bab i pendahuluan 1. latar...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem pemerintahan di Republik Indonesia sudah berganti-ganti sejak merdeka tahun 1945. Sistem federasi, sentralistik sampai desentralisasi pernah diigunakan sebagai sistem pembangunan di Indonesia. Sejak Era reformasi, Republik Indonesia menggunakan desentralisasi sebagai sistem pemerintahannya. Para ahli menilai bahwa sistem desentralisasi merupakan sistem yang tepat dengan karakteristik Indonesia yang heterogen. Hal ini merupakan sistem yang berkebalikan dengan sistem otoriter yang ditepakan oleh Presiden Soeharto di Era Orde Baru. Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk penerapan sistem desentralisasi di Indonseia, landasan pelaksanaan otonomi daerah diatur dalam UU no 32 tahun 2004. Sayang, Otonomi daerah diinterpretasikan lain oleh daerah sehingga pemekaran daerah seakan tidak berhenti, setelah reformasi sudah ratusan kabupaten dan 5 provinsi baru terbentuk. Pembentukan ini banyak dilatarbelakangi politis, bukan karena kebutuhan masyarakat. Hal ini yang menjadi latar belakang pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) no 78 tahun 2008 yang mengatur pembentukan, pemisahan dan penggabungan daerah agar pembetukan suatu daerah didasarkan pada keputusan logis bukan kepentingan politik. Pemekaran daerah terdapat beberapa variasi yaitu pemekaran provinsi, kabupaten menjadi kabupaten, kabupaten menjadi kota. Sebelum adanya PP 78 tahun 2008 tersebut, pemekaran daerah dilandasi oleh kepentingan politik sehingga dikhawatirkan akan merugikan daerah induk maupun daerah otonom baru. Era globalisasi menuntut siapa yang kuat maka yang akan bertahan dan yang lemah hanya akan menjadi penonton, dalam menghadapi globalisasi perlu adanya daya saing. Daya saing merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Daya saing diperlukan suatu daerah untuk bersaing di tingkat global dalam segala aspek terutama ekonomi.

Upload: vannhu

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sistem pemerintahan di Republik Indonesia sudah berganti-ganti sejak

merdeka tahun 1945. Sistem federasi, sentralistik sampai desentralisasi pernah

diigunakan sebagai sistem pembangunan di Indonesia. Sejak Era reformasi,

Republik Indonesia menggunakan desentralisasi sebagai sistem

pemerintahannya. Para ahli menilai bahwa sistem desentralisasi merupakan

sistem yang tepat dengan karakteristik Indonesia yang heterogen. Hal ini

merupakan sistem yang berkebalikan dengan sistem otoriter yang ditepakan

oleh Presiden Soeharto di Era Orde Baru. Otonomi daerah merupakan salah

satu bentuk penerapan sistem desentralisasi di Indonseia, landasan

pelaksanaan otonomi daerah diatur dalam UU no 32 tahun 2004.

Sayang, Otonomi daerah diinterpretasikan lain oleh daerah sehingga

pemekaran daerah seakan tidak berhenti, setelah reformasi sudah ratusan

kabupaten dan 5 provinsi baru terbentuk. Pembentukan ini banyak

dilatarbelakangi politis, bukan karena kebutuhan masyarakat. Hal ini yang

menjadi latar belakang pemerintah pusat mengeluarkan Peraturan Pemerintah

(PP) no 78 tahun 2008 yang mengatur pembentukan, pemisahan dan

penggabungan daerah agar pembetukan suatu daerah didasarkan pada

keputusan logis bukan kepentingan politik. Pemekaran daerah terdapat

beberapa variasi yaitu pemekaran provinsi, kabupaten menjadi kabupaten,

kabupaten menjadi kota. Sebelum adanya PP 78 tahun 2008 tersebut,

pemekaran daerah dilandasi oleh kepentingan politik sehingga dikhawatirkan

akan merugikan daerah induk maupun daerah otonom baru.

Era globalisasi menuntut siapa yang kuat maka yang akan bertahan

dan yang lemah hanya akan menjadi penonton, dalam menghadapi globalisasi

perlu adanya daya saing. Daya saing merupakan salah satu ukuran

keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Daya saing diperlukan suatu daerah

untuk bersaing di tingkat global dalam segala aspek terutama ekonomi.

2

Daerah yang mempunyai daya saing tinggi maka potensinya dapat

dimaksimalkan sehingga pembangunan akan berjalan dengan baik. Daerah

yang memiliki daya saing rendah maka hanya akan menjadi daerah konsumen

sehingga pembangunan daerahnya dilandasi oleh konsumsi bukan produksi.

Daya saing juga mencerminkan kinerja pembangunan daerah, apabila daerah

memiliki daya saing yang tinggi maka tentu pembangunan wilayahnya

berjalan dengan baik, sebaliknya daerah yang memiliki daya saing yang buruk

mencerminkan bahwa pembangunan wilayahnya tidak berjalan dengan yang

diharapkan.

