bab i pendahuluandigilib.uinsgd.ac.id/18823/4/4_bab i.pdfin vitro (di luar sel makhluk hidup)...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan pembangunan di Indonesia telah membawa dampak
yang berarti bagi masyarakat. Seiring dengan itu, adanya perubahan dalam
hal kesejahteraan masyarakat baik yang mengalami peningkatan maupun
penurunan telah memberikan dampak juga terhadap perubahan gaya hidup
dan cara pandang masyarakat terutama dalam hal konsumsi makanan dan
minuman. Hal ini mau tidak mau harus disikapi oleh semua pihak yang
berkepentingan baik dari kalangan dunia usaha pangan maupun mereka yang
bergerak dalam tataran pengambilan kebijakan.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa tujuan
didirikan Negara Republik Indonesia, antara lain adalah untuk memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Amanat tersebut
mengandung makna negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga
negara melalui sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya keamanan
pangan yang memadai dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak
setiap warga negara. Demikian halnya dalam konsiderans huruf a Undang-
undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan bahwa: “Pangan
merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia”. Juga merupakan komoditas
perdagangan, memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang etis,
jujur, dan bertanggung jawab sehingga terjangkau oleh masyarakat. Pangan
dalam bentuk makanan dan minuman adalah salah satu kebutuhan pokok
manusia yang diperlukan untuk hidup, tumbuh, berkembang biak, dan
reproduksi.
Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air,
baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan
2
atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses
penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.1
Sebagai negeri dengan penduduk 238 juta jiwa,2 sangatlah wajar jika
pangan menjadi isu yang cukup menarik untuk dikaji dan diperbincangkan.
Hal ini dikarenakan semakin pesatnya perkembangan teknologi pangan
terutama agroindustri pangan olahan yang mengakibatkan penggunaan bahan
dasar makanan (ingredient), dalam pengolahan pangan menjadi sangat
bervariasi. Perkembangan penggunaan makanan ini didorong oleh kebutuhan
akan ingredient dengan sifat-sifat tertentu yang diinginkan dengan harga yang
murah. Masalah yang kemudian timbul adalah banyaknya ingredient pangan
baik bahan baku utama maupun bahan aditifnya yang sulit ditentukan asal
bahan pembuatnya. Padahal, kejelasan suatu informasi suatu produk pangan
sangat penting agar konsumen mengetahui produk yang dikonsumsi tersebut
adalah produk yang jelas ketentuan hukumnya.3
Franky Sibarani dari Pusat Informasi Produk Industri Makanan &
Minuman (PIPIMM) mengakui makanan impor yang masuk ke Indonesia
semakin hari semakin meningkat. Hal ini disebabkan banyak “pintu” masuk
di Indonesia yang tidak bisa dijaga. Misalnya melalui Kalimantan, Sulawesi,
hingga Sumatra, Semua sulit diawasi. Dari hasil penelusuran PIPIMM, di
kota-kota besar seperti Bandung, Makassar, Yogyakarta, Surabaya, dan
Denpasar, seringkali ditemukan makanan-makanan impor ilegal, saat ini
dikatakan jumlah makanan impor kemasan itu mencapai 5 persen dari total
makanan kemasan di Indonesia.4
Pesatnya perkembanagan industri pengolahan pangan tidak terlepas dari
laju pertumbuhan manusia yang sangat pesat di seluruh dunia umumnya dan
1Pasal 1 ayat 1 Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. 2Penduduk Indonesia, melalui (www.bps.go.id), diambil pada tanggal 09/07/2015 pukul
21:24 WIB 3Apriyantono, A. Masalah Halal : Kaitan antara Syar’i, Teknologi dan Sertifikasi.
(Bandung: PT Kiblat Buku Utama, 2005), Hlm. 16
4Threemc, 97% produk kosmetika yang beredar tidak jelas kehalalannya, melalui
(http://threemc.multiply.com/journal), diambil pada tanggal 10/07/2015 pukul 14:42 WIB.
3
Inonesia khususnya. Serta perubahan pola konsumsi yang cenderung instan.
Peningkatan jumlah produksi merupakan upaya pelaku usaha untuk
memenuhi peningkatan jumlah permintaan, tetapi terkadang upaya
meningkatkan jumlah produksi terhambat dengan terbatasnya jumlah bahan
baku yang tersedia terutama bahan baku dari alam, karena mengandalkan
hasil alam yang tidak pasti maka banyak industri pangan yang beralih kepada
tanaman hasil teknologi rekayasa genetika yang memang direkayasa agar
tingkat produksi lebih tinggi dari tanaman biasa, memiliki kualitas yang baik
serta memiliki kemampuan atau ketahanan terhadap ganguan biotik dan
abiotik. Juga untuk menekan pembiayaanya agar lebih murah sehingga akan
sangat berpengruh dalam perolehan keuntungan.
Manajemen produksi memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi menciptakan produk-produk baru yang memiliki nilai ekonomi
yang lebih tinggi. Salah satu produk baru yang dihasilkan dari pemanfaatan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah produk rekayasa genetika.
Produk rekayasa genetika merupakan produk yang dihasilkan dari teknologi
memanipulasi sifat baka atau gen (DNA) suatu organisme tanpa melalui
seksual (tanpa melalui perkawinan) untuk menghasilkan organisme dengan
sifat-sifat sesuai dengan yang ditentukan.
Sebagaimana disebutkan dalam ketentuan umum pasal 1 ayat 33 dan 34
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 menyebutkan bahwa :5
“Rekayasa Genetik Pangan adalah suatu proses yang melibatkan
pemindahan gen (pembawa sifat) dari suatu jenis hayati lain yang
berbeda atau sama untuk mendapatkan jenis baru yang mampu
menghasilkan produk Pangan yang lebih unggul.”
“Pangan produk rekayasa Genetik adalah pangan yang diproduksi atau
menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/atau bahan lain
yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik.”
Metode ini dipakai salah satunya untuk merakit tanaman-tanaman
rekayasa genetika yang kemudian digunakan sebagai teknik pertanian pangan
yang meliputi bidang: peningkatan produksi, peningkatan kualitas, perbaikan
5 Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Ayat 33-34 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
Tentang Pangan
4
pasca panen, dan perbaikan processing.6 Dengan demikian produk pertanian
yang menggunakan teknik rekayasa genetika ini, maka panen yang
dihasilkannya menjadi lebih banyak, lebih besar dan tahan lama, dengan
harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk pertanian konvensional.
Secara umum rekayasa genetika (Ing. genetic engineering) adalah
rekayasa genetik merupakan bagian dari bio teknologi modern yang
digunakan dalam pemuliaan non konvensional. Dengan pengertian ini
kegiatan pemuliaaan hewan atau tanaman melalui seleksi dalam populasi dan
penerapan mutasi buatan tanpa target dapat dimasukkan ke dalam rekayasa
genetika. Jika ditinjau lebih jauh, bahwa pemuliaan khususnya di bidang
pangan terbagi dua macam: pemuliaan konvensional dan pemuliaan no
konvensional (inkonpensional). Pemuliaan ponvensional dimana penentuan
karakteristik merupakan hal yang krusial dalam deskripsi tanaman.
Karakteristik yang paling tua dan paling umum digunakan adalah sifat
morfologi dan fisiologi seperti bentuk batang dan daun, ada atau tidak ada
bulu, waktu berbunga, ketahanan penyakit dan lain-lain. Sifat-sifat ini
sekarang digunakan untuk registrasi varietas. Strategi dalam pemuliaan
tanaman konvensional adalah dengan melakukan peningkatan variasi genetik
yang diikuti kemudian dengan seleksi pada keturunannya. Pemuliaan
tanaman biasanya mengarah pada domestikasi meskipun tidak selalu
demikian. Peningkatan variasi genetik dapat dilakukan melalui berbagai cara,
seperti introduksi,7 persilangan
8 dan manipulasi genom
9.
