bab i pendahuluan 1.1. latar...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. RTH kota diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara kualitas lingkungan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (green open spaces) di tengah- tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap kota. RTH kota merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan manusia sehingga penataan RTH merupakan pembangunan yang berkelanjutan. Kawasan perkotaan yang berkelanjutan ditandai oleh interaksi dan hubungan timbal balik yang seimbang antara manusia dan alam yang hidup berdampingan didalamnya. Ketersediaan RTH yang cukup merupakan salah satu usaha mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Penataan dan pemanfaatan RTH di perkotaan berbeda dengan di perdesaan. Penataan ruang di perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus guna menciptakan kota yang seimbang. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh menyebabkan besarnya pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk kemajuan teknologi, industri, transportasi, hotel, serta permukiman. Hal ini umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan

Upload: hadung

Post on 12-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ruang terbuka hijau (RTH) kota merupakan bagian penting dari struktur

pembentuk suatu kota dimana memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi

ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan

ekonomi. RTH kota diperlukan dalam mengendalikan dan memelihara kualitas

lingkungan. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer dan menunjang

kelestarian air dan tanah, ruang terbuka hijau (green open spaces) di tengah-

tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lansekap

kota.

RTH kota merupakan komponen penting yang mempengaruhi kehidupan

manusia sehingga penataan RTH merupakan pembangunan yang berkelanjutan.

Kawasan perkotaan yang berkelanjutan ditandai oleh interaksi dan hubungan

timbal balik yang seimbang antara manusia dan alam yang hidup berdampingan

didalamnya. Ketersediaan RTH yang cukup merupakan salah satu usaha

mempertahankan kualitas fungsi lingkungan secara optimal. Penataan dan

pemanfaatan RTH di perkotaan berbeda dengan di perdesaan. Penataan ruang di

perkotaan perlu mendapatkan perhatian khusus guna menciptakan kota yang

seimbang. Permintaan akan pemanfaatan lahan kota yang terus tumbuh

menyebabkan besarnya pembangunan berbagai fasilitas perkotaan, termasuk

kemajuan teknologi, industri, transportasi, hotel, serta permukiman. Hal ini

umumnya merugikan keberadaan RTH yang sering dianggap sebagai lahan

2

investasi. Lahan yang seharusnya digunakan sebagai RTH dialih fungsikan guna

memenuhi fasilitas perkotaan seperti fasilitas sektor perdagangan dan jasa.

Kota Magelang merupakan salah satu kota yang berkomitmen untuk

mewujudkan Kota Hijau sesuai dengan semboyannya, yakni Kota Magelang

adalah Kota Sejuta Bunga. Dimana akan berusaha untuk mencapai luas RTH

sebesar 30% dari luas keseluruhan Kota Magelang. Target yang diharapkan adalah

meningkatnya kualitas dan kuantitas RTH sesuai karakteristik kota dengan

berbagai macam strategi penataan ruangnya. Berbagai tahap dilakukan Pemerintah

Kota Magelang untuk mencapai tujuan tersebut, diantaranya dengan menjadikan

tahun 2013 sebagai „Tahun Berhias‟, tahun 2014 merupakan tahap „Magelang

Berkesan‟ dan tahun 2015 akan memasuki tahapan „Ayo ke Magelang‟. Hal ini

dilakukan guna mencapai visi dan misi RPJM Kota Magelang. Penaataan RTH

tidak dapat lepas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang sudah disusun sehingga penataan

lebih terarah serta dapat mencapai tujuan dari pembangunan di Kota Magelang.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, RTH kota menurut

tipologinya terbagi menjadi 4, yaitu berdasarkan fisik, fungsi, struktur ruang, dan

kepemilikan. Berdasarkan tipologi RTH Kepemilikan, RTH dibedakan menjadi

dua, yakni RTH Publik dan RTH Privat. Instruksi Mendagri No. 14 Tahun 1988

tentang Penataan RTH diperkotaan menyatakan bahwa sebuah kota idealnya

memiliki luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) minimal 30% dari total luas kota yang

terbagi menjadi 20% RTH Publik dan 10% RTH Privat. Sesungguhnya RTH

berkaitan erat dengan berbagai aspek pembangunan yang dibutuhkan dalam

3

kehidupan masyarakat kota sehingga sangat beralasan jika penataan

pembangunannya bersifat berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan untuk memenuhi keperluan hidup manusia kini dengan tanpa

mengabaikan keperluan hidup manusia masa datang (Suweda, 2011 ).

