bab i makalah triterpenoid.docx

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan merupakan sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik berupa senyawa kimia hasil metabolisme primer yang di sebut juga sebagai senyawa metabolit primer, seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid. Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa kimia sebagai hasil metabolit primer atau metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada tanaman maupun hewan adalah senyawa Triterpenoid. Senyawa tersebut dapat dijumpai pada bagian akar, batang, daun, buah maupun biji tanaman. Triterpenoid tetrasiklik lebih banyak ditemukan pada

Upload: munasko-muhdan-bintang

Post on 12-Dec-2015

577 views

Category:

Documents


92 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar Belakang

Hutan tropis yang kaya dengan berbagai jenis tumbuhan merupakan

sumber daya hayati dan sekaligus sebagai gudang senyawa kimia baik berupa

senyawa kimia hasil metabolisme primer yang di sebut juga sebagai senyawa

metabolit primer, seperti protein, karbohidrat, lemak yang digunakan sendiri oleh

tumbuhan tersebut untuk pertumbuhannya, maupun sebagai sumber senyawa

metabolit sekunder seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan alkaloid.

Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya

mempunyai kemampuan bioaktifitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan

tersebut dari gangguan hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau

lingkungannya.

Senyawa kimia sebagai hasil metabolit primer atau metabolit sekunder

telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, obat-obatan

dan sebagainya. Salah satu senyawa metabolit sekunder yang terkandung pada

tanaman maupun hewan adalah senyawa Triterpenoid. Senyawa tersebut dapat

dijumpai pada bagian akar, batang, daun, buah maupun biji tanaman. Triterpenoid

tetrasiklik lebih banyak ditemukan pada binatang sedangkan triterpena pentasiklik

lebih umum terdapat dalam tumbuhan.

Karotenoid juga merupakan senyawa metabulit sekunder yang banyak

terdapat pada tumbuhan,yang memberikan warna kuning-merah pada tumbuhan.

Karotenoid juga bermanfaat untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh dan

menurunkan resiko penyakit degeneratif seperti kanker, penyakit kardiovaskuler,

penuaan serta katarak. Karotenoid juga diidentifikasi berpotensi menghambat

penyakit Alzheimer’s dan melindungi kerusakan hati.

Senyawa kimia beserta derivat-derivatnya yang bermanfaat untuk

kehidupan pada tumbuhan merupakan proses yang sangat menarik untuk

dipelajari. Hal inilah yang mendorong penulis untuk mengkaji senyawa metabolit

sekunder khususnya triterpenoid dan karotenoid yang disajikan dalam bentuk

makalah.

1.2 Rumusan Masalah

Penulis membatasi ruang lingkup masalah, agar pembahasan tidak terlalu

luas. Adapun rumusan masalahnya :

1. Apakah pengertian triterpenoid dan karotenoid?

2. Bagaimanakah jalur biosintesis dari tritepenoid dan karotenoid?

3. Bagaimana stuktur dan penggolongan dari tritepenoid dan karotenoid?

4. Apa saja sumber dan kegunaan dari tritepenoid dan karotenoid?

5. Bagaimana cara mengidentifikasi dan mengisolasi senyawa tritepenoid dan

karotenoid?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun maksud dan tujuan penulisan makalah ini antara lain, yaitu:

1. Melengkapi tugas mata kuliah Kimia Organik Bahan Alam

2. Sebagai bahan kajian para mahasiswa mengenai Triterpenoid dan Karotenoid

3. Untuk mengetaui klasifikasi, kegunaan, sumber, dan cara menidentifikasi dari

Triterpenoid dan Karotenoid.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian

Kata terpenoid mencakup sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah

ini digunakan untuk menunjukkan bahwa secara biosintesis semua senyawa

tumbuhan itu berasal dari senyawa yang sama. Jadi, semua terpenoid berasal dari

molekul isoprene CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun

oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini.

isopentane isoprene

Selama penyusunan terpenoid, dua unit isopren mengalami kondensasi

antara kepala dan ekor. Terpenoid yang tersusun atas 2 isopren membentuk

senyawa golongan monoterpenoid (C10H16). Sesquiterpen (C15H24) tersusun atas 3

unit isoprene, diterpenoid (C20H32) tersusun atas 4 unit isoprene, sesterpen (C25H40)

tersusun atas 5 isopren, triterpenoid (C30H48) tersusun atas 6 unit isopren, dan

tetraterpen (C40H64) tersusun atas 8 isopren. Struktur terpenoid yang bermacam

ragam itu timbul sebagai akibat dari reaksi- reaksi sekunder berikutnya seperti

hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi, dan siklisasi atas geranil-, farnesil-, dan

geranil-geranil pirofosfat. Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik

dalam pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuhan.

Penamaan terpenoid menurut IUPAC (International Union Of Pure Acid

Applied Chemistry) panjang dan sulit, untuk itu penamaan terpenoid

menggunakan nama trivial. Terpenoid diklasifikasikan berdasarkan acyclic

(rantai terbuka), monosiklik (1 cincin), bisiklik (2 cincin), trisiklik (3 cincin) dan

sebagainya dan tidak hanya berdasarkan isoprene tetapi juga gabungan isomer-

isomer seperti derivate oksigen, misal: alcohol, aldehid, keton, fenol, eter, dan

ester.

Senyawa terpenoid dapat dikelompokkan sebagai berikut :

2.1.1 Triterpenoid

Triterpenoid merupakan kelompok terpenoid yang paling besar, tersebar

luas pada tumbuhan dan sedikit pada hewan. Di alam terdapat dalam bentuk

bebas, ester dan glikosida. Senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari 6

satuan isopren rumus molekul C30H48 secara biosintesis diturunkan dari skualen

(minyak hati ikan hiu). Triterpenoid terbentuk dari dua satuan farnesil. Lebih dari

4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari 40 jenis kerangka dasar

yang sudah di kenal dan pada prinsipnya merupakan proses siklisasi dari skualen.

