bab i pendahuluan . latar...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Warisan budaya merupakan sumber informasi yang membawa pesan masa lalu untuk generasi masa kini dan masa yang akan datang. Warisan budaya antara lain menginformasikan bentuk-bentuk tinggalan budaya yang berupa perangkat- perangkat simbol / lambang. Menurut Ahimsa-Putra ( 2004, 23 - 27) ada empat bentuk simbol / lambang yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai peninggalan budaya. Simbol / lambang peninggalan budaya yang dimaksud adalah: 1. Pertama yaitu benda-benda fisik atau material culture yang mencakup seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat besar. 2. Kedua yaitu pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat- istiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua meliputi hal-hal keseharian, seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa, hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah komunitas. 3. Ketiga adalah sistem nilai atau pandangan hidup yang berupa falsafah hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang atau memaknai lingkungan sekitarnya.

Upload: lythuan

Post on 08-Jun-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Warisan budaya merupakan sumber informasi yang membawa pesan masa

lalu untuk generasi masa kini dan masa yang akan datang. Warisan budaya antara

lain menginformasikan bentuk-bentuk tinggalan budaya yang berupa perangkat-

perangkat simbol / lambang. Menurut Ahimsa-Putra ( 2004, 23 - 27) ada empat

bentuk simbol / lambang yang dapat diidentifikasi dan dikategorikan sebagai

peninggalan budaya. Simbol / lambang peninggalan budaya yang dimaksud

adalah:

1. Pertama yaitu benda-benda fisik atau material culture yang mencakup

seluruh benda-benda hasil kreasi manusia, mulai dari benda-benda

dengan ukuran yang relatif kecil hingga benda-benda yang sangat

besar.

2. Kedua yaitu pola-pola perilaku yang merupakan representasi dari adat-

istiadat sebuah kebudayaan tertentu. Bentuk kedua meliputi hal-hal

keseharian, seperti pola makan, pola kerja, pola belajar, pola berdoa,

hingga pola-pola yang bersangkutan dengan aktivitas sebuah

komunitas.

3. Ketiga adalah sistem nilai atau pandangan hidup yang berupa falsafah

hidup atau kearifan lokal dari suatu masyarakat dalam memandang

atau memaknai lingkungan sekitarnya.

2

4. Wujud yang keempat adalah lingkungan yang dapat menjadi bagian

dari tinggalan budaya oleh karena lingkungan memainkan peran

sebagai bagian yang tak terpisahkan bagi terciptanya kebudayaan itu

sendiri.

Sayangnya, tidak semua orang dapat memaknai warisan budaya yang merupakan

akar dari kebudayaan yang berkembang saat ini. Kenyataan ini salah satunya

disebabkan karena ketidaktahuan masyarakat tentang kebudayaan para

pendahulunya. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk menyebarluaskannya,

salah satu caranya dapat ditempuh dengan memanfaatkan warisan budaya sebagai

sarana pariwisata (Nuryanti, 1996).

Pemanfaatan warisan budaya sebagai objek wisata telah berkembang

menjadi “industri”1 pariwisata yang marak di dunia. Mengingat bahwa warisan

budaya harus tetap lestari dalam pemanfaatannya, diperlukan manajemen yang

tepat dalam penanganannya. Manajemen ini bertujuan menyeimbangkan antara

kelestarian objek dan perkembangannya, dalam usaha memenuhi kebutuhan

pengunjung dalam menikmati objek. Kelestarian suatu warisan budaya sangat

perlu untuk tetap dijaga, mengingat bahwa warisan budaya merupakan aset yang

sangat spesial dan istimewa dan harus terus dapat disaksikan sebagai bukti adanya

identitas suatu bangsa. Warisan budaya yang memiliki kriteria-kriteria khusus

dapat ditetapkan sebagai warisan budaya dunia. UNESCO dalam Konvensi

Warisan Dunia di Paris tahun 2005 menetapkan 10 kriteria untuk mengkaji nilai

1 Kusudianto, 1996: Industri pariwisata adalah suatu susunan organisasi, baik pemerintah maupun

swasta yang terkait dalam pengembangan, produksi, dan pemasaran produk suatu layanan yang

memenuhi kebutuhan dari orang yang sedang bepergian.

3

universal yang luar biasa dari sebuah situs sebagai syarat untuk dapat ditetapkan

sebagai warisan dunia. Kriteria-kriteria tersebut adalah:

1. Mewakili karya agung (masterpiece) dari kejeniusan kreativitas manusia,

2. Menunjukkan adanya pertukaran nilai-nilai kemanusiaan yang penting,

selama jangka waktu tertentu atau dalam wilayah tertentu, terkait dengan

perkembangan dunia arsitektur atau teknologi, kesenian yang monumental,

perencanaan kota atau desain lansekap,

3. Mengandung bukti atas keunikan atau setidaknya kehebatan atas sebuah

tradisi budaya atau sebuah peradaban yang masih hidup atau yang telah

punah,

4. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah tipe bangunan, karya

arsitektural atau teknologi atau lansekap yang melukiskan tahapan penting

dari sejarah umat manusia,

5. Merupakan contoh yang luar biasa dari sebuah permukiman tradisional,

tata guna lahan, atau tata guna laut yang merupakan representasi dari

sebuah kebudayaan (atau beragam kebudayaan), atau interaksi manusia,

6. Mempunyai kaitan langsung atau nyata dengan kejadian atau tradisi yang

hidup, dengan ide, atau dengan kepercayaan, dengan karya artistik dan

sastra yang mempunyai signifikansi universal yang luar biasa,

7. Mengandung fenomena alam yang luar biasa hebat atau kawasan dengan

keindahan alam yang sangat menakjubkan dengan nilai estetika yang

tinggi,

4

8. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili tahapan-tahapan penting dari

