bab i, ii, iii doengoes.doc
TRANSCRIPT
![Page 1: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil dan
makmur telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik
dan usia harapan hidup yang semakin meningkat sehingga jumlah lanjut usia
semakin bertambah. Pada tahun 2000 tercatat sekitar 7,18% penduduk Indonesia
berusia lanjut (14,4 juta orang), dan diperkirakan pada tahun 2020 jumlahnya
akan mencapai 11,34% dari seluruh penduduk Indonesia (28,8 juta orang)
(Komnas Lansia, 2013).
Semakin bertambahnya usia seseorang, akan berdampak pada kemampuan
fisiknya yang diakibatkan oleh proses penuaan berarti faktor genetik, status
kesehatan, tingkat aktivitas, faktor nutrisi, kebiasaan, juga faktor psikologis.
Penurunan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari terutama penurunan
aktivitas berjalan akibat proses penuaan maupun proses penyakit menjadi masalah
utama yang paling sering dialami oleh para lanjut usia. Kondisi ini akan
membebani penduduk berusia produktif apabila ratio ketergantungan terus
bertambah.
Salah satu masalah gangguan kesehatan yang menonjol pada usia lanjut
adalah gangguan muskuloskeletal, terutama osteoartritis dan osteoporosis.
Menghadapi problem ini tanpa adanya persiapan yang baik, dikhawatirkan akan
menjadikan beban yang akan ditanggung pemerintah, masyarakat, dan warga usia
lanjut dengan keluarga akan menjadi sangat besar dan akan menghambat
perkembangan ekonomi serta memperburuk kualitas hidup manusia secara utuh
(Daniel, 2007).
Osteoporosis adalah suatu problem klimakterium yang serius. Di Amerika
Serikat dijumpi satu kasus osteoporosis di antara dua sampai tiga wanita
pascamenopause. Massa tulang pada manusia mencapai maksimum pada usia
1
![Page 2: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/2.jpg)
sekitar 35 tahun, kemudian terjadi penurunan massa tulang secara eksponensial.
Penurunan massa tulang ini berkisar antara 3-5% setiap dekade, sesuai dengan
kehilangan massa otot dan hal ini dialami baik pada pria maupun wanita. Pada
masa klimakterium, penurunan massa tulang pada wanita lebih mencolok dan
dapat mencapai 2-3% setahun secara eksponensial. Pada usia 70 tahun kehilangan
massa tulang pada wanita mencapai 50%, sedangkan pada pria usia 90 tahun
kehilangan massa tulang ini baru mencapai 25% (Gonta P, 2006).
Kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan tulang,
sehingga dapat menurunkan massa tulang total. Osteoporosis adalah penyakit
yang mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai
mikroarsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat
menimbulkan kerapuhan tulang. Tulang secara progresif menjadi rapuh dan
mudah patah. Tulang menjadi mudah patah dengan stres, yang pada tulang normal
tidak menimbulkan pengaruh. Sherwood (2001), mengatakan selama dua dekade
pertama kehidupan, saat terjadi pertumbuhan, pengendapan tulang melebihi
resorpsi tulang di bawah pengaruh hormon pertumbuhan. Sebaliknya pada usia
50-60 tahun, resorpsi tulang melebihi pembentukan tulang. Kalsitonin yang
menghambat resorpsi tulang dan merangsang pembentukan tulang mengalami
penurunan. Hormon paratiroid meningkat bersama bertambahnya dan
meningkatkan resorpsi tulang. Hormon estrogen yang menghambat pemecahan
tulang, juga berkurang bersama bertambahnya usia.
Menurut Ganong (2003), perempuan dewasa memiliki massa tulang yang
lebih sedikit daripada pria dewasa, dan setelah menopause mereka mulai
kehilangan tulang lebih cepat daripada pria. Akibatnya perempuan lebih rentan
menderita osteoporosis serius. Penyebab utama berkurangnya tulang setelah
menopause adalah defisiensi hormon setrogen. Padaosteoporosis, matriks dan
mineral tulang hilang, hilang massa dan kekuatan tulang, dengan peningkatan
fraktur.
Osteoporosis sering menimbulkan fraktur kompresi pada vertebra
torakalis. Terdapat penyempitan diskus vertebra, apabila penyebaran berlanjut ke
seluruh korpus vertebra akan menimbulkan kompresi vertebra dan terjadi gibus.
2
![Page 3: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/3.jpg)
Fraktur kolum femur sering terjadi pada usia diatas 60 tahun dan lebih sering pada
perempuan, yang disebabkan oleh penuaan dan osteoporosis pascamenopause.
Kolaps bertahap tulang vertebra mungkin tidak menimbulkan gejala,
namun terlihat sebagai kifosis progresif. Kifosis dapat mengakibatkan
pengurangan tinggi badan. Pada beberapa perempuan dapat kehilangan tinggi
badan sekitar 2,5-15 cm, akibat kolaps vertebra.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan pada klien dengan kasus
gangguan sistem muskuloskeletal khususnya penyakit osteoporosis?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan bagaimana asuhan keperawatan pada kasus osteoporosis
2. Menjelaskan bagaimana pencegahan primer, sekunder, dan tersier
3. Menjelaskan bagaiman aspek legal etik keperawatan pada kasus
osteoporosis.
1.4 Manfaat
1. Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada kasus osteoporosis
2. Mengetahui pencegahan primer, sekunder, dan tersier
3. Mengetahui bagaimana aspek legal etik keperawatan pada kasus
osteoporosis.
3
![Page 4: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II
GAMBARAN KASUS
2.1 Kasus
Ny. Y usia 80 tahun, dibawa ke poli umum dengan keluhan nyeri pada
punggung dengan skala 8. Nyeri berkurang jika istirahat dan meningkat saat
digunakan beraktivitas. Nyeri dirasakan sejak setahun yang lalu. Setiap terasa
nyeri, pasien mengoleskan salep atau menempelkan koyo cabe pada daerah nyeri.
Setiap pagi, pasien mandi dengan air hangat dengan tujuan menurunkan nyeri
yang dirasakan. Dari pemeriksaan fisik, didapatkan data Tekanan Darah 120/90
mmHg, Nadi 101x/menit, Frekuensi nafas 21x/menit.
2.2 Konsep Dasar Penyakit Osteoporosis
2.2.1 Definisi
Osteoporosis yang lebih dikenal dengan keropos tulang menurut WHO
(World Health Organization) adalah penyakit skeletal sistemik dengan
karakteristik massa tulang yang rendah dan perubahan mikroarsitektur dari
jaringan tulang dengan akibat meningkatnya fragilitis tulang dan meningkatnya
kerentanan terhadap patah tulang. Osteoporosis adalah kelainan dimana terjadi
penurunan massa tulang total
2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi osteoporosis dibagi kedalam dua kelompok yaitu osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer terdapat pada wanita
postmenopause (postmenopause osteoporosis) dan pada laki-laki lanjut usia
(senile osteoporosis). Penyebab osteoporosis belum diketahui dengan pasti.
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan
dengan Cushing`s disease¸hipertiroidisme, hiperparatiroidisme, hipogonadisme,
kelainan hepar, gagal ginjal kronis, kurang gerak, kebiasaan minum alkohol,
pemakaian obat-obatan / kortikosteroid, kelebihan kafein, dan merokok.