Sementara itu, pemuliaan non konvensional atau bioteknologi modern
ditandai dengan penggunaan teknik biologi molekuler sehingga rekayasa
yang dilakukan dapat jauh lebih terarah sehingga hasil yang diperoleh dapat
6 Mangku Sitepoe, Rekayasa Genetika, (Jakarta: Grasindo, 2001). Hlm.7
7Introduksi (Mendatangkan bahan tanam dari tempat lain) merupakan cara paling
sederhana untuk meningkatkan keragaman genetik. Seleksi penyaringan (screening) dilakukan
terhadap koleksi plasma nutfah yang didatangkan dari berbagai tempat dengan kondisi lingkungan
yang berbeda-beda. 8 Persilangan merupakan cara yang paling populer untuk meningkatkan variasi genetik,
bahkan sampai sekarang karena murah, efektif, dan relatif mudah dilakukan 9 Yang termasuk dalam cara ini adalah semua manipulasi ploidi, baik penggandaan
genom (set kromosom) maupun perubahan jumlah kromosom
5
lebih atau sepenuhnya dikendalikan, Marka molekuler ditentukan secara
langsung pada materi genetik yaitu DNA itu sendiri. Dengan demikian hasil
yang diperoleh dari teknik marka molekuler secara total independen dari
pengaruh lingkungan dimana materi tersebut ditanam. Strategi dalam
pemuliaan tanaman non konvensional antara lain dengan manipulasi gen atau
bagian kromosom dan Transfer gen. Dengan kata lain, rekayasa genetika
modern dilakukan dengan proses yang lebih cepat melalui rekombinan secara
in vitro (di luar sel makhluk hidup) sehingga memungkinkan mencangkok
(kloning) hanya satu jenis gen yang diinginkan dalam waktu yang lebih
cepat).
Pada bidang pangan khususnya, produk rekayasa genetika (PRG)
memiliki banyak manfaat, antara lain:
a. PRG yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit tanaman.
b. PRG toleran terhadap jenis herbisida.
c. PRG tahan terhadap serangan penyakit tanaman.
d. PRG toleran terhadap dingin.
e. PRG toleran terhadap kekeringan atau salinitas.
f. PRG sebagai obat atau vaksin.
Namun demikian, isu yang berkembang di masyarakat menyebutkan
bahwa produk rekayasa genetika (PRG) merupakan produk yang berbahaya
bagi kesehatan. Permasalahan yang timbul dalam hal penglepasan dan
perdagangan pangan yang mengandung bahan rekayasa genetika adalah
mengenai konteks yang lebih luas dari penggunaan teknologi rekayasa
genetika (misalnya dalam teknik obat-obatan) dan konsekuensi-
konsekuensinya dalam lingkungan sosial-ekonomi manusia. Selain kedua hal
tersebut, permasalahan yang timbul berkaitan dengan produk pangan yang
mengandung hasil rekayasa genetika adalah mengenai pelabelan dalam
rangka perlindungan hak-hak konsumen atas informasi produk yang
dikonsumsinya.
Kondisi tersebut disadari Pemerintah Indonesia sehingga dalam hal
bibit tanaman hasil rekayasa genetika sehingga petani tidak bebas menanam
6
tanaman yang mengandung bahan rekayasa genetika. Namun demikian
realitasnya, di beberapa negara produk-produk hasil rekayasa genetika
cenderung tak terbatas. Sebagai contoh, kedelai bahan dasar kecap, tahu,
tempe, susu yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia sehari-hari 70%
diimpor dari Amerika Serikat yang separuh dari produksinya merupakan hasil
rekayasa genetika.10
Awal adanya teknologi ini sebenarnya disebabkan karena produk
pangan mulai tidak sebanding dengan jumlah populasi manusia yang terus
bertambah, ditambah dengan berkurangnya lahan-lahan pertanian,
merebaknya hama penyakit tanaman, perubahan iklim yang tidak menentu
yang berdampak kepada tidak maksimalnya tanaman pangan dalam
berproduksi disamping biaya tinggi dalam pembudidayaannya. Maka para
ahli tanaman mencoba untuk mendapatkan tanaman “super” yang bisa
mengatasi berbagai masalah tersebut, namun dalam perkembangannya
tanaman hasil rekayasa genetika ini menimbulkan perdebatan tentang tingkat
keamanannya jika dikonsumsi manusia. Sebagian pihak menyatakan bahaya,
sebagian lainnya menyatakan aman. Dalam hal ini Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) mengacu kepada pendapat pertama.
Sekarang ini, makanan yang berbasis tanaman hasil rekayasa genetik
atau genetically modified organism (GMO) banyak diperdebatkan. GMO
merupakan sebuah terobosan untuk merekayasa genetik suatu organisme
untuk dihasilkan sebuah produk baru. Kebanyakan GMO diterapkan pada
tanaman, meski bisa juga diterapkan pada binatang atau bakteri. Hasilnya
adalah muncul suatu produk yang juga disebut dengan transgenik. Tanaman
transgenik banyak diujikan pada jenis tanaman pangan. Tujuannya agar
diperoleh pangan yang memiliki keunggulan tertentu misalnya tahan hama
atau memiliki nutrisi yang lebih tinggi dibanding pada saat belum dilakukan
rekayasa genetik. Pada medio 2006 lalu contohnya, tanaman transgenik yang
ditumbuhkan di 22 Negara menghasilkan panen yang kondisinya lebih baik.
10 Lindungi Konsumen dari Peredaran Produk Transgenik, Kompas, 18 Juni 2001.
7
Tanaman menjadi tahan serangga, tahan terhadap virus, hingga ditemukan
nasi yang memiliki kandungan zat besi tinggi.
Tanaman inpor hasil rekayasa genetik ataa genetically modified
organism (GMO) yang saat ini telah beredar di Indonesia contohnya adalah
seperti kedelai, jagung, dan kentang. Penduduk Indonesia tidak bisa
dipungkiri bahwa sebagian besar dalam sehari-harinya mereka mengkonsumsi
tempe dan tahu sebagai tambahan makanan pokok sehari-hari. Penggemar
tempe dan tahu agaknya harus berhati-hati dalam memilih produk. Sebab,
dari temuan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), ternyata lebih
dari 50 persen tempe dan tahu yang beredar merupakan hasil rekayasa
genetik. Dengan kata lain, bahan bakunya berasal dari kedelai hasil rekayasa
genetik.
Menurut Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
Sudaryatmo, banyak produk pertanian impor yang merupakan hasil rekayasa
genetik. Produk tersebut antara lain kedelai, jagung, dan kentang. Menurut
YLKI, produk makanan transgenik dapat mengakibatkan kelambanan
pertumbuhan dan kegagalan reproduksi bagi manusia. YLKI bahkan sudah
melakukan pengujian terhadap produk-produk tersebut. Disebutkan lagi,
YLKI juga menemukan bahwa produk makanan dari jagung dan kedelai, 70
persennya adalah dari hasil rekayasa genetika. Oleh karena itu menurut
Sudaryatmo, bahwa Pemerintah harus menetapkan kriteria mana saja yang
bisa menggunakan teknologi rekayasa genetik."11
Lebih lanjut salah seorang Pengurus YLKI (Huzna Zahir) menyatakan:
Tahun 2002 lalu beberapa tempe dan tahu kita uji. Kemudian
(ditemukan) ada beberapa turunan lain. Itu positif transgenik. Tahun
2005 kita konsens ke produk kemasan dan kita temukan ada tiga sampel
yang positif dua turunan kentang dan satu turunan jagung pada produk
impor jadi. Ada (merek) Prinsley, Mister Potatoes, dan Honig. Dan itu
dapat menyebabkan pertumbuhan yang lambat sama kegagalan di
reproduksi.
11 Wawancara dengan Ketua Umum (Ketum) YLKI, Sudaryatmo, Pada hari Rabu
Tanggal 30 2015 September melalui Email.
8
YLKI juga memaparkan bahwa pengujian terhadap produk makanan
transgenik pernah dilakukan di Jerman. Percobaan itu dilakukan dengan
memberikan makanan hasil rekayasa genetik terhadap tikus. Anak-anak tikus
yang diberi makanan hasil rekayasa genetik memiliki peluang kematian enam
hingga delapan kali lebih besar dibandingkan dengan tikus yang tidak diberi
makanan produk rekayasa genetik.
Kalau kita melihat potensi bahaya, penelitian di luar itu ada beberapa
contoh yang biasanya dicobakan ke hewan tikus yang dilakukan beberapa kali
pada tikus di Rusia. Anak-anak tikus yang diberi makan transgenik peluang
matinya itu enam sampai delapan kali dari yang tidak diberi makanan
mengandung transgenik,” tambahnya.
