat tersebut. Tapi mereka tidak menggubris. DPR Aceh terus berupaya

menunda-nunda Pemilukada ini tanpa alasan hukum yang jelas. Kami tidak mau

mengambil risiko, makanya kami terpaksa jalan sendiri meski tidak mendapat dukungan

dari DPR Aceh,” ujar Ilhan Syahputra, Wakil Ketua KIP Aceh. “Kita ingin ada

pelaksana tugas Gubernur Aceh untuk sementara,” kata Adnan Beuransyah, Ketua

Komisi A yang berasal dari Partai Aceh. Dengan demikian dalam pertarungan

Pemilukada Aceh 2012 tidak ada kandidat incumbent.

Page 15: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

15

Setidaknya ada 3 (tiga) hal yang menyertai proses tarik-menarik jadwal

Pilkada.

1. Jalur Hukum. Berbagai pihak mengajukan tuntutan kepada

Mahkamah Konsitusi dengan sejumlah dasar hukum yang menyertai.

Ada yang di tolak, namun ada juga yang dikabulkan sehingga ada

ketetapan hukum dalam pelaksanaan Pilkada di Aceh.

2. Jalur 'egosiasi. Sejumlah pihak, baik yang pro maupun yang kontra

terhadap calon perseorangan atau terhadap penentuan jadwal Pilkada

melakukan negosiasi dengan berbagai stakeholder, di pusat, maupun di

Aceh. ‘Permainan’ lobby dalam upaya negosiasi ini, ada yang tercium

media, ada yang tidak. Ada yang terlihat hasilnya, namun ada juga

yang gagal. 18

3. Jalur Kekerasan. Sejumlah aksi kekerasan yang terjadi di Aceh

selama periode 2011 hingga Januari 2012, awalnya oleh pemerintah

pusat, dalam hal ini Kemenko Polhukam dan Polri dinilai tidak ada

hubungannya dengan Pemilu Kada. Namun, pada akhirnya Presiden

SBY dan Menko Polhukam menegaskan bahwa kekerasan yang terjadi

di Aceh ada hubungannya dengan Pilkada.

18

Beberapa Fenomena yang terlihat dari hasil lobby adalah, terkuaknya ‘komitmen’ atau

kesepakatan tertulis antara Partai Aceh dengan Dirjen Otda Kemendagri yang menjamin

bahwa Pilkada akan di tunda. Namun, sampai batas waktu yang ditentukan, komitmen

tersebut tidak terbukti. Selain itu, yang dianggap fenomenal adalah, perubahan sikap

Partai Aceh yang awalnya memboikot dan menolak Pilkada, namun pada akhirnya

meminta peluang pendaftaran Pilkada dibuka kembali. Atas hal itu, jalur hukum

dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan akhirnya pada 20 Januari 2012, Partai Aceh secara

resmi mendaftarkan diri ikut dalam Pilkada.

Page 16: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

16

Ketiga hal ini saling terkait. Sudah lima kali dilakukan penundaan atau

pergeseran jadwal Pilkada.

1. 10 Oktober 2011 (belum ada dasar hukum berupa keputusan KIP)

2. 14 November 2011 (Keputusan KIP Nomor 1 tahun 2011).

3. 24 Desember 2011. (Keputusan KIP nomor 17 tahun 2011)

4. 16 Februari 2012 (Keputusan KIP Nomor 26 Tahun 2011)

5. 9 April 2012 (Keputusan KIP Nomor 31 Tahun 2012)

Walaupun tiga faktor diatas saling terkait, dalam penelitian ini, faktor

kedua, yakni jalur negosiasi yang akan dijadikan fokus penelitian ini.

1.2. Rumusan Masalah

Dari fenomena diatas, ada beberapa rumusan masalah yang akan menjadi

objek penelitian dalam Tesis ini.

1. Bagaimana proses negosiasi sehingga Partai Aceh yang menentang

keputusan MK tentang calon perseorangan berubah menjadi

menerima?

2. Siapa aktor yang terlibat dan bagaimana perannya dalam proses

negosiasi tersebut ?

3. Apa yang menjadi tawar-menawar antar pihak dalam proses negosiasi

tersebut ?

1.3. Tujuan Penelitian

Seperti halnya disebutkan dalam rumusan masalah diatas, tujuan

penelitian ini adalah untuk:

Page 17: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

17

1. Mengetahui tentang proses negosiasi baik secara formal maupun

informal dalam menyelesaikan masalah, khususnya tentang polemik

calon perseorangan, pada Pilkada Aceh.

2. Mengetahui aktor baik yang muncul di media dan berada di lingkaran

pemerintahan, maupun yang tersembunyi dan bukan dari

pemerintahan serta peran yang dilakukan oleh aktor tersebut dalam

memberikan kontribusi penyelesaian konflik Pilkada Aceh.

3. Mengetahui posisi tawar-menawar antara mereka yang berkonflik

dalam mencapai kesepakatan.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

1.4.1 Proses 'egosiasi dan Penyelesaian Perselisihan

Mencermati proses Pilkada Aceh yang pada akhirnya bisa didapat jalan

keluarnya, merupakan sebuah fakta bahwa negosiasi atau pendekatan jalur diluar

hukum menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan yang ada. Secara

terminologi negosiasi didefenisikan sebagai: The process where interested parties

resolve dispute, agree upon courses of action, bargain for individual or collective

adventage, and/or attempt to craft outcomes which serve their mutual interests.

Atau sebuah proses perundingan dua pihak yang bertikai baik sifatnya individual

maupun kolektif untuk mencari solusi penyelesaian bersama yang saling

menguntungkan.