4
![Page 5: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/5.jpg)
Djuwantoro D, membagi osteoporosis menjadi osteoporosis
postmenopause (Tipe I), osteoporosis involutional (Tipe II), osteoporosis
idiopatik, osteoporosis juvenil, dan osteoporosis sekunder.
1. Osteoporosis postmenopause (Tipe I)
Merupakan bentuk yang paling sering ditemukan pada wanita kulit putih
dan Asia. Bentuk osteoporosis ini disebabkan oleh percepatan resorpsi
tulang yang berlebihan dan lama setelah penurunan sekresi hormon
estrogen pada masa menopause.
2. Osteoporosis involutional (Tipe II)
Terjadi pada usia diatas 75 tahun pada perempuan maupun laki-laki. Tipe
ini diakibatkan oleh ketidaksinambungan yang samar dan lama antara
kecepatan resorpsi tulang dengan kecepatan pembentukan tulang.
3. Osteoporosis idiopatik
Adalah tipe osteoporosis primer yang jarang terjadi pada wanita
premenopause dan pada laki-laki yang berusia dibawah 75 tahun. Tipe ini
tidak berkaitan dengan penyebab sekunder atau faktor risiko yang
mempermudah timbulnya penurunan densitas tulang.
4. Osteoporosis juvenil
Merupakan bentuk yang jarang terjadi dan bentuk osteoporosis yang
terjadi pada anak-anak prepubertas.
5. Osteoporosis sekunder
Penurunan densitas tulang yang cukup berat untuk menyebabkan fraktur
atraumatik akibat faktor ekstrinsik seperti kelebihan kortikosteroid, artritis
reumatoid, kelainan hati/ginjal kronis, sindrom malabsorbsi, mastositosis
sistemik, hiperparatiroidisme, varian status hipogonade, dan lain-lain.
5
![Page 6: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/6.jpg)
2.2.3 Etiologi
Osteoporosis postmenopause terjadi karena kekurangan estrogen (hormon
utama pada wanita), yang membantu mengatur peningkatan kalsium ke dalam
tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia diantara 51-
75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita osteoporosis postmenopause,
pada wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanit kulit hitam.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan
kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan di antara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis yaitu
keadaan penurunan massa tulang yang hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia di atas 70 tahun dan dua kali lebih sering menyerang
wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan postmenopause.
Kurang dari lima persen penderita osteoporosis juga mengalami
osteoporosis sekunder, yang disebabkan oleh keadaan medis lainnya atau oleh
obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan kelainan
hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dan kebiasaan merokok bisa memperburuk
keadaan ini.
Osteoposis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin yang normal
dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
2.2.4 Patofisiologi
Genetik, nutrisi, gaya hidup (misal merokok, konsumsi kafein, dan
alkohol), dan aktivitas memengaruhi puncak massa tulang. Pada pria massa tulang
lebih besar dan tidak mengalami perubahan hormonal mendadak. Sedangkan pada
6
![Page 7: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/7.jpg)
perempuan, hilangnya estrogen pada saat menopause dan pada ooforektomi
mengakibatkan percepatan resorpsi tulang dan berlangsung terus selama tahun-
tahun pascamenopause.
Diet kalsium dan vitamin D yang sesuai harus mencukupi untuk
mempertahankan remodelling tulang dan fungsi tubuh. Asupan kalsium dan
vitamin D yang tidak mencukupi selama bertahun-tahun mengakibatkan
pengurangan massa tulang dan pertumbuhan osteoporosis. Asupan harian kalsium
yang dianjurkan (RDA: recommended daily allowance) meningkat pada usia 11-
24 tahun (adolesen dan dewasa muda) hingga 1200 mg per hari, untuk
memaksimalkan puncak massa tulang. RDA untuk orang dewasa tetap 800 mg,
tetapi pada perempuan pascamenopause 1000-1500 mg per hari. Sedangkan pada
lansia dianjurkan mengonsumsi kalsium dalam jumlah tidak terbatas, karena
penyerapan kalsium kurang efisien dan cepat diekskresikan melalui ginjal
(Smeltzer, 2002).
Demikian pula, bahan katabolik endogen (diproduksi oleh tubuh) dan
eksogen dapat menyebabkan osteoporosis. Penggunaan kortiikosteroid yang lama,
sindrom cushing, hipertiroidisme, dan hiperparatiroidisme menyebabkan
kehilangan tulang. Obat-obatan seperti isoniazid, heparin, tetrasiklin, antasida
yang mengandung aluminium, furosemid, antikonvulsan, kortikosteroid, dan
suplemen tiroid memengaruhi penggunaan tubuh dan metabolisme kalsium.
Imobilitas juga memengaruhi terjadinya osteoporosis. Ketika diimobilisasi
dengan gips, paralisis atau inaktivitas umum, tulang akan diresorpsi lebih cepat
dari pembentukannya sehingga terjadi osteoporosis.
2.2.5 Manifestasi
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis), sehingga pada awalnya osteoporosis tidak menimbulkan
gejala pada beberapa penderita. Jika kepadatan tulang sangat berkurang yang
menyebabkan tulang menjadi kolaps atau hancur, maka akan timbul nyeri tulang
dan kelainan bentuk. Tulang-tulang yang terutama terpengaruh pada osteoporosis
7
![Page 8: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/8.jpg)
adalah radius distal, korpus vertebra terutama mengenai T8-L4, dan kollum
femoris.
Kolaps tulang belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang
belakang yang rapuh bisa menyebabkan kolaps secara spontan atau karena cedera
ringan. Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan didaerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan. Jika
disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakin ini akan
menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau beberapa bulan. Jika
beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan yang
abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan terjadinya
ketegangan otot dan rasa sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang sering kali kdisebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh. Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul. Selain itu, yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan
(radius) di daerah persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut
fraktur Colles. Pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung mengalami
penyembuhan secara perlahan.
2.2.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kepadatan tulang. Semua
wanita, terutama yang menderita osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan
vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Diet tinggi kalsium dan vitamin D yang
mencukupi dan seimbang sepanjang hidup. Diet ditingkatkan pada awal usia
pertengahan karena dapat melindungi tulang dari demineralisasi skeletal. Tiga
gelas susu krim atau makanan lain yang kaya kalsium (misal keju, brokoli kukus,
salmon kaleng). Untuk mencukupi asupan kalsium perlu diresepkan preparat
kalsium (kalsium karbonat).
Terapi penggantian hormon (hormone repalcement therapy-HRT) dengan
estrogen dan progesteron perlu diresepkan bagi perempuan menopause, untuk
memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah tulang.
Perempuan yang telah menjalani pengangkatan ovarium atau telah mengalami
8
![Page 9: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/9.jpg)
menopause prematur dapat mengalami osteoporosis pada usia muda. Estrogen
dapat mengurangi resorpsi tulang tapi tidak meningkatkan massa tulang.
Penggunaan hormon jangka panjang masih dievaluasi. Terapi estrogen sering
dihubungkan dengan sedikit peningkatan insiden kanker payudara dan
endometrial. Oleh karena itu, selama HRT klien diharuskan memeriksakan
payudaranya setiap bulan dan diperiksa panggulnya, termasuk usapan
Papaninicolaou dan biopsi endometrial (bila ada indikasi), sekali atau dua kali
setahun.
Pemberian estrogen secara oral memerlukan dosis terendah estrogen
terkonyugasi sebesar 0,625 mg per hari atau 0,5 mg/hari estradiol. Pada
osteoporosis, sumsum tulang dapat kembali seperti pada masa premenopause
dengan pemberian estrogen. Dengan demikian hal tersebut menurunkan risiko
fraktur.