Menurut Kepala Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM), Abdul
Romim, semua produk kedelai impor asal Amerika Serikat merupakan
kedelai transgenik. Dengan demikian semua produk turunan kedelai impor,
seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco juga merupakan bahan makanan
transgenik yang berbahaya.12
Lebih lanjut ia menyatakan:
Tempe gorengan, tempe yang Anda makan di rumah, keripik tempe
yang dijual di Purwokerto, Bandung, tahu Sumedang, semua makanan
yang mengandung kedelai ya berasal dari kedelai impor. Karena bahan
baku untuk tempe, tahu yang ada di Indonesia dari kedelai impor.
Indonesia mengimpor produk transgenik seperti kedelai, jagung, dan
kentang dari Amerika Serikat, Kanada, Argentina, dan Australia.
Produk itu melenggang masuk ke Indonesia secara bebas, tanpa proses
penelitian dan uji keamanan, sebagaimana impor beras dan gula.
Pandangan yang dikemukakan oleh YLKI dan BPOM tersebut tentu
saja tidak disepakati semua kalangan dan masih memerlukan pengkajian
mendalam. Sebab secara umum, Negara-negara di dunia pun terbagi menjadi
3 kubu dalam menyikapi produk hasil rekayasa genetika (GMO). Ada yang
pro GMO (Negara-negara Eropa); Ada yang kontra GMO (Negara-negara
Amerika), dan ada yang mengedepankan sika hati-hati (seperti Indonesia).
12 Wawancara dengan Ketua Umum BPOM, Drs. Abdul Rohim, Pada hari Ramis
Tanggal 1 Oktober 2015
9
Namun terlepas dari pro kontra tersebut, diakui oleh semua pihak
bahwa pada dasarnya tidak ada teknologi yang tanpa risiko sama sekali (zero
risk), namun demikian rakyat yang menjadi konsumen pangan dan obat-
obatan sedapat mungkin dilindungi, terutama menyangkut hal-hal yang belum
diketahui akibatnya. Diakui pula bahwa teknologi GMO memberi manfaat
pada manusia antara lain dengan ditemukannya produk baru yang lebih
unggul, berkualitas dan bias dihasilkan lebih banya.
Oleh karena itu, untuk mengantisivasi dampak tidak baik dari produk
rekayasa genetika, maka Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah
mengeluarkan peraturan Nomor hk.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang
pedoman pengkajian keamanan pangan Produk Rekayasa Genetik Tata Cara
Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG yaitu :13
1. Setiap orang atau badan hukum yang akan mengedarkan pangan PRG
harus mengajukan permohonan pengkajian keamanan pangan PRG
secara tertulis kepada Kepala Badan, seperti pada Formulir 1.
2. Pemohon menjawab dan melengkapi data dalam daftar pertanyaan pada
Formulir 2, sesuai dengan petunjuk pada Bagian IV. Pengkajian
Keamanan Pangan PRG dalam Pedoman ini.
3. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 2 tidak
lengkap, Kepala Badan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dalam
jangka waktu paling lambat 14 hari sejak selesainya pemeriksaan berkas,
memberitahu Pemohon untuk melengkapi data/informasi yang
diperlukan.
4. Pemohon wajib melengkapi kekurangan data/informasi yang diperlukan
paling lambat dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak
diterimanya pemberitahuan.
5. Dalam hal permohonan telah lengkap Kepala Badan sebagaimana
dimaksud pada angka 1, dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat
13 Tata Cara Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG, Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM) Nomor hk.03.1.23.03.12.1563 Tahun 2012 tentang pedoman pengkajian
keamanan pangan Produk Rekayasa Genetik
10
belas) hari meminta KKH untuk melakukan pengkajian keamanan
pangan PRG.
Dengan demikian, adanya peraturan ini diharapkan bisa memperkecil
masuknya pangan impor hasil rekayasa genetik ke Indonesia yang tidak
sesuai standar peraturan yang berlaku di Indonesia. Bahwa produk tersebut
bias diedarkan setelah mendapat pengkajian keamanan pangan dari Badan
POM.
Menurut Thamrin Latuconsina, Kepala Divisi Barang Modal Direktorat
Impor Departemen Perdagangan, impor kedelai, jagung, ataupun kentang
hanya dikenai bea masuk dan beberapa pajak. Selama ini, yang kita tangani
beras dan gula itu biasanya dilakukan verifikasi di negara muat barang oleh
surveyor yang ditunjuk oleh Menperindag. Kepada perusahaan yang
bersangkutan, sebelum melakukan impor, harus barangnya diperiksa oleh
surveyor. Dan surveyor menerbitkan laporan atas kebenaran barang tersebut
baik jumlah, kualitas, atau aspek-spek lain di dalamnya. Kalau terhadap
kedelai, kentang, itu impornya kita tidak atur. Itu impornya bebas.
Mekanismenya bebas..14
Selain itu, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang sangat
kompleks, terus menerus, dan berkesinambungan karena adanya kesaling
tergantungan antara produsen dan konsumen. Kegiatan dimulai dari produksi
yang dilakukan untuk memenuhi permintaan pasar. Dari produksi tersebut
dihasilkan produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat
setelah sebelumnya melalui rantai distribusi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi meningkatkan
kesadaran konsumen akan mutu dan keamanan produk yang dikonsumsinya.
Keadaan ini menyebabkan konsumen semakin selektif dalam memilih suatu
produk yang berhubungan dengan standar-standar kualitas, bahan baku,
bahan tambahan, bahan penolong, proses dan manajemen proses.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga menyebabkan produk-
produk yang diperdagangkan makin bertambah.
14 Information_ Makanan Transgenik.html Diunduh pada Tanggal 28 September 2015
11
Oleh karena itu label pada produk yang menggunakan hasil rekayasa
genetika ini sangat penting. Sebab, sekalipun pangan produk rekayasa
genetika memiliki banyak keunggulan dan memberikan manfaat bagi
manusia, namun sampai sekarang ini belum ada suatu penelitian yang
menyatakan bahwa mengkonsumsi produk hasil rekayasa genetika adalah
aman. Penggunaan teknologi rekayasa genetika dan berbagai produknya
menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatifnya terhadap kesehatan
manusia dan lingkungan di masa yang akan datang (dampak jangka panjang).
Untuk menjamin bahwa konsumen mendapatkan informasi yang jujur
atas produk yang dikonsumsinya, tindakan yang rasional adalah dengan
mencantumkan label terhadap produk pangan yang mengandung bahan
rekayasa genetika. Dengan pelabelan terhadap produk yang mengandung
hasil rekayasa genetika konsumen tahu apa yang dikonsumsinya sehingga
bebas untuk menentukan pilihan; meningkatkan kepedulian dan pendidikan
bagi konsumen; perlindungan bagi lingkungan dan pendekatan pencegahan;
dan keamanan pangan.
Selama sepuluh tahun perundingan tingkat internasional dilakukan
untuk membahas permasalahan menyangkut organisme hasil rekayasa
genetika. Pada Mei 2000 dihasilkan regulasi pertama dari Konvensi PBB
tentang Keanekaragaman Hayati (Convention on Biodiversity), yaitu
Cartagena Protocol on Biosafety. Protokol ini bertujuan untuk memberikan
aturan dalam memastikan tingkat proteksi yang memadai dalam hal transfer,
penanganan, dan penggunaan yang aman dari organisme hidup hasil
bioteknologi modern yang mungkin berpengaruh merugikan terhadap
kelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati, dengan
juga mempertimbangkan risiko terhadap kesehatan manusia, dan khususnya
pada pergerakan lintas batas. Protokol Cartagena adalah perjanjian yang
mengikat secara hukum (legally binding) dan berlaku 90 hari setelah 50
negara meratifikasi. Sampai dengan Mei 2000 tercatat 68 negara telah
meratifikasi.
12
Indonesia sendiri telah menandatangani protokol ini pada tanggal 24
Mei 2000. Para pihak dalam perjanjian ini harus memastikan bahwa
pengembangan, penanganan, pengangkutan, pemakaian, pemindahan dan
penglepasan organisme hidup dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat
mencegah atau mengurangi risiko yang timbul terhadap keanekaragaman
hayati, dengan juga mempertimbangkan risikonya terhadap kesehatan
manusia. Pertimbangan risiko terhadap keanekaragaman hayati dan kesehatan
manusia dalam jangka panjang tersebut membawa Protokol ini menekankan
perlunya pendekatan pencegahan dini (precautionary) yang terkandung dalam
Prinsip 15 The Rio Declaration on Environment and Development.
