bab i ii iii

44
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva. 1 Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. 1 Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi 1

Upload: anggrian-iba

Post on 03-Dec-2015

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

case oma

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I II III

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi

atas otitis media supuratif dan non-supuratif, dimana masing-masing memiliki

bentuk akut dan kronis. Otitis media akut termasuk kedalam jenis otitis media

supuratif. Selain itu, terdapat juga jenis otitis media spesifik, yaitu otitis media

tuberkulosa, otitis media sifilitik, dan otitis media adhesiva.1

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh

bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri

maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak

langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.1

Tuba Eusthacius adalah saluran yang menghubungkan rongga telinga

tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi, drainase sekret dan

menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah.1

Prevalensi kejadian OMA banyak diderita oleh anak-anak maupun

bayi dibandingkan pada orang dewasa tua maupun dewasa muda. Pada bayi

terjadinya OMA dipermudah oleh karena tuba Eustachius lebih pendek, lebar dan

letaknya agak horizontal. Pada anak-anak makin sering menderita infeksi saluran

napas atas, maka makin besar pula kemungkinan terjadinya OMA disamping

oleh karena system imunitas anak yang belum berkembang secara sempurna.1

1

Page 2: BAB I II III

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada

saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis media

berusia 1 tahun sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia 3 thn sekitar 83%. Di

Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak mengalami minimal satu episode otitis

media sebelum usia 3 tahun dan hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga

kali atau lebih.2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

2

Page 3: BAB I II III

Gambar 1. Anatomi Teling3

2.1.1 Telinga Luar

Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga

luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani. Daun

telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf S

dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga

bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.1

Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar

serumen (kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh

kulit liang telinga. Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar

serumen.1

2.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, prosesus

mastoideus dan tuba Eustachius.4,5 Membran timpani merupakan dinding lateral

kavum timpani dan memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani.

Ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran timpani tidak tegak lurus

terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka

3

Page 4: BAB I II III

dalam dan membuat sudut 45o dari dataran sagital dan horizontal. Dari umbo

kemuka bawah tampak refleks cahaya (cone of ligt).4

Secara anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian yaitu pars

tensa dan pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan

lebih tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika

maleolaris anterior (lipatan muka), plika maleolaris posterior (lipatan belakang).4

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan

diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :

bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding

posterior. 6

Atap kavum timpani dibentuk oleh segmen timpani, memisahkan telinga

tengah dari fosa kranial dan lobus temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk

oleh pars petrosa tulang temporal dan sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura

petroskuama. Lantai kavum timpani dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan

lantai kavum timpani dari bulbus jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali

hingga infeksi dari kavum timpani mudah merembet ke bulbus vena jugularis.6

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini

juga merupakan dinding lateral dari telinga dalam. Dinding posterior dekat

keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum

timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum. Dibelakang dinding

posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus sigmoid. Dinding

anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari lempeng tulang

yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak dan

sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis

superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus

timpanikus dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna.

Dinding anterior ini terutama berperan sebagai muara tuba Eustachius. 6

4

Page 5: BAB I II III

Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran yaitu maleus,

inkus dan stapes, dua otot yaitu muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius,

saraf korda timpani dan saraf pleksus timpanikus. 6

Saraf korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke

kavum timpani dari analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral

dan posterior. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik

yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui

ganglion ubmandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3

depan lidah bagian anterior. Saraf pleksus timpanikus berasal dari n. timpani

cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus karotikotimpani yang

berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotis interna. 4

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.