Tritepenoid terdiri dari kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik

5. Sedangkan penamaan lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran

pada tiap atom karbon sehingga memudahkan dalam penentuan substituent pada

masing-masing atom karbon.

2.1.2 Tetraterpenoid (Karotenoid)

Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange,

atau merah orange, yang ditemukan pada tumbuhan dan didistribusikan hampir

keseluruh bagian tumbuhan seperti : akar, daun, buah-buahan dan biji, kulit,

cangkang / kerangka luar (eksoskeleton) hewan air serta hasil laut lainnya seperti

molusca (calm, oyster, scallop), crustacea (lobster, kepiting, udang) dan ikan

(salmon, trout, sea beam, kakap merah dan tuna). Karotenoid juga banyak

ditemukan pada kelompok bakteri, jamur, ganggang dan tanaman hijau.

Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik atau alisiklik yang pada

umumnya disusun oleh delapan unit isoprena, Semua senyawa karotenoid

mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metil dan selalu terdapat ikatan

ganda terkonjugasi diantara gugus metil tersebut. Adanya ikatan ganda

terkonjugasi dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus kromofora yang

menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda

terkonjugasi, maka makin pekat warna pada karotenoid tersebut yang mengarah

ke warna merah.

Gambar. Rumus struktur β-karoten

Isoprena yang membentuk karotenoid ini berikatan secara “kepala-ekor”

kecuali pada pusat molekul berikatan secara “ekor-kor” sehingga menjadikan

molekul kerotenoid simetris sesuai dengan struktur berikut :

Gambar 2.2 Ikatan kepala – ekor pada isoprene

Gambar 2.3 Ikatan ekor – ekor pada isoprene

2.2 Klasifikasi

2.2.1 Triterpenoid

Triterpenoid dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

a) Triterpena

Banyak triterpena dikenal dalam tumbuhan, sampai saat ini hanya

beberapa saja yang diketahui tersebar luas, senyawa tersebut yaitu; α-amirin dan

β-amirin serta asam turunannaya, yaitu asam ursolat dan asam oleonelat.

Triterpena tertentu terkenal karena rasanya, terutama kepahitannya. Misalnya

limonin, suatu senyawa pahit yang larut dalam lemak dan terdapat dalam buah

jeruk. Senyawa ini termasuk dalam deret triterpena pentasiklik. Kelompok

triterpena pahit lainnya ialah kukurbitasin, yang terdapat terbatas hanya dalam biji

berbagai Cucurbitaceae. Triterpena milik sekelompok besar senyawa diatur dalam

empat atau lima cincin konfigurasi dari 30 karbon dengan beberapa oxigen

terpasang. Triterpena dirakit dari unit isoprena C5 melalui jalur cytosolic

mevalonate untuk membuat senyawa C30 dan steroid di alam. Kolesterol adalah

salah satu contoh dari triterpene. Pitosterol dan phytoecdysteroids juga triterpena.

Para triterpena terbagi menjadi sekitar 20 kelompok, tergantung pada struktur

tertentu.

b) Sterol

Sterol adalah triterpenoid yang bentuk dasar sistem cincin siklopentana

perhidrofenantren. dahulu sterol dianggap sebagai senyawa satwa, tetapi pada

tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut ditemukan dalam

jaringan tumbuhan. Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol mungkin terdapat

pada setiap tumbuhan tinggi yaitu ; sitosterol (β-sitosterol), stigmasterol dan

kampesterol. Sterol umum ini terdapat dalam bebtuk bebas dan sebagai glukosida

sederhana. Sterol tertentu hanya terdapat dalam tumbuhan rendah, contohnya

ergesterol yang terdapat dalam khamirdan sejumlah fungus.

Dari stuktur kimia fitosterol berbeda dengan sterol hewan, sterol tanaman

ditandai olah rantai cabang yang disubstitusi alkil serta gugus metal pada C-24

dari ergosterol. Empat alkilasi rantai cabang sterol merupakan langkah awal dalam

modifikasi sikloartenol. Ergestero; dan beberapa sterol tanaman mengandung

ikatan rangkap C-22.

c) Saponin

Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang berupa senyawa aktif

permukaan dan bersifat seperti sabun. Telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku

tumbuhan, dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

menghemolisis sel darah. Saponin dalam tumbuhan dapat diubah menjadi sterol

hewan yang berkhasiat penting misalnya, kartison, estrogen kontraseptif, dan lain-

lain. Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama

saponin adalah biji-bijian khususnya kedele. Saponin dapat menghambat

pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal.

d) Glikosida jantung ( Kardenolida)

Banyak senyawa golongan ini telah dikenal berupa campuran rumit.

Beberapa glikosida penting misalnya oleandrin, racun daun nerium oleander,

Apocynaceae. Struktur kardenolida lain adanya penyulih gula khas, yaitu gula

yang betuk-betul tidak terdapat dalam tumbuhan mana pun. Kebanyakan glikosida

jantung adalah racun dan banyak yang berkhasiat farmakologi. Sumber yang kaya

akan glikosida jantung ialah anggota suku Scrophulariaceae, Digitalis,

Apocynaceae, Nerium, Maroceae dan Asclepiadaceae.