Perlu juga meresepkan obat-obat lain, dalam upaya menanggulangi
osteoporosis, termasuk kalsitonin, natrium fluorida, bifosfonat, natrium etridonat,
dan alendronat. Alendronat berfungsi mengurangi kecepatan penyerapan tulang
pada wanita pascamenopause, meningkatkan massa tulang di tulang belakang dan
tulang panggul, dan mengurangi angka kejadian patah tulang. Agar alendronat
dapat diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas air pada
pagi hari dan dalam waktu 30 menit kemudian tidak boleh makan-minum lainnya.
Alendronat bisa mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga
setelah meminumnya tidak boleh berbaring, minimal selama 30 menit
sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang memiliki kesulitan
menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu. Kalsitonin dianjurkan
untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang disertai
nyeri.
Kalsitonin secara primer menekan kehilangan tulang dan pemberiannya
secara suntikan subkutan, intramuskuler atau semprot hidung. Efek samping,
berupa gangguan gastrointestinal, aliran panas, peningkatan frekuensi urine
biasanya terjadi dan ringan. Natrium fluorida memperbaiki aktivitas osteoblastik
dan pembentukan tulang, namun kualitas tulang yang baru masih dalam
9
![Page 10: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/10.jpg)
pengkajian. Natrium etridonat menghalangi resorpsi tulang osteoklastik, dan
dalam penelitian untuk efisiensi sebagai terapi osteoporosis.
Tambahan fluorida bisa meningkatakan kepadatan tulang tetapi tulang bisa
mengalami kelainan dan menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan
vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak
menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya
rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul
biasanya diatasi dengan tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya
digips atau diperbaiki dengan pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai
nyeri punggung yang hebat, diberikan obat pereda nyeri, dipasang supportive back
brace dan dilakukan terapi fisik.
10
![Page 11: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS OSTEOPOROSIS
3.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama : Ny. N
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 80 tahun
d. Agama : Islam
e. Suku bangsa : Indonesia
f. Pendidikan : SMA
g. Pekerjaan : Pensiun Pegawai Negeri Sipil
h. Alamat : Jalan Sutorejo 59 Surabaya
i. MRS : 25 November 2014
j. Diagnosa Medis : Osteoporosis
2. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : nyeri punggung
Riwayat Penyakit Sekarang : klien dibawa ke poli umum mengeluh
nyeri punggung yang dirasakan sejak setahun yang lalu. Nyeri
berkurang jika istirahat dan meningkat jika melakukan aktivitas.
P: klien mengalami nyeri saat melakukan aktivitas
Q: nyeri seperti tertekan didaerah punggung
11
![Page 12: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/12.jpg)
R: nyeri dirasakan disekitar punggung belakang, nyeri menurun jika
istirahat, dan meningkat jika beraktivitas
S: skala nyeri 8 yang menghambat aktivitas pasien
T: nyeri dirasakan sejak setahun yang lalu bersifat hilang timbul,
muncul ketika melakukan aktivitas dan hilang ketika pasien istirahat
Riwayat penyakit keluarga : Pasien mengatakan keluarga tidak
memiliki riwayat diabetes, hipertensi, Asam urat, dan Kolesterol tetapi
pasien mengatakan ayahnya mempunyai penyakit osteoporosis.
Riwayat Pernyakit Dahulu : Pasien memiliki riwayat diabetes dan tidak
memiliki riwayat hipertensi, Asam urat, dan Kolesterol.
a) Riwayat psikososial.
a. Keadaan emosional
Pasien kooperatif dalam menjawab setiap pertanyaan yang
diberikan, emosi pasien agak cemas dalam menghadapi
penyakitnya sehubungan dengan nyeri yang dirasakannya,
kurangnya pengatahuan tentang alternative pengobatan
yang diketahui tindakan untuk menurunkan nyeri adalah
mandi air hangat, dan keterbatasan aktivitasnya yang
menyebabkan pasien tidak bisa melaksanankan perannya
sebagai ibu rumah tangga.
b. Interaksi sosial
Bahasa yang digunakan pasien adalah bahasa jawa,
hubungan klien dengan keluarga, lingkungan, dan petugas
kesehatan baik.
2. Pola fungsi kesehatan.
a) Health Perception – Health Management
Pasien mengatakan jika setiap hari dia tidak dapat
melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik karena
12
![Page 13: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/13.jpg)
nyeri meningkat pada saat melakukan aktivitas, pasien
mengatakan sering mengkonsumsi makanan yang
mengandung kacang-kacangan, sayur bayam, dan sangat
suka mengkonsumsi jeroan, pasien tidak tau tentang
penyakitnya dan dianggap sebagai nyeri yang biasa dialami
orang seusianya.
b) Nutrisi
a. Antropometri
Tinggi badant : 156 cm
Berat badan : 45 kg
Lingkar lengan atas: 21 cm
Lingkar pinggang : 60 cm
IMT 45kg/1,56m2 = 28,8 (25-30 normal, >30 obesitas)
b. Biokimia
Nama Hasil Normal
Hematokrit 37,3 % P= 40-50 %
W= 35-45%
Trombosit 157.000/mm3 150.000-
400.000/mm3
Kolesterol total 178 mg/dl <200 mg/dl
GDA 105 mg/dl 70-110 mg/dl
Ca+ 8mEq/L 9-11mEq/L
Na+ 138mEq/L 135-145 mEq/L
Hb
(Hemoglobin)
12,4 g/dl P= 14-18 g/dl
W= 12-16 g/dl
c. Clinical
Rambut : hitam, tapi mulai tumbuh uban, sedikit
kusut.
13
![Page 14: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/14.jpg)
Kulit : tiak ada ruam, luka lesi, memar dan tidak
tanda insisi atau pembedahan. Warna sawo matang
merata dan tidak kering
Mata : Sklera putih benih, Pupil bulat simetris dan
reflek cahaya (+) bercahaya, kojungtiva tidak anemis
Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada lesi,
edema, luka jahitan dan ruam
d. Diet
Pasien mengatakan makan tiga kali sehari porsi kecil,
dengan lauk dan sayur, sering mengkonsumsi kacang-
kacangan, sayur bayam, dan suka sekali mengkonsumsi
jeroan. Porsi makan selalu habis tidak merasa mual dan
muntah.
c) Pola eliminasi
Eliminasi urin :
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien BAK 5-6x/hari,
kuning keruh, bau khas, tidak ada keluhan. Pada saat sakit
pasien BAK 5-6x/hari kuning keruh, bau khas, tidak ada
keluhan.
Eliminasi alvi :
Sebelum sakit pasien BAB 1x/hari dengan konsistensi lembek,
warna kuning tua,berbau khas, tidak ada keluhan, setelah sakit
pasien BAB 2x/minggu dengan konsistensi agak keras, warna
kuning tua,berbau khas dan susah untuk keluar.
d) Personal hygiene
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien mandi 2 kali sehari
menggunakan sabun mandi, gosok gigi dengan pasta gigi,
keramas 3x/minggu, ganti baju dan pakaian dalam 2 kali sehari
dan setelah BAB/BAK selalu membilas sampai bersih.