Prinsip pencegahan dini mengisyaratkan adanya keterbukaan informasi
atas suatu kegiatan atau bahan yang dikhawatirkan menimbulkan dampak
negatif bagi lingkungan hidup juga menuntut adanya usaha-usaha lain
(alternatif) untuk memperkecil kekhawatiran (risiko) tersebut. Dengan
menandatangani Cartagena Protocol on Biosafety artinya Pemerintah
Indonesia berkewajiban secara moral menerapkan peraturan internasional
mengenai penanganan lintas batas bahan rekayasa genetika. Terlebih lagi
karena Indonesia telah meratifikasi Convention on Biological Diversity
dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994.
Menurut Hadi Evianto, kerugian yang mendapat sorotan tajam (dalam
bidang perlindungan konsumen) adalah kerugian yang membahayakan
kesehatan dan/atau jiwa konsumen. Sedangkan perwujudan perlindungan
konsumen sangat jelas terlihat dalam bidang produksi pangan, karena pangan
berkaitan langsung dengan keamanan dan keselamatan jiwa dan kesehatan
manusia.15
Sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen meliputi:16
15 Hadi Evianto, 1986, Hukum Perlindungan Konsumen Bukanlah Sekedar Keinginan
Melainkan Suatu Kebutuhan, dalam Hukum Dan Pembangunan, Nomor 6 Tahun ke – XVI,
Desember 1986, 582-599 16 Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
13
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barng dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jamina
yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan kluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, pelindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaiman mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perudnang-undangan.
Berdasarkan hal di atas, konsumen mempunyai hak untuk mendapatkan
perlindungan keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi pangan
umumnya serta pangan olahan yang mengandung bahan rekayasa genetika
khususnya dan mendapatkan perlindungan hukum apabila terjadi kerugian
konsumen akibat mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan rekayasa
genetika.
Oleh karena itu sangat beralasan jika melalui tulisan ini ingin diteliti
dan dianalisis Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa Genetik dan Hubungannya
dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka melalui
penelitian ini terdapat dua permasalahan yang perlu mendapatkan perhatian,
yaitu:
1. Bagaimana pengaturan pangan hasil rekayasa genetik di Indonesia ?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen pangan hasil
rekayasa genetik ?
14
3. Bagaimana kendala pengaturan dan perlindungan masyarakat petani
berkaitan dengan pangan hasil rekayasa genetik?
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan tujuan penelitian penulisan tesis ini, maka dapat
dikemukakan beberapa tujuan dari pelaksanaan penelitian yaitu :
1. Untuk mengetahui pengaturan pangan hasil rekayasa genetik di Indonesia.
2. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen pangan hasil
rekayasa genetik.
3. Untuk mengetahui kendala pengaturan dan perlindungan masyarakat dan
petani berkaitan dengan pangan hasil rekayasa genetik.
D. Kegunaan Penelitian
Selain tujuan penelitian seperti tersebut diatas, dalam penelitian inipun
diharapkan dapat memberikan kontribusi dari 2 (dua) aspek yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Yaitu untuk memberikan manfaat berupa informasi dalam pemahaman
teori kepustakaan mengenai perlindungan hukum dan pengaturan pangan
hasil rekayasa genetik dan di Indonesia.
2. Manfaat Praktis
Yaitu sebagai sumbangan pemikiran bagi para ahli hukum, pemerintah
dalam pelaksanaan kebijakan pengaturan pangan hasil rekayasa genetik di
Indonesia. Serta informasi bagi masyarakat luas terhadap kejelasan pangan
hasil rekayasa genetik yang berada dipasaran saat ini.
E. Kajian Pustaka
Penelitian mengenai Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa Genetik dan
Hubungannya dengan Perlindungan Konsumen di Indonesia pada dasarnya
bukanlah hal baru, tetapi sudah dilakukan oleh beberapa penelitian terdahlu
dalam konteks, aspek dan substansi yang berbeda dengan penelitain yang
akan penulis lakukan. Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu tersebut,
atara lain:
15
Pertama, Tesis Zakki Adlhiyati, yang berjudul “Produk Rekayasa
Genetika (Gmo/Genetically Modified Organism) Sebagai Subjek
Perlindungan Paten Dan Perlindungan Varietas Tanaman” Program Magister
Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang 2009. Adapun permasalahan
yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana perlindungan GMO’s
melalui sisem paten dan perlindungan varietas tanaman sebagai hasil
intelektualitas manusia di Indonesia (2) Permasalahan-permasalahan apa yang
ada dalam perlindungan GMO’s di Indonesia (3) Bagaimana mengatasi
permasalahan yang ada dalam perlindungan GMO’s tersebut.
Kedua, Tesis Ali Amran Tanjung pada Program Magister Pasca Sarjana
Program Studi Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009, yang
berjudul “Pengaturan, Penggunaan dan Pengawasan Label Halal Terhadap
Produk Makanan Perspektif Perlindungan Konsumen“. Adapun permasalahan
yang diangkat dan dibahas adalah (1) Bagaimana pengaturan, penggunaan
label halal terhadap produk makanan, (2) Bagaimana pengawasan
penggunaan label halal terhadap produk makanan, (3) Bagaimana sanksi
terhadap pelanggaran penggunaan label halal.17
Berbeda halnya dengan pembahasan yang akan dilakukan oleh penulis
tentang Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa Genetik dan Hubungannya dengan
Undang – undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen DI
indonesia yang akan membahas secara detil mengenai pengaturan pangan hasil
rekayasa genetik di Inonesia selain itu dihubungkan juga dengan
perlindungan konsumen di Indonesia.
F. Kerangka Pemikiran
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran
teoritis oleh karena adanya hubungan timbal balik yang erat antara teori
dengan kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisa dan kontruksi data.
17 Ali Amran, Tanjung, 2009, “ Pengaturan, Penggunaan dan Pengawasan Label Halal
Terhadap Produk Makanan Perspektif Perlindungan Konsumen ”. Diakses 1 Juli 2015, avalaible
from http://repositoryusu.ac.id/handle/123456789/199922.
16
Kerangka teori merupakan pendukung dalam membangun atau berupa
penjelasan permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori digunakan sebagai
pisau analisis terhadap pemecahan permasalahan hukum yang diteliti. Di sini
pendapat para sarjana hukum yang digunakan untuk mengkaji permasalahan
hukum yang dihadapi. Dengan demikian kerangka teori memuat uraian
sistematis tentang teori dasar yang relevan terhadap fakta hukum dan hasil
penelitian sebelumnya yang berasal dari pustaka mutakhir yang memuat teori,
proposisi, konsep atau pendekatan terbaru yang berhubungan dengan
penelitian yang dilakukan.18
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala
spesifik atau proses tertentu terjadi, dan teori harus diuji dengan
menghadapkan pada fakta-fakta dapat menunjukkan ketidak benarannya.19
Teori dipergunakan sebagai landasan atau alasan mengapa suatu variabel
bebas tertentu dimasukan dalam penelitian, karena berdasarkan teori tersebut
variabel bersangkutan memang dapat mempengaruhi variabel tak bebas atau
merupakan salah satu penyebab.20
Dalam konteks filsafat ilmu, suatu teori
merupakan sesuatu yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh suatu disiplin
ilmu. Teori hukum adalah suatu keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan
berkenaan dengan sistem konseptual aturan-aturan hukum dan putusan-
putusan hukum. Dalam konteks filsafat ilmu, suatu teori merupakan sesuatu
yang paling tinggi yang dapat dicapai oleh suatu disiplin ilmu.21
Penelitian hukum dalam tatanan teori ini diperlukan bagi mereka yang
ingin mengembangkan suatu kajian di bidang hukum tertentu. Hal ini
dilakukan untuk meningkatkan dan memperkaya pengetahuannya dalam
penerapan aturan hukum. Dengan melakukan telaah mengenai konsep-konsep
hukum, para ahli hukum akan lebih meningkatkan daya interpretasi dan juga
18 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Bayumedia,
Malang, 2006), Hlm. 293. 19 J.JM. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-asas, Jilid 1, (Jakarta: FE UI, 1996),
Hlm. 203 20 J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, (Jakarta: Rieka Cipta, 2003), Hlm.