Kabupaten Malang merupakan salah satu daerah yang memiliki

kontribusi ekonomi besar di Provinsi Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan

kontribusi Kabupaten Malang terhadap Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) total Provinsi Jawa Timur selama tahun 1996-2010 selalu konsisten

di peringkat 5 dengan rata-rata 4,46 % per tahun , dibawah Kota Surabaya,

Kota Kediri, Gresik dan Sidoarjo. Daerah yang memiliki kontribusi besar

dalam ekonomi jawa timur hampir semua berlokasi di utara jawa, sedangkan

Kabupaten Malang berada di selatan. Isu kesenjangan pembangunan antara

pulau jawa bagian utara dengan selatan membuat penelitian ini diperlukan

untuk mengidentifikasi daya saing Kabupaten Malang sebagai salah satu

kekuatan ekonomi di Jawa Timur yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa.

Kabupaten Malang juga mengalami pemekaran daerah yaitu Kota Batu,

padahal potensi ekonomi yang ada di Kota Batu sangat tinggi sebagai kota

pariwisata.

Penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan keadaan daya saing

Kabupaten Malang sebelum dan selama pemekaran daerah sehingga dapat

dijadikan referensi pemerintah Kabupaten Malang untuk mengembangkan

daya saing

2. Perumusan Masalah

Otonomi daerah merupakan peluang untuk kabupaten/kota untuk

mengembangkan daerahnya sendiri. Beberapa kewenangan pembangunan

3

telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dari pusat. Pembangunan yang

dilakukan daerah dianggap merupakan keuntungan karena pemerintah daerah

lebih mampu mengenali karakteristik dan masalah yang ada di daerah.

Penerapan Otonomi daerah hampir berbarengan dengan penerapan era

globalisasi merupakan momentum yang baik untuk pembangunan daerah.

Era globalisasi yang menuntut persaingan global membutuhkan

kekuatan daya saing untuk tetap bertahan. Otonomi daerah memberikan

peluang untuk daerah mampu meningkatkan daya saingnya karena sebagian

besar porsi pembangunan wewenang pemerintah daerah. Daya saing

merupakan salah satu hal yang sedang diperhatikan oleh pemerintah pusat

agar daerah-daerah mampu bersaing di tingkat nasional bahkan global.

Kabupaten Malang merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi

Jawa Timur. Kabupaten ini spesial karena merupakan salah satu dari 5

kabupaten/kota yang memiliki kontibusi besar terhadap PDRB provinsi.

Kabupaten Malang satu-satunya kabupaten/kota tersebut yang berlokasi di

bagian selatan Pulau Jawa. Perkembangan bagian selatan pulau jawa yang

tidak sepesat di bagian utara Pulau Jawa merupakan salah satu tantangan yang

dihadapi oleh Kabupaten Malang. Kesenjangan antara Pulau Jawa bagian

utara dan selatan merupakan salah satu permasalahan yang ada di Pulau Jawa.

Luas Wilayah dan lokasi Kabupaten Malang dapat menjadi hambatan dan

tantangan untuk meningkatkan daya saing daerahnya

Penelitian ini perlu untuk mengidentifikasi daya saing Kabupaten

Malang yang merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang ada di Provinsi

Jawa Timur. Kesempatan yang dimiliki oleh Kabupaten Malang untuk

meningkatkan daya saingnya karena pembangunan sudah diberikan

wewenangnya kepada daerah dalam era otonomi daerah. Kewenangan

pemerintah daerah yang besar dalam pembangunan merupakan peluang

Kabupaten Malang untuk mampu bersaing dengan kabupaten/kota lainnya di

Provinsi Jawa Timur dengan segala potensi yang dimilikinya. Peningkatan

daya saing merupakan akumulasi pembangunan sektor-sektor yang menjadi

4

indikator daya saing. Koordinasi pembangunan lintas sektor di Kabupaten

Malang merupakan salah satu keharusan untuk meningkatkan daya saing

Kabupaten Malang dalam era otonomi daerah juga mengalami

pemekaran daerah dengan terbentuknya Kota Batu menjadi daerah

administrasi sendiri. Pemekaran Kota Batu ditetpakan melalui UU no 1 tahun

2001. Kota Batu sering disebut Kota Wisata Batu karena Pariwisata

merupakan salah satu andalan dari daerah ini bahkan ada yang memberi

julukan “Swiss Kecil”. Potensi wisata yang besar jelas dapat menggerakkan

ekonomi masyarakat dan sektor lain. Hal ini tercermin dari peningkatan nilai

PDRB dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menyumbang 46.5 % dari

keseluruhan PDRB. Kota Wisata Batu merupakan salah satu destinasi wisata

utama di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Malang dengan segala potensi,

hambatan dan tantangan yang dihadapi, apakah mampu meningkatkan daya

saing selama otonomi daerah apalagi dengan statusnya sebagai salah satu

kontibutor terbesar PDRB provinsi Jawa Timur.

. Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini diarahkan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah daya saing daerah Kabupaten Malang dibandingkan

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan selama masa

otonomi daerah ?

