bab i pendahuluan i.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Penelitian ini bermaksud untuk mengungkap adanya peran diplomasi
komersial di balik perkembangan industri pengolahan dan pemurnian hasil tambang,
atau yang biasa disebut sebagai smelter, untuk mineral berjenis bauksit di Indonesia.
Bauksit dipandang sebagai mineral yang prospektif. Hal ini karena barang jadi dari
bauksit yang berupa aluminium, dapat digunakan pada berbagai sektor industri di
dunia, mulai dari industri transportasi, telekomunikasi, elektronik, konstruksi, hingga
makanan. Hampir seluruh produk yang dihasilkan dari industri tersebut menggunakan
komponen yang berbahan dasar aluminium. Seiring dengan semakin tingginya
aktivitas industri global, kebutuhan dunia atas aluminium pun semakin meningkat
dari tahun ke tahun. Sebagai salah satu penghasil bauksit terbesar di dunia, Indonesia
dapat memperoleh keuntungan yang besar dari prospek bauksit yang demikian.
Pemberlakuan Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara (Minerba) yang berisi tentang larangan ekspor mineral mentah,
seakan menjadi suatu momentum bagi Indonesia untuk memaksimalkan keuntungan
yang dapat diperolehnya dari bauksit. Dengan mewajibkan bauksit mengalami proses
peningkatan nilai tambah terlebih dahulu sebelum diekspor ke negara lain, Indonesia
dapat melipatgandakan keuntungan dari hasil ekspor bauksitnya selama ini. Proses
2
peningkatan nilai tambah bauksit dilakukan dengan mengolah bauksit menjadi
alumina melalui smelter. Alumina yang merupakan barang setengah jadi dari bauksit,
akan memiliki nilai ekspor yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai ekspor
bauksit. Alumina tersebut untuk selanjutnya akan menjadi bahan baku dalam industri
aluminium.
Pengembangan industri smelter bauksit di Indonesia ternyata membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Indonesia terpaksa harus melakukan promosi investasi
smelter bauksit untuk menarik investasi asing agar dapat membantu memenuhi
kebutuhan biaya tersebut. Adanya promosi investasi smelter bauksit yang dilakukan
oleh Indonesia diindikasikan oleh realisasi investasi perusahaan tambang Jepang dan
China pada pembangunan smelter bauksit di Indonesia. Jepang dan China itu sendiri
adalah dua importir bauksit yang terbesar bagi Indonesia. Keduanya sama-sama
membutuhkan bauksit Indonesia dalam jumlah yang besar, sebagai akibat dari
tingginya aktivitas industri aluminium di dalam negerinya. Indonesia kemudian
memanfaatkan kondisi yang demikian sebagai “senjata” untuk menarik keterlibatan
perusahaan tambang Jepang dan China dalam realisasi pembangunan smelter bauksit
di Indonesia.
Ketika aktivitas ekspor bauksit dari Indonesia ke Jepang mulai dihentikan
akibat pemberlakuan UU Minerba, Jepang dituntut untuk menjaga agar ketersediaan
alumina di Jepang tetap dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri aluminium
di dalam negerinya. Hilangnya pasokan bauksit dari Indonesia dapat menghambat
keberlangsungan aktivitas industri aluminium di Jepang jika Jepang tidak sesegera
3
mungkin menemukan eksportir bauksit pengganti Indonesia. Namun, mencari
eksportir bauksit bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan karena spesifikasi
bauksit di negara penghasil bauksit lainnya terkadang tidak sesuai dengan apa yang
dibutuhkan oleh Jepang.1 Sedangkan di sisi lain, produksi aluminium di Jepang harus
terus dipacu seiring dengan tingginya aktivitas industri di Jepang yang pada
umumnya membutuhkan produk aluminium. Dengan membangun smelter bauksit di
Indonesia, ketersediaan alumina di Jepang yang dihasilkan dari bauksit Indonesia
dapat kembali terpenuhi meskipun aktivitas ekspor bauksit Indonesia ke Jepang harus
dilakukan dalam bentuk alumina.
Sementara itu, hal yang sama juga dialami oleh China. Pemberlakuan UU
Minerba membuat China harus kehilangan sebagian besar pasokan bauksit yang
selama ini diimpornya dari Indonesia untuk diolah menjadi alumina. Padahal, sebagai
produsen aluminium terbesar di dunia, industri aluminium di China harus berproduksi
dalam skala yang tetap, atau bahkan meningkat, untuk memenuhi kebutuhan industri
global atas produk aluminium China.2 Pemberlakuan UU Minerba ini juga telah
mengakibatkan terjadinya lonjakan harga bauksit di negara-negara penghasil bauksit
lainnya. Harga bauksit dunia menjadi tidak stabil akibat terhentinya aktivitas ekspor
bauksit di Indonesia. Jika terus dibiarkan, kondisi demikian dapat menekan
keberlangsungan industri aluminium di China.
1 Ali Fauzi. Wawancara Personal, 7 November 2014.
2 Hana. 2014. Bauksit dan China. [Internet]. Terdapat pada http://infotambang.com/bauksit-dan-china-
p571-1.htm (Diakses 18 April 2015)
4
China sebenarnya telah mengambil langkah antisipatif seperti dengan
membatasi ekspansi kapasitas produksi aluminiumnya.3 Pemerintah China beberapa
kali mengeluarkan aturan agar proses produksi pada industri aluminium di China
tidak dilakukan secara berlebihan. Namun, upaya tersebut selalu gagal karena
mendapat tentangan dari pemerintah lokal yang menghendaki peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerahnya.4 Selain itu, langkah antisipatif lainnya yang juga
diambil oleh China adalah dengan mengalihkan eksportir bauksit ke negara penghasil
bauksit lainnya untuk menggantikan Indonesia. Akan tetapi, rendahnya harga bauksit
Indonesia belum dapat ditandingi oleh negara-negara penghasil bauksit lain di dunia5,
serta hasil impor bauksit dari negara-negara tersebut juga belum sepenuhnya dapat
menutupi hilangnya pasokan bauksit oleh Indonesia.6 Oleh karena itu, membangun
smelter bauksit di Indonesia akan menjadi pilihan yang harus ditempuh oleh China,
terlebih karena China juga tengah mengalami inefisiensi industri aluminium akibat
naiknya biaya listrik dan kondisi mesin-mesin smelter yang sudah tua.
Pada akhirnya, industri smelter bauksit di Indonesia pun dapat berkembang
karena seluruh pembangunan smelter bauksit di Indonesia direalisasikan melalui joint
venture yang terbentuk antara perusahaan tambang lokal dengan perusahaan tambang
asing yang berasal dari Jepang dan China. Mengingat bahwa promosi investasi
3 Siska Amelie Deil. 2014. RI Stop Ekspor Bijih Mineral, Produksi Aluminium China Terancam.
[Internet]. Terdapat pada http://bisnis.liputan6.com/read/798708/ri-stop-ekspor-bijih-mineral-produksi-
alumunium-china-terancam (Diakses 18 April 2015) 4 Abdul Malik. 2014. Minerba Indonesia Tekan Industri Alumina Cina. [Internet]. Terdapat pada
http://www.tempo.co/read/news/2014/01/31/090549893/Minerba-Indonesia-Tekan-Industri-
Aluminium-Cina (Diakses 17 April 2015) 5 Ibid.