Bentuknya seperti huruf S. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm

berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah dan pada anak dibawah

9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba Eustachius adalah saluran yang menghubungkan

rongga telinga tengah dengan nasofaring yang berfungsi sebagai ventilasi,

drainase sekret dan menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga

tengah. 4

2.1.3 Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan

vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak

koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan

skala vestibuli. 1

Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan

membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak

skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media

diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala

media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan

5

Page 6: BAB I II III

endolimfa. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s

membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada

membran ini terletak organ Corti. 1

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut

membran tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari

sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ

Corti.1

2.2 Otitis Media Akut

2.2.1 Definisi

Otitis media akut ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa

telinga tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.1

2.2.2 Epidemiologi

Otitis media pada anak-anak sering kali disertai dengan infeksi pada

saluran pernapasan atas. Epidemiologi seluruh dunia terjadinya otitis

media pada anak berusia 1 thn sekitar 62%, sedangkan anak-anak berusia

3 thn sekitar 83%. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak

mengalami minimal satu episode otitis media sebelum usia 3 tahun dan

hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih.7

2.2.3 Etiologi

Sumbatan pada tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari

otitis media. Pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba Eustachius

terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah

terganggu juga sehingga terjadi peradangan. Hal-hal yang menyebabkan

sumbatan pada muara tuba antara lain, infeksi saluran pernafasan, alergi,

perubahan tekanan udara tiba-tiba, tumor, dan pemasangan tampon yang

menyumbat muara tuba.