sejarah bumi, meliputi catatan tentang kehidupan, proses geologis penting

yang sedang berlangsung dalam perkembangan bentuk tanah atau unsur

geomorfik dan fisiografik yang penting,

9. Merupakan contoh luar biasa yang mewakili proses ekologis dan biologis

yang penting dalam evolusi dan perkembangan ekosistem terestrial, air

tawar, pantai dan kelautan dan komunitas tumbuhan dan hewan, dan

10. Mengandung habitat alam terpenting untuk konservasi in-situ dari

keanekaragaman hayati termasuk yang mengandung spesies yang

terancam, yang memiliki nilai universal yang luar biasa dari sudut pandang

ilmu pengetahuan alam atau konservasi.

Supaya dapat dianggap memiliki nilai universal yang luar biasa, sebuah warisan

budaya juga harus memenuhi persyaratan tertentu. Persyaratan yaang dimaksud

berkaitan dengan integritas dan / atau otentisitas dan harus mempunyai sistem

perlindungan dan pengelolaan uang yang memadai untuk memastikan upaya

pelestariannya.

Warisan budaya yang ditetapkan menjadi warisan dunia membuat

masyarakat menjadi lebih tertarik untuk berkunjung. Ketertarikan ini

menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan semakin meningkat dari waktu ke

waktu. Sejalan dengan meningkatnya jumlah pengunjung, maka meningkat pula

permasalahan yang berkaitan dengan manajemen, terutama kebutuhan untuk

menjaga keseimbangan kegiatan konservasi dan pariwisata (Leask, A., &

Yeoman, I, 1999). Menciptakan dan menjaga keseimbangan antara pelestarian dan

5

pemanfaatan memang tidak mudah karena cara yang digunakan untuk kedua hal

tersebut sering tidak sejalan. Pada kegiatan pelestarian, konservator berpendapat

bahwa pelestarian merupakan hal yang paling penting, sedangkan wisatawan

berkeinginan untuk memanfaatkan situs sebagai objek untuk mendapatkan

pengalaman baik yang berkaitan dengan pengetahuan maupun rekreasi. Cara yang

paling tepat untuk menjembatani kedua hal tersebut adalah dengan menerapkan

Cultural Resource Management (CRM). CRM merupakan upaya pengelolaan

Sumber Daya Budaya dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan banyak

pihak yang masing-masing pihak seringkali bertentangan. Kinerja CRM

cenderung lebih menekankan pada upaya pencarian solusi terbaik dan terbijak

agar kepentingan berbagai pihak tersebut dapat terakomodasi secara adil

(Tanudirjo, 1998:15). Tahapan-tahapan yang dilaksanakan sebagai langkah

penerapan CRM adalah identifikasi masalah dan potensi, penyusunan model

solusi, dan yang terakhir pemantauan dan evaluasi (Tanudirjo, dkk, 2004:19).

Penerapan CRM pada sebuah warisan budaya seyogyanya dapat

memenuhi kepentingan semua pihak yang terkait antara lain pengunjung,

masyarakat sekitar, para pelestari dan pemerhati budaya baik pemerintah maupun

swasta, dan pengelola. Salah satu objek pembahasan dalam tulisan ini kaitannya

dengan penerapan tahapan CRM yang terakhir yaitu evaluasi manajemen yang

dilakukan di Kompleks Candi Prambanan2 sebagai Situs Warisan Dunia.

Kompleks Candi Prambanan telah terdaftar dalam World Heritage List

nomor 642 tahun 1991 dan dimanfaatkan sebagai objek wisata yang menarik

2 Kompleks Candi Prambanan dalam tulisan ini adalah kelompok candi yang terdiri dari Candi

Siwa, Candi Wisnu, Candi Brahma, serta candi apit dan candi perwara di sekitarnya.

6

perhatian banyak wisatawan baik dari dalam maupun luar negeri. Pemanfaatan

sebagai objek wisata dikelola oleh PT. Taman Wisata Candi Borobudur,

Prambanan dan Ratu Boko (PT.TWCBPRB) yang merupakan salah satu Badan

Usaha Milik Negara. Dalam hal pelestariannya wewenang dipegang oleh Balai

Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta (BPCB DIY). Dua institusi tersebut

mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berbeda terhadap Kompleks Candi

Prambanan. Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata

No.PM.37/OT.001/MKP-2006, tanggal 7 September 2006 dan perubahan

Peraturan Menteri tersebut dengan Nomor PM.35/HK.001/MKP-2008, tanggal 9

September 2008 Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) mempunyai

tugas pokok yaitu melaksanakan pemeliharaan, perlindungan, pemugaran,

pendokumentasian, bimbingan, dan penyuluhan mengenai peninggalan sejarah

dan purbakala beserta situs-situsnya, sedangkan fungsinya adalah:

1. Pengelolaan dan pemanfaatan peninggalan purbakala, bergerak maupun

tidak bergerak serta situs peninggalan arkeologi bawah air;

2. Pelaksanaan perlindungan peninggalan purbakal, bergerak maupun tidak

bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang

tersimpan di ruangan;

3. Pelaksanaan pemugaran peninggalan purbakala bergerak maupun tidak

bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang

tersimpan di ruangan;

7

4. Pelaksanaan dokumentasi peninggalan purbakala bergerak maupun tidak

bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan maupun yang

tersimpan di ruangan;

5. Pelaksanaan penyidikan dan pengamanan peninggalan purbakala bergerak

maupun tidak bergerak serta situs termasuk yang berada di lapangan

maupun yang tersimpan di ruangan;

6. Pelaksanaan pemberian bimbingan/penyuluhan terhadap masyarakat

tentang peninggalan sejarah dan purbakala;

7. Pelaksanaan penetapan benda cagar budaya bergerak di wilayah kerja

Balai Pelestarian;

8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai Pelestarian.