6 Hana. Op. Cit.
5
merupakan salah satu bentuk aktivitas utama dalam diplomasi komersial, maka
terwujudnya promosi investasi smelter bauksit oleh Indonesia ke Jepang dan China
yang telah menghasilkan joint venture demikian adalah indikasi bahwa industri
smelter bauksit di Indonesia dikembangkan di bawah kerangka diplomasi komersial.
Indikasi ini semakin diperkuat oleh adanya kerja sama antara pemerintah dengan
perusahaan tambang lokal selaku aktor dalam promosi investasi smelter bauksit
tersebut. Keduanya sama-sama memiliki kepentingan atas tercapainya realisasi
pembangunan smelter bauksit di Indonesia. Tanpa kerja sama dari keduanya,
diplomasi komersial tidak akan terwujud karena esensi dari diplomasi komersial itu
sendiri terletak pada hubungan antara pemerintah dengan pelaku bisnis.
I.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Indonesia mengembangkan industri smelter bauksit di bawah kerangka
diplomasi komersial?
I.3 Studi Literatur
I.3.1 Konsep Diplomasi Komersial
Secara garis besar, interpretasi terhadap konsep diplomasi komersial dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori. Pertama, interpretasi di tingkat makro7, yaitu
ketika konsep diplomasi komersial disamaartikan dengan konsep diplomasi
7 H.W. Kopp. 2004. Commercial Diplomacy and the National Interest. Washington: American
Academy of Diplomacy/Business Council for International Understanding. Hlm.7
6
ekonomi8, diplomasi perdagangan, maupun diplomasi keuangan
9. Interpretasi
demikian membuat konsep diplomasi komersial dianggap memiliki cakupan isu yang
lebih luas dan bersifat umum, mulai dari persoalan seputar kebijakan ekonomi, tujuan
ekonomi, hingga perjanjian perdagangan beserta implementasinya.10
Bahasan
mengenai konsep diplomasi komersial dalam interpretasi ini akan selalu dikaitkan
dengan aktivitas yang bertajuk negosiasi, konsultasi, dan penyelesaian sengketa
perdagangan11
, karena ketiga aktivitas tersebut memang diyakini sebagai upaya untuk
mempengaruhi kebijakan atau peraturan pemerintah negara lain yang dianggap
berkaitan dengan perdagangan dan investasi global.12
Kedua, interpretasi di tingkat
mikro, yaitu ketika diplomasi komersial didefinisikan secara lebih spesifik13
,
khususnya merujuk pada dukungan yang diberikan terhadap sektor bisnis dan
keuangan dalam negeri.14
Dukungan ini tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan
intensitas perdagangan, tetapi juga memacu investasi ke dalam dan luar negeri,
8 Alexandre Mercier. 2007. “Commercial Diplomacy in Advanced Industrial States: Canada, the UK,
and the US”, dalam Discussion Papers in Diplomacy. Netherlands Institute of International Relations
‘Clingendael’. 9 a) Maaike Okano-Heijmans. 2010. “Hantering van het Begrip Economische Diplomatie”, dalam
Internationale Spectator, Vol.64, No.5, Hlm.73-74.
b) Maaike Okano-Heijmans dan Huub J.M. Ruel. 2011. “Commerciele Diplomatie en Internationaal
Ondernmen”, dalam Internationale Spectator, Vol.64, No.5, Hlm.463-467. 10
a) G.R. Berridge dan A. James. 2001. A Dictionary of Diplomacy. Basingstroke: Palgrave. Hlm.81
b) Raymond Saner dan Lichia Yiu. 2003. “International Economic Diplomacy: Mutations in Post-
modern Times”, dalam Discussion Papers in Diplomacy, No.84. Netherlands Institute of International
Relations ‘Clingendael’.
c) Lennart H. Zuidema. 2011. Explaining Commercial Diplomacy Effectiveness. Tesis Mahasiswa
Strata-2. University of Twente. Hlm.4 11
a) G. Curzon. 1965. Multilateral Commercial Diplomacy. London: Michael Joseph.
b) Raymond Saner dan Lichia Yiu. Op. Cit. 12
Michel Kostecki dan Olivier Naray. 2007. Commercial Diplomacy and International Business.
Netherlands Institute of International Relations ‘Clingendael’. Hlm.2 13
Ibid. Hlm.8 14
G.R. Berridge dan A. James. Op. Cit. Hlm.38-39
7
sehingga baik upaya promosi perdagangan maupun promosi investasi, akan dilakukan
dalam prioritas yang setara.15
Di antara interpretasi di tingkat makro dan mikro, sebagian besar akademisi
maupun praktisi lebih memilih untuk menggunakan interpretasi di tingkat mikro
karena dianggap dapat mengidentifikasi ide pokok dari konsep diplomasi komersial
itu sendiri, tanpa harus dikaitkan dengan konsep-konsep diplomasi lainnya.
Gambaran mengenai konsep diplomasi komersial sebagaimana yang dimaksud oleh
interpretasi tersebut dapat merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Potter, Lee,
dan Naray. Potter mendefinisikan diplomasi komersial sebagai penggunaan alat-alat
diplomasi untuk membantu mencapai keuntungan komersil melalui promosi ekspor,
menarik investasi asing ke dalam negeri, mengembangkan kesempatan investasi ke
luar negeri, serta mendorong pemanfaatan alih teknologi.16
Terkait dengan tumpang
tindih penggunaan diplomasi komersial dengan diplomasi ekonomi, Potter
berpendapat bahwa meskipun konsep diplomasi ekonomi dan diplomasi komersial
dapat saling melengkapi, namun kedua konsep tersebut tidak dapat saling
menggantikan.17
Sementara itu, Lee mendefinisikan diplomasi komersial sebagai suatu
jaringan kerja antara aktor publik dan swasta dalam mengelola hubungan komersial
15
Alexandre Mercier. Op. Cit. 16
Evan H. Potter. 2004. “Branding Canada: The Renaissance of Canada’s Commercial Diplomacy”,
dalam International Studies Perspective, Vol.5, No.5, Hlm.3. 17
Ibid. Hlm.55
8
dengan menggunakan sarana dan proses diplomatik.18
Untuk menyempurnakan
definisi ini, Lee dan Ruel menspesifikasikan negara sebagai aktor publik sedangkan
pelaku bisnis sebagai aktor swasta, yang dalam hal ini keduanya saling bekerja sama
dalam konteks domestik, regional, dan sistem dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan kedua aktor tersebut.19
Sedangkan definisi komersial yang dikemukakan
oleh Naray adalah suatu aktivitas yang dilakukan oleh aktor publik dalam kerangka
aktivitas diplomasi yang bertajuk promosi bisnis antara home dengan host country.
Tujuannya adalah untuk mendorong perkembangan bisnis melalui serangkaian
aktivitas promosi dan fasilitasi.20
Dari ketiga definisi tersebut, dapat ditarik suatu
benang merah yang mengindikasikan bahwa diplomasi komersial identik dengan
aktivitas dukungan diplomasi yang diberikan oleh pemerintah terhadap pelaku bisnis
untuk menciptakan dan memperluas kesempatan bisnis di luar batas-batas negara.21
Sebagai bentuk dukungan untuk mengembangkan bisnis dalam skala
internasional, diplomasi komersial memiliki esensi yang berupa perpaduan kerja
sama antara pemerintah (negara) dengan pelaku bisnis (non-negara) untuk mencapai
keuntungan ekonomi.22
Esensi ini ditunjukkan oleh Potter dengan membagi aktivitas
diplomasi komersial ke dalam dua kategori berdasarkan kepentingan dan kapasitas
18
Donna Lee. 2005. “The Growing Influence of Business in U.K. Diplomacy”, dalam International
Studies Perspective, Vol.5, No.1, Hlm.50-54. 19
Huub J.M. Ruel. 2013. Diplomacy Means Business. Zwolle: Windesheim. Hlm.19 20
Olivier Naray. 2008. Commercial Diplomacy: A Conceptual Overview. The Hagues, Netherlands. 21
Huub J.M. Ruel, Sirp de Boer, dan Wouter ten Haaf. nd. Commercial Diplomacy in Practice:
Experiences of International Business Executives and Representatives. University of Twente. Hlm.1 22
Evan H. Potter. Op. Cit.
