bab i anak rev

45
BAB I PENDAHULUAN Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru. Pneumonia ini merupakan masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang tetapi terdapat juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada dan Negara-Negara Eropa lainya. 2 Pneumonia Balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut, yaitu terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi. Pada anak, pneumonia merupakan penyakit yang paling umum terjadi dan sebagai salah satu penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak (paling banyak anak di bawah usia 5 tahun). 2 Gizi buruk sebagai salah satu komplikasi dari bronkopneumonia merupakan masalah yang membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Gizi yang kurang mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi antibodi yang tentu akan mengakibatkan mudahnya bibit penyakit masuk. Bayi atau balita yang kekurangan gizi sangat rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi termasuk diare dan infeksi saluran nafas akut khususnya pneumonia. 1 1

Upload: herajuju

Post on 28-Dec-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I anak rev

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi saluran pernafasan akut adalah radang akut saluran pernafasan atas maupun bawah

yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, tanpa atau disertai radang parenkim paru. Pneumonia

adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan parenkim paru. Pneumonia ini merupakan

masalah kesehatan di dunia karena angka kematiannya sangat tinggi, tidak saja di negara berkembang

tetapi terdapat juga di Negara maju seperti Amerika, Kanada dan Negara-Negara Eropa lainya.2

Pneumonia Balita merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut, yaitu

terjadi peradangan atau iritasi pada salah satu atau kedua paru, yang disebabkan oleh infeksi.

Pada anak, pneumonia merupakan penyakit yang paling umum terjadi dan sebagai salah satu

penyebab kesakitan dan kematian utama pada anak (paling banyak anak di bawah usia 5 tahun).2

Gizi buruk sebagai salah satu komplikasi dari bronkopneumonia merupakan masalah yang

membutuhkan perhatian khusus terutama di negara-negara berkembang. Gizi yang kurang

mengakibatkan terjadinya gangguan terhadap produksi antibodi yang tentu akan mengakibatkan

mudahnya bibit penyakit masuk. Bayi atau balita yang kekurangan gizi sangat rentan terhadap

penyakit-penyakit infeksi termasuk diare dan infeksi saluran nafas akut khususnya pneumonia.1

Di Indonesia KEP dan defisiensi mikronutrien juga menjadi masalah kesehatan penting dan

darurat di masyarakat terutama anak balita. Kasus kematian balita akibat gizi buruk kembali

berulang, terjadi secara masif dengan wilayah sebaran yang hampir merata di seluruh tanah air.

Diagnosis gizi buruk dapat diketahui melalui gejala klinis, antropometri dan

pemeriksaanlaboratorium. Tupasi (2000) mendapatkan bahwa pada Kurang Energi Protein

(KEP), ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga menyebabkan

keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama

dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi.4

Perkembangan motorik berbeda tingkatannya pada setiap individu. Anak usia 6 bulan bisa

dengan mudah menggerakkan kepala kanan dan kiri, sementara yang lainnya mungkin akan bisa

setelah berusia 9 bulan atau lebih.3

Demikian pula stimulasi lingkungan, status gizi,  ras dan genetik mempunyai pengaruh

penting dalam perkembangan motorik. Hal ini dapat dilihat perbedaan kemampuan rata-rata

perkembangan motorik anak di berbagai Negara. Dibandingakan anak-anak di Amerika dan

1

Page 2: BAB I anak rev

Eropa Barat, maka perkembangan motorik milestone pada anak Indonesia tergolong rendah. Di

Amerika, anak mulai berjalan pada umur 11,4–12,4 bulan11, dan anak-anak di Eropa antara

12,4–13,6 bulan12. Sedangkan di Indonesia, pada sampel yang diteliti adalah rata-rata 14,02

bulan.3

2

Page 3: BAB I anak rev

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ulfa Aliya Fitri

Tanggal Lahir/umur : 07 September 2013/ 7 bulan 23 hari.

