bab i, ii, iii doengoes.doc

65
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan makmur telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik dan usia harapan hidup yang semakin meningkat sehingga jumlah lanjut usia semakin bertambah. Pada tahun 2000 tercatat sekitar 7,18% penduduk Indonesia berusia lanjut (14,4 juta orang), dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya akan mencapai 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (28,8 juta orang) (Komnas Lansia, 2013). Semakin bertambahnya usia seseorang, akan berdampak pada kemampuan fisiknya yang diakibatkan oleh proses penuaan berarti faktor genetik, status kesehatan, tingkat aktivitas, faktor nutrisi, kebiasaan, juga faktor psikologis. Penurunan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari terutama penurunan aktivitas berjalan akibat proses penuaan maupun proses penyakit menjadi masalah utama yang paling sering dialami oleh para lanjut usia. Kondisi ini akan membebani penduduk berusia produktif apabila ratio ketergantungan terus bertambah. 1

Upload: lies-tazkiyah

Post on 23-Jan-2016

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I, II, III Doengoes.doc

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan

makmur telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik

dan usia harapan hidup yang semakin meningkat sehingga jumlah lanjut usia

semakin bertambah. Pada tahun 2000 tercatat sekitar 7,18% penduduk Indonesia

berusia lanjut (14,4 juta orang), dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya

akan mencapai 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (28,8 juta orang)

(Komnas Lansia, 2013).

Semakin bertambahnya usia seseorang, akan berdampak pada kemampuan

fisiknya yang diakibatkan oleh proses penuaan berarti faktor genetik, status

kesehatan, tingkat aktivitas, faktor nutrisi, kebiasaan, juga faktor psikologis.

Penurunan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari terutama penurunan

aktivitas berjalan akibat proses penuaan maupun proses penyakit menjadi masalah

utama yang paling sering dialami oleh para lanjut usia. Kondisi ini akan

membebani penduduk berusia produktif apabila ratio ketergantungan terus

bertambah.

Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut

adalah gangguan muskuloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis.

Menghadapi problem ini tanpa adanya persiapan yang baik, dikhawatirkan akan

menjadikan beban yang akan ditanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia

lanjut dengan keluarga akan menjadi sangat besar dan akan menghambat

perkembangan ekonomi serta memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh

(Daniel, 2007).

Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di Amerika

Serikat dijumpi satu kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita

pascamenopause. Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia

1

Page 2: BAB I, II, III Doengoes.doc

sekitar 35 tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial.

Penurunan massa tulang ini berkisar antara 3-5% setiap dekade, sesuai dengan

kehilangan massa otot dan hal ini dialami baik pada pria maupun wanita. Pada

masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita lebih mencolok dan

dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial. Pada usia 70 tahun kehilangan

massa tulang pada wanita mencapai 50%, sedangkan pada pria usia 90 tahun

kehilangan massa tulang ini baru mencapai 25% (Gonta P, 2006).

Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,

sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit

yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai

mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat

menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan

mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan stres, yang pada tulang normal

tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001), mengatakan selama dua dekade

pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan, pengendapan tulang melebihi

resorpsi tulang di bawah pengaruh hormon pertumbuhan. Sebaliknya pada usia

50-60 tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang. Kalsitonin yang

menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang mengalami

penurunan. Hormon paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan

meningkatkan resorpsi tulang. Hormon estrogen yang menghambat pemecahan

tulang, juga berkurang bersama bertambahnya usia.

Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang

lebih sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai

kehilangan tulang lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentan

menderita osteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah

menopause adalah defisiensi hormon setrogen. Padaosteoporosis, matriks dan

mineral tulang hilang, hilang massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan

fraktur.

Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra

torakalis. Terdapat penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut ke

seluruh korpus vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi gibus.

2

Page 3: BAB I, II, III Doengoes.doc

Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering pada

perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.

Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala,

namun terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan

pengurangan tinggi badan. Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi

badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps vertebra.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan kasus

gangguan sistem muskuloskeletal khususnya penyakit osteoporosis?

1.3 Tujuan

1. Menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan pada kasus osteoporosis

2. Menjelaskan bagaimana pencegahan primer, sekunder, dan tersier

3. Menjelaskan bagaiman aspek legal etik keperawatan pada kasus

osteoporosis.

1.4 Manfaat

1. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kasus osteoporosis

2. Mengetahui pencegahan primer, sekunder, dan tersier

3. Mengetahui bagaimana aspek legal etik keperawatan pada kasus

osteoporosis.

3

Page 4: BAB I, II, III Doengoes.doc

BAB II

GAMBARAN KASUS

2.1 Kasus

Ny. Y usia 80 tahun, dibawa ke poli umum dengan keluhan nyeri pada

punggung dengan skala 8. Nyeri berkurang jika istirahat dan meningkat saat

digunakan beraktivitas. Nyeri dirasakan sejak setahun yang lalu. Setiap terasa

nyeri, pasien mengoleskan salep atau menempelkan koyo cabe pada daerah nyeri.

Setiap pagi, pasien mandi dengan air hangat dengan tujuan menurunkan nyeri

yang dirasakan. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan data Tekanan Darah 120/90

mmHg, Nadi 101x/menit, Frekuensi nafas 21x/menit.

2.2 Konsep Dasar Penyakit Osteoporosis

2.2.1 Definisi

Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO

(World Health Organization) adalah penyakit skeletal sistemik dengan

karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari

jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitis tulang dan meningkatnya

kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi

penurunan massa tulang total

2.2.2 Klasifikasi

Klasifikasi osteoporosis dibagi kedalam dua kelompok yaitu osteoporosis

primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita

postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia

(senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti.

Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan

dengan Cushing`s disease¸hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hipogonadisme,

kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol,

pemakaian obat-obatan / kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok.

4

Page 5: BAB I, II, III Doengoes.doc

Djuwantoro D, membagi osteoporosis menjadi osteoporosis

postmenopause (Tipe I), osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis

idiopatik, osteoporosis juvenil, dan osteoporosis sekunder.

1. Osteoporosis postmenopause (Tipe I)

Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih

dan Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resorpsi

tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon

estrogen pada masa menopause.

2. Osteoporosis involutional (Tipe II)

Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe

ini diakibatkan oleh ketidaksinambungan yang samar dan lama antara

kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.

3. Osteoporosis idiopatik

Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita

premenopause dan pada laki-laki yang berusia dibawah 75 tahun. Tipe ini

tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor risiko yang

mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.