Dan ketika sakit pasien mandi 1x/hari diwaktu pagi hari saja
menggunakan sabun, sikat gigi dengan pasta gigi, keramas
14
![Page 15: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/15.jpg)
3x/minggu, ganti baju dan pakaian dalam 2x/hari dan setelah
BAB dan BAK selalu membilas sampai bersih.
e) Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien tidur malam 7-8 jam
sehari, pasien jarang tidur siang.
Dan Pasien mengatakan ketika sakit pasien tidur malam 7-8
jam sehari tetapi sering terbangun karena rasa nyeri, pasien
jarang tidur siang.
f) Pola aktifitas
Pasien mengatakan sebelum sakit setiap hari pasien melakukan
aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga. Seperti,
mencuci, menyapu, masak dll. Tetapi setelah sakit pasien tidak
lagi melakukan pekerjaan rumah tangga dan digangtikan oleh
anaknya karena setiap melakukan aktivitas nyeri makin terasa
dan ketika tidak melakukan kegiatan nyeri menjadi lebih ringan
dan aktivitas yang dilakukan pasien hanya duduk-duduk di
rumah.
g) Pola hubungan seksual
Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak, 1
perempuan dan 1 laki-laki, pasien sudah menopause 54 tahun,
hubungan dengan suami baik.
h) Cognitif – Persepsi
Klien menanggap, nyeri yang selama ini dirasakan ialah nyeri
biasa sehingga setiap kali rasa nyeri muncul klien hanya
mengoleskan salep atau menempel koyo cabe pada daerah
nyeri dengan harapan nyeri dapat berkurang atau reda. Klien
juga merasa bahwa rasa nyeri nya itu masih bisa klien tolerir
15
![Page 16: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/16.jpg)
i) Self – Perception – Self Concept (Konsep Diri)
Pasien tetap bersemangat untuk melakukan pengobatan dan
tindakan terapi dengan didasari adanya dukungan dari diri
sendiri dan dari keluarganya, klien juga dapat menerima
keadaannya atau penyakitnya dan berharap agar cepat sembuh.
j) Role – Relation (Peran hubungan)
Klien sudah menikah dan hubungan klien dengan keluarga baik
begitu juga dengan orang disekitar lingkungan rumahnya.
k) Coping – Stress
Klien dapat menyesuaikan diri selama dirawat di rumah sakit
dan dapat bekerjasama selama proses perawatan dan
pengobatan hal tersebut dilakukan demi kesembuhan
penyakitnya.
l) Value – Belief (Keyakinan/ Kepercayaan)
Pasien beragama islam, rajin beribadah, menjalankan sholat 5
waktu setiap hari secara berjamaah dengan keluarganya,
mengaji dan aktif mengikuti pengajian. Setelah sakit pasien
tetap melaksanakan sholat 5 waktu dengan cara dijamak dan
dilaksanakan secara duduk, karena penyakit yang dideritanya,
dan pasien melaksanakan sholat tidak seperti biasanya
berjamaah dengan keluarganya, pasien tidak pernah mengikuti
pengajian.
3. Pemeriksaan fisik
B1 (Breathing)
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang
belakang
Palpasi : takstil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : suara resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : tidak didapatkan suara ronki dan whezing
16
![Page 17: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/17.jpg)
B2 (Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, tidak terjadi keringat dingin dan
pusing.
Inspeksi: tidak ada sianosis
Palpasi: akral teraba hangat
B3 (Brain)
Kesadaran kompos mentis.
- Kepala dan wajah : tidak ada sianosis
- Mata : sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, reflek cahaya (+)
- Leher : JVP dalam batas normal
B4 (Bladder)
Turgor kulit menurun atau elastis karena faktor penuaan
Edema : Tidak ada edema pada keempat ekstremitas
0 0
0 0
Produksi urin dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem
perkemihan.
Karakteristik urin normal :
Gambaran Deskripsi
Warna Kuning bervariasi sesuai konsentrasi dan pola makan
Tampilan Jernih sampai sedikit jernih
17
![Page 18: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/18.jpg)
Volume 1-2 L dalam 24 jam; bervariasi namun tidak pernah
kurang dari 30cc/jam
B5 (Bowel)
Untuk kasus osteoporosis, tidak ada gangguan eliminasi, namun perlu juga
dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses.
Inspeksi:
- BAB sekali per hari
- Konsistensi agak keras susah keluar (konstipasi)
- Warna kuning tua berbau khas
B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus dan penurunan tinggi badan dan berat
badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang.
Inspeksi:
- tampak tulang punggung belangkang membungkuk (kifosis)
- Tidak ada edema
- Tidak ada lesi
Palpasi: ada nyeri di punggung saat dipalpasi
4. Pemeriksaan diagnostik
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau massa tulang yang
menurun yang dapat dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus
vertebra biasanya merupakan lokasi yang paling berat. Penipisan korteks
18
![Page 19: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/19.jpg)
dan hilangnya trabekula transversal merupakan kelainan yang sering
ditemukan. Lemahnya korpus vertebrae menyebabkan penonjolan yang
menggelembung dari nukleus polposus kedalam ruang intervertebral dan
menyebabkan deformitas bikonkaf.
CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang
mempunyai nilai penting dalam diagnostik dan terapi follow-up. Mineral
vertebra di atas 110 mg/cm3 biasanya tidak menimbulkan fraktur vertebra
atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra di bawah 65 mg/cm3 ada pada
hampir semua klien yang mengalami fraktur.
Pemeriksaan laboratorium
- Kadar Ca, P, dan fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang
nyata
- Kadar HPT (pada pascamenopause kadar HPT meningkat) dan Ct
(terapi estrogen merangsang pembentukan Ct)
- Kadar 1,25-(OH)2-D3 dan absorpsi Ca menurun
- Ekskresi fosfat dan hidroksiprolin terganggu sehingga meningkat
kadarnya.
- Pemeriksaan Bone Densitometry DEXA menunjukkan hasil -2,3
normalnya berada diatas score -1
Analisa Data
No DATA MASALAH ETIOLOGI
1. DS :
- Pasien mengeluh nyeri
di punggung
- Pasien mengatakan
nyeri berkurang jika
Nyeri kronis spasme otot
19
![Page 20: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/20.jpg)
istirahat dan meningkat
jika beraktivitas
- Pasien mengatakan
nyeri dirasakan sejak
setahun yang lalu
DO :
- Skala nyeri 8
- TD: 120/90 mmHg
- N: 101x/menit
- RR: 21x/menit
- Wajah klien tampak
menyeringai
kesakitan karena nyeri
2. DS :
- Pasien mengatakan
tidak bisa berjalan ke
kamar mandi
- Pasien mengatakan
tidak bisa melakukan
aktivitas sehari-hari
DO :
- Klien datang dengan
digendong oleh
keluarganya
- Skala kekuatan otot :
Hambatan mobilitas
fisik
Hilangnya integritas
tulang
20
![Page 21: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/21.jpg)
3 3
2 2
3. DS : - klien mengatakan
susah berjalan karena
takut jatuh
DO :
- klien tampak berhati-
hati saat berjalan,
- klien tidak bisa
bergerak bebas
Resiko cedera Penurunan kemampuan
pergerakan dan
ketidakseimbangan
tubuh
4. Ds : pasien mengatakan
setelah sakit mandi hanya
1x/hari pada pagi hari
dengan air hangat.
Do : wajah pasien
nampak berminyak, dan
tercium bau badan.
Defisit perawatan diri Keterbatasan
kemampuan pergerakan
5. Ds: pasien mengatakan
selama sakit BAB
2x/minggu dengan
konsistensi agak keras,
berbau khas, warna
kuning tua dan susah
untuk dikeluarkan.
