bab butter&buttermilk_clementia caroline_13.70.0020_a5_unika soegijapranata
DESCRIPTION
butter dan buttermilk diperoleh dari hasil pengocokan (Churning) whipping creamTRANSCRIPT
1. PENDAHULUAN
1.1. Topik
Praktikum teknologi pengolahan susu kloter A pada hari Senin 16 Mei 2016 mengenai
bab Butter dan Buttermilk yang dilaksanakan bersamaan dengan pengamatan bab Susu
Pasteurisasi.
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk membuat unsalted butter yang tidak
difermentasi dan memahami prinsip pembuatannya.
1
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Tabel
Hasil pengamatan mengenai butter dan buttermilk dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Butter dan Buttermilk
Kel. Produk Sensori Fisik
Warna Rasa Aroma Tekstur Penampakan Rendemen (%)
A1Butter
Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk
++++
++++
+++
++++++++
+++++++
Tidak punya body, mudah dioles, creamyPunya body, tidak mudah dioles, creamy
Creamy
26,433
66,677
A2Butter
Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk
++++
++++
+++
++++++++
+++++++
Tidak punya body, mudah dioles, creamyPunya body, tidak mudah dioles, creamy
Creamy
27,492
60,000
A3Butter
Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk
- - - - - -
A4Butter
Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk
- - - - - -
A5Butter
Butter setelah disimpan di kulkasButtermilk
- - - - - -
Keterangan : Warna :+ = putih++ = agak kuning +++ = kuning ++++ = sangat kuning+++++ = coklat
Rasa :+ = tidak enak ++ = agak enak+++ = enak++++ = sangat enak
Penampakan : Punya body atau tidak Mudah dioleh atau tidak Creamy atau tidak
Aroma :+ = tidak kuat++ = agak kuat+++ = kuat++++ = sangat kuat
Tekstur :+ = kasar/keras++ = agak kasar/agak keras +++ = lembut++++ = sangat lembut
2
3
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa masing-masing kelompok melakukan analisa terhadap
butter, butter setelah disimpan di kulkas, dan buttermilk. Kelompok A1-A2
menggunakan whipping cream cair, sedangkan kelompok A3-A5 menggunakan
whipping cream bubuk. Pada pengamatan butter, butter setelah disimpan di kulkas, dan
buttermilk kelompok A1 dan A2 memiliki hasil sensori dan fisik yang sama, namun
memiliki nilai rendemen butter dan buttermilk yang berbeda. Sedangkan pada kelompok
A3-A5 whipping cream yang digunakan tidak dapat membentuk butter dan buttermilk
sehingga tidak dapat dianalisa lebih lanjut. Butter pada kelompok A1 dan A2 berwarna
putih, rasanya agak enak, aromanya agak kuat, dan bertekstur lembut. Penampakan
butter yang dihasilkan kelompok A1 dan A2 yaitu tidak punya body, mudah dioles, dan
creamy. Pada butter setelah disimpan di kulkas kelompok A1 dan A2 memiliki warna
agak kuning, rasa agak enak, aroma lembut, dan tekstur sangat lembut. Penampakan
dari butter setelah disimpan di kulkas kelompok A1 dan A2 yaitu punya body, tidak
mudah dioles, dan creamy. Pada hasil pengamatan buttermilk kelompok A1 dan A2
berwarna putih, rasa enak, aroma kuat, dan penampakan yang creamy. Pada kelompok
A1 dan A2, nilai rendemen butter lebih rendah daripada buttermilk. Nilai rendemen
butter kelompok A1 dan A2 masing-masing bernilai 26,433% dan 27,492%. Nilai
rendemen buttermilk kelompok A1 dan A2 masing-masing bernilai 66,677% dan 60%.
Foto hasil pengamatan butter dan buttermilk kelompok A1 dan A2 dapat dilihat pada
gambar 1 dan foto hasil pengamatan whipping cream kelompok A3-A5 dapat dilihat
pada gambar 2.