4. Osteoporosis juvenil

Merupakan bentuk yang jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang

terjadi pada anak-anak prepubertas.

5. Osteoporosis sekunder

Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur

atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, artritis

reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis

sistemik, hiperparatiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.

5

Page 6: BAB I, II, III Doengoes.doc

2.2.3 Etiologi

Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormon

utama pada wanita), yang membantu mengatur peningkatan kalsium ke dalam

tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-

75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua

wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause,

pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini

daripada wanit kulit hitam.

Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan

kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara

kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu

keadaan penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini

biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang

wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan postmenopause.

Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami

osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh

obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan

hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya

kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).

Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk

keadaan ini.

Osteoposis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang

penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda

yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal

dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.

2.2.4 Patofisiologi

Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan

alkohol), dan aktivitas memengaruhi puncak massa tulang. Pada pria massa tulang

lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada

6

Page 7: BAB I, II, III Doengoes.doc

perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopause dan pada ooforektomi

mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-

tahun pascamenopause.

Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk

mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan

vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan

pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium

yang dianjurkan (RDA: recommended daily allowance) meningkat pada usia 11-

24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk

memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg,

tetapi pada perempuan pascamenopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada

lansia dianjurkan mengonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena

penyerapan kalsium kurang efisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal

(Smeltzer, 2002).

Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan

eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortiikosteroid yang lama,

sindrom cushing, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan

kehilangan tulang. Obat-obatan seperti isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida

yang mengandung aluminium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid, dan

suplemen tiroid memengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.

Imobilitas juga memengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi

dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat

dari pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.

2.2.5 Manifestasi

Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita

osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan

gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang

menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang

dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis

7

Page 8: BAB I, II, III Doengoes.doc

adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum

femoris.

Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang

belakang yang rapuh bisa menyebabkan kolaps secara spontan atau karena cedera

ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan didaerah tertentu dari

punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika

disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakin ini akan

menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika

beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang

abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya

ketegangan otot dan rasa sakit.

Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali kdisebabkan oleh tekanan yang

ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah

tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan

(radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut

fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami

penyembuhan secara perlahan.

2.2.6 Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua

wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan

vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitamin D yang

mencukupi dan seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan pada awal usia

pertengahan karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga

gelas susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium (misal keju, brokoli kukus,

salmon kaleng). Untuk mencukupi asupan kalsium perlu diresepkan preparat

kalsium (kalsium karbonat).

Terapi penggantian hormon (hormone repalcement therapy-HRT) dengan

estrogen dan progesteron perlu diresepkan bagi perempuan menopause, untuk

memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang.

Perempuan yang telah menjalani pengangkatan ovarium atau telah mengalami

8

Page 9: BAB I, II, III Doengoes.doc

menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia muda. Estrogen

dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang.

Penggunaan hormon jangka panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering

dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden kanker payudara dan

endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan memeriksakan

payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya, termasuk usapan

Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali

setahun.

Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen

terkonyugasi sebesar 0,625 mg per hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada

osteoporosis, sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa premenopause

dengan pemberian estrogen. Dengan demikian hal tersebut menurunkan risiko

fraktur.

Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi

osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etridonat,

dan alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang

pada wanita pascamenopause, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan

tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat

dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada

pagi hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya.

Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga

setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit

sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan

menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan

untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai

nyeri.

Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan pemberiannya

secara suntikan subkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping,

berupa gangguan gastrointestinal, aliran panas, peningkatan frekuensi urine

biasanya terjadi dan ringan. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik

dan pembentukan tulang, namun kualitas tulang yang baru masih dalam

9

Page 10: BAB I, II, III Doengoes.doc

pengkajian. Natrium etridonat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan

dalam penelitian untuk efisiensi sebagai terapi osteoporosis.

Tambahan fluorida bisa meningkatakan kepadatan tulang tetapi tulang bisa

mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.

Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan

vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak

menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya

rendah, bisa diberikan testosteron.

Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul

biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya

digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai

nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back

brace dan dilakukan terapi fisik.

10

Page 11: BAB I, II, III Doengoes.doc

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OSTEOPOROSIS

3.1 Pengkajian

1. Identitas pasien

a. Nama : Ny. N

b. Jenis kelamin : Perempuan

c. Umur : 80 tahun

d. Agama : Islam

e. Suku bangsa : Indonesia

f. Pendidikan : SMA

g. Pekerjaan : Pensiun Pegawai Negeri Sipil

h. Alamat : Jalan Sutorejo 59 Surabaya

i. MRS : 25 November 2014

j. Diagnosa Medis : Osteoporosis

2. Riwayat Penyakit

Keluhan Utama : nyeri punggung

Riwayat Penyakit Sekarang : klien dibawa ke poli umum mengeluh

nyeri punggung yang dirasakan sejak setahun yang lalu. Nyeri

berkurang jika istirahat dan meningkat jika melakukan aktivitas.

P: klien mengalami nyeri saat melakukan aktivitas

Q: nyeri seperti tertekan didaerah punggung

11

Page 12: BAB I, II, III Doengoes.doc

R: nyeri dirasakan disekitar punggung belakang, nyeri menurun jika

istirahat, dan meningkat jika beraktivitas

S: skala nyeri 8 yang menghambat aktivitas pasien

T: nyeri dirasakan sejak setahun yang lalu bersifat hilang timbul,

muncul ketika melakukan aktivitas dan hilang ketika pasien istirahat

Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan keluarga tidak

memiliki riwayat diabetes, hipertensi, Asam urat, dan Kolesterol tetapi

pasien mengatakan ayahnya mempunyai penyakit osteoporosis.

Riwayat Pernyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat diabetes dan tidak

memiliki riwayat hipertensi, Asam urat, dan Kolesterol.

a) Riwayat psikososial.

a. Keadaan emosional

Pasien kooperatif dalam menjawab setiap pertanyaan yang

diberikan, emosi pasien agak cemas dalam menghadapi

penyakitnya sehubungan dengan nyeri yang dirasakannya,

kurangnya pengatahuan tentang alternative pengobatan

yang diketahui tindakan untuk menurunkan nyeri adalah

mandi air hangat, dan keterbatasan aktivitasnya yang

menyebabkan pasien tidak bisa melaksanankan perannya

sebagai ibu rumah tangga.

b. Interaksi sosial

Bahasa yang digunakan pasien adalah bahasa jawa,

hubungan klien dengan keluarga, lingkungan, dan petugas

kesehatan baik.