Alamat : Blang krueng, Baitussalam, Aceh Besar

Agama : Islam

Suku : Aceh

Nomor CM : 0-96-05-12

Jaminan : JKRA

Tanggal masuk : 17 Februari 2014

Nama Ayah : Syarifuddin

Nama Ibu : Megawati

2.2. ANAMNESA

Keluhan Utama

Sesak nafas

Keluhan Tambahan

Nafas cuping hidung (+), Batuk berdahak (+), Demam (+)

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan sesak nafas ± 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak

nafas timbul terus-menerus dan terlihat semakin lama semakin memberat, sesak tidak berkurang

saat tidur maupun perpindahan posisi dan tidak bertambah berat ketika aktifitas. Ibu os juga

mengeluhkan pasien demam ± 10 hari SMRS, demam hilang timbul, demam dirasakan

berkurang setelah pemberian obat penurun panas ± 6-8 jam, lalu demam timbul kembali. Ibu

juga mengeluhkan os batuk ± 7 hari SMRS, batuk dirasakan terus menerus, batuk berdahak,

namun menurut ibu os dahaknya lengket tidak dapat di batukkan atau dikeluarkan. Ibu os

membawa os ke PUSKESMAS dan diberikan obat batuk sirup, namun ibu pasien tidak

mengetahui nama obatnya.

3

Page 4: BAB I anak rev

Ibu os juga mengeluhkan pasien sering terlihat kaku pada tangan dan kaki, mata os melihat

ke atas, dimana timbul selama ± 5 menit, namun kemudian pasien tertidur, kaku pada kedua

tangan dan kaki sering terlihat pada pasien, namun kaku ini tidak disertai oleh meningginya suhu

badan sebelumnya. Menurut ibu os pasien pernah mengalami kejang satu hari setelah lahir dan

dirawat di RSUDZA selama 6 hari.

Ibu os juga mengeluhkan pasien terlihat kurus, dengan BB 5 Kg yang di timbang di

PUSKESMAS, nafsu makan pasien baik. Menurut ibu os pasien tidak dapat menggerakkan

kepala sepenuhnya dari kanan ke kiri dan tidak dapat menahan posisi kepala untuk tegak.

Riwayat Pemberian Obat

- Paracetamol sirup, demam turun setelah pemberian obat dan timbul lagi ± 6 jam kemudian.

- Obat batuk sirup (pasien lupa nama obatnya) dari PUSKESMAS dan batuk berkurang

Riwayat Penyakit Keluarga

Asma (-)

Tidak ada keluarga pasien mengalami keluhan yang sama seperti pasien.

Riwayat Kehamilan

Ibu ANC teratur di bidan dan Sp.OG, USG 2 x dengan hasil presentasi letak janin normal.

Ibu tidak ada mengeluhkan keputihan, Hipertensi (-), demam (-), nyeri saat BAK (-)

Riwayat Persalinan

Pasien lahir secara sectio caesaria atas indikasi letak sungsang, dengan BBL 3600 gram, bayi

segera menangis spontan.

Riwayat Pemberian Makanan

Umur Riwayat Pemberian Makanan

0-6 bulan

6-8 bulan

ASI

ASI + MPASI

4

Page 5: BAB I anak rev

Riwayat Imunisasi

Tidak pernah di imunisasi, menurut ibu karena os sering demam.

5

Page 6: BAB I anak rev

2.3. PEMERIKSAAN FISIK

- Keadaan Umum : Sesak nafas

- Kesadaran : Compos mentis

- HR : 100 x/menit, reguler

- Pernafasan : 44 x/menit, reguler

- Suhu : 37,7oC

- Keadaan Gizi : BB : 5.1 kg Usia: 7 bulan 23 hari, 8 bulan

PB : 63 cm

BB/U : Z score<-3SD

PB/U : -3SD< Z Score <-2 SD

BB/PB : Z score <-3 SD

HA: 4,5 bulan.

6

Page 7: BAB I anak rev

7

Page 8: BAB I anak rev

Kulit

Warna : Kuning langsat

Parut Cacar : (-)

sianosis : (-)

Ikterus : (-)

udem : (-)

Kepala

Rambut : Warna kemerahan, tipis, sukar dicabut

Wajah : Simetris, deformitas (-)

Mata : Konjunctiva pucat (-/-), ikterik (-/-), sekret (-/-), refleks cahaya (+/+), Pupil

isokor bulat 3 mm/3 mm

Telinga : Serumen (-/-)

8

Page 9: BAB I anak rev

Hidung : Sekret (-/-), Napas cuping hidung (+)

Mulut : Bibir: Bibir kering ( - ), mukosa kering ( - ),sianosis ( - ).