2. Bagaimanakah dinamika nilai indikator daya saing daerah sebelum

dan selama masa otonomi daerah ?

3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

1. Mengetahui dinamika daya saing daerah Kabupaten Malang dibandingkan

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan selama masa

Otonomi daerah

2. Mengetahui dinamika masing-masing nilai indikator daya saing daerah

sebelum dan selama masa Otonomi daerah

5

Manfaat yang diharapkan peneliti terhadap hasil penelitian ini adalah :

1. Syarat untuk mendapatkan gelar sarjana tingkat S1 Fakultas Geografi

Universitas Gadjah Mada.

4. Tinjauan Pustaka

A. Otonomi Daerah

Sejarah Sistem Pemerintahan Di Indonesia

Perjalanan desentralisasi di Indonesia telah berlangsung lama bahkan

sebelum masa kemerdekaan. Sub-bab ini akan menjabarkan perjalanan

desentralisasi dari masa kolonial belanda sampai dengan era reformasi.

Terdapat 5 Periode yaitu masa Kolonial belanda, jepang, Orde Lama,

Orde Baru dan Reformasi.

Masa kolonial Belanda merupakan masa penjajahan yang lama bagi

Indonesia, awalnya Pemerintah kompeni memakai sistem sentralistik

untuk mengontrol daerah jajahan akan tetapi sejak 1903 Pemerintah

Kolonial Belanda memberlakukan desentarlisasi yang bertujuan untuk

meringankan tugas pemerintah pusat. Desentralisasi yang dibuat belanda

hanya setengah hati karena pemerintah daerah tidak mempunyai

kewenangan,

Sentralisasi jelas terlihat saat kepemimpinan Presiden Soeharto

yang”berjasa” menumpas PKI, Soeharto tidak ingin pemberontakan

terjadi lagi. Menurutnya desentralisasi justru akan mengancam integrasi

nasional karena dianggap terlalu banyak menyerahkan wewenang kepada

pemerintahan daerah. penyerahan wewenang terlalu besar kepada daerah

ditakutkan akan muncul gejolak-gejolak di daerah sehingga dengan

sentralisasi semua dapat diawasi oleh pemerintah pusat. UU pemerintah

daerah pada masa orde baru adalah UU No 5 tahun 1974. Otonomi yang

nyata dan bertanggung jawab merupakan bentuk desentralisasi di periode

Orde baru, akan tetapi desentralisasi tidak murni akan tetapi dipadu

dengan dekonsentrasi. Hal ini dibuktikan dengan program pemerintah

6

yang diputuskan oleh pusat tanpa melihat karakteristik wilayahnya.

Kapabilitas dan partisipasi masyarakat untuk membangun daerahnya

sendiri menjadi rendah karena semua keputusan pembangunan ditangani

oleh pusat.

Era Reformasi dimulai saat tumbangnya Presiden Soeharto oleh

mahasiswa pada tahun 1998, selain itu terbit UU no 22 tahun 1999 yang

mengatur pemerintahan daerah menggantikan UU yang lama. UU no 22

tahun 1999 kemudian diganti dengan UU no 32 tahun 2004. UU ini

memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurusi

dirinya sendiri dalam beberapa aspek. Sejak UU no 32 tahun 2004

dikeluarkan, pemekaran wilayah menjadi tidak terkendali maka dari itu

untuk mengontrol pemekaran wilayah dikeluarkanlah PP no 78 tahun

2008 yang mengatur tata cara pemekaran ataupun penggabungan daerah.

Tercatat 8 provinsi dan 220 kabupaten/kota berpisah dari daerah induknya

untuk membentuk daerah administrative baru sejak reformasi.

Konfigurasi politik dan sudut pandang pemimpin mempengaruhi

kebijakan otonomi daerah di Indonesia, ada periode yang memperluas

kewenangan pemerintah daerah, ada yang sentralistik.

Definisi, Visi Dan Pendapat Ahli Tentang Otonomi Daerah

Otonomi daerah merupakan salah satu bentuk dari sistem

desentralisasi. Penyerahan kewenagan beberapa aspek kepada

pemerintahan yang lebih rendah, hal ini adalah pemerintah daerah.

banyak ahli yang sudah mengemukakan pendapatnya tentang definisi

desentralisasi, sebagian besar ahli mengatakan inti desentralisasi adalah

penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah yang lebih

rendah, dalam hal ini daerah otonom. UU no 32 tahun 2004 dalam pasal

1 ayat 7 menjabarkan tentang definisi desentralisasi yaitu :

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah

kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

7

urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Tujuan Otonomi daerah yang tertulis dalam Undang-Undang 32 tahun

2004 ada dua yaitu mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

dan meningkatkan daya saing daerah. Undang-Undang 32 tahun 2004

juga membagi urusan mana yang masih dihandle oleh pemerintah pusat

dan mana yang dialihkan ke pemerintah daerah. Urusan yang dipegang

oleh pemerintah pusat adalah :

1. Politik Luar Negeri

2. Pertahanan

3. Keamanan

4. Yustisi

5. Moneter dan Fiskal Nasional

6. Agama

Urusan di luar 6 bidang tersebut diserahkan wewenangnya kepada

daerah dengan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Prinsip

otonomi daerah adalah derah diberikan kewenangan mengurus dan

mengatur semua urusan pemerinthan di luar yang menjadi urusan

pemerintah pusat. Asas Otonomi adalah pelaksanaan urusan pemerintahan

secara langsung oleh pemerintah daerah itu sendiri sedangkan yang

dimaksud asas tugas pembantuan adalah penugasan pemerintah provinsi

ke pemerintah kabupaten/kota dan desa.