9
masing-masing aktor.23
Kategori pertama adalah bisnis. Kategori ini terdiri dari lima
aktivitas yang dinilai sebagai aktivitas utama dalam diplomasi komersial, yaitu trade
promotion, promotion of Foreign Direct Investments (FDIs), co-operation in science
and technology, promotion on tourism, dan advocacy for national business
community.24
Sedangkan kategori kedua adalah pemerintah. Pemerintah berperan
sebagai pihak yang memfasilitasi pencapaian aktivitas utama dengan memberikan
empat aktivitas dukungan yang berupa intelligence, networking and public relations,
contract negotiator of implementation, dan problem solving.25
Untuk mempermudah
pemetaan terhadap keseluruhan aktivitas tersebut, Potter pun mengembangkan
kerangka berikut.
Gambar 1. Kerangka Diplomasi Komersial
Sumber: E. Potter, 2004.
23
Ana-Maria Boromisa, dkk. 2012. Commercial Diplomacy of the Republic of Croatia or Why Croatia
Today Desperately Needs a Strong and Systematic Commercial Diplomacy. Zagreb: Institute for
International Relations. 24
Ibid. 25
Michel Kostecki dan Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.8
10
Trade Promotion. Promosi perdagangan tidak hanya ditujukan untuk
meningkatkan ekspor, tetapi juga untuk mencari pasar ekspor yang baru bagi suatu
negara. Kotabe dan Czintoka membagi aktivitas promosi perdagangan ke dalam dua
agenda, yaitu pemberian jasa dan pengembangan pasar. 26
Dalam agenda pertama,
promosi perdagangan dilakukan dengan memberikan layanan bagi para eksportir
berupa pengadaan seminar, bimbingan ekspor, pemberian panduan, dan pendanaan
ekspor. Sedangkan praktek promosi perdagangan yang termasuk ke dalam agenda
kedua di antaranya adalah memasarkan penjualan, berpartisipasi dalam sejumlah
pameran luar negeri, menganalisa pasar, dan mengirimkan surat berita ekspor.
Promotion of Foreign Direct Investments (FDIs). Promosi investasi umumnya
diawali dengan membangun citra positif terkait kondisi perekonomian dalam negeri
serta memberikan penawaran yang menarik bagi para investor asing. Kedua hal ini
ditujukan untuk menciptakan daya tarik agar para investor asing bersedia
menanamkan modalnya di dalam negeri. Kehadiran investasi asing di dalam negeri
diyakini dapat membantu pertumbuhan ekonomi melalui penciptaan lapangan kerja,
menambah devisa negara, alih teknologi, dan meningkatkan persaingan dalam
negeri.27
26
M. Kotabe dan M.R Czinkota. 1992. “State Government Promotion of Manufacturing Exports: A
Gap Analysis”, dalam Journal of International Business Studies, Vol.23, No.4, Hlm.637-658. 27
Maria Maher, dkk. 2006. Measuring Restrictions on FDI in Services in Developing Countries and
Transition Economies. Switzerland: United Nations Publication.
11
Co-operation in Science and Technology. Kerja sama dalam bidang
pengetahuan dan teknologi ini merupakan langkah penting yang harus dilakukan
untuk meningkatkan kapasitas teknis bagi sektor bisnis.28
Hal ini mengingat bahwa
kemajuan IPTEK di era kekinian telah menyebar luas ke semua kalangan. Sektor
bisnis yang turut terpengaruh oleh kemajuan IPTEK ini pun pada akhirnya dituntut
untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada. Selain untuk
meningkatkan kapasitas teknis, kerja sama IPTEK juga dibutuhkan untuk menjamin
persaingan para pelaku bisnis di pasar internasional yang semakin kompetitif akibat
arus liberalisasi.
Promotion on Tourism. Promosi pariwisata banyak dilakukan oleh negara
yang memiliki banyak tempat wisata yang menarik. Para aktor yang melakukan
promosi pariwisata dibekali dengan beragam materi promosi tentang potensi tempat
wisata yang dimiliki oleh negaranya. Keindahan dan keunikan yang menjadi ciri khas
suatu negara dipresentasikan dengan tujuan untuk membangun persepsi masyarakat
asing terhadap keunggulan sektor pariwisata di negara tersebut. Bagi negara yang
menggantungkan perekonomiannya dari sektor pariwisata, promosi pariwisata ini
dianggap sebagai aktivitas terpenting dalam diplomasi komersial.29
Advocacy for National Business Community. Advokasi sektor bisnis
merupakan aktivitas diplomasi komersial yang tengah berkembang. Dalam aktivitas
ini, Kostecki menggambarkan bahwa para aktor akan terlibat dalam sejumlah urusan
28
Ana-Maria Boromisa, dkk. Op. Cit. 29
Ibid.
12
publik yang dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan nasional maupun bagi
asosiasi bisnis, misalnya seperti membentuk kesepakatan dengan host country,
parlemen, maupun masyarakat umum.30
Selain itu, advokasi sektor bisnis juga dapat
berupa reaksi terhadap proposal host country terkait dengan peraturan dan
kesepakatan perdagangan internasional di antara keduanya.
Intelligence. Inteligensi meliputi penggalian informasi dan mengurus segala
hal yang dibutuhkan dalam membangun hubungan bisnis antara home country dengan
host country. Rangkaian agenda dalam aktivitas ini di antaranya adalah memberikan
laporan tentang kesempatan bisnis, pengembangan proyek atau kebutuhan
perusahaan, informasi terkait peraturan yang mempengaruhi kegiatan bisnis, dan
sebagainya.31
Networking and Public Relations. Membangun jaringan bisnis dibutuhkan
karena keberadaan mitra bisnis dapat membantu mengembangkan bisnis ke tingkat
yang lebih tinggi. Sedangkan membangun hubungan masyarakat merupakan strategi
penting bagi promosi investasi, yaitu meliputi pembangunan relasi bisnis dengan
pemimpin perusahaan dan menghadiri sejumlah forum bisnis di home atau host
country.
Contract Negotiator of Implementation. Upaya negosiasi bisnis dilakukan
terhadap pemerintah atau perusahaan dari host country. Aktivitas ini penting dalam
diplomasi komersial karena tidak hanya menyangkut hubungan antar pelaku bisnis
30
Michael Kostecki. 2005. Business Advocacy in the Global Trading System: How Business
Organizations May Shape Trade Policy. Jenewa: ITC. 31
Michael Kostecki dan Olivier Naray. Op. Cit.
13
host country dengan home country, tetapi juga pemerintah host country dengan home
country.