2.2.2 Karotenoid

Ada sekitar 600 karotenoid yang dikenal; mereka dibagi menjadi dua

kelas, xanthophyll dan karoten.

a) karoten yang merupakan karotenoid hidrokarbon tidak jenuh (γ-, β-, γ-

karoten dan likopen)

b) xanthophyl yang merupakan turunan karoten teroksigenasi, ksantofil dapat

disebut dengan karotenol karena struktur kimianya dan tidak terbatas pada

daun. Subtituen oksigen yang umum dalam ksantofil adalah kelompok

hidroksi (β-kriptoksantin), keto (kantaksantin), epoksi (violaksantin) dan

aldehid (β-citraurin).

2.3 Struktur

2.3.1 Triterpenoid

Betulinic Acid

(3β)-3-Hydroxy-lup-20(29)-en-28-oic acid,, (Mairin)

Bardoxolone methyl

Methyl 2-cyano-3,12-dioxooleana-1,9(11)dien-28-oate

Gambar 2.3.1 Struktur Senyawa Triterpenoid

Sumber : Harborne, 1987

2.3.2 Karotenoid

V v

Zeaxantin

Gambar 2.3.2 Struktur senyawa karotenoid

Sumber : Manitto, 1992

2.4 Biosintesis triterpenoid dan karotenoid

Secara umum biosintesa dari terpenoid dengan terjadinya 3 reaksi dasar,

yaitu:

1. Pembentukan isoprene aktif berasal dari asam asetat melalui asam

mevalonat.

2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isoprene akan membentuk mono-,

seskui-, di-. sester-, dan poli-terpenoid.

3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan

triterpenoid dan steroid.

Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid adalah asam

asetat setelah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen

menghasilkan asam asetoasetat.

Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A melakukan

kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon bercabang sebagaimana

ditemukan pada asam mevalinat, reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforialsi,

eliminasi asam fosfat dan dekarboksilasi menghasilkan isopentenil pirofosfat

(IPP) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil piropospat (DMAPP)

oleh enzim isomeriasi. IPP sebagai unti isoprene aktif bergabung secara kepala ke

ekor dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari

polimerisasi isoprene untuk menghasilkan terpenoid.

Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP

terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh

penyingkiran ion pir ofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu

senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid.

Penggabungan selanjutnya antara satu unit IPP dan GPP dengan mekaisme

yang sama menghasilkan Farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa

antara bagi semua senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari

Geranil-Geranil Pirofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unti

IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama. Mekanisme biosintesa senyawa

terpenoid adalah sebagai berikut:

Gambar 2.4.1 Jalur Asetat dalam Pembentukkan IPP yang Merupakan Batu Bata Pembentukkan Terpenoid Via Asam Mevalonat (http://nadjeeb.wordpress.com).

Gambar 2.4 Biosintesis triterpenoid dan karotenoid

Untuk lebih jelasnya mengenai biosintesis karotenoid, berikut diberikan potongan bagan yang berakhir pada pembentukan α- dan β- karotin.

2.5 Sumber

2.5.1 Tritepenoid

Triterpenoid banyak didapat dialam seperti fitokimia saponin juga

fitosterol. Sumber utama fito-sterol adalah biji-bijian dan minyak nabati, yang

berperan menghambat penyerapan kolesterol sehingga dapat menurunkan

penyerapan kolesterol total. Sedangkan sumber utama saponin adalah biji-bijian

khususnya kedele, yang dapat menghambat pertumbuhan kanker kolon dan

membantu kadar kolesterol menjadi normal.

1. Azadirachta

Azadirachtin merupakan metabolit sekunder golongan triterpenoid yang

terdapat pada tanaman mimba (Azadirachta indica) diketahui efektif

mengendalikan lebih dari 300 spesies serangga hama. Meskipun secara detail

biosintesa azadirachtin belum diketahui, tetapi dengan menelusuri biosintesa

triterpenoid melalui lintasan asetat mevalonat dapat diketahui prekursor umumnya

berupa skualen. Penambahan skualen sebagai prekursor pada media terbukti dapat

meningkatkan produksi azadirachtin secara in vitro. Azadirachtin bekerja sebagai

penolak makan (antifeedancy), menghambat pertumbuhan, menghambat proses

ganti kulit (moulting inhibition), mengakibatkan abnormalitas anatomi dan dapat

mematikan serangga.

Gambar. Tanaman mimba (Azadirachta)

2. Garcinia

Garcinia merupakan tanaman yang hidup di daerah tropis sampai iklim

sedang yang termasuk famili Cluciaceae dan merupakan sumber obat yang

potensial. Garcinia, juga dikenal dengan manggis-manggisan yang merupakan

tanaman tahunan berupa pohon dengan tinggi mencapai 25-33 m. Di Indonesia,

tanaman ini tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Irian Jaya.

Gambar. Garcinia

a) N-Heksana Kulit Batang Garciniapicorrhiza MIQ

Tanaman G. picrrorhiza Miq tumbuh di daerah pegunungan Hitu dan

pulau Laitimor, Maluku. Di daerah asalnya dikenal dengan tanaman sesoot

dimana secara tradisional ekstrak dari akarnya digunakan sebagai obat kuat.

Dari hasil isolasi dan elusidasi struktur ekstrak n-heksana kulit batang

dilaporkan dua senyawa triterpen yang dikandung oleh tanaman ini, yaitu

asam-3okso-7,24-euphadien-26oat dan asam -3β-hidroksi-7,24-euphadien-

26oat yang merupakan triterpenoid tetrasiklik.

b) N-Heksana Kulit Batang Tanaman Garcinia Benthami

Garcinia benthami, merupakan salah satu spesies dari garcinia. Dari

ekstrak aceton kulit batang G. Benthami telah berhasil diisolasi dua triterpenoid

yaitu friedelin dan asam-3β-hidroksida-lanosta-9(11),24-dien-26-oat.

