bab i anastesi elanda

22
BAB I PENDAHULUAN

Upload: echa-balwell

Post on 25-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i Anastesi Elanda

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: Bab i Anastesi Elanda

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Sepsis

Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik yang disebabkan oleh suatu infeksi.1 sepsis

merupakan kondisi serius dimana terjadi peradangan diseluruh tubuh.2 Definisi untuk sepsis

dan gagal organ serta petunjuk penggunaan terapi inovatif pada sepsis berdasarkan bone et

al.3 Sepsis adalah sindrom inflamasi sistemik yang disebabkan oleh suatu infeksi.1

Sepsis adalah SIRS ditambah tempat infeksi yang diketahui (ditentukan dengan

biakan positif terhadap organisme dari tempat tersebut). Biakan darah tidak harus positif.

Meskipun SIRS, sepsis dan syok septik berhubungan dengan infeksi bakteri, tidak harus

terdapat bakterimia. Bakteremia adalah kebaradaan bakteri hidup dalam komponen cairan

darah. Bakteriemia bersifat sepintas, seperti biasanya dijumpai setelah jejas pada permukaan

mukosa, primer (tanpa fokusbinfeksi teridentifikasi) atau seringkali sekunder terhadap fokus

infeksi intravaskuler atau ekstravaskuler.

Sistemic inflamatory respon syndrome adalah pasien yang memiliki 2 atau lebih

kriteria seebagai berikut ;

1. Suhu >38 C atau <36 C

2. Denyut jantung >90 denyut/menit

3. Respirasi >20/menit atau Pa CO2 < 32 mmHg

4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau >10% sel netrofil immature (band)

Sepsis berat adalah sepsis yang disetai dengan disfungsi organ, kelainan hipoperfusi

atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas) pada :1,2

1. Asidosis laktat

2. Oliguria

3. Atau perubahan akut pada status mental

Berdasarkan konfrensi pada tahun 2001, terdapat tambahan kriteria sebelumnya. Dimana

konfresni tahun 2001 menambahkan beberapa kriteria diagnostik baru untuk septis. Bagian

yang terpenting adalah memasukkan petanda biomolekuler yaitu procalcitonin (PCT) dan C-

reaktive (CRP), sebagai langkah awal dalam diagnosa sepsis. Rekomendasi yang utama

Page 3: Bab i Anastesi Elanda

adalah implementasi dari suatu tingkatan Predisposition, insulin infection, response, and

organ disfunction (PIRO) untuk menentukan pengobatan secara maksimum berdasarkan

karakteristik pasien dengan srtatifikasi gejala dan resiko yang individual.1

Septik syok adalah sepsis yang disertai dengan hipotensiyang meskipun diberikan

cairan yang adekuat tetepa memerlukan vasopressor untuk mempertahannkan tekanan darah

dan perfusi organ.2

2.2 Klasifikasi/ Derajat Sepsis : KLASIFIKASI/DERAJAT SEPSIS :2

1. Sepsis

2. Sepsis Berat

3. Syok Sepsik

4. Multipe Organ Dysfunction syndrome (MODS)

2.3 Mortalitas sepsis :6

1. Sepsis berat : 30 %

2. Sepsis Berat pada orang usia tua : 40%

3. Syok sepsis : 50%

2.4 Etiologi Sepsis1

Penyebab dari sepsi terbesar adalah bakteri gram negatif (-) dengan persentase 60-

70% kasus, yang mengahasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Sel

tersebut akan terpacu untuk melepaskan mediator inflamsi. Produk ynag berperan

penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin glikoprotein

kompleks.merupakan komponen utama membran terluas dari bakteri gram negatif. LPS

merangsang peradangan jaringan, demam dan syok pada penderita yang terinfeksi.

Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi tubuh penderita.

Staphylococci, Pneumococi, streptococi dan bakteri gram positif lainnyajanrang

menyebakan sepsi, dengan angka kejadian 20-40% dari keseluruhan kasus. Selain itu

jamur oportunistik, virus (dengue dan herpes) atau protozoa (falciparum malariae)

dilaporkan dapat menyebabakan sepsis, walaupun jarang.

