bab i ii iii
DESCRIPTION
case omaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi
atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki
bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media
supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media
tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva.1
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh
bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri
maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak
langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.1
Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga
tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.1
Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun
bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi
terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan
letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran
napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping
oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1
1
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media
berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di
Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis
media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga
kali atau lebih.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga
2
Gambar 1. Anatomi Teling3
2.1.1 Telinga Luar
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga
luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun
telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S
dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.1
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar
serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh
kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar
serumen.1
2.1.2 Telinga Tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus
mastoideus dan tuba Eustachius.4,5 Membran timpani merupakan dinding lateral
kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.
Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus
terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka
3
dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo
kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).4
Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars
tensa dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan
lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika
maleolaris anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).4
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan
diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding
posterior. 6
Atap kavum timpani dibentuk oleh segmen timpani, memisahkan telinga
tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk
oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura
petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan
lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali
hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.6
Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini
juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat
keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum
timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding
posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding
anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang
yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan
sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis
superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus
timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna.
Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. 6
4
Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,
inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,
saraf korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. 6
Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke
kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral
dan posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik
yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui
ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3
depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani
cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang
berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. 4
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah
9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan
rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,
drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga
tengah. 4
2.1.3 Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli. 1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
5
endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada
membran ini terletak organ Corti. 1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ
Corti.1
2.2 Otitis Media Akut
2.2.1 Definisi
Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa
telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1
2.2.2 Epidemiologi
Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada
saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis
media pada anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia
3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak
mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.7
2.2.3 Etiologi
Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari
otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
terganggu juga sehingga terjadi peradangan. Hal-hal yang menyebabkan
sumbatan pada muara tuba antara lain, infeksi saluran pernafasan, alergi,
perubahan tekanan udara tiba-tiba, tumor, dan pemasangan tampon yang
menyumbat muara tuba.
Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor
penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri
6
piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae
(27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),
Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin
besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA
dipermudah karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak
horisontal.1,2
2.2.4 Patogenesis
Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah
lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka
dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi
pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya
sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan
membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai
hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu
pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir
yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang
telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat
terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung
gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat
bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar
24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat
menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran
pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang
paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek
gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi
otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan,
hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang
7
terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang
kurang baik.1
2.2.5 Stadium
OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran
membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium
oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan
stadium resolusi.1
Pada stadium oklusi tuba Eustachius terdapat gambaran retraksi
membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat
absorpsi udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan
sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan
untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung
HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl
efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn
atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan
memberikan antibiotik.1
Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema
pada membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih
bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik,
obat tetes hidung, dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin
atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi
dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai
gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.
Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak
diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40
mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.1
8
Gambar 2. Stadium Hiperemis
Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga
tengah dan hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat
purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol
(bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan
suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan
nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis
ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan
berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain antibiotik,
pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani
masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat
berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran
timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga
luar.1
Gambar 3. Stadium Supurasi
9
Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti
terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi
maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari
telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi
lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat
sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut.
Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat sampai 3 minggu.1
Gambar 4. Stadium Perforasi
Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan
berkurang dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila
virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.1
2.2.6 Diagnosis
2.2.6.1 Anamnesis
Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa
nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi.
Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih
besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada
10
bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat
sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-
tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka
sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai
tertidur dengan tenang.1
Pada penelitian dikatakan bahwa anak-anak dengan OMA biasanya
hadir dengan riwayat onset yang cepat dan gejala seperti otalgia, rewel
pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau demam6,8. Dalam sebuah survei
di antara 354 anak-anak yang mengunjungi dokter untuk penyakit
pernapasan, demam, sakit telinga, dan menangis yang berlebihan sering
didapatkan dengan OMA (90%). Namun, gejala ini juga terdapat pada
anak tanpa OMA (72%). Gejala lain dari infeksi virus pernapasan atas,
seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau menyertai
OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah klinis saja tidak
bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada anak muda.8
2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari
perubahan dan inflamasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan
pasti. Untuk melihat membran timpani dengan baik adalah penting bahwa
serumen yang menutupi membran timpani harus dibersihkan dan dengan
pencahayaan yang memadai. Temuan pada otoskop menunjukkan adanya
peradangan yang terkait dengan OMA telah didefinisikan dengan baik.