Problem-solving. Aktivitas penyelesaian masalah bisnis dibutuhkan terkait
dengan kebijakan dan peraturan di host country yang dapat merugikan pelaku bisnis
dalam negeri, atau untuk menyelesaikan kasus sengketa bisnis.
I.3.2 Perluasan Konsep Diplomasi Komersial
Sejak disamaartikan dengan konsep diplomasi ekonomi, diplomasi
perdagangan, maupun diplomasi keuangan, konsep diplomasi komersial seakan
tenggelam dari studi diplomasi.32
Tidak banyak penelitian ilmiah, publikasi akademis,
atau mata pelajaran yang mengulas lebih jauh tentang konsep diplomasi komersial,
mengingat adanya ketumpangtindihan antara konsep tersebut dengan konsep-konsep
diplomasi lainnya.
Kajian awal terhadap konsep diplomasi komersial hanya berhenti sampai pada
intepretasi di tingkat makro, tanpa ada kajian lebih lanjut pada interpretasi di tingkat
mikro. Jika ditinjau dari sudut pandang interpretasi di tingkat makro, maka praktek
diplomasi komersial sebenarnya sudah dapat dirasakan sejak puluhan tahun silam,
bahkan sejak sebelum globalisasi mulai berkembang di awal abad ke-19.33
Perdagangan yang terjadi pada saat itu beserta keterkaitannya dengan aspek
diplomasi, disebut-sebut telah mendorong peralihan dari budaya peradaban menjadi
32
Donna Lee dan David Hudson. 2004. “The Old en New Significance of Political Economy in
Diplomacy”, dalam Review of International Studies, Vol.30, No.3. 33
Lennart H. Zuidema. Op. Cit. Hlm.1
14
kekuatan ekonomi yang besar.34
Beberapa temuan yang menunjukkan bahwa praktek
diplomasi komersial telah dilakukan di masa lampau di antaranya adalah ketika
perdagangan dikenal sebagai salah satu aspek penting dalam hubungan internasional
oleh masyarakat Mesopotamia35
; perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat
Maya36
dan Roma37
sebagai bentuk perluasan budaya ke luar batas wilayah mereka;
pembentukan kebijakan perdagangan antara AS dan Rusia di tahun 1780 dan 178338
;
perdagangan antara Inggris dan Jerman yang didukung oleh diplomasi masing-
masing negara39
; serta perwakilan dari Belanda yang dikirim sebagai duta
perdagangan ke China untuk meningkatkan perdagangannya di tahun 165540
.
Sedangkan kajian terhadap konsep diplomasi komersial untuk interpretasi di
tingkat mikro baru berkembang di era globalisasi. Meluasnya sebaran internet,
tingginya mobilitas, dan munculnya pusat-pusat aktivitas ekonomi yang baru, telah
membuat kebaikan diplomasi komersial kembali direnungkan dan diposisikan oleh
kalangan akademisi maupun praktisi41
, namun dalam arti yang lebih sempit
dibandingkan dengan masa sebelumnya. Selain itu, berbeda dengan perekonomian
34
Huub J.M. Ruel. 2013. Ibid. 35
C. Edens. 1992. “Dynamics of Trade in the Ancient Mesopotamian World System”, dalam
American Anthropologist, Vol.94, No.1, Hlm.118-139. 36
R.V. Sidrys. 1976. “Classic Maya Obsidian Trade”, dalam American Antiquity, Vol.41, No.4,
Hlm.449-464. 37
O. Brogan. 1936. “Trade Between the Roman Empire and the Free Germans”, dalam The Journal of
Roman Studies, Vol.26, No.1, Hlm.97-113. 38
D.M. Griffiths. 1970. “American Commercial Diplomacy in Russia, 1780 to 1783”, dalam The
William and Mary Quarterly, Vol.27, No.3, Hlm.379-410. 39
T.H. Lloyd. 1991. England and the German Hanse, 1157-1611: A Study of Their Trade and
Commercial Diplomacy. Cambridge: Cambridge University Press. 40
H. Rahusen-de Bruyn Kops. 2002. “Not Such an Unpromising Beginning: The First Dutch Trade
Embassy to China, 1655-1657”, dalam Modern Asian Studies, Vol.36, No.3, Hlm.535-578. 41
Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.2
15
masa lampau yang memandang promosi perdagangan dan promosi investasi sebagai
dua hal yang berbeda, perekonomian masa kontemporer lebih memandang keduanya
sebagai dua hal yang saling berkaitan42
, hingga akhirnya menjadi pijakan bagi
diplomasi komersial untuk menyetarakan prioritas kedua aktivitas promosi tersebut.
Hal ini sekaligus menandai peran penting diplomasi komersial sebagai suatu orientasi
baru dalam mengejar keuntungan ekonomi di era globalisasi. Antusiasme negara-
negara terhadap diplomasi komersial pun terlihat dari adanya peningkatan jumlah
negara yang memprioritaskan upaya diplomasi komersial43
dalam mencapai tujuan
internasionalnya, serta adanya peningkatan pengeluaran negara yang ditujukan untuk
pemberian dukungan bisnis44
.
Di sisi lain, globalisasi juga turut dianggap telah mengubah definisi diplomat
komersial secara mendasar.45
Peralihan peran diplomat komersial terjadi akibat
adanya penyetaraan prioritas promosi perdagangan dengan promosi investasi dalam
praktek diplomasi komersial di era kekinian. Diplomat komersial kontemporer tidak
hanya berperan pasif dengan mengumpulkan dan menyalurkan informasi, tetapi juga
berperan aktif karena sekaligus memasarkan produk negara dan memasarkan
negaranya sebagai lokasi yang menarik untuk investasi.46
42
Alexandre Mercier. Op. Cit. 43
Donna Lee dan David Hudson. Op. Cit. 44
Huub J.M. Ruel, Sirp de Boer, dan Wouter ten Haaf. Op. Cit. Hlm.3 45
Mustafa Ilker Ozdem dan Michael J. Struett. 2009. Government Agencies in Commercial
Diplomacy: Seeking the Optimal Agency Structure for Foreign Trade Policy. North Carolina State
University. Hlm.8 46
Ibid. Hlm.8
16
Jika ditinjau dari sudut pandang interpretasi di tingkat mikro, maka praktek
diplomasi komersial dapat ditemukan dalam segala bentuk aktivitas pemerintah yang
dinilai dapat memberikan dampak secara nyata bagi perkembangan bisnis dalam
negerinya di luar batas-batas negara. Salah satunya dapat dilihat pada tulisan Garten
dan Shinn tentang peran diplomat komersial AS di Asia dan manfaatnya bagi
perkembangan bisnis AS.47
Tulisan serupa juga ditemukan pada penelitian Potter
terhadap Kanada, yang berisi ulasan tentang nilai tambah fungsi diplomat komersial
bagi bisnis dalam negeri.48
Sedangkan untuk data kuantitatif dapat merujuk pada
tulisan Rose karena ia memaparkan tentang hasil perhitungannya yang membuktikan
bahwa angka ekspor akan meningkat sebesar 6-10% bagi negara yang mengirimkan
perwakilan diplomatiknya ke negara lain.49
Sementara itu, penelitian yang dilakukan
oleh Lederman, Olarreaga, dan Payga juga turut melengkapi jajaran bukti atas peran
penting pemerintah di balik perkembangan bisnis dalam negeri, yaitu melalui
tulisannya yang mengungkap bahwa diplomasi komersial memberikan dampak yang
signifikan bagi ekspor nasional, membantu mengurangi hambatan perdagangan di
luar negeri, serta membantu meluruskan informasi yang bersifat asimetris berkat
peran yang dimainkan oleh seorang diplomat komersial.50
47
Jeffrey Garten dan James Shinn. 1998. Riding the Tigers: American Commercial Diplomacy in Asia.