Leher

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi : Pembesaran KGB ( - )

Thorax

Inspeksi

Statis : Simetris, cardic bulging ( - )

Dinamis : Pernafasan abdominothorakal, retraksi suprasternal (+) retraksi

intercostal (+), retraksi epigastica (+)

Paru

Inspeksi : Simetris statis, dinamis

Palpasi : Nyeri tekan (-), Sfka=Sfki

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : Suara napas dasar vesikular (+/+) melemah

Suara napas tambahan rhonki (+/+) pada basal paru kanan dan kiri, stridor

(+) wheezing (-/-)

Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis terlihat

Palpasi : Ictus Cordis teraba, thrill (-)

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I > BJ II , reguler (+), bising (-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris, distensi (-)

Palpasi : Nyeri Tekan ( - ),

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : Ballotement tidak teraba

Perkusi : Timpani

Auskultasi : Peristaltik (N), 4x/menit, bising usus (-)

9

Page 10: BAB I anak rev

Genetalia : dalam batas normal

Kelenjar Limfe : Pembesaran KGB ( - )

Ekstremitas : -Superior : sianosis (-/-)

-Inferior : sianosis (-/-) edema (-/-)

2.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah rutin dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah rutin (6 Maret 2014)

Pemeriksaan 6/3/2014 13/3/2014 Normal

Hemoglobin 11,9 9,6 13,0-17,0 gr/dl

Hematokrit 28 40-55%

Leukosit 7,4 8,3 9-30x103/ul

Trombosit 586 150-400

2.5 DIFERENSIAL DIAGNOSA

Bronkopneumonia

Bronkiolitis

+ Gizi Buruk

+ Motor Delay

2.6 DIAGNOSA SEMENTARA/DIAGNOSA KERJA

Bronkopneumonia + Gizi buruk + Motor Delay

2.7 TERAPI

O2 nasal 2 liter/i

Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam

Inj. Gentamicin 30 mg/24 jam

Diet F100 + 80 cc ASI/3 jam

10

Page 11: BAB I anak rev

Kebutuhan cairan : 510cc/24 jam

2.8 PLANNING

Darah rutin

Foto Thoraks

Kultur sputum dan sensivitas bakteri

Konsul Divisi Respirologi

Konsul Divisi Gizi

Konsul Fisiotherapi

2.9 PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

Quo Sanactionam : dubia ad bonam

11

Page 12: BAB I anak rev

2.10 FOLLOW UP HARIAN

Tanggal/hari

rawatanCatatan Instruksi

04-03-2014

H-1

S/ sesak (+) namun sudah berkurang,

pilek (+)

O/ VS/HR = 106 x/menit

RR = 28 x/menit

T = 36,2oC

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil

(T1-T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Thorak :

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : Tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (+/+) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Th /

1. O2 2 l/i

2. IVFD 4 : 1 15 gtt/i (Aff,

bengkak)

3. Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam

4. Inj. Gentamicin 30 mg/24jam

(Aff)

5. Nebule NaCl 0,9 % 2cc/6jam

6. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

7. Miconazole Zalf

8. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

Planning :

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,4 kg

12

Page 13: BAB I anak rev

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar : Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal : Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

05-03-2014

H-2

S/ Sesak nafas (+), pilek (+)

O/ VS/HR = 96 x/menit

RR = 33 x/menit

T = 36,6oC

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (+)

Th /

1. O2 2 l/i (bila Sesak)

2. Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam

(H16)

3. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

4. Nebul Nacl 2 cc/6 jam

5. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

Planning:

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,6 kg

13

Page 14: BAB I anak rev

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil

(T1-T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Thorak :

Inspeksi : Simetris, retraksi (+)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : Tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (-/-) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar: Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal : Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

14

Page 15: BAB I anak rev

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

06-03-2014

H-3

S/ Sesak nafas (+) tetapi sudah

berkurang, sekret (+), kejang (-)

O/ VS/HR = 106 x/menit

RR = 32 x/menit

T = 37,3oC

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (+)

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil (T1-

T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Thorak :

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : Tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (-/-) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Th/

1. O2 2 l/i

2. Inj. Ceftriaxone 250 mg/12 jam

(aff)

3. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

4. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

5. Nebul Nacl 2 cc/6 jam

6. Myconazole zalf

Planning:

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,7 kg

15

Page 16: BAB I anak rev

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Abdomen :