2. Pola fungsi kesehatan.

a) Health Perception – Health Management

Pasien mengatakan jika setiap hari dia tidak dapat

melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik karena

12

Page 13: BAB I, II, III Doengoes.doc

nyeri meningkat pada saat melakukan aktivitas, pasien

mengatakan sering mengkonsumsi makanan yang

mengandung kacang-kacangan, sayur bayam, dan sangat

suka mengkonsumsi jeroan, pasien tidak tau tentang

penyakitnya dan dianggap sebagai nyeri yang biasa dialami

orang seusianya.

b) Nutrisi

a. Antropometri

Tinggi badant : 156 cm

Berat badan : 45 kg

Lingkar lengan atas: 21 cm

Lingkar pinggang : 60 cm

IMT 45kg/1,56m2 = 28,8 (25-30 normal, >30 obesitas)

b. Biokimia

Nama Hasil Normal

Hematokrit 37,3 % P= 40-50 %

W= 35-45%

Trombosit 157.000/mm3 150.000-

400.000/mm3

Kolesterol total 178 mg/dl <200 mg/dl

GDA 105 mg/dl 70-110 mg/dl

Ca+ 8mEq/L 9-11mEq/L

Na+ 138mEq/L 135-145 mEq/L

Hb

(Hemoglobin)

12,4 g/dl P= 14-18 g/dl

W= 12-16 g/dl

c. Clinical

Rambut : hitam, tapi mulai tumbuh uban, sedikit

kusut.

13

Page 14: BAB I, II, III Doengoes.doc

Kulit : tiak ada ruam, luka lesi, memar dan tidak

tanda insisi atau pembedahan. Warna sawo matang

merata dan tidak kering

Mata : Sklera putih benih, Pupil bulat simetris dan

reflek cahaya (+) bercahaya, kojungtiva tidak anemis

Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi,

edema, luka jahitan dan ruam

d. Diet

Pasien mengatakan makan tiga kali sehari porsi kecil,

dengan lauk dan sayur, sering mengkonsumsi kacang-

kacangan, sayur bayam, dan suka sekali mengkonsumsi

jeroan. Porsi makan selalu habis tidak merasa mual dan

muntah.

c) Pola eliminasi

Eliminasi urin :

Pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAK 5-6x/hari,

kuning keruh, bau khas, tidak ada keluhan. Pada saat sakit

pasien BAK 5-6x/hari kuning keruh, bau khas, tidak ada

keluhan.

Eliminasi alvi :

Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek,

warna kuning tua,berbau khas, tidak ada keluhan, setelah sakit

pasien BAB 2x/minggu dengan konsistensi agak keras, warna

kuning tua,berbau khas dan susah untuk keluar.

d) Personal hygiene

Pasien mengatakan sebelum sakit pasien mandi 2 kali sehari

menggunakan sabun mandi, gosok gigi dengan pasta gigi,

keramas 3x/minggu, ganti baju dan pakaian dalam 2 kali sehari

dan setelah BAB/BAK selalu membilas sampai bersih.

Dan ketika sakit pasien mandi 1x/hari diwaktu pagi hari saja

menggunakan sabun, sikat gigi dengan pasta gigi, keramas

14

Page 15: BAB I, II, III Doengoes.doc

3x/minggu, ganti baju dan pakaian dalam 2x/hari dan setelah

BAB dan BAK selalu membilas sampai bersih.

e) Pola istirahat dan tidur

Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur malam 7-8 jam

sehari, pasien jarang tidur siang.

Dan Pasien mengatakan ketika sakit pasien tidur malam 7-8

jam sehari tetapi sering terbangun karena rasa nyeri, pasien

jarang tidur siang.

f) Pola aktifitas

Pasien mengatakan sebelum sakit setiap hari pasien melakukan

aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Seperti,

mencuci, menyapu, masak dll. Tetapi setelah sakit pasien tidak

lagi melakukan pekerjaan rumah tangga dan digangtikan oleh

anaknya karena setiap melakukan aktivitas nyeri makin terasa

dan ketika tidak melakukan kegiatan nyeri menjadi lebih ringan

dan aktivitas yang dilakukan pasien hanya duduk-duduk di

rumah.

g) Pola hubungan seksual

Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak, 1

perempuan dan 1 laki-laki, pasien sudah menopause 54 tahun,

hubungan dengan suami baik.

h) Cognitif – Persepsi

Klien menanggap, nyeri yang selama ini dirasakan ialah nyeri

biasa sehingga setiap kali rasa nyeri muncul klien hanya

mengoleskan salep atau menempel koyo cabe pada daerah

nyeri dengan harapan nyeri dapat berkurang atau reda. Klien

juga merasa bahwa rasa nyeri nya itu masih bisa klien tolerir

15

Page 16: BAB I, II, III Doengoes.doc

i) Self – Perception – Self Concept (Konsep Diri)

Pasien tetap bersemangat untuk melakukan pengobatan dan

tindakan terapi dengan didasari adanya dukungan dari diri

sendiri dan dari keluarganya, klien juga dapat menerima

keadaannya atau penyakitnya dan berharap agar cepat sembuh.

j) Role – Relation (Peran hubungan)

Klien sudah menikah dan hubungan klien dengan keluarga baik

begitu juga dengan orang disekitar lingkungan rumahnya.

k) Coping – Stress

Klien dapat menyesuaikan diri selama dirawat di rumah sakit

dan dapat bekerjasama selama proses perawatan dan

pengobatan hal tersebut dilakukan demi kesembuhan

penyakitnya.

l) Value – Belief (Keyakinan/ Kepercayaan)

Pasien beragama islam, rajin beribadah, menjalankan sholat 5

waktu setiap hari secara berjamaah dengan keluarganya,

mengaji dan aktif mengikuti pengajian. Setelah sakit pasien

tetap melaksanakan sholat 5 waktu dengan cara dijamak dan

dilaksanakan secara duduk, karena penyakit yang dideritanya,

dan pasien melaksanakan sholat tidak seperti biasanya

berjamaah dengan keluarganya, pasien tidak pernah mengikuti

pengajian.

3. Pemeriksaan fisik

B1 (Breathing)

Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang

belakang

Palpasi : takstil fremitus seimbang kanan dan kiri

Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru

Auskultasi : tidak didapatkan suara ronki dan whezing

16

Page 17: BAB I, II, III Doengoes.doc

B2 (Blood)

Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, tidak terjadi keringat dingin dan

pusing.

Inspeksi: tidak ada sianosis

Palpasi: akral teraba hangat

B3 (Brain)

Kesadaran kompos mentis.