Do: BAB konsistensi
keras, berbau khas dan
berwarna kuning tua
Peristatik berlebih
Konstipasi Imobilitas dan penurunan peristaltik usus
21
![Page 22: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/22.jpg)
(Hiperperistaltik) :
35x/menit (normal 15-
30x/menit)
6. DS :
- klien mengatakan
tidak bisa berinteraksi
dengan
lingkungannya
- klien mengatakan
tidak keluar rumah
hanya istirahat
dikamar saja
DO :
- klien tampak cemas
dan gelisah
- klien tampak tegang
- klien bertanya tentang
penyebab penyakitnya
Gangguan citra tubuh perubahan dan
ketergantungan fisik
serta psikologis yang
disebabkan penyakit
atau terapi
3.2 Diagnosis
1. Nyeri kronis berhubungan dengan spasme otot
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hilangnya integritas
struktur tulang dan nyeri
3. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan kemampuan pergerakan
dan ketidakseimbangan tubuh
22
![Page 23: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/23.jpg)
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan melakukan
pergerakan
5. Konstipasi berhubungan dengan Imobilitas dan penurunan peristaltik usus
6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang disebabkan penyakit atau terapi
3.3 Intervensi
No.Diagnosa
Keperawatan
Tujuan / Kriteria
HasilIntervensi Rasional
1. Nyeri kronis
berhubungan
dengan spasme
otot
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2 x 24 jam
nyeri berkurang
dengan Kriteria
Hasil :
- Nyeri dapat
terkontrol dan
berkurang
1. Kaji keluhan
nyeri/ketidaknyam
anan perhatikan
lokasi dan
karakteristik
termasuk intensitas
nyeri (skala 0-10)
2. Perhatikan
petunjuk nyeri non
verbal (perubahan
pada tanda vital
dan emosi atau
perilaku)
3. Pertahankan
mobilisasi bagian
yang sakit dengan
tirah baring
4. Ajarkan terapi
relaksasi contoh:
pijatan, pijatan
1. Mempengaruhi
pemilihan atau
pengawasan
keefektifan
intervensi
2. Tingkat
ansietas dapat
mempengaruhi
persepsi atau
reaksi terhadap
nyeri
3. Menghilangkan
nyeri dan
mencegah
kesalahan
posisi tulang
atau tegangan
jaringan yang
cedera
4. Meningkatkan
23
![Page 24: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/24.jpg)
punggung,
perubahan posisi.
5. Kolaborasi
pemberian obat
sesuai indikasi :
analgesik non
narkotik, NSAID
injeksi contoh :
ketoralak
(Toradol), dan atau
relaksan otot,
contoh :
Siklobenzaprin
(Flekseril),
Indroksin
(Vistaril), berikan
narkotik sekitar
pada jamnya
selama 3-5 hari
6. Ajarkan tehnik
distraksi dan
relaksasi
7. Berikan terapi
farmakologis
ketoralak untuk
mengurangi nyeri
punggung
sirkulasi
umum,
menurunkan
area tekanan
lokal dan
kelelahan otot
5. Diberikan
untuk
menurunkan
nyeri dan atau
spasme otot.
Penelitian
Toradol telah
diperbaiki
menjadi lebih
efektif dalam
menghilangkan
nyeri tulang,
dengan masa
kerja lebih
lama dan
sedikit efek
samping bila
dibandingkan
dengan agen
narkotik.
Catatan :
Vistaril sering
digunakan
untuk efek
poten dari
narkotik untuk
24
![Page 25: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/25.jpg)
memperbaiki /
menghilangkan
nyeri panjang
6. Teknik
distraksi dan
relaksasi dapat
menurunkan
nyeri yang
dirasakan
pasien
7. Indikasi untuk
penatalaksanan
jangka pendek
terhadap nyeri
akut sedang
sampai berat.
Kontraindikasi
nya pasien
alergi, diabetes
hemoragik,
hipovolemia,
riwayat asma,
pasien dengan
riwayat
sindrom
steven-jansen.
2. Hambatan
mobilitas fisik
berhubungan
dengan hilangnya
integritas struktur
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 klien
dapat melakukan
aktivitas fisik sesuai
1. Ajarkan latihan
gerak, ambulasi,
dan perawatan diri
2. Bantu latihan
1. Memperlancar
aliran darah
dan menjaga
kebersihan
25
![Page 26: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/26.jpg)
tulang dan nyeri dengan
kemampuannya
dengan kriteria hasil :
- Klien dapat
bergerak bebas,
dapat melaksanakan
aktivitas
- Skala kekuatan otot
5 5
5 5
rentang gerak
khusus area yang
sakit dan yang
tidak sakit
3. Tunjukkan atau
bantu teknik
pemindahan dan
penggunaan alat
mobilitas seperti
walker dan kruk
4. Tingkatkan
ambulasi dan
bantu sesuai
dengan kebutuhan
pasien
5. Evaluasi status
neurovaskular;
pantau nadi
perifer dan periksa
warna kulit pada
ekstremitas,
kehangatan,
sensasi, edema,
dan kelemahan
setiap 4 jam.
2. Agar tidak
terjadi
kekakuan otot
3. Membantu
pasien dalam
melakukan
mobilisasi
4. Melatih pasien
bergerak aktif
5. Mengetahui
efektifnya
latihan gerak
yang dilakukan
perawat
terhadap
pasien
3. Risiko cedera
berhubungan
dengan penurunan
kemampuan
Tujuan: klien tidak
terjadi cedera dengan
kriteria hasil :
1. Lakukan
manajemen
lingkungan:
jauhkan dari
1. Menghindari
resiko terjatuh
saat
melakukan
26
![Page 27: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/27.jpg)
pergerakan dan
ketidakseimbangan
tubuh
- Klien dapat
melakukan dan
mengontrol
aktivitasnya
- Klien tidak cedera
atau jatuh
benda yang
membahayakan
pasien, hindari
lantai yang licin,
menggunakan
pegangan dikamar
mandi.