Inspeksi : Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar: Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal : Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

07-03-2014

H-4

S/ Sesak (+) sudah berkurang, pilek (+),

kejang spastik (-), Sudah 3 hari belum

BAB

O/ VS/HR = 94 x/menit

RR = 28 x/menit

T = 36,4oC

Th/

1. O2 2 l/i (bila sesak)

2. IVFD 4 : 1 15 gtt/i

3. Myconazole zalf

4. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

5. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

6. Dulcolax supp

16

Page 17: BAB I anak rev

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (+)

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil

(T1-T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Thorak :

Inspeksi : Simetris, retraksi (-)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (-/-) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Abdomen :

Inspeksi: Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar: Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal : Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Planning:

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,75 kg

17

Page 18: BAB I anak rev

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

08-03- 2014

H-5

S/ Sesak (+) namun sudah berkurang,

BAB sudah keluar, pilek (+)

O/ VS/HR = 90 x/menit

RR = 30 x/menit

T = 36,9oC

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil (T1-

T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Th /

1. O2 2 l/i (bila sesak)

2. Nebule NaCl 0,9 % 2cc/6jam

3. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

4. Miconazole Zalf

5. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

Planning :

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,8 kg

18

Page 19: BAB I anak rev

Thorak :

Inspeksi: Simetris, retraksi (+)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (+/+) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Abdomen :

Inspeksi: Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar: Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal: Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

19

Page 20: BAB I anak rev

09-03-2014

H-6

S/ Sesak (+) namun sudah

berkurang,muntah (-), pilek (+)

O/ VS/HR = 98 x/menit

RR = 45 x/menit

T = 37,1oC

Pf/

Kepala : Normocephali

Mata : Edema kelopak mata (-/-)

Pucat (-/-)

Ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (-)

Hidung : NCH (-), sekret (-)

tanda peradangan (-)

Mulut : Bibir pucat (-) sianosis (-)

faring hiperemis (-) tonsil (T1-

T1)

Leher : Pembesaran KGB (-),

tortikolisis (-)

Thorak :

Inspeksi: Simetris, retraksi (+)

Palpasi : SF kanan = SF kiri

Perkusi : tidak dilakukan

Ausk : Ves (+/+), Rh (+/+) basah

kasar, Wh (-/-), stridor (+)

Cor : BJ I > BJ II, reguler (+)

Bising (-)

Th/

1. O2 2 l/i

2. Nebule NaCl 0,9 % 2cc/6jam

3. Phenobarbital 20 mg/12 jam

(oral)

4. Miconazole Zalf

5. Diet F100 + 90 cc ASI/3jam

Planning:

Monitoring Gizi

Monitoring BB : 5,85 kg

20

Page 21: BAB I anak rev

Abdomen :

Inspeksi: Simetris, Distensi (-)

Palpasi : Soepel, nyeri tekan (-)

Hepar: Tidak Teraba

Lien : Tidak Teraba

Renal : Tidak Teraba

Perkusi : Timpani

Ausk : Peristaltik (+)

Extremitas :

Sup : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

Inf : Edema (-/-), Pucat (-/-),

Sianosis (-/-)

CRT : <3 Detik

ASSESSMENT :

Bronkopneumonia + gizi buruk + motor

delay

21

Page 22: BAB I anak rev

BAB III

ANALISA KASUS

3.1 Bronkopneumonia

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada kasus ini, maka

dapat ditegakkan diagnosa yaitu bronkopneumonia. Dari anamnesis terhadap ibu pasien,

didapatkan keterangan yang mengarahkan pada kecurigaan pneumonia, yaitu sesak nafas, batuk

berdahak dan demam. Gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas

meningkat, disertai tarikan otot-otot dinding dada, disertai napas cuping hidung. Pada infeksi

yang berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki dan

mengi.2

Pneumonia adalah peradangan parenkim paru, distal dari bronkhiolus terminalis yang

mencakup bronkhiolus respiratorius, dan alveoli yang berupa infiltrat atau konsolidasi pada

alveoli atau jaringan interstisial. Pneumonia ini dapat mengakibat gangguan pertukaran gas

setempat. Bronkopneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus

paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh

bakteri,virus, jamur dan benda asing. Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan

penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi,

gambaran klinis, dan strategi pengobatan.5

Diagnosis pneumonia ditegakkan sesuai dengan kriteria WHO. Anak dengan gejala klinis

batuk, kesulitan bernafas, dan laju pernafasan yang meningkat (anak <2 bulan; mempunyai laju

nafas >60 kali/menit; 2-11 bulan laju nafas >50 kali/menit; dan 13-60 bulan laju nafas >40

kali/menit).2

Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil yang semakin menguatkan bronkopneumonia

yaitu takipnu, takikardi, suhu aksila 37,7ºC, nafas cuping hidung,suara nafas vesikuler melemah,

dan Stridor di kedua basal paru.