Harapan dimasa depan adalah keberadaan RTH di kawasan perkotaan

semakin meningkat tidak hanya permukiman karena untuk mengembalikan

keseimbangan lingkungan. Meningkatnya kawasan permukiman sebaiknya

diimbangi dengan meningkatnya RTH di kawasan permukiman. Ruang terbuka

yang berkembang di kawasan permukiman memiliki salah satu manfaat yakni

meningkatkan cadangan oksigen dan memperbaiki iklim mikro setempat. Menurut

Peraturan Menteri No.1 Tahun 2007 tentang Penataan RTH Kawasan Perkotaan

(RTHKP) yang salah satunya jenisnya adalah RTH taman lingkungan

permukiman dan perumahan adalah merupakan taman dengan klasifikasi yang

lebih kecil dan diperuntukan untuk kebutuhan rekreasi terbatas yang meliputi

populasi/masyarakat sekitar. Taman lingkungan ini terletak disekitar daerah

permukiman dan perumahan untuk menampung kegiatan-kegiatan warganya.

Manajemen RTH sangat dibutuhkan dan perlu ditingkatkan untuk

memaksimalkan fungsi dan manfaat dari RTH. Sehingga kota memiliki kualitas

lingkungan yang baik dan memiliki daya dukung lingkungan yang tinggi. Oleh

karena itu, diperlukan strategi manajemen RTH untuk mencapai pembangunan

yang berkelanjutan. Manajemen RTH dapat dilakukan melalui pembangunan,

penataan, dan pengembangan secara baik dan terpadu. Manajemen RTH tersebut

4

penting untuk menjaga keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga

diperuntukan sebagai pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan.

1.2 Rumusan Masalah

Dewasa ini diketahui bahwa kuantitas dan kualitas ruang terbuka publik

terutama RTH saat ini mengalami penurunan akibat dari pembangunan fisik kota.

Pembangunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi seiring

dengan berjalannya waktu. Jumlah penduduk terus bertambah, sementara ruang

yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pembangunan relatif tetap. Lahan

RTH menjadi sasaran limpahan pemenuhan kebutuhan akan ruang yang

mengakibatkan semakin menurunnya fungsi lingkungan secara umum.

Meningkatnya kebutuhan pembangunan terhadap lahan semakin tinggi, membuat

pemerintah Kota Magelang berupaya mempertahankan keberadaan RTH tersebut

dengan kebijakan mempertahankan luas RTH 30% dari luas keseluruhan kota.

Usaha mempertahankan luas RTH memang penting, tidak hanya pemerintah tetapi

pihak swasta ataupun masyarakat juga memiliki peran penting dalam manajemen

RTH, sehingga keseimbangan fungsi ekologis kota tetap terjaga.

Manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperlukan guna menjaga

keseimbangan fungsinya sebagai ekologis kota dan juga diperuntukan sebagai

pendukung kualitas lingkungan suatu kawasan. Selain itu, manajemen RTH dapat

dipergunakan untuk mengendalikan pembangunan fisik yang ada di perkotaan.

Manajemen yang baik dan terpadu dalam suatu kota harus di kelola secara kontinu

atau berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan daya dukung lingkungan

5

hidup perkotaan. Ruang Terbuka Hijau di Kota semakin membaik setelah adanya

visi misi yang harus dicapai, hal ini dapat dilihat dengan semakin berkembangnya

taman yang ada baik dipusat kota maupun taman yang lain.

Merealisasikan RTH 30% perlu perencanaan berdasarkan potensi alam,

keseriusan pemerintah, pemangku kepentingan, dan partisipasi masyarakat.

Kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang dapat dijabarkan dalam fakta kondisi

RTH bahwa sudah mulai membaik dan terlihat bahwa pemerintah berusaha untuk

memperbaiki serta terus membangun ruang terbuka hijau. Sehingga berdasarkan

pengamatan terhadap kondisi ruang terbuka hijau Kota Magelang, dapat

dirumuskan pertanyaan penelitian yang ada yaitu :

1. Bagaimana kondisi proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH)

yang ada di Kota Magelang?

2. Bagaimana kesesuian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota

Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031?

3. Bagaimana manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik dan Privat di

Kota Magelang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian tentang pengelolaan RTH di

Kota Magelang adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui proporsi dan distribusi Ruang Terbuka Hijau (RTH) baik

publik dan privat yang ada di Kota Magelang.

6

2. Mengetahui kesesuaian lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di

Kota Magelang terhadap RTRW Kota Magelang tahun 2011-2031.

