bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

29
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap bahasa memiliki ungkapan yang digunakan untuk menyampaikan makna kausatif. Meskipun demikian kausatif dalam masing-masing bahasa dinyatakan dengan konstruksi yang berbeda-beda. Konstruksi kausatif menggambarkan adanya dua peristiwa yang saling berkaitan. Comrie (1989: 165) mengatakan bahwa dalam situasi kausatif terdapat dua komponen yaitu sebab (the cause) dan akibat yang dihasilkan (result). Definisi konstruksi kausatif di atas menunjukkan komponen sebab memberi pengaruh sehingga timbul akibat pada komponen akibat. Dua komponen tersebut merupakan situasi mikro yang apabila digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh berikut. (1) The bus’s failure to come caused me to late for the meeting. (Comrie, 1989:163) Pada contoh di atas Comrie menjelaskan situasi mikro terdiri atas komponen sebab yaitu klausa the bus fails to turn up dan kompenen akibat I am late for the meeting. Penggabungan dua komponen tersebut akan membentuk situasi kausatif. Selanjutnya, Comrie (1989:166) juga menjelaskan bahwa ada banyak cara untuk mengekspresikan situasi kausatif, seperti dalam bahasa Inggris digunakan konjungsi because, so that, atau preposisi because of, thanks to, atau predikat yang terpisah seperti verba to cause, to bring it abaout that, dan sebagainya.

Upload: duongnhu

Post on 09-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

1  

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap bahasa memiliki ungkapan yang digunakan untuk menyampaikan

makna kausatif. Meskipun demikian kausatif dalam masing-masing bahasa

dinyatakan dengan konstruksi yang berbeda-beda. Konstruksi kausatif

menggambarkan adanya dua peristiwa yang saling berkaitan. Comrie (1989: 165)

mengatakan bahwa dalam situasi kausatif terdapat dua komponen yaitu sebab (the

cause) dan akibat yang dihasilkan (result). Definisi konstruksi kausatif di atas

menunjukkan komponen sebab memberi pengaruh sehingga timbul akibat pada

komponen akibat.

Dua komponen tersebut merupakan situasi mikro yang apabila

digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif. Hal

tersebut dapat dilihat pada contoh berikut.

(1) The bus’s failure to come caused me to late for the meeting.

(Comrie, 1989:163)

Pada contoh di atas Comrie menjelaskan situasi mikro terdiri atas komponen

sebab yaitu klausa the bus fails to turn up dan kompenen akibat I am late for the

meeting. Penggabungan dua komponen tersebut akan membentuk situasi kausatif.

Selanjutnya, Comrie (1989:166) juga menjelaskan bahwa ada banyak cara

untuk mengekspresikan situasi kausatif, seperti dalam bahasa Inggris digunakan

konjungsi because, so that, atau preposisi because of, thanks to, atau predikat

yang terpisah seperti verba to cause, to bring it abaout that, dan sebagainya.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

2  

Selain itu dapat juga menggunakan predikat yang di dalamnya terkandung makna

sebab seperti contoh berikut.

(2) John killed Bill.

Dalam bahasa Jepang istilah kausatif dikenal dengan istilah shieki.

Kausatif dalam bahasa Jepang dapat diungkapkan dengan verba turunan yang

dimarkahi oleh sufiks V-aseru/V-saseru seperti contoh berikut ini.

(3) Watashi wa musume ni piano o naraw- ase- masu.

saya anak pr. piano belajar kaus. formal

‘Saya menyuruh anak perempuan (saya) belajar piano.’

(Kiso II: 231)

(4) Kodomo o kooen de asob- ase- masu.

anak taman bermain kaus. formal

‘(Saya) mengizinkan anak bermain di taman.’

(Kiso II: 233)

Kausatif pada contoh di atas diekspresikan dengan verba kausatif narawasemasu

‘menyuruh belajar’ dan asobasemasu ‘mengizinkan bermain’. Pada contoh (3)

dan (4) subjek Watashi ‘Saya’ merupakan penyebab (causer) yang memberi

pengaruh atau melakukan tindakan terhadap objek musume ‘anak perempuan’ dan

kodomo ‘anak’ yang menjadi tersebab (causee). Pengaruh atau tindakan penyebab

terhadap tersebab membawa akibat sesuatu terjadi pada tersebab (objek kalimat).

Kausatif bahasa Jepang tidak selalu dinyatakan dengan verba turunan,

verba transitif berikut ini juga menyatakan kausatif.

(5) Taroo ga mado o hiraku.

Taroo jendela membuka

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

3  

‘Taroo membuka jendela.’ (SS: 241)

(6) Taroo ga kaeru o koroshi -ta.

Taroo katak membunuh lamp.

‘Taroo membunuh katak.’

(SS: 241)

Pada contoh di atas verba hiraku ‘membuka’ dan koroshita ‘membunuh’

juga menyatakan makna kausatif meskipun bukan verba turunan. Dikatakan verba

kausatif karena menggambarkan peristiwa sebab dan peristiwa akibat. Dilihat dari

maknanya, kausatif dalam bahasa Jepang seperti contoh di atas dapat

diinterpretasikan sebagai suruhan, pemberian izin maupun tindakan penyebab

terhadap tersebab. Artinya, pengaruh atau tindakan penyebab terhadap tersebab

dapat bersifat positif maupun negatif.

Bahasa Indonesia juga memiliki ungkapan yang digunakan untuk

mengekspresikan makna kausatif seperti contoh berikut ini.

(7) Berita itu membuat hatinya gembira.

(8) Perbuatannya menyebabkan orang-orang di dekatnya merasa gembira.

(9) Ibu membersihkan kamar tidur.

(10) Perampok itu juga membunuh korbannya.

Pada contoh di atas verba membuat, menyebabkan, membersihkan, dan

membunuh merupakan verba yang menyatakan makna kausatif. Verba kausatif

dalam bahasa Indonesia bentuknya dapat berupa verba berafiks maupun bukan

verba berafiks. Subjek kalimat (7-10) di atas yaitu Berita itu, Perbuatannya, Ibu,

dan Perampok itu menjadi penyebab yang memberi pengaruh kepada objek dia,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

4  

orang-orang di dekatnya, kamar tidur, dan korbannya sehingga objek melakukan

suatu tindakan atau mengalami suatu peristiwa. Dilihat dari maknanya, kausatif

bahasa Indonesia mengekspresikan subjek menyebabkan objek menjadi

mengalami sesuatu.