Berdasarkan kepustakaan bronkopneumonia adalah suatu infeksi akut pada paru – paru

yang secara anatomi mengenai begian lobulus paru mulai dari parenkim paru sampai perbatasan

bronkus yang dapat disebabkan oleh bermacam – macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur

dan benda asing ditandai oleh trias (sesak nafas, pernafasan cuping hidung, sianosis sekitar

hidung atau mulut). Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratoris bagian

22

Page 23: BAB I anak rev

atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 39 – 40º C dan mungkin disertai

kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah dispneu, pernafasan cepat dan dangkal

disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis sekitar hidung dan mulut. Kadang – kadang

disertai muntah dan diare. Batuk biasanya tidak ditemukan pada permulaan penyakit, mungkin

terdapat batuk selama beberapa hari, yang mula – mula kering kemudian menjadi produktif. Pada

laboratorium pada bronkopneumonia, gambaran darah terdapat leukositosis sedangkan pada

bronkiolitis gambaran darah tepi dalam batas normal, kimia darah menunjukkan gambaran

asidosis respiratorik maupun metabolik. Usapan nasofaring menunjukkan flora bakteri normal.

Pneumococcus masuk ke dalam paru melalui jalan nafas secara percikan (droplet), proses radang

pneumonia dapat dibagi atas 4 stadium, yaitu :

1. Stadium kongesti

Kapiler melebar dan kongesti serta di dalam alveolus terdapat eksudat jernih, bakteri

dalam jumlah banyak, beberapa neutrofil dan makrofag.

2. Stadium hepatisasi merah

Lobus dan lobulus yang terkena menjadi padat dan tidak mengandung udara, warna

menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar. Dalam alveolus didapatkan fibrin, leukosit

netrofil, eksudat dan banyak sekali eritrosit dan kuman. Stadium ini berlangsung sangat

pendek.

3. Stadium hepatisasi kelabu

Lobus masih tetap padat dan warna merah menjadi pucat kelabu. Permukaan pleura

suram karena diliputi oleh fibrin.Alveolus terisi fibrin dan leukosit, tempat terjadi fagositosis

pneumokokus. Kapiler tidak lagi kongestif.

4. Stadium resolusi

Eksudat berkurang. Dalam alveolus makrofag bertambah dan leukosit mengalami

nekrosis dan degenerasi lemak.Fibrin diresorbsi dan menghilang.Secara patologi anatomis

bronkopneumonia berbeda dari pneumonia lobaris dalam hal lokalisasi sebagai bercak –

bercak dengan distribusi yang tidak teratur. Dengan pengobatan antibiotika urutan stadium

khas ini tidak terlihat.6

Untuk mendukung diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan penunjang, yaitu, darah perifer

lengkap, C-reaktif Protein (CRP), uji serologis, pemeriksaan mikrobiologis dan pemeriksaan

rontgen thoraks. Pemeriksaan darah lengkap perfier pada pneumonia yang disebabkan oleh virus

23

Page 24: BAB I anak rev

biasanya leukosit dalam batas normal, namun pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri

didapatkan leukositosis (15.000–40.000/mm3). Dengan dominan PMN. Leukopenia

(<5000/mm3) menunjukkan prognosis yang buruk. Pada infeksi Chlamydia kadang–kadang

ditemukan eosinofilia. Pada efusi pleura didapatkan sel PMN pada cairan eksudat berkisar 300-

100.000/mm3, protein > 2,5 g/dl, dan glukosa relatif lebih rendah daripada glukosa darah.