New York: Council on Foreign Relations. 48
Evan H. Potter. Op.Cit. 49
Andrew K. Rose. 2005. The Foreign Service and Foreign Trade: Embassies as Export Promotion.
Cambridge: National Bureau of Economic Research. 50
Daniel Lederman, Marcelo Olarreaga, dan Lucy Payton. 2009. “Export Promotion Agencies
Revisisted”, dalam World Bank Policy Research Working Paper, No.5125.
17
I.3.3 Signifikansi Diplomasi Komersial bagi Pemerintah dan Pelaku Bisnis
Dari beragam kajian terhadap konsep diplomasi komersial untuk interpretasi
di tingkat mikro, tidak sedikit penulis yang menekankan bahwa diplomasi komersial
merupakan unsur penting yang harus dipertahankan di era globalisasi. Argumen
tersebut dikemukakan sebagai respon atas sengitnya persaingan dalam perekonomian
global yang kini tengah dihadapi oleh pemerintah dan pelaku bisnis, baik dari negara
maju maupun negara berkembang.51
Persaingan sebagaimana yang dimaksud dalam
hal ini adalah persaingan dalam kondisi ketika perekonomian dunia menjadi semakin
kompleks dengan terbentuknya suatu pasar tunggal52
, sebagai akibat dari munculnya
peluang sekaligus ancaman pasar global.53
Globalisasi tidak hanya telah membuka peluang munculnya pemain ekonomi
baru yang berasal dari segala penjuru dunia, tetapi juga telah menuntut para pemain
ekonomi untuk dapat bersaing secara strategis dengan memanfaatkan kebaikan
globalisasi dalam hal kemudahan akses informasi dan komunikasi. Kondisi inilah
yang harus ditanggapi dengan baik oleh pemerintah maupun pelaku bisnis.
Ketidakmampuan pemerintah untuk mengikuti perkembangan perekonomian global
tersebut hanya akan menghambat upayanya dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, menyediakan lapangan kerja, menghasilkan keuntungan, dan memiliki
tabungan yang cukup bagi kebutuhan domestik.54
Sedangkan bagi pelaku bisnis,
51
Ibid. Hlm.11 52
Ibid. Hlm.16 53
Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.2 54
E. Garter. 1997. “Business and Foreign Affairs”, dalam Foreign Affairs, Vol.76, No.3.
18
seiring dengan semakin kompleksnya perekonomian global, akan semakin besar pula
kemungkinan resiko yang ia hadapi ketika mencoba mencari keuntungan dengan
mengadu nasibnya di dunia luar.55
Persengketaan akibat hak kekayaan intelektual dan
peraturan bisnis yang bersifat diskriminatif adalah dua dari sekian banyak
kemungkinan resiko yang bisa saja dihadapi oleh pelaku bisnis tersebut.
Dalam kondisi perekonomian global demikian, diplomasi komersial
dibutuhkan sebagai suatu kerangka kerja sama yang akan mengakomodasi
kepentingan pemerintah dan pelaku bisnis sekaligus. Dalam tulisannya, Wouter ten
Haaf mengemukakan bahwa pelaku bisnis membutuhkan peran pemerintah dalam hal
liberalisasi perdagangan, melindungi hak kekayaan intelektual, mengurangi hambatan
peraturan bisnis, dan mendorong keberlangsungan integrasi ekonomi.56
Terwujudnya
diplomasi komersial akan membantu mereka dalam menyediakan commercial
intelligence (pengumpulan informasi), memberikan dukungan (lobby), dan
melakukan promosi (advocacy) bisnis baik berupa negosiasi formal maupun informal
dalam berbagai macam aktivitas pemerintah.57
Sedangkan manfaat diplomasi
komersial yang diperoleh pemerintah adalah pertumbuhan ekonomi dan
kemakmuran.58
Jika merujuk pada tulisan Kotabe dan Czinkota, manfaat diplomasi
komersial bagi pemerintah tersebut dapat lebih dispesifikkan berupa penciptaan
55
Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.4 56
Wouter ten Haaf. 2010. Commercial Diplomacy and the Role of Embassies, from a Target Group
Perspective. Tesis Mahasiswa Strata-2. University of Twente. Hlm.16 57
Ibid. Hlm.20 58
Huub J.M. Ruel dan Lennart H. Zuidema. 2012. “The Effectiveness of Commercial Diplomacy”,
dalam Discussion Papers in Diplomacy. Netherlands Institute of International Relations ‘Clingendael’.
Hlm.6
19
lapangan kerja, peningkatan pendapatan pajak, integrasi ekonomi, dan stimulasi
pertumbuhan ekonomi nasionalnya.59
Melalui diplomasi komersial, kepentingan
keduanya akan dapat terpenuhi jika pemerintah bersedia untuk menjalin hubungan
diplomatiknya dengan negara lain, sebagai upaya untuk mewujudkan
internasionalisasi komersial.60
Berbeda dengan Wouter ten Haaf maupun Kotabe dan Czinkota, Naray
beserta Ruel dan Zuidema melihat peran penting diplomasi komersial secara lebih
terstruktur. Mereka membagi manfaat diplomasi komersial menjadi dua kategori,
yaitu menfaat langsung yang dirasakan oleh pelaku bisnis dan manfaat tidak langsung
yang dirasakan oleh pemerintah.61
Ruel dan Zuidema merujuk manfaat langsung pada
peningkatan nilai tambah bagi perusahaan dalam negeri. Sedangkan Naray
menganalisanya secara lebih jauh dengan mengemukakan bahwa manfaat bagi pelaku
bisnis tidak hanya semata-mata berupa keuntungan materi dengan adanya
internasionalisasi bisnis, tetapi juga dalam hal meminimalisir resiko ketika memasuki
arena internasional, perlindungan bagi pengoperasian dan pengembangan bisnis, serta
kemudahan dalam peraturan dan jasa berkat negosiasi yang diperankan oleh
pemerintah.62
Sementara itu, manfaat tidak langsung sebagaimana yang dimaksud
oleh Ruel dan Zuidema adalah peningkatan kemakmuran negara. Agak sedikit
berbeda dengan Ruel dan Zuidema, Naray cenderung melihat manfaat tidak langsung
59
M. Kotabe dan M.R. Czinkota. Op. Cit. 60
Wouter ten Haaf. Op. Cit. Hlm.11 61
a) Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.4
b) Huub J.M. Ruel dan Lennart H. Zuidema. Op. Cit. Hlm.7 62
Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.4
20
dari sisi image-building, yaitu berupa peningkatan citra negara di dunia internasional.
Citra negara yang positif untuk selanjutnya akan memberikan efek timbal balik bagi
pelaku bisnis karena citra perusahaan mereka juga bergantung pada citra negara.63
Di dalam tulisannya, Ruel juga menekankan beberapa alasan mengapa aktor
pemerintah dan pelaku bisnis dapat dan harus bekerja sama dalam memanfaatkan
sarana dan saluran diplomatik sebaik mungkin dengan alasan komersial.64
Pertama,
jaringan diplomatik dapat menghasilkan economic intelligence yang tidak dapat
diperoleh dengan cara lain. Kedua, aktivitas diplomatik biasanya lebih terlihat di
media sehingga dapat menarik perhatian tanpa harus mengeluarkan biaya yang mahal.