Dari pemaparan contoh-contoh di atas, terlihat perbedaan bentuk verba

kausatif dan maknanya dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Hal ini

menimbulkan minat penulis untuk meneliti verba kausatif dalam bahasa Jepang

dan bahasa Indonesia. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengamati bentuk verba

kausatif, struktur kalimat, dan makna kausatif kedua bahasa. Penelitian akan

dilakukan dalam tataran morfologi, sintaksis, dan semantik untuk membahas

bentuk verba kausatif kedua bahasa, struktur kalimat kausatif dan makna kausatif

pada kedua bahasa.

1.2 Perumusan Masalah

1) Bagaimanakah bentuk dan makna verba kausatif dalam bahasa Jepang?

2) Bagaimanakah bentuk dan makna verba kausatif dalam bahasa Indonesia?

3) Apakah persamaan dan perbedaan bentuk verba dan makna kausatif yang

diekspresikan dengan verba kausatif dalam bahasa Jepang dan bahasa

Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan yang telah penulis kemukan di atas, tujuan

dari penelitian ini adalah:

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

5  

1) Menjelaskan bentuk dan makna verba kausatif dalam bahasa Indonesia.

2) Menjelaskan bentuk dan makna verba kausatif dalam bahasa Jepang.

3) Mendeskripsikan persamaan dan perbedaan situasi kausatif yang

diekspresikan dengan verba kausatif dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Jepang.

1.4 Manfaat Penelitian

1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini akan berupa deskripsi tentang persamaan dan perbedaan

antara kalimat kausatif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Secara teoritis,

diharapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan

penelitian kontrastif mengenai bahasa Jepang dan bahasa Indonesia mengingat

dua bahasa tersebut memiliki banyak karakteristik yang berbeda baik pada tataran

fonologi, morfologi, sintaksis, maupun semantik.

2 Manfaat Praktis

Secara praktis, diharapkan penelitian dapat dimanfaatkan bagi bidang

linguistik kontrastif terapan, yaitu bagi para pembelajar dan pengajar bahasa

Jepang. Untuk kepentingan pembelajaran bahasa Jepang penelitian ini dapat

digunakan sebagai acuan dalam menyusun strategi dan metode pembelajaran

bahasa Jepang. Selain itu, penelitian ini diharapkan juga dapat bermanfaat bagi

bidang penerjemahan teks Jepang – Indonesia maupun sebalikya. Hasil penelitian

berupa penjelasan mengenai verba kausatif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

6  

dapat mengungkapkan suatu bentuk padanan tertentu yang dapat memberikan

kontribusi bagi perkembangan bidang penerjemahan.

1.5 Tinjuan Pustaka

Beberapa linguis berikut ini telah melakukan kajian tentang kausatif dalam

berbagai bahasa. Pandangan-pandangan linguis tersebut mengenai kausatif

menjadi referensi penulis dalam melakukan penelitian ini. Berikut ini akan

ditampilkan secara singkat pandangan linguis-linguis tersebut.

1. Arka (1993)

Dalam tesisnya, Arka menerangkan tentang kausatif dengan verba yang

dibentuk oleh afiks –kan. Arka menggunakan teori Goverment and Binding (GB

Theory) dan teori Lexical Functional Grammar (LFG Theory) untuk menjelaskan

kausatif –kan dari aspek sintaksis dan semantik.

2. Mayani (2005)

Dalam penelitiannya, Mayani membahas konstruksi kausatif bahasa

Madura dengan menggunakan teori yang dikembangkan oleh Comrie (1989).

Dengan menggunakan teori Comrie tersebut, menurut Mayani, tipologi kausatif

bahasa Madura dapat dilihat dari segi morfosintaksis dan semantik. Berdasarkan

parameter morfosintaksis, kausatif bahasa Madura terbagi men jadi tiga tipe, yaitu

(1) kausatif analitik, (2) kausatif morfologis, dan (3) kausatif leksikal.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

7  

Selanjutnya berdasarkan parameter semantik, kausatif bahasa Madura

dapat dibedakan berdasarkan dua fitur yaitu, fitur tingkat kendali yang diterima

tersebab dan tingkat kedekatan hubungan antara komponen sebab dan akibat. Dari

fitur tingkat kendali yang diterima tersebab, kausatif bahasa Madura dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu kausatif sejati (kausatif yang dilakukan secara tidak

sengaja) dan kausatif permisif (kausatif yang dilakukan dengan sengaja). Kausatif

sejati terjadi jika tindakan penyebab secara tidak langsung mengenai tersebab

(causee) secara fisik. Sedangkan, kausatif permisif terjadi apabila penyebab dan

tersebab tidak terlibat secara fisik atau nyata. Sementara itu, berdasarkan tingkat

kedekatan hubungan antara komponen sebab dan akibat, kausatif bahasa Madura

dapat dibedakan menjadi kausatif langsung dan kausatif tak langsung.

Dari hubungan antara konstruksi kausatif dan rentang durasi yang

diperlukan, rentang durasi antara komponen sebab dan akibat pada konstruksi

kausatif morfologis lebih pendek dibandingkan dengan rentang durasi antara

komponen sebab dan akibat pada konstruksi kausatif analitik. Dengan kata lain,

kausatif morfologis pada bahasa Madura bersifat langsung sedangkan kausatif

analitik bersifat tidak langsung.

3. Darmadi, dkk. (2006)

Darmadi, dkk. dalam penelitiannya yang berjudul Aspek Morfoleksikal

dan Tipologis dalam Kausatif Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda membahas

kausatif morfologis kedua bahasa dari aspek bentuk verba, tipologi dan properti

semantik kausatif morfologis. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

8  

gabungan antara linguistik struktural, linguistik tipologi dan semantik. Hasil

analisisnya menunjukkan bahwa kausatif morfologis kedua bahasa ditandai

dengan pemarkah yang tampak (overt markers) dan yang tidak tampak (covert

markers).