Kadang–kadang terdapat anemia ringan dan LED yang meningkat. CRP adalah suatu protein

fase akut yang disisntesis oleh hepatosit. Sebagai respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi

CRP secara cepat distimulasi oleh sitokin, terutama IL-6, IL-1 da TNF. Meskipun fungsi

pastinya belum diketahui, CRP sangat mungkin berperan dalam opsonisasi mikroorganisme atau

sel rusak, secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan antara faktor

infeksi dan noninfeksi, infeki virus dan bakteri, atau infeksi superfisial atau profunda. Uji

serologik untuk mendateksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri tipik mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang rendah. Secara umum, uji serologis tidak terlalu bermanfaat

dalam mendiagnosis infeksi bakteri tipik, namun bakteri atipik seperti Mycoplasma dan

chlamydia tampak adanya peningkatan antibodi IgM dan IgG. Untuk pemeriksaan

mikrobiologik, spesimen dapat diambil dari usap tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus,

darah, punksi pleura atau aspirasi paru. Pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan darah rutin

dengan hemoglobin 11,4 mg/dl.5

Pasien didiagnosa banding dengan bronkiolitis karena bronkiolitis sering menyerang anak

usia 2-24 bulan dengan puncak insidensi pada bayi laki-laki usia 2-8 bulan yang tidak mendapat

Air Susu Ibu (ASI) dan hidup dilingkungan padat penduduk. Gejala pada bronkiolitis yang mirip

dengan brokopneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek ringan, batuk, dan demam,

disusul dengan demam disertai sesak nafas, merintih, nafas berbunyi, rewel, dan penurunan nafsu

makan. Menurut Rahajoe dkk (2010), pada pasien ini terdapat semua gejala tersebut, kecuali

pilek dan nafas berbunyi. Hanya saja, pada bronkiolitis ditemukan wheezing dimana pada

pneumonia tidak terdapat wheezing.7

Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, pemberian Oksigen 2

liter/menit, Infus 4:1 dengan 15 tetes/menit (mikro), pemberian air susu ibu melalui nasogastrik

tube (jika sesak memberat), dilakukan suction untuk menghilangkan sekret dan medikamentosa

berupa antibiotik ceftriaxone 250mg/12jam (intravena) dan Gentamisin 15mg/12jam

(intravena).6

24

Page 25: BAB I anak rev

Oksigen diberikan untuk mengatasi hipoksemia, menurunkan usaha untuk bernapas, dan

mengurangi kerja miokardium. Oksigen diberikan pada anak yang menunjukkan gejala adanya

tarikan dinding dada (retraksi) bagian bawah yang dalam, SpO2< 90%, frekuensi nafas

60x/menit atau lebih, merintih setiap kali bernafas untuk bayi muda, dan adanya head nodding

(anggukan kepala). Selanjutnya diberikan ceftriaxone 250 mg/12jam, sesuai dengan teori yang

dapat dilihat berdasarkan etiologi dari bronkopneumonia akibat bakteri, bakteri yang cukup

banyak menyebabkan bronkopneumonia adalah bakteri kokus gram positif seperti streptococcus

pneumonia, dan pneumococcus.2

Beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya ISPA (infeksi saluran pernapasan

akut) adalah tingkat sosial ekonomi rendah, gizi kurang, berat badan lahir rendah, tingkat

pendidikan dan pengetahuan, jangkauan pelayanan Zat gizi (makanan) memiliki efek kuat untuk

reaksi kekebalan tubuh dan resistensi terhadap infeksi. Hal ini dibuktikan dengan adanya hasil

penelitian akhir-akhir ini yang memperlihatkan bahwa melalui pemberian gizi, dan hormon

anabolik dapat mengatur daya tahan (resistensi) hospes terhadap infeksi bakteri. Kurang Energi

Protein (KEP), ketahanan tubuh menurun dan virulensi patogen lebih kuat sehingga

menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu

determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi. Resiko

kesakitan hingga resiko kematian pada BBLR cukup tinggi oleh karena adanya gangguan

pertumbuhan dan imaturitas organ. Penyebab utama kematian pada BBLR adalah afiksia,

sindroma gangguan pernapasan, infeksi dan komplikasi hipotermia. Pada bayi BBLR,

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi

terutama pneumonia dan sakit saluran pernapasan lainnya.4

3.2 Gizi Buruk

Nency (2005) menyebutkan bahwa malnutrisi (gizi buruk) merupakan status kondisi

seseorang yang kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk

dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor),

karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.

Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh

membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang

dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan lain status gizinya berada di bawah

25

Page 26: BAB I anak rev

standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk

(severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi,

kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan

gizi menahun.8

Menurut Notoadmodjo (2003), gizi yang kurang mengakibatkan terjadinya gangguan

terhadap produksi antibodi yang tentu akan mengakibatkan mudah nya bibit penyakit masuk.

Bayi atau balita yang kekurangan gizi sangat rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi termasuk

diare dan infeksi saluran nafas akut khususny pneumonia.1

Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan

berat badannya tiap bulan sampai usia minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat

badan sesuai dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, dia

bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi kurang yang bersifat kronis. Apabila

jauh dibawah standar dikatakan bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk

kekurangan gizi tingkat berat atau akut.8

Pada kasus diperoleh data BB : 5.1 kg, Usia: 7 bulan 23 hari, PB : 63 cm, BB/U : Z

score<-3SD, PB/U : -3SD< Z Score <-2 SD, BB/PB : Z score <-3 SD, HA: 4,5 bulan.

Kesimpulan dari status gizi pasien adalah pasien menderita gizi buruk. Gizi buruk ditandai

dengan nilai perbandingan berat badan terhadap panjang badan di bawah skala -3 standar deviasi.

Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwashiorkor.

Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis dari masing-masing tipe yang

berbeda-beda.8

1.    Marasmus

Marasmus merupakan bentuk malnutrisi  protein kalori, terutama akibat kekurangan

kalori berat dan kronis, paling sering terjadi selama tahun pertama kehidupan, disertai

retardasi pertumbuhan serta atrofi lemak subkutan dan otot. Gejala yang timbul diantaranya

muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan

tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan

pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan

banyak menangis meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala

pada marasmus adalah (Depkes RI, 2000) :

26

Page 27: BAB I anak rev

a.    Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya,

tinggal tulang terbungkus kulit

b.    Wajah seperti orang tua

c.    Iga gambang dan perut cekung

d.    Otot paha mengendor (baggy pant)

e.    Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar

2.    Kwashiorkor

Kwashiorkor merupakan bentuk malnutrisi protein-energi yang disebabkan defisiesi

protein yang berat, asupan kalori biasanya juga mengalami defisiensi. Gejala meliputi

retardasi pertumbuhan, perubahan pigmen rambut dan kulit, edema, defisiensi imun dan

perubahan patologis pada hati. Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger

baby), bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun

dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan

atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a.    Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis

b.    Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada penyakit

kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam.

c.    Wajah membulat dan sembab

d.    Pandangan mata anak sayu

e.    Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada

rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.

f.     Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi coklat

kehitaman dan terkelupas

3.    Marasmik-Kwashiorkor

Marasmic – Kwashiorkor merupakan suatu keadaan defisiensi kalori dan protein,

disertai penyusutan jaringan yang hebat, hilangnya lemak subkutan, dan biasanya dehidrasi.

Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan

marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk

pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan

27

Page 28: BAB I anak rev

< 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut,

kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula (Depkes RI, 2000).

Pada kasus ditemukan anak memiliki dada gambang, perut membesar, udem pretibial

tidak ada, muka tua, rambut tipis dan kering berwarna merah seperti rambut jagung. Hal ini

menunjukkan pasien menderita gizi buruk tipe campuran.

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali

anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai

segera setelah anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup

untuk memenuhi metabolisma basal saja. Formula khusus seperti Formula WHO

75/modifikasi/Modisco ½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun

sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut.9

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk

menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam

jumlah banyak secara mendadak.Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0

g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per 100 ml)

dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan

dengan kandungan energi dan protein yang sama.  Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali,

sampai hanya sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali

pemberian (200 ml/kgbb/hari). Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi: Formula WHO

100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan sering. Energi : 150-220 Kkal/kg

bb/hari, Protein 4-6 gram/kg bb/hari. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri

formula WHO 100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi

untuk tumbuh-kejar.9

Pada kasus, diet diberikan adalah F100 + 80 cc ASI/3 jam. Pemberian F100 karena alsaan

anak telah melewati masa transisi pada kasus gizi buruk. Pemberian F100 dilakukan sesering

mungkin sampai anak merasa cukup. Hal ini sesuai dengan 10 tatalaksana awal gizi buruk, yaitu

pemberian makanan awal. Yang perlu diperhatikan juga adalah pencegahan dan atasi infeksi,

yaitu pneumonia pada kasus pasien anak.