Page 4: Bab i Anastesi Elanda

Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel dari kuman, pemberian infus

substansi ini pada binantang akan memberikan gejala yang mirip pemberian endotoksin.

Peptidoglikan diketahui dapat agregasi trombosit.

Eksotoksin yang dihasilkan oleh berbagai macam kuman, misalnya α-hemolisin (S.

Aurens), E. Coli haemolisin (E.coli) dapat merusak integritas membran sel imun secara

langsung.

Dari semua faktor diatas, faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin gram

negatif dan dinyatakan sebagai penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung

mengaktifkan sitem imun selule dan humoral, yang dapat menimbulakan perkembangan

gejala septikemia. LPS sendiri tidak mempunyai sifat toksik, tetapi merangsal

pengeluaran mediator inflamasi yang bertanggung jawab terhadap sepsis. Makrofag

mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor /

TNF) dan interleukin 1 (IL-1), IL-6, dan IL-8 yang merupkan mediator kunci dan sering

meningkat sangat tinggi pada penderita imunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.1

2.5 PATOGENESIS1

Sebagian besar penderita sepsis menunjukan fokus infeksi jaringan sebagai sumber

bakteriemia, hal ini disebut bakteriemia sekunder. Sepsis gram negatif merupakan

komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang kemudian menyebar ke struktur

yang berdekatan, sepeti pada peritonitis setelah perforasi appendikal, atau bisa berpindah

dari perineum ke urethra atau kandung kemih. Selain itu sepsis gram negatif fokus

primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran

gastrointestinum. Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran respirasi

dan juga bisa bersal dari luka bakar, misalnya pada luka bakar.

Inflamasi sebagai tanggapan imutitas tubuh terhadap berbagai macam stimulasi

imunogen dari luar. Inflmasi sesungguhnya merupkan upaya tubuh untuk menghilangkan

dan eradikasi organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi

berbgai jenis mediator inflamasi termasuk sitokin. Mediator inflamsi sangat kompleks

karena melibatkan banyak sel dan mediator yang dapat mempengaruhi satu sama lain.

Sitokin sebgai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri dalam sepsis. Masih banyak

faktor lain (non sitokin) yang sangat berperanan dalam menetukan perjalanan suatu

penyakit. Respon tubuh terhadap suatu patogen melibatkan bermacam macam komponen

Page 5: Bab i Anastesi Elanda

sistem imun dan berbagai macam komponen sistem imundan berbagai macam sitokin

baik itu yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi. Termasuk sitokin proinflamasi

adalah TNF, IL-1, interferon (IFN-ϒ) yang bekerja membantu menghancurkan

mikroorganisme yang menginfeksi. Termasuk sitokin antinflamasi adalah interleukin

1reseptor antagonis (IL-1 ra), IL-4, IL-10 yang bertugas memodulasi, koordinasi atau

represi terhadap respon yang berlebihan. Apabila keseimbngan kerja antara proinflamsi

dan anti-inflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan

kerugian bagi tubuh.

Penyebab sepsis dan sepsis syok yang paling banyak berasal dari stimulasi toksin,

baik dariu endotoksin gram negatip (-) maupun eksotosin gram positif (+). Endotoksin

dapat secara langsung dengan LPS dan bersama sama dengan antibodi dalam serum

darah penderita dengan perantaraan reseptor CD 14+ akan bereaksi dengan makrofag

makrofag yang mengekspresikan imuno modulator diaras hanya dapat terjadi pada

bakteri gram negatif yang mempunyai LPS dalam dindingnya. Padahal sepsis dapat

terjadi pada rangsangan endotoksin, eksotoksin, virus dan parasit, maka mekanisme

tersebut diatas masih kurang lengkap dan tidak dapat menerangkan patogenesis sepsis

dalam arti keseluruhan, oleh karena konsep tersebut tidak melibatkan peran limfosit T

dalam keadaan sepsis dan kejadian syok septik.

Di indonesia dan negara berkembang sepsis tidak hanya disebabkan oleh gram

negatip saja, tetapi juga disebabkan oleh gram positif yang mengeluarkan eksotoksin.