Gambar 1. Butter dan buttermilk A1 dan A2 Gambar 2. Whipping cream A3-A5
2
3. PEMBAHASAN
Butter atau yang biasa dikenal sebagai mentega merupakan produk olahan susu yang
terbuat dari susu, krim, atau kombinasi keduanya dengan atau tanpa penambahan garam
(Novidia, 2003). Butter diperoleh melalui proses pengocokan (churning) sampai bagian
lemaknya terpisah (Saleh, 2004; Walstra et al., 2006). Butter merupakan emulsi air
dalam minyak dan mengandung air maksimal 16% (Rønholt et al.,2012). Menurut
Herschdoefer (1986), yang terdiri atas 16% air, 2% padatan susu tanpa lemak (MSNF),
dan minimal 80% lemak susu. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Gunstone (2002)
bahwa butter memiliki kandungan lemak 80-82% dan fase air (18-20%). Butter
mengandung β-karoten yang merupakan prekursor pembentuk vitamin A, tidak
mengandung laktosa dan mineral, serta mengandung protein yang rendah (Saleh, 2004;
Buckle et al.,1987).
Buttermilk merupakan by-product dari pembuatan butter. Buttermilk mengandung
semua komponen larut air dari susu atau krim seperti protein susu, laktosa, dan mineral
(Lonkar et al., 2011). Sedangkan buttermilk menurut Winarno (1993) merupakan cairan
yang tertinggal saat pengocokan krim atau susu, dimana perbedaannya dengan susu
skim adalah lebih banyaknya kandungan fosfolipida dan protein dari membran globula
lemak, dimana apabila fosfolipida yang terkandung relatif tinggi maka buttermilk
bersifat sebagai pengemulsi. Komposisi buttermilk yaitu 90,7% air, 3,5% protein, 0,5%
lemak, 0,7% mineral, dan 4,6% gula. Kandungan gizi lainnya pada buttermilk yaitu
kalium, vitamin B12, kalsium, riboflavin, dan fosfor (Heiler & Schieberle, 1996).
Negara-negara di Eropa banyak mengkonsumsi buttermilk segar sebagai emulsifier
dalam pembutan dairy atau bakery products (Vanderghem et al., 2010).
Dalam praktikum ini, jenis butter yang ingin dibuat adalah butter yang dibuat tanpa
adanya penambahan kultur dan tanpa penambahan garam (sweet cream-unsalted butter).
Bahan utuma yang digunakan adalah whipping cream cair untuk kelompok A1-A2 dan
whipping cream bubuk untuk kelompok A3-A5. Mula-mula whipping cream cair
sebanyak 300 ml diukur menggunakan gelas ukur yang telah diketahui beratnya dan
ditimbang berat krimnya Sedangkan untuk whipping cream bubuk sebanyak 150 gram
4
5
dilarutkan ke dalam 300 ml air dan diukur menggunakan gelas ukur yang telah
diketahui beratnya dan ditimbang berat krimnya. Pengukuran berat krim untuk
memastikan ukuran bahan. Potter & Hotchkiss (1996) menyatakan bahwa krim dalam
pembuatan butter dan buttermilk sebaiknya dipasteurisasi terlebh dahulu karena
kandungan lemak yang tinggi dan dapat beresiko tinggi tercemar mikroorganisme.
Namun dalam praktikum ini tidak dilakukan proses pasteurisasi karena bahan yang
digunakan merupakan krim dari skala industri. Krim yang sudah melalui proses UHT
atau pasteurisasi memiliki kestabilan yang tinggi, umur simpan yang lebih lama, dan
memiliki rasa yang enak serta kekuatan pembentukan buih yang baik (Bruhn &
Bruhn,1987). Lalu krim dituang ke dalam blender, dan dikocok dengan menggunakan
mixer berkecepatan tinggi hingga terpisah antara lemak dengan buttermilk. Menurut
Gunstone (2002), Churning atau tahap pengocokan krim dengan cepat bertujuan untuk
memecah globula lemak. Apabila pengocokan dilanjutkan, butir lemak akan mengecil
karena protein mengeluarkan air, dan membuat busa semakin kompak serta
meningkatkan tekanan pada globula lemak, sehingga lemak cair akan tertekan keluar.