Infeksi Saluran Pernapasan Atas juga merupakan salah satu faktor

penyebab yang paling sering. Kuman penyebab OMA adalah bakteri

6

Page 7: BAB I II III

piogenik, seperti Streptococcus hemoliticus, Haemophilus Influenzae

(27%), Staphylococcus aureus (2%), Streptococcus Pneumoniae (38%),

Pneumococcus. Pada anak-anak, makin sering terserang ISPA, makin

besar kemungkinan terjadinya otitis media akut (OMA). Pada bayi, OMA

dipermudah karena tuba Eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak

horisontal.1,2

2.2.4 Patogenesis

Otitis media sering diawali dengan infeksi pada saluran napas

seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah

lewat saluran Eustachius. Saat bakteri melalui saluran Eustachius, mereka

dapat menyebabkan infeksi di saluran tersebut sehingga terjadi

pembengkakan di sekitar saluran, tersumbatnya saluran, dan datangnya

sel-sel darah putih untuk melawan bakteri. Sel-sel darah putih akan

membunuh bakteri dengan mengorbankan diri mereka sendiri. Sebagai

hasilnya terbentuklah nanah dalam telinga tengah. Selain itu

pembengkakan jaringan sekitar saluran Eustachius menyebabkan lendir

yang dihasilkan sel-sel di telinga tengah terkumpul di belakang gendang

telinga. Jika lendir dan nanah bertambah banyak, pendengaran dapat

terganggu karena gendang telinga dan tulang-tulang kecil penghubung

gendang telinga dengan organ pendengaran di telinga dalam tidak dapat

bergerak bebas. Kehilangan pendengaran yang dialami umumnya sekitar

24 desibel (bisikan halus). Namun cairan yang lebih banyak dapat

menyebabkan gangguan pendengaran hingga 45 desibel (kisaran

pembicaraan normal). Selain itu telinga juga akan terasa nyeri. Dan yang

paling berat, cairan yang terlalu banyak tersebut akhirnya dapat merobek

gendang telinga karena tekanannya. OMA dapat berkembang menjadi

otitis media supuratif kronis apabila gejala berlangsung lebih dari 2 bulan,

hal ini berkaitan dengan beberapa faktor antara lain higiene, terapi yang

7

Page 8: BAB I II III

terlambat, pengobatan yang tidak adekuat, dan daya tahan tubuh yang

kurang baik.1

2.2.5 Stadium

OMA memiliki beberapa stadium berdasarkan pada gambaran

membran timpani yang diamati melalui liang telinga luar yaitu stadium

oklusi, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi dan

stadium resolusi.1

Pada stadium oklusi tuba Eustachius terdapat gambaran retraksi

membran timpani akibat tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat

absorpsi udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan

sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan

untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat tetes hidung

HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 thn dan HCl

efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 thn

atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan

memberikan antibiotik.1

Pada stadium hiperemis, pembuluh darah tampak lebar dan edema

pada membran timpani. Sekret yang telah terbentuk mungkin masih

bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat. diberikan antibiotik,

obat tetes hidung, dan analgesik. Antibiotik yang diberikan ialah penisilin

atau eritromisin. Jika terdapat resistensi, dapat diberikan kombinasi

dengan asam klavunalat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan

penisilin IM agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak

terjadi mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai

gejala sisa, dan kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

Bila alergi terhadap penisilin maka diberikan eritromisin. Pada anak

diberikan ampisilin 4x50-100 mg/KgBB, amoksisilin 4x40

mg/KgBB/hari, atau eritromisin 4x40 mg/kgBB/hari.1

8

Page 9: BAB I II III

Gambar 2. Stadium Hiperemis

Pada stadium supurasi, edema yang hebat pada mukosa telinga

tengah dan hancurnya sel epitel superfisila serta terbentuk eksudat

purulen di kavum timpani menyebabkan membran timpani menonjol

(bulging) ke arah liang telinga luar. Pasien tampak sangat sakit, nadi dan

suhu meningkat, serta nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan

nanah di kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi iskemia. Nekrosis

ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lembek dan

berwarna kekuningan. Di tempat ini akan terjadi ruptur. Selain antibiotik,

pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila membran timpani

masih utuh. Selain itu, analgesik juga perlu diberikan agar nyeri dapat

berkurang. Miringotomi ialah tindakan insisi pada pars tensa membran

timpani, agar terjadi drenase sekret dari telinga tengah ke liang telinga

luar.1

Gambar 3. Stadium Supurasi

9

Page 10: BAB I II III

Pada stadium perforasi, karena beberapa sebab seperti

terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi

maka dapat menyebabkan membran timpani ruptur. Keluar nanah dari

telinga tengah ke telinga luar. Anak yang tadinya gelisah akan menjadi

lebih tenang, suhu badan turun, dan dapat tidur nyenyak. sering terlihat

sekret banyak keluar dan kadang terlihat sekret keluar secara berdenyut.

Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang

adekuat sampai 3 minggu.1

Gambar 4. Stadium Perforasi

Pada stadium resolusi, bila terjadi perforasi, maka sekret akan

berkurang dan mengering. Resolusi dapat terjadi tanpa pengobatan bila

virulensi rendah dan daya tahan tubuh baik.1

2.2.6 Diagnosis

2.2.6.1 Anamnesis

Pada anak yang sudah dapat berbicara keluhan utama adalah rasa

nyeri di dalam telinga, keluhan disamping suhu tubuh yang tinggi.

Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih

besar atau pada orang dewasa, selain rasa nyeri terdapat pula gangguan

pendengaran berupa rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada

10

Page 11: BAB I II III

bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah suhu tubuh tinggi dapat

sampai 39,5oC (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar tidur, tiba-

tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang dan terkadang anak

memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka

sekret mengalir ke liang telinga luar, suhu tubuh turun dan anak mulai

tertidur dengan tenang.1

Pada penelitian dikatakan bahwa anak-anak dengan OMA biasanya

hadir dengan riwayat onset yang cepat dan gejala seperti otalgia, rewel

pada bayi atau balita, otorrhea, dan/atau demam6,8. Dalam sebuah survei

di antara 354 anak-anak yang mengunjungi dokter untuk penyakit

pernapasan, demam, sakit telinga, dan menangis yang berlebihan sering

didapatkan dengan OMA (90%). Namun, gejala ini juga terdapat pada

anak tanpa OMA (72%). Gejala lain dari infeksi virus pernapasan atas,

seperti batuk dan hidung tersumbat, sering mendahului atau menyertai

OMA dan tidak spesifik juga. Dengan demikian, sejarah klinis saja tidak

bisa untuk menilai adanya OMA, terutama pada anak muda.8

2.2.6.2 Pemeriksaan Fisik

Visualisasi dari membran timpani dengan identifikasi dari

perubahan dan inflamasi diperlukan untuk menegakkan diagnosis dengan

pasti. Untuk melihat membran timpani dengan baik adalah penting bahwa

serumen yang menutupi membran timpani harus dibersihkan dan dengan

pencahayaan yang memadai. Temuan pada otoskop menunjukkan adanya

peradangan yang terkait dengan OMA telah didefinisikan dengan baik.

