bab i pendahuluan 1.1 latar belakangeprints.umm.ac.id/45709/2/bab i.pdfdiberika dalam pelayanan...

6
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kesehatan jiwa tidak lagi difokuskan pada upaya penyembuhan klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa atau upaya pencegahan dengan sasaran selain klien gangguan jiwa, juga klien dengan penyakit kronis dan individu yang sehat sebagai upaya preventif. Upaya ini tidak hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa warganya. Upaya untuk pemberdayaan masyarakat terhadap kesehatan jiwa dapat dicapai dengan suatu manajemen pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas. Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas ini salah satunya dengan dengan pengenalan deteksi dini gangguan jiwa yang dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat (kader). Hal ini dapat mempermudah penanganan gangguan jiwa yang ada di masyarakat. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih community mental health nurses (CMHN), dokter umum dan kader kesehatan jiwa yang telah dilatih dalam bekerja secara tim yang disebut tim kesehatan jiwa puskesmas melalui pelayanan kesehatan dasar. Untuk itu mereka memerlukan penambahan dan penyegaran pengetahuan tentang pelayanan kesehatan jiwa agar dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa komunitas bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan (Keliat, et al. 2011).

Upload: others

Post on 17-Jan-2020

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan kesehatan jiwa tidak lagi difokuskan pada upaya penyembuhan

klien gangguan jiwa saja, tetapi juga pada upaya promosi kesehatan jiwa atau upaya

pencegahan dengan sasaran selain klien gangguan jiwa, juga klien dengan penyakit

kronis dan individu yang sehat sebagai upaya preventif. Upaya ini tidak hanya

dilakukan oleh tenaga kesehatan tetapi juga dengan pemberdayaan masyarakat melalui

kegiatan memberikan pemahaman, menumbuhkan kesadaran dan kepedulian

masyarakat terhadap masalah kesehatan jiwa warganya. Upaya untuk pemberdayaan

masyarakat terhadap kesehatan jiwa dapat dicapai dengan suatu manajemen

pelayanan kesehatan khususnya pelayanan kesehatan jiwa berbasis komunitas.

Bentuk pendekatan manajemen pelayanan kesehatan jiwa komunitas ini salah

satunya dengan dengan pengenalan deteksi dini gangguan jiwa yang dapat dilakukan

sendiri oleh masyarakat (kader). Hal ini dapat mempermudah penanganan gangguan

jiwa yang ada di masyarakat. Tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan

kesehatan jiwa adalah perawat yang telah dilatih community mental health nurses

(CMHN), dokter umum dan kader kesehatan jiwa yang telah dilatih dalam bekerja

secara tim yang disebut tim kesehatan jiwa puskesmas melalui pelayanan kesehatan

dasar. Untuk itu mereka memerlukan penambahan dan penyegaran pengetahuan

tentang pelayanan kesehatan jiwa agar dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa

komunitas bersamaan dengan pelayanan kesehatan yang dilakukan (Keliat, et al.

2011).

2

Kepala Dinas Sosial Jawa Timur mengatakan pada tahun 2014 penderita

gangguan jiwa sebanyak 764 penderita di seluruh Jawa Timur hidup dalam pasungan.

Namun, pada tahun 2016 jumlah penderita gangguan jiwa menurun menjadi 728

penderita. Kecamatan Bantur menjadi salah satu Kecamatan bebas pasung sejak

tahun 2014 dan sudah mendirikan posyandu jiwa yang bertujuan agar penderita

gangguan jiwa yang telah direhabilitasi bisa semakin produktif. Pelayanan utama yang

diberika dalam pelayanan keperawan jiwa adalah terapi modalitas yang bertujuan

untuk mengubah perilaku pasien dari perilaku maladaptif menjadi perilaku adaptif.

Trapi modalitas ini terdiri dari berbagai jenis terapi yaitu terapi individual, terapi

lingkungan, terapi biologi atau somatic, terapi kognitif, terapi keluarga, terapi

kelompok, terapi perilaku dan terapi bermain.