Lemak cair mengandung lemak kristal yang akan menyebar pada lapisan tipis
permukaan gelembung dan globula lemak. Semakin lama pengocokan, butir lemak
semakin memadat, sehingga lemak cair keluar lebih banyak, sehingga globula lemak
akan terkoagulasi menjadi butter grain. Arpah (2003) menjelaskan bahwa pengadukan
dan pengocokan krim akan menghancurkan lapisan membran yang menyelubungi butir
lemak, sehingga terbentuk 2 fase yaitu fase lemak yang terdiri dari lemak mentega, dan
fase air yang melarutkan berbagai zat. Selain itu pengocokan dengan mixer bertujuan
untuk menghaluskan tekstur butter (Douma, 2008). Produk buttermilk diperoleh dari
proses churning (Bringas et al., 2010)
Setelah lemak dan buttermilk terpisah, didiamkan hingga semua lemak naik keatas.
Kemudian lemak dipisahkan dari buttermilk dengan cara disaring ke dalam wadah lain.
Susilorini & Sawitri (2006) mengungkapkan bahwa proses pemisahan atau dapat
disebut fase working yaitu premecahan ukuran droplet air kecil sehingga menghasilkan
droplet dengan ukuran yang lebih stabil. Fase air harus benar-benar terdispersi agar
butter yang dihasilkan memiliki permukaan yang kering. Butter yang dihasilkan
ditekan-tekan supaya buttermilk yang masih ada dapat dipisahkan. Menurut Arpah
6
(2003), tingginya kadar air dalam butter menyebabkan butter menjadi mudah tengik jika
disimpan pada tempat hangat, karena adanya asam lemak yang dilepaskan yaitu asam
butirat, berantai pendek, mudah menguap dan berbau tidak enak. Oleh karena itu proses
working dilakuan dengan tujuan untuk menurunkan kadar air dalam butter Setelah itu
butter ditimbang, sedangkan buttermilk diukur volumenya dan diamati secara sensori
(warna, rasa, aroma, dan tekstur) serta karakter fisiknya (penampakan dan dihitung hasil
rendemennya). Butter kemudian disimpan di dalam kulkas dengan ditutup plastik cling
wrap selama 1 jam dan diamati kembali karakteristik sensori serta penampakannya.
Penyimpanan di dalam kulkas bertujuan untuk memperbanyak, memperkecil, dan
memadatkan kristal lemak sehingga tekstur butter lebih berstruktur (dapat dioles)
(Winarno & Fernandez, 2007).
Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan, produk yang dihasilkan dapat dibedakan
menjadi 2 jenis produk yaitu produk yang berbentuk padat disebut butter dan produk
yang berbentuk cair disebut buttermilk. Pada hasil pengamatan dapat diketahui bahwa
butter dan buttermilk hanya dapat dihasilkan dari bahan whipping cream cair kelompok
A1 dan A2. Sedangkan pada bahan whipping cream bubuk kelompok A3-A5 tidak
dapat memisah menjadi butter dan buttermilk. Hal ini diduga karena suhu pengocokan
yang kurang optimal. Menurut Bruhn & Bruhn (1987), suhu krim tidak boleh terlalu
tinggi karena akan menyebabkan overrun dari krim yang dihasilkan menjadi lebih
rendah. Whipping cream sebelum pengocokan seharusnya dimasukkan ke dalam chiller
terlebih dahulu agar butter dapat memiliki overrun yang baik. Pada praktikum ini
whipping cream cair sebelumnya telah disimpan didalam lemari es, sedangkan whipping
cream bubuk disimpan pada suhu ruang dan proses pelarutannya hanya menggunakan
air mineral pada suhu ruang.
Kemungkinan yang lain yaitu kandungan lemak pada bahan yang digunakan
mempengaruhi kualitas produk akhir. Menurut Gunstone (2002), kandungan lemak pada
butter dipengaruhi oleh suhu pengocokan, homogenisasi, dan kandungan lemak awal
pada krim. Semakin tinggi kandungan lemak yang ada pada krim, maka buih yang
terbentuk akan semakin kaku dan stabil, namun harus diikuti dengan nilai overrun yang
rendah. Perbedaan komposisi dari whipping cream cair “Roselle” mengadung susu
7
skim, sedangkan whipping cream bubuk “Haan” mengandung whey powder. Menurut
Shankar & Bansal (2013), whey powder mengandung lemak susu sebesar 1-1,5%.