3. Rimpang temu putih (curcuma zedoaria (berg.) Roscoe)

Seluruh bagian tanaman temu putih mulai dari daun, bunga, rimpang

muda, dan rimpang tua dapat dimanfaatkan sebagai obat seperti maag, ambeien,

radang tenggorokan, radang hati, amandel, nyeri haid, keputihan, jerawat, bisul,

obat stimulan, obat cacing, obat diare, antivirus, pelega perut, batuk, nyeri dada,

gangguan pencernaan, melancarkan peredaran darah, kanker serta gangguan paru-

paru. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Wiwik Susanah Rita, dapat

disimpulkan bahwa salah satu komponen senyawa yang terkandung dalam ekstrak

kental kloroform rimpang temu putih kemungkinan adalah senyawa golongan

triterpenoid asam karboksilat. Isolat triterpenoid yang diperoleh mampu

menghambat pertumbuhan bakteri dengan daya hambat lemah untuk bakteri

Staphylococcus aureus dan bakteri Escherichia coli.

Gambar. Rimpang temu putih (curcuma zedoaria)

4. Herba Meniran (Phyllanthus Niruri Linn)

Meniran adalah herba yang berasal dari genus Phyllanthus dengan nama

ilmiah Phylanthus niruri Linn. Herba ini secara tradisional dapat digunakan

sebagai obat radang ginjal, radang selaput lendir mata, virus hepatitis, peluruh

dahak, peluruh haid, ayan, nyeri gigi, sakit kuning, sariawan, antibakteri, kanker,

dan infeksi saluran kencing.

Gambar. Herba Meniran (Phyllanthus Niruri Linn)

5. Biji Pepaya

Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional

adalah tanaman pepaya (Carica papaya L.). Secara tradisional biji pepaya dapat

dimanfaatkan sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, diare, penyakit

kulit, kontrasepsi pria, bahan baku obat masuk angin dan sebagai sumber untuk

mendapatkan minyak dengan kandungan asam-asam lemak tertentu. Selain

mengandung asam-asam lemak, biji pepaya diketahui mengandung senyawa kimia

lain seperti golongan fenol, alkaloid, dan saponin. Biji pepaya juga mempunyai

aktivitas farmakologi daya antiseptik terhadap bakteri penyebab diare, yaitu

Escherichia coli dan Vibrio cholera. Hasil uji fitokimia terhadap ekstrak kental

metanol biji pepaya diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder golongan

triterpenoid, flavonoid, alkaloid, dan saponin. Secara kualitatif, diketahui bahwa

kandungan senyawa metabolit sekunder golongan triterpenoid merupakan

komponen utama biji pepaya. Uji fitokimia triterpenoid lebih lanjut terhadap

ekstrak kental n-heksana menggunakan pereaksi Liebermann–Burchard juga

menunjukkan adanya senyawa golongan triterpenoid. Hal ini memberi indikasi

bahwa pada biji pepaya terkandung senyawa golongan triterpenoid bebas.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa isolat dari biji pepaya

merupakan senyawa golongan triterpenoid aldehid. Isolat triterpenoid mempunyai

potensi sebagai antibakteri pada konsentrasi 1000 ppm.

Gambar. Biji Pepaya (Carica papaya L)

6. Kamboja (Plumeria rubra L.cv. Acutifolia)

Bagian batang tumbuhan ini mengandung getah putih yang mengandung

damar, kautscuk, senyawa sejenis karet, senyawa triterpenoid amytin dan lupeol.

Khusus pada kulit batang berkhasiat untuk menumpas rasa sakit karena bengkak

dan dan pecah-pecah pada telapak kaki. Mengandung senyawa plumeirid, yakni

senyawa glikosida yang bersifat racun. Karena bersifat racun dan bisa mematikan

kuman. Getah kamboja dengan dosis yang tepat berguna sebagai obat sakit gigi

atau obat luka, dan berkhasiat pula bagi penderita frambusia. Namun getah ini

jangan sampai kena mata karena bisa mengakibatkan kebutaan.

2.5.2 Karotenoid

Sumber karotenoid adalah sayuran hijau. Buah-buahan juga mengandung

karotenoid, khususnya yang berwarna kuning sampai merah. Tomat dan wortel

dikenal sebagai sumber utama karotenoid. Sedangkan jenis sayuran seperti bayam

dan kangkung adalah sumber karotenoid.

1. ASI

ASI merupakan sumber makanan terbaik untuk bayi karena mengandung

berbagai nutrisi yang tidak terdapat pada formula bayi atau susu sapi. Diantara

berbagai nutrisi yang terkandung dalam ASI adalah karotenoid, yang berfungsi

untuk meningkatkan perlindungan infeksi pada bayi. Di dalam tubuh manusia,

karotenoid ditemukan pada berbagai jaringan dan cairan tubuh termasuk darah

dan ASI. Beta karoten merupakan salah satu jenis karoten pada ASI. Jenis

karotenoid lain yang ada di dalam ASI dan telah teridentifikasi adalah alpha

karoten, gamma karotene, lycopene dan lutein. Beberapa penelitian menunjukkan

adanya kandungan karotenoid dalam ASI, meskipun pada ibu yang kekurangan

gizi. Hal ini menunjukkan bahwa karotenoid merupakan nutrisi penting untuk

bayi.