Penonjolan (bulging) dari membran timpani sering terlihat dan memiliki

nilai prediktif tertinggi untuk kehadiran OMA. Penonjolan (bulging) juga

merupakan prediktor terbaik dari OMA.9

Kekeruhan juga merupakan temuan yang konsisten dan disebabkan

oleh edema dari membran timpani. Kemerahan dari membran timpani

yang disebabkan oleh peradangan mungkin hadir dan harus dibedakan

11

Page 12: BAB I II III

dari eritematosa ditimbulkan oleh demam tinggi. Ketika kehadiran cairan

telinga bagian tengah sulit untuk menentukan, penggunaan timpanometri

dapat membantu dalam membangun diagnosis.10

2.2.6.3 Pemeriksaan Penunjang

Efusi telinga tengah juga dapat dibuktikan dengan timpanosentesis

(penusukan terhadap gendang telinga). Namun pemeriksaan ini tidak

dilakukan pada sembarang anak. Indikasi perlunya timpanosentesis

anatara lain OMA pada bayi berumur di bawah 6 minggu dengan riwayat

perawatan intensif di rumah sakit, anak dengan gangguan kekebalan

tubuh, anak yang tidak member respon pada beberapa pemberian

antibiotik atau dengan gejala sangat berat dan komplikasi.8 Untuk menilai

keadaan adanya cairan di telinga tengah juga diperlukan pemeriksaan

timpanometeri pada pasien.1

2.2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan OMA tergntung stadium penyakitnya. Pada stadium

oklusi, penggobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali tuba

eustachius, sehingga tekanan negatif pada telinga tengah hilang, sehingga

diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologik

untuk anak <12 tahun, atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik

untuk anak > 12 tahun dan pada orang dewasa. Sumber infeksi harus

diobati antibiotik diberikan jika penyebabnya kuman, bukan oleh virus

atau alergi

Stadium Presupurasi adalah antibiotika, obat tetes hidung dan

analgetika. Bila membran timpani sudah terlihat hiperemis difus,

sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik yang dianjurkan ialah dari

golongan penisilin atau ampicilin. Terapi awal diberikan penicillin

intramuscular agar didapatkan konsentrasi yang adekuat di dalam darah,

12

Page 13: BAB I II III

sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,. Gangguan

pendengaran sebagai gejala sisa dan kekambuhan. Pemberian antibiotika

dianjurkan minimal 7 hari . Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka

diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50 –

100 mg/kgBB per hari, dibagi dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40

mb/kgBB dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari

Pada stadium supurasi disamping diberikan antibiotik, idealnya

harus disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.

Dengan miringotomi gejala – gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur

dapat dihindari.

Pada stadium perforasi sering terlihat sekret banyak keluar dan

kadang terlihat keluarnya sekret secara berdenyut (pulsasi). Pengobatan

yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama 3 – 5 hari serta

antibiotik yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi dapat

menutup kembali dalam waktu 7 – 10 hari

Pada stadium resolusi, maka membran timpani berangsur normal

kembali, sekret tidak ada lagi dan perforasi membran timpani menutup.

Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret mengalir di liang

telinga luar melalui perforasi membran timpani. Keadaan ini dapat

disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa teling tengah. Pada

keadaan demikian, antibiotika dapat dilajutkan sampai 3 minggu. Bila 3

minggu setrelah pengobatan sekret masih tetap banyak, kemungkinan

telah terjadi mastoiditis.