192
21 Lili Rasjidi, Ira Thania Rasjidi, Dasar-dasar Filsafat dan Teori Hukum, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2007), Hlm. 11
17
mampu menggali teori-teori yang ada di belakang ketentuan hukum
tersebut.22
Untuk mengkaji suatu permasalahan hukum secara lebih mendalam,
diperlukan teori yang berupa serangkaian asumsi, konsep, definisi dan
proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan
cara merumuskan hubungan antar konsep.23
Teori juga sangat diperlukan
dalam penulisan karya ilmiah dalam tatanan hukum positif konkrit.24
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan pedoman
atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati.25
Selain itu teori ini bermanfaat untuk memberikan dukungan analisis terhadap
topik yang sedang dikaji. Disamping itu teori ini dapat memberikan bekal
kepada kita apabila akan mengemukakan hipotesis dalam tulisan.26
Sedangkan kerangka teori adalah kerangka pemikiran atas butir-butir
pendapat teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi
dasar perbandingan, pegangan teoritis.27
Oleh karena itu, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang
bersifat yuridis normative, maka kerangka teori ini diarahkan secara khas
ilmu hukum untuk menjelaskan mengenai tiga pokok permasalahan yang
telah diangkat pada sub bab sebelumnya.
Teori yang digunakan untuk menganalisa permasalahan pada penelitian
ini adalah Teori Negara Hukum sebagai Grand Theory, dalam penelitian ini
digunakan Teori Sistem hukum dari Mariam Darus, kemudian untuk melihat
hubungan antar peraturan perundang-undangan yang menjadi sumber hukum
primer pada penelitian ini digunakan teori asas-asas pembentukan peraturan
perundang undangan dari Lon. L. Fuller dan teori perlindungan hukum
22 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana 2009), Hlm. 73 23 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Rineka Cipta, Jakarta, 2004), Hlm. 19 24 Sedarma yanti & Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Mandar Maju,
Bandung, 2002), Hlm. 43 25 Lexy J Molloeng, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1993), Hlm. 35 26 Mukti Fajar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Hlm. 144 27 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung: Mandar Maju, 1994), Hlm. 80
18
sebagai Midle Theory dan untuk meneliti tentang berkenaan dengan
Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa Genetik dan Hubungannya dengan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen di
Indonesia dalam penelitian ini menggunakan teori perlindungan konsumen,
dan teori keadilan sebagai pisau analisis atau Applied Theory dalam penelitian
ini.
Selengkapnya tentang teori-teori tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut :
Sebelum menguraikan mengenai Teori Negara Hukum, maka akan
diuraikan mengenai pengertian negara menurut para sarjana. Mengenai
pengertian negara, terdapat beberapa pengertian yang diberikan oleh para
sarjana sebagaimana dikutip oleh Max Boli Sabon, dkk sebagai berikut:28
1. Aristoteles memberikan pengertian Negara (polis) adalah persekutuan dari
keluarga dan desa guna memperoleh hidup yang sebaik-baiknya.
2. Jean Bodin memberikan pengertian bahwa Suatu persekutuan keluarga-
keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu
kuasa yang berdaulat.
3. Hugo Grotius berpendapat bahwa Negara adalah suatu persekutuan yang
sempurna dari orang-orang yang merdeka untuk memperoleh perlindungan
hukum.
Negara merupakan organisasi tertinggi di antara satu kelompok atau
beberapa kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu
hidup di dalam daerah tertentu, dan mempunyai pemerintahan yang
berdaulat.29
Mengenai tugas negara dibagi menjadi tiga kelompok.30
Pertama,
negara harus memberikan perlindungan kepada penduduk dalam wilayah
tertentu. Kedua, negara mendukung atau langsung menyediakan berbagai
pelayanan kehidupan masyarakat di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
28 Max Boli Sabon, dkk, Ilmu Negara Buku Panduan Mahasiswa, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1992), Hlm. 25 29Moh Mahfud MD, Dasar dan Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi),
(Jakarta: Renaka Cipta, 2000), Hlm. 64
30Y. Sri Pudyatmoko, Perizinan, Problem dan Upaya Pembenahan, (Jakarta: PT.
Gramedia Widiarsana Indonesia, 2009), Hlm. 1
19
Ketiga, negara menjadi wasit yang tidak memihak antara pihak-pihak yang
berkonflik dalam masyarakat serta menyediakan suatu sistem yudisial yang
menjamin keadilan dasar dalam hubungan kemasyarakatan. Tugas negara
menurut faham modern sekarang ini (dalam suatu Negara Kesejahteraan atau
Social Service State), adalah menyelenggarakan kepentingan umum untuk
memberikan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya
berdasarkan keadilan dalam suatu Negara Hukum.31
Dalam mencapai tujuan
dari negara dan menjalankan negara,dilaksanakan oleh pemerintah. Mengenai
pemerintah, terdapat dua pengertian, yaitu pemerintah dalam arti luas dan
pemerintah dalam arti sempit.
Mengenai istilah negara hukum, sering disamakan dengan konsep
rechtsstaat dan negara hukum adalah terjemahan dari rechtsstaat. Negara
hukum ialah negara dimana pemerintah dan semua pejabat-pejabat hukum
mulai dari Presiden, hakim, jaksa, anggota-anggota legislatif, semuanya
dalam menjalankan tugasnya di dalam dan di luar jam kantornya taat kepada
hukum. Taat kepada hukum berarti menjunjung tinggi hukum, dalam
mengambil keputusan-keputusan jabatan menurut hati nuraninya, sesuai
dengan hukum. Negara hukum ialah negara yang seluruh aksinya didasarkan
dan diatur oleh Undang-Undang yang telah ditetapkan semula dengan
bantuan dari badan pemberi suara rakyat.32
Setelah menguraikan mengenai pengertian negara, mengenai makna
negara hukum sendiri, dalam konsep Eropa Kontinental dinamakan
rechtsstaat, sedangkan dalam konsep Anglo Saxon dinamakan Rule Of Law.
Penegasan Negara Indonesia sebagai negara hukum telah dinormativisasi
pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ke-4 yang
menegaskan bahwa
“Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat)”. Dengan
penegasan itu, maka mekanisme kehidupan perorangan, masyarakat, dan
31Amrah Muslimin, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok Tentang Administrasi dan
Hukum Administrasi, (Bandung: Alumni, 1985), Hlm. 110
32Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum, (Bandung: Alumni, 1973),
Hlm. 13
20
negara diatur oleh hukum (tertulis maupun tidak tertulis). Artinya baik
anggota masyarakat maupun pemerintah wajib mematuhi hukum tersebut33
.
Adapun negara hukum yang dianutoleh Negara Indonesia tidaklah dalam
artian formal namun negara hukum dalam artian material yang juga
diistilahkan dengan negara kesejahteraan (welfare state) atau “negara
kemakmuruan.” Dalam negara kesejahteraan, negara tidak hanya bertugas
memelihara ketertiban masyarakat, akan tetapi dituntut untuk turut serta aktif
dalam semua aspek kehidupan dan penghidupan rakyat. Kewajiban ini
merupakan amanat pendiri negara (the founding fathers) Indonesia, seperti
dikemukakan pada alinea ke-4 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Keberadaan tentang konsepsi negara hukum sudah ada semenjak
berkembangnya pemikiran cita negara hukum itu sendiri. Plato dan
Aristoteles merupakan penggagas dari pemikiran negara hukum. Pemikiran
negara hukum dimunculkan Plato. Menurut Plato, penyelenggaraan
pemerintah yang baik ialah yang diatur oleh hukum. Konsepsi negara hukum
dalam kajian teoritis dapat dibedakan dalam dua pengertian. Pertama, negara
hukum dalam arti formal (sempit/klasik) yaitu negara hukum sebagai
Nachtwakerstaat atau Nachtwachterstaat (negara jaga malam) yang tugasnya
adalah menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat, urusan kesejahteraan
didasarkan pada persaingan bebas (free fight), laisez faire, laisez ealler, siapa
yang kuat dia yang menang. Negara hukum dalam arti formal ini kerjanya
hanya menjaga agar jangan sampai ada pelanggaran terhadap ketentraman
dan kepentingan umum, seperti yang telah ditentukan oleh hukum yang
tertulis (undang-undang), yaitu hanya bertugas melindungi jiwa, benda, atau
hak asasi warganya secara pasif, tidak campur tangan dalam bidang
perekonomian atau penyelenggaraan kesejahteraan rakyat, karena yang
berlaku dalam lapangan ekonomi adalah prinsip laiesez faire laiesizealler.