- Kepala dan wajah : tidak ada sianosis

- Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, reflek cahaya (+)

- Leher : JVP dalam batas normal

B4 (Bladder)

Turgor kulit menurun atau elastis karena faktor penuaan

Edema : Tidak ada edema pada keempat ekstremitas

0 0

0 0

Produksi urin dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem

perkemihan.

Karakteristik urin normal :

Gambaran Deskripsi

Warna Kuning bervariasi sesuai konsentrasi dan pola makan

Tampilan Jernih sampai sedikit jernih

17

Page 18: BAB I, II, III Doengoes.doc

Volume 1-2 L dalam 24 jam; bervariasi namun tidak pernah

kurang dari 30cc/jam

B5 (Bowel)

Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun perlu juga

dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.

Inspeksi:

- BAB sekali per hari

- Konsistensi agak keras susah keluar (konstipasi)

- Warna kuning tua berbau khas

B6 (Bone)

Pada inspeksi dan palpasi daerah vertebralis, klien osteoporosis sering

menunjukkan kifosis atau gibbus dan penurunan tinggi badan dan berat

badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang.

Inspeksi:

- tampak tulang punggung belangkang membungkuk (kifosis)

- Tidak ada edema

- Tidak ada lesi

Palpasi: ada nyeri di punggung saat dipalpasi

4. Pemeriksaan diagnostik

Radiologis

Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau massa tulang yang

menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus

vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks

18

Page 19: BAB I, II, III Doengoes.doc

dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering

ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang

menggelembung dari nukleus polposus kedalam ruang intervertebral dan

menyebabkan deformitas bikonkaf.

CT-Scan

CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang

mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow-up. Mineral

vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra

atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra di bawah 65 mg/cm3 ada pada

hampir semua klien yang mengalami fraktur.

Pemeriksaan laboratorium

- Kadar Ca, P, dan fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang

nyata

- Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct

(terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)

- Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorpsi Ca menurun

- Ekskresi fosfat dan hidroksiprolin terganggu sehingga meningkat

kadarnya.

- Pemeriksaan Bone Densitometry DEXA menunjukkan hasil -2,3

normalnya berada diatas score -1

Analisa Data

No DATA MASALAH ETIOLOGI

1. DS :

- Pasien mengeluh nyeri

di punggung

- Pasien mengatakan

nyeri berkurang jika

Nyeri kronis spasme otot

19

Page 20: BAB I, II, III Doengoes.doc

istirahat dan meningkat

jika beraktivitas

- Pasien mengatakan

nyeri dirasakan sejak

setahun yang lalu

DO :

- Skala nyeri 8

- TD: 120/90 mmHg

- N: 101x/menit

- RR: 21x/menit

- Wajah klien tampak

menyeringai

kesakitan karena nyeri

2. DS :

- Pasien mengatakan

tidak bisa berjalan ke

kamar mandi

- Pasien mengatakan

tidak bisa melakukan

aktivitas sehari-hari

DO :

- Klien datang dengan

digendong oleh

keluarganya

- Skala kekuatan otot :

Hambatan mobilitas

fisik

Hilangnya integritas

tulang

20

Page 21: BAB I, II, III Doengoes.doc

3 3

2 2

3. DS : - klien mengatakan

susah berjalan karena

takut jatuh

DO :

- klien tampak berhati-

hati saat berjalan,

- klien tidak bisa

bergerak bebas

Resiko cedera Penurunan kemampuan

pergerakan dan

ketidakseimbangan

tubuh

4. Ds : pasien mengatakan

setelah sakit mandi hanya

1x/hari pada pagi hari

dengan air hangat.

Do : wajah pasien

nampak berminyak, dan

tercium bau badan.

Defisit perawatan diri Keterbatasan

kemampuan pergerakan

5. Ds: pasien mengatakan

selama sakit BAB

2x/minggu dengan

konsistensi agak keras,

berbau khas, warna

kuning tua dan susah

untuk dikeluarkan.

Do: BAB konsistensi

keras, berbau khas dan

berwarna kuning tua

Peristatik berlebih

Konstipasi Imobilitas dan penurunan peristaltik usus

21

Page 22: BAB I, II, III Doengoes.doc

(Hiperperistaltik) :

35x/menit (normal 15-

30x/menit)

6. DS :

- klien mengatakan

tidak bisa berinteraksi

dengan

lingkungannya

- klien mengatakan

tidak keluar rumah

hanya istirahat

dikamar saja

DO :

- klien tampak cemas

dan gelisah

- klien tampak tegang

- klien bertanya tentang

penyebab penyakitnya

Gangguan citra tubuh perubahan dan

ketergantungan fisik

serta psikologis yang

disebabkan penyakit

atau terapi

3.2 Diagnosis

1. Nyeri kronis berhubungan dengan spasme otot

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hilangnya integritas

struktur tulang dan nyeri

3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan pergerakan

dan ketidakseimbangan tubuh

22

Page 23: BAB I, II, III Doengoes.doc

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan melakukan

pergerakan

5. Konstipasi berhubungan dengan Imobilitas dan penurunan peristaltik usus

6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan

fisik serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi

3.3 Intervensi

No.Diagnosa

Keperawatan

Tujuan / Kriteria

HasilIntervensi Rasional

1. Nyeri kronis

berhubungan

dengan spasme

otot

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2 x 24 jam

nyeri berkurang

dengan Kriteria

Hasil :

- Nyeri dapat

terkontrol dan

berkurang

1. Kaji keluhan

nyeri/ketidaknyam

anan perhatikan

lokasi dan

karakteristik

termasuk intensitas

nyeri (skala 0-10)

2. Perhatikan

petunjuk nyeri non

verbal (perubahan

pada tanda vital

dan emosi atau

perilaku)

3. Pertahankan

mobilisasi bagian

yang sakit dengan

tirah baring

4. Ajarkan terapi

relaksasi contoh:

pijatan, pijatan

1. Mempengaruhi

pemilihan atau

pengawasan

keefektifan

intervensi

2. Tingkat

ansietas dapat

mempengaruhi

persepsi atau

reaksi terhadap

nyeri

3. Menghilangkan

nyeri dan

mencegah

kesalahan

posisi tulang

atau tegangan

jaringan yang

cedera

4. Meningkatkan

23

Page 24: BAB I, II, III Doengoes.doc

punggung,

perubahan posisi.