2.2.8 Komplikasi

Sebelum ada antibiotik, OMA dapat menimbulkan komplikasi yaitu

abses sub-periosteal sampai komplikasi yang berat seperti meningitis dan

abses otak. Namun, sekarang setelah adanya antibiotik semua jenis

komplikasi itu biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari OMSK jika

13

Page 14: BAB I II III

perforasi menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan

atau dua bulan.1

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Tn. T

Umur : 31 Th

Jenis Kelamin : Laki- laki

Agama : Islam

14

Page 15: BAB I II III

Alamat : Kertapati, Palembang

Pekerjaan : Buruh

Tgl Pemeriksaan : Senin, 19 Oktober 2015

3.2. Anamnesis

Alloanamnesis dilakukan dengan pasien di Poliklinik THT RSUD Palembang

BARI pukul. 11.00 WIB.

Keluhan Utama : Nyeri telinga kiri dirasakan sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Perjalanan Penyakit :

Sejak ± 1 minggu yang lalu os mengalami batuk. Batuk disertai dahak,

dahak berwarna putih, tidak kental dan os juga mengeluh pilek. Demam disangkal.

Kemudian kurang lebih 2 hari yang lalu os mengeluh nyeri pada telinga kiri. Nyeri

dirasakan di telinga bagian dalam. Os juga mengeluh telinga kiri terasa berdengung

terasa penuh dan pendengaran sedikit berkurang. Keluar cairan dari telinga disangkal.

Os sudah berobat dan keluhan batuk pilek sudah berkurang namun keluhan nyeri

pada telinga kiri masih dirasakan. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara

sengau, benjolan di leher disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Os baru pertama kali mengalami keluhan nyeri telinga. Os mempunyai

riwayat sering batuk dan pilek sebelumnya. Riwayat trauma disangkal, keluar darah

dari hidung disangkal, suka mengorek telinga, dan sering berenang disangkal.

Riwayat Alergi :

Os alergi makanan disangkal, alergi obat-obat disangkal.

3.3. Pemeriksaan Fisik

15

Page 16: BAB I II III

A. Status Generalis

Kesadaran Umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/80 mmHg Nadi : 82x/menit

Pernapasan : 20x/menit Suhu : 36,6o C

Jantung : gallop (-), murmur (-)

Paru- paru : vesikuler (+) N, ronkhi (-), wheezing (-)

Abdomen : nyeri epigastric (-), hepar & lien : tidak teraba

Ekstremitas : akral hangat (+), edema (-)

B. Status Lokalis

Telinga

I. Telinga Luar Kanan Kiri

Regio Retroaurikula- Abses- Sikatrik- Pembengkakan- Fistula- Jaringan Granulasi

Regio Zigomatikus- Kista Brankial Klep- Fistula- Lobulus Aksesorius

Aurikula- Mikrotia- Efusi Perikondrium- Keloid- Nyeri tarik aurikula- Nyeri tekan tragus

Meatus Akustikus Eksternus- Lapang/sempit- Odeme- Hiperemis

-----

---

-----

Lapang--

-----

---

-----

Lapang-+

16

Page 17: BAB I II III

- Pembengkakan- Erosi- Krusta- sekret

(serous/seromukous/mukopus/pus)- Perdarahan- Bekuan darah- Cerumen plug- Epithelial plug- Jaringan Granulasi- Debris- Benda asing- Sagging- Exostosis

----

---------

----

---------

II. Membran timpani- Warna

(putih/suram/hiperemis/hematoma)- Bentuk (oval/bulat)- Reflek cahaya- Retraksi- Bulging- Bulla- Rupture- Perforasi (sentral/perifer/marginal/attic)- Pulsasi- Sekret

(serous/seromukous/mukopus/pus)(kecil/besar/subtotal/total)