33Baharudin Lopa, Permasalahan Pembinaan Dan Penegakan Hukum di Indonesia,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1987), Hlm. 101
21
Namun teori Negara hukum dalam arti sempit ini mulai ditinggalkan
karena persaingan bebas ternyata makin melebarkan jurang pemisah antara
golongan kaya dan golongan miskin.34
Maka para ahli berusaha menyempurnakan teorinya dengan teori negara
hukum dalam arti materiil (luas/modern) ialah negara yang terkenal dengan
istilah welfare state (walvaar staat), (wehlfarstaat). Disini Negara bertugas
menjaga keamanan dalam arti kata seluas-luasnya, yaitu keamanan social
(social security) dan menyelenggarakan kesejahteraan umum, berdasarkan
prinsip-prinsip hukum yang benar dan adil sehingga hak-hak asasi warga
negaranya benar-benar terjamin dan terlindungi.35
Menurut teori ini, selain
bertujuan melindungi hak dan kebebasan warganya, negara juga berupaya
mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.
Dalam penjelasan UUD 1945 dirumuskan bahwa “Negara Indonesia
berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka
(machtsstaat)“. Jadi demikian jelas Negara Indonesia adalah Negara hukum.36
Menurut konsep Stahl tentang negara hukum ditandai oleh empat unsur
pokok, yaitu :37
1. pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak dasar manusia;
2. negara didasarkan pada teori Trias Politica (pemisahan kekuasaan);
3. pemerintahan diselenggarakan berdasarkan aturan hukum atau undang-
undang (wetmatig bestuur);
4. adanya peradilan administrasi negara yang bertugas menangani kasus
perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah.
34 A. Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, (Malang : Bayumedia Publishing, 2005),
Hlm. 16 35 Dahlan Thaib, Kedaulatan Rakyat, Negara Hukum, dan Konstitusi, (Yogyakarta :
Liberty,1999), Hlm. 46 36 Bernard Arief Shidarta, Refleksi Tentang Struktur Ilmu Hukum, Sebuah Penelitian
Tentang Fundasi Kefilsafatan dan Sifat Keilmuan Ilmu Hukum Sebagai Landasan Pengembangan
Ilmu Hukum Nasional Indonesia. (Bandung : Mandar Maju, 2000), Hlm. 47
37 Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2011),
Hlm. 135
22
Seperti telah diuraikan diatas, salah satu ciri khas dari Negara hukum
adalah adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
Termasuk dalam hak-hak asasi manusia adalah hak konsumen.
Sri Soemantri Martosoewignjo, memberikan ciri negara hukum yang
berdasarkan Pancasia, maka Philipus M Hadjon lebih tegas lagi dengan
memberikan ciri negara hukum Pancasila, bukan lagi negara hukum yang
berdasarkan atas Pancasila. Ciri negara hukum Pancasila menurut Philipus M
Hadjon adalah sebagai berikut:
a. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas
kerukunan;
b. Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan
negara;
c. Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan
merupakan sarana terakhir;
d. Keseimbangan antara hak dan kewajiban38
Apabila diperbandingkan antara pendapat kedua guru besar tersebut,
seakan terdapat perbedaan yang signifikan, akan tetapi bila disimak secara
saksama, maka terlihat jelas bahwa Sri Soemantri melihat negara hukum
Pancasila dari sudut yuridis formal yang diatur di dalam Undang–Undang
Dasar 1945, sedangkan Philipus M Hadjon, mengkaji negara hukum
Pancasila dari sisi jiwa atau roh negara hukum Pancasila. Dengan istilah lain,
Philipus M Hadjon mengkaji negara hukum Pancasila dari aspek material
atau isi dari apa yang dicirikan oleh Sri Soemantri.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimak bahwa apa yang menjadi
unsur dari rechtsstaat memiliki kesamaan dengan apa yang menjadi unsur
negara hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Namun demikian,
menurut Bagir Manan adapun unsur-unsur terpenting dari negara hukum,
dikemukakan terdiri dari:39
38Philipus M Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia. (Surabaya:
PT.Bina Ilmu, 1987), Hlm. 90
39Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945. (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 1994), Hlm. 35
23
1. Ada UUD sebagai peraturan tertulis yang mengatur hubungan antara
pemerintah dan warganya.
2. Ada pembagian kekuasaan (machtenscheiding) yang secara khusus
menjamin suatu kekuasaan kehakiman yang merdeka.
3. Ada pemencaran kekuasaan negara atau pemerintah (spreiding van de
staatsmacht).
4. Ada jaminan terhadap hak asasi manusia.
5. Ada jaminan persamaan dimuka hukum dan jaminan perlindungan hukum.
6. Ada asas legalitas, pelaksanaan kekuasaan pemerintah harus didasarkan
atas hukum (undang-undang).
Menurut teori konfensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan
(recht geverchtyheid), kemanfaatan (recht sulihteit) dan kepastian hukum
(recht zekerheid).40
Pan Aveldoorn menyatakan bahwa tujuan hukum adalah
mengatur tata tertib dalam masyarakat secara damai dan adil, untuk mencapai
kedamaian hukum, harus diciptakan masyarakat yang adil dengan
mengadakan penumbangan antara kepentingan yang bertentangan satu sama
lain, dan setiap orang harus memperoleh hak-haknya sesuai hukum yang
berlaku dalam hal mewujudkan keadilan.41
Selanjutnya untuk Middle Theory dalam penelitian ini adalah Teori
Sistem dari Mariam Darus. Mariam Darus berpendapat bahwa sistem hukum
adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas
mana dibangun tertib hukum.42
asas-asas hukum ini diperoleh melalui
konstruksi yuridis yaitu dengan menganalisa (mengolah) data yang sifatnya
nyata (konkret) untuk kemudian mengambil sifat-sifatnya yang umum
(kolektif) atau abstrak. Proses pencarian asas hukum ini disebut dengan
mengabstraksi. Aturan-aturan hukum membentuk dirinya dalam suatu hukum
40 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (suatu kajian filosofi dan Sosiologi), (Jakarta:
Gunung Agung, 2002), Hlm. 85 41 R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), Hlm. 57
42 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, (Bandung:
Alumni, 1983), Hlm. 15
24
itu dapat pula digolongkan dalam sub-sub sistem seperti hukum perdata,
hukum pidana, hukum tata negara, hukum ekonomi dan sebagainya.43
Sebagai mana sistem hukum yang berlaku di Indonesia adalah sistem
hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dengan demikian setiap
sektor hukum nasional haruslah bersumberkan pada Pancasila dan UUD
1945.
Lawrence M. Friedman mengungkapkan Three Elements of Legal
System atau tiga komponen dari system hukum. Ketiga komponen yang
dimaksud adalah (1) struktur (structure), (2) substansi (substance), dan (3)
kultur (culture) atau budaya.44
Sistem hukum mempunyai struktur yang di ibaratkan seperti mesin,
yaitu kerangka bentuk yang permanen dari sistem hukum yang menjaga
proses tetap berada di dalam batas-batasnya. Struktur terdiri atas jumlah serta
ukuran Pengadilan, jurisdiksinya (jenis perkara yang diperiksa serta hukum
acara yang digunakan), termasuk di dalam struktur ini juga mengenai
penataan badan legislatif. Substansi hukum diibaratkan sebagai apa yang
dikerjakan dan apa yang dihasilkan mesin tersebut yaitu aturan, norma, dan
pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Termasuk ke
dalam pengertian substansi ini juga produk yang dihasilkan oleh orang yang
berada di dalam sistem hukum itu, keputusan yang mereka keluarkan, aturan
baru yang mereka susun. Subtansi juga mencakup hukum yang hidup di
tengah masyarakat (living law) bukan hanya pada aturan yang ada dalam
buku-buku hukum (law in books). Kultur atau budaya hukum diibaratkan apa
saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan
mesin itu serta memutuskan bagaimana mesin tersebut digunakan yaitu sikap
manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran,
serta harapannya.