Tentunya masih banyak definisi lain terkait dengan negosiasi, namun

hampir semuanya berujung pada sebuah definisi yang sama yakni: proses yang

menggabungkan sudut pandang yang berbeda untuk menghasilkan sebuah

Page 18: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

18

kesepakatan. Didalamnya terjadi tawar menawar dan usulan dalam memecahkan

permasalahan.

Dalam kaitan ini, negosiasi yang relevan dengan apa yang terjadi pada

fenomena Pilkada Aceh adalah teori Back Channel �egotiation (BC�). Walaupun

teori ini lebih tepat digunakan dalam hal hubungan internasional atau proses antar

negara, namun jika ditelusuri kaitan anatar Back Channel Negotiation dengan

proses penyelesaian sengketa pilkada Aceh menjadi sangat relevan dan tepat

untuk dijadikan pisau analisa.

Anthony Wanis-St. John mendefiniskan Back-channel negosiasi (BCNs)

adalah sebuah proses negosiasi yang tidak biasa, dilakukan secara rahasia antara

pihak yang bersengketa dan beroperasi secara paralel dilakukan secara rahasia

antara pihak yang bersengketa. 19

BCN dapat digambarkan sebagai "pasar gelap"

proses negosiasi, yang memberikan ruang negosiasi terpisah dimana perundingan

berlangsung secara tersembunyi. Disini Anthony Wanis memberikan contoh

bahwa sebagian pertemuan dan kesepakatan yang ditandatangani antara Israel dan

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) telah dicapai dengan menggunakan BCN,

disamping beberapa negosiasi yang juga dilakukan dikombinasikan dengan sistem

terbuka.

Lantas siapa back-channel negosiator? Anthony Wanis-St. John

menjelaskan dalam perundingan internasional, terutama yang terkait dengan

perang dan perdamaian, back-channel negosiator-nya cenderung seorang individu

19

St. John, Anthony Wanis, 2006, “In Theory Back-Channel Negotiation: International

Bargaining in the Shadows” Negotiation Journal, April, hal 119

<http://www.american.edu/sis/faculty/upload/wanis-in-theory-back-channel-

negotiation.pdf.> (diakses 20 September 2012).

Page 19: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

19

yang relatif dengan para pengambil keputusan level atas. Mereka memiliki

‘otoritas’ dalam mengeksplorasi berbagai pilihan serta mampu berkomitmen

dalam sebuah kesepakatan. Seorang perunding back-channel bisa seorang pribadi

atau individu yang memiliki akses eksklusif kepada presiden atau perdana

menteri. Negosiator BCN terkadang tanpa status resmi, namun dapat

memanfaatkan hubungan yang erat dengan para pengambil keputusan resmi dan

mendapatkan status resmi. Para negosiator back-channel lebih sering berhasil

dalam mencapai kesepakatan dibandingkan negosiator front channel menunjukkan

bahwa back channel yang lebih praktis, sementara front channel lebih teoritis.20

Disamping proses dengan menggunakan metode back channel

negotiation, metode ADR (Alternative Dispute Resolution) pada penyelesaian

pilkada Aceh juga sangat relevan. Sesaat setelah MK mengabulkan

diperbolehkannya calon perseorangan ikut dalam Pilkada, maka yang terjadi

adalah ‘sengketa regulasi’ dari masing-masing kekuatan, antara yang Pro dan

yang Kontra karena adanya perbedaan pendapat atau ketidaksesuaian.

Dalam sejarahnya, bentuk penyelesaian sengketa yang dipergunakan

banyak berorientasi pada bagaimana memperoleh kemenangan (seperti

peperangan, perkelahian bahkan lembaga pengadilan). Oleh karena kemenangan

yang menjadi tujuan utama, para pihak cenderung berupaya mempergunakan

berbagai cara untuk mendapatkannya, sekalipun melalui cara-cara melawan

hukum. Akibatnya, apabila salah satu pihak memperoleh kemenangan tidak jarang

hubungan diantara pihak-pihak yang bersengketa menjadi buruk, bahkan berubah

20

Ibid, hal 120-122

Page 20: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

20

menjadi permusuhan.Dalam perkembangannya, bentuk penyelesaian berubah

melalui cara kompromi. Cara ini dianggap lebih elegan, karena tidak ada yang

merasa dikalahkan/dirugikan.

Usaha-usaha untuk menemukan bentuk penyelesaian sengketa alternatif

ini terjadi pada saat Warren Burger (mantan Chief Justice) diundang pada suatu

konferensi yaitu Roscoe Pound Conference on the Causes of Popular

Dissatisfaction with the Administration of Justice (Pound Conference) di Saint

Paul, Minnesota. Para akademisi, pengamat hukum, serta pengacara yang

menaruh perhatian pada masalah sengketa/konflik berkumpul bersama pada

konferensi tersebut. Beberapa makalah yang disampaikan pada saat konferensi,

akhirnya disusun menjadi suatu pengertian dasar (basic understanding) tentang

penyelesaian sengketa.

Beberapa tahun berikutnya, penyelesaian sengketa alternatif atau ADR

(Alternative Dispute Resolution) mulai diterapkan secara sistematis. Hakim

seringkali memerintahkan kepada para pihak untuk ikut berpartisipasi dalam suatu

persidangan. Peraturan di pengadilan senantiasa mensyaratkan para pihak untuk

menyelesaikan kasus-kasus tertentu (seperti: malpraktek) melalui arbitrase,

bahkan di beberapa pengadilan, pihak-pihak disyaratkan untuk mencoba terlebih

dahulu menyelesaikan sengketa yang timbul diantara mereka melalui cara mediasi

sebelum menempuh jalur pengadilan 21

.