3. Mengidentifikasi manajemen Ruang Terbuka Hijau (RTH) Publik yang

dilakukan pemerintah dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Privat yang

dilakukan oleh swasta atau perorangan di Kota Magelang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memperoleh manfaat bagi semua pihak

terkait pengelolaan RTH yang berkelanjutan di Kota Magelang. Beberapa manfaat

penelitian ini anatara lain sebagai berikut:

1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu Pembangunan Wilayah

yang berkaitan dengan RTH.

2. Memberikan masukan atau rekomendasi kepada pemerintah Kota

Magelang dalam mengefektifkan manajemen RTH Publik dan Privat di

Kota Magelang.

3. Memberikan masukan kepada berbagai pihak akan pentingnya

keberadaan RTH sebagai bagian dari penataan ruang perkotaan.

1.5 Tinjauan Pustaka

1.5.1 Pembangunan Berkelanjutan

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama

bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman

7

perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan

sosial, dan kegiatan ekonomi (Kementrian Pekerjaan Umum, 2008).

Menurut Bond (2001, dalam Muta‟ali 2013), pembangunan berkelanjutan

adalah pembangunan dari kesepakatan multidimensional dengan tujuan

pencapaian kualitas hidup yang lebih baik untuk semua orang dimana

pembangunan ekonomi, sosial dan proteksi lingkungan saling memperkuat dalam

pembangunan. Dikaitkan dengan lingkungan maka pembangunan berkelanjutan

dapat didefinisikan sebagai kemajuan yang dihasilkan dari interaksi aspek

lingkungan hidup terhadap pola perubahan yang terjadi pada kegiatan manusia

dan dapat menjamin kehidupan manusia yang hidup pada masa kini dan masa

mendatang. Kota yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secara efektif

dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem

transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, mensinergikan lingkungan

alami dan buatan, berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak

pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Ekologi

Budaya Ekonomi

Gambar 1.5.1 Indikator pembangunan berkelanjutan (Friend, 2000, dalam

Rustiadi, 2009)

8

Menurut Friend (2000, dalam Rustiadi 2009) Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah, menjelaskan bahwa terdapat tiga sisi konsep umum

mengenai indikator pembangunan berkelanjutan yaitu budaya-ekologi, budaya-

ekonomi, dan ekonomi-ekologi. Penelitian ini, indikator pembangunan

berkelanjutan yang digunakan adalah ekonomi-ekologi dimana menggambarkan

fungsi tujuan didalam termin dari nilai-nilai ekonomi dan cost-benefit analysis.

Indikator dari pembangunan berkelanjutan diukur dari cadangan konservasi alam

dan ekonomi untuk kegiatan produksi serta pelayanan untuk generasi daat ini

dan yang akan datang.

Perwujudan RTH pada level provinsi atau kabupaten/kota tentunya sejalan

dengan tujuan dari Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH) yaitu meningkatkan

kualitas ruang kota khususnya melalui perwujudan RTH 30% sekaligus

implementasi RTRW kabupaten dan provinsi. Oleh karena itu, salah satu

langkah yang harus diambil terutama oleh para pembuat keputusan yaitu

menyusun kebijakan hijau. Pemerintah Kota Magelang perlu menempatkan

masalah RTH sebagai salah satu isu penting dalam pembahasan program

pembangunan yang berkelanjutan. Perlu didorong lahirnya Perda tentang RTH

dan Rencana Induk RTH provinsi agar perencanaan pembangunan RTH

memiliki kekuatan hukum yang jelas dan tegas.

Penurunan kuantitas RTH di kawasan perkotaan menyebabkan

menurunnya kualitas ruang terbuka publik perkotaan. Penataan ruang wilayah

berkelanjutan merupakan salah satu jalan keluar yang dipandang efektif untuk

mengatasi masalah alih fungsi lahan dan sebagai kunci pembangunan. Salah satu

9

upaya yang dapat dilaksanakan dalam menjaga pemanfaatan dan pengendalian

alih fungsi lahan yang tidak berkelanjutan adalah dengan mempertahankan RTH.