Sedangkan menurut Proximate Composition of Australian Dairy Foods (2012) susu
skim mengandung 0,9% lemak susu. Namun berdasarkan tabel nutrisi pada kemasan
produk, whipping cream cair “Roselle” mengandung total lemak yang lebih tinggi
daripada whipping cream bubuk “Haan” yaitu 28,1 gram. Sedangkan whipping cream
bubuk “Haan” mengandung total lemak 1 gram. Hal ini dikarenakan pada whipping
cream cair “Roselle” diberi penambahan hydrogenated vegetable fat sehingga
meningkatkan kandungan lemak dan mudah terbentuk butter saat proses pengocokan.
Namun pada whipping cream bubuk “Haan” tidak dapat membentuk butter dikarenakan
kandungan lemak pada krim yang sangat rendah.
Pada hasil pengamatan butter kelompok A1 dan A2 terdapat perubahan parameter
warna sebelum dan sesudah penyimpanan dalam lemari es, yaitu dari warna putih
menjadi agak kuning. Krause et al. (2008) menyatakan bahwa ketika butter disimpan
dalam suhu yang rendah dalam periode waktu tertentu akan terjadi penurunan mutu dari
warna yaitu menjadi lebih pudar dan terang. Kosikowski (1977) menambahkan bahwa
susu krim mengandung vitamin A yang tinggi, dimana terdapat pigmen beta karoten
yang memberikan warna kuning. Semakin tinggi kadar lemak krim, semakin banyak
pula pigmen karotenoid yang larut, sehingga warna butter semakin kuning.
Ketidaksesuaian antara teori dan hasil yang terjadi di lapangan karena penggunaan
metode sensoris yang tidak memiliki tingkat keakuratan yang baik dibandingkan dengan
pengujian dengan menggunakan alat ukur. Sebaiknya pengukuran warna pada butter
dilakukan menggunakan chromameter karena memiliki tingkat keakuratan yang lebih
tinggi dibandingan dengan panelist.
Parameter lain yang digunakan dalam praktikum ini adalah aroma. Hasil pengamatan
aroma butter sebelum dan sesudah penyimpanan dalam lemari es kelompok A1 dan A2
menunjukkan adanya perubahan aroma yaitu aroma butter agak kuat menjadi kuat.
Menurut Herschdoefer (1986) aroma yang muncul dari butter merupakan senyawa
volatil dan membentuk aroma seperti asam butanoat, asetaldehid, skatole, fenol,
dekanoat, dimethyl sulfide, decalactone, p-cresol, dan δ-octalactone (Lozano et al.,
8
2007). Beberapa senyawa yang termasuk dalam aldehid dan keton penyusun lemak juga
merupakan senyawa dasar yang membangun aroma dari butter (Jinjarak et al., 2006).
Jadi dengan semakin tingginya lemak dari butter akan meningkatkan aroma butter.
Gabungan dari berbagai senyawa tersebutlah yang membuat butter memiliki aroma
yang kuat. Aroma butter dapat bertahan ketika disimpan pada suhu chilling 4oC (Lozano
et al., 2007). Aroma butter akan sulit berkurang ketika ada di suhu dingin disebabkan
karena resiko oksidasi dapat dihindari dengan baik karena suhu dingin. Ketidaksesuaian
ini dapat disebabkan karena penilaian panelist bersifat obyektif sehingga dapat
menimbulkan bias.
Parameter lain selain aroma dan warna yang diukur dalam praktikum ini adalah rasa.
Dilihat dari hasil pengamatan kelompok A1 dan A2 yang ditunjukkan pada Tabel 1,
tidak ada perubahan rasa butter sebelum dan sesudah penyimpanan di lemari es yaitu
butter memiliki rasa agak enak. Menurut Krause et al. (2008), terdapat hubungan antara
aroma terhadap rasa yang dihasilkan oleh butter. Rasa yang dihasilkan oleh butter dapat
lebih bertahan dengan dimasukkan ke dalam lemari es yang bersuhu rendah (4°C).