2. Buah-buahan Berwarna Merah

Buah-buahan berwarna merah seperti tomat, semangka, jambu biji, pepaya

merah, stroberi,  jeruk bali merah, dan delima merah merupakan buah-buahan

yang mudah kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, yang ternyata

mengandungan likopen di dalamnya yang sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Likopen merupakan pigmen karotenoid yang membawa warna merah. Pigmen ini

termasuk ke dalam golongan senyawa fitokimia yang mudah ditemui pada tomat

dan buah-buahan lain yang berwarna merah. Selain itu, pigmen ini juga terdapat

di dalam darah manusia, Dr. William Dahut dari Institut Kanker Nasional AS

menyatakan bahwa “konsumsi tiga buah tomat seminggu dapat mencegah kanker

prostat. Selain kanker prostat, konsumsi likopen juga dapat mereduksi berbagai

jenis kanker lain, seperti kanker esofagus pada laki-laki, juga kanker rahim”.

Likopen pada prinsipnya merupakan pigmen yang berwarna merah kekuningan.

Selain pada buah-buahan, likopen juga banyak terdapat pada sayuran (seperti

wortel) maupun daging yang berwarna merah kekuningan, seperti kerang-

kerangan, lobster, dan ikan salmon.

Gambar. Delima merah yang mengandung likopen

Buah dewandaru

Buah maupun daun dewandaru terbukti bisa mencegah munculnya kanker

atau tumor. Warna merah buah dewandaru menunjukkan bahwa di dalamnya

terdapat kandungan senyawa tertentu. Dari hasil penelitian diketahui mengandung

senyawa golongan karotenoid.

3. Janjang kosong kelapa sawit (JK)

Janjang kosong kelapa sawit (JK) merupakan salah satu limbah padat

utama yang dihasilkan pabrik pengolahan kelapa sawit dalam jumlah sangat besar.

Selama ini, pemanfaatannya masih sangat terabtas, pemanfaatan JK sebagai

sumber karotenoid diharapkan dapat meningktakan nilai ekonomisnya dan dapat

dinilai sebagai suatu inovasi yang bermanfaat bagi dunia industri makanan. Hasil

penelitian menunjukan JK mengandung karotenoid, komposisi karotenoid di

dalam JJK didominasi oleh alpha-karoten, Beta-Karoten, lutein, dan zeakaroten.

4. Khamir (Rhodotorula)

Karotenoid secara ekonomis yang berasal dari mikroba, salah satunya

adalah Rhodotorula sp. Terdapat 3 jenis karotenoid utama yang dihasilkan oleh

Rhodotorula sp. sebagai metabolit sekunder antara lain: torularhodin, torulene dan

β-karoten dalam berbagai prosentase tergantung pada kondisi lingkungan dan

pertumbuhan. Torulene mempunyai peranan untuk memperbaiki warna dan

kualitas organoleptik lainnya dari telur dan daging, sedangkan preparat tetes mata

yang mengandung torularhodin dapat mencegah kebutaan atau kegelapan lensa

mata. Kedua karotenoid tersebut juga memiliki sifat provitamin A yang potensial

jika dibandingkan dengan β-karoten.

Gambar. Khamir (Rhodotorula)

2.6 Isolasi

2.6.1 Triterpenoid

Secara umum, triterpenoid dapat dipisahkan berdasarkan tehnik khromatografi

Lapis Tipis, dan khromatografi Gas-Cairan. Untuk analisis triterpenoid dalam tumbuhan,

jaringan kering harus di hilangkan dulu lemaknya dengan eter, dan kemudian di ekstraksi

dengan methanol. Selanjutnya ekstrak methanol yang telah dipekatkan dapat diperiksa

langsung. Khromatografi Lapis Tipis dilakukan pada silika gel dengan memakai pelarut

heksan-etilasetat (1 : 1) dan kloroform-metanol (10 : 1) dengan pendeteksi antimony

klorida dalam CHCl3. Beberapa triterpenoid tidak langsung terpisah dengan metode

tersebut. Contoh, α - dan β -amirin hanya terpisah dengan baik bila dilakukan

khromatografi memakai n-butanol –NH4OH 2M (1 : 1). Asam betulinat, asam oleanolat

dan asam ursolat memerlukan pelarut khusus seperti eter minyak bumi-dikhlorotilen-

asam asetat, atau eter minyak bumi-etil format-asam format.

Khromatografi Gas-Cairan untuk triterpenoid dilakukan dengan fasa cair tertentu,

seperti DEGS (Dietilenglikolsuksinat), larutan 1-3% fase cair dipakai pada penyangga

padat seperti Chromosorb W, yang terlebih dahulu dicuci dengan HCl dan disilani dengan

dimetilklorosilan dalam kloroform. Diperlukan suhu yang relatif tinggi (220-2500C)

dengan laju aliran 50-100 ml/menit. (Harbone, 1987)

2.6.2 Karotenoid

Ada beberapa cara yang untuk mengisolasi karotenoid, yaitu:

a. Ekstraksi dan Pemurnian

Karotenoid adalah pigmen yang tidak mantap, mudah teroksidasi terutama bila

terdedah diudara pada pelat KLT dan juga mengalami pengisomeran trans-cis . Jaringan

tumbuhan segar diekstraksi dalam pelumat dengan methanol atau aseton, dan setelah

disaring, karotenoid diektraksi dengan eter. Bila perlu tambahkan air agar terbentuk dua

lapisan. Selanjutnya, ekstrak eter gabungan dikeringkan dan diuapkan pada tekanan

rendah dan suhu dibawah 35 0C, lebih baik lagi dalam lingkungan nitrogen.

Pemisahan karotenoid berdasarkan perbedaan kepolaran dapat juga dicapai

dengan cara khromatografi kolom, memakai penjerap sukrosa dan pengelusi n-

propanol 0,5% dalam eter minyak bumi.

b. Khromatografi

Selain kromatografi kolom yang digunakan untuk mengisolasi karotenoid pada

skala besar, cara lain yang dipakai sebagai gantinya adalah menggunakan KLT dan KKt.