PT. TWCBPRD, menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 tentang Pengelolaan

Borobudur dan Prambanan pasal 8 ayat 2 disebutkan bahwa:

” PT. TWCBPRB dapat melakukan pengelolaan pada zona 2 juga

melakukan pemanfaatan dan pemeliharaan ketertiban serta kebersihan

zona 1 beserta candinya sebagai objek dan daya tarik wisata berdasarkan

petunjuk teknis Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan selaku instansi yang menguasai, mengelola dan

bertanggung jawab atas candi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku”.

Menurut Kepres No. 1 Tahun 1992 Bab II Pasal 4 dan 5, zona satu merupakan

lingkungan kepurbakalaan yang diperuntukkan bagi perlindungan dan

pemeliharaan kelestarian lingkungan fisik candi. Zona dua merupakan kawasan di

sekeliling zona 1 di masing-masing candi. Zona ini diperuntukkan bagi

pembangunan taman wisata sebagai tempat kegiatan kepariwisataan, penelitian,

kebudayaan, dan pelestarian lingkungan candi. Tugas pokok dan fungsi itu

8

berbeda dengan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala yang lebih pada

pelestarian. Adanya perbedaan tugas, fungsi dan tujuan masing-masing institusi

tersebut, maka tulisan ini akan membahas dan mengevaluasi tentang manajemen

pariwisata khususnya manajemen pengunjung yang diterapkan oleh PT.

TWCBPRB dalam kaitannya dengan pelestarian Kompleks Candi Prambanan.

Peta 1. Peta Zonasi Kompleks Candi Prambanan (Sumber: BP3 DIY, 2011)

Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu objek wisata warisan dunia

yang telah dikenal oleh masyarakat luas baik dari dalam maupun luar negeri.

Berdasarkan prasasti Sivagrha yang berangka tahun 856 M, candi ini dibangun

oleh Rakai Pikatan dan dipersembahkan untuk Dewa Siwa. Kompleks Candi

Prambanan sebagai objek wisata warisan budaya dunia, melalui pengelolaannya

9

diharapkan mampu memfasilitasi pengunjung untuk memperoleh pengalaman

yang berharga. Pengalaman itu adalah kesempatan untuk memahami dan

menghargai arti penting objek dan sesuatu yang terkandung di dalamnya secara

keseluruhan. Masyarakat dapat memperoleh informasi tentang nilai sejarah,

manusia dan kehidupannya pada masa lampau, serta keanekaragaman budayanya

melalui warisan. Selain itu, fasilitas yang dikembangkan juga harus mampu

membantu pengunjung merasa sebagai bagian dari tempat yang dikunjungi.

Pendapat Papson seperti yang dikutip oleh Hall (1999) menyebutkan

bahwa dari sekian banyak elemen penting dalam mengkomersilkan suatu tempat

untuk pariwisata adalah penyelenggaraan acara-acara kemasyarakatan dan

pengelolaan sejarah menjadi komoditi yang dapat dipasarkan. Hal tersebut pada

gilirannya memunculkan rambu-rambu untuk menekan dampak penurunan nilai-

nilai budaya seperti yang termuat dalam kode etik pariwisata3 dunia pasal 4 ayat 4

yang berbunyi:

“Kegiatan pariwisata harus direncanakan sedemikian rupa untuk

memungkinkan kelangsungan hidup dan berkembangnya hasil-hasil

budaya, seni tradisional, dan seni rakyat dan bukan sebaliknya

menimbulkan terjadinya standardisasi dan penurunan hasil-hasil budaya

tersebut”.

Terkait dengan kode etik tersebut, PT. TWCBPRB sebagai pengelola pariwisata

lebih fokus menangani penataan area Taman Wisata Candi Prambanan4 (TWC

Prambanan) seperti pembuatan fasilitas-fasilitas yang menunjang kegiatan wisata

dan penataan para pedagang untuk kepentingan kepariwisataan.

3 Kode Etik Pariwisata Dunia (Global Code of Ethics for Tourism) dibuat oleh PBB yang khusus

menangani kegiatan pariwisata dunia. 4 Taman Wisata Candi Prambanan dalam tulisan ini meliputi Kompleks Candi Prambanan dan area

di sekitarnya yang berisi fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan wisata.

10

Gambar 1. Denah Kompleks Candi Prambanan (Sumber: PT. TWCBPRB dengan modifikasi)

Sementara untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan dalam hal fasilitas umum

pada zona 2 telah dibangun area parkir, toilet, ticket box, audio visual, kios

souvenir, foodcourt, pusat informasi, area bermain anak, bumi perkemahan,

Lapangan Garuda, Brahma, Siwa, Wisnu dan panggung pentas Ramayana.

11

Langkah nyata yang dilakukan dalam rangka pengelolaan pengunjung

dalam kegiatan kepariwisataan di TWC Prambanan adalah diterapkannya diagram

alir penanganan pengunjung. Sesuai dengan diagram yang telah dibuat oleh pihak

pengelola, proses penanganan tersebut dimulai dari awal masuknya kendaraan

pengunjung sampai dengan proses pengunjung keluar dari objek. Pada setiap

tahapan disediakan petugas yang membantu mengarahkan pengunjung menuju

objek centre yaitu Kompleks Candi Prambanan.