1.5.2 Rencana Tata Ruang Wilayah

Rencana tata ruang bersifat umum yang merupakan hasil dari suatu

perencanaan tata ruang yang selanjutnya akan menghasilkan rencana rinci tata

ruang yang nantinya diharapkan dapat diimplementasikan serta dapat dijadikan

pedoman untuk pelaksanaan pembangunan bagi semua pihak terkait. Rencana

umum tata ruang ini meliputi rencana tata ruang nasional, rencana tata ruang

provinsi, dan rencana tata ruang kabupaten/kota. Pada Undang-Undang Penataan

Ruang, perencanaan rencana tata ruang wilayah mencakup ruang darat, ruang

laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi. UU No. 26 Tahun 2007

merupakan suatu undang-undang penataan ruang yang dirancang agar setiap

kota/kabupaten dapat melaksanakan pembangunan daerahnya melalui penataan

ruang yang disesuaikan dengan materi maupun substansi dari undang-undang

tersebut.

Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kota Magelang dibuat dengan tujuan

penataan ruang didaerah tersebut dapat terkendali sesuai dengan kondisi Kota

Magelang. Rencana tata ruang wilayah tersebut dipergunakan menjadi pedoman

dalam penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah, pedoman

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang daerah, mewujudkan

keseimbangan perkembangan antar wilayah daerah serta keserasian antar sektor,

pedoman penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi yang dilakasanakan

10

Pemerintah daerah maupun masyarakat, pedoman menyusun rencana

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, dan pedoman penataan

kawasan strategis daerah. Selanjutnya rencana rinci tata ruang kota yang telah

ada dapat dikembangkan lebih rinci lagi menjadi rencana detail tata ruang

(RDTR) yang mengatur tata ruang di masing-masing kecamatan. RDTR ini

nantinya dapat dijadikan pedoman pembangunan dalam hal penataan ruang agar

terwujud pembangunan yang berkelanjutan.

1.5.3 Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau adalah suatu lapang yang ditumbuhi tanaman

berbagai tumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu

dan pohon (tanaman tinggi berkayu) (Purnomohadi, 1995). Selain itu RTH juga

merupakan sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran,

bentuk dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang

didalamnya terdapat tumbuhan hijau berkayu dan tahunan, dengan pepohonan

sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu,semak,

rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap,

serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH

yang bersangkutan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008

tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan,

ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik

dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana

11

dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Ruang terbuka terdiri atas RTH dan ruang terbuka non hijau. RTH sendiri

merupakan area yang penggunaannya lebih terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik

yang tumbuh alami maupun sengaja ditanam. Sementara ruang terbuka non hijau

merupakan ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk RTH, berupa

lahan yang diperkeras maupun badan air. UU No. 26 Th. 2007 juga menyebutkan

bahwa RTH merupakan bagian dari ruang terbuka publik yang digunakan untuk

kepentingan masyarakat secara umum.

Berdasarkan penataan ruang, RTH diartikan sebagai kawasan yang

mempunyai unsur dan struktur alami yang harus diintegrasikan dalam rencana tata

ruang kota, tata ruang wilayah, dan rencana tata ruang regional sebagai satu

kesatuan sistem. Pola jaringan RTH dengan berbagai jenis dan fungsinya

merupakan rangkaian hubungan kesatuan terpadu yang membentuk infrastruktur

hijau (green infrastructure) atau infrastruktur ekologis (ecological infrastructure).

Infrastruktur hijau dengan berbagai jenis dan fungsinya berperan dalam

menciptakan keseimbangan ekosistem kota dan alat pengendali pembangunan

fisik kota (Jago, 2011).

Kementrian Pekerjaan Umum pada tahun 2011 mengeluarkan Program

Pengembangan Kota Hijau (P2KH) yang didalamnya dapat mengulas konsep

hingga strategi untuk mewujudkan RTH melalui Kota Hijau. RTH melalui

perwujudan Kota Hijau (berkelanjutan) merupakan kota yang dibangun dengan

tidak mengikis atau mengorbankan aset kota-wilayah (city-region), melainkan

terus menerus memupuk semua kelompok aset meliputi manusia, lingkungan

12

terbangun sumber daya alam, lingkungan dan kualitas prasarana perkotaan. Kota

Hijau juga merupakan respon untuk menjawab isu perubahan iklim melalui

tindakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Mewujudkan Kota Hijau tersebut

diperlukan perumusan local action plan atau Rencana Aksi Kota Hijau (RAKH).

Salah satu atribut yang menjadi fokus di dalam RAKH adalah terkait “Green

Open Space” yakni berupa peningkatan kualitas dan kuantitas RTH sesuai dengan

karakteristik kabupaten/kota.