2. Lakukan latihan
ROM (bila
memungkinkan)
3. Monitor atau
observasi efek
penggunaan obat-
obatan contoh:
ada perdarahan
lambung,
hematemesis
pergerakan
2. Untuk
meningkatkan
mobilitas dan
kekuatan otot,
mencegah
deformitas,
mempertahank
an fungsi
skeletal
semaksimal
mungkin
3. Mencegah efek
yang tidak di
inginkan pada
penggunaan
obat-obatan
4. Defisit perawatan
diri berhubungan
dengan kelemahan,
kelelahan, dan
gangguan gerak
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam,
diharapkan klien dan
keluarga mampu
merawat diri sendiri,
dengan kriteria hasil :
- Mendemonstrasikan
kemampuannya
untuk mandi dan
makan sendiri
1. Mandikan pasien
setiap hari sampai
klien mampu
melaksanakan
sendiri serta cuci
rambut dan potong
kuku klien
2. Ganti pakaian yang
kotor dengan yang
bersih
3. Berikan Health
Education pada
klien dan
1. Agar badan
menjadi lebih
segar,
melancarkan
peredaran
darah, dan
meningkatkan
kesehatan
2. Untuk
melindungi
klien dari
kuman dan
meningkatkan
27
![Page 28: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/28.jpg)
keluarganya tentang
pentingnya
kebersihan diri
4. Bimbing keluarga
klien untuk
memandikan /
menyeka secara
mandiri
5. Bersihkan tempat
tidur klien serta atur
posisi klien
rasa nyaman
3. Agar klien dan
keluarga dapat
termotivasi
melakukan
personal
hygiene
4. Agar
ketrampilan
mandiri dapat
diterapkan
oleh keluarga
untuk klien
5. Memberikan
efek
kenyamanan
pada klien
serta
menurunkan
terjadinya
infeksi
5. Konstipasi
berhubungan
dengan Imobilitas
dan Kompresi
saraf pencernaan
ileus paralitik
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam pola
defekasi klien normal
dengan kriteria hasil:
- Defekasi 3x
seminggu
- Konsistensi feses
1. Pastikan defekasi
klien sebelumnya
dan pola diet klien
2. Dorong asupan
harian sedikitnya
2 liter cairan,
batas kopi
2-3x/hari
1. Membantu
menentukan
intervensi
selanjutnya
2. Cairan
membantu
pergerakan
cairan, kopi
bersifat
28
![Page 29: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/29.jpg)
lunak 3. Anjurkan minum
3 gelas air hangat
yang diminum 30
menit sebelum
sarapan
4. Ajarkan klien
untuk posisi semi
jongkok normal
saat defekasi
5. Ajarkan klien
tehnik ambulasi
6. Berikan terapi
farmakologis
dengan
memberikan obat
pencahar: Laksatif
diuretic dan
menarik cairan
3. Cairan dapat
bertindak
sebagai
stimulus untuk
evakuasi feses
4. Meningkatkan
penggunaan
optimal otot
abdomen dan
efek gravitasi
optimal
5. Tehnik
ambulasi
membantu
klien dalam
melakukan
aktivitas ke
kamar mandi
6. Indikasi: untuk
konstipasi
kronis maupun
yang baru
terjadi (akut),
yang
memerlukan
pencahar,
untuk bersihan
usus besar pre
29
![Page 30: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/30.jpg)
operasi, px
laboratorium /
radiologi.
Kontraindikasi
: mual,
muntah, gejala
lain
apendisitis,
dan obstruksi
usus.
6. Gangguan citra
tubuh
berhubungan
dengan perubahan
dan
ketergantungan
fisik serta
psikologis yang
disebabkan
penyakit atau
terapi
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1x24 jam
pasien dapat
menerima dan
beradaptasi dengn
adanya perubahan
status kesehatan
dengan kriteria hasil:
- Interaksi positif
dengan orang lain
dan
- Berkomunikasi
dengan orang
terdekat tentang
perubahan peran
yang terjadi
1. Diskusikan arti
kehilangan atau
perubahan dengan
pasien, identifikasi
persepsi situasi
atau harapan yang
akan datang
2. Catat bahasa tubuh
non verbal,
perilaku negatif
atau bicara sendiri.
3. Catat reaksi emosi,
contoh kehilangan,
depresi, dan marah
4. Susun batasan pada
perilaku
maladaptif, bantu
pasien untuk
mengidentifikasi
perilaku positif
1. Alat dalam
mengidentifika
si atau
mengartikan
masalah untuk
memfokuskan
perhatian dan
intervensi
secara
konstruktif
2. Dapat
menunjukkan
depresi atau
keputusasaan,
kebutuhan
untuk
pengkajian
lanjut atau
intervensi lebih
intensif
3. Penerimaan
30
![Page 31: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/31.jpg)
yang akan
membaik
5. Berikan health
education tentang
osteoporosis
perubahan
tidak dapat
dipaksakan dan
proses
kehilangan
membutuhkan
waktu untuk
membaik.
4. Penolakan
dapat
mengakibatkan
penurunan
harga diri dan
memengaruhi
penerimaan
gambaran diri
yang baru
5. Memberikan
pengetahuan
dan
pemahaman
tentang
osteoporosis
3.4 Pencegahan Primer, Sekunder, dan Tersier
a. Pencegahan Primer
31
![Page 32: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/32.jpg)
Dilaksanakan bila belum ditemukan adanya tanda-tanda
Osteoporosis dengan menghindari faktor resiko, seperti :
1. Diit yang mengandung cukup kalsium (300 mg/hari)
Kalsium diperlukan untuk pembentukan tulang, karena itu
kebutuhan akan kalsium harus dipenuhi. Sumber kalsium yang
terbaik adalah makanan, tetapi bila tidak mencukupi maka
diperlukan tambahan kalsium dari suplemen kalsium. Kalsium
dapat ditemukan antara lain dalam sereal, kerang, ikan teri, ikan
sardin dan susu, yoghurt, sitrun, keju, buah, dan sayuran.
Jenis buah dan sayuran yang berperan dalam pencegahan
Osteoporosis, seperti sawi hijau, kangkung, daun hijau, selada,
papaya, jagung, mangga, mentimun, alpukat, pisang, jeruk, anggur,
apel, dan cabai (Wirakusumah, 2007).
2. Mengkonsumsi makanan yang lebih bervariasi
Karena makanan yang tidak bervariasi membuat
penyerapan kalsium semakin berkurang. ”Wanita-wanita tertentu
hanya dapat menyerap sekitar 15 persen saja dari makanan mereka,
sementara yang lain mampu menyerap tiga kali lebih banyak”, kata
Robert Harey MD, Dewan Penasehat Ilmiah mengenai
Osteoporosis di kantor pengkajian Teknologi Amerika. Tetapi
penyebab lain adalah cara memasak makanan-makanan
mengkhilangan mineral penting tersebut, atau tidak dapat diserap
tubuh dengan baik.
3. Mengkonsultasikan ke dokter tentang kemungkinan perlunya
mengkonsumsi metabolit aktif vitamin D3, terapi pengganti
hormon Estrogen, dan penggunaan segala obat dalam waktu lama
Suplemen vitamin D dan kalsium melalui makanan
mengurangi perkembangan Osteoporosis pada lansia dan
merupakan komponen esensial dalam pencegahan. Terapi
penggantian estrogen-progesteron atau modulator reseptor estrogen
adalah riwayat kanker payudara pada individu (personal) atau
32
![Page 33: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/33.jpg)
keluarga riwayat individu (personal) mengalami pembentukan
bekuan darah (Corwin, 2009).
4. Berhenti merokok dan tidak mengkonsumsi alkohol dan steroid.
Karena hal tersebut merupakan faktor yang dapat menghambat
penyerapan kalsium atau mengganggu pembentukan tulang
(Corwin, 2009).
5. Olahraga rutin
Hidup aktif dan latihan jasmani atau fisik (olahraga) secara
rutin dengan unsur perbenaan pada anggota gerak tubuh
(kaki,lutut) dan penekanan pada tulang, misalnya jalan sehat,
aerobik, jogging, renang, bersepeda dan senam pencegahan
Osteoporosis. Program latihan juga sebaiknya dimonitor
berdasarkan panduan dari dokter. Para peneliti meyakini bahwa
tiga jenis latihan yang terbaik bagi tulang adalah menanggung
beban, memberi pukulan,dan melatih tekanan. Untuk mereka yang
mengalami kesulitan dalam berolahraga, misalnya karena arthritis,
dapat memilih olahraga yang lebih ringan, seperti berenang,dan
jalan kaki.
Olahraga menahan beban, bahkan pada usia yang sangat tua
(>85 tahun), terbukti meningkatkan densitas dan massa otot, dan
memperbaiki daya tahan fisik dan keseimbangan (Corwin, 2009).