Penonjolan (bulging) dari membran timpani sering terlihat dan memiliki
nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan (bulging) juga
merupakan prediktor terbaik dari OMA.9
Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan
oleh edema dari membran timpani. Kemerahan dari membran timpani
yang disebabkan oleh peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan
11
dari eritematosa ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika kehadiran cairan
telinga bagian tengah sulit untuk menentukan, penggunaan timpanometri
dapat membantu dalam membangun diagnosis.10
2.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis
(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak
dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis
anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat
perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan
tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian
antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8 Untuk menilai
keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan pemeriksaan
timpanometeri pada pasien.1
2.2.7 Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium
oklusi, penggobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga
diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik
untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk anak > 12 tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus
diobati antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus
atau alergi
Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus,
sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari
golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin
intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,
12
sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,. Gangguan
pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian antibiotika
dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka
diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 –
100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40
mb/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari
Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya
harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.
Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur
dapat dihindari.
Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan
kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan
yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta
antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat
menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari
Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal
kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang
telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada
keadaan demikian, antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3
minggu setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan
telah terjadi mastoiditis.
2.2.8 Komplikasi
Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu
abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan
abses otak. Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis
komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika
13
perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan
atau dua bulan.1
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 31 Th
Jenis Kelamin : Laki- laki
Agama : Islam
14
Alamat : Kertapati, Palembang
Pekerjaan : Buruh
Tgl Pemeriksaan : Senin, 19 Oktober 2015
3.2. Anamnesis
Alloanamnesis dilakukan dengan pasien di Poliklinik THT RSUD Palembang
BARI pukul. 11.00 WIB.
Keluhan Utama : Nyeri telinga kiri dirasakan sejak 2 hari yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit :
Sejak ± 1 minggu yang lalu os mengalami batuk. Batuk disertai dahak,
dahak berwarna putih, tidak kental dan os juga mengeluh pilek. Demam disangkal.
Kemudian kurang lebih 2 hari yang lalu os mengeluh nyeri pada telinga kiri. Nyeri
dirasakan di telinga bagian dalam. Os juga mengeluh telinga kiri terasa berdengung
terasa penuh dan pendengaran sedikit berkurang. Keluar cairan dari telinga disangkal.
Os sudah berobat dan keluhan batuk pilek sudah berkurang namun keluhan nyeri
pada telinga kiri masih dirasakan. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara
sengau, benjolan di leher disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Os baru pertama kali mengalami keluhan nyeri telinga. Os mempunyai
riwayat sering batuk dan pilek sebelumnya. Riwayat trauma disangkal, keluar darah
dari hidung disangkal, suka mengorek telinga, dan sering berenang disangkal.
Riwayat Alergi :
Os alergi makanan disangkal, alergi obat-obat disangkal.
3.3. Pemeriksaan Fisik
15
A. Status Generalis
Kesadaran Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 82x/menit
Pernapasan : 20x/menit Suhu : 36,6o C
Jantung : gallop (-), murmur (-)
Paru- paru : vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)