Kota yang didesain dengan mempertimbangkan dampak terhadap

lingkungan, dihuni oleh orang-orang yang memiliki kesadaran untuk

meminimalisir (penghematan) penggunaan energi, air, dan makanan, serta

meminimalisir buangan limbah, pencemaran udara dan pencemaran air merupakan

ciri dari kota hijau. Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) terdapat lima

atribut Kota Hijau, yakni:

1. Kepekaan dan kepedulian masyarakat.

2. Beradaptasi terhadap karakteristik bio-geofisik kawasan.

3. Lingkungan yang sehat, bebas dari pencemaran lingkungan yang

membahayakan kehidupan.

4. Efisiensi dalam peggunaan sumberdaya dan ruang.

5. Memperhatikan kapasitas daya dukung lingkungan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008

menjelaskan bahwa tipologi RTH dari segi kepemilikan dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik merupakan RTH yang

berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh pemerintah. RTH

13

privat adalah taman lingkungan yang dimiliki oleh orang perseorangan

/masyarakat/swasta yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas.

Tabel 1.5.3a Kepemilikan RTH

No Jenis RTH Publik RTH Privat

1

RTH Pekarangan

a. Pekaranga Rumah Tinggal v

b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat

usaha

v

c. Taman atap bangunan v

2 RTH Tman dan Hutan Kota

a. Taman RT v v

b. Taman RW v v

c. Taman Kelurahan v v

d. Taman Kecamatan v v

e. Taman Kota v

f. Hutan Kota v

g. Sabuk Hijau v

3 RTH Jalur Hijau Jalan

a. Pulau Jalan dan Median Jalan v

b. Jalur Pejalan Kaki v

c. Ruang Dibawah Jalan Layang v

4 RTH Fungsi Tertentu

a. RTH Sempadan Rel Kereta Api v

b. Jalur Hijau Jaringan Listrik Tegangan Tingi v v

c. RTH Sempadan Sungai v

d. RTH Sempadan Pantai v

e. RTH Pengamanan Sumber Air Baku/Mata

Air

v

f. Pemakaman v v

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi

Tercantum dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:

05/PRT/M/2008 adanya jenis RTH dengan arahan pengembangan atau

penyediaanna

14

Tabel 1.5.3b Jenis Dan Arahan RTH No Jenis RTH Bentuk

RTH

Luas RTH Arahan Penyediaan

1 Taman

Kota

Berupa

Blok

Minimal 144.000

m2 (Sedang

Hingga Luas)

Pohon tidak bergetah/tidak berduri,

memiliki bunga, pertumbuhan cepat,

dan tajuk tidak mudah patah

2 Taman

Lingkungan

Berupa

Blok

Minimal 250 m berbagai tanaman, minimal 3 pohon

pelindung dari jenis pohon kecil atau

sedang.

3 Hutan Kota Berupa

Blok

Minimal 2500 m2

(Sedang hingga

Luas)

Pogon heterogen/banyak jenis, daya

tarik berupa habitat pohon,

pertumbuhan sedang-cepat, dan tajuk

rindang berlapis.

4 Sabuk

Hijau

Berderet,

Lajur

memanjang

Kebun campuran, perkebunan,

persawahan.

5 Jalur Hijau

Jalan

Berderet,

Lajur

memanjang

20-3-% dari ruang

milik jalan

Pohon menyebar, tidak patah, daya

tarik tajuk, pertumbuhan cepat, tajuk

rindang.

6 Sempadan

Sungai

Berderet,

Lajur

memanjang

pohon perakaran kuat menghasilkan

buah, daya tarik bunga dan buah yang

disukai burung, pertumbuhan cepat,

tajuk sedang.

7 Pekarangan Berderet,

Lajur

memanjang

Disesuaikan KDB

perkotaan

Pohon tidak bergetah/tidak berduri,

memiliki bunga, pertumbuhan

lambat, dan tajuk tidak mudah patah

8 Pemakaman Berupa

Blok

Pohon jenis lokal, habitat burung,

daya tarik bunga, nuah dan harum,

pertumbuhan sedang, tajuk rindang.

Sumber: Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 dengan modifikasi

1.5.4 Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau dapat berperan ganda misalnya fungsi lindung

sekaligus rekreatif dan habitat hewan. Pepohonan / tanaman (vegetasi) dalam

RTH sangat bermanfaat untuk merekayasa masalah lingkungan di perkotaan,

disebutkan bahwa vegetasi mampu merekayasa estetika, mengontrol erosi dan air

tanah, mengurangi polusi udara, mengurangi kebisingan, mengendalikan air

limbah, mengontrol lalu lintas dan cahaya yang menyilakan, serta mengurangi

pantulan cahaya (Irwan, 1996).