Dari aspek tipologi kausatif morfologi kedua bahasa, diketahui bahwa

pada kedua bahasa terdapat dua tipe, yaitu kausatif dengan dasar verba intransitif

memiliki konstruksi NP0 + V + NP1 dan kausatif dengan dasar verba mono

transitif memiliki konstruksi NP0 + V + NP2 + (NP1).

Properti semantik kausatif morfologis kedua bahasa menunjukkan tingkat

keberhasilan, keterlibatan, kontrol dan kemauan (volitional) pelaku. Properti pada

tingkat keberhasilan hanya terdapat pada dasar leksikal tertentu saja. Sementara

properti keterlibatan, kontrol, dan kemauan pelaku berkaitan dengan fitur

semantik argumennya apakah [+bernyawa] atau [-bernyawa].

4. Zha Xi Cai Rang (2008)

Dalam penelitiannya membandingkan ungkapan kausatif bahasa Jepang

yang ditandai dengan pemarkah –saseru dan kausatif bahasa Tibet yang ditandai

dengan pemarkah keu jeug. Makna kausatif kedua bahasa dilihat dari keterlibatan

partisipannya. Menurutnya makna kausatif kedua bahasa dapat dibedakan menjadi

tiga, yaitu (1) makna kausatif dengan partisipasi langsung, (2) makna kausatif

dengan partisipasi tidak langsung, dan (3) makna kausatif dengan tanpa partisipasi.

Makna-makna tersebut terbagi lagi menjadi makna-makna berikut ini. Pertama,

makna kausatif dengan partisipasi langsung terdiri atas makna (1) paksaan, (2)

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

9  

arahan/bimbingan, (3) bantuan/kebaikan, dan (4) permintaan. Kedua, makna

kausatif dengan partisipasi tidak langsung terdiri atas makna (1) izin, (2)

pembiaran, dan (3) persetujuan bersama. Dan, ketiga makna kausatif tanpa adanya

partisipasi.

Dari hasil analisisnya diketahui makna kausatif yang sama pada kedua

bahasa hanya makna partisipasi tidak langsung (makna bimbingan / arahan) dan

makna partisipasi langsung ( makna izin dan makna pembiaran). Selain itu

terdapat perbedaan makna dalam kausatif kedua bahasa sebagai berikut.

1. Kausatif yang bermakna paksaan dan memberi kebaikan dalam kedua bahasa

dinyatakan dengan pemarkah keu jeug yang melekat pada verba dalam bahasa

Tibet dan pemarkah –saseru yang melekat pada verba dalam bahasa Jepang.

Namun, dalam bahasa Jepang makna seperti itu dapat pula dinyatakan dengan

verba berafiks –saserareru dan verba berafiks –sasete ageru.

2. Kausatif yang bermakna memberi kebaikan dalam bahasa Jepang, hanya dapat

digunakan apabila objeknya bukan orang yang memiliki kedudukan atau status

lebih tinggi dari subjek. Sementara dalam bahasa Tibet tidak terdapat

pembatasan seperti itu.

3. Kausatif yang bermakna permohonan dalam bahasa Tibet dapat diungkapankan

dengan verba berafiks keu jeug, sedangkan dalam bahasa Jepang dinyatakan

dengan verba –te morau.

4. Dalam bahasa Jepang, afiks –saseru tidak dapat menyatakan makna

pertanggungjawaban dan menyalahkan kecuali afiks –saseru dilekatkan pada

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

10  

verba shinu ‘mati’. Sementara afiks keu jeug yang dilekati verba apapun dalam

bahasa Tibet, dapat menyatakan makna pertanggungjawaban dan menyalahkan.

Dari penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa penggunaan kausatif dengan

afiks keu jeug dalam bahasa Tibet lebih luas daripada kausatif dengan afiks –

saseru dalam bahasa Jepang.

5. Winarti (2009)

Dalam tesisnya Winarti mendeskripsikan tipe-tipe kausatif menurut

tipologi kausatif yang diusulkan oleh Comrie (1989), yaitu kausatif perifrastis

(analitik), morfologis, dan leksikal. Menurut Winarti konstruksi kausatif

perifrastis dalam bahasa Indonesia dapat dibentuk dari konstruksi nonkausatif

yang diberi pemarkah kausatif berupa verba kausatif. Verba kausatif yang

dimaksud adalah verba membuat. Dalam membentuk konstruksi kausatif

perifrastis, konstruksi nonkausatif yang dapat diubah menjadi konstruksi kausatif

perifrastis adalah yang perdikatnya verba intransitif, verba transitif, adjektiva, dan

nomina. Konstruksi kausatif morfologis dalam bahasa Indonesia ditandai oleh

permarkah berupa afiks [-kan], [per-], [-i], serta kombinasi afiks [per-kan] dan

[per-i]. Afiks-afiks tersebut melekat pada kategori verba, adjektiva, nomina,

numeralia, adverbia, dan frasa preposisional sehingga menghasilkan verba

kausatif. Kausatif leksikal yaitu kausatif yang dinyatakan oleh sebuah leksikon

tanpa melalui proses produktif apa pun. Selanjutnya, dalam tulisannya dibahas

mengenai perbedaan kausatif perifrastis dan morfologis.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

11  

Dari tinjauan pustaka yang tersebut di atas belum ada yang penelitian

mengenai kontrastif verba kausatif dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia

yang meliputi aspek bentuk verba, struktur kalimat, dan makna. Oleh sebab itu

penulis akan melakukan penelitian kontrastif verba kausatif dalam bahasa Jepang

dan bahasa Indonesia dengan mengamati bentuk verba, struktur kalimat, dan

makna. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut digunakan sebagai referensi dalam

melakukan penelitian ini.

1.6 Landasan Teori

Teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori tentang kausatif

secara umum, verba, pembentukan verba dan verba kausatif dalam bahasa

Indonesia dan bahasa Jepang. Pemaparan teori kausatif secara umum

dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai kausatif. Penjelasan mengenai

verba dan pembentukan verba perlu disampaikan karena pada penelitian ini akan

dibahas mengenai kausatif yang diungkapkan dengan verba kausatif. Selanjutnya

juga akan disampaikan penjelasan singkat teori yang berkaitan dengan kausatif

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang

1.6.1 Kausatif secara Umum

Sebuah kalimat dapat dikatakan menyatakan makna kausatif apabila di

dalam kalimat terdapat unsur-unsur yang menggambarkan situasi sebab dan akibat.