21

Nolan-Haley, Jacqueline M, (1992), Alternative Dispute Resolution in a �utshell, West

Publishing Co, St. Paul, Minnesota, USA 1992, hlm. 4-4 dikutip dari

<http://resources.unpad.ac.id/unpad-

content/uploads/publikasi_dosen/1D%20MPSA%20e.%20commerce.pdf.> (diakses 26

Januari 2012).

Page 21: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

21

Munculnya mediasi secara resmi dilatarbelakangi adanya realitas sosial

dimana pengadilan sebagai satu satu lembaga penyelesaian perkara dipandang

belum mampu menyelesaikan perkaranya sesuai dengan harapan masyarakat.

Kritik terhadap lembaga peradilan disebabkan banyak faktor, antara lain

penyelesaian jalur litigasi pada umumnya lambat (waste of time), pemeriksaan

sangat formal (folrmalistic), sangat teknis (technically), dan perkara yang masuk

pengadilan sudah overloaded. Disamping itu keputusan pengadilan selalu diakhiri

dengan menang dan kalah, sehingga kepastian hukum dipandang merugikan salah

satu pihak berperkara. Hal ini berbeda jika penyelesaian perkara melalui jalur

mediasi, dimana kemauan para pihak dapat terpenuhi meskipun tidak sepenuhnya.

Penyelesaian ini mengkedepankan kepentingan dua pihak sehingga putusannya

bersifat win-win solution.

Negosiasi dan mediasi merupakan salah satu diantara Mekanisme

Penyelesaian Sengketa Alternatif. Dalam upaya melalukan negosiasi dan mediasi,

diawali dengan proses lobby. Lobby dinilai sebagai pembuka jalan dalam proses

negosiasi. Dalam pandangan David P. Barash dan Charles P. Webel, negosiasi

dianggap membantu menyelesaikan konflik dimana pihak-pihak yang bertikai

mencari penyelesaian bagi perbedaan mereka. Untuk itu, agar membuahkan hasil,

maka negosiasi harus dipandang sebagai non-zero-sum solution, yakni solusi

tanpa kalah-menang, dimana keberhasilan di satu sisi, tidak harus diimbangi

Page 22: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

22

dengan kekalahan di sisi yang lain. Begitu pun sebaliknya. Dengan demikian yang

dicapai adalah win-win solution. 22

Dalam kajian yang lain, IDEA (Institute for Democracy and Electoral

Assistance) menyebutkan bahwa ada empat elemen kunci dalam proses negosiasi.

1. Kebuntuan yang dilihat bersama. Negosiasi biasanya cenderung terjadi

kalau kedua belah pihak melihat kebuntuan dengan cara yang sama, yang

sering disebut sebagai “skakmat yang menyakitkan”.

2. Menangkap “Peluang Kesempatan”. Kehadiran kebuntuan saja, saat itu,

tidak cukup. Ia juga bisa menghasilkan jendela kesempatan, waktu yang

“matang” untuk penyelesaian, akan tetapi waktu yang matang harus

dikenali, ditangkap dan digunakan. Konflik yang sedang berlangsung

harus secara konstan dievaluasi dan diamati untuk meyakinkan “jendela-

jendela kesempatan” tidak hilang.

3. Pentingnya kepercayaan. Musuh tidak perlu jadi kawan. Tetapi negosiasi

memang membutuhkan usaha kooperatif yang minimal.

4. Fleksibilitas. Proses negosiasi perlu tetap fleksibel. Terlalu banyak

prakondisi akan menjadi hambatan bagi dialog.23

Guna memecah kebuntuan, IDEA memberikan beberapa teknik atau

solusi. Diantaranya adalah dengan cara: Pertama, Membangun koalisi, yakni

22

Barash, D.P. dan Webel, C.P, 2002, Peace and Conflict Studies, London, SAGE Publications

hal 283

23 Haris, P dan Reilly, B (Ed), 2000, Demokrasi dan Konflik yang Mengakar: Sejumlah Pilihan

untuk �egosiator, Judul Asli Democracy and Deep-Rooted Conflict: Options for

�egotiators, Stockholm, Swedia, International IDEA hal 68.

Page 23: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

23

membangun sebuah koalisi komitmen yang kuat antara semua pihak yang

menganggap negosiasi penting. Kedua, Gunakan cara-cara tidak resmi yang dapat

melengkapi dan kadang kala menggantikan sementara cara-cara resmi. Semakin

banyak terdapat jalur tidak resmi, semakin mudah melanjutkan diskusi mengenai

masalah yang dalam forum resmi tidak dapat dinegosiasikan secara terbuka.

Ketiga, Subkelompok, Ketika halangan tertentu memacetkan negosiasi, sub-

kelompok atau sub-komite dapat membicarakan masalah tersebut secara lebih

terbuka, di luar formalitas.

Keempat, Mediasi ulang-alik, yakni Diskusi antara pimpinan sidang

atau mediator dengan masing-masing pihak secara bergantian, sehingga

memungkinkan proses penjelasan posisi tiap-tiap pihak mengenai masalah

tertentu, mengkomunikasikannya secara akurat, dan mendefinisikan keinginan dan

harapan tiap pihak mengenai masalah tersebut. 24

Dari sisi waktu dan peran, negosiasi bisa terjadi pada 3 tahapan.

Pertama, diawal ketika konflik mulai menjadi isu. Kedua, ketika negosiasi

menawarkan solusi dan atau resolusi. Dan ketiga, ketika terjadi krisis, atau ketika

tahapan satu dan kedua gagal.

Menurut Marjorie Corman Aaron seperti dikutip oleh Arbono

Lasmahadi, dalam melakukan negosiasi, seorang perunding yang baik harus

membangun kerangka dasar yang penting tentang negosiasi yang akan

dilakukannya agar dapat berhasil menjalankan tugasnya tersebut. Kerangka dasar

yang dimaksud antara lain :

24

Ibit hal 106

Page 24: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

24

1. Apakah alternatif terbaik untuk menerima atau menolak kesepakatan

dalam negosiasi ?