Indonesia merupakan negara kepulauan yang luas serta memiliki

keragaman yang tinggi, baik agama, suku, ras maupun bahasa. Beberapa

ahli setuju bahwa desentralisasi merupakan salah satu solusi tepat dalam

pembangunan NKRI. Hal ini membuat pembangunan tidak dapat

disamaratakan karena beragamnya budaya yang ada. Otonomi daerah

dianggap dapat mengakomodasi beragam sosial ekonomi masyarkat yang

ada di Indonesia. The Liang Gie (1986) dalam Dadang Solihin (2012)

8

mengungkapkan alasan dianutnya sistem desentralisasi oleh sebuah

negara adalah

1. Mencegah penumpukan wewenang di pemerintah pusat yang dapat

berakibat munculnya tirani

2. Urusan yang dianggap dapat di-handle pemerintah daerah

seharusnya dapat dialihkan ke daerah agar pemerintah pusat

mengurusi hal yang lain

3. Pembangunan dapat didasarkan kepada kondisi geografis, sosial

ekonomi, budaya dan latar belakang sejarah daerah

Chemma dan Rondinnelli (1983) dalam Dadang Solihin (2012)

menyebutkan terdapat beberapa manfaat otonomi daerah yaitu

1. Perencanaan dapat dilakukan sesuai dengan kepentingan masyrakat

yang heterogen baik ekonomi, sosial, budaya dan karakteristik

geografis.

2. Jalur Birokrasi akan lebih pendek karena beberapa urusan sudah

dialihkan kepada daerah.

3. Perumusan kebijakan akan lebih realistis karena sudah ditangani

oleh perencana yang “mengerti” daerah tersebut

4. Desentralisasi akan dapat menjangkau daerah-daerah yang selama

ini tertinggal karena peran pemerintah daerah sangat besar.

Pemerintah daerah lebih mengetahui medan/daerah yang harus

diperhatikan. Pemerintah pusat tidak dapat menjangkau lebih dalam

karena pemahaman daerah hanya skala makro.

5. Efisiensi pemerintahan pusat karena beberapa tugasnya sudah

dialihkan ke pemerintah daerah

6. Peluang bagi masyarakat lokal dengan segala keragamannya

berkontribusi dalam pembangunan atau diakomodadi

kebutuhannya.

9

Dadang Solihin (2012), Direktur Evaluasi Kinerja Pembangunan Daerah

Bappenas menilai bahwa ada 5 alasan mengapa Indonesia menggunakan

sistem desentralisasi yaitu

1. Indonesia belum mampu menganut federasi

Beberapa ahli mengusulkan bahwa Indonesia sehaursnya

menggunakan sistem negara federasi akan tetapi Indonesia belum

memungkinkan. Harus mempersiapkan UUD baru, setiap daerah

juga harus menyusun konstitusi baru dan beberapa perubahan

konstitusi

2. Memelihara “Nation State”

Mengembalikan hak-hak dasar masyarakat karena dengan

desentralisasi masyarakat akan mudah untuk berkontribusi terhadap

pembangunan. Desentralisasi akan menguatkan peran daerah

sehingga akan mencegah gerakan separatis.

3. Kegagalan sistem sentralisasi

Indonesia yang beragam tidak bisa disamaratakan

sistem/perencanaannya sehingga terjadi pemaksaan program

pembangunan padahal belum tentu memecahkan maslaha yang ada

4. Memantapkan demokrasi

Sistem desentralisasi akan mengakomodasi kepentingan dan

pendapat masyarakat sampai level terbawah sehingga akan terjadi

proses demokrasi dalam perencanaan pembangunan di daerah

tersebut. Hal tersebut akan melatih kehidupan demokrasi sehingga

di masa yang akan datang sistem demokrasi akan lebih mantap.

5. Aspek Keadilan

Desntralisasi akan mengakomodasi pendapat dari masyarakat

yang dulunya pada saat desentralisasi “tidak didengarkan” sehingga

terdapat keadilan dalam menyatakan pendapat. Desentralisasi akan

mencegah terjadinya kesenjangan dalam penguasaan sumber daya

yang dimiliki oleh negara.