Eksotoksin, virus dan parasit yang berperan sebagai superantigen setelah di fagosit oleh

manosit atau makrofag yang berperan sebagai Antigen Processing Cell dan kemudian di

presentasikan sebagai Antigen presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan

polipeptida spesifik yang berasal dari Major Histocompability Complex (MCH). Antigen

yang bremuatan peptida MCH MCH kelas II akan berikatan dengan CD 4+ (limfosit Th

1 dan Th2) dengan perantaraan TCR (T Cell reseptor).1

Sebagai usah tubuh untuk bereaksi terhadap sepsis maka limfosit T akan

mengeluarkan sustansi Th1 yang berfungsi sebagai imunomodulator yaitu :

IFN–ϒ, IL-2, dan M-CSF (Macrofag colony stimulating factor). Limfosit Th2 akan

mengekspresikan IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10. IFN-ϒ menrangsang makrofag

mengeluarkan IL-1β dan TNF-α. IFN-g, IL-1β, dan TNF-α merupakan sitokin

proinflamatory, sehingga pada keadaan sepsis terjadi peningktan kadar IL-1β dan

Page 6: Bab i Anastesi Elanda

TNF-α serum penderita. Pada beberapa kajian biasanya selama terjadi sepsis tingkat

IL-1β dan TNF-α berkolerasi dengan keparahan penyakit dalam kematian, tetapi

sitokin IL-2 dan TNF-α selain merupkan reaksi terhadap sepsis dapat pula merusak

endotel pembulih darah yang mekanisme sampai dengan saat ini belum jelas. IL-β

sebgai imunoregulator utama juga mempunyai efek pada sel endotelial termasuk di

dalamnya pembentukan prostaglandin E2 (PG-E2) dan merangsang ekspresi

intercelular adhesion molecuile-1 (ICAM-1). Dengan adanya ICAM -1 menyebakan

neutrofil yang telah tersentisisasi oleh granulocyte macrophage colonny stimulating

factor (GM-CSF) akan mudah mengadakan adhesi.

Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah :

1. Bergulir neutrofil, P dan E-selaktif yang dikeluarkan endotel dan L-selektif

neutrofik dalam mnegikat ligan respektif

2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi dan aktivasi neutrofil yang

mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada

endotel dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel

3. Transmigrasi netrofil menembus dinding endotel.

Netrofil yang beradhesi dengan endotel akan mnegeluarkan lisosim yang akan

menyebabkan dinding endotel lisis, akibat endotel terbuka. Neutrofil juga membawa

superoksidan yang termasuk dalam radikal bebas yang kan mempengaruhi oksigenasi

pada mitokondria dan siklus GMPs. Akibat dari proses tersebut endotel menjadi

nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah.

Syok septik merupakan diagnostik klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai

dengan hipotensi (tekanan darah turun < 90mmHg) atau terjadi penurunan tekana

darah turun (>40mmHg) dari tekanan darah sbeleumnya. Organ yang paling penting

adalah hati, paru, ginjal, angka kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan lebih dari

3 organ tersebut. Dalam suatu penelitian disebutkan angka kematian syok lebih dari

72 jam, 30-80% penderita dengan syok septik mendrita ARDS.

Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes melitus, sirosis hati, ginjal,

gagal ginjal kronik dan usis lanjut yang merupkan kelompok IC lebih mudah

menderita sepsis. Pada penderita IC mengalami sepsis seringkali terjadi komplikasi

yang berat yaitu : syok sptik dan berakhir dengan kematin. Untuk mencegah

Page 7: Bab i Anastesi Elanda

terjadinya sepsis yang berklanjutan, TH-2 mengekspresikan IL-10 sebgai sitokin anti

inflamasi yang akan mengahambat ekspresi IFN-ϒ, TNF-α, dan fungsi APC. IL-10

juga memperbaiki jaringan yang rusak akibat peradangan. Apabila IL-10 meningkat

lebih tinggi, kemungkinan kejadian syok septik pada sepsis dapat dicegah.