2. Berapa besar nilai atau penawaran minimum yang akan dapat diterima

sebagai sebuah kesepakatan ?

3. Seberapa lentur proses negosiasi akan dilakukan dan seberapa akurat

pertukaran yang ingin dilakukan

Untuk membangun kerangka dasar tersebut di atas, beberapa konsep

penting yang harus dipahami oleh seorang negosiator, yaitu :

1. BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement) = Pilihan

terbaik dari hasil sebuah negosiasi.

2. WATNA (Worst Alternative to a Negotiated Agreement) = Pilihan

terburuk dari hasil sebuah negosiasi.

3. ZOPA (Zone of Possible Agreement) = Zona dimana pihak-pihak

yang berunding dapat merumuskan kesepakatan.

4. MLATNA (Most Likely Achievement to a Negotiated Agreement) =

Hasil tertinggi yang dapat diperoleh dari sebuah negosiasi.

Mediasi merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam proses

penyelesaian perselesihan. Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu

cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang pengantara

(mediator). Mediator tidak mempunyai wewenang untuk memberikan keputusan

yang mengikat; keputusannya hanya bersifat konsultatif. Pihak-pihak yang

bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk menghentikan

perselisihan.

Page 25: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

25

Pada fenomena konflik Pilkada di Aceh yang menjadi penelitian ini,

walaupun pada akhirnya proses pelaksanaan pilkada melalui jalur hukum, yakni

keputusan Mahkamah Konstitusi sebagai dasar dan pijakan Komite Independen

Pemilihan (KIP) Aceh dalam menjalankan penyelenggaraan Pilkada, namun,

proses negosiasi dan mediasi dilaksanakan sedemikian rupa. Sehingga dicapai

sebuah hasil kompromi yang win-win solution.

1.4.2 'egosiasi pada era ‘post-conflict’

Kesepakatan Damai atau Nota Kesepahaman Perdamaian atau dikenal

dengan Memorandum of Understanding (MoU) antara pihak yang bertikai bukan

berati segalanya selesai. Benar bahwa MoU dijadikan momentum berakhirnya

konflik, namun MoU hanya sebagai pintu gerbang menuju perdamaian yang

‘sebenarnya’. Masih ada tugas yang sangat berat pada masa pasca MoU (post-

conflict peacebuilding)25

.

Bisa jadi benar apa yang diungkapkan oleh seorang ahli strategi militer

dari zaman Presia, Carl Philip Gottfried von Clausewitz bahwa To secure peace is

to prepare for war. Perang dan damai merupakan pasangan abadi dari sebuah

keping mata uang. Keberadaan yang satu menyiratkan keberadaan yang lain di sisi

25

. Anggoro, Kusnanto, 2009, Pengantar pada jurnal, POST-CO�FLICT PEACEBUILDI�G,

Naskah Akademik untuk Penyusunan Manual. Editor T Hari Prihatono, Jakarta,

ProPatria Institute, hal 4.

<http://www.propatria.or.id/loaddown/Naskah%20Akademik/4_companion-

2_academic%20paper_manual_pcpb%20edit%20kritik%20dan%20sarannya.pdf.>

(diakses 22 Agustus 2010). Dalam penelitian ini istilah yang akan digunakan adalah

post-conflict peacebuilding. Namun dalam beberapa redaksional lain menggunakan

istilah Pasca-Konflik. Atribusi “post-konflik” pada istilah “post-conflict peacebuilding”

baru muncul pada akhir 1990-an. Sebelum itu, tahapan setelah dicapainya persetujuan

damai disebut secara luas sebagai “peacebuilding”, yang bersama dengan peacemaking

(peace enforcement) dan peacekeeping, merupakan bagian penting dari strategi resolusi

konflik.

Page 26: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

26

sebaliknya. Sebuah perdamaian meski dianggap bagai jembatan emas menuju

kebahagiaan, mesti diwaspadai akan kerapuhannya yang dapat berbalik menjadi

pertikaian yang berdarah-darah.26

Dengan mengutip sejumlah sumber, Rizal Sukma melansir sebuah

kenyataan yang kerap mengganggu bagi mereka yang terlibat dan

bertanggungjawab atas penyelenggaraan post-conflict peacebuilding. Menurut

Rizal, fakta menyebutkan bahwa sekitar 50 persen konflik yang telah diselesaikan

secara politik, terulang kembali dalam kurun waktu sepuluh tahun. Sementara itu,

berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 30 persen konflik

kembali terjadi dalam kurun waktu lima tahun. Doyle dan Sambanis bahkan

menemukan bahwa untuk periode 1945-1999, sekitar 30 persen konflik kembali

terjadi hanya dalam kurun waktu dua tahun. Data demikian menunjukkan bahwa

berakhirnya sebuah konflik tidak secara otomatis melahirkan sebuah

perdamaian.27

Dalam kajian lain, bahaya yang lebih besar mengancam jika perjanjian

yang telah dicapai tidak dapat dipertahankan, daripada jika ia tidak pernah dicapai

sama sekali. Konsekuensi kegagalan mungkin menyebabkan hilangnya

26

LIPI Press, 2006, Editorial Jurnal; “Ambiguitas Perdamaian”, Pusat Penelitian Politik, Year

Book 2006, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, LIPI Press, Jakarta,

Hal v

27 Sukma, Rizal, 2009, “Stabilisasi dan Pemulihan Pasca Konflik” dalam POST-CO�FLICT

PEACEBUILDI�G, Naskah Akademik untuk Penyusunan Manual, Editor T Hari

Prihatono, Jakarta, ProPatria Institute, hal 57.