- Tulang pendengaran- Kolesteatoma- Polip- Jaringan granulasi

Putih

Oval+-------

TAK---

keruh

oval-+------

TAK---

Gambar Membran Timpani

Kanan Kiri

17

Page 18: BAB I II III

III. Tes khusus Kanan Kiri1. Tes garpu tala

Tes RinneTes WeberTes Scwabach

+Lateralisasi –

-Lateralisasi +Memanjang

2. Tes Audiometri Tidak dilakukan pemeriksaan

Audiogram

Frekuensi (Hz)

125 250 500 1000 2000 4000 8000

18

Page 19: BAB I II III

Tingkat

Pendengaran

Dalam

Desibles (dB)

3. Tes Fungsi Tuba Kanan Kiri- Tes Valsava- Tes Toynbee

Tidak dilakukanTidak dilakukan

Tidak dilakukanTidak dilakukan

4. Tes Kalori Kanan Kiri- Tes Kobrak Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Hidung

I. Tes Fungsi Hidung Kanan Kiri- Tes aliran udara- Tes penciuman

TehKopiTembakau

+Tidak dilakukan

+Tidak dilakukan

II. Hidung luar Kanan Kiri- Dosum nasi - Akar hidung

TAKTAK

TAKTAK

19

Page 20: BAB I II III

- Puncak hidung - Sisi hidung - Ala nasi- Deformitas- Hematoma- Pembengkakan- Krepitasi- Hiperemis- Erosi kulit- Vulnus- Ulkus- Tumor- Duktus nasolakrimalis

(Tersumat/tidak tersumbat)

TAKTAKTAK---------TAK

TAKTAKTAK---------TAK

III. Hidung Dalam Kanan Kiri1. Rinoskopi Anterior

a. Vestibulum nasi- Sikatrik- Stenosis- Atresia- Furunkel- Krustas- Sekret (serous/seromukus/mukopus/pus)

b. Kolumela- Utuh/tidak utuh- Sikatrik- Ulkus

c. Cavum nasi- Luasnya (lapang/cukup/sempit)- Sekret

(serous/seromukus/mukopus/ Pus)- Krusta- Bekuan darah- Perdarahan

------

Utuh--

Luas-

----

------

Utuh--

Luas-

----

20

Page 21: BAB I II III

- Benda asing- Rinolit- Polip- Tumor

d. Konka Inferior- Mukosa

(erutropi/hipertrofi/atropi) (basah/kering) ( licin/tak licin)- Warna (merah

muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor

e. Konka media- Mukosa

(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah

muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor

f. Konka Superior- Mukosa

(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah

muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor

g. Meatus medius- lapang/sempit- Sekret

(serous/seromukus/mukopus/ Pus )- Polip- Tumor

h. Meatus inferior- lapang/sempit

---

Kering

Merah muda-

Kering

Merah muda-

Tidak terlihat

Lapang-

--

-

---

Kering

Merah muda-

Kering

Merah muda-

Tidak terlihat

Lapang-

--

-

21

Page 22: BAB I II III

- Sekret (serous/seromukus/mukopus/

Pus )- Polip- Tumor

i. Septum nasi- Mukosa

(erutropi/hipertropi/atropi) ( basah/kering) (licin/tak licin)\- Warna (merah

muda/hiperemis/pucat/livide)- Tumor- Deviasi ( ringan/sedang/berat)

(kanan/kiri)(Superior/inferior)(Anterior/Posterior)(bentuk C/bentuk S)

- Krista- Spina- Abses- Hematoma- Perforasi- Erosi Septum Anterior

--

Eutropi

KeringTidak licin

Merah muda--

------

--TAKEutropi

KeringTidak licin

Merah muda--

------

Gambar Dinding Lateral Hidung Dalam

22

Page 23: BAB I II III

Gambar Hidung Dalam Potongan Frontal

2. Rinoskopi Posterior Kanan Kiri- Postnasal drip- Mukosa (licin/tak licin)

(merah muda/hiperemis)