Kondisi yang terlihat di lapangan pada saat ini adalah setelah pengunjung

masuk dan memarkir kendaraan di tempat parkir, tidak ada petugas yang

membantu mengarahkan atau menjelaskan mengenai lokasi-lokasi yang ada di

TWC Prambanan. Pengunjung akan mendengar informasi yang dibacakan oleh

petugas melalui pengeras suara mengenai hal-hal yang dapat dinikmati para

pengunjung dalam kegiatan wisata di TWC Prambanan. Sayangnya, informasi

tersebut tidak dibacakan setiap saat, sehingga tidak semua pengunjung mendengar

pada waktu kedatangan mereka ke lokasi.

Pengunjung difasilitasi dengan papan-papan petunjuk untuk dapat

mengakses tempat-tempat yang akan dikunjungi baik objek wisata utama maupun

fasilitas pendukung lainnya. Setelah melalui pintu masuk, pengunjung akan

sampai di area wisata yang ditata dengan asri, bersih dan terawat. Di area itu

terdapat jalan setapak untuk menuju ke objek utama Kompleks Candi Prambanan

yang terdiri atas beberapa candi yaitu Candi Syiwa (candi yang terbesar), Candi

Wisnu, Candi Brahma, Candi Garuda, Candi Nandi dan Candi Angsa. Aktivitas

para pengunjung yang tampak pada area sekitar candi antara lain berfoto,

12

berjalan-jalan sambil menikmati keindahan candi, dan masuk ke dalam candi. Ada

beberapa pengunjung yang berfoto sambil berdiri pada batu candi bagian samping.

Meskipun ada beberapa petugas keamanan yang berjaga di sekitar candi, mereka

tidak terlalu menghiraukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh para

pengunjung. Tidak ada larangan bagi wisatawan yang datang berombongan untuk

menaiki dan memasuki candi secara bersama-sama. Pembatasan jumlah orang

yang diperbolehkan naik dan masuk ke candi seharusnya diterapkan.

Peraturan baru diterapkan oleh pihak pengelola objek wisata TWC

Prambanan mulai tanggal 17 Agustus 2012 adalah kewajiban bagi setiap

pengunjung untuk mengenakan kain batik yang dililitkan di pinggang ketika

mengunjungi kompleks candi. Menurut pengelola TWC Prambanan, peraturan

baru ini dimaksudkan agar pengunjung lebih menghayati kegiatan wisata pada

objek warisan budaya bangsa mengingat kain yang digunakan sebagai sarung

adalah kain bermotif batik yang telah diakui UNESCO sebagai motif asli hasil

kebudayaan Indonesia5. Pengunjung juga dapat mengikuti program wisata minat

khusus berupa Program Penanaman Pohon (tree planting), Perawatan

(conservation) dan Pemugaran (restoration) yang didampingi oleh instruktur dari

BPCB Daerah Istimewa Yogyakarta.

Fasilitas lain yang disediakan sebagai penunjang perjalanan mengitari dan

menikmati candi-candi di sekitar Kompleks Candi Prambanan yang terdiri atas

Candi Sewu, Candi Lumbung, dan Candi Bubrah adalah kereta kelinci dan

5 Alasan pemakaian kain sarung bermotif batik yang dikemukaan oleh pihak PT.TWCBPRB

menurut penulis bukanlah merupakan hubungan sebab akibat. Memperkenalkan dan

mempopulerkan hasil kebudayaan lain yang dimiliki bangsa Indonesia (kain batik) selain candi

dapat menjadi alasan yang lebih tepat.

13

persewaan sepeda. Fasilitas ini disediakan dengan alasan supaya pengunjung

dapat menghemat waktu dan tidak terlalu lelah berjalan mengingat area objek

wisata yang sangat luas. Kereta kelinci ini berhenti di depan gerbang candi-candi

yang dilewati. Tujuan terakhir dari rangkaian wisata TWC Prambanan adalah

Candi Sewu yang berada paling utara di antara candi-candi lainnya. Pengunjung

yang menaiki kereta mini akan diturunkan tepat di depan gerbang paling utara

Candi Sewu yang berjarak lima meter dari batas zona 1 Candi Sewu.

Diagram alir dan fasilitas lain yang telah disediakan diharapkan dapat

membantu pengunjung menikmati setiap daya tarik yang ada di TWC Prambanan

beserta fasilitas yang tersedia, sehingga pengunjung memperoleh kepuasan yang

optimal. Di sisi lain, pengelolaan pengunjung juga bertujuan untuk mencegah

pengunjung mengakses tempat atau bagian yang tidak diperuntukkan bagi

pengunjung (Aplin, 2002).

Dilihat dari berbagai usaha yang dilakukan oleh pengelola TWC

Prambanan, sebagai sebuah badan usaha, perolehan profit menjadi perhatian yang

utama. Diagram alir yang digunakan sebagai usaha untuk mengatur kunjungan

wisatawan dilakukan sebagai usaha memberikan akomodasi kepada pengunjung

agar dapat menikmati fasilitas yang disediakan oleh pengelola. Sejauh mana

upaya manajemen pengunjung ini dapat mendukung keharmonisan antara

pemanfaatan dengan pelestarian, maka perlu evaluasi yang bermuara kepada

idealnya manajemen TWC Candi Prambanan baik sebagai objek wisata maupun

sebagai warisan budaya sebagai identitas bangsa Indonesia.