Hukum merupakan produk dari budaya manusia yang mempunyai
makna bagi masyarakat tertentu, hukum pun juga hanya dapat dipahami
43 Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, hlm. 15
44 Lawrence M. Friedman, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System : A
Social Science Perspektive), M. Khozim, Pentj, (Bandung: Nusa Media, 2009), Hlm. 12
25
sebagai suatu upaya masyarakat didalam mewujudkan nilai-nilai dan
tujuannya. Tujuan hukum adalah menetapkan aturan bagi suatu masyarakat
dalam kerangka keadilan.45
Mochtar Kusumaatmadja mengatakan bahwa tidak hanya kaidah
hukum, atau peraturan hukum tetapi juga lembaga atau institusi dan proses,
mempunyai andil yang besar dalam menunjang tujuan yang ingin dicapai
dalam pembangunan.46
Soerjono Soekanto menyatakan ada 4 faktor yang mempengaruhi
proses implementasi suatu produk hukum:47
1. Kaidah hukum dan peraturannya sendiri.
2. Petugas yang menegakkannya.
3. Fasilitas yang diharapkan mendukung pelaksanaan kaidah hukum.
4. Masyarakat yang masuk kedalam ruang lingkup peraturan tersebut.
Pendapat tersebut jika dikaitkan dengan tujuan pengaturan perlindungan
konsumen adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat serta
kesadaran konsumen akan hak-haknya, yang secara tidak langsung juga
mendorong pelaku usaha didalam menyelenggarakan kegiatan usahanya
dengan penuh rasa tanggungjawab.
Middle Theory selanjutnya adalah teori pembentukan peraturan
perundang-undangan dikenal dengan teori jenjang hukum (Stufentheorie)
yang dikemukakan oleh Hans Kelsen. Dalam teori tersebut Hans Kelsen
berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-
lapis dalam suatu hierarki (tata susunan) dalam arti suatu norma yang lebih
tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi,
demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri
lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif, yaitu Norma Dasar (Grundnorm).
Norma Dasar merupakan norma tertinggi dalam suatu sistem norma tersebut
45 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Hlm. 76 46 Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi Hukum Dalam Pembangunan, (Jakarta : Bina Cipta,
1976), Hlm. 7
47 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdulah, Sosiologi Hukum dan Masyarakat, (Jakarta :
CV Rajawali, 1980), Hlm. 14
26
tidak lagi dibentuk oleh suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi Norma
Dasar itu ditetapkan terlebih dahulu oleh masyarakat sebagai Norma Dasar
yang merupakan gantungan bagi norma-norma yang berada di bawahnya,
sehingga suatu Norma Dasar itu dikatakan pre-supposed.48
Menurut Hans Kelsen suatu norma hukum itu selalu bersumber dan
berdasar pada norma yang di atasnya, tetapi ke bawah norma hukum itu juga
menjadi sumber dan menjadi dasar bagi norma yang lebih rendah
daripadanya. Dalam hal tata susunan/hierarki sistem norma, norma yang
tertinggi (Norma Dasar) itu menjadi tempat bergantungnya norma-norma di
bawahnya, sehingga apabila Norma Dasar itu berubah akan menjadi rusaklah
sistem norma yang ada di bawahnya.49
Middle Theory selanjutnya adalah teori perlindungan hukum,
Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap
hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak
hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum
terhadap sesuatu. Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan
yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum sejatinya harus
memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status
hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan
hukum. Setiap aparat penegak hukum jelas wajib menegakkan hukum dan
dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum
akan memberikan perlindungan terhadap setiap hubungan hukum atau segala
aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum itu sendiri.
Awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber
dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh
Plato, Aristoteles murid Plato, dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran
hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang
bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh
48 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), Hlm. 41
49 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi, dan Materi
Muatan, Hlm. 42
27
dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral
adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan
manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.
Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah
ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk kebaikan
dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan.
Eksistensi dam konsep hukum alam selama ini, masih banyak
dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filosof hukum, tetapi dalam
kanyataann justru tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak
menggunakan laham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah
satu alasan yang mendasari penolakkan sejumlah filosof hukum terhadap
hukum alam, karena mereka masih mengganggap pencarian terhadap sesuatu
yang absolut dari hukum alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sai-sia
dan tidak bermanfaat.50
Menurut Fitzgerald, dia menjelaskan teori pelindungn hukum Salmond
bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan
cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak.51
Kepentingan hukum
adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki
otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur
dan dilindungi.52
Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum
lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan
oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat
tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota
masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap
mewakili kepentingak masyarakat.
50 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), Hlm. 116
51 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), Hlm. 53
52 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, Hlm. 69
28
Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan
pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain
dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati
semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.53
Menurut lili rasjidi dan I.B
Wysa Putra berpendapat bahwa hokum dapat difungsikan untuk mewujudkan
perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan
juga prediktif dan antisipatif.54
Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan
bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara
sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.55
dalam
merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia, landasannya
adalah pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. konsepsi perlindungan
hukum bagi rakyat dibarat bersumber pada konsep Rechtstaat dan "Rul of
The Law". dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai kerangka berfikir
dengan landasan pancasila, prinsip perlindungan hukum di Indonesia adalah
prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia
yang bersumber pada pancasila. prinsip perlindungan hukum terhadap tindak
pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. lahirnya konsep-konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban
masyarakat dan pemerintah.56
Menurut Pjillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat
sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan resprensif.57
Perlindungan Hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya
sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan berdasarkan diskresi dan perlindungan yang
53 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, Hlm. 54 54 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung, Remaja
Rusdakarya, 1993), Hlm. 118 55 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, (Bandung:
Alumni, 1991), Hlm. 55
56 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Hlm. 38
57 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Hlm. 2
29
resprensif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, termasuk
penanganannya di lembaga peradilan.58
Perlindungan hukum preventif yaitu
perlindungan hukum yang bertujuan untuk mencegah terjadinya suatu
sengketa. Perlindungan hukum jenis ini misalnya sebelum Pemerintah
menetapkan suatu aturan/keputusan, rakyat dapat mengajukan keberatan, atau
dimintai pendapatnya mengenai rencana keputusan tersebut. Perlindungan
hukum resprensif yaitu perlindungan hukum yang dilakukan dengan cara
menerapkan sanksi terhadap pelaku agar dapat memulihkan hukum kepada
keadaan sebenarnya. Perlindungan jenis ini biasanya dilakukan di Pengadilan.
Selanjutnya untuk Application theory dalam penelitian ini penulis
menggunakan tori Perlindungan konsumen. Perlindungan konsumen adalah
merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan
bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan
perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi
yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara
konsumen, pengusaha, dan Pemerintah.59
Dalam penjelasan Pasal 2 UUPK disebutkan bahwa perlindungan
konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 asas
yang relevan dalam pembangunan nasional diantaranya:
a) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya
dalam menyelenggarakan perlindungan konsumen harus memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha
secara keseluruhan.
b) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan
kewajibannya secara adil.
58 Maria Alfons, Implentasi Perlindungan Indikasi Geografis Atas Produk-Produk
Masyarakat Lokal Dalam Prespektif Hak kekayaan Intelektual. ( Malang : Universitas Brawijaya,
2010), Hlm. 18
59 Erman Raja Guguk, et. All, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Mandar Maju.
2003), Hlm. 7
30
c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar pelaku usaha maupun konsumen
mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen serta Negara menjamin kepastian hukum.
Achmad Ali menyatakan bahwa hukum dapat dibagi menjadi 3 (tiga)
asas, yaitu:60
1. Asas kemanfaatan yang didalamnya meliputi asas keamanan dan
keselamatan.
2. Asas keadilan yang didalamnya meliputi asas keseimbangan.
3. Asas kepastian hukum.
Memperhatikan substansi Pasal 2 UUPK dan penjelasannya, tampak
bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah
Negara Republik Indonesia.