Page 27: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

27

kepercayaan dan saling menyalahkan antar pihak-pihak yang ada. Kondisi seperti

ini akan mengacaubalaukan seluruh proses (implementasi). 28

Ancaman kembalinya konflik kekerasan merupakan hantu yang amat

menakutkan. Dalam berbagai kajian disebutkan bahwa kembalinya konflik

kekerasan (conflict reemergence, conflict relapse) membawa konsekuensi yang

kerap kali tak tertanggungkan. Selain konsekuensi fisik, misalnya jatuhnya korban

yang tidak perlu, kembalinya konflik dipastikan memperkeruh suasana,

menghapus kesalingpercayaan, dan kian mengguratkan luka yang semakin dalam.

Akumulasi dari sejunlah persoalan itu menyebabkan konflik seringkali memasuki

ruang baru yang lebih menjauhkan tujuan-tujuan perdamaian jangka panjang. 29

Ted Robert Gurr menegaskan bahwa kesepakatan damai biasanya

mampu meredam konflik bersenjata, namun pertikaian dapat terus berlangsung

selama waktu implementasi kesepakatan atau sampai beberapa tahun setelah itu.

Konflik bersenjata dapat terus berlangsung dan berkepanjangan bahkan setelah

kesepakatan damai ditandatangani. 30

28

Carlos Santiso, Peter Harris, dan David Bloomfield, 2000, “Memelihara Perjanjian

Perdamaian”, dalam Peter Harris dan Ben Reilly (Ed), op cit, Hal 347. Dalam kajian

IDEA ada beberapa contoh yang dikemukakan. Misalnya di Anggola dimana

konsekuensi dari kegagalan Persetujuan Bicesse, ketika Jonas Savimbi menolak untuk

menerima hasil pemilihan umum pertama pasca-konflik pada tahun 1992 dan

mengumumkan perang sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan dengan kekuatan

senjata, menyebabkan kematian 300.000 penduduk. Contoh lain di Rwanda pada tahun

1994, dimana ekstrimis Hutu menolak perjanjian damai Arusha; konsekuensinya adalah

pembantaian massal sekitar satu juta penduduk Rwanda.

29 Kusnanto Anggoro, op cit, hal 6

30 Gurr, Ted Robert, 2000, The Challenge of Resolving Ethnonational Conflicts, dalam Peoples

versus States, Minorities at Risk in the �ew Century, Washington, D.C, United States

Intitute Of Peace Press, hal 197. Ada sejumlah contoh yang dikemukakan oleh Gurr.

Kelompok Basque di Spanyol, misalnya. Mereka telah memperoleh perluasan wilayah

otonomi regional, namun separatis ETA tetap melanjutkan aksi teror mereka dalam

Page 28: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

28

Dalam penelitian itu Gurr berkesimpulan konflik bersenjata bisa

berlangsung dan kembali terjadi pada 13 dari 30 negara yang mengalami konflik

dimana para tokoh/pihak yang bertikai menganggap mereka telah mencapai

kesepahaman. Resiko adanya pemberontakan baru akan semakin serius bilamana

kesepakatan/perjanjian damai yang baru dicapai tidak secara penuh

diimplementasi. 31

Dalam studinya, Dan Smith mengidentifikasikan empat penyebab utama

pengulangan konflik. Pertama, konflik terulang kembali karena tidaknya adanya

kesungguhan dari pihak-pihak yang bertikai untuk menyelesaikan konflik. Kedua,

karena adanya kekecewaan dari salah satu atau lebih pihak yang bertikai ketika

apa yang diharapkannya dari perdamaian tidak tercapai. Misalnya, ada pihak yang

bersedia menandatangani penghentian konflik bersenjata karena yakin akan

menang dalam pemilu. Namun, ketika harapan itu tidak terwujud, maka pihak

tersebut akan kembali memulai konflik bersenjata. Alasan ketiga adalah

perpecahan internal dalam salah satu kelompok yang bertikai, yang kemudian

melahirkan kelompok sempalan, yang terus melanjutkan konflik bersenjata.

tuntutan untuk merdeka secara penuh sampai dengan tahun 1998. Di akhir tahun 1999,

dalam penelitian Gurr tersebut ditemukan 4 dari 30 negara mengalami konflik

dikarenakan adanya kelompok yang memberontak yang menolak implementasi

kesepakatan (MoU), seperti di Palestina dan kelompok militan pro Indonesia di Timor

Leste. Di sejumlah negara lainnya, konflik senjata masih terus terjadi bahkan sampai 10

(sepuluh) tahun tercapainya kesepahaman atau perjanjian damai. Konflik di Philipina

Selatan, misalnya. Disana ada kelompok pergerakan yang memberontak menuntut

adanya implementasi secara penuh terhadap kesepakatan damai di tahun 1996 yang

sebetulnya telah disepakati oleh kebanyakan masyarakat muslim di Mindinao. Contoh

lain di Sudan, kesepakatan yang dicapai mampu berlangsung damai selama 1 dekade,

namun, selanjutnya terjadi pemberontakan baru.

31 Ibid hal 203.

Page 29: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

29

Alasan keempat adalah tidak tertanganinya penyebab utama konflik yang bersifat

struktural, seperti ketidakadilan dan kemiskinan. 32

Ukuran keberhasilan masa post-conflict masih menjadi perdebatan

diantara para pengamat. Praktek internasional yang hanya memberi waktu sekitar

2-3 tahun kerapkali dianggap tidak cukup untuk membuahkan perubahan sosial

politik yang kondusif untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Roland

Paris menyarankan ”dua kali siklus pemilihan umum”,

atau antara 8-10 tahun.33

Dalam analisis Kusnanto Anggoro, tak ada rentang waktu pasti tentang

hal ini, kecuali untuk sekedar ancangan dalam menyusun program-program kerja.