10

Syaukani et al (2005) dalam bukunya menjabarkan 6 alasan untuk

memilih system desentralisasi dalam pembangunan daerah

1. Efisiensi-efektifitas penyelenggaraan pemerintahan. Indonesia

merupakan negara yang luas, berbentuk kepulauan dan

keberagaman yang tinggi. Bidang penmbangunan yang harus di

cover-pun sangatlah banyak seperti sosial, budaya, ekonomi,

keamanan dsb. Kompleksnya bidang pembangunan serta luasnya

negara Indonesia jelas tidak efektiv semuanya dikerjakan oleh

pemerintah pusat. Pembagian tugas dan pemberian kewenangan

merupakan langkah tepat agar pemerintah pusat focus hal-hal yang

berskala nasional. Tugas-tugas pemerintahan akan dijalankan baik

oleh masyarakat di daerah karena mereka lebih memahami keadaan

lingkungannya. Pemerintah hanya menjadi Pembina dan pengawas

penyelenggaraan pemerintahan agar tidak menyimpang dari prinsip

negara kesatuan.

2. Pendidikan Politik. Desentralisasi merupakan salah satu sarana

masyarakat untuk berpartispasi dalam poltik, baik dipilih maupun

memilih. Periode Orde Baru merupakan pengekangan akan hak

politik masyarakat karena system politik hanya dikuasai oleh kamu

elite. Masayarakat dapat mengawasi kinerja pemerintah daerah,

dapat berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan, menilai

kebijaksanaan yang diambil. Hal ini akan menjadi keuntungan

pemerintah daerah karena mendapat masukan dan saran dari

mastarakatnya, di lain pihak masyarakat dapat mengutarakan

pendapatnya untuk pembangunan daerahnya.

3. Pemerintahan daerah sebagai persiapan karir politik lanjutan.

Desentralisasi dapat menjadikan kawah candradimuka pejabat

daerah yang ingin bersaing dalam politik nasional. Peranan

pemerintah daerah sebagai pembentukan jati diri, pengalaman, serta

11

beberapa pemahaman untuk kesiapan bertarung di kancah politik

nasional.

4. Stabilitas politik. Hamper semua ahli alasan ini merupakan alasan

inti dari desentralisasi. Penyerahan kewenangan kepada daerah

membuat kepentingan di setiap daerah dapat terserap sehingga

dapat meminimalkan konflik. Stabilitas nasional dibangun oleh

stabilitas tiap daerah.

5. Kesetaraan Politik. Kesetaraan yang dimaksud adalah pejabat dan

masyarakat di daeah dapat berkontribusi dalam pembangunan

nasional dengan membangun daerahnya dengan baik sehingga dapat

menopang pembangunan nasional. Partisipasi masyarakat dalam

politik menandakan kesetaraan dalam mengungkapan pendapat

selain kesetaraan untuk dipilih maupun memilih.

6. Akuntanbilitas Publik. Era desentralisasi membuat pemerintah

daerah harus hati-hati mengeluarkan kebijakan karena masyarakat

akan mengawasinya, apabila kebijakan itu tidak sejalan dengan

kepentingan masyarakat maka akan diprotes. Hal ini mengharuskan

pejabat daerah berhati-hati, mengkaji lebih dalam, berdiskusi

sebelum mengeluarkan kebijaksanaan sehingga akan meningkatkan

akuntanbilitas pejabat daerah dalam mengeluarkan keputusan.

Rondinelli (1983) dalam Nurcholis (2007) menjelaskan factor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan desentralisasi yaitu :

1. Derajat komitmen politik dan dukungan administratif yang

diberikan terutama oleh pemerintah pusat, elit daerah dan

masyarakat. Dukungan semua pihak jelas menjadi salah satu

landasan dalam pelaksanaan desentralisasi agar desentralisasi dapat

berjalan dengan lancar serta tepat sasaran. Apabila salah satu pihak

tidak mendukung maka terdapat missing link sehingga tujuan

desentralisasi tidak dapat dicapai dengan maksimal.

12

2. Sikap, perilaku, budaya masyarakat terhadap desentralisasi.

Masyarakat meruapakan obyek sekaligus subyek dalam system

desentralisasi, apabila masyarakatnya pasif maka kepentingannya

tidak akan tersalurkan. Apabila masyarakat aktif dalam mengawasi,

partisipasi dan sebagainya maka mereka akan mendapatkan

keuntungan sebagai obyek dan subyek pembangunan.

3. Dukungan Organisasi pemerintah. Aparatur dan pegawai daerah

harus siap dalam era desentralisasi karena pekerjaan organisasi

daerah semakin banyak karena kewenangan sudah dilimpahkan oleh

pusat kepada daerah.

4. Sumber daya yang memadai baik Sumber daya manusia, financial,

maupun infrastruktur.

Suatu system pasti mempunyai kelemahan dan kelebihan, tak terkecuali

system desentralisasi menurut Abdullah (2005) kelebihan desentralisasi

adalah meingkatkan efisiensi dan pelayanan public, manfaat lain adalah

meningkatkan akuntanbilitas dan partisipasi public yang telah dijelaskan

di awal. Kelemahan desentralisasi adalah tidak ada standar dalam

kebijakan desentralisasi, hal ini dikarenakan karakteristik wilayah

berbeda-beda sehingga system yang diterapkan disuatu daerah belum

tentu berhasil didaerah lain.