Hal itu dijelaskan oleh Shibatani (1976:1) yang menerangkan bahwa konstruksi

kausatif dapat didefinisikan dengan cara menjelaskan ciri-ciri situasi yang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

12  

membangun konstruksi kausatif tersebut. Situasi-situasi yang mengekspresikan

konstruksi kausatif disebut sebagai situasi kausatif. Selanjutnya Shibatani

menjelaskan bahwa situasi kausatif dapat terjadi apabila terdapat dua peristiwa

dengan kondisi-kondisi sebagai berikut.

a. Adanya keyakinan penutur mengenai hubungan antara dua peristiwa,

yaitu peristiwa akibat (disebut sebagai t2) terjadi setelah munculnya

peristiwa sebab (t1) terjadi.

b. Hubungan antara peristiwa sebab dan peristiwa akibat dijelaskan

dengan adanya keyakinan penutur bahwa munculnya peristiwa akibat

sepenuhnya bergantung pada munculnya peristiwa sebab.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat dipahami situasi kausatif terbentuk akibat

adanya dua peristiwa yang saling berkaitan yaitu peristiwa sebab dan peristiwa

akibat. Hubungan antara kedua peristiwa tersebut adalah bahwa keberadaan

peristiwa akibat tidak akan terjadi apabila tidak ada peristiwa sebab.

Dalam mengungkapkan suatu makna kausatif, keyakinan penutur

mengenai adanya peristiwa sebab dan peristiwa akibat sangat penting. Shibatani

(1976:2) mencontohkan kalimat berikut ini bukan kalimat yang bermakna kausatif.

(11) I told John to go. (SS: 2)

Kalimat (11) dikatakan bukan kalimat yang bermakna kausatif karena penutur I

tidak memiliki keyakinan apakah John melakukan tindakan go. Pada kalimat (11)

peristiwa akibat yang menggambarkan situasi kausatif tidak terdapat dalam

kalimat. Kausatif lebih mudah dipahami apabila diungkapkan dengan verba yang

menyatakan makna kausatif seperti pada contoh berikut.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

13  

(12) I caused John to go. (SS: 2)

(13) I made John go. (SS: 2)

(14) I opened the door. (SS: 2)

Kalimat di atas merupakan kalimat bermakna kausatif yang dinyatakan dengan

verba cause, made, dan open. Verba-verba tersebut menggambarkan tindakan

yang dilakukan oleh subjek I terhadap objek John maupun the door. Tindakan

yang dilakukan oleh subjek merupakan peristiwa sebab, dan akibat yang terjadi

pada objek John dan the door merupakan peristiwa akibat meskipun peristiwa

akibat tidak selalu dinyatakan secara eksplisit.

Berkaitan dengan bentuk verba kausatif, Comrie (1989:166-167)

berpendapat bahwa verba kausatif dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe,

meskipun bentuk bahasa-bahasa tidak selalu sesuai dengan salah satu atau ketiga

tipe tersebut. Ketiga tipe yang dimaksud (1) kausatif analitik, (2) kausatif

morfologis, dan (3) kausatif leksikal. Comrie menjelaskan pada kausatif analitik

terdapat predikat yang terpisah, dan predikat tersebut menyatakan sebab dan

akibat. Dalam bahasa Inggris kausatif analitik dicontohkan sebagai berikut.

(15) I caused John to go.

(16) I brought it about that John went.

Pada contoh di atas terdapat predikat yang terpisah yaitu cause dan brought it

about yang menyatakan sebab dan go yang menyatakan efek atau akibat.

Selanjutnya Comrie menjelaskan kausatif morfologis memiliki dua

karakteristik. Pertama, kausatif ini memiliki kaitan dengan predikat non

kausatifnya yang dibentuk melalui proses morfologis seperti afiksasi. Dengan kata

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

14  

lain, pada kausatif morfologis predikat non kausatif dan kausatifnya memiliki

keterkaitan dalam hal bentuk secara morfologis. Penurunan verba kausatif terjadi

melalui proses morfologis. Kedua, hubungan antara predikat kausatif dan non

kausatif produktif, artinya pemarkah kausatif dapat dilekatkan pada suatu predikat

sehingga membentuk verba kausatif.

Dan, kausatif leksikal adalah sebuah leksikal yang menggambarkan

hubungan sebab akibat. Hubungan sebab akibat tersebut tidak dinyatakan melalui

proses produktif. Contoh kausatif leksikal dalam bahasa Inggris yaitu verba kill

sebagai sebab dan die sebagai akibat. Comrie menyebutkan dalam kausatif

leksikal terdapat pasangan yang saling melengkapi (suppletive pairs) dan

pasangan tersebut merupakan sebab dan akibat seperti pada verba kill dan die.

Comrie juga menjelaskan tidak ada aturan formal antara anggota pasangan

tersebut. Artinya secara bentuk pasangan tersebut tidak memiliki hubungan yang

formal seperti verba kill dan die yang secara morfologis tidak ada kaitan, namun

secara semantik berkaitan.

Tipe-tipe kausatif juga telah dibahas oleh Katamba (1994:213) yang

membagi kausatif menjadi tiga tipe yaitu (1) kausatif leksikal, (2) kausatif

morfologis, dan (3) kausatif sintaksis. Kausatif leksikal diungkapkan melalui

bentuk kata yang tidak mengalami derivasi, seperti contoh dalam bahasa Inggris

kata drop ‘menyebabkan jatuh’ dan kill ‘menyebabkan meninggal’. Kausatif

morfologis dinyatakan antara lain dengan afiks derivasional seperti –en pada kata

widen ‘memperlebar’ atau ‘membuat lebar’ dan shorten ‘memperpendek’ atau

menyebabkan lebih pendek’. Kausatif sintaksis dinyatakan dengan kata di dalam

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

15  

frasa atau klausa yang berbeda seperti make someone happy ‘membuat seseorang

bahagia’ bukan dengan kata berafiks *happy-en someone atau *happy someone.