Dengan kata lain, aktivitas diplomatik secara tidak langsung dapat mengandung unsur
pemasaran. Ketiga, jaringan diplomatik pada umumnya dapat memperoleh akses
kontak dengan lebih mudah dan lebih berpengaruh terhadap orang-orang penting
yang berkaitan dengan dunia bisnis. Keempat, jaringan diplomatik memiliki faktor
kepercayaan yang tinggi sehingga lebih mudah menarik para investor asing. Kelima,
intelligence yang didapatkan melalui jaringan diplomatik bersifat terpusat, sehingga
dapat menciptakan efisiensi bagi sektor bisnis dan juga menjaga stabilitas perputaran
bisnis.
Kebutuhan untuk melakukan diplomasi komersial di era kekinian semakin
meningkat dari hari ke hari. Diplomasi komersial bagaikan suatu elemen kritis bagi
peningkatan perdagangan internasional, pertumbuhan ekonomi, dan kemamuran suatu
63
Ibid. 64
Huub J.M. Ruel. Op. Cit. Hlm.21
21
negara. Kontrak bernilai jutaan atau bahkan miliaran dolar dapat disepakati berkat
adanya peran diplomat komersial yang seakan berhasil membuka gerbang yang
sebelumnya masih tertutup rapat.65
Oleh karena itu, melalui serangkaian aktivitas
promosi bisnis dan fasilitasi, pemerintah diharapkan dapat mendorong perusahaan
untuk mengembangkan bisnis mereka secara internasional. Dari beberapa kajian
terhadap diplomasi komersial, Kostecki dan Naray menyimpulkan sejumlah hal yang
dianggap sebagai penyebab meningkatnya kebutuhan akan diplomasi komersial
dewasa ini.66
Pertama, adanya kebutuhan terhadap akses infomasi bisnis yang netral
dan dapat dipercaya. Kedua, dibutuhkan dukungan untuk meningkatkan kredibilitas
dan citra bagi para pemain baru di dunia bisnis ketika mereka mulai mencoba
memasuki pasar asing. Ketiga, untuk menemukan rekan bisnis yang tepat bagi pelaku
bisnis domestik, dalam upayanya melakukan internasionalisasi bisnis. Keempat,
peran penting pemerintah dalam menangani konflik yang berkaitan dengan
pengembangan bisnis. Kelima, untuk mendukung perwakilan home country, seperti
ketika menteri ditemani oleh pelaku bisnis dalam kunjungannya ke suatu negara.
Keenam, persoalan strategis, yaitu seperti keterlibatan pemerintah dalam pembuatan
kebijakan perdagangan, dukungan terhadap aktivitas Penelitian dan Pengembangan
(Research and Development/R&D), atau dalam hal peningkatan akses yang berkaitan
dengan pengembangan bisnis dalam negeri.
65
Lennart H. Zuidema. Op. Cit. Hlm.1 66
Michel Kostecki dan Olivier Naray. Op. Cit.
22
Sementara itu, terkait dengan koordinasi antara pemerintah dengan pelaku
bisnis, Okano-Heijmans memberikan catatan bahwa di dalam suatu aktivitas
diplomasi komersial, peran utama akan dimainkan oleh pelaku bisnis, sementara
pemerintah hanya berperan sebagai penyedia fasilitas.67
Dengan kata lain, pelaku
bisnis lah yang bertugas untuk menginisiasi dan mengadakan kerja sama bisnis
dengan pihak asing, sementara aktor pemerintah bertugas untuk mendukung upaya
yang tengah dilakukan oleh pelaku bisnis tersebut. Bentuk dukungan nyata yang
dapat diberikan oleh pemerintah dalam hal ini di antaranya adalah ketika diplomat
memainkan perannya sebagai humas (hubungan masyarakat) yang bertugas untuk
memelihara kontak baik dengan para pelaku bisnis dari negara lain. Dukungan lain
juga dapat berupa perlindungan bagi pelaku bisnis home country ketika melakukan
konsultasi dengan host country, atau sebaliknya, yang sebagian besar dilakukan
secara bilateral.68
Meskipun duta besar dan kementerian luar negeri berperan besar
dalam mengorganisir internasionalisasi bisnis, namun kehadiran dan komunikasi
pelaku bisnis secara langsung tetap menjadi unsur yang utama.69
I.3.4 Strategi Promosi Investasi
Persaingan ekonomi yang meningkat tajam memaksa pemerintah untuk tidak
mengabaikan peran investor dan modal, seiring dengan semakin tingginya perhatian
67
Maaike Okano-Heijmans. Op. Cit. 68
Michel Kostecki dan Olivier Naray. Op. Cit. 69
Huub J.M. Ruel. Op. Cit. Hlm.20
23
pemerintah terhadap keberlangsungan ekonomi negaranya.70
Kebaikan investasi asing
bagi perekonomian suatu negara memang telah mendapatkan pengakuan dari
kalangan akademisi maupun praktisi, terbukti dari banyaknya kajian mengenai
kontribusi positif investasi asing terhadap host country. Salah satunya dapat
ditemukan dalam tulisan Laura Alfaro dkk, yang mengemukakan bahwa investasi
asing tidak hanya menguntungkan dari sisi alih teknologi, tetapi juga dari sisi
peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.71
Selain itu, kesetaraan prioritas
antara promosi perdagangan dengan promosi investasi dalam diplomasi komersial
juga dapat menjadi bukti bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh dari investasi asing
memang layak untuk disejajarkan dengan hasil ekspor.
Sebagai upaya untuk menarik investasi asing, Wells dan Wint menawarkan
tiga pendekatan promosi investasi yang terdiri dari image-building, investment-
generation, dan investment-services.72
Menurut mereka, strategi dalam melakukan
promosi investasi terletak pada pemilihan kombinasi di antara ketiga pendekatan
tersebut. Image-building ditujukan untuk membangun citra negara sebagai suatu
lokasi yang strategis bagi perkembangan bisnis para investor asing.73
Pendekatan ini
dapat digunakan ketika aktor ingin melakukan aktivitas promosi investasi secara
umum, yaitu ke semua calon investor asing di semua sektor, tanpa ada kriteria
70
Mustafa Ilker Ozdem dan Michael J. Struett. Op. Cit. Hlm.2 71
Laura Alfaro, dkk. 2006. How Does Foreign Direct Investment Promote Economic Growth?
Exploring the Effects of Financial Markets on Linkages, dalam NBER Working Paper, No.12522.
Hlm.1 72
Louis T. Wells dan Alvin G. Wint. 2000. “Marketing a Country: Promotion as a Tool for Attracting
Foreign Investment”, dalam FIAS Occasional Paper, No.13, Hlm.22-26. 73
Ibid. Hlm.22
24
khusus. Beberapa aktivitas yang termasuk ke dalam pendekatan ini di antaranya
adalah pengiklanan di media keuangan; partisipasi pada pameran investasi;
pengiklanan pada media yang khusus memuat tentang industri atau sektor bisnis;
melakukan misi investasi umum dari home country ke host country atau sebaliknya;
dan melakukan seminar informasi umum pada berbagai kesempatan yang berkaitan
dengan investasi.