Dengan mengetahui konsep patogenesis sepsis dan syok septik, mka kita

dsapat menegetahui, sitokin yang berperan dalam syok septik dan dapat diketahui

apakah terdapat peran sitokin pada bebarapan penyakit yang berbeda.1

Untuk menanggulangi syok septik, sumber sepsis harus dicari. Pada masa

pascabedah sumber sepsis sering berasal dari lapangan pembedahan, paru paru

(bronkopneumonia), sistitis (kateter) atau kateter infus. Abses dilapangan pembedahan

harus di salir. Kanul infus harus dicabutdan dari ujungnya dilakuakn biakan. Kateter

bui buli harus diganti dan dibuat biakan urine.3

Biakan darah harus dilakukan berulang ulang untuk menentukan penyebab dan

memastikan kerentanan serta resistensi terhadap berbagai antibiotik. Antibiotik

diberikan berdasarkan hasil biaka. Pemberian cairan berdasarkan hasil pemantauan.

Penderita harus dipanatau dengan seksama khususnya, sistem saraf pusat karena

mungkin terjadi ensefalopati,penyulit paru keran ARDS, jantung kerena anacaman

miokarditis, hati karena mungkin terjadi gangguan faal atau hepatitis, ginjal mungkin

terjadi gagal ginjal, sistem hemopoitik karena mungkin terjadi koagulasi intravaskuler

tersebar (DIC), dan jalan cerna karena ancaman tukak peptik stress dengan perdarahan

atau perforasi.3

2.6 Gejala Klinik1

Gejala klinis sepsis biasanya tidak spesifik, biasanya didahului oleh tanda tanda non spesifik,

meliputi demam, menggigi dan gejala konstitusif seperti lelah, malaise, gelisan atau

kebingungan. Gejala tersebut tidak khusus untuk infeksi dan banyak dapat dijumpai pada

banyak macam kondisi inflamasi non-infeksius.

Gejala dan Tanda Syok : 3

Tipe Syok Septik

Tekanan darah

Tekanan nadi

Normal/ kadang ↓

Normal / ↑↑

Page 8: Bab i Anastesi Elanda

Denyut nadi

Isi nadi

Vasokontriksi perifer

Suhu kulit

Warna

Tekanan vena sentral

Diuresis

EKG

Foto paru

Sangat meningkat ↑

Besar

Menurun ↓

Hangat

Merah

Rendah

Menurun ↓

Normal

Udem infiltrat

Tempat infeksi yang paling sering ;

1. Paru

2. Traktus digestifus

3. Traktus urinarius

4. Kulit

5. Jaringan lunak

6. Saraf pusat

Sumber infeksi merupakan determinan penting untuk terjadinya berat dan tidaknya gekala

gejala sepsis. Gejala sepsis menjadi berat pada :

1. Usia lanjut

2. Penderita Diabetes

3. Kanker

4. Gagal organ utama

5. Dan pasien Granulosiopenia

Pada tahap dini dari syok septik, biasanya pasien memperlihatkan tanda tanda kolaps

sirkulasi tetapi hanya tanda tanda unfeksi bakteri. Setela infeksi menjadi lebih hebat, sitem

sirkulasi biasanya ikut terlibat baik secara langsung ataupun sebagai akibat sekunder dari

toksin bakteri. Yang akhirnya sampai menjadi suatu titik dimana kerusakan sirkulasi menjadi

progresif serupa dengan yang terjadi di seluruh jenis syok yang lainnya. 4

Page 9: Bab i Anastesi Elanda

Syok endotoksin. Suatu bentuk khusus dari syok septik adalah syok endotoksin. Syok ini

sering kali timbul bila suatu segmen luas dari usus yang mengalami strangulasi dan

kehilangan sebagian besar suplai darah. Usus dengan cepat berubah mnejadi gangren dan

bakteri dalam usus berkembang dengan sangat cepat. Pada waktu memasuki sirkulasi,

endotoksin menyebabakan gejala yang mirip dengan anafilaksis, seringkali menimbulkan

syok serius. Efeknya selanjutnya dari depressi sirkulasi adalah efek langsung endotoksin

terhadap jantung yang menurunkan kontraktilitas miokardial. 4

Tanda tanda MODS dengan terjadinya komplikasi :

1. Sindrom disstres pernafasan pada dewasa

2. Koagulasi intravaskular

3. Gagal ginjal akut

4. Perdarahan usus

5. Gagal hati

6. Disfungsi sistem saraf pusat

7. Gagal jantung

8. Kematian

2.7 Diagnosis1

Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, riwayat medis yang cermat, pemeriksaan

fisik, uji laboratorium yang sesuai dan tindak lanjut status hemodinamik.