Program latihan seperti Tai Chi juga terbukti berguna
sebagai pencegahan terapi osteoporosis (Ming Chan,et all, 2003).
Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang
bermanfaat, sedangkan terlalu berat pada wanita dapat
menimbulkan gannguan pola haid yang justru akan menurunkan
densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian dari pola hidup sehat
dapat menghambat kehilang mineral tulang, membantu
mempertahankan postur tubuh, dan meningkatkan kebugaran
secara umum untuk mengurangi risiko jatuh (Kawiyana, 2009).
b. Pencegahan Sekunder
33
![Page 34: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/34.jpg)
Jika telah dinyatakan mengalami atau adanya tanda-tanda terkena
Osteoporosis, maka perlu berkonsultasi dengan dokter tentang:
1. Mengkonsumsi kalsium 500-1200 mg/hari, tergantung usia
Mengkonsumsi kalsium dilanjutkan pada periode
menopause. Suplemen Kalsium melalui makanan dapat
mengurangi perkembangan Osteoporosis pada lansia dan periode
menopause (Corwin, 2009)
2. Terapi Sulih Hormon (TSH)
Setiap perempuan pada saat menopause mempunyai resiko
Osteoporosis. Salah satunya yang dianjurkan adalah memakai ERT
(Esterogen Replacement Therapy) pada mereka yang tak
mengalami kontraindikasi. ERT menurunkan resiko fraktur sampai
50 persen pada tulang panggul.
3. Estrogen, dengan atau tanpa kombinasi progesteron pada wanita
menopause
4. Latihan fisik yang bersifat spesifik dan individual
Prinsipnya sama dengan latihan beban dan
peregangan (stretching) pada aksis tulang. Latihan tak dapat
dilakukan secara massal karena perlu mendapat supervise dari
tenaga medis.
5. Kalsitonin
Kalsitonin adalah hormon yang dikenal untuk berpartisipasi
dalam metabolisme kalsium dan fosfor. Bekerja menghambat
resorpsi tulang dan dapat meningkatkan massa tulang apabila
dihunakan selama dua tahun.
6. Perbanyak mengkonsumsi vitamin D3, tergantung kebutuhan
pasien
Vitamin D membantu tubuh menyerap dan memanfaatkan
kalsium. Sekitar 25 hidroksi vitamin D dianjurkan diminum setiap
hari pagi hari bagi pasien yang menggunakan suplemen kalsium.
Suplemen vitamin D melalui makanan mengurangi perkembangan
Osteoporosis (Corwin, 2009).
34
![Page 35: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/35.jpg)
7. Bifosfonat
Obat golongan bifosfonat bekerja dengan cara menghambat
kerja sel penghancur tulang secara berlebihan.. Obat-obatan yang
dikenal sebagai bisfosfonat (misalnya alendrodat, risedronat, dan
ibandronat) terbukti mengurangi resorpsi tulang dan mencegah
pengeroposan tulang. Obat-obatan ini, dalam kombinasi dengan
suplemen vitamin D dan kalsium, digunakan untuk terapi dan
pencegahan osteoporosis. Bisfosfonat secara signifikan
meningkatkan densitas tulang terutama pada panggul dan spina,
dan dapat digunakan pada osteoporosis akibat obat
(glukokortikoid) (Corwin, 2009).
Bisfosfonat juga digunakan sebagai adjuvans
kemoterapeutik pada terapi kanker karena potensinya untuk
mencegah metasis tulang. Bisfosfonat tidak mudah diabsorbsi oleh
tubuh sehingga harus digunakan pada lambung yang kosong
dengan segelas penuh air. Pasien harus tetap tegak lurus dan
menahan diri dari makan selama periode tertentu setelah itu, untuk
memastikan absorbs dan mencegah efek samping gastrointestinal.
Oleh karena itu, kepatuha untuk menggunakan bisfosfonat sering
menjadi masalah. Baru-baru ini, sediaan oral satu kali per bulan
yang dapat memperbaiki kepatuhan telah disetujui oleh FDA.
Selain itu, percobaan klinis yang meneliti keefektifan ibandronat
intravena yang diberikan satu kali setiap tiga bulan sedang
dilakukan. Kebutuhan untuk dirawat di rumah sakit dapat
mengurangi popularitas pilihan ini. Keamanan jangka panjang
sediaan tersebut tidak diketahui (Corwin, 2009).
Alendronat (Fosamax 10 mg PO sekali sehari), yaitu suatu
bisfosfonat, terbukti efektif untuk mencegah dan mengobati
osteoporosis (Graber, 2006).
8. Raloxifene
35
![Page 36: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/36.jpg)
Pengguna raloxifene yang ideal adalah wanita-wanita
dengan risiko osteoporosis dan penyakit jantung yang tidak
menjalani TSH (Terapi Sulih Hormon). Atau bisa juga wanita
pascamenopause yang memiliki risiko osteoporosis dan risiko
tinggi kanker payudara (Rosenthal, 2009).
c. Pencegahan Tersier
Setelah pasien mengalami komplikasi Osteoporosis seperti, fraktur
patah tulang), jangan dibiarkan melakukan gerak (mobilisasi) terlalu lama.
Sejak awal perawatan, disusun rencana mobilisasi, mulai mobilisasi pasif
sangat aktif dan berfungsi mandiri. Dokter akan memberikan obat, terapi
latihan maupun alat ortose sesuai dengan kondisi. Beberapa obat yang
bermanfaat adalah bishosponate,kalsitonin aatau NSAID bila nyeri.
Pencegahan tersier dilakukan setelah sistem ditangani dengan
strategi-strategi pencegahan sekunder. Pencegahan tersier difokuskan pada
perbaikan kembali ke arah stabilitas sistem klien secara optimal. Tujuan
utamanya adalah untuk memperkuat resistansi terhadap stressor untuk
mencegah reaksi timbul kembali atau regresi, sehingga dapat
mempertahankan energi. Pencegahan tersier cenderung untuk kembali
pada pencegahan primer.
Hal-hal yang dapat dilakukan bila sudah terjadi patah tulang akibat
osteoporosis :
1. Operasi
2. Pemasangan gips
3. Penggunaan korset/brace
4. Penggunaan tongkat/kursi roda
5. Program rehabilitasi medis
3.5 Aspek Legal Etik
36
![Page 37: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/37.jpg)
Autonomi
Identifikasi Isu
Perawat sedang memeriksa Ny. N usia 80 tahun, dibawa ke poli umum
dengan keluhan nyeri pada punggung dengan skala 8. Nyeri berkuran jika stirahat
dan meningkat saat digunkan beraktivitas. Nyeri dirasakan sejak setahun yang
lalu. Setiap terasa nyeri, pasien mengoleskan salep atau menempelkan koyo cabe
pada daerah nyeri. Pasien mengatakan khawatir dengan keadaannya dan tidak tahu
menderita penyaakit apa dari pemeriksaan fisik di dapatkan data tekanan darah
120/90 mmHg, nadi 101 x/menit, frekuensi nafas 21 x/menit, dan didiagnosa
osteoporosis. Ny N merasa cemas dengan keadaan penyakitnya karena perawat
yang memeriksanya tidak memberi tahunya.
Analisa
Pada kasus tersebut perawat telah melanggar aspek AutonomiSebagai
seorang perawat harus mengetahiu hak pasien untuk mengetahui penyakit dirinya
sendiri dan kewajiban bagi seorang perawat untuk memberitahukan penyakit yang
di derita dan harus ada informed consent.