B. Daya Saing

Definisi Daya Saing

Daya saing merupakan istilah yang sering digunakan dalam ilmu

ekonomi terutama ekonomi pembangunan. Istilah dan definisi daya saing

jelas dipengaruhi oleh ilmu-ilmu ekonomi pembangunan. Michael porter

(1990) mendefinisikan daya saing sebagai output yang dikeluarkan oleh

industry yang tidak terlepas dari produktivitas pekerja (input). Porter

menjelaskan bahwa sebuah negara akan mempunyai daya saing yang

tinggi apabila output yang dihasilkan oleh industri juga baik, walaupun

harus memperhatikan factor yang lainnya juga seperti kapasitas industry

13

dalam memperbaharui dan inovasi. Porter menjelaskan mengapa sebuah

industry atau negara lebih memiliki daya saing daripada yang lain melalui

model diamond porter. Gambar 1.1 menunjukkan diagram daya saing

yang dibuta oleh Michael Porter

Gambar 1.1

Diagram daya saing Porter

Sumber : Wikipedia.com

Porter mendefinisikan 4 determinan utama yang

mempengaruhi daya saing yaitu kondisi permintaan, industri-industri

yang berkaitan dan mendukung, dan strategi, struktur, dan persaingan

perusahaan. 4 determinan ini saling menguatkan untuk menciptakan

daya saing sebuah industry. Porter juga mengeluarkan pendapat bahwa

tidak ada definisi yang dapat diterima oleh siapapun karena daya saing

merupakan konsep yang multi dimensi. Porter juga memberikan

pendapatnya tentang definisi daya saing secara mikro yaitu bagaimana

perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang berkelanjutan dari

industry ataupun level domestic. World Bank mengemukakan definisi

daya saing yang mirip dengan porter yaitu nilai tambah yang diberikan

kepada input perusahaan.

14

World Economic Forum (WEF) yang tiap tahun mengeluarkan The

Global Competitiveness Report mempunyai pendapat sendiri mengenai

definisi daya saing. WEF (1999) mendefinisikan daya saing dari sudut

pandang negara yaitu kemampuan perekonomian nasional mencapai

pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Factor

pemerintahan, kepastian hukum, kemudahan investasi serta factor standar

yang lain merupakan syarat terciptanya daya saing yang baik. WEF

menyatakan terdapat 12 pilar yang akan menjadi penentu daya saing, ke-

12 pilar tersebut dirangkum menjadi 3 determinan yaitu kebutuhan dasar,

meningkatkan efisiensi, dan Faktor inovasi dan kepuasaan.

Departemen Perdagangan dan Industri Inggris juga mengeluarkan

definisi tentang daya saing. UK-DTI tiap tahun mengeluarkan Regional

Competitive Indicators in United Kingdom dan mendefinisikan daya saing

sebagai daerah mampu menghasilkan pendapatan dan menciptakan

lapangan pekerjaan serta tetap dapat bersaing di level domestic maupun

internasional. Definisi mengenai daya saing juga dikeluarkan oleh Center

For Urban and Regional Studies yang mengeluarkan The Comptitiveness

Project menyatakan bahwa daya saing merupakan kemampuan sektor

bisnis untuk meghasilkan kekayaan dan pendapatan yang lebih merata

kepada penduduknya. Definisi yang dikeluarkan oleh CURDS memiliki

sudut pandang internal daerah bukan persaingan terhadap level yang lebih

tinggi. Abdullah et al (2002) merupakan salah satu ilmuwan nasional

yang mengeluarkan pendapatnya mengenai definisi daya saing. Definisi

yang dikelurakan mirip dengan definisi dari UK-DTI yaitu kemampuan

daerah untuk mencapai kesejahteraan dengan tetap terbuka dengan

persaingan domestic dan internasional. Berdasarkan penjabaran di atas,

(Abdullah et al, 2002) mengemukakan beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam definisi daya saing, yaitu :

1. Daya saing dapat mencakup bidang yang lebih luas dan tidak

terbatas kepada skala perusahaan ataupun industry.

15

2. Para pelaku ekonomi berada di sistem yang saling bersinergi

baik itu pemerintah, swasta, masyarakat, dll.

3. Sasaran daya saing adalah demi kesejahteraan masyarakat yang

ada di daerah tersebut.

4. Hakikat daya saing adalah kompetisi, sehingga daya saing

tidak akan terjadi pada sistem ekonomi yang tertutup

Gambar 1.2 menjelaskan tentang konsep dan definisi daya

saing untuk level mikro, meso dan makro.