5. Kolaborasi

pemberian obat

sesuai indikasi :

analgesik non

narkotik, NSAID

injeksi contoh :

ketoralak

(Toradol), dan atau

relaksan otot,

contoh :

Siklobenzaprin

(Flekseril),

Indroksin

(Vistaril), berikan

narkotik sekitar

pada jamnya

selama 3-5 hari

6. Ajarkan tehnik

distraksi dan

relaksasi

7. Berikan terapi

farmakologis

ketoralak untuk

mengurangi nyeri

punggung

sirkulasi

umum,

menurunkan

area tekanan

lokal dan

kelelahan otot

5. Diberikan

untuk

menurunkan

nyeri dan atau

spasme otot.

Penelitian

Toradol telah

diperbaiki

menjadi lebih

efektif dalam

menghilangkan

nyeri tulang,

dengan masa

kerja lebih

lama dan

sedikit efek

samping bila

dibandingkan

dengan agen

narkotik.

Catatan :

Vistaril sering

digunakan

untuk efek

poten dari

narkotik untuk

24

Page 25: BAB I, II, III Doengoes.doc

memperbaiki /

menghilangkan

nyeri panjang

6. Teknik

distraksi dan

relaksasi dapat

menurunkan

nyeri yang

dirasakan

pasien

7. Indikasi untuk

penatalaksanan

jangka pendek

terhadap nyeri

akut sedang

sampai berat.

Kontraindikasi

nya pasien

alergi, diabetes

hemoragik,

hipovolemia,

riwayat asma,

pasien dengan

riwayat

sindrom

steven-jansen.

2. Hambatan

mobilitas fisik

berhubungan

dengan hilangnya

integritas struktur

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 3 x 24 klien

dapat melakukan

aktivitas fisik sesuai

1. Ajarkan latihan

gerak, ambulasi,

dan perawatan diri

2. Bantu latihan

1. Memperlancar

aliran darah

dan menjaga

kebersihan

25

Page 26: BAB I, II, III Doengoes.doc

tulang dan nyeri dengan

kemampuannya

dengan kriteria hasil :

- Klien dapat

bergerak bebas,

dapat melaksanakan

aktivitas

- Skala kekuatan otot

5 5

5 5

rentang gerak

khusus area yang

sakit dan yang

tidak sakit

3. Tunjukkan atau

bantu teknik

pemindahan dan

penggunaan alat

mobilitas seperti

walker dan kruk

4. Tingkatkan

ambulasi dan

bantu sesuai

dengan kebutuhan

pasien

5. Evaluasi status

neurovaskular;

pantau nadi

perifer dan periksa

warna kulit pada

ekstremitas,

kehangatan,

sensasi, edema,

dan kelemahan

setiap 4 jam.

2. Agar tidak

terjadi

kekakuan otot

3. Membantu

pasien dalam

melakukan

mobilisasi

4. Melatih pasien

bergerak aktif

5. Mengetahui

efektifnya

latihan gerak

yang dilakukan

perawat

terhadap

pasien

3. Risiko cedera

berhubungan

dengan penurunan

kemampuan

Tujuan: klien tidak

terjadi cedera dengan

kriteria hasil :

1. Lakukan

manajemen

lingkungan:

jauhkan dari

1. Menghindari

resiko terjatuh

saat

melakukan

26

Page 27: BAB I, II, III Doengoes.doc

pergerakan dan

ketidakseimbangan

tubuh

- Klien dapat

melakukan dan

mengontrol

aktivitasnya

- Klien tidak cedera

atau jatuh

benda yang

membahayakan

pasien, hindari

lantai yang licin,

menggunakan

pegangan dikamar

mandi.

2. Lakukan latihan

ROM (bila

memungkinkan)

3. Monitor atau

observasi efek

penggunaan obat-

obatan contoh:

ada perdarahan

lambung,

hematemesis

pergerakan

2. Untuk

meningkatkan

mobilitas dan

kekuatan otot,

mencegah

deformitas,

mempertahank

an fungsi

skeletal

semaksimal

mungkin

3. Mencegah efek

yang tidak di

inginkan pada

penggunaan

obat-obatan

4. Defisit perawatan

diri berhubungan

dengan kelemahan,

kelelahan, dan

gangguan gerak

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam,

diharapkan klien dan

keluarga mampu

merawat diri sendiri,

dengan kriteria hasil :

- Mendemonstrasikan

kemampuannya

untuk mandi dan

makan sendiri

1. Mandikan pasien

setiap hari sampai

klien mampu

melaksanakan

sendiri serta cuci

rambut dan potong

kuku klien

2. Ganti pakaian yang

kotor dengan yang

bersih

3. Berikan Health

Education pada

klien dan

1. Agar badan

menjadi lebih

segar,

melancarkan

peredaran

darah, dan

meningkatkan

kesehatan

2. Untuk

melindungi

klien dari

kuman dan

meningkatkan

27

Page 28: BAB I, II, III Doengoes.doc

keluarganya tentang

pentingnya

kebersihan diri

4. Bimbing keluarga

klien untuk

memandikan /

menyeka secara

mandiri

5. Bersihkan tempat

tidur klien serta atur

posisi klien

rasa nyaman

3. Agar klien dan

keluarga dapat

termotivasi

melakukan

personal

hygiene

4. Agar

ketrampilan

mandiri dapat

diterapkan

oleh keluarga

untuk klien

5. Memberikan

efek

kenyamanan

pada klien

serta

menurunkan

terjadinya

infeksi

5. Konstipasi

berhubungan

dengan Imobilitas

dan Kompresi

saraf pencernaan

ileus paralitik

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 1x24 jam pola

defekasi klien normal

dengan kriteria hasil:

- Defekasi 3x

seminggu

- Konsistensi feses

1. Pastikan defekasi

klien sebelumnya

dan pola diet klien

2. Dorong asupan

harian sedikitnya

2 liter cairan,

batas kopi

2-3x/hari

1. Membantu

menentukan

intervensi

selanjutnya

2. Cairan

membantu

pergerakan

cairan, kopi

bersifat

28

Page 29: BAB I, II, III Doengoes.doc

lunak 3. Anjurkan minum

3 gelas air hangat

yang diminum 30

menit sebelum

sarapan

4. Ajarkan klien

untuk posisi semi

jongkok normal

saat defekasi

5. Ajarkan klien

tehnik ambulasi

6. Berikan terapi

farmakologis

dengan

memberikan obat

pencahar: Laksatif

diuretic dan

menarik cairan

3. Cairan dapat

bertindak

sebagai

stimulus untuk

evakuasi feses

4. Meningkatkan

penggunaan

optimal otot

abdomen dan

efek gravitasi

optimal

5. Tehnik

ambulasi

membantu

klien dalam

melakukan

aktivitas ke

kamar mandi

6. Indikasi: untuk

konstipasi

kronis maupun

yang baru

terjadi (akut),

yang

memerlukan

pencahar,

untuk bersihan

usus besar pre

29

Page 30: BAB I, II, III Doengoes.doc

operasi, px

laboratorium /

radiologi.