14

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Apakah fasilitas yang dimiliki oleh pengelola TWC Prambanan sudah

sepenuhnya mendukung pelestarian?

2. Apakah fasilitas kepariwisataan di TWC Prambanan sudah memenuhi

kebutuhan pengunjung dalam kegiatan wisata?

3. Bagaimana seharusnya manajemen pengunjung yang diterapkan di TWC

Prambanan untuk mendukung pelestarian?

C. Tujuan Penelitian

Manajemen pengunjung dalam suatu warisan budaya merupakan salah

satu cara untuk menjaga kelestarian warisan tersebut. Berbagai upaya dilakukan

untuk mengatur keberadaan pengunjung dalam kegiatan pariwisata budaya untuk

mengantisipasi kerusakan yang diakibatkannya. Dalam mengarahkan pengunjung,

pengelola harus mengetahui:

1. Dampak yang diakibatkan oleh kehadiran pengunjung terhadap cagar

budaya dan masyarakat setempat;

2. Langkah yang diambil untuk mempengaruhi dan mendorong pengunjung

agar melaksanakan perilaku yang bertanggungjawab selama kunjungan

mereka dan setelahnya;

3. Cara meningkatkan kode perilaku bertanggungjawab untuk pengunjung

pada warisan; dan

15

4. Cara memperkuat kualitas pengalaman pengunjung.

Selain itu, diperlukan juga pengetahuan mengenai prinsip-prinsip pemanfaatan

yang dikemukakan oleh Wahyudi (2010), yaitu:

1. Mengutamakan fungsi sosial (bukan untuk kepentingan pribadi atau

golongan) dan kelestarian cagar budaya;

2. Melibatkan masyarakat dalam hal menentukan cara-cara pengelolaannya;

3. Mampu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat

setempat;

4. Memberikan kontribusi yang seimbang bagi upaya pelestariran BCB atau

situs yang dimanfaatkan; dan

5. Menjaga kelestarian lingkungan hidup (alam, sosial, dan budaya) di sekitar

lokasi BCB atau situs yang dimanfaatkan.

Berdasarkan rambu-rambu di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Mengetahui sistem Manajemen Pengunjung, baik bagi wisatawan maupun

kelestarian cagar budaya;

2. Melakukan evaluasi terhadap penerapan sistem Manajemen Pengunjung di

TWC Prambanan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Pengelola Kegiatan Pariwisata di TWC Prambanan

16

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan mengenai manajemen

pengunjung dalam kegiatan pariwisata di TWC Prambanan. Tujuan akhir

yang ingin dicapai adalah mewujudkan Kompleks Candi Prambanan

menjadi destinasi baik sebagai tempat rekreasi maupun tempat untuk

mendapatkan pengalaman baru. Pengalaman baru yang dimaksud dapat

berupa pengetahuan tentang nilai-nilai sebuah warisan budaya dengan

tetap memperhatikan kelestarian warisan itu sendiri.

2. Masyarakat

Penerapan manajemen pengunjung memungkinkan wisatawan mengakses

seluruh komponen yang ada di TWC Prambanan. Hal ini dapat

memberikan pengalaman bagi masyarakat baik dalam memperoleh

kepuasan dalam berwisata. Kepuasan yang dimaksud terkait dengan

kebutuhan rekreasi dan pengetahuan baru tentang salah satu akar identitas

budaya bangsa Indonesia. Sebagai akibatnya, apresiasi masyarakat

terhadap warisan budaya dapat ditingkatkan

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Kompleks Candi Prambanan sudah banyak dilakukan

baik yang bersifat arkeologis maupun kepariwisataan. Setyastuti (2005) dalam

tesisnya membahas tentang strategi pengelolaan untuk tujuan pariwisata berbasis

pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Pengelolaan yang dimaksud dalam

tesis ini terkait dengan kebijakan yang diterapkan dalam hubungannya dengan

17

para pihak yang berkepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan dan

pemanfaatan Kompleks Candi Prambanan.

Penelitian lain yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

cagar budaya adalah Minimalisasi Dampak Negatif Pemanfaatan Candi

Borobudur sebagai Objek Wisata yang ditulis oleh Andi Muhammad Taufik

(2004). Penelitian ini menelaah dampak negatif pengunjung pada Objek Wisata

Candi Borobudur dan teknis penanganannya.

Tulisan yang terkait dengan visitor management adalah tesis yang ditulis

oleh Enny Ratnadewi (2005) dengan judul Pengelolaan Tinggalan Budaya

melalui Pendekatan Visitor management, Studi Kasus Candi Borobudur. Dalam

tulisannya, Ratnadewi membahas manajemen kunjungan dengan sudut pandang

pengelolaan pariwisata sehingga kajian lebih ditekankan pada para pelaku

pariwisata. Selain itu, Wahyu Astuti (2011) juga membahas manajemen

pengunjung dalam pelestarian Situs Tamansari. Penelitian yang ditulis Astuti

lebih fokus mengamati kerjasama antar stakeholders dalam pengelolaan objek ini

khususnya pengelolaan pengunjung. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,

penulis ingin mengamati lebih jauh dan lebih khusus mengenai evaluasi kebijakan

manajemen pengunjung dalam kegiatan pariwisata di objek warisan budaya

Kompleks Candi Prambanan dalam kaitannya dengan upaya yang telah dilakukan

oleh pengelola terkait kelestarian objek wisata Kompleks Candi Prambanan.

Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian lain yang telah

disebutkan di atas yaitu bahwa pada tulisan ini memuat tahapan evaluasi yang

18

dapat dijadikan dasar dan bahan pembelajaran bagi pengeloaan TWC Prambanan

pada masa yang akan datang.

F. Tinjauan Pustaka

Beberapa istilah dasar dan definisi yang akan disajikan antara lain warisan

budaya, wisata budaya dan wisatawan budaya dan manajemen pengunjung.

1. Warisan Budaya

Warisan budaya, menurut Davidson (1997:2) diartikan sebagai produk

atau hasil budaya fisik dari tradisi-tradisi yang berbeda dan prestasi-

prestasi spiritual dalam bentuk nilai dari masa lalu yang menjadi elemen

pokok dalam jatidiri suatu kelompok atau bangsa. Pakar lain bernama

Prentice (1994) mengemukakan pendapatnya bahwa warisan mengandung

pengertian pusaka atau tinggalan yang diterimakan dari satu generasi

kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, apabila warisan mengandung

nilai yang merepresentasikan kehidupan suatu masyarakat, maka warisan

menjadi milik bersama dan menjadi identitas masyarakat itu. Dalam

pengertian ini, warisan budaya meliputi lansekap, tempat-tampat

bersejarah, situs dan bangunan-bangunan, benda-benda koleksi, adat

istiadat, pengetahuan dan pengalaman yang mengekspresikan proses

perkembangan suatu budaya dan menjadi bagian dari kehidupan masa kini.

2. Wisata Budaya dan Wisatawan Budaya

Wisata warisan budaya sebagai salah satu dari wisata budaya saat ini

menjadi pilar penting timbulnya strategi pariwisata di banyak negara.

19

Wisata warisan budaya mengacu pada tempat, bentang alam, arsitektur,

artefak, tradisi, yang menyebabkan tempat tersebut bersifat unik. Robert

Stebbins (1996) mengemukaan pendapatnya bahwa wisata budaya

merupakan genre wisata minat khusus untuk mencari pengalaman budaya

baru yang mencakup estetika, intelektual, emosional, atau psikologis.

Untuk memahami wisata budaya dan perkembangannya diperlukan

pengetahuan tentang wisatawan budaya. Pengetahuan ini berguna untuk

mengetahui pengunjung warisan budaya dan kondisi mereka, agar dapat

ditentukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan pengunjung ini.

McKercher (2002) mengemukakan pendapatnya mengenai wisatawan

warisan budaya sebagai orang yang dengan sengaja mengunjungi tempat-

tempat yang di dalamnya mengandung nilai-nilai budaya.

3. Manajemen Pengunjung Warisan Budaya

Tujuan utama dari manajemen pengunjung warisan budaya adalah untuk

meminimalkan dampak negatif kegiatan pariwisata dan memberikan

kemungkinan kepada pengunjung untuk mengakses objek wisata, sehingga

memperoleh hiburan dan pengalaman baru. Selain itu, pengelolaan

pengunjung yang baik akan menumbuhkan apresiasi dan kecintaan

masyarakat terhadap warisan budaya yang dikunjungi. Menurut Hall dan

McArthur (1993) manajemen pengunjung merupakan konsep mendasar

dari manajemen warisan budaya. Mereka menyatakan bahwa visitor

management adalah pengelolaan pengunjung ke suatu objek wisata (baik

alam maupun budaya) yang diarahkan pada upaya memaksimalkan

20

kualitas pengalaman kunjungan dan meminimalkan dampak negatif

kunjungan baik pada kualitas lingkungan fisik maupun objek wisata.

G. Landasan Teori

Bangunan candi merupakan salah satu peninggalan budaya yang bersifat

monumental yang memiliki daya tarik untuk dikunjungi karena keunikan,

kelangkaan, keindahan, dan nilai-nilai yang ada di dalamnya. Candi merupakan

salah satu peninggalan arkeologis yang dalam upaya pelestariannya berlaku

peraturan-peraturan khusus yang tidak dapat dilanggar termasuk dalam upaya

pemanfaatannya sebagai suatu objek wisata. Aktivitas yang bersifat edukatif dan

rekreatif di situs arkeologis tidak sama dengan yang ada pada objek wisata

lainnya. Aktivitas yang dilakukan di sekitar benda cagar budaya harus

memperhatikan unsur kelestarian dan pelestarian objek tersebut. UU No. 11

Tahun 2010 pasal 1 butir 22 mendefinisikan pelestarian sebagai upaya dinamis

untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara

melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Fielden dan Jokilehto

(1993) menyebut pelestarian adalah upaya untuk mempertahankan suatu benda

dari proses kerusakan dan kemusnahan, agar tetap terjaga kelestariannya baik

secara fisik (tangible) maupun nilai yang terkandung di dalamnya (intangible).

Dalam rangka menumbuhkan dan meningkatkan apresiasi masyarakat

terhadap warisan budaya, pemanfaatan Kompleks Candi Prambanan sebagai objek

wisata dalam satu segi merupakan peluang untuk menyampaikan berbagai

informasi, khususnya yang berkaitan dengan aspek ideologik. Sementara itu,

21

apresiasi antara lain diartikan sebagai kesadaran terhadap nilai-nilai budaya atau

penilaian (penghargaan) terhadap sesuatu (Moeliono, 1999). Salah satu alat yang

dapat diterapkan untuk mewujudkan idealisme-idealisme di atas adalah dengan

manajemen pengunjung.