Kurun waktu 3-7 tahun adalah periode yang ditetapkan sebagai masa yang cukup

memadai untuk menyelanggarakan post-conflict peacebuilding karena sejumlah

alasan. Pertama, pengalaman dari proses resolusi konflik kekerasan yang terjadi

di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa periode tersebut merupakan

periode yang paling rawan terhadap kemungkinan terjadinya kembali konflik

kekerasan (conflict relapse). Kedua, dari segi dinamika politik, tahun ke-3 dan

tahun ke-7 merupakan median dari dua siklus pemerintahan yang berurutan;

sehingga memburuknya suasana, kalau terjadi, seharusnya dapat diantisipasi

dengan berbagai kebijakan politik. Pilihan apakah rejim postconflict

peacebuilding akan lebih mengedepankan pendekatan keamanan atau pendekatan

politik harus ditetapkan melalui proses itu. 34

32

Rizal Sukma, op cit, hal 57

33 Kusnanto Anggoro, op cit, hal 7

34 Ibid hal 8

Page 30: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

30

Sejumlah analisa yang dikemukakan diatas sangat relevan dengan apa

yang terjadi di Aceh saat ini. Baik tentang rentannya konflik berulang pasca-MoU

terjadinya konflik di internal Gerakan Aceh Merdeka (GAM), maupun prediksi

waktu munculnya konflik, yakni satu kali putaran pemilu, atau sekitar 6 (enam)

tahun. Perang ‘statement’ antara dua kubu yang pro dan kontra calon

perseorangan, antara daerah (Aceh) dan pusat, munculnya gerakan adu kekuatan

berupa penggalangan massa, ancaman menginternasionalisasi konflik dengan

mengadukan ke Uni Eropa, bahkan munculnya korban jiwa menjadi indikator

jelas bahwa konflik (baru) terjadi kembali.

Contoh ‘perang statement’ tersebut adalah mantan GAM mengatakan

bahwa untuk kesekian kalinya pemerintah pusat melakukan kebohongan (seperti

halnya pada konflik-konflik sebelumnya yang terjadi di Aceh- pra Gerakan Aceh

Merdeka 1976) dan tidak berkomitmen terhadap kesepakatan damai MoU

Helsinki. Disisi lain, pemerintah pusat menganggap DPRA (yang didominasi oleh

mantan GAM) tidak menghormati konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

Mencermati siklus konfik yang rentan terjadi di wilayah bekas konflik,

maka dibutuhkan proses negosiasi jika diantara pihak-pihak yang terlibat dalam

mengisi perdamaian masih terjadi perbedaan yang berujung pada munculnya

konflik baru. Pendekatan negosiasi secara tertutup dan rahasia menjadi salah satu

solusinya.

Page 31: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

31

1.4.3 'egosiasi dan Kekerasan

Kekerasan baik yang terjadi secara nyata maupun sebagai sebuah

ancaman menjadikan alat yang efektif untuk mendatangkan kepatuhan. Pesan

yang terkandung dalam di dalam ancaman berisi informasi yang lebih banyak

mengenai konsekuensi yang akan terjadi 35

. Dengan kata lain, munculnya

kekerasan dan ancaman sebagai bagian dari bargaining dalam melakukan

negosiasi.

Mengutip pendapat Pilar dan Aggestam & J nsson, Kristine Hoglund

mengatakan bahwa berakhirnya perang dapat dilihat sebagai proses tawar-

menawar. Ada tiga hal yang dikemukakan oleh Hoglund tentang kekerasan dan

negosiasi. Pertama, insiden kekerasan dapat mempengaruhi proses negosiasi.

Tindakan kekerasan dapat menyebabkan salah satu pihak untuk menarik atau

melanjutkan mendukung negosiasi. Misalnya, pada Juni 1992, Kongres Nasional

Afrika (ANC) memutuskan hubungan resmi dengan pemerintah dalam

menanggapi pembantaian ANC-pendukung di Boipatong di selatan Transvaal.

Akibatnya, pembicaraan di Afrika Selatan hanya bisa dilanjutkan setelah

keterlibatan PBB dan kekerasan tambahan.

Kedua, kekerasan dapat mempengaruhi pihak yang sedang bernegosiasi.

Bom yang meledak di kota Omagh, Co Tyrone, Irlandia Utara pada tanggal 15

Agustus 1998 dimana kelompok IRA mengakui bertanggung jawab atas serangan

tersebut, memberikan ilustrasi contoh ketika kedua belah pihak bereaksi terhadap

insiden kekerasan. Bom tersebut menewaskan 29 orang dari kedua komunitas.

35

Pruitt, D.G. dan Rubbin, J.Z, 2004, Teori Konflik Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, hal 122-

123.

Page 32: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

32

Akibatnya kedua belah pihak bergabung untuk mengutuk serangan itu. Selain itu,

Pemerintah Inggris dan Irlandia menanggapi pemboman tersebut sebagai langkah

bersama untuk melawan terorisme.

Ketiga, kekerasan dapat mempengaruhi keterlibatan aktor eksternal untuk

negosiasi. Meskipun aktor eksternal mungkin tidak terlalu berpengaruh, namun

pengaruh mereka secara tidak langsung dapat melemahkan atau memperkuat

proses perdamaian dengan menarik atau meningkatkan dukungan untuk

negosiasi36

.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kekerasan didefiniskan

sebagai perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cidera atau

matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain.