Kontraindikasi

: mual,

muntah, gejala

lain

apendisitis,

dan obstruksi

usus.

6. Gangguan citra

tubuh

berhubungan

dengan perubahan

dan

ketergantungan

fisik serta

psikologis yang

disebabkan

penyakit atau

terapi

Setelah dilakukan

tindakan keperawatan

selama 1x24 jam

pasien dapat

menerima dan

beradaptasi dengn

adanya perubahan

status kesehatan

dengan kriteria hasil:

- Interaksi positif

dengan orang lain

dan

- Berkomunikasi

dengan orang

terdekat tentang

perubahan peran

yang terjadi

1. Diskusikan arti

kehilangan atau

perubahan dengan

pasien, identifikasi

persepsi situasi

atau harapan yang

akan datang

2. Catat bahasa tubuh

non verbal,

perilaku negatif

atau bicara sendiri.

3. Catat reaksi emosi,

contoh kehilangan,

depresi, dan marah

4. Susun batasan pada

perilaku

maladaptif, bantu

pasien untuk

mengidentifikasi

perilaku positif

1. Alat dalam

mengidentifika

si atau

mengartikan

masalah untuk

memfokuskan

perhatian dan

intervensi

secara

konstruktif

2. Dapat

menunjukkan

depresi atau

keputusasaan,

kebutuhan

untuk

pengkajian

lanjut atau

intervensi lebih

intensif

3. Penerimaan

30

Page 31: BAB I, II, III Doengoes.doc

yang akan

membaik

5. Berikan health

education tentang

osteoporosis

perubahan

tidak dapat

dipaksakan dan

proses

kehilangan

membutuhkan

waktu untuk

membaik.

4. Penolakan

dapat

mengakibatkan

penurunan

harga diri dan

memengaruhi

penerimaan

gambaran diri

yang baru

5. Memberikan

pengetahuan

dan

pemahaman

tentang

osteoporosis

3.4 Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier

a. Pencegahan Primer

31

Page 32: BAB I, II, III Doengoes.doc

Dilaksanakan bila belum ditemukan adanya tanda-tanda

Osteoporosis dengan menghindari faktor resiko, seperti :

1. Diit yang mengandung cukup kalsium (300 mg/hari)

Kalsium diperlukan untuk pembentukan tulang, karena itu

kebutuhan akan kalsium harus dipenuhi. Sumber kalsium yang

terbaik adalah makanan, tetapi bila tidak mencukupi maka

diperlukan tambahan kalsium dari suplemen kalsium. Kalsium

dapat ditemukan antara lain dalam sereal, kerang, ikan teri, ikan

sardin dan susu, yoghurt, sitrun, keju, buah, dan sayuran.

Jenis buah dan sayuran yang berperan dalam pencegahan

Osteoporosis, seperti sawi hijau, kangkung, daun hijau, selada,

papaya, jagung, mangga, mentimun, alpukat, pisang, jeruk, anggur,

apel, dan cabai (Wirakusumah, 2007).

2. Mengkonsumsi makanan yang lebih bervariasi

Karena makanan yang tidak bervariasi membuat

penyerapan kalsium semakin berkurang. ”Wanita-wanita tertentu

hanya dapat menyerap sekitar 15 persen saja dari makanan mereka,

sementara yang lain mampu menyerap tiga kali lebih banyak”, kata

Robert Harey MD, Dewan Penasehat Ilmiah mengenai

Osteoporosis di kantor pengkajian Teknologi Amerika. Tetapi

penyebab lain adalah cara memasak makanan-makanan

mengkhilangan mineral penting tersebut, atau tidak dapat diserap

tubuh dengan baik.

3. Mengkonsultasikan ke dokter tentang kemungkinan perlunya

mengkonsumsi metabolit aktif vitamin D3, terapi pengganti

hormon Estrogen, dan penggunaan segala obat dalam waktu lama

Suplemen vitamin D dan kalsium melalui makanan

mengurangi perkembangan Osteoporosis pada lansia dan

merupakan komponen esensial dalam pencegahan. Terapi

penggantian estrogen-progesteron atau modulator reseptor estrogen

adalah riwayat kanker payudara pada individu (personal) atau

32

Page 33: BAB I, II, III Doengoes.doc

keluarga riwayat individu (personal) mengalami pembentukan

bekuan darah (Corwin, 2009).

4. Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dan steroid.

Karena hal tersebut merupakan faktor yang dapat menghambat

penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan tulang

(Corwin, 2009).

5. Olahraga rutin

Hidup aktif dan latihan jasmani atau fisik (olahraga) secara

rutin dengan unsur perbenaan pada anggota gerak tubuh

(kaki,lutut) dan penekanan pada tulang, misalnya jalan sehat,

aerobik, jogging, renang, bersepeda dan senam pencegahan

Osteoporosis. Program latihan juga sebaiknya dimonitor

berdasarkan panduan dari dokter. Para peneliti meyakini bahwa

tiga jenis latihan yang terbaik bagi tulang adalah menanggung

beban, memberi pukulan,dan melatih tekanan. Untuk mereka yang

mengalami kesulitan dalam berolahraga, misalnya karena arthritis,

dapat memilih olahraga yang lebih ringan, seperti berenang,dan

jalan kaki.

Olahraga menahan beban, bahkan pada usia yang sangat tua

(>85 tahun), terbukti meningkatkan densitas dan massa otot, dan

memperbaiki daya tahan fisik dan keseimbangan (Corwin, 2009).

Program latihan seperti Tai Chi juga terbukti berguna

sebagai pencegahan terapi osteoporosis (Ming Chan,et all, 2003).

Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang

bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat

menimbulkan gannguan pola haid yang justru akan menurunkan

densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat

dapat menghambat kehilang mineral tulang, membantu

mempertahankan postur tubuh, dan meningkatkan kebugaran

secara umum untuk mengurangi risiko jatuh (Kawiyana, 2009).

b. Pencegahan Sekunder

33

Page 34: BAB I, II, III Doengoes.doc

Jika telah dinyatakan mengalami atau adanya tanda-tanda terkena

Osteoporosis, maka perlu berkonsultasi dengan dokter tentang:

1. Mengkonsumsi kalsium 500-1200 mg/hari, tergantung usia

Mengkonsumsi kalsium dilanjutkan pada periode

menopause. Suplemen Kalsium melalui makanan dapat

mengurangi perkembangan Osteoporosis pada lansia dan periode

menopause (Corwin, 2009)

2. Terapi Sulih Hormon (TSH)

Setiap perempuan pada saat menopause mempunyai resiko

Osteoporosis. Salah satunya yang dianjurkan adalah memakai ERT

(Esterogen Replacement Therapy) pada mereka yang tak

mengalami kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur sampai

50 persen pada tulang panggul.