Keputusan
Kita sebagai seorang perawat mempunyai kewajiban dalam memberikan
informasi tentang penyakit yang di derita pasien osteoporosis dengan cara yang
tidak membuat pasien putus asa, syok dan bertujuan agar pasien tersebut
mengetahui bagaimana cara penyembuhan, proses penyakit osteoporosi
Kebenaran
Identifikasi isu
Seorang perawat sedang mengkaji Ny.G usia 70tn yang merasakan nyeri
di bagian lutut nyeri hilang timbul pemeriksaan fisik didapatkan TD : 130/80
mmHg, N : 126 x/menit, RR: 24 x/menit dan di diagnosa Osteoporosis dan akan
di berikan terapi penggatian hormon HRT tetapi dalam kasus ini pasien belum
37
![Page 38: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/38.jpg)
mendapat keterangan mengenai terapi tersbut dan juga keluarga merasa cemas
dengan terapi tersebut.
Analisa
Pada kasus ini perawat telah melanggar aspek Kebnaran tentang
begaimana seharusnya perawat memberitahukan terapi yang akan di berikan dan
apa resiko dari terapi yang akan di berikan terhadap penderita osteoporosis
tersebut dengan sebener-benarnya dan transparan.
Keputusan
Kita sebagai seorang peratawat sebelum melakukan tindakan apapun harus
melalui persetujuan pasien maupun keluarga pasien dan memberi tahukan
tindakan yang kita lakukan itu apa dan bagaimana manfaatnya terhadap pasien
jadi sebagai haarus memberitahukan terapi apa yang akan dilakukan dan
memberitahukan akibat dari terapi tersebut dengan sesuai kebenaran.
Non Maleficence
Identifikasi Isu
Seorang perawat melakukan intervensi ROM terhadap pasien yang
mengalami osteoporosis di begian ekstremitas bawah pada saat dilakukannya
ROM pasien tidak nampak kesakitan tetapi pada saat malam hari pasien
mengalami demam dan sakit di bagian ekstremitas yang dilakukan Rom
sebelumnya setelah dilakukan pemeriksaan terdapat dislokasi di bagian lutut dan
terdapat odem.
Analisa
Berdasarkan kasus perawat telah melanggar aspek Non Maleficence
terhadap pasien karena melakukan tindakan yang membuat pasien tidak jauh lebih
baik tetapi ada komplikasi lain yang berupa dislokasi dan odem.
38
![Page 39: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/39.jpg)
Keputusan
Kita sebagai seorang perawat di dalam melakukan sebuah intervensi
terlebihdahulu harus mengkaji bagaimana keadaan pasien yang akan di berikan
tindakan tersebut agar tidak merugikan bagi pasien maupun perawat.
Beneficience
Identifikasi Isu
Seorang perawat melakukan intervensi ROM terhadap pasien yang
mengalami osteoporosis di begian ekstremitas bawah pada saat dilakukannya
ROM pasien tidak nampak kesakitan tetapi pada saat malam hari pasien
mengalami demam dan sakit di bagian ekstremitas yang dilakukan Rom
sebelumnya
Analisa
Berdasarkan kasus yang ada, hendaknya seorang perawat sebelum
melakukan tidakan ROM maupun tindakan yang bertujuan menyembuhkan
penyakit sebaiknya mempertimbangkan tindakan tersebut apakah akan
menyembuhkan penyakit osteoporosis yang diderita pesien atau timbul
komplikasi lain
Keputusan
Kita sebagai seorang perawat dalam melakukan sebuah tindakan harus
melakukan dengan berhati-hati agar tindakan tersebut dapat membawa perubahan
yang lebih baik bagi pasien osteoporosis.
Kerahasiaan / Confidentialyty
Identifikasi Isu
Seorang perawat sedanng melakukan pengkajian di poli Ny. N usia 80
tahun, dibawa ke poli umum dengan keluhan nyeri pada punggung dengan skala
8. Nyeri berkuran jika stirahat dan meningkat saat digunkan beraktivitas. Nyeri
dirasakan sejak setahun yang lalu. Setiap terasa nyeri, pasien mengoleskan salep
39
![Page 40: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/40.jpg)
atau menempelkan koyo cabe pada daerah nyeri. Pasien mengatakan khawatir
dengan keadaannya dan tidak tahu menderita penyaakit apa dari pemeriksaan fisik
di dapatkan data tekanan darah 120/90 mmHg, nadi 101 x/menit, frekuensi nafas
21 x/menit, dan didiagnosa osteoporosis dan perawat memberitahu penyakit yang
diderita pasien kepada tenaga kesehatan lain yang ada di dalam ruangan tersebut.
Analisa
Dalam kasus ini perawat telah melanggar aspek kerahasiaan karena telah
membocorkan hasil pemeriksaan kepada tenaga kesehatan yang tidak
berkepentingan yang ada di dalam ruang poli tersebut.
Keputusan
Kita sebagai seorang perawat harus menjaga kerahasiaan pasien yang telah
kita periksa dan tidak boleh membocorkan kepada tenaga kesehatan lainya yang
tidak berkepentingan.
Keadilan/ juctice
Identifikasi Isu
Seorang perawat UGD sedang menagani pasien yang mengalami nyeri di
bagian punggung, nyeri hiang timbul tetapi pasien itu menangis kesakitan dengan
memegangi punggungnya dan di waktu yang sama datang seorang pasien dengan
nyeri lutut dan terdapat perdarahan di bagian lutut dan edema di bagian
ekstremitas atas, tetapi perawat hanya melakukan pengkajian kepada pasien yang
ke dua dan belum ada tindakan apapun.
Analisa
Dari kasus tersebut perawat telah melanggar hak pasien dalam aspek
keadilan karena pasien yang pertama kali datang hanya menderita nyeri dibagian
punggung dan tidak terdapat perdarahan sedangkan pasien yang ke dua nyeri di
bagian lutut dan terdapat perdarahan sehingga perlu penanganan yan cepat untuk
menghentikan perdarahan pasien ke dua.
40
![Page 41: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/41.jpg)
Keputusan
Kita sebagai seorang perawat harus mendahulukan pasien yang mengalami
kegawat daruratan seperti perdarahan dan masalah pernapasan lainya. Jadi yang
harus mendapat pertolongan secepatnya pasien yang kedua karena terdapat
perdarahan di tubuhnya.
41
![Page 42: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/42.jpg)
WOC
42
Penurunan masa tulang total
Penyerapan tulang lebih banyak daripada pembentukan baru
Faktor predisposisi :
Usia
Nutrisi
Gaya Hidup
Aktivitas
Jenis kelamin
Kolaps bertahap tulang vertrebraTulang menjadi rapuh dan mudah patah
Osteoporosis
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri
Gangguan fungsi ekstremitas atas dan bawah
Kifosis progresifKompresi saraf pencernaan ileus
paralitik
Perubahan postural
Deformitas skelet
Gangguan citra diri.
konstipasi
Penurunan tinggi badan
Perubahan postural
Relaksasi otot abdominal, perut
menonjol
Insufisiensi paru
Kelemahan dan perasaan mudah
lelah
Defisit perawatan diri
Penurunan kemampuan pergerakan
Pergerakan fragmen tulang, spasme otot
Resiko Cedera
![Page 43: BAB I, II, III Doengoes.doc](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022062309/563db8d3550346aa9a974906/html5/thumbnails/43.jpg)
43