Tetapi tak ada satupun penyangga dan pengembang yang dapat dipakai secara umum

untuk semua karotenoid. Sebagian besar pilihan bergantung pada kepolaran nisbi

senyawa yang akan dipisahkan. (Harbone, 1987).

Contoh:

Isolasi dan Penentuan Struktur Molekul Senyawa Triterpenoid dari Kulit

Batang Kayu Api-api Betina (Avicennia Marina Neesh)

Tumbuhan kayu api-api betina (Avicennia marina Neesh) dapat digunakan

untuk kayu bakar, perabot rumah tangga, mengasapi ikan, juga dapat digunakan

untuk membuat lumpang padi. Kulit batangnya dapat dimanfaatkan sebagai obat-

obatan tradisional misalnya obat sakit gigi, dan mempunyai khasiat terhadap

penurunan produksi hormon seksual (afrodisiaka) dan juga sering digunakan

sebagai anti fertilitas. Kayunya yang besar dimanfaatkan untuk kayu bakar dan

untuk mengasapi ikan karena baunya yang khas dan sedap. Buahnya juga dapat

dimakan dengan merebusnya terlebih dahulu, kemudian direndam semalam lalu

dibersihkan dari kotorannya. Daunnya dapat digunakan sebagai makanan ternak.

Berdasarkan uji pendahuluan terhadap kandungan senyawa aktif dalam

kulit batang Kayu Api-api betina (Avicennia marina Neesh) dengan pereaksi

Liebermann-Burchard menunjukkan adanya kandungan senyawa triterpenoid.

Bahan dan tumbuhan yang diperlukan dalam isolasi ini adalah kulit batang

Avicennia marina Neesh, n-heksan, kalium iodida dan iodium, asam sulfat pekat

dan asam sulfat 2 N, asam asetat anhidrid, kloroform, naftol, metanol 96%,

karbon aktif dan antimon klorida, akuades dan pelat KLT. Pereaksi yang

digunakan ialah Mayer, Dragendroff, Wagner, Molisch, dan Liebermann-

Burchard.

Tahap-tahap Isolasi:

Tahap 1. Pengambilan sampel batang Avicennia marina Neesh. Kulit batang

Avicennia marina Neesh sebelum digiling halus diangin-anginkan terlebih dahulu

dan kemudian disimpan dalam ruangan yang memiliki suhu kamar, agar berat

yang didapatkan adalah berat yang konstan.

Tahap 2. Selanjutnya pengujian adanya steroid dan triterpenoid, dimana sebanyak

10 gr sampel yang telah dihaluskan ditambahkan dengan petroleum eter

secukupnya lalu ditempatkan pada palat tetes, kemudian ditambahkan asam asetat

anhidrid sampai terendam semua, dibiarkan sampai 15 menit. Enam tetes larutan

tersebut dipindahkan ke dalam pelat tetes yang lain, pelan-pelan ditambahkan

tetes demi tetes asam sulfat pekat, perubahan warna yang terjadi diamati. Adanya

triterpenoid ditunjukkan dengan warna merah jingga atau ungu, sedangkan adanya

steroid ditunjukkan dengana terbentuknya warna biru kehijauan.

Tahap 3. Isolasi dan pemurnian Triterpenoid yang diperoleh dilakukan dengan

mengambil sebanyak 300 gr sampel yang telah dihaluskan dan dibungkus dengan

kertas saring, disokletasi dengan palarut n-heksan. Residu yang dari sokletasi

tersebut disoklet kembali dengan menggunakan metanol. Ekstrak metanol yang

didapat dipekatkan dengan menggunakan pompa vakum Rotary Evaporator agar

pelarutnya terpisah dari ekstrak, selanjutnya dilakukan uji fitokimia. Hasil ekstrak

dilarutkan dengan methanol, kemudian dimasukkan kedalam corong pemisah dan

ditambah dengan palarut n-heksan. Kemudian campuran tersebut dikocok dengan

teratur selama lebih kurang 15 menit, kemudian didiamkan sampai terbentuk dua

lapisan. Lapisan bawah (lapisan Metanol) dipisahkan dari lapisan atas (lapisan n-

heksan). Jumlah komponen kimia di dalam ekstrak hasil pemisahan dari pelarut

heksan tersebut dapat diketahui dengan uji kromatgrafi lapis tipis (KLT), dan

selanjutnya ekstrak tersebut dilakukan rekristalisasi.

Tahap 4. Terhadap kristal dilakukan Kromatografi Lapis Tipis, ditentukan titik

lelehnya, ditentukan golongan dan uji kelarutan dan terakhir dianalisis dengan alat

Spektrofotometer Ultra Violet (UV), Spektrofotometer Infra Merah (IR) dengan

KBr, Spektrofotometer massa (MS)-GC, dan atau dengan spektroskopi Resonansi

Magnetik Inti (RMI).

Kandungan triterpenoid pada kulit batang Avicennia marina Neesh,

bersifat polar dalam bentuk kristal jarum berwarna putih yang beratnya 0,98 gram,

titik leleh 265 - 266 oC, uji FeCl3 memberikan warna hijau tua. Uji kromatografi

lapis tipis terhadap kristal jarum hasil isolasi dengan berbagai variasi eluen

dengan penampakan noda larutan Antimon klorida (SbCl3) berwarna merah

dengan Rf 0,8.