Pada hakekatnya perlindungan hukum itu berkaitan bagaimana hukum
memberikan keadilan yaitu memberikan atau mengatur hak-hak terhadap
subyek hukum, selain itu juga berkaitan bagaimana hukum memberikan
keadilan terhadap subyek hukum yang dilanggar haknya. Perlindungan
terhadap konsumen didasarkan pada keadilan komutatif yakni keadilan yang
memberikan kepada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat
jasa-jasa perseorangan.61
60 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, (Jakarta: Chandra Pratama, 1996), Hlm. 95
61 Chainur Arrasjid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Hlm. 40
31
G. Langkah-Langkah Penelitian
1. Metode Penelitian
Sebagai sebuah karya ilmiah yang harus dapat dipertanggungjawabkan
secara intelektual, maka pasti karya ilmiah ini dibuat dengan menggunakan
sebuah metodologi penelitian. Karena cara kerja keilmuan salah satunya
ditandai dengan penggunaan metode (Inggris: method, Latin: methodus,
Yunani: methodos-meta berarti sesudah, di atas, sedangkan hodos berarti
suatu jalan, suatu cara). Van Peursen menerjemahkan pengertian metode
secara harfiah, mula-mula, menjadi: penyelidikan atau penelitian berlangsung
menurut suatu rencana tertentu.62
Penelitian adalah sebagai suatu usaha untuk mengemukakan,
mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan
secara metodologis dan sistematis. Metodologis berarti dengan menggunakan
metode-metode yang bersifat ilmiah, sedangkan sistematis berarti sesuai
dengan pedoman atau aturan penelitian yang berlaku untuk suatu karya
ilmiah.
Berkenaan dengan karya ilmiah di bidang hukum, Satjipto Rahardjo63
menegaskan bahwa setiap orang dapat menggunakan metode yang sesuai
dengan pilihannya, asalkan pilihan itu diterapkan secara konsekuen.
Misalnya, apabila memilih melihat hukum sebagai perwujudan dari nilai-nilai
tertentu, maka menurut beliau pilihan tersebut akan membawa konsekuensi
kepada penggunaan metode yang bersifat idealis. Sedangkan, jika memilih
untuk melihat hukum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan yang abstrak,
maka perhatiannya akan terpusat pada hukum sebagai suatu lembaga yang
benar-benar otonom dan konsekuensinya adalah penggunaan metode
normatif. Sementara bagi orang yang memahami hukum sebagai alat untuk
mengatur masyarakat, maka pilihannya akan jatuh pada penggunaan metode
sosiologis.
62 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang:
Bayumedi Publishing, 2010), Hlm. 26 63 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,....... Hlm. 38
32
Dalam menyusun karya tulis ini, Penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yuridis normatif yang artinya penelitian yang memberikan
gambaran mengenai fakta-fakta yang ada (empiris) serta analisis yang akurat
mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan
teori-teori hukum dan praktik dari pelaksanaan aturan hukum yang ada.
2. Jenis Pendekatan
Jenis pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian yang menekankan pada data
sekunder. Jenis pendekatan penelitian ini dipilih pendekatan-pendekatan
sebagai berikut:64
a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) yaitu dengan
meneliti kebijakan-kebijakan atau peraturan-peraturan yang berlaku di
Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang
Pangan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen,
b. Pendekatan Fakta (The Fact Approach) yaitu suatu gambaran hasil
penelitian yang mendalam dan lengkap sehingga diperoleh informasi
yang disampaikan pihak-pihak terkait mengenai Pengaturan Pangan Hasil
Rekayasa Genetik yaitu pasal 77 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012
Tentang Pangan Hubungannya dengan Perlindungan Konsumen di
Indonesia.
c. Pendekatan analisis konsep hukum (Concep Approach) yaitu dengan
meneliti pendapat, pernyataan, dan komentar-komentar dalam muatan
hukum yang berkaitan dengan pemahaman tentang Pengaturan Pangan
Hasil Rekayasa Genetik yaitu pada pasal 77 Undang-undang Nomor 18
Tahun 2012 Tentang Pangan Hubungannya dengan Perlindungan
Konsumen di Indonesia.
64 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Cet.2, (Jakarta :Kencana, 2008), Hlm. 93
33
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini antara lain menggunakan metode-metode sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan Adalah teknik pengumpulan data dengan cara
membaca, mempelajari, dan mencatat data yang diperoleh dari berbagai
buku hukum, surat kabar, majalah, dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan penelitian Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa
Genetik dan Hubungannya dengan Undang-undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen di Indonesia.
b. Observasi
Adalah pengamatan secara langsung terhadapgejala-gejala subyek atau
obyek yang diteliti dengan maksud untuk meyakinkan kebenaran data
yang diperoleh dari wawancara.65
Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa
Genetik Hubungannya dengan Perlindungan Konsumen di Indonesia.
c. Wawancara
Yaitu metode pengumpulan data yang diperolehmelalui informasi tanya
jawab dengan narasumbersecara langsung, secara sistematis dan
berlandaskanpada tujuan penelitian. Metode ini peneliti gunakan untuk
mengumpulkan data dari informan yang telah ditentukan sebelumnya.
Dan dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan para anggota
di Badan Pengawas Obat dan Makanan Bandung.
4. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Adapun
bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut :
65 Sutrisno Hadi, Metodologi Research (Yogyakarta: Yayasan Penelitian Fakultas UGM,
1988), Hlm.193
34
a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau
mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat,66
yaitu:
1) Burgerlijke Wetboek (KUH Perdata).
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pangan.
3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen.
4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 Tentang Metrologi Legal.
6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2005
Tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik.
7) Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 Tentang Ketahanan
Pangan dan Gizi.
8) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan,
Mutu dan Gizi Pangan
9) Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/SK/VIII/1996
Tentang perubahan atas Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
82/Menkes/SK/I/1996 tentang Pencantuman Tulisan “ Halal “ pada
Label Makanan.
10) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 180/Menkes. Per/IV/1985
Tentang Makanan Daluwarsa yang telah dirubah dengan Keputusan
Dirjen POM Nomor 02591/B/SK/VIII/91.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi buku-buku,
literature, makalah, tesis, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang
berhubungan dengan permasalahan penelitian.67
Disamping itu, juga
dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui electronic
research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download)
bahan hukum yang diperlukan. Keunggulan dalam penggunaan ataupun
66 Soerjono Soekanto & Sri Mahmmudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : Rajawali
Press, 1988), Hlm. 34 67 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,.... Hlm. 141.
35
pemakaian internet antara lain efisien, tanpa batas (without boundry),
terbuka 24 jam (24 hours online), interaktif dan terjalin dalam sekejap
(hyperlink).68
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, yaitu berupa kamus.
5. Analisis data
Adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah
dibaca dan diinterpretasikan.69
Penyusun dengan metode analisis
deskriptif, yakni usaha untuk mengumpulkan data dan menyusun suatu
data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut.70
Seluruh data
yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan metode deduktif untuk
menganalisis bagaimana Pengaturan Pangan Hasil Rekayasa Genetik dan
Hubungannya dengan Perlindungan Konsumen di Indonesia.
6. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditetapkan agar ruang lingkup permasalahan yang
akan diteliti lebih fokus, sehingga penelitian lebih terarah, Penelitian ini
diadakan di :
1) Perpustakaan Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
yang beralamat di Jalan A.H. Nasution 105 Bandung.
2) Perpustakaan Universitas Padjajaran Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung
3) Badan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Barat yang beralamat di
Jalan Soekarno Hatta Nomor 269 Bandung.
4) Sekretariat Kementrian Pertanian Indonesia yang beralamat di jalan
Harsono RM. Nomor 3, Ragunan Jalarta Selatan.
68 Udi Agus Riswandi, Hukum Internet, (Yogyakarta : UII Press, 2003), Hlm. 325 69 Masri Singarimbun dan Sofyan Efendi, Metode Penelitian Survei, (Jakarta: LP3ES,
1989), Hlm.263
70Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik
(Bandung: Tarsito, 1990), Hlm.139
36
5) Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, yang beralamat di Jalan Surapati
Nomor 71, Bandung Jawa Barat 40134.
6) Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Jln. Pancoran Barat 7
No. 1 Duren Tiga, Pancoran Jakarta Selatan, 12760
7) Badan Pengawas Obat dan Makanan Bandung (BPOM), Jln. Pasteur
No. 25, Bandung, kode pos: 4017.