15

RTH baik publik ataupun privat memiliki fungsi utama yaitu ekologis, dan

fungsi tambahan yaitu arsitektual, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam satu wilayah

perkotaan, empat fungsi tersebut dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan,

kepentingan, dan keberlanjutan kota. Fungsi ekologis, menjamin keberlanjutan

suatu wilayah secara fisik dengan lokasi, ukuran, dan bentuk yang sesuai dengan

kondisi kota tersebut sebagai perlindungan sumberdaya untuk kehidupan manusia

dan untuk makhlik hidup lainnya. Sedangkan fungsi lainnya (arsitektual, sosial,

dan ekonomi) dapat mendukung dan menambah nilai kualitas lingkungan dan

budaya kota tersebut, sehingga dapat diletakkan dan di bentuk seusi dengan

kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan lain-lain.

Dalam Permendagri No. 1 tahun 2007 disebutkan fungsi RTH kota adalah:

a. Pengaman keberadaan kawasan lindung perkotaan

b. Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air, dan udara

c. Tempat perlindungan plasma nutfah dan keanekaragaman hayati

d. Pengendali tata air

e. Sarana estetika kota

Sedangkan Manfaat Ruang Terbuka Hijau kawasan perkotaan adalah:

a. Sarana untuk mencerminkan identitas daerah

b. Sarana penelitian

c. Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial

d. Mengingkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan

e. Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestasi daerah

16

1.5.5 Manajemen Ruang Terbuka Hijau

Menejemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari pada “human and natural

resources” untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu

(Manullang, 1969).

Menurut Matthew (2008), manajemen ruang publik adalah :

“Serangkaian proses dan praktek untuk memastikan bahwa ruang publik

dapat memenuhi semua peran yang sebenarnya, mengelola interaksi, dan dampak

dari fungsinya apakah dapat diterima oleh para penggunanya.”

Ruang tebuka hijau yang merupakan bagian dari ruang publik juga

memiliki manajemen yang berfungsi untuk memastikan bahwa ruang terbuka

hijau dapat berfungsi sesuai dengan fungsi yang sebenarnya. Terdapat empat

aspek manajemen ruang publik menurut Carmona (2008) yang akan menjadi

acuan dalam meneliti manajemen ruang terbuka hijau, yaitu:

1. Regulasi (Peraturan)

Peraturan menetapkan bagaimana ruang publik harus digunakan,

menetapkan kerangka kerja untuk menyelesaikan permasalahan antara

pengguna, menentukan aturan akses dan mendirikan tindakan yang dapat

diterima dan tidak dapat diterima. Bagaimana regulasi dipahami, ditaati, dan

bagaimana menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan masyarakat adalah

dimensi penting dari manajemen ruang publik.

2. Pemeliharaan

17

Perawatan memastikan kesesuaian tujuan dari komponen fisik dari

ruang publik. Ruang publik dan infrastruktur, peralatan dan fasilitas yang

diberikan kepada masyarakat perlu dipertahankan guna memenuhi fungsi

yang sebenarnya dari ruang terbuka tersebut. Hal ini berhubungan dengan

RTH yang dapat digunakan, rapi, bersih dan aman, fasilitas jalan,

pencahayaan, vegetasi dan segala macam fasilitas lainnya untuk

menghindari apa pun yang mungkin merusak fasilitas yang diinvestasikan

dalam ruang terbuka hijau.

3. Investasi

Pengarutan penggunaan, permasalahan, dan memelihara fisik ruang

publik membutuhkan sumber daya, keuangan dan material. Dimana

instrumen peraturan dan rutinitas perawatan dapat efektif terkait dengan

jumlah sumber daya yang ditujukan untuk kegiatan tersebut. Selain itu,

sumber daya dapat berasal dari beberapa sumber, masing-masing dengan

kombinasi yang berbeda dengan keterbatasan dan berbagai kemungkinan.

Ini melibatkan dua dana pendapatan berkelanjutan untuk tugas-tugas

manajemen sehari-hari, tetapi juga pendanaan modal yang signifikan dari

waktu ke waktu ketika mendesain kembali dan diperlukan pembangunan

kembali.

4. Koordinasi

Koordinasi intervensi di ruang publik: karena peraturan, pemeliharaan

dan sumber daya yang cenderung melibatkan secara langsung atau tidak

langsung beragam orang dan organisasi, ada kebutuhan untuk

18

mengkoordinasikan mekanisme untuk memastikan bahwa pihak yang

bertanggung jawab atas kegiatan tersebut. Hal ini perlu koordinasi berlaku

sama untuk unit dalam suatu organisasi, seperti departemen pemerintah

daerah, seperti halnya untuk organisasi yang berbeda.