Pengujian kristal dengan pereaksi Liebermann-Burchard menunjukkan

adanya triterpenoid dengan terbentuknya senyawa warna merah jingga. Spektra

UV terhadap kristal yang dihasilkan tersebut menunjukkan pita serapan pada

daerah panjang gelombang 200-400 nm. Transisi yang terjadi adalah transisi n − n

dan diduga senyawa tersebut mengandung gugus karbonil yang tak terkonjungasi.

Analisa kristal jarum hasil isolasi menggunakan Spektrofotometer Infra

Merah dengan lempeng KBr menunjukkan serapan pada daerah bilangan

gelombang (cm−1) 3589,1 (1); 3448,1 (k); 2931,0 (k); 2848,7 (l); 2719,4 (l);

2613,7 (s); 1684,0 (k); 1642,8 (l); 1454,8 (k); 1376,5 (k); 1232,6 (k); 1105,0 (s);

1038,4 (k); 883,4 (k). Analisa dari hasil spektra Infra merah diduga bahwa

senyawa triterpenoid yang dimaksud adalah senyawa tritrepenoid yang memiliki

kerangka keton dengan gugus pengikat alkohol.

Analisa kristal jarum dengan menggunakan spektrofotometer RMI

(Resonansi Magnetik Inti) dalam pelarut CDCI, menunjukkan puncak-puncak

serapan karakteristik pada pergeseran kimia (ppm) sebagai berikut: 0,381 ppm

menunjukkan puncak serapan gugus metil, −CH−, 0,742 ppm menunjukkan

puncak serapan gugus metil, −CH3, 1,113 ppm menunjukkan puncak serapan

gugus metil, −CH3 dan gugus metilen, −CH2−, 1,504 ppm menunjukkan puncak

serapan gugus metilen, −CH2−, 9 - 10 ppm menunjukkan puncak serapan gugus

aldehide, −CHO.

Analisa berat molekul dilakukan dengan menggunakan rangkaian alat GC-

MS, hasil spektranya menunjukkan adanya puncak dengan 2 waktu retensi, yaitu

waktu retensi 24,317 menit dan 25,667 menit. Spektra masa dengan waktu retensi

25,667 menit menunjukkan adanya puncak-puncak ion molekul yang

karakteristik, yaitu puncak pada m/e 96, 109, 137, 205, 273, 341, dan m/e 411.

Spektra puncak ion molekul pada spektrum tidak muncul, hal ini dapat disebabkan

karena pengaruh kestabilan ion molekul dan juga pengaruh banyaknya cabang

pada molekul yang dideteksi. Berdasarkan pola pemecahan pola puncak-puncak

karakteristik tersebut dapat diramalkan bahwa puncak ion molekul berada pada

m/e 440 sehingga dapat diambil kesimpulan, berat molekul senyawa yang

dideteksi adalah 440.

Banyaknya atom karbon senyawa dengan berat molekul 440 dapat

dihitung dengan menggunakan rumus perhitungan jumlah atom karbon adalah 30.

Rumus indek kekurangan hidrogen (F) adalah 7, berdasarkan perhitungan diatas

disimpulkan bahwa senyawa yang dideteksi adalah senyawa triterpenoid yang

mengandung 5 kerangka cincin dan 2 ikatan rangkap, yaitu dari gugus karbonil

(C=O).

Berdasarkan pada data analisis dapat disimpulkan bahwa senyawa yang

dideteksi ini adalah senyawa triterpenoid pentasiklik turunan keton yang termasuk

golongan Friedelin. Senyawa ini memiliki gugus hidroksi pada atom C21 dengan

titik lelehnya 265o-266oC, dan dari berat molekul 440, rumus molekul yang diduga

adalah C30H48O2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil analisis secara

keseluruhan menyatakan bahwa senyawa triterpenoid yang diidentifikasi adalah

21-Hidroksi-4(23)-Friedelen- 3-Oxo dengan struktur molekul seperti pada gambar

berikut :

Contoh:

Isolasi dan Pemurnian β-Karoten dari Ekstrak Wortel dengan Menggunakan

Kromatografi Kolom dan Lapis Tipis

Wortel merupakan tanaman sayuran umbi yang kaya akan karoten yang

merupakan prekursor vitamin A dan mengandung cukup besar tiamin dan

riboflavin. Karotenoid merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning,

oranye, merah oranye, serta larut dalam minyak (lipida) (Asgar et al., 2006). β-

karoten (salah satu kandungan wortel) dipandang dari struktur kimia mampu

menangkap radikal bebas (radical scavenger) serta dikenal sebagai antioksidan

(Hamilton dkk., 1997). Karoten dapat terdegradasi oleh panas, cahaya, dan

oksigen. Karoten terdegradasi dengan cepat mulai pada temperature 60oC. Titik

leleh β-karoten dan α-karoten berturut-turut adalah 183oC dan 187,5oC. β-karoten

murni berwarna hitam, tapi karena bereaksi secara langsung dengan oksigen maka

diasumsikan berwarna merah/orange (Gunstone, 2004).

Buah wortel (Daucus Carota L.) adalah buah yang memiliki banyak

protein, mineral, karoten, vitamin dan antioksidan alami. Salah satu senyawa

antioksidan alami yang terkandung di wortel adalah karotenoid. Karotenoid yang

dikandung tidak hanya β-karoten tetapi juga α-karoten, gamma karoten, zeta

karoten, dan likopen yang dapat memberikan perlindungan pada tubuh terhadap

pengaruh negatif dari radikal bebas. Kandungan karotenoid dalam wortel dapat

dilihat dari intensitas warnanya, yaitu semakin jingga warna wortel maka semakin

banyak kandungan karotenoidnya. Dari sekian banyak zat yang terkandung di

wortel, senyawa β-karoten adalah senyawa yang paling banyak memiliki manfaat

bagi manusia. Selain aktivitasnya sebagai antioksidan, β-karoten juga sangat

dibutuhkan oleh mata untuk memperbaiki sel-sel yang rusak di retina. Mengingat

kegunaannya yang sangat besar, β-karoten telah banyak diisolasi dari tumbuhan-

tumbuhan penghasilnya.