Sedangkan investment-generation ditujukan untuk menghasilkan investasi
asing secara langsung, dengan mempromosikan investasi suatu sektor tertentu
terhadap beberapa calon investor asing yang dibidik berdasarkan kriteria-kriteria
khusus.74
Kriteria tersebut meliputi industri; sektor; wilayah geografis; dan
keunggulan calon investor jika ditinjau dari kondisi negara asalnya, seperti ukuran,
tingkat pertumbuhan ekonomi, intensitas ekspor hasil produksi, serta keunggulan lain
yang membuat calon investor tersebut dinilai prospektif.75
Pendekatan ini meliputi
sejumlah aktivitas seperti memberikan surat secara langsung atau melakukan
kampanye telemarketing; melakukan misi investasi untuk industri atau sektor tertentu
dari home country ke host country atau sebaliknya; melakukan seminar untuk
informasi yang berkaitan dengan industri atau sektor tertentu; serta melakukan
penelitian pada perusahaan tertentu dan diikuti dengan presentasi yang bertajuk
penjualan.
74
Ibid. Hlm.24 75
Ibid. Hlm.41-42
25
Sementara itu, investment-services ditujukan untuk menyediakan jasa bagi
para calon investor yang prospektif, maupun bagi investor asing yang telah
merealisasikan investasinya.76
Beberapa aktivitas yang termasuk ke dalam
pendekatan ini adalah menyediakan jasa konseling terkait investasi; mempercepat
proses pengajuan dan perijinan; dan menyediakan jasa-jasa lain yang dibutuhkan
pasca penanaman investasi.
Dari ketiga pendekatan tersebut, Morisset lebih memilih investment-
generation sebagai pendekatan yang harus dijadikan sebagai orientasi utama oleh
setiap negara dalam melakukan promosi investasi.77
Sedangkan Wells dan Wint
justru menganggap bahwa kombinasi antara image-building dan investment-
generation lah yang akan menjadi strategi paling tepat untuk mempromosikan negara
sebagai suatu lokasi investasi.78
Menurut mereka, di dalam upaya promosi investasi
nanti, kedua pendekatan tersebut akan dikembangkan secara bergantian dalam bentuk
siklus. Awalnya pemerintah akan menerapkan pendekatan image-building untuk
menunjukkan kepada investor asing bahwa pemerintah mengapresiasi peran investasi
asing bagi pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan mengemukakan ajakannya agar
mereka bersedia untuk melakukan investasi. Ketika citra negaranya sudah mulai
mendapatkan respon positif dari para investor asing, pemerintah pun akan beralih
76
Ibid. Hlm.26 77
J. Morisset. 2003. “Does a Country Need a Promotion Agency to Attract Foreign Direct
Investment?”, dalam World Bank Policy Research Working Paper, No.3028. Hlm.32. 78
Ibid. Hlm.26
26
menggunakan pendekatan investment-generation untuk segera merealisasikan
ketertarikan investor asing terhadap negaranya.79
Sementara itu, beberapa penulis lain tampak mengunggulkan image-building
dibandingkan kedua pendekatan lainnya. Salah satunya adalah Mercier yang
memandang image-building sebagai pendekatan yang sesuai untuk mengawali
promosi investasi, terlebih bagi negara berkembang.80
Di sisi lain, terdapat tulisan
Lederman, Olarreaga, dan Payton yang menyiratkan bahwa image-building
merupakan salah satu unsur penting dalam diplomasi komersial.81
Hal serupa juga
ditemukan pada tulisan Naray, yaitu dalam pernyataan yang menyebutkan tentang
image-building sebagai isu strategis dalam diplomasi komersial.82
Menurutnya,
alasan mengapa image-building berperan penting adalah karena bagi para pelaku
bisnis yang baru, potensi bisnis mereka bergantung pada citra perusahaan yang kuat,
positif, dan dibangun secara internasional.83
Contoh penerapan pendekatan image-building dalam diplomasi komersial
salah satunya dapat ditemukan pada tulisan Potter yang mengulas tentang
pengalaman Kanada.84
Di antara tiga pendekatan yang dikemukakan oleh Wells dan
Wint, Kanada menerapkan image-building sebagai strategi dalam mempromosikan
investasinya. Dalam upaya promosi investasi ini, Kanada berusaha membangun citra
negaranya sebagai sumber dan lokasi berteknologi tinggi, serta memiliki industri
79
Ibid. Hlm.26-27 80
Alexandre Mercier. Op. Cit. Hlm.7 81
Daniel Lederman, Marcelo Olarreaga, dan Lucy Payton. Op. Cit. 82
Olivier Naray. Op. Cit. Hlm.5 83
Ibid. Hlm.5 84
Evan H. Potter. Op. Cit.
27
dengan nilai tambah yang tinggi.85
Padahal, selama ini Kanada dikenal oleh para
investor asing sebagai negara yang perekonomiannya berbasis pada sumber daya
yang dimilikinya.86
Apa yang dilakukan oleh Kanada tersebut menunjukkan bahwa dalam suatu
upaya promosi investasi, terdapat beberapa hal yang memang dianggap perlu untuk
ditonjolkan agar dapat menarik perhatian investor asing. Beberapa tulisan yang
membahas mengenai hal ini di antaranya adalah Olins yang berpendapat bahwa
promosi investasi harus diawali dengan memaparkan keunggulan terkait ketersediaan
tenaga ahli, kecenderungan untuk menjadi rekan bisnis yang dapat dipercaya, serta
ketersediaan infrastruktur yang memadai.87
Sedangkan menurut Rose, yang dianggap
paling berpengaruh dalam upaya promosi investasi adalah ukuran dan potensi pasar.88
I.4 Kerangka Konseptual
Jika diplomasi komersial Indonesia dalam upaya pengembangan industri
smelter bauksit dipetakan berdasarkan kerangka diplomasi komersial Potter, maka
yang akan menjadi realisasi dari aktivitas utama yang berupa promotion of FDI
adalah promosi investasi smelter bauksit yang dilakukan oleh perusahaan tambang
lokal ke perusahaan tambang asing. Selain itu, aktivitas dukungan juga akan turut
terrealisasi seiring dengan terrealisasinya aktivitas utama tersebut. Realisasi dari
85
Alexandre Mercier. Op. Cit. Hlm.14 86
Evan H. Potter. Op. Cit. Hlm.58 87
Wally Olins. 2002. “Branding the Nation – The Historical Context”, dalam Journal of Brand
Management, Vol.9, No.4-5. 88
Andrew K. Rose. Op. Cit.
28
aktivitas dukungan ini nantinya akan berupa empat dukungan diplomatik pemerintah
terhadap promosi investasi smelter bauksit yang dilakukan oleh perusahaan tambang
lokal. Pertama, intelligence, memberikan informasi seputar peluang investasi di
bidang pertambangan, dengan memposisikan Indonesia sebagai host country dan
negara asal dari perusahaan tambang asing sebagai home country. Kedua, networking
and public relations, membangun hubungan bisnis melalui promosi kerja sama
ekonomi. Ketiga, contract negotiator of implementation, menegosiasikan
pemberlakuan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Minerba yang telah mengakibatkan
munculnya larangan ekspor bauksit. Keempat, problem-solving, memberikan solusi
atas potensi masalah investasi yang dikhawatirkan oleh perusahaan tambang asing.