Menurut McLarren gizi buruk dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan

laboratorium.

28

Page 29: BAB I anak rev

Tabel 4.1 klasifikasi gizi buruk menurut McLarren

Gejala klini/laboratories Angka

Edema 3

Dermatosis 2

Edema disertai dermatosis 6

Perubahan pada rambut 1

Hepatomegali 1

Albumin serum atau protein total

<1,00 <3,25 7

1-1,49 3,25-3,99 6

1,50-1,99 4,00-4,75 5

2,00-2,49 4,75-5,49 4

2,50-2,99 5,50-6,24 3

3,00-3,49 6,25-6,99 2

3,50-3,99 7,00-7,74 1

>4,00 >7,75 0

Keterangan :

0-3 = marasmus

4-8 = marasmik kwashiorkor

9-15 = kwashiorkor

Pada kasus diskenario klinis pasien yang didapat berupa udem, kelainan kulit dan dari

hasil laboratorium didapatkan nilai protein total yaitu 4,6 dan nilai albumin 2,4, berdasarkan

scoring Mclarenn dengan nilai 11 maka masuk kedalam gizi buruk tipe kwashiorkor.

Indikasi Rawat

Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia berat, anemia berat, dehidrasi

berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran) harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas

perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG) atau Theurapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan

gizi buruk tanpa komplikasi dapat dilakukakan secara rawat jalan.

Pada kasus di atas, keluarga pasien menyatakan bahwa anaknya mulai selalu muntah apa

yang dimakan sejak umur 6 bulan dan pasien tidak mau makan. Artinya, dalam hal ini pasien

29

Page 30: BAB I anak rev

dengan gizi buruk pada kasus tersebut dirawat karena pasien mengalami tanda-tanda berikut

anak terlihat sangat kurus, BB/TB < -3 SD, LiLA < 11,5 cm, serta terdapat komplikasi berupa

anoreksia.

3.3 Motor Delay

Sesuai dari hasil pemeriksaan KPSP 6 bulan, didapatkan kesimpulan bahwa pasien

mengalami kelainan dengan skor 1, maka dilakukan konsultasi ke bagian fisiotherapi untuk

dilakukan stimulasi sesuai usia perkembangan pasien dengan panduan KPSP usia 6 bulan selama

2 minggu. Selanjutnya dilakukan evaluasi perkembangan pada pasien.

Gambar 4.5 Alur pemeriksaan pasien gizi burukKriteria sembuh

Bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis dan memenuhi kriteria

pulang sebagai berikut:

a. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif

b. BB/PB atau BB/TB > -3 SD

c. Komplikasi sudah teratasi

d. Ibu telah mendapat konseling gizi

e. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/KgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut

f. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan

30

Page 31: BAB I anak rev

DAFTAR PUSTAKA

1. Ganda Sigalingging, Zr. Karakteristik Penderita Penyakit Pneumonia Pada Anak di Ruang

Merpati RSU HERNA MEDAN, Jurnal Darma Agung. 2010.

2. Nurjannah, Savira N, Anwar S. Profil Pneumonia pada Anak di RSUD dr. Zainoel Abidin,

Studi Retrospektif. Sari Pediatri. 2012;13:324-328

3. Dalimunthe W, Daulay RS, Daulay RM. Significant Clinical Features in Pediatric

Pneumonia. Pediatrica Indonesian. 2013;53:37-41

4. Sukmawati, Ayu SD. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir, Imunisasi, dengan

Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kecamatan

Bontoa Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan. 2010;10:1-12

5. Fadhila A. Penegakan Diagnosis dan Penatalaksanaan Bronkopneumonia pada Pasien Bayi

laki-laki Berusia 6 bulan. Medula. 2013;1:1-10

6. Gaas D. Bronkopneumonia. Medula . 2013;1:63-71

7. Siahaan MLI. Bronkopneumonia pada Bayi dengan Sindrom Down. Medula. 2013;1:75-84

8. Aliyah, Siti, 2014. Malnutrisi, http://mrkulu.blogspot.com/2014/03/malnutrisi.html

9. Nelson, WE.2007. Malnutrition.In Nelson WE.(ed) Mitchel Nelson Text Book of

Pediactrics 5thed. WB Saunders Co. Philadelphia & London.

31