1.6.2 Verba dalam Bahasa Indonesia

Verba memiliki ciri-ciri yang dapat diketahui dengan mengamati (1)

perilaku semantis, (2) perilaku sintaksis, dan (3) bentuk morfologisnya (Alwi,

dkk., 2003:87). Dari segi perilaku semantisnya, Alwi, dkk. (2003:88-90)

membedakan verba menjadi (1) verba perbuatan (aksi), (2) verba proses, (3) verba

keadaan, dan (4) verba pengalaman. Verba-verba tersebut memiliki makna

inheren yang terkandung di dalamnya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai ciri

semantis verba dengan mengutip pendapat Alwi, dkk. (2003:88-90).

1. Verba Perbuatan (Aksi)

Verba perbuatan merupakan verba yang digunakan untuk menggambarkan apa

yang dilakukan oleh subjek. Contoh verba perbuatan antara lain yaitu belajar, lari,

mencuri, membelikan, menakut-nakuti, dan sebagainya.

2. Verba Proses

Verba proses dapat menggambarkan apa yang terjadi pada subjek. Selain itu,

dapat pula menyatakan adanya perubahan dari suatu keadaan ke keadaan yang lain.

Misalnya verba meledak, mati, mengering, kebanjiran, terbakar, dan sebagainya.

3. Verba Keadaan

Verba keadaan digunakan untuk menyatakan bahwa apa yang menjadi acuan

verba berada dalam situasi tertentu. Misalnya verba suka menggambarkan kondisi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

16  

subjek mengalami situasi suka. Verba keadaan mirip dengan adjektiva, tetapi ada

perbedaan diantara keduanya.

4. Verba Pengalaman

Selain ketiga verba di atas, Alwi juga menambahkan verba pengalaman, yaitu

verba yang menggambarkan peristiwa yang terjadi begitu saja pada seseorang,

tanpa kesengajaan dan kehendaknya. Contohnya verba mendengar, melihat, tahu,

lupa, ingat, dan sebagainya.

Dalam kalimat verba merupakan unsur yang sangat penting. Suatu verba

menentukan unsur-unsur apa yang harus atau boleh ada dalam kalimat tersebut.

Berkaitan dengan perilaku sintaksisnya tersebut, Alwi, dkk. (2003: 91-97)

membagi verba secara garis besar menjadi verba transitif dan taktransitif (lazim

disebut juga intransitif). Verba transitif adalah verba yang memerlukan objek.

Verba transitif dibagi menjadi tiga, yaitu verba ekatransitif, verba dwitransitif, dan

verba semitransitif. Verba ekatransitif adalah verba yang memiliki satu objek,

verba dwitransitif adalah verba yang memiliki dua objek, dan verba semitransitif

adalah verba yang objeknya boleh ada atau tidak. Sedangkan verba taktransitif

adalah verba yang tidak memiliki objek.

Pada ciri verba yang berkaitan dengan bentuknya morfologisnya, verba

dinedakan atas verba asal dan verba turunan. Menurut Alwi, dkk. (2003:98) verba

asal yaitu verba yang dapat berdiri sendiri tanpa afiks dalam konteks sintaksis,

dan verba turunan adalah verba yang harus atau dapat memakai afiks.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

17  

1.6.3 Verba dalam bahasa Jepang

Menurut Masuoka dan Takubo (1998:12) verba dapat digolongkan

berdasarkan sudut pandang yang berbeda-beda, tetapi secara garis besar dapat

dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu (1) verba aksi (dootai dooshi) dan verba

keadaan (jootai dooshi), (2) verba intransitif (jidooshi) dan verba transitif

(tadooshi), dan (3) verba yang menyatakan kehendak (ishi dooshi) dan verba yang

tidak menyatakan kehendak (muishi dooshi). Berikut ini akan dijelaskan secara

ringkas ciri-ciri verba tersebut dengan mengutip pendapat Masuoka dan Takubo

(1998:12-14)

1. Verba Aksi (Dootai Dooshi) dan Verba Keadaan (Jootai Dooshi)

Verba aksi adalah verba yang digunakan untuk menggambarkan gerakan

atau aktivitas seperti aruku ‘berjalan’, hanasu ‘berbicara’, taoreru ‘tumbang’,

taosu ‘menumbangkan’, dan sebagainya. Verba keadaan dapat menggambarkan

keberadaan seperti verba aru ‘ada (benda mati)’ dan verba iru ‘ada (makhluk

hidup); menggambarkan kemampuan seperti verba dekiru ‘mampu’;

menggambarkan keperluan seperti verba iru ‘memerlukan’; dan menggambarkan

saling keterkaitan seperti verba kotonaru ‘berbeda’, verba chigau ‘keliru’, dan

sebagainya.

2. Verba Transitif (Tadooshi) dan Verba Intransitif (Jidooshi)

Verba aksi dapat dibedakan menjadi verba transitif dan intransitif

berdasarkan perlu tidaknya objek yang mendampingi verba. Verba transitif

merupakan verba yang memerlukan objek dan ditandai dengan adanya partikel o

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

18  

setelah nomina (objek), sedangkan verba intransitif adalah verba yang tidak

memerlukan objek.

3. Verba yang Menyatakan Kehendak (Ishi Dooshi) dan Verba yang Tidak

Menyatakan Kehendak (Muishi Dooshi)

Verba aksi selain dibedakan menjadi verba transitif dan verba intransitif,

dibedakan lagi berdasarkan ada tidaknya kehendak subjek (manusia) dalam

melakukan atau mengalami suatu keadaan yang diungkapkan dalam verba. Verba

yang menggambarkan kehendak manusia untuk melakukan aktivitas secara sadar

seperti aruku ‘berjalan’, yomu ‘membaca’, kan’gaeru ‘berpikir’, dan sebagainya.

Sementara itu, verba yang menggambarkan keadaan yang terjadi diluar kesadaran

seseorang seperti taoreru ‘pingsan’, ushinau ‘kehilangan’, dan sebagainya.