Tidak berubahnya rasa dari butter yang disimpan dalam lemari es membuktikan bahwa
penyimpanan butter di lemari es dapat menjaga kualitas butter dari reaksi oksidasi
(Krause et al., 2008).
Parameter yang diuji selanjutnya adalah tekstur. Pada hasil pengamatan kelompok A1
dan A2 terjadi perubahan tekstur antara sebelum dan sesudah penyimpanan dalam
lemari es yaitu lembut menjadi sangat lembut. Menurut Herschdoefer (1986), Tekstur
butter bergantung pada jenis dan jumlah lemak yang ada, bentuk kristal lemak, suhu,
serta lamanya penyimpanan. Tekstur butter umumnya adalah lembut dan sangat lembut.
Bradley & Smukowski (2009) menambahkan bahwa semakin tinggi komposisi lemak
krim, maka kristal lemak yang terbentuk semakin banyak, semakin kecil, dan lebih
padat, sehingga menghasilkan tekstur butter dan buttermilk yang lebih lembut. Proses
kristalisasi lemak dari krim harus cepat, sehingga terbentuk kristal lemak yang kecil dan
banyak, sehingga tekstur butter menjadi lembut. Penyimpanan di dalam kulkas
bertujuan untuk memperbanyak, memperkecil, dan memadatkan kristal lemak sehingga
tekstur butter lebih berstruktur (dapat dioles) (Winarno & Fernandez, 2007). Dengan
9
demikian, dapat diketahui bahwa setelah penyimpanan butter dalam lemari es, tekstur
butter menjadi lebih lembut dibandingkan sebelum penyimpanan.
Penampakan dari butter kelompok A1 dan A2 terjadi perubahan antara penampakan
sebelum dan sesudah penyimpanan. Penampakan butter sebelum penyimpanan yaitu
tidak punya body, mudah dioles, dan creamy. Sedangkan penampakan butter sesudah
penyimpanan yaitu punya body, tidak mudah dioles, dan creamy. Kemudahan butter
untuk dioles (spreadability) dipengaruhi oleh jenis lemak, metode pendinginan, serta
proses working butter (Herschdoefer, 1986). Oleh karena itu butter setelah pendinginan
tidak mudah dioles dibandingkan butter sebelum pendinginan.
Hasil pengamatan mengenai buttermilk kelompok A1 dan A2 berwarna putih, memiliki
rasa enak, aroma kuat, bertekstur lembut, dan memiliki penampakan creamy. Secara
Menurut teori Smith (2003) bahwa hampir semua lemak susu ikut dalam butter,
sehingga lemak yang terkandung dalam buttermilk hanya sedikit, dan warna yang
dihasilkan lebih putih. Berdasarkan teori Smith (2003) tersebut, dari segi rasa,
seharusnya rasa buttermilk tidak sama atau kurang enak jika dibandingkan dengan rasa
butter. Herschdoefer (1986) juga menambahkan bahwa semakin tinggi lemak, semakin
enak pula rasanya. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil pengamatan, dimana semua
buttermilk memiliki rasa yang lebih enak dengan rasa butter. Bennion & Hughes (1975)
menjelaskan bahwa rasa dari buttermilk ditentukan oleh kandungan laktosa yang masih
terdapat dalam buttermilk ±5% yang berasal dari lemak susu yang tersisa. Sodini et al.
(2006) menyatakan buttermilk memiliki aroma yang kuat dan menyenangkan. Menurut
Bradley & Smukowski (2009), semakin tinggi komposisi lemak krim, maka kristal
lemak yang terbentuk semakin banyak, semakin kecil, dan lebih padat, sehingga
menghasilkan tekstur butter dan buttermilk yang lebih lembut. Bobe et al (2003)
menambahkan bahwa tekstur dari buttermilk adalah tekstur yang lembut hingga sangat
lembut yang dihasilkan dari pengocokan yang sempurna akibat terdapatnya air pada
buttermilk yang mengakibatkan pecahnya membran globula lemak selama proses
churning. Penampakan buttermilk dipengaruhi oleh kadar lemak, dimana semakin tinggi
kadar lemak, maka penampakan semakin creamy. Hal ini kurang sesuai dengan hasil
10
pengamatan bahwa buttermilk memiliki kadar lemak yang lebih sedikit daripada butter
seharusnya memiliki penampakan yang tidak creamy.