Gambar 1.5.5 Empat Aspek Manajemen Ruang Publik menurut Matthew (2008)

Keempat aspek tersebut berlaku untuk kegiatan manajemen RTH yang

dilakukan terutama oleh lembaga sektor publik, serta badan-badan atau organisasi

masyarakat sukarela, atau oleh perusahaan swasta. Berdasarkan keempat aspek

tersebut, dalam meneliti manajemen RTH di Kota Magelang hanya memakai

keempat aspek tersebut. Dengan keempat aspek ini diharapkan dapat mengetahui

baigamana manajemen ruang terbuka di Kota Magelang sehingga RTH dapat

tetap terjaga dan mendukung program mempertahankan 30% RTH di Kota

Magelang, serta bersifat berkelanjutan.

19

Manajemen RTH yang baik sangat dibutuhkan karena mengingat

kebutuhan lahan untuk pembangunan dan pertumbuhan fisik dari tahun ke tahun

semakin meningkat terutama pembangunan sarana dan prasarana kota. Sebagai

konsekuensi logis dari pesatnya pembangunan fisik kota adalah peningkatan

kebutuhan lahan untuk pembangunan. Kenaikan kebutuhan lahan ternyata tidak

diimbangi penyediaan lahan yang memadai, dengan kata lain faktor kebutuhan

(demand) lebih tinggi daripada faktor ketersediaan (supply) sehingga memberikan

peluang pada berlakunya mekanisme pasar. Sebagai akibat persaingan yang

semakin ketat, lahan alami dilokasi strategis yang dianggap tidak mempunyai nilai

ekonomi menjadi terancam fungsi ekologisnya. Dengan demikian diperlukan

mempertahankan lahan untuk RTH guna menjaga keseimbangan ekologis

terutama pada kawasan perkotaan.

1.6 Penelitian Sebelumnya

Studi mengenai RTH sudah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti

sebelumnya dengan beragam obyek, lokasi,tujuan penelitian, serta metode

penelitian. Penelitian ini ingin melihat bagaimana keadaan RTH di Kota

Magelang dan pengelolaan RTH yang dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak

swasta, maupun masyarakat sehingga dapat mewujudkan kota yang nyaman, asri,

hijau, dan indah. Berikut terdapat daftar penelitian yang sudah pernah ada serta

terkait dengan topik penelitian.

20

Tabel 1.6 Daftar Penelitian Terdahulu

Judul Penulis Fokus Metode Lokasi Tahun

Pengelolaan

Ruang Terbuka

Hijau Kota

Magelang

(Thesis)

Sri

Yuwiati

Sukma

Putra

Kondisi ruang

terbuka hijau dan

upaya pemerintah

dalam

mengelolanya

Deduktif

Kualilatif

Kota

Magelang 2006

Persepsi

Masyarakat dan

Pengelolaan

Ruang Terbuka

Hijau di Kota

Bandung (Thesis)

Raditya

Sukma

Utama

Identifikasi

karakteristik RTH

serta pandangan

masyarakat

Kuantitatif-

Kualitatif

Kota

Bandung 2007

Pengelolaan

Ruang Terbuka

Hijau di Kota

Pekanbaru

(Skripsi)

Rahimi

Rahma-

yana

Pengelolaan

Ruang Terbuka

Hijau

Deduktif

Kuantitatif

Kota

Pekanbaru 2010

Sumber: Penelusuran Penulis (2014)

Berdasarkan data diatas, terdapat banyak penelitian yang terkait dengan

pengelolaan RTH. Penelitian thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota

Magelang yang di lakukan oleh Sri Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006

menggunakan metode deduktif kualitatif. Terdapat pula penelitian berjenis skripsi

berjudul Pengelolaan RTH di Kota Pekanbaru yang dilakukan oleh Rahimi

Rahmayana pada tahun 2010 menggunakan metode yang sama yakni deduktif

kualitatif. Perbedaan antara penelitian tersebut adalah lokasi penelitiannya.

Dengan lokasi yang berbeda, maka faktor-faktor yang mempengaruhi

pengelolaannya pun juga akan berbeda pada masing-masing kota. Selain itu, fokus

dari penelitiannya juga berbeda dengan penelitian yang dilakukan. Penelitian

thesis yang berjudul Pengelolaan RTH di Kota Magelang yang di lakukan oleh Sri

Yuwiati Sukma Putra pada tahun 2006 fokus terhadap kondisi RTH dan upaya

pemerintah dalam mengelolanya, sedangkan yang sedang peneliti lakukan

berfokus pada pengelolaan RTH yang dikelola oleh pemerintah dan pihak swasta.