- Adenoid- Tumor - Koana (sempit/lapang)- Fossa Russenmullery

(tumor/tidak)- Torus tobarius (licin/tak licin)- Muara tuba (tertutup/terbuka)

(secret/tuba)

Tidak dilakukan pemeriksaan

Tidak dilakukan pemeriksaan

Gambaran Hidung Bagian Posterior

23

Page 24: BAB I II III

IV. Pemeriksaan Sinus Paranasal Kanan Kiri- Nyeri tekan/ketok

- Infraorbitalis- Frontalis- Kantus medialis

- Pembengkakan - Transluminasi

- Region infraorbitalis- Region palatum durum

----

--

----

--

Tenggorok

I. Rongga Mulut Kanan Kiri- Lidah

(hiperemis/edema/ulkus/fissure(mikroglosia/makroglosia)(leukoplakia/gumma) (papiloma/kista/ulkus)

- Gusi (hiperemis/edema/ulkus)- Bukal (hiperemis/edema)

(vesikel/ulkus/mukolel)- Palatum durum

(utuh/terbelah/pistel) (hiperemis/ulkus)(pembengkakan/abses/tumor) (rata/tonus palatinus)

- Kelenjar ludah (pembengkakan/litiasisi)

(striktur/ranula)- Gigi –geligi

(mikrodontia/makrodontia) (anadontia/supernumeri) (kalkulus/karies)

TAK

TAKTAK

TAK

TAK

TAK

TAK

TAKTAK

TAK

TAK

TAK

II. Faring Kanan Kiri- Pallatum molle

(hiperemis/edema/asimetris/ulkus)- Uvula (edema/asimetris/bifida/elongating)- Pilar anterior (hiperemis/edema/perlengketan)

(pembengkakan/ulkus)

TAK

TAKTAK

TAK

TAKTAK

24

Page 25: BAB I II III

- Pilar posterior (hiperemis/edema/perlengketan)(pembengkakan/ulkus)

- Dinding belakang faring ( hiperemis/edema)( granuler/ulkus) ( secret/membrane)

- Lateral band ( menebal/tidak)- Tonsil palatina ( derajat pembesaran) (permukaan rata/tidak) ( konsistensi kenyal/tidak) ( (lekat/tidak)( kripta lebar/tidak)(detritus/membrane)(hiperemis/edema) ( ulkus/tumor)

TAK

TAK

TAK

T1Hiperemis –Detritus -

TAK

TAK

TAK

T1Hiperemis –Detritus -

Gambar Rongga Mulut dan Faring

Rumus Gigi-Geligi

III. Laring Kanan Kiri1. Laringoskopi tidak langsung

25

Page 26: BAB I II III

(indirect- Dasar lidah (tumor/kista)- Tonsila Lingualis (eutropi /

hipertropi)- Valekula (benda asing/tumor)- Fosa piriformis(benda asing

/tumor)- Epiglotis (hiperemis/ udem/

ulkus/ membran)- Aritenoid

(hiperemis/udem/ulkus/membran)

- Pita Suara (hiperemis/udem/menebal), (nodus/polip/tumor), (gerak simetris/asimetris)

- Pita suara palsu (hiperemis/udem)

- Rima glotis (lapang/sempit)- trakea

-Eutropi

--

-

-

-

-

Lapang-

-Eutropi

--

-

-

-

-

Lapang-

2. laringoskopi langsung (direct)Gambaran laringoskopi tidak langsung

3.4. Diagnosis Banding

1. Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba Eustachius Auricula Sinistra

2. Otitis Media Serosa Akut

3.5. Diagnosis Kerja

Otitis Media Akut Stadium Oklusi Tuba Eustachius Auricula Sinistra

26

Page 27: BAB I II III

3.6. Tatalaksana

1. Antibiotik

Mengobati sumber infeksi

Amoksisilin : Dewasa 500 mg, 3x1 hari selama 7 hari.

2. Obat tetes telinga

Tujuan untuk membuka kembali tuba eustachius sehingga tekanan negatif

telinga tengah hilang.