Sedangkan, jika merujuk pada strategi promosi investasi yang dikemukakan
oleh Wells dan Wint, maka strategi promosi investasi yang dapat diterapkan dalam
upaya pengembangan industri smelter bauksit di Indonesia akan terdiri dari tiga
pendekatan yang dapat saling dikombinasikan satu sama lain. Pertama, pendekatan
image-building. Promosi investasi smelter bauksit bukan dirancang untuk menarik
investasi perusahaan tambang asing secara langsung, melainkan untuk membangun
citra Indonesia sebagai suatu lokasi yang strategis bagi perkembangan bisnis para
investor asing. Investasi smelter bauksit dipromosikan sebagai peluang investasi
secara umum, untuk menunjukkan bahwa Indonesia memiliki peluang investasi yang
tersebar di seluruh wilayahnya. Kedua, pendekatan investment-generation. Promosi
investasi smelter bauksit sengaja dirancang untuk menarik investasi perusahaan
tambang asing secara langsung. Investasi smelter bauksit dipromosikan sebagai
29
jawaban atas pemberlakuan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Minerba. Ketiga,
pendekatan investment-services. Promosi investasi smelter bauksit khusus dirancang
untuk menyoroti kelebihan Indonesia dari sisi iklim investasi. Investasi smelter
bauksit dipromosikan sebagai peluang investasi yang akan terus mendapatkan
perhatian dari pemerintah. Kombinasi pendekatan yang memungkinkan untuk
diterapkan sebagai strategi promosi investasi smelter bauksit adalah kombinasi antara
pendekatan image-building, investment-generation, dan investment-services, atau
hanya pendekatan investment-generation dan investment-services.
Jalan cerita dari realisasi aktivitas utama dan aktivitas dukungan dalam
diplomasi komersial Indonesia tidak mengalir dengan sendirinya, tetapi diarahkan
oleh strategi promosi investasi smelter bauksit yang demikian, sehingga tersusunlah
suatu pola perwujudan diplomasi komersial Indonesia. Pola diplomasi komersial
Indonesia yang akan terwujud dalam promosi investasi smelter bauksit akan terdiri
dari lima tahapan aktivitas diplomasi komersial. Pertama, tahap aktivitas networking
and public relations. Kedua, tahap aktivitas intelligence. Ketiga, tahap aktivitas
contract negotiator of implementation. Keempat, tahap aktivitas promotion of FDI.
Kelima, tahap aktivitas problem-solving.
I.5 Argumen Utama
Dalam upayanya untuk mengembangkan industri smelter bauksit di dalam
negerinya, Indonesia mewujudkan diplomasi komersial yang berupa promosi
investasi smelter bauksit. Promosi investasi smelter bauksit dilakukan oleh
30
pemerintah dan perusahaan tambang lokal melalui suatu pola tahapan aktivitas
diplomasi komersial. Dalam konteks Jepang, tahapan aktivitas diplomasi komersial
adalah dimulai dari networking and public relations, intelligence, contract negotiator
of implementation, promotion of FDI, hingga problem-solving; dan strategi promosi
investasi yang diterapkan adalah kombinasi antara pendekatan investment-generation
dengan investment-services. Sedangkan tahapan aktivitas diplomasi komersial dalam
konteks China adalah dimulai dari networking and public relations, intelligence,
promotion of FDI, hingga problem-solving; dan strategi promosi yang diterapkan
adalah kombinasi antara pendekatan image-building, investment-generation, dan
investment-services. Dari kedua konteks tersebut, terungkap adanya perbedaan pola
perwujudan diplomasi komersial Indonesia dan strategi promosi investasi yang
diterapkan. Perbedaan pola perwujudan diplomasi komersial Indonesia terletak pada
aktivitas contract negotiator of implementation yang tidak terdapat dalam konteks
China, tetapi terdapat dalam konteks Jepang. Perbedaan demikian bukan diakibatkan
oleh penerapan strategi promosi investasi yang berbeda, melainkan oleh obyek
sasaran promosi investasi yang berbeda. Perbedaan sikap antara Jepang dan China
terhadap pemberlakuan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Minerba telah mengakibatkan
Indonesia menerapkan pola perwujudan diplomasi komersial yang berbeda untuk
masing-masing obyek sasaran promosi investasi tersebut. Sedangkan perbedaan
strategi promosi investasi itu sendiri hanya berdampak pada perbedaan materi
promosi investasi yang disampaikan pada aktivitas diplomasi komersial. Perbedaan
pola perwujudan diplomasi komersial Indonesia ini sekaligus menandai bahwa
31
Indonesia tidak memiliki pola yang tetap ketika mewujudkan diplomasi
komersialnya.
I.6 Metode Penelitian
Untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini, penulis akan
menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer akan diperolah dari
wawancara yang dilakukan dengan sejumlah pihak terkait, di antaranya yaitu
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian, Badan
Koordinasi Penanaman Modal, dan sejumlah perusahaan tambang lokal. Sedangkan
data sekunder akan diperoleh dari buku; artikel dan jurnal; tesis; dokumen dan situs
pemerintah; media cetak; dan internet. Melalui kedua data tersebut, penulis akan
menggali informasi seputar perkembangan industri smelter bauksit di Indonesia
beserta upaya promosi investasi yang telah dilakukan untuk mengembangkannya.
I.7 Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Garis besar penelitian akan dijelaskan melalui beberapa hal yang tertuang
dalam bab ini, yaitu mulai dari latar belakang, rumusan masalah, studi literatur,
kerangka konseptual, argumen utama, metode penelitian, serta sistematika penulisan.
32
Bab II : Perkembangan Industri Smelter Bauksit di Indonesia
Awal dari bahasan dalam bab ini akan mengulas tentang latar belakang
pengembangan industri smelter bauksit dan signifikansi pembangunan smelter
bauksit bagi Indonesia. Sedangkan untuk inti dari bahasan akan mengulas tentang
realisasi pembangunan smelter bauksit dan keterlibatan perusahaan tambang asing,
yaitu Jepang dan China, dalam realisasi pembangunan smelter bauksit tersebut.
Bab III : Perwujudan Diplomasi Komersial Indonesia
Bahasan dalam bab ini akan diawali dengan mengulas tentang aktor
diplomasi. Kemudian, bahasan tersebut akan dilanjutkan dengan mengulas tentang
tahapan aktivitas diplomasi komersial, yaitu dimulai dari tahap aktivitas networking
and public relations, intelligence, contract negotiator of implementation, promotion
of FDI, hingga tahap aktivitas problem-solving. Realisasi dari masing-masing tahap
aktivitas diplomasi komersial tersebut ditunjukkan dengan mengambil contoh kasus
promosi investasi smelter bauksit yang dilakukan oleh Indonesia ke Jepang dan
China.
Bab IV : Perbedaan Pola Perwujudan Diplomasi Komersial Indonesia
Awal dari bahasan dalam bab ini akan mengulas tentang pola perwujudan
diplomasi komersial Indonesia untuk masing-masing contoh kasus, yaitu konteks
Jepang dan konteks China. Sedangkan, untuk mengetahui penyebab dari perbedaan
pola perwujudan diplomasi komersial Indonesia di antara kedua konteks tersebut, inti
33
dari bahasan akan mengulas tentang pengaruh strategi promosi investasi terhadap
pola perwujudan diplomasi komersial dan pengaruh obyek sasaran promosi investasi
terhadap pola perwujudan diplomasi komersial. Akhir dari bahasan akan mengulas
tentang relevansi kerangka diplomasi komersial Potter.
Bab V : Kesimpulan
Sebagai akhir dari penelitian ini, penulis akan menarik suatu benang merah
antara kerangka konseptual, argumen utama, dan data temuan penulis.