3. Estrogen, dengan atau tanpa kombinasi progesteron pada wanita

menopause

4. Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual

Prinsipnya sama dengan latihan beban dan

peregangan  (stretching) pada aksis tulang. Latihan tak dapat

dilakukan secara massal karena perlu mendapat supervise dari

tenaga medis.

5. Kalsitonin

Kalsitonin adalah hormon yang dikenal untuk berpartisipasi

dalam metabolisme kalsium dan fosfor. Bekerja menghambat

resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang apabila

dihunakan selama dua tahun.

6. Perbanyak mengkonsumsi vitamin D3, tergantung kebutuhan

pasien

Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan

kalsium. Sekitar 25 hidroksi vitamin D dianjurkan diminum setiap

hari pagi hari bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium.

Suplemen vitamin D melalui makanan mengurangi perkembangan

Osteoporosis (Corwin, 2009).

34

Page 35: BAB I, II, III Doengoes.doc

7. Bifosfonat

Obat golongan bifosfonat bekerja dengan cara menghambat

kerja sel penghancur tulang secara berlebihan.. Obat-obatan yang

dikenal sebagai bisfosfonat (misalnya alendrodat, risedronat, dan

ibandronat) terbukti mengurangi resorpsi tulang dan mencegah

pengeroposan tulang. Obat-obatan ini, dalam kombinasi dengan

suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan

pencegahan osteoporosis. Bisfosfonat secara signifikan

meningkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan spina,

dan dapat digunakan pada osteoporosis akibat obat

(glukokortikoid) (Corwin, 2009).

Bisfosfonat juga digunakan sebagai adjuvans

kemoterapeutik pada terapi kanker karena potensinya untuk

mencegah metasis tulang. Bisfosfonat tidak mudah diabsorbsi oleh

tubuh sehingga harus digunakan pada lambung yang kosong

dengan segelas penuh air. Pasien harus tetap tegak lurus dan

menahan diri dari makan selama periode tertentu setelah itu, untuk

memastikan absorbs dan mencegah efek samping gastrointestinal.

Oleh karena itu, kepatuha untuk menggunakan bisfosfonat sering

menjadi masalah. Baru-baru ini, sediaan oral satu kali per bulan

yang dapat memperbaiki kepatuhan telah disetujui oleh FDA.

Selain itu, percobaan klinis yang meneliti keefektifan ibandronat

intravena yang diberikan satu kali setiap tiga bulan sedang

dilakukan. Kebutuhan untuk dirawat di rumah sakit dapat

mengurangi popularitas pilihan ini. Keamanan jangka panjang

sediaan tersebut tidak diketahui (Corwin, 2009).

Alendronat (Fosamax 10 mg PO sekali sehari), yaitu suatu

bisfosfonat, terbukti efektif untuk mencegah dan mengobati

osteoporosis (Graber, 2006).

8. Raloxifene

35

Page 36: BAB I, II, III Doengoes.doc

Pengguna raloxifene yang ideal adalah wanita-wanita

dengan risiko osteoporosis dan penyakit jantung yang tidak

menjalani TSH (Terapi Sulih Hormon). Atau bisa juga wanita

pascamenopause yang memiliki risiko osteoporosis dan risiko

tinggi kanker payudara (Rosenthal, 2009).

c. Pencegahan Tersier

Setelah pasien mengalami komplikasi Osteoporosis seperti, fraktur

patah tulang), jangan dibiarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama.

Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif

sangat aktif dan berfungsi mandiri. Dokter akan memberikan obat, terapi

latihan maupun alat ortose sesuai dengan kondisi. Beberapa obat yang

bermanfaat adalah bishosponate,kalsitonin aatau NSAID bila nyeri.

Pencegahan tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan

strategi-strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada

perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan

utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk

mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat

mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali

pada pencegahan primer.

Hal-hal yang dapat dilakukan bila sudah terjadi patah tulang akibat

osteoporosis :

1. Operasi

2. Pemasangan gips

3. Penggunaan korset/brace

4. Penggunaan tongkat/kursi roda

5. Program rehabilitasi medis

3.5 Aspek Legal Etik

36

Page 37: BAB I, II, III Doengoes.doc

Autonomi

Identifikasi Isu

Perawat sedang memeriksa Ny. N usia 80 tahun, dibawa ke poli umum

dengan keluhan nyeri pada punggung dengan skala 8. Nyeri berkuran jika stirahat

dan meningkat saat digunkan beraktivitas. Nyeri dirasakan sejak setahun yang

lalu. Setiap terasa nyeri, pasien mengoleskan salep atau menempelkan koyo cabe

pada daerah nyeri. Pasien mengatakan khawatir dengan keadaannya dan tidak tahu

menderita penyaakit apa dari pemeriksaan fisik di dapatkan data tekanan darah

120/90 mmHg, nadi 101 x/menit, frekuensi nafas 21 x/menit, dan didiagnosa

osteoporosis. Ny N merasa cemas dengan keadaan penyakitnya karena perawat

yang memeriksanya tidak memberi tahunya.

Analisa

Pada kasus tersebut perawat telah melanggar aspek AutonomiSebagai

seorang perawat harus mengetahiu hak pasien untuk mengetahui penyakit dirinya

sendiri dan kewajiban bagi seorang perawat untuk memberitahukan penyakit yang

di derita dan harus ada informed consent.

Keputusan

Kita sebagai seorang perawat mempunyai kewajiban dalam memberikan

informasi tentang penyakit yang di derita pasien osteoporosis dengan cara yang

tidak membuat pasien putus asa, syok dan bertujuan agar pasien tersebut

mengetahui bagaimana cara penyembuhan, proses penyakit osteoporosi

Kebenaran

Identifikasi isu

Seorang perawat sedang mengkaji Ny.G usia 70tn yang merasakan nyeri

di bagian lutut nyeri hilang timbul pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/80

mmHg, N : 126 x/menit, RR: 24 x/menit dan di diagnosa Osteoporosis dan akan

di berikan terapi penggatian hormon HRT tetapi dalam kasus ini pasien belum

37

Page 38: BAB I, II, III Doengoes.doc

mendapat keterangan mengenai terapi tersbut dan juga keluarga merasa cemas

dengan terapi tersebut.