Teknik isolasi β-karoten dari wortel dengan menggunakan kromatografi

kolom dan kromatografi lapis tipis. Untuk dapat masuk dalam kromatografi

kolom, sayuran wortel harus diolah hingga menjadi cairan pekat tanpa pengotor.

Pengolahan sampel wortel dimulai dengan mengupas dan memotong kecil-kecil

wortel, kemudian sampel dikeringkan di dalam oven. Tujuan pengeringan adalah

untuk menghilangkan kadar air yang terdapat pada sampel wortel. Sampel

kemudian di refluks dengan pelarut non-polar. Senyawa β-karoten merupakan

senyawa yang non-polar sehingga pelarut yang digunakan harus bersifat non-polar

pula. Pelarut yang digunakan untuk merefluks adalah pelarut kloroform. Tujuan

dari merefluks sampel adalah menarik senyawa-senyawa non-polar (termasuk β-

karoten) yang terkandung di dalam wortel ke dalam pelarut kloroform. Ekstrak

yang terbentuk kemudian dipisahkan dengan cara penyaringan.

Ekstrak wortel yang terbentuk kemudian dievaporasi dengan menggunakan

evaporator. Tujuan dari evaporasi ini adalah untuk mempekatkan ekstrak dengan

menguapkan pelarut. Ekstrak yang diperoleh ditambahkan dengan serbuk silica

gel. Ekstrak akan teradsorpsi pada permukaan silica gel, silica gel berperan

sebagai adsorben yang akan memudahkan pelarut n-heksan dalam mengelusi

sampel.

Silika gel yang telah mengadsorpsi ekstrak sampel, kemudian dimasukkan

ke dalam kolom yang telah dipacking oleh fasa diam silica gel dan fasa gerak

larutan n-heksan. Sebelum silika gel yang telah mengadsorpsi ekstrak

dimasukkan, kolom harus betul-betul compact dan tidak terdapat retakan pada

fasa diam, karena sedikit retakan saja akan mengganggu proses pemisahan

sampel. Kemudian dimasukkan larutan n-heksan dari atas silika gel yang

mengadsorpsi ekstrak, larutan n-heksan di biarkan mengalir melewati fasa diam

dan akan membentuk partisi-partisi larutan dengan warna jingga yang berbeda-

beda, warna jingga yang berbeda-beda ini adalah senyawa kimia yang terkandung

dalam wortel. Dari data yang diperoleh, terdapat empat partisi larutan dengan

warna jingga yang berbeda-beda. Berdasarkan teori, partisi-partisi yang terbentuk

ini adalah hasil pemisahan komponen-komponen penyusun wortel. Dalam empat

partisi ini dimungkinkan terdapat senyawa β-karoten. Oleh karena itu perlu

dilakukan uji kualitatif senyawa β-karoten dengan teknik kromatografi lapis tipis.

Kromatografi lapis tipis adalah suatu teknik pemisahan dengan sebuah plat

yang dilapisi silika gel sebagai fasa diam dan campuran pelarut sebagai fasa

gerak. Tidak sama dengan sistem kerja kromatografi kolom yang menggunakan

gravitasi sebagai gaya tarik eluen, pada kromatografi lapis tipis larutan akan

merambat naik ke atas fasa diam akibat gaya kapilaritas yang disebabkan daya

serap silika gel pada fasa diam. Untuk menguji keberadaan senyawa β-karoten,

keempat partisi ditotolkan di plat KLT, kemudian plat dimasukkan ke dalam

chamber yang telah berisi campuran 8 : 2 larutan n-heksan – aseton. Larutan

campuran akan naik hingga batas plat dan menimbulkan noda (spot)

kromatogram. Dengan membagi jarak tempuh noda dan pelarut, maka akan

didapatkan nilai Rf. Nilai Rf adalah nilai yang menunjukkan kemurnian suatu

kromatogram. Berdasarkan data percobaan, nilai Rf untuk senyawa β-karoten

adalah 1.

DAFTAR PUSTAKA

Astika, G.N., 1991, Pengaruh Pemberian Damar Api-api terhadap Kadar Estradiol

dan Progesteron Serum Tikus, Lembaga Peneliti Unair Surabaya.

Fransworth, N.R., 1966, Biological and Phytochemical Screening of Plants, J.of

Pharm.Sci.,

Creswell,C.J., O.A. Runquist, and M.M. Campbell, 1982. Analisa Spektrum

Senyawa Organik. Bandung : ITB.

Asgar, A., Musaddad, D., 2006, Optimalisasi Cara, Suhu dan Lama Blansing

sebelum Pengeringan pada Wortel, J. Hart, Vol. 16. No. 3.

Hamilton, R.J., Kalu, C., Prisk, E., Padley, F.B., and Pierce, H., 1997, Chemistry

of Free Radicals in Lipids, Food Chemistry, 60 (2).

Gunstone, F., 2004, The Chemistry of Oils and Fats Sources, Composition,

Properties and Uses, Great Britain, MPG Books Ltd.

Soebagio, B., Rusdiana, T., Risnawati, R., 2007, Formulasi gel antioksidan dari

ekstrak umbi wortel (daucus carota l.). Makalah pada Kongres Ilmiah XV ISFI,

Jakarta.