Dalam kompleksitas motivasi manusia, Menurut T. Robert Gurr, seorang pakar

resolusi konflik mengatakan bahwa para neurofisiologis menemukan dua sistem

hasrat (appetitive system) besar sebagai pembentuk motivasi yang terjadi pada

manusia.

Pertama stimulasi yang menghasilkan perasaan gembira, kepuasan, dan

cinta. Kedua, stimulasi yang menghasilkan sensasi kecemasan, teror, depresi, dan

kemarahan. Perasaan-perasaan ini mewarnai persepsi manusia dan mendorong

tindakan-tindakannya. Frustasi yang dialami manusia kemungkinan akan

menimbulkan tindakan agresi. Hubungan frustasi-agresi menyebabkan terjadinya

36

Kristine Hoglund , 2001, “VIOLENCE — CATALYST OR OBSTACLE TO CONFLICT

RESOLUTION? SEVEN PROPOSITIONS CONCERNING THE EFFECT OF

VIOLENCE ON PEACE NEGOTIATIONS”

<http://www.pcr.uu.se/sdigitalAssets/18/18597_UPRP_No_3.pdf>, (diakses 3 Oktober

2012).

Page 33: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

33

dinamika psikologis untuk hubungan antara intensitas deprivasi dan potensi bagi

kekerasan kolektif. Deprivasi relatif (relative deprivation) menurut Gurr adalah

istilah yang digunakan untuk menyatakan ketegangan yang terjadi akibat suatu

kesenjangan antara yang harus menjadi (ought) dan yang menjadi (is) dalam

kepuasan nilai kolektif, dan yang mendorong manusia untuk melakukan

kekerasan37

.

Dengan kata lain Gurr hendak mengatakan bahwa penyebab utama

terjadinya kekerasan adalah karena ketidakpuasan. Sementara Johan Galtung

menyimpulkan bahwa kekerasan adalah segala sesuatu yang menyebabkan orang

terhalang untuk mengaktualisasikan potensinya secara wajar. Galtung

menambahkan bahwa penghalang itu adalah sesuatu yang dapat dihindarkan.

Dengan kata lain, kekerasan dapat dihindarkan kalau penghalang itu

disingkirkan38

.

Lebih detail lagi Johan Galtung (1981), mengelompokkan kekerasan

menjadi empat bagian.

1.4.3.1 Kekerasan langsung (direct violence): Tindakan yang menyerang

secara fisik atau psikologis seseorang secara langsung. Dengan kata

lain, kekerasan yang terjadi berupa kontak langsung antara pelaku

37

Thomas Susanto (ed), 2002, Teori-Teori Kekerasan, Jakarta: Ghalia Indonesia dan Universitas

Kristen Petra, hal. 64 dan 65.

38

Galtung, Johan, 1980, The True Worlds: A Transnational Perspective, New York, The Free

Press, Hal 67, dikutip dari Bambang Suswanto, Sunyoto Usman, dan Lambang Trijono,

dalam “Kerusuhan Sosial: Kasus Pemilihan Kepala Desa Sirau Purbalingga”. Program

Studi Ketahanan Nasional Program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada. Jurnal

Sosiohumanika, nomer 3, Volume XIII, Tahun 2000. Hal, 546. <http://i-

lib.ugm.ac.id/jurnal/jurnal.php?jrnlId=94.> (diakses 3 Februari 2012).

Page 34: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

34

dan korban. Kekerasan ini meliputi pemusnahan etnis, kejahatan

perang, pengusiran paksa, serta perkosaan dan penganiayaan.

Kekerasan langsung mengancam HAM, khususnya hak untuk

hidup.

1.4.3.2 Kekerasan tak langsung (indirect violence); Tindakan yang

membahayakan manusia, bahkan sampai membunuh, namun tidak

melibatkan hubungan langsung antara korban dan pihak (orang,

masyarakat atau institusi) yang bertanggung jawab atas tindakan

kekerasan tersebut. Dalam arti kekerasan yang terjadi melalui

sebuah mendium, tidak secara langsung mengenai korban baik

secara fisik maupun psikologis.

Ada dua jenis kekerasan tak langsung.

1. Kekerasan karena kelalaian (violence by ommision) Yakni

kekerasan yang menyebabkan seseorang dalam bahaya dan

tidak ada orang yang menolongnya. Jenis kekerasan ini

meliputi kekerasan sosial (misalnya distribusi makanan yang

tidak merata) dan ’kekerasan bisu’ (misalnya kelaparan).

2. Kekerasan perantara (mediated violence). Yakni kekerasan

yang merupakan hasil dari intervensi manusia secara sengaja

terhadap lingkungan alam atau sosial yang membawa pengaruh

secara tidak langsung pada manusia lain. Salah satu bentuk

kekerasan perantara yaitu ecocide (tindak penghancuran,

mengganggu dan perusakan lingkungan alam karena

Page 35: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

35

mengganggu kesehatan, menyebabkan manusia menderita dan

sengsara.

1.4.3.3 Kekerasan represif; Kekerasan yang dilakukan dengan

mengekang kebebasan hak-hak seseorang, yang meliputi

pencabutan hak-hak dasar selain hak untuk hidup dan hak untuk

dilindungi dari kecelakaan. Kekerasan represif terkait dengan tiga

hak dasar, yaitu hak sipil, hak politik dan hak sosial.

1.4.3.4 Kekerasan alienatif; Kekerasan yang mengakibatkan seseorang

terasingkan dengan lingkungannya. Mencakup pencabutan hak-hak

individu yang lebih tinggi, misalnya hak perkembangan emosional,

budaya atau intelektual. Jenis kekerasan ini penting untuk

menegaskan bahwa keberadaan manusia juga membutuhkan

pemenuhan kebutuhan-kebutuhan non-materi. Salah satu bentuk

kekerasan ini adalah ethnocide, yaitu kebijakan atau tindakan yang

betul-betul mengubah kondisi material atau sosial menjadi di

bawah satu identitas kultural kelompok tertentu. 39

Analisa lain tentang kekerasan adalah dari Don R. Bowen dan Louis H.