Manajemen pengunjung tidak dapat lepas dari keterkaitan harmonis antara

pengunjung, objek, dan pengelola (Davidson & Maitland, 1997). Dilihat dari

pentingnya konsep keterkaitan harmonis dalam pengelolaan aspek budaya

diperlukan beberapa kategorisasi terhadap upaya pemanfaatan dan konservasi

secara lebih seimbang. Yoeti (1996) mengemukakan dua cara yang dapat

digunakan untuk mengelola kunjungan wisatawan antara lain:

1. Cara Keras (Hard Measure), yaitu memaksa pengunjung untuk bertingkah

laku sesuai dengan keinginan pengelola objek wisata dengan cara sebagai

berikut:

a. Menutup sebagian atau seluruh area wisata untuk perbaikan dan

perawatan. Cara ini biasa diterapkan di objek wisata yang terdiri atas zona-

zona wisata. Zona adalah batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan

Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan (UU No. 11 Tahun

2010). Pengelola dapat menutup area yang dianggap sudah melebihi

kapasitas atau perlu perawatan.

b. Memperketat waktu kunjungan di objek wisata.

Cara ini diterapkan untuk objek wisata yang memiliki waktu kunjungan

untuk kegiatan pariwisata.

c. Memperkenalkan konsep parkir jemput (park and ride).

22

Konsep ini mengajak seluruh pengunjung agar memarkir kendaraan

pribadi di tempat yang tersedia. Prosesi pengenalan menggunakan bus atau

kendaraan pariwisata menuju objek wisata.

d. Memperketat perparkiran, lalu lintas kendaraan, dan pejalan kaki. Cara ini

dilakukan dengan menyediakan kendaraan keliling. Kendaraan ini berhenti

pada stasiun-stasiun tertentu dan pengunjung tinggal menunggu giliran

untuk naik dan turun sesuai dengan keinginannya.

e. Menciptakan konsep zonasi. Cara ini dilakukan dengan tujuan agar

kegiatan wisata tidak mengganggu daerah yang rentan sekaligus menjaga

kelestariannya.

f. Memberlakukan pembayaran tiket masuk ke area wisata. Cara ini

dilakukan untuk mengontrol pengunjung yang benar-benar datang untuk

berwisata, sekaligus hasil penjualannya dimanfaatkan untuk pemeliharaan

dan pengembangan objek wisata.

g. Menggunakan strategi diskriminasi harga. Strategi diskriminasi harga

dilakukan dengan cara membedakan harga berdasarkan demografi,

psikografi dan geografi. Contoh: harga tiket untuk rombongan lebih murah

dibandingkan dengan harga tiket untuk individu.

2. Cara Lunak (Soft Measure), yaitu memotivasi pengunjung untuk bertingkah

laku sesuai dengan keinginan pengelola objek wisata dan masyarakat. Caranya

adalah sebagai berikut:

23

a. Aktivitas promosi, terutama sebelum dan sesudah kunjungan dengan

menawarakan paket kunjungan lebih dari satu hari untuk pasar sasaran

tertentu dengan tujuan meningkatkan kesadaran pengunjung;

b. Penyebaran informasi sebelum dan saat kunjungan yang bertujuan untuk:

1). membantu pengunjung merancang perjalanan wisata dan mendorong

kunjungan ke daerah yang kurang populer sehingga penyebaran kunjungan

merata; 2) menyediakan jadwal dan pemandu wisata guna mengurangi

kepadatan pengunjung pada titik-titik daya tarik tertentu; dan 3)

memberikan saran untuk kunjungan pada musim sepi guna mendapatkan

pengalaman wisata yang optimal dan mengurangi kemacetan kendaraan

serta pengunjung.

Manajemen pariwisata warisan budaya khususnya manajemen pengunjung

menjadi tugas pengelola sebagai wujud tanggung jawab, dalam menjaga

kelestarian warisan budaya. Beberapa butir yang termasuk di dalam cara keras dan

cara lunak dalam pengelolaan pengunjung telah diterapkan oleh pengelola objek

wisata TWC Prambanan. Pembahasan yang lebih mendalam terkait dengan

penerapannya akan dilanjutkan pada bab berikutnya.

H. Kerangka Penelitian

24

I. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus, dan dalam pelaksanaannya

menggunakan metode deskriptif evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Deskripsi

adalah penelitian yang bertujuan untuk mengungkap suatu masalah, keadaan, atau

peristiwa sebagaimana adanya, sehingga bersifat mengungkapkan fakta-fakta.

Sesuai dengan sifatnya yang evaluatif, maka penelitian ini diarahkan untuk tujuan

menilai keberhasilan manfaat, kegunaan, sumbangan, dan kelayakan sebagai suatu

kegiatan dari suatu unit (lembaga) tertentu. Hasil penelitian evaluatif dapat

menambah pengetahuan tentang kegiatan dan dapat mendorong penelitian dan

pengembangan lebih lanjut, serta membantu para pimpinan untuk menentukan

kebijakan (Sukmadinata, 2005).

Kegiatan Pariwisata

Kompleks Candi Prambanan

Manajemen Pengunjung Manajemen Objek Wisata

Heritage

Pemanfaatan Analisis

Dampak kegiatan Pariwisata

(disebabkan oleh Pengunjung)

Pendekatan

Evaluasi Manajemen Pengunjung

Rekomendasi Model Manajemen Pengunjung

Pelestarian

25

Penelitian evaluatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan

informasi tentang hal-hal yang terjadi sebagai suatu kondisi nyata mengenai

terlaksananya suatu kegiatan. Melakukan evaluasi berarti ingin mengetahui

implementasi program yang telah direncanakan sudah berjalan dengan benar dan

sesuai dengan harapan. Penelitian evaluatif meliputi dua kegiatan utama yaitu

pengukuran atau pengambilan data dan membandingkan hasil pengumpulan data

dengan standar yang digunakan. Tahapan dalam penelitian evaluasi digambarkan

dalam matriks berikut:

No. Tahapan Kegiatan Evaluasi Pertanyaan mendasar

1. Identifikasi permasalahan /

kebutuhan

Sasarannya apa / siapa?