Pada hasil pengamatan kelompok A1 dan A2, rendemen butter lebih sedikit
dibandingan rendemen buttermilk. Jika rendemen butter yang dihasilkan sedikit maka
rendemen dari buttermilk akan semakin banyak dan ketika rendemen butter yang
dihasilkan banyak maka rendemen buttermilk yang dihasilkan akan sedikit. Hal ini
disebabkan karena butter dan buttermilk berasal dari satu sumber yang sama dengan dua
fase yang berbeda. Jadi ketika salah satu fase besar, maka fase yang lain akan mengecil
begitupun sebaliknya. Semakin tinggi kadar lemak maka semakin tinggi pula nilai
rendemen yang dihasilkan (Potter & Hotchkiss, 1996). Namun hasil pengamatan yang
didapat tidak sesuai dengan teori, ketidaksesuaian tersebut mungkin karena proses
pengocokan yang tidak sempurna.
4. KESIMPULAN
Butter merupakan produk turunan susu yang diolah dengan pengocokan dan
penambahan atau tanpa penambahan garam.
Jenis butter yang dibuat dalam praktikum adalah sweet cream-unsalted butter yaitu
tanpa penambahan kultur dan tanpa penambahan garam.
Prinsip proses churning adalah pengocokan krim dengan kecepatan tinggi untuk
menghancurkan lapisan membran yang menyelubungi butir lemak sehingga
terbentuk 2 fase yaitu fase lemak dan fase air.
Semakin tinggi kandungan lemak, maka rasa semakin enak, warna semakin kuning,
tekstur semakin lembut, aroma semakin kuat, penampakan semakin creamy, dan
nilai rendemennya semakin tinggi.
Whipping cream cair mengandung lebih banyak lemak dibandingkan whipping
cream bubuk.
Butter mengandung lemak yang lebih tinggi dibandingan buttermilk.
Aroma dan rasa butter akan lebih bertahan jika disimpan di suhu rendah (4oC).
Semarang, 24 Mei 2016 Asisten Dosen:Praktikan, - Graytta Intannia
(Clementia Caroline)13.70.0020
11
5. DAFTAR PUSTAKA
Arpah, M. (2003). Pengawasan Mutu Pangan. Penerbit: Andi Offset. Bandung.
Bennion, M. & O. Hughes. (1975). Introductory Foods. Macmillan Publishing Co., Inc. New York.
Bobe, G., Hammond, E. G., Freeman, A. E., Lindberg, G. L., Beitz D.C. (2003). Texture of Butter from Cows with Different Milk Fatty Acid Compositions.http://jds.fass.org/cgi/content/full/90/6/2596.pdf. Diakses 14 Juni 2014.
Bradley, R. L. & Smukowski, M. (2009). The Sensory Evaluation of Dairy Products. Springer Science. New York.
Bringas C. S., E.O. Rukke, L. Saga, O.I. Lekang,R. B. Schüller. 2010. Rheological Properties of Buttermilk Pellets Manufactured By A New Die Pelleting Rig of A Texture Analyzer. Annual Transactions Of The Nordic Rheology Society, Vol. 18.
Bruhn, C.M and Bruhn J.C. (1987).Observation on The Whipping Characteristic of Cream. Journal of Dairy Science Vol.71 No.3 : 857-862. California.
Buckle et. al. (1987). Ilmu Pangan Edisi ke-2. Penerbit UniversitasIndonesia, Jakarta.
Douma, M. (2008). "Working: smooting out the bubble," Butter through the Ages. http://www.webexhibits.org/butter/working.html. Diakses tanggal 22 Mei 2016.
Gunstone, F. D. (2002). Food Application of Lipid, in Food Lipids: Chemistry, Nutrition & Biotechnology, Second Edition, Revised & Expanded. Ed. Akoh, C.C & D.B. Min. Marcel Dekker, Inc. New York.