Masotti. Menurutnya kekerasan sipil (civil violence) adalah suatu kekerasan yang

bertujuan untuk melakukan perlawanan secara langsung terhadap orang-orang,

barang-barang yang merupakan simbol-simbol dari politik pemerintahan sipil.

39

Nugroho, Amar Benni, 2011, <http://amarbenninugroho.blogspot.com/2011/11/jenis-jenis-

kekerasan.html.> (diakses 8 Januari 2012).

Page 36: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

36

Ada dua hal yang menjadi penyebab kekerasan sipil ini. Pertama,

perasaan tidak puas antara apa yang diperoleh dengan apa yang dicita-citakan atau

apa yang diharapkan tidak sesuai. Dengan kata lain, ada jarak atau perbedaan

antara kenyataan dengan keinginan. Kedua, adanya konflik kelompok yang

merupakan hasil dari perjuangan kelompok dalam masyarakat, sehingga

menimbulkan perpecahan dalam masyarakat. Seperti etnis, ras, agama, pembagian

wilayah, kepemimpinan dan sebagainya.

Sikap saling menyerang satu sama lain merupakan cermin perbedaan

sosial yang menimbulkan kekerasan sipil. Dengan adanya konflik antar kelompok,

maka kekerasan menjadi semakin meningkat. Dan Penyebab yang mendasar

kekerasan sipil adalah adanya pemerintahan yang kehilangan legitimasi. Kalaupun

legitimasi itu masih ada, maka kekerasan sipil yang ada berupa kerusuhan sosial.

Untuk menyelesaikan kekerasan sipil ini, pemerintah harus memiliki kapasitas

sistem yang berhubungan dengan kemampuan untuk merespon kekerasan sipil ini

dengan kekuatan melakukan perubahan 40

.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dibatasi pada dua aspek. Pertama; dari sisi waktu, rentang

penelitian ini adalah 30 Desember 2010 sampai dengan 7 Maret 2012 atau 434

hari. Hal ini didasarkan pada waktu dikabulkannya calon perseorangan oleh

Mahkamah Konstitusi (MK) pada tanggal 30 Desember 2010 hingga 7 Maret

40

Suswanto, Bambang (ett al), op cit, hal 548-549

Page 37: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

37

2012 sebagai keputusan resmi KIP menetapkan pasangan dari Partai Aceh ikut

dalam Pemilihan Kepala Daerah Aceh 2012.

Kedua; dari sisi cakupan, walaupun hasil keputusan MK dan Keputusan

KIP berlaku untuk pemilihan kepala daerah untuk propinsi dan kabupaten

kota/kota se Aceh, namun penelitian ini dibatasi hanya untuk pemilihan Gubernur

dan Wakil Gubernur Aceh.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis dan metode deskriptif kualitatif yang

bertujuan menggambarkan realitas sosial yang kompleks dengan menerapkan

konsep-konsep teori yang telah dikembangkan oleh ilmuwan sosial. 41

Dilihat dari segi pengumpulan data, penelitian ini dapat digolongkan

sebagai penelitian lapangan (field research) yang dilakukan dengan mengamati

secara langsung terhadap gejala sosial yang diteliti dengan teknik sampel

bertujuan (purposive sampel) dengan cara wawancara, dan mengkaji data

sekunder berupa literatur seperti buku, makalah atau dokumen.

Dalam penelitian ini teknik validitas data yang digunakan adalah teknik

triangulasi. Teknik ini merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data tersebut.

41

Vrendeberght, 1979, Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat, Jakarta, PT Gramedia hal 34.

Page 38: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

38

1.7 Kerangka Penulisan

Bab I: Pendahuluan

1.1. Latar belakang

1.2. Rumusan masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1.6. Metode penelitian

Bab II: Kilas Balik Perdamaian Aceh

2.1. Lahirnya Undang-Undang Pemerintahan Aceh

2.2. Pemilu Kada Aceh pertama pada masa Damai (2006)

2.3. Lahirnya Partai-Partai Lokal

2.4. Pemilihan Umum Legislatif & Presiden Tahun 2009 di Aceh

Bab III: Urgensi Partisipasi Politik Partai Aceh pada Pilkada 2012

Bab IV: Dinamika 434 Hari : Dari Keputusan MK hinggaKeputusan

KIP Menetapkan PA Ikut Pilkada Aceh

4.1 Setelah Partai Aceh Umumkan Calonnya

4.2 Konflik KIP dan Gubernur versus DPRA

4.3 Jakarta Turun Tangan

4.4 Tuntutan Hukum

4.5 Negosiasi

4.6 Dinamika Politik yang Begitu Cepat

4.7 Partai Aceh Akhirnya Mendaftar dan Lolos

4.8 Faktor Kekerasan yang Mengiringi

4.9 Institusi yang Terlibat

Page 39: Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/71156/potongan/S2-2012... · penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah tahun 2012. 3 Tentang proses pembentukan

39

Bab V: Proses 'egosiasi Pilkada Aceh. - Proses Perubahan Sikap PA

Pada Pilkada Aceh 2012

5.1 Masalah Internal

5.2 Negosiasi Formal

5.3 Negosiasi Informal

5.4 Jalur Hukum dan Fenomena Kekerasan

BabVI: Penutup

5.1 “Insight” dan “Lessons Learned”

5.2 Up Date Pilkada Aceh

5.3 Rekomendasi

Daftar Pustaka

Lampiran-Lampiran