Tomita (2007:47) menyebut istilah verba yang menyatakan kehendak

dengan istilah verba volitional dan verba yang tidak menyatakan kehendak dengan

istilah verba nonvolitional. Menurutnya, verba nonvolitional pada prinsipnya

merupakan verba yang menggambarkan suatu tindakan yang tidak dapat dikontrol

[-kontrol] oleh pembicara atau tindakan yang terjadi diluar keinginana pembicara.

Dengan merujuk pada penjelasan di atas, istilah yang berkaitan dengan

verba yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Verba

intransitif dan verba transitif untuk menjelaskan verba dalam kaitannya dengan

struktur kalimat. Verba aksi dan verba keadaan yang menggambarkan tindakan

yang dilakukan subjek. Verba volitional dan verba nonvolitional untuk

menggambarkan suatu tindakan dilakukan oleh subjek secara sadar atau tidak.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

19  

1.6.4 Konjugasi dalam bahasa Jepang

Secara morfologis verba dalam bahasa Jepang dapat dibagi menjadi

bagian-bagian yang disebut sebagai gokan, setsuji, dan gobi. Iori (2001:51)

menjelaskan yang dimaksud dengan gokan adalah bagian kata yang tidak berubah

bentuknya pada proses konjugasi. Gokan dapat disebut sebagai bagian kata yang

menyatakan makna leksikal kata tersebut. Sementara itu, bagian kata yang

mengalami perubahan saat berkonjugasi disebut setsuji dan gobi. Setsuji adalah

konjugasi kata itu sendiri, sedangkan gobi bukan konjugasi. Setsuji dan gobi

memiliki makna gramatikal. Contohnya verba kakareru ‘ditulis’ yang merupakan

bentuk diatesis pasif memiliki bagian-bagian sebagai berikut.

kak - a = re - ru gokan setsuji goki gokan gobi

Pada verba kakareru, kak merupakan gokan yang mengungkapkan makna leksikal

kata tersebut yaitu ‘tulis’. Di bagian selanjutnya terdapat reru yang merupakan

setsuji (sufiks) pemarkah bentuk diatesis pasif. Setsuji reru sendiri terbagi atas

gokan dan gobi, yaitu re sebagai gokan atau bagian kata yang menyatakan makna

gramatikal diatesis pasif dan ru sebagai gobi yang merupakan pemarkah verba

bentuk biasa (nonformal). Selain itu gobi ru dapat mengalami proses konjugasi

untuk menyatakan makna ragam biasa (nonsopan), ragam sopan, bentuk negatif,

perubahan kala, dan sebagainya seperti contoh berikut.

kak are ru : menyatakan bentuk biasa

kak are nai : menyatakan bentuk negatif, biasa

kak are masu : menyatakan bentuk sopan

kak are mashita : menyatakan bentuk sopan, kala lampau

kak are masen : menyatakan bentuk negatif, sopan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

20  

kak are masen deshita : menyatakan kala lampau, negatif, sopan

Verba kausatif dalam bahasa Jepang juga dibentuk melalui proses

konjugasi. Iori (2001:54) menjelaskan proses konjugasi yang dialami verba

berkaitan dengan morfologi verba bahasa Jepang yang terbagi atas tiga jenis.

Pertama, verba konsonan (shiin gokan dooshi) yaitu verba yang gokannya

berakhiran dengan huruf konsonan seperti verba kak-u ‘menulis’, hanas-u

‘berbicara’, tats-u ‘berdiri’ dan sebagainya. Seperti telah dijelaskan di atas, huruf

u di akhir kata merupakan gobi. Kedua, verba vokal (boin gokan dooshi) yaitu

verba yang gokannya berakhiran dengan huruf vokal seperti verba mi-ru ‘melihat’,

tabe-ru ‘makan’, oshie-ru ‘mengajar’ dan sebagainya. Ketiga, verba yang

perubahannya tidak teratur. Verba ini hanya terdiri dari dua yaitu verba kuru

‘datang’ dan suru ‘melakukan’. Perihal pembentukan verba kausatif dalam bahasa

Jepang akan dibahas pada bab III.

1.6.5 Afiksasi dalam bahasa Indonesia

Afiksasi adalah proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks.

Dalam proses ini, leksem (1) berubah bentuknya, (2) menjadi kategori tertentu,

dan (3) sedikit banyak berubah maknanya (Kridalaksana, 1996:28). Afiks oleh

Ramlan (2009:55) diartikan sebagai satuan gramatik terikat di dalam suatu kata

dan memiliki kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk

kata atau pokok kata baru.

Proses pembentukan kata dengan afiksasi dilakukan secara bertahap

seperti yang dicontohkan Ramlan (2009:59) pada pembentukan kata berpakaian.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

21  

Menurutnya kata berpakaian dibentuk dengan tahap pertama melekatkan morfem

–an pada kata pakai sehingga menjadi pakaian. Kemudian, morfem ber- melekat

pada pakaian sehingga menjadi berpakaian. Morfem ber- dan –an tidak melekat

bersama-sama karena masing-masing memiliki fungsi gramatik sendiri, yaitu

morfem –an membentuk nomina pakaian dan morfem ber- membentuk verba.

Verba kausatif dalam bahasa ada yang dibentuk melalui proses afiksasi

yaitu dengan cara melekatkan afiks pembentuk verba kausatif pada kategori kata

tertentu. Pembahasan mengenai afiks-afiks pembentuk verba kausatif akan

dibahas selanjutnya pada bab II.

1.6.6 Struktur Kalimat Kausatif

Menurut Comrie (1989:175) pada kalimat kausatif terdapat perubahan

sintaksis yaitu perubahan valensi berupa penambahan argumen yang sebelumnya

tidak ada pada kalimat nonkausatif. Pada kalimat kausatif subjek merupakan

penyebab yang sebelumnya tidak terdapat pada kalimat non kausatif.

Perubahan valensi terjadi disebabkan munculnya penyebab pada kalimat

kausatif, dan hal ini menyebabkan bergesernya fungsi sintaksis di dalam kalimat.

Comrie (1989:175) memberi contoh dalam bahasa Turki sebagai berikut.

(17) Hasan öl –dü.