1. Riwayat

Membantu menetukan apakah infekksi didapatkan dari komunitas atau nasokomial dan

apakah psien imunokompromis. Rincian yang harus diketahui meliputi paparan pada

hewan , perjalana , gigitan tungau, bahaya di tempat kerja, penggunaan alkohol , seizure,

hilang kesadaran, medikasi dan penyakit dasar yang mengarahkan pasien pada agen

sepsis meliputi :

Demam atau tanda yang tidak terjelaskan disertai keganasan atau instrumentasi

Hipotensi, oliguri atau anuri

Takipneu atau hiperpnea, hipotermia tanpa penyebab yang jelas.

Perdarahan.

Page 10: Bab i Anastesi Elanda

2. Pemeriksaan Fisik

Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada semua pasien neutropenia dan

pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pmeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan

rektum, pelvis, dan genital. Pemeriksaan tersebut akan mengungkap abses rektal,

perirektal dan atau perianal, penyakit dan/atau abses inflamasi pelvis atau prostatitis.

3. Data laboratorium

uji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC) dengan hitungan diferensial,

urinalisi, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah dan nitrogen, kreatinii, elektrolit, uji

fungsi hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, EKG, dan ronsen dada. Biakan darah,

sputum, urin dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Larutan gram stain

ditempat yang biasanya steril (darah, CSF, cairan artikular, ruang pleura) dengan aspirasi.

Minimal ada 2 set ( ada yang mengaggap 3) biakan darah harus diperoleh dalam 24 jam.

Volume sampel sering terdapat kurang dari 1 bakterium/ml pada dewasa (1-5 ml pada

anak) dan di inokulasikan dengan trypticase soy broth dan thioglycolate soy broth.

Waktu sampel untuk spike demam intermiten bakterimia dominan 0,5 jam sebelum

spike. Jika terapi antibiotik sudah dimulai, beberapa macam antibiotik dapat dideaktivasi

di laboratorium klinis.1

Kelainan yang terjadi pada awal respon sepsis mencakup lekosistosis dngan pergeseran

ke kiri, trombositopenia. Leukopenia dapat ditemukan. Ketika respon septik maikn

meberat, trobositopenia dapat memeprburuk , azotemia dan hiperbilirubinemia makin

jelas dan dapat ditemukan peningkatan enzim aminotranferase.5

Hiperventilasi pada awal septik dapat mencetuskan alkalosis respiratorik. Ketika otot

pernafasan mulai fatigue dan akumulasi laktat makin tinggi, asidosis matabolik dengan

anion gap meningkatnya dapat ditemukan. Analisa gas darah dapat menjumpai adanya

hipokesmia pada awal dapat dikoreksi dengan suplementasi oksigen 100%. Foto torak

mungkin normal atau dpat menunjukan bukti pneumonia sebgai sepsis atau infiltrat yang

difuss pada kasus ARDS. EKG biasanya menunjukan sinus takikardi atau keliana

gelombang ST-T yang non spesifik, kecuali ada penyakit jantung yang mendasari.5

Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah atau dari infeksi

lokal. Marker inflamasi seperti CRP dan prokalsitonin dapat membantu menegakkan

diagnosis sepsis.5

Page 11: Bab i Anastesi Elanda

Tergantung pada status klinis pasien dan resiko terkait, penelitian dapat juga

menggunkan foto abdomen, CT Scanning, MRI, EKG, dan/ atau lumbal puncture

Temuan laboratorium lain ;

Sepsis Awal : Leukositisis denga shift kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan

proteiinuria. Dapat terjadi leukopenia. Neutrofil mengandung granulasi toksik, badan

dohle, aatau vakuola sitoplasma. Hipoksemia dapat dikoreksi dengan oksigen. Penderita

diabets dapat mnegalami hiperglikemia.