Menurut Mubarak (2014) posyandu merupakan perpanjangan tangan

Puskesmas yang memberikan pemantauan dan pelayanan kesehatan yang

dilaksanakan secara terpadu. Fungsi posyandu adalah untuk memberdayakan

masyarakat dan memeberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kesehatan dasar. Penyelenggaraan posyandu salah atunya dilakukan oleh

kader yang merupakan anggota masyarakat yang dipilih, bersedia, mampu dan

memiliki waktu untuk melakukan kegiatan posyandu. Kader diharapkan berperan

aktif dan mampu menjadi pendorong, motivator dan penyuluhan masyarakat. Kader

diharapkan dapat menjembatani antara petugas atau ahli kesehatan dengan

masyarakat serta membentu masyarakat mengidentifikasi dan menjawab kebutuhan

kesehatan mereka sendiri. Kader juga diharapkan dapat menyediakan informasi bagi

pejabat kesehatan yang mungkin tidak dapat mencapai masyarakat secara langsung.

Sedangkan kinerja kader dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal serta

bevariasi antara satu daerah dengan daerah yang lain. Faktor internal dan eskternal

3

seperti usia, lama dedikasi, pengalaman, kedaan ekonomi, status sosial dukungan

keluarga, kondisi masyarakat dan instansi kesehatan.

Menurut Keliat et al (2010) Kader Kesehatan Jiwa (KKJ) merupakan sumber

daya masyarakat yang perlu dikembangkan di Desa Sianga Sehata Jiwa (DSSJ).

pemberdayaan kader kesehatan jiwa sebagai tenaga potensial yang ada di masyarakat.

Seorang kader diharapkan mampu melakukan kegiatan dengan diberikannya

pembekalan sejak awal. Sedangkan kemampuan kader kesehatan jiwa perlu

dipertahankan, ditingkatkan dan dikembangkan melalui manajemen pemberdayaan

kader yang konsisten dan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi saat ini. Proses pengembangan kader kesehatan jiwa bisa digambarkan

sebagai pengelolaan motivasi kader sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan

dengan baik.

Penurunan kinerja kader disebabkan karena kurangnya motivasi dan

keaktifan kader. Motivasi kader dalam kegiatan posyandu merupakan suatu faktor

dominan yang sangat berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan Posyandu. Kader

Posyandu akan memberikan hasil yang memuaskan bila memiliki motivasi dan

kemampuan yang cukup. Kader kesehatan dengan motivasi tinggi memiliki

kemungkinan untuk aktif 15 kali lebih besar dari pada motivasi rendah dan kader

merupakan kunci keberhasilan program peningkatan pengetahuan dan keterampilan

bidang kesehatan dalam masyarakat. Kinerja kader dapat dipengaruhi oleh sikap,

motivasi, pengetahuan, dan masa kerja. Kegiatan posyandu juga akan berjalan dengan

baik apabila didukung oleh fasilitas yang memadai (Putra & Yuliatni, 2016).

Menurut Adisasmito (2010) persentase kader aktif secara nasional adalah

69,2%, sehingga angka drop out kader sekitar 30,8%. Kader drop out adalah

mekanisme yang alamiah karena pekerjaan yang didasari sukarela tentu saja secara

4

kesisteman tidak mempunyai ikatan yang kuat. Berbagai keterbatasan yang meliputi

sumber daya, kemampuan dan keterampilan baik dari pihak puskesmas maupun para

kader dan peran serta masyarakat merupakan hambatan pada kegiatan posyandu.

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas

Bantur pada tanggal 25 Oktober 2017, didapatkan data penderita gangguan jiwa pada

tahun 2017 bulan Oktober dari lima desa sebanyak 126 orang yang mana terdiri dari

desa Bantur tercatat 47 orang, Bandungrejo 42 orang, Sumber Bening 21 orang,

Wonorejo 8 orang, dan Srigonco 8 orang. Puskesmas Bantur memiliki 5 Posyandu

dengan jumlah kader 211, diantaranya 1 orang perawat community mental health nursing

(CMHN) dan kader kesehatan jiwa sebanyak 210 orang, 35 orang sebagai penanggung

jawab posyandu jiwa di lima desa. Dari 35 orang penanggun jawab posyandu jiwa

diantaranya; Bantur 6 orang, Wonorejo 5 orang, Srigonco 7 orang, Sumber Bening 7

orang, Bandungrejo 6 orang dan 4 orang lainya tidak aktif. Sebagai pendukung dalam

studi ini, sebelumnya peneliti telah melakukan survei awal dan wawancara yang

dilakukan oleh peneliti dengan 2 orang kader kesehatan jiwa, pada tanggal 2

November 2017 dan 25 Januari 2018 di Kecamatan Bantur, diperoleh data bahwa

kader kesehatan jiwa tidak sepenuhnya berperan sebagai kader kesehatan jiwa saja,.