Hasan mati lampau

‘Hasan (telah) mati.’

(18) Ali Hasan-i öl –dür –dü.

Ali Hasan mati kaus. lampau

‘Ali menyebabkan Hasan mati’

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

22  

Kalimat (17) merupakan kalimat non kausatif dengan predikat berupa verba

intransitif. Kalimat tersebut diturunkan menjadi kalimat (18) yang predikatnya

berupa verba kausatif, sehingga terjadi pergeseran argumen yaitu subjek Hasan

pada kalimat non kausatif bergeser menjadi objek langsung pada kalimat kausatif.

Kemudian, pada kalimat kausatif muncul argumen baru yaitu Ali yang menduduki

posisi subjek. Subjek tersebut merupakan penyebab yang menyebabkan tersebab

Hasan menjadi mati.

Perubahan fungsi sintaksis tersebut menyebabkan subjek kalimat

nonkausatif bergeser menjadi objek atau tersebab pada kalimat kausatif. Menurut

Comrie (1989:175-176) pergeseran posisi subjek kalimat nonkausatif menjadi

objek kalimat kausatif dipengaruhi oleh predikat kalimat nonkausatifnya. Apabila

kalimat nonkausatif berpredikat verba intransitif tersebab akan menduduki posisi

objek langsung, sedangkan bila kalimat nonkausatif berpredikat transitif maka

tersebab akan menduduki posisi objek tak langsung karena posisi objek langsung

telah diisi oleh objek yang sama pada kalimat nonkausatifnya. Sementara, apabila

kalimat nonkausatif telah memiliki objek tak langsung, maka tersebab akan

mengisi posisi objek oblik.

Demikian juga halnya dengan bahasa Jepang. Menurut Nitta, dkk.

(2009:257) kalimat kausatif mengungkapkan subjek kalimat kausatif sebagai

pemberi pengaruh terhadap terjadinya peristiwa sebagaimana diungkapkan dalam

kalimat nonkausatifnya. Subjek ini sebelumnya tidak muncul pada kalimat

nonkausatifnya. Dengan demikian subjek kalimat aktif dan kalimat kausatif yang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

23  

diturunkannya merupakan nomina yang berbeda. Hal tersebut dapat dilihat pada

contoh berikut ini.

(19) Kodomo ga terebi o keshi -ta.

anak televisi mematikan lamp.

‘Anak mematikan televisi.’

(20) Chichi oya ga kodomo ni terebi o kes -ase -ta.

ayah anak televisi mati kaus. lamp.

‘Ayah menyuruh anak mematikan televisi.’

Kalimat (19) merupakan kalimat nonkausatif yang kemudian diturunkan menjadi

kalimat kausatif pada contoh (20). Pada kalimat nonkausatif, subjeknya Kodomo

‘Anak’ melakukan tindakan terebi o keshita ‘mematikan televisi’. Kemudian pada

kalimat kausatif contoh (19) Kodomo‘Anak’ posisinya bergeser menjadi objek tak

langsung. Hal ini disebabkan karena pada kalimat kausatif ada subjek yaitu Chichi

oya ‘Ayah’ yang menjadi penyebab terjadinya peristiwa seperti yang diungkapkan

pada kalimat nonkausatif. Pada kalimat kausatif objek tak langsung kodomo

menjadi tersebab atau pihak yang dikenai pengaruh oleh penyebab sehingga

melakukan tindakan. Tindakan yang dilakukan oleh tersebab tidak akan terjadi

apabila tidak ada pengaruh dari penyebab.

1.6.7 Semantik Kausatif

Shibatani (1976:241) menjelaskan makna kausatif menurut tipe verbanya,

sehingga verba kausatif produktif dan verba kausatif leksikal memiliki perbedaan

dari segi makna. Menurutnya, karakteristik yang dimiliki oleh verba kausatif

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

24  

produktif yaitu mengungkapkan makna perintah (directive), sedangkan verba

kausatif leksikal mengungkapkan makna manipulatif (manipulative) (1976:260).

Yang dimaksud dengan makna perintah adalah penyebab baik secara

langsung maupun tidak langsung mengatakan sesuatu kepada tersebab sehingga

mengakibatkan tersebab melakukan tindakan. Dengan kata lain, penyebab

menyebabkan tersebab melakukan suatu tindakan secara verbal. Sedangkan

manipulatif yaitu penyebab melakukan tindakan yang mengenai fisik tersebab

sehingga terjadi suatu perubahan pada tersebab.

Nitta, dkk. (2009:261) menjelaskan makna kausatif yang dinyatakan

dengan verba kausatif morfologis bahasa Jepang dengan melihat partisipasi

penyebab dalam menimbulkan peristiwa akibat. Menurutnya kausatif morfologis

secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) tidak langsung

menimbulkan akibat, (2) langsung menimbulkan akibat, dan (3) tidak secara aktif

menimbulkan akibat. Perbedaan makna kausatif tersebut dilihat dari cara

penyebab dalam melakukan tindakan yang menyebabkan peristiwa kausatif.

Comrie menjelaskan aspek semantik kausatif berdasarkan dua parameter

(1989:171). Pertama, langsung (direct causation) dan kausatif tak langsung

(indirect causation). Perbedaan antara kausatif langsung (direct causation) dan

kausatif tak langsung (indirect causation) dilihat langsung tidaknya akibat yang

ditimbulkan seperti yang dijelaskan Comrie (1985:333) pada kalimat berikut ini.

(21) John caused the stick to break.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

25  

Menurut Comrie (1985:333) verba kausatif cause mengindikasikan tindakan

penyebab John terhadap tersebab stick ‘tongkat’ dan akibat yang ditimbulkan

tidak langsung terjadi.

Kedua, kausatif dibedakan menjadi kausatif sejati (true causative) dan

kausatif permisif (permissive causative). Menurut Comrie (1989:171) pada

kausatif sejati, penyebab memiliki kemampuan untuk menimbulkan akibat,

sedangkan pada kausatif permisif penyebab memiliki kemampuan untuk

mencegah terjadinya peristiwa akibat. Berkaitan dengan perbedaan makna ini

Comrie memberikan contoh dalam bahasa Inggris seperti berikut ini.