2. Menentukan tujuan Apa saja yang dibutuhkan untuk

mengatasi kebutuhan yang belum

terpenuhi?

3. Menentukan strategi

perbaikan - Strategi apa saja yang dapat

dilakukan?

- Bagaimana cara

mengimplementasikan strategi yang

telah disusun?

4. Pelaksanaan strategi - Apakah strategi dilaksanakan dengan

baik?

- Apakah pihak-pihak yang

berkepentingan memperoleh

kepuasan?

5. Hasil dari pelaksanaan

strategi

Apakah tujuan yang ditetapkan

tercapai?

6. Saran – saran / rekomendasi Program apa saja yang dapat

dilakukan? Table 1. . Matriks Tahapan Penelitian Evaluasi

Standar yang digunakan untuk menilai dan mengevaluasi manajemen

pengunjung di TWC Prambanan adalah UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar

Budaya, Keputusan Presiden Nomor I Tahun 1992 Tanggal 2 Januari 1992

tentang Pengelolaan Taman Wisata Candi Borobudur dan Taman Wisata Candi

Prambanan serta Pengendalian Lingkungan Kawasannya dan piagam-piagam

26

internasional (charters), yang mengatur pengelolaan warisan budaya dunia,

mengingat Kompleks Candi Prambanan merupakan salah satu warisan budaya

dunia. Berdasar hasil perbandingan itu maka diperoleh kesimpulan bahwa suatu

kegiatan yang dilakukan itu layak atau tidak, relevan atau tidak, efisien dan efektif

atau tidak. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengumpulan Data Primer meliputi:

a. Observasi

Penulis melakukan pengamatan secara langsung terhadap pengunjung dan

penanganannya dalam kegiatan wisata di objek wisata TWC Prambanan dan

semua fasilitas penunjangnya. Selain itu, dilakukan juga dokumentasi sebagai

pendukung data lapangan.

b. Wawancara

- Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara mendalam (indepth

interview), sedangkan pengambilan sampel untuk wawancara

dilakukan dengan cara purposive sampling (sampel purposif). Sampel

purposif tidak menggunakan populasi dan sample yang banyak.

Sample dipilih dengan jumlah yang tidak ditentukan, melainkan

didasarkan pada maksimalisasi-informasi yang akan diperoleh

(Mikkelsen, 2003). Wawancara dilakukan terhadap pengelola kegiatan

dari PT. TWCBPRB, sedangkan pengambilan sampel dilakukan

terhadap beberapa pengunjung yang akan dipilih berdasarkan

kesamaan tujuan, usia, dan jenjang pendidikan

c. Pembagian Kuesioner

27

Beberapa pengunjung akan diberi kuesioner untuk menjaring data. Secara garis

besar, data yang akan diperoleh dari hasil isian kuesioner antara lain:

- Motivasi melakukan kunjungan;

- Harapan yang ingin dicapai ketika melakukan kunjungan dan

setelahnya;

- Apa saja yang ingin dinikmati dan diamati oleh pengunjung; dan

- Kesan tentang segala sesuatu di Kompleks Candi Prambanan, puas

tidaknya pengunjung dalam kegiatan wisata di Kompleks Candi

Prambanan dan harapan ke depan.

Jenis-jenis pertanyaan yang akan digunakan dalam kuesioner dapat dicermati

dalam tabel berikut:

No Jenis Pertanyaan Informasi yang Didapat

Contoh Pertanyaan

1. Terkait pengalaman /

perilaku

Hal-hal yang dilakukan

oleh pengunjung

Kegiatan apa saja

yang anda lakukan

di objek wisata

Kompleks Candi

Prambanan?

2. Terkait indra

Pengalaman yang

didapatkan oleh

pengunjung melalui

panca indra

Bagian mana dari

Kompleks Candi

Prambanan yang

paling menarik bagi

anda?

3. Terkait pendapat

Hal-hal yang dipikirkan

dan dianggap penting

oleh pengunjung

Bagaimana kesan

anda terhadap

Kompleks Candi

Prambanan?

4. Terkait perasaan Apa saja yang

dirasakan pengunjung

Bagaimana perasaan

anda saat berwisata

di Kompleks Candi

Prambanan?

5. Terait pengetahuan Hal-hal yang diketahui

oleh pengunjung

Apa yang anda

ketahui tentang

Kompleks Candi

28

Prambanan

6. Terkait demografi

pengunjung

Latar belakang

pengunjung

Usia, jenis kelamin,

asal, pekerjaan Table 2. Jenis Pertanyaan dalam Kuesioner

2. Pengumpulan data sekunder meliputi:

a. Studi Dokumen

Studi ini meliputi pencatatan dan penggandaan dokumen yang dianggap perlu dan

mempunyai hubungan dengan topik penulisan. Data yang diperoleh dari arsip

Bagian Operasional Kantor Unit Prambanan.

c. Studi Pustaka

Studi pustaka ini digunakan untuk melengkapi data penelitian melalui referensi

buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian yang sudah ada. Studi

kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan

buku-buku referensi, media massa baik tulis maupun elektronik, jurnal, atau

karya tulis yang

relevan dengan permasalaha