Namun, kader kesehatan jiwa juga berperan sebagai kader posyandu balita, kader

posyandu lansia, dan kader posyandu PAUD. Adapun mengenai imbalan atau gaji

kader kesehatan jiwa tidak menerima imbalan atau gaji yang berupa uang perbulan,

tetapi meraka hanya diberikan dana transport dari anggaran dana desa (ADD) yang

mana hanya diterima setiap 3 atau 6 bulan sekali. Selain itu, kader kesehatan jiwa juga

menemukan hambatan atau kesulitan dalam memberikan pelayanan kesehatan jiwa

pada pasien gangguan jiwa. Hal ini di sebabkan masih kurangnya kemampuan dari

keluarga dalam menangani keluarganya yang mengalami gangguan jiwa. Misalnya,

5

dalam meberikan obat kadang keluarga masih merasa kebingungan. Sehingga kader

kesehatan jiwa harus turun langsung untuk memberikan pemahaman kepada keluarga

sekaligus motivasi kepada keluarga dengan gangguan jiwa bahwa obat sangat penting

buat keluarganya yang mengalami gangguan jiwa karena obat sebagian dari

pencegahan agar tidak kambuh atau bertambah parah dari sebelumnya. Selain itu

fasilitas yang dimiliki posyandu juga masih kurang memadai atau belum lengkap.

Permasalahan yang terkait dengan motivasi kader kesehatan jiwa : 1)

Posyandu tidak memiliki sarana dan prasana yang lengkap, 2) Kader kesehatan jiwa

tidak hanya bertugas sebagai kader posyandu kesehatan jiwa melainkan juga bertugas

sebagai kader posyandu lansia, kader posyandu balita dan kader posyandu paut, 3)

Adanya kader kurang aktif karena kesibukan dan keterbatasan waktu, 4) Belum

adanya penghargaan yang dapat meningkatkan motivasi melainkan mereka bekerja

dengan sukarela.

Menurut Tristianti & Risnawati (2017), motivasi seorang kader sangat penting

karena akan mempengaruhi kemauan kader untuk bekerja keras dalam menyelesaikan

pekerjaannya dan mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi kader sebagai

daya pendorong yang membuat kader mengembangkan kreativitas dan

menggerakkan segala kemampuannya demi mengoptimalkan pelayanan posyandu.

Sehingga motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan individu karyawan

mau bekerja keras dan antusias untuk menciptakan produktivitas kerja yang tinggi.

Sepanjang pengetahuan peneliti belum pernah ada yang mengidentifikasi

motivasi internal kader kesehatan jiwa di Posyandu wilayah kerja Puskesmas

Kecamatan Bantur, namun ada beberapa penelitian yang mendekati salah satunya

yaitu penelitian Mema et al (2016) dengan judul hubungan antara motivasi kerja dan

imbalan dengan kinerja kader Posyandu di Kecamatan Mudoinding Kabupaten

6

Minahasa Selatan. Belum banyaknya penelitian tentang motivasi internal kader

kesehatan jiwa maka peneliti tertarik untuk meneliti “Gambaran motivasi internal

pada kader kesehatan jiwa di Posyandu Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan

Bantur”. Karena kader kesehatan jiwa dalam meberikan pelayanan pada pasien

gangguan jiwa membutuhkan motivasi tinggi dan keterampilan tersendiri yang tidak

semua orang mampu melakukannya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut : “Bagaimanakah gambaran motivasi internal kader kesehatan jiwa di

Posyandu Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Bantur”.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran motivasi internal

pada kader kesehatan jiwa di Posyandu Wilayah kerja Kecamatan Bantur.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dan

masukan bagi posyandu kesehatan jiwa dalam meningkatkan mutu pelayanan

yang lebih baik, selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menambah

wawasan dan pendidikan tentang sumber daya manusia khususnya yang

berhubungan dengan motivasi.

2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan pengalaman yang sangat berharga

dimana penulis dapat memperoleh gambaran nyata serta dapat

membandingkan antara teori-teori yang telah dipelajari di bangku kuliah

dengan kenyataan dalam dunia kerja mengenai motivasi internal kader

kesehatan jiwa dalam memberikan pelayanan.