Gambar 1.2

Konsep Daya Saing Sumber : sistem-inovasi.blogspot.com

16

Faktor Daya Saing Daerah

Belum adanya definisi daya saing yang diterima oleh semua

pihak membuat factor atau indicator yang mempengaruhi daya saing

suatu daerah ataupun industry juga berbeda-beda. Porter (1990)

menyatakan ada 4 aspek yang menjadi factor daya saing dan 2 faktor

penunjang yaitu kondisi permintaan, industri-industri yang berkaitan

dan mendukung, dan strategi, struktur, dan persaingan perusahaan

serta peranan pemerintah dan peluang

Lembaga yang mengeluarkan “Global Competitivness Report” yaitu

World Economic Forum menyatakan ada 12 pilar dalam membangun

daya saing sebuah negara yaitu :

a) Institusi

b) Infrastruktur

c) Iklim ekonomi makro

d) Kesehatan dan pendidikan dasar

e) Pendidikan tinggi dan keterampilan

f) Efisiensi pasar barang

g) Efisiensi pasar tenaga kerja

h) Pengembangan pasar financial

i) Teknologi

j) Pangsa pasar

k) Kepuasan investor , dan

l) Inovasi

12 indikator ini dirangkum dalam 3 determinan utama dalam

daya saing suatu negara yaitu kebutuhan dasar, peningkatan efisiensi

dan factor inovasi dan kepuasan. Menurut Abdullah et al (2002)

indikator yang untuk menentukan daya saing suatu daerah ada 9

indikator utama yaitu ,

1) Perekonomian daerah

2) Keterbukaan

17

3) Sistem Keuangan

4) Infrastrktur dan SDA

5) IPTEK

6) SDM

7) Kelembagaan

8) Governance dan Kebijakan Pemerintah

9) Manajemen dan ekonomi mikro.

Uli (2003) dalam tesisnya menjabarkan indicator daya saing

ada 9 indikator, indicator tersebut berasal kumpulan-kumpulan data

publikasi BPS yang kemudian oleh Uli (2003) dirangkum menjadi 9

faktor indikator daya saing yaitu 1) Perekonomian dan Keuangan

daerah 2) Aktivitas Perekonomian Penduduk 3) Ketenagakerjaan 4)

Kependudukan 5) transportasi dan Komunikasi 6) Kesenjangan 7)

Perumahan dan Lingkungan 8) Potensi Sumber daya daerah 9)

Pemerintahan dan Rentang Kendali. Indicator daya saing macamnya

banyak tergantung sudut pandang ahli ataupun lembaga yang

mengeluarkan karena belum ada definisi daya saing yang dapat

diterima oleh semua pihak.

Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indikator

menurut WEF. Indikator dalam WEF yang digunakan adalah syarat

dasar untuk mengembangkan ekonomi yaitu infrastruktur, Institusi,

makro ekonomi, kesehatan dan pendidikan.

5. Keaslian Penelitian

Penelitian ini menggunakan skripsi, tesis maupun jurnal baik yang

dipublikasikan secara internasional maupun nasional sebagai bahan rujukan

serta referensi. Tema penelitian ini adalah otonomi daerah yang mengambil

dari sudut pandang daya saing daerah kabupaten induk. Variabel dalam daya

saing daerah merupakan multidimensi seperti ekonomi, infrastruktur,

ataupun SDM. Penelitian-penelitian sebelumnya lebih banyak mengupas

18

aspek daya saing komoditas ataupun sektor industry. Referensi utama dalam

penelitian ini adalah Tesis dari Janry Haposan Uli Panusunan Simanungkalit

yang meneliti tipologi daya saing daerah Kabupaten se Jawa Barat, referensi

variabel daya saing daerah diambil dari penelitian tersebut. Penelitian

tentang otonomi daerah ataupun pemekaran daerah sudah jamak dilakukan

dari berbagai sudut pandang.

Terdapat beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan

penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini menitiberatkan kepada

pemekaran daerah dari kabupaten menjadi kota dari sudut pandang

kabupaten induk. Selama ini penelitian tentang otonomi daerah lebih banyak

kepada dampak otonomi dan DOB (Daerah Otonom Baru). Variabel daya

saing daerah juga lebih sederhana dibandingkan referensi yang lain.

Terdapat banyak penelitian yang mengangkat masalah otonomi

daerah, tabel 1.1 menunjukkan beberapa penelitian tentang otonomi daerah

dan membandingkan variabel/ataupun metode penelitian ini dengan yang

lain.

19

Tabel 1.1

Mantriks Penelitian Sebelumnya

No Nama Peneliti Judul dan Tahun Penelitian Jenis

Penelitian

Tujuan Metode Penelitian Hasil Penelitian

1 Janry

Haposan UPS

Analisis tipologi daya saing

daerah kabupaten/kota di Jawa

Barat (2003)

Tesis Mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi

kabupaten/kota di Jawa Barat

Analisis

Deskriptif, factor

analysis, dan

analisis korelasi

Sebagian besar indicator daya

saing memiliki daya saing yang

signifikan.

Menentukan kategori tipologi daya saing

daerah kabupaten/kota di Jawa Barat

Tipologi daya saing

kabupaten/kota di Jawa Barat di

bagi menjadi tiga yaitu tinggi,

sedang dan rendah. Daya saing

tinggi terdiri atas 9 daerah, daya

saing sedang terdiri dari 7 daerah

dan daya saing rendah terdiri atas

5 daerah.