Heiler, C. And P. Schieberle. (1996). Studies on the Metalic Off Flavour in Buttermilk: Identification of Potent Aroma Compuound. Lebenson Wiss U. Technol. 29. 460-464.
Herschdoerfer, S. M. (1986). Quality Control in The Food Industry Vol 3. Academic Press. London.
Jinjarak, et al. (2006). Sensory, Functional, and Analytical Comparisons of Whey Butter with Other Butters.
12
13
Kosikowski, F. V. (1977). Cheese and Fermented Milk Foods. Edwards Brother, Inc. USA.
Krause, A. J, R.E. Miracle, T.H. Sanders, L.L Dean, and M.A Drake. (2008). The Effect of Refrigerated and Frozen Storage on Butter Flavor and Texture. J. Dairy Sci. 91:455–465. United stated.
Lonkar, S.P., A.P. Mahajan, R.C. Ranveer, A.K. Sahoo. (2011). Development of Instans “Mattha Mix”. World Journal of Diary & Food Sciences 6(2) : 125-129.
Lozano, P., R. E. Miracle, A. J. Krause, M. A. Drake, and K. R. Cadwallader.(2007). Effect of cold storage and packaging material on the major aroma components of sweet cream butter. J. Agric. Food Chem. 55:7840–7846.
Novidia, E. (2003). Keju, Produk Olahan Susu yang Kaya Nutrisi. Harian Pikiran Rakyat Minggu. Jakarta.
Potter, N. N. & J. H. Hotchkiss. (1996). Food Scince Fifth Edition. CBS Publishers & Distributors. New Delhi.
Proximate Composition of Australian Dairy Foods. 2012. Publish : Australian Dairy.
Rønholt S., J.J.K. Krikensgaard, K. Mortensen, J.C. Knudsen. (2012). Effect Of Cream Cooling Rate and Water Content on Butter Microstructure During Four Weeks of Storage. Food Hydrocolloids, 34(2014) : 169-176.
Saleh, A. (2004). Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-eniza.pdf. Diakses tanggal 22 Mei 2016.
Shankar J.R. G.K. Bansal. (2013). A Study On Health Benefits Of Whey Proteins. International Journal of Advanced Biotechnology and Research 4(1) : 15-19.
Smith, G. (2003). Dairy Processing. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.
Sodini, I., P. Morin, A. Olabi, dan R.J Flores. (2006). Compositional and Functional Properties of Buttermilk: A Comparison Between Sweet, Sour, and Whey Buttermilk.
Susilorini, T. E. & M. E. Sawitri. (2006). Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.
14
Vanderghem C., P. Bodson, S. Danthine, M. Paquot, C. Deroanne, C. Blecker. 2010. Milk Fat Globule Membrane and Buttermilks: From Composition To Valorization. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 14(3), 485-500.
Walstra, P.; J. T. M. Wouters & T. J. Geurts. (2006). Dairy Science and Technology 2nd
Edition. Taylor & Francis Group, LLC. Boca Raton.
Winarno, F. G. (1993). Pangan:Gizi, Teknologi, dan Konsumen. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F. G. dan I. E. Fernandez. (2007). Susu dan Produk Fermentasinya. M-Brio Press, Bogor.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rendemen butter :berat butterberat awal
×100 %
Rendemen buttermilk :volumebuttermilk
volumeawal× 100 %
KelompokA1
Rendemen butter : 83314
× 100 % = 26,43%
Rendemen buttermilk : 200500
×100 % = 66,67%
KelompokA2
Rendemen butter : 85,5311
×100 %= 27,49%
Rendemen buttermilk : 180300
×100 % = 60%
6.2. Foto
Gambar 3. Tabel Nutrisi Whipping Cream Cair “Roselle”
15
Gambar 4. Tabel Nutrisi Whipping Cream Bubuk “Haan”
15
16
Gambar 4. Komposisi Whipping Cream Bubuk “Haan”
Gambar 5. Komposisi Whipping Cream Cair “Roselle”
6.3. Abstrak
6.4. Laporan Sementara