Efedrin HCl 1% dalam larutan fisiologik (> 12 tahun)

Edukasi :

- Pasien dianjurkan untuk tidak mengorek- ngorek liang telinga dan tetap

menjaga kebersihan telinga

- Antibiotik harus digunakan sampai habis walaupun gejala sudah hilang

agar penyembuhan berlangsung baik dan tidak terjadi komplikasi

2.7. Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan laporan kasus, seorang pasien laki- laki, usia 31 tahun

datang ke poli THT RSUD Palembang BARI dengan keluhan nyeri pada telinga

kiri sejak 2 hari sebelum berobat ke rumah sakit. Nyeri dirasakan di telinga

27

Page 28: BAB I II III

bagian dalam. Os juga mengeluh telinga berdengung, terasa penuh dan adanya

penurunan fungsi pendengaran. Riwayat batuk dan pilek dirasakan sejak 1

minggu yang lalu. Os sudah berobat keluhan batuk dan pilek sudah berkurang

namun nyeri telinga kiri masih dirasakan. Tidak ada keluhan pada telinga kanan

Os. Keluhan sakit tenggorokan, nyeri menelan, suara sengau, benjolan di leher

disangkal.

Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik membran timpani sinistra didapatkan

warna keruh disertai refleks cahaya berkurang dan terdapat retraksi membrane

timpani.

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pasien

didiagnosis menderita Otitis Media Akut stadium oklusi tuba eustachius.

Otitis Media Akut (OMA) merupakan peradangan sebagian atau seluruh

bagian mukosa telinga tengah, tuba Eusthacius, antrum mastoid dan sel-sel

mastoid yang berlangsung mendadak yang disebabkan oleh invasi bakteri

maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak

langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang. Pada

stadium oklusi ini, terdapat sumbatan tuba eustachius yang ditandai oleh retraksi

membran timpani akibat terjadi tekanan negatif di dalam telinga tengah dengan

adanya absorbs udara. Membran timpani berwarna normal atau keruh pucat dan

sukar dibedakan dengan otitis media serosa virus. terapi dikhususkan untuk

membuka kembali tuba eustachius.

Pada stadium oklusi tuba pengobatan bertujuan untuk membuka kembali

tuba eustachius sehingga tekanan negative telinga tengah hilang. Diberikan obat

tetes hidung HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun dan

HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak yang berumur >12 tahun

atau dewasa. Selain itu, sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan

antibiotik.

28

Page 29: BAB I II III

DAFTAR PUSTAKA

1. Efiaty AS, Nurbaiti, Jenny B, Ratna DR. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga,

Hidung, Tenggorokan Kepala Leher. Edisi keenam. Jakarta FKUI, 2007: 10-

14, 65-74.

2. Diagnosis and management of acute otitis media. Pediatrics. 2004. Available

at : http://pediatrics.aappublications.org/content/113/5/1451.full.html

29

Page 30: BAB I II III

3. Picture of ear anatomy. Available at :

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002077.htm

4. Djaafar ZA. Kelainan telinga tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed.

Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima.

Jakarta: FKUI, 2001. h. 49-62

5. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid.

Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6.

Jakarta: EGC, 1997: 88-118

6. Berman S. Otitis media ini developing countries. Pediatrics. July 2006.

Available from URL: http://www.pediatrics.org

7. Epidemiology of acute otitis media. Available at :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2732519

8. Niemela M, Uhari M, Jounio-Ervasti K, Luotonen J, Alho OP, Vierimaa E.

Lack of specific symptomatology in children with acute otitis media. Pediatr

Infect Dis J.1994;13 :765– 768

9. Pelton SI. Otoscopy for the diagnosis of otitis media. Pediatr Infect Dis

J.1998;17 :540– 543

10. Klein JO, McCracken GH Jr. Introduction: current assessments of diagnosis

and management of otitis media. Pediatr Infect Dis J.1998;17 :539

30