Menentukan karakteristik tipologi daya

saing daerah kabupaten/kota di Jawa Barat

Menganalisis keterkaitan antar indicator

daya saing daerah kabupaten/kota di Jawa

Barat

Memformulasikan alternative kebijakan

umum peningkatan daya saing daerah

kabupaten/kota di Jawa Barat

2 Dudi

Hermawan

Analisis pelaksanaan

desentralisasi fiscal terhadap

pemerataan kemampuan

keuangan dan kinerja

pembangunan daerah (2007)

Tesis Evaluasi atas formula yang dipergunakan

dalam alokasi DAU

Indeks

Wiliiamson,

indeks Gini, LQ,

dan analisis

deskriptif

Pengalokasian DAU belum

sepenuhnya sebagai mediasi

pemerataan keuangan daerah

Analisis pelaksanaan desentralisasi fiscal

terhadap pemerataan kemampuan keuangan

antar kabupaten/Kota di provinsi Banten

Pemerataan keuangan daerah di

kabupaten/kota di banten semakin

baik setelah adanya kebijakan

desentralisasi fiskal

Analisis kinerja pembangunan kabupaten /

Kota di provinsi Banten

3 Martyantri RB

Sianturi

Kinerja Pembangunan daerah

kabupaten bogor sebelum dan

masa otonomi daerah (2008)

Skripsi Menganalisis struktur ekonomi kabupaten

bogor sesudah dan sebelum OTDA

Analisis

Deskriptif, shift-

share, derajat

desentralisasi

fiskal

Kinerja Kabupaten Bogor lebih

baik disaat otonomi daerah

Menganalisis kesejahteraan penduduk di

kabupaten bogor sesudah dan sebelum

OTDA

Peranan pemerintah pusat

dominan baik sebelum dan

sesudah desentralisasi fiscal.

Menganalisis kinerja keuangan daerah

sebelum dan saat berlakunya desentralisasi

fiskal

4 Gilang Adi

Nugroho

(2012)

Dinamika Daya Saing Daerah

Kabupaten Malang Sebelum Dan

selama masa Otonomi Daerah

Skripsi Mengetahui dinamika daya saing daerah

Kabupaten Malang dibandingkan

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur

sebelum dan selama masa Otonomi daerah

Z-score, Diagram

Garis, SWOT

Mengetahui dinamika indicator daya saing

daerah sebelum dan selama Otonomi

daerah

Sumber : Data dan Analisis

20

6. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing daerah Kabupaten

Malang sebelum dan selama terjadinya pemekaran. Kabupaten Malang merupakan

salah satu kekuatan ekonomi yang ada di Provinsi Jawa Timur, hal ini dibuktikan

dengan kontribusinya yang tinggi terhadap PDRB total Provinsi Jawa Timur. Hal

ini menjadi menarik karena lokasi Kabupaten Malang yang berada di selatan Pulau

Jawa, sedangkan kekuatan ekonomi Jawa Timur sebagian besar di bagian utara.

Kesenjangan Pulau Jawa bagian utara dan selatan merupakan relitas yang terjadi di

Indonesia. SDM, Infrastruktur dan ekonomi bagian utara lebih berkembang

dibandingkan bagian selatan. Penelitian ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

kekuatan ekonomi Kabupaten Malang yang terletak di daerah selatan Pulau Jawa.

Kabupaten Malang juga mengalami pemerkaran daerah di masa otonomi

daerah dengan Kota Batu memisahkan diri. Kota Batu yang terletak di lereng

Gunung membuat sektor pariwisata dan pertanian menjadi sektor ekonomi yang

potensial. Hal ini tercermin dari peningkatan nilai PDRB dari sektor Perdagangan,

Hotel dan Restoran menyumbang 46.5 % dari keseluruhan PDRB. Kota Wisata

Batu merupakan salah satu destinasi wisata utama di Provinsi Jawa Timur.

Kebijakan Otonomi Daerah merupakan peluang pemerintah daerah untuk

mengembangkan pembangunan karena beberapa wewenang pusat dilimpahkan

kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dapat merencanakan pembangunan

sesuai dengan potensi masalah yang ada Gambar 1.3 mengnujukkan kerangka

pemikiran dalam penelitian ini.

21

Gambar 1.3

Kerangka Pemikiran Penelitian Sumber : Hasil Analisis

7. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, dapat disusun

pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini

1. Bagaimana daya saing daerah Kabupaten Malang dibadingkan

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur sebelum dan selama masa otonomi

daerah ?

2. Bagaimanakah dinamika masing-masing nilai indikator daya saing di

Kabupaten Malang sebelum dan selama masa otonomi daerah ?

- Pelaksanaan Desentralisasi dalam

Pembangunan

- Indikator Daya Saing Daerah

Pengurangan

Potensi Daerah

Penguatan Sistem

Desentralisasi

Desentralisasi

UU NO 32 TAHUN 2004

Sentralisasi