Abdomen : nyeri epigastric (-), hepar & lien : tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)
B. Status Lokalis
Telinga
I. Telinga Luar Kanan Kiri
Regio Retroaurikula- Abses- Sikatrik- Pembengkakan- Fistula- Jaringan Granulasi
Regio Zigomatikus- Kista Brankial Klep- Fistula- Lobulus Aksesorius
Aurikula- Mikrotia- Efusi Perikondrium- Keloid- Nyeri tarik aurikula- Nyeri tekan tragus
Meatus Akustikus Eksternus- Lapang/sempit- Odeme- Hiperemis
-----
---
-----
Lapang--
-----
---
-----
Lapang-+
16
- Pembengkakan- Erosi- Krusta- sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)- Perdarahan- Bekuan darah- Cerumen plug- Epithelial plug- Jaringan Granulasi- Debris- Benda asing- Sagging- Exostosis
----
---------
----
---------
II. Membran timpani- Warna
(putih/suram/hiperemis/hematoma)- Bentuk (oval/bulat)- Reflek cahaya- Retraksi- Bulging- Bulla- Rupture- Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic)- Pulsasi- Sekret
(serous/seromukous/mukopus/pus)(kecil/besar/subtotal/total)
- Tulang pendengaran- Kolesteatoma- Polip- Jaringan granulasi
Putih
Oval+-------
TAK---
keruh
oval-+------
TAK---
Gambar Membran Timpani
Kanan Kiri
17
III. Tes khusus Kanan Kiri1. Tes garpu tala
Tes RinneTes WeberTes Scwabach
+Lateralisasi –
-Lateralisasi +Memanjang
2. Tes Audiometri Tidak dilakukan pemeriksaan
Audiogram
Frekuensi (Hz)
125 250 500 1000 2000 4000 8000
18
Tingkat
Pendengaran
Dalam
Desibles (dB)
3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri- Tes Valsava- Tes Toynbee
Tidak dilakukanTidak dilakukan
Tidak dilakukanTidak dilakukan
4. Tes Kalori Kanan Kiri- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Hidung
I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri- Tes aliran udara- Tes penciuman
TehKopiTembakau
+Tidak dilakukan
+Tidak dilakukan
II. Hidung luar Kanan Kiri- Dosum nasi - Akar hidung
TAKTAK
TAKTAK
19
- Puncak hidung - Sisi hidung - Ala nasi- Deformitas- Hematoma- Pembengkakan- Krepitasi- Hiperemis- Erosi kulit- Vulnus- Ulkus- Tumor- Duktus nasolakrimalis
(Tersumat/tidak tersumbat)
TAKTAKTAK---------TAK
TAKTAKTAK---------TAK
III. Hidung Dalam Kanan Kiri1. Rinoskopi Anterior
a. Vestibulum nasi- Sikatrik- Stenosis- Atresia- Furunkel- Krustas- Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)
b. Kolumela- Utuh/tidak utuh- Sikatrik- Ulkus
c. Cavum nasi- Luasnya (lapang/cukup/sempit)- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Pus)- Krusta- Bekuan darah- Perdarahan
------
Utuh--
Luas-
----
------
Utuh--
Luas-
----
20
- Benda asing- Rinolit- Polip- Tumor
d. Konka Inferior- Mukosa
(erutropi/hipertrofi/atropi) (basah/kering) ( licin/tak licin)- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor
e. Konka media- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor
f. Konka Superior- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor
g. Meatus medius- lapang/sempit- Sekret
(serous/seromukus/mukopus/ Pus )- Polip- Tumor
h. Meatus inferior- lapang/sempit
---
Kering
Merah muda-
Kering
Merah muda-
Tidak terlihat
Lapang-
--
-
---
Kering
Merah muda-
Kering
Merah muda-
Tidak terlihat
Lapang-
--
-
21
- Sekret (serous/seromukus/mukopus/
Pus )- Polip- Tumor
i. Septum nasi- Mukosa
(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah
muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor- Deviasi ( ringan/sedang/berat)
(kanan/kiri)(Superior/inferior)(Anterior/Posterior)(bentuk C/bentuk S)
- Krista- Spina- Abses- Hematoma- Perforasi- Erosi Septum Anterior
--
Eutropi
KeringTidak licin
Merah muda--
------
--TAKEutropi
KeringTidak licin
Merah muda--
------
Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam
22
Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal
2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri- Postnasal drip- Mukosa (licin/tak licin)
(merah muda/hiperemis)
- Adenoid- Tumor - Koana (sempit/lapang)- Fossa Russenmullery
(tumor/tidak)- Torus tobarius (licin/tak licin)- Muara tuba (tertutup/terbuka)
(secret/tuba)
Tidak dilakukan pemeriksaan
Tidak dilakukan pemeriksaan
Gambaran Hidung Bagian Posterior
23
IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri- Nyeri tekan/ketok
- Infraorbitalis- Frontalis- Kantus medialis
- Pembengkakan - Transluminasi
- Region infraorbitalis- Region palatum durum
----
--
----
--
Tenggorok
I. Rongga Mulut Kanan Kiri- Lidah
(hiperemis/edema/ulkus/fissure(mikroglosia/makroglosia)(leukoplakia/gumma) (papiloma/kista/ulkus)
- Gusi (hiperemis/edema/ulkus)- Bukal (hiperemis/edema)
(vesikel/ulkus/mukolel)- Palatum durum
(utuh/terbelah/pistel) (hiperemis/ulkus)(pembengkakan/abses/tumor) (rata/tonus palatinus)
- Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasisi)
(striktur/ranula)- Gigi –geligi
(mikrodontia/makrodontia) (anadontia/supernumeri) (kalkulus/karies)
TAK
TAKTAK
TAK
TAK
TAK
TAK
TAKTAK
TAK
TAK
TAK
II. Faring Kanan Kiri- Pallatum molle
(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating)- Pilar anterior (hiperemis/edema/perlengketan)
(pembengkakan/ulkus)
TAK
TAKTAK