Analisa

Pada kasus ini perawat telah melanggar aspek Kebnaran tentang

begaimana seharusnya perawat memberitahukan terapi yang akan di berikan dan

apa resiko dari terapi yang akan di berikan terhadap penderita osteoporosis

tersebut dengan sebener-benarnya dan transparan.

Keputusan

Kita sebagai seorang peratawat sebelum melakukan tindakan apapun harus

melalui persetujuan pasien maupun keluarga pasien dan memberi tahukan

tindakan yang kita lakukan itu apa dan bagaimana manfaatnya terhadap pasien

jadi sebagai haarus memberitahukan terapi apa yang akan dilakukan dan

memberitahukan akibat dari terapi tersebut dengan sesuai kebenaran.

Non Maleficence

Identifikasi Isu

Seorang perawat melakukan intervensi ROM terhadap pasien yang

mengalami osteoporosis di begian ekstremitas bawah pada saat dilakukannya

ROM pasien tidak nampak kesakitan tetapi pada saat malam hari pasien

mengalami demam dan sakit di bagian ekstremitas yang dilakukan Rom

sebelumnya setelah dilakukan pemeriksaan terdapat dislokasi di bagian lutut dan

terdapat odem.

Analisa

Berdasarkan kasus perawat telah melanggar aspek Non Maleficence

terhadap pasien karena melakukan tindakan yang membuat pasien tidak jauh lebih

baik tetapi ada komplikasi lain yang berupa dislokasi dan odem.

38

Page 39: BAB I, II, III Doengoes.doc

Keputusan

Kita sebagai seorang perawat di dalam melakukan sebuah intervensi

terlebihdahulu harus mengkaji bagaimana keadaan pasien yang akan di berikan

tindakan tersebut agar tidak merugikan bagi pasien maupun perawat.

Beneficience

Identifikasi Isu

Seorang perawat melakukan intervensi ROM terhadap pasien yang

mengalami osteoporosis di begian ekstremitas bawah pada saat dilakukannya

ROM pasien tidak nampak kesakitan tetapi pada saat malam hari pasien

mengalami demam dan sakit di bagian ekstremitas yang dilakukan Rom

sebelumnya

Analisa

Berdasarkan kasus yang ada, hendaknya seorang perawat sebelum

melakukan tidakan ROM maupun tindakan yang bertujuan menyembuhkan

penyakit sebaiknya mempertimbangkan tindakan tersebut apakah akan

menyembuhkan penyakit osteoporosis yang diderita pesien atau timbul

komplikasi lain

Keputusan

Kita sebagai seorang perawat dalam melakukan sebuah tindakan harus

melakukan dengan berhati-hati agar tindakan tersebut dapat membawa perubahan

yang lebih baik bagi pasien osteoporosis.

Kerahasiaan / Confidentialyty

Identifikasi Isu

Seorang perawat sedanng melakukan pengkajian di poli Ny. N usia 80

tahun, dibawa ke poli umum dengan keluhan nyeri pada punggung dengan skala

8. Nyeri berkuran jika stirahat dan meningkat saat digunkan beraktivitas. Nyeri

dirasakan sejak setahun yang lalu. Setiap terasa nyeri, pasien mengoleskan salep

39

Page 40: BAB I, II, III Doengoes.doc

atau menempelkan koyo cabe pada daerah nyeri. Pasien mengatakan khawatir

dengan keadaannya dan tidak tahu menderita penyaakit apa dari pemeriksaan fisik

di dapatkan data tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 101 x/menit, frekuensi nafas

21 x/menit, dan didiagnosa osteoporosis dan perawat memberitahu penyakit yang

diderita pasien kepada tenaga kesehatan lain yang ada di dalam ruangan tersebut.

Analisa

Dalam kasus ini perawat telah melanggar aspek kerahasiaan karena telah

membocorkan hasil pemeriksaan kepada tenaga kesehatan yang tidak

berkepentingan yang ada di dalam ruang poli tersebut.

Keputusan

Kita sebagai seorang perawat harus menjaga kerahasiaan pasien yang telah

kita periksa dan tidak boleh membocorkan kepada tenaga kesehatan lainya yang

tidak berkepentingan.

Keadilan/ juctice

Identifikasi Isu

Seorang perawat UGD sedang menagani pasien yang mengalami nyeri di

bagian punggung, nyeri hiang timbul tetapi pasien itu menangis kesakitan dengan

memegangi punggungnya dan di waktu yang sama datang seorang pasien dengan

nyeri lutut dan terdapat perdarahan di bagian lutut dan edema di bagian

ekstremitas atas, tetapi perawat hanya melakukan pengkajian kepada pasien yang

ke dua dan belum ada tindakan apapun.

Analisa

Dari kasus tersebut perawat telah melanggar hak pasien dalam aspek

keadilan karena pasien yang pertama kali datang hanya menderita nyeri dibagian

punggung dan tidak terdapat perdarahan sedangkan pasien yang ke dua nyeri di

bagian lutut dan terdapat perdarahan sehingga perlu penanganan yan cepat untuk

menghentikan perdarahan pasien ke dua.

40

Page 41: BAB I, II, III Doengoes.doc

Keputusan

Kita sebagai seorang perawat harus mendahulukan pasien yang mengalami

kegawat daruratan seperti perdarahan dan masalah pernapasan lainya. Jadi yang

harus mendapat pertolongan secepatnya pasien yang kedua karena terdapat

perdarahan di tubuhnya.

41

Page 42: BAB I, II, III Doengoes.doc

WOC

42

Penurunan masa tulang total

Penyerapan tulang lebih banyak daripada pembentukan baru

Faktor predisposisi :

Usia

Nutrisi

Gaya Hidup

Aktivitas

Jenis kelamin

Kolaps bertahap tulang vertrebraTulang menjadi rapuh dan mudah patah

Osteoporosis

Hambatan mobilitas fisik

Nyeri

Gangguan fungsi ekstremitas atas dan bawah

Kifosis progresifKompresi saraf pencernaan ileus

paralitik

Perubahan postural

Deformitas skelet

Gangguan citra diri.

konstipasi

Penurunan tinggi badan

Perubahan postural

Relaksasi otot abdominal, perut

menonjol

Insufisiensi paru

Kelemahan dan perasaan mudah

lelah

Defisit perawatan diri

Penurunan kemampuan pergerakan

Pergerakan fragmen tulang, spasme otot

Resiko Cedera

Page 43: BAB I, II, III Doengoes.doc

43