Selanjutnya : Trombosotopenia memburuk disertai perpanjangan waktu trombin,

penurunan fibrinogen dan kberadaan D-dimer yang menunjukan DIC. Azotemia dan

hiperbilirubinemia lebih dominan, enzim hati yang meningkat. Bila otot pernafsan lelah,

terjadi akumulasi serum laktat. Hipoksemiia tidak dapat dikoreksi dengan oksigen 100%.

Hiperglikemia diabetik dapat menimbulkan ketoasidosis yang memperburuk hipotensi.

Mortalitas meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah gejala SIRS dan berat

proses penyakit.

2.8 Komplikasi

Sindrome distress pernafasan dewasa (ARDS/ adult respiratory disease

sindrome)

koagulasi dan intravaskular diseminata (KID)

gagal ginjal akut ( ARF/acute renal failure)

perdarahan usus

gagal hati

disfungsi sistem saraf pusat

gagal jantung

kematian

Insiden komplikasi tersebut yang dilaporkan pada SIRS dan sepsis dalam penelitian

berveda adalah 19% untuk disfungsi CNS, 2-8% untuk ARDS, 12 % untuk gagal hati,

9-23% untuk ARF, dan 8-18%, DIC pada 38% dan gagal ginjal 50%.

2.9 Terapi

Tiga prioritas utam adalam terapi sepsis, yaitu :

1. Stabilisasi pasien langsung

Page 12: Bab i Anastesi Elanda

Masalah mendesak yang dihadapi pasien dengan sepsis yang berat adalah pemulihan

yang membahayakan jiwa (ABC: airway, breathing, circulation). Perubahan status

mental atau penuruna tingkat kesadaran akibat sepsis memelikan perlindungan

langsung terhadap jalan nafas pasien. Intubasi diperlukan juga untuk memberikan

kadar oksigen lebih tinggi. Ventilasi mekanis dapat membantu menurunkan konsumsi

oksigen oleh otot perbafasan dan peningkatan ketersediaan oksigen untuk jaringan

lain. Perendaran darah terancam, penurunan bermakna pada tekanan darah

memerlukan terapi empirik gabungan yang agresif dengan cairan (ditambah kristaloid

atau koloid) dan inotrop/vasopresor (dopamin,dobutamin, fenilefrin, epinefrin, atau

norepineprin). Pada sepsis berat diperlukan peredaran darah. CVP (central venous

pressure) normal 10-15 cm dari 0,9% NaCl ; PAW normal (wedges pressure artery

pulmo) 14-18 mmHg, pertahankan volume plasma yang adekuat dengan infusi cairan.

Pasien dengan sepsis berat harus dimasukkan ke ICU. Tanda tanda vital pasien harus

dipantau. Frekuensinya tergantung pada berat sepsis. Pertahankan curah jantung dan

ventilasi yang memadai dengan obat. Pertimbangkan dialisis untuk pasien hipotensif

dengan obat vasoaktiv, misalnya dopamin, dobutamin, atau norepineprin.

2. Darah harus cepat dibersihkan dari mikroorganisme

Antigen mikrobial tertentu dpat memperbururk keadaan pasien. Diyakini bahwa

antimikrobial teretentu menyebabakan pelepasan lebih banyak LPS sehingga

menimbulkan lebih bnayak masalah bagi pasien. Antimikrobial yang tidak

menyebabakan pasien memburuk adalah :

Karabapenem

Seftriakson

Sefepim

Glikopeptida

Aminoglikosida

Quinolon

Perlu segera diberikan perawatam empirik dengan antimikrobial. Pemeberian

antimikrobial secara dini diketahui meneurunkan perkembangan syok dan angka

mortalitas. Setala sampel didapatkan dari psien. Diperlukan regimen

antimikrobial dengan spektrum luas. Hal ini karena terapi antimikrobial hampir

selalu diberikan sebelaum orgabisme yang mneyebabakan sepsis diindentifikasi.