TAK
TAKTAK
24
- Pilar posterior (hiperemis/edema/perlengketan)(pembengkakan/ulkus)
- Dinding belakang faring ( hiperemis/edema)( granuler/ulkus) ( secret/membrane)
- Lateral band ( menebal/tidak)- Tonsil palatina ( derajat pembesaran) (permukaan rata/tidak) ( konsistensi kenyal/tidak) ( (lekat/tidak)( kripta lebar/tidak)(detritus/membrane)(hiperemis/edema) ( ulkus/tumor)
TAK
TAK
TAK
T1Hiperemis –Detritus -
TAK
TAK
TAK
T1Hiperemis –Detritus -
Gambar Rongga Mulut dan Faring
Rumus Gigi-Geligi
III. Laring Kanan Kiri1. Laringoskopi tidak langsung
25
(indirect- Dasar lidah (tumor/kista)- Tonsila Lingualis (eutropi /
hipertropi)- Valekula (benda asing/tumor)- Fosa piriformis(benda asing
/tumor)- Epiglotis (hiperemis/ udem/
ulkus/ membran)- Aritenoid
(hiperemis/udem/ulkus/membran)
- Pita Suara (hiperemis/udem/menebal), (nodus/polip/tumor), (gerak simetris/asimetris)
- Pita suara palsu (hiperemis/udem)
- Rima glotis (lapang/sempit)- trakea
-Eutropi
--
-
-
-
-
Lapang-
-Eutropi
--
-
-
-
-
Lapang-
2. laringoskopi langsung (direct)Gambaran laringoskopi tidak langsung
3.4. Diagnosis Banding
1. Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba Eustachius Auricula Sinistra
2. Otitis Media Serosa Akut
3.5. Diagnosis Kerja
Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba Eustachius Auricula Sinistra
26
3.6. Tatalaksana
1. Antibiotik
Mengobati sumber infeksi
Amoksisilin : Dewasa 500 mg, 3x1 hari selama 7 hari.
2. Obat tetes telinga
Tujuan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negatif
telinga tengah hilang.
Efedrin HCl 1% dalam larutan fisiologik (> 12 tahun)
Edukasi :
- Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek- ngorek liang telinga dan tetap
menjaga kebersihan telinga
- Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang
agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi
2.7. Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Berdasarkan laporan kasus, seorang pasien laki- laki, usia 31 tahun
datang ke poli THT RSUD Palembang BARI dengan keluhan nyeri pada telinga
kiri sejak 2 hari sebelum berobat ke rumah sakit. Nyeri dirasakan di telinga
27
bagian dalam. Os juga mengeluh telinga berdengung, terasa penuh dan adanya
penurunan fungsi pendengaran. Riwayat batuk dan pilek dirasakan sejak 1
minggu yang lalu. Os sudah berobat keluhan batuk dan pilek sudah berkurang
namun nyeri telinga kiri masih dirasakan. Tidak ada keluhan pada telinga kanan
Os. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher
disangkal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik membran timpani sinistra didapatkan
warna keruh disertai refleks cahaya berkurang dan terdapat retraksi membrane
timpani.
Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien
didiagnosis menderita Otitis Media Akut stadium oklusi tuba eustachius.
Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh
bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri
maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak
langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. Pada
stadium oklusi ini, terdapat sumbatan tuba eustachius yang ditandai oleh retraksi
membran timpani akibat terjadi tekanan negatif di dalam telinga tengah dengan
adanya absorbs udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan
sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan untuk
membuka kembali tuba eustachius.
Pada stadium oklusi tuba pengobatan bertujuan untuk membuka kembali
tuba eustachius sehingga tekanan negative telinga tengah hilang. Diberikan obat
tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun dan
HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 tahun
atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan
antibiotik.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,
Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-
14, 65-74.
2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004. Available
at : http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html
29
3. Picture of ear anatomy. Available at :
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm
4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.
Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.
Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62
5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.
Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC, 1997: 88-118
6. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006.
Available from URL: http://www.pediatrics.org
7. Epidemiology of acute otitis media. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519
8. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E.
Lack of specific symptomatology in children with acute otitis media. Pediatr
Infect Dis J.1994;13 :765– 768
9. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis
J.1998;17 :540– 543
10. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of diagnosis
and management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :539
30