21

Penelitian thesis yang berjudul Persepsi Masyarakat dan Pengelolaan Ruang

Terbuka Hijau di Kota Bandung juga berbeda fokus penelitiannya.

Berbeda dengan penelitian yang ada pada tabel 1.6, penelitian manajemen

RTH Publik dan Privat di Kota Magelang berfokus pada identifikasi manajemen

pihak pemerintah, swasta, serta masyarakat dalam mengelola RTH yang dimiliki.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana melakukan indept interview

kepada stakeholder di pemerintahan, swasta dan masyarakat. Mengetahui

proporsi, distribusi (sebaran), dan kesesuaian RTH terhadap RTRW Kota

Magelang juga dilakukan guna mengetahui kondisi RTH yang ada di Kota

Magelang.

1.7 Kerangka Pemikiran

Ruang Terbuka Hijau yang akan diteliti terdiri dari RTH Publik dan RTH

Privat. Pembagian tersebut berdasarkan tipologi RTH yang terdapat pada

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008, disebutkan bahwa

Tipologi RTH dibagi menjadi empat, berdasarkan fisik, struktur ruang,

kepemilikan, dan fungsi. Dalam penelitian yang akan dilakukan memilih RTH

Publik dan RTH Privat. RTH Publik dan RTH Privat termasuk dalam tipologi

RTH Kepemilikan. RTH Publik ini merupakan RTH yang dikelola oleh

pemerintah, sedangkan RTH Privat merupakan RTH yang dikelola oleh pihak

swasta ataupun perorangan. Berdasarkan fenomena yang ada, dapat diketahui

luas, sebaran, fungsi, kesesuaian, serta manajemen RTH berdasarkan

regulasi,koordinasi, pemeliharaan, serta investasi.

22

Luas berhubungan dengan luas RTH yang ada di Kota Magelang, dari luas

tersebut dapat diketahui apakah sudah memenuhi 30% dari luas keseluruhan Kota

Magelang ataukah belum. 30% tersebut terdiri dari luas RTH Publik sebesar 20%

dan luas RTH Privat sebesar 10%. Distribusi merupakan indikator yang diteliti

guna mengetahui bagaimana persebaran RTH di Kota Magelang. Hal ini berkaitan

dengan tujuan penelitian yang pertama yaitu mengetahui proporsi dan distribusi

RTH di Kota Magelang. Keberadaan RTH perlu diketahui kesesuaian lahannya

dengan rencana tata ruang wilayah yang mengacu pada fungsi kawasan atau pola

ruang Kota Magelang dimana dibagi menjadi kawasan lindung dan kawasan

budidaya. Dengan rentang waktu berlaku RTRW yakni 20 tahun, maka

keseuaiannya dapat dibagi menjadi tiga yakni sesuai, tidak sesuai, dan belum

sesuai karena RTRW Kota Magelang berlaku tahun 2011-2031.

Kesesuaian dari lahan RTH terhadap RTRW, maka akan semakin jelas

bagaimana manajemen RTH yang sebaiknya dilakukan. Manajemen RTH di Kota

Magelang diteliti berdasarkan empat aspek, yatiu regulasi, pemeliharaan,

investasi, dan koordinasi. Dari keempat aspek tersebut maka akan diketahui

bagaimana manajemen RTH di Kota Magelang sehingga dapat diambil

kesimpulan termasuk tipe RTH yang mana apakah state-centered, market-

centered, atau community-centered. Dengan mengetahui bagaimana keadaan RTH

di Kota Magelang, maka dapat di berikan saran untuk pengembangan dan

manajemen RTH supaya dapat berkelanjutan.

23

Gambar 1.7 Diagram Kerangka Pemikiran

Menyebar

Luas RTH

RTH Kepemilikan

(RTH Publik dan RTH Privat)

Distribusi

RTH

Memenuhi

30%

Publik Privat

20% 10%

Belum Memenuhi

Kesesuaian lahan RTH

terhadap RTRW Kota

Magelang

Tidak Sesuai Belum Sesuai Sesuai

Manajemen RTH

Regulasi

Koordinasi

Pemeliharaan

Investasi

Saran Pengembangan dan Manajemen RTH

Ruang Terbuka Hijau