Obat yang digunakan tergantung sumber sepsis adalah ;

Page 13: Bab i Anastesi Elanda

1. Untuk pneumonia dapat kominitas baisanya digunakan 2 regimen obat.

Biasanya sefalosporin generasi ketiga (seftriakson) atau ke empat (sefepim)

diberikan aminoglikosida (gentamisisn)

2. Pneumonia : sefipim atau imipem –silastatin dan aminoglikosida

3. Infeksi abdomen ; imipenem-silastatin atau pipersiline-tazobactam dan

aminoglikosida

4. Infeksi abdomen nosokomial : imipenem-silastatin adan aminoglikosda

atau pipersilin-tazabactam dan amfoterisisn B

5. Kulit/ jaringan lunak : vankomisin dan imipenem-silastatinatau piperasilin-

tazobactam

6. Kuli/jaringan lunak nosokomial : vankomisisn dan sefipim

7. Infeksi traktus urinarius : siprofloksasin dan aminoglikosida

8. Infeksi traktus urinarius nosokomial :vankomisin dan sefipim

9. Infeksi SSP : vankomisin dan sefalosporin generasi ketiga atau meropenem

10. Infeksi SSP nosokomial : meropenem dan vankomisin

Obat dapat berubah sepanjang wakt. Pilihan oabat tersebut hanya untuk menunjukan

bahwa bahan antimikrobial yang terhadap organisme memiliki sensitivitas.

Infeksi awal harus dioabati

Hilangkan benda asing. Salurkan eksudat purulen, khususnya untuk infeksi anaerobik.

Angkat organ yang terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang gangren.

2.10 Pencegahan

1. Hindarkan trauma pada permukaan mukosa yang biasanya dihuni bakteri gram –

negatif

2. Gunakan trimetoprim-sulfametoksazol secara profilaktik apada anak penderita

leukemia

3. Gunkan nitat perak tipikal, sulfadiazin perak, atau sulfamilon sevra profilaktik pada

pasien luka bakar.

4. Beri smeprotan (spray) polimiksin pada faring posterior untuk mencegah pneumonia

Gram-negatif nosokomial.

Page 14: Bab i Anastesi Elanda

5. Sterilisasi flora aerobik lambung dengan polimiksin dan gentamicin dengan

vankomisin dan nistatin efektif dalam mnegurangi sepsis gram negatif pada pasien

neutropenia

6. Lingkungan yang protektif bagi pasien beresiko kurang berhasil karena sebagaian

besar infeksi pasien neutropenia.

2.11 Pemantauan hasil pengobatan 2

Monitoring hemodinamik dan kecukupan cairan dengan CVP

Monitoring dilakukan di ICU dengan memperhatikan perkembangan klinis dan

pemeriksaaan penunjang pasien.

Pemantauan respon pengobtan infeksi, klinis, laboratorium : CRP, pro-kalsitonin dan

radiologis

2.12 Prognosis 2

Prognosis bergantung daru beratnya sepsis.

Page 15: Bab i Anastesi Elanda

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku ajar ilmu

penyakit dalam . Edisi IV. Jakarta: pusat penerbitan Depaeteman ilmu penyakit

dalam FKUI : 2006. Hal 1840-3

2. Irawan C. Panduan Tata laksana Kegawatadaruratan di bidang Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi I. Jakarta. Departemen ilmunpenyakit dalam FKUI/RSUPN dr. Cipto

mangunkususmo. PAPDI: 2009.hal 123-125

3. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Syok. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta.

EGC.2004. hal 123

4. Guyton. Hall. Buku ajar Fisiologi kedokteran. Edisi 9. Jakarta. EGC.1997. hal 366

5. Setyohadi B, Arsana Putu M, Suryanto A dkk. EIMED PAPDI kegawatdaruratan

penyakit dalam. Buku I EIMED dasar. Jakarta. 2012.

6. Keat S, Bate Simon T. Anatesia on thr move. Jakarta. PT indeks. 2013. Hal.133