(22) I made the vase fall.

(23) I let the vase fall.

Pada contoh di atas kedua kalimat menggambarkan kejadian yang sama yaitu

penyebab I ‘saya’ menyebabkan tersebab the vase ‘vas’ menjadi fall ‘jatuh’.

Namun, pada kedua kalimat terdapat perbedaan makna, yaitu ada tidaknya

unsur kesengajaan penyebab terhadap tersebab. Verba made pada contoh (22)

menggambarkan penyebab dengan sengaja menyebabkan tersebab mengalami

peristiwa akibat, sedangkan verba let pada contoh (23) menggambarkan penyebab

tidak sengaja menyebabkan tersebab mengalami peristiwa akibat. Menurut

Comrie verba made menunjukkan kausatif sejati sedangkan verba let

menunjukkan kausatif permisif.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

26  

1.6.8 Analisis Kontrastif

Linguistik kontrastif adalah ilmu bahasa yang meneliti perbedaan-

perbedaan, ketidaksamaan-ketidaksamaan yang terdapat pada dua bahasa atau

lebih (Tarigan, 1992:227). Analisis kontrastif selalu berkaitan dengan

perbandingan dua bahasa atau lebih dan didasarkan pada asumsi bahwa bahasa-

bahasa tersebut dapat dibandingkan (James, 1998:3).

Penelitian kontrastif bertujuan untuk mengkaji secara mendalam

perbedaan dan persamaan antara dua bahasa atau lebih untuk mencari kategori

tertentu yang ada atau tidak ada dalam suatu bahasa sehingga kemiripan dan

perbedaan bahasa-bahasa tersebut dapat dilihat (Lado, 1957:1).

Menurut Parera (1997:98) analisis kontrastif dilakukan dengan beberapa

pemikiran dasar, yaitu:

a) Analisis kontrastif dapat dipergunakan untuk meramalkan kesalahan siswa

dalam mempelajari bahasa asing atau bahasa kedua. Buitr-butir perbedaan

dalam setiap tataran bahasa pertama dan bahasa kedua akan memberikan

kesulitan kepada para siswa dalam mempelajari bahasa kedua tersebut.

Sebaliknya, butir-butir yang sama akan mempermudah siswa dalam

mempelajari bahasa kedua.

b) Analisis kontrastif dapat memberikan satu sumbangan yang menyeluruh

dan konsisten dan sebagai alat pengendali penyusunan materi pengajaran

dan pelajaran bahasa kedua secara efisien. Dengan perbandingan

perbedaan pada tiap tataran analisis bahasa, bahan dapat disusun dengan

tingkat kesulitan masing-masing tataran.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

27  

c) Analisis kontrastif juga dapat memberikan sumbangan untuk mengurangi

proses interferensi dari bahasa pertama ke dalam bahasa kedua.

Ellis (1985:25) menyebutkan empat tahapan yang harus diikuti dalam

melakukan padanan antara dua bahasa atau lebih.

a. Deskripsi, yaitu mendeskripsikan secara formal kedua bahasa yang akan

diperbandingkan.

b. Seleksi, yaitu pemilihan terhadap butir tertentu sebagai perbandingan.

c. Perbandingan, yaitu mengidentifikasi persamaan dan perbedaan pada

setiap area dari kedua bahasa yang diperbandingkan.

d. Prediksi, yaitu mengidentifikasi area mana saja yang mungkin

menyebabkan kesalahan.

1.6.9 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yang dilakukan melalui proses

penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap sistematika penyajian hasil analisis

data. Linguistik deskriptif yaitu meneliti dan memerikan sistem bahasa

berdasarkan data. Selanjutnya analisis kontrastif digunakan dalam penelitian ini

karena penelitian ini mmembandingkan dua bahasa. Dengan mengacu pada

pendapat Sudaryanto (1986:57), metode dalam penelitian ini dibagi tiga tahap

yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis.

Pengumpulan data dilakukan dengan metode simak yaitu menyimak

penggunaan bahasa dengan menggunakan teknik catat. Teknik catat adalah teknik

menjaring data dengan hasil penyimakan data pada kartu data (Kesuma, 2007:45).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

28  

Penyedian data dilakukan dengan menggunakan teknik pustaka yaitu teknik

teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data

(Subroto, 2007:47). Data –data penelitian ini adalah verba kausatif dalam bahasa

Jepang yang dinyatakan dengan verba bersufiks V-aseru / V-saseru serta verba

kausatif leksikal. Sedangkan data dalam bahasa Indonesia yang dikumpulkan

adalah verba kausatif yang dinyatakan dengan verba kausatif analitik dengan

verba membuat dan menyebabkan, verba kausatif morfologis yang dinyatakan

dengan verba berafiks –kan, -i, per-, per-kan, dan per-i, serta verba kausatif

leksikal.

Setelah data-data terkumpul, dilakukan analisis data. Analisis data

dilakukan dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Metode padan

yang digunakan yaitu metode padan translasional (Sudaryanto, 1993:13-15).

Metode ini untuk mengidentifikasi satuan kebahasaan suatu bahasa berdasarkan

satuan kebahasaan bahasa lain, yaitu verba kausatif dalam bahasa Jepang dan

bahasa Indonesia. Sedangkan metode agih (Sudaryanto, 1993:15-16) digunakan

untuk melihat satuan kebahasaan bahasa yang diteliti. Teknik yang digunakan

yaitu teknik sisipan dan teknik ubah ujud (parafrasa) (Sudaryanto, 1993:66,83).

Teknik sisip dengan penyisipan adverbia untuk mengetahui makna kalimat dan

teknik ubah ujud dengan parafrasa untuk membuktikan sebuah kata bermakna

kausatif atau tidak.

Penyajian hasil analisis akan disajikan secara informal dan formal.

Menurut Sudaryanto (1993:145) penyajian hasil analisis data secara informal

dengan menggunakan kata-kata biasa. Sedangkan penyajian hasil analisis data

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68340/potongan/S2-2014... · digabungkan akan membentuk situasi makro yang disebut situasi kausatif

29  

secara fornal yaitu penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kaidah

(Kesuma, 2007:73).