bab 4 konsep 4.1 landasan teori dan metode 4.1.1 teori...
TRANSCRIPT
BAB 4
KONSEP
4.1 Landasan Teori dan Metode
4.1.1 Teori Animasi
12 Prinsip Animasi berdasarkan The Illusion of Life: Disney Animation (Ollie
Johnston dan Frank Thomas, 1981):
1) Squash and Stretch → Fisik sebuah benda pada hakikatnya memiliki sifat
kelenturan terlebih pada mahkluk hidup. Dalam animasi sebuah benda
digambarkan melumat dan meregang untuk menciptakan sensasi berat
dan fleksibilitasnya.
2) Anticipation → Gerakan dalam dunia nyata selalu diawali dengan
antisipasi yaitu gerakan dengan pose yang berlawanan untuk menambah
daya gerakan utama. Dalam animasi gerakan ini dibuat berlebihan untuk
mempersiapkan penonton agar mengetahui aksi selanjutnya.
3) Staging → Penempatan sudut pandang dalam animasi untuk mengarahkan
penonton kepada suatu ide tentang apa yang sedang disampaikan
sehingga tidak terjadi salah pengertian.
19
20
4) Straight ahead action and pose to pose → Teknik menggambar animasi.
Straight ahead berarti menggambar rangkaian pose secara spontan dari
awal sampai akhir. Sedangkan pose to pose menggambar terlebih dahulu
pose kunci dengan interval, baru kemudian menggambar pose
diantaranya.
5) Follow through and overlapping action → Gerakan sebagian anggota
bagian tubuh dari karakter akan diteruskan beberapa saat setelah karakter
menghentikan pergerakkannya. Dalam animasi gerakan ini akan
menambahkan kesan realistik karena pada dasarnya mahkluk hidup tidak
pernah berhenti bergerak serentak.
6) Slow in and slow out → Sebuah gerakan dalam kenyataan mengalami
percepatan dan perlambatan. Animasi akan terlihat lebih realistik bila
rangkaian gerakan memiliki jumlah gambar yang lebih banyak dalam
awal dan akhir gerakan.
7) Arcs → Gerakan dalam animasi digambar dengan alur melengkung yang
dilakukan sebagian besar mahkluk hidup di kehidupan nyata.
8) Secondary action → Menambahkan gerakan sekunder akan memberikan
kesan lebih hidup dan dan dapat membantu gerakan utama lewat
penekanan akan sifat alami dari karakter.
21
9) Timing → Ilusi gerakan yang tercipta dalam animasi adalah berdasarkan
jumlah gambar dalam setiap rangkaian gerakan. Dengan perhitungan
yang tepat gerakan akan terasa benar secara hukum fisik.
10) Exaggeration → Gambar dalam animasi benar dalam kenyataan tetapi
digambar dengan lebih ekstrim dan liar dengan style tertentu seperti
layaknya gambar karikatur. Hal ini dikarenakan gerakan yang diimitasi
secara persis dari kenyataan akan terasa membosankan.
11) Solid Drawing → Animasi yang baik adalah animasi yang digambar
dengan baik dan benar secara anatomi, komposisi, berat, pencahayaan dan
bayangan.
12) Appeal → Memiliki korelasi dengan karisma seorang aktor dalam film.
Sebuah karakter animasi memiliki appeal bisa dari gambar sifat dan
ekspresi maupun bentuk fisik. Pada umumnya karakter dengan bentuk
asimetris dan berwajah bayi lebih disukai.
4.1.2 Metode Pembuatan Film Animasi
4.1.2.1. Teknik Pembuatan Animasi
a) Traditional Animation
Animasi dengan rangkaian gambar yang dibuat dengan gambar tangan
secara manual, kemudian dijiplak kedalam lembaran transparan asetat atau lebih
dikenal dengan cel untuk selanjutnya diberi warna. Lembaran cel kemudian
22
difoto satu per satu dengan kamera rostrum, yaitu kamera dengan mekanisme
pengambilan gambar tegak lurus terhadap bidang horisontal.
b) Stop Motion
Animasi yang dibuat dengan menggerakkan benda-benda dunia nyata
secara sedikit-demi-sedikit. Setiap pergerakan benda difoto satu persatu,
kemudian dirangkai secara berurutan sehingga menciptakan ilusi pergerakan.
c) Computer Animation
Animasi dengan rangkaian gambar yang dibuat menggunakan komputer,
biasa disebut CGI (Computer Generated Imagery).Gambar yang dihasilkan dapat
berupa format 2D atau 3D.
4.1.2.2. Alur Kerja Pembuatan Film Animasi
a) Development:
Story → Kisah yang ditulis dari ide orisinil atau disadur ulang dari buku,
drama, atau kisah nyata yang kemudian dikembangkan kedalam bentuk
sinopsis, treatment, dan terakhir menjadi sebuah script.
Character → Karakter yang ada dalam kisah divisualisasikan lewat sketsa yang
mengandung detil bentuk dan postur tubuh, serta perangai wajah.
23
Art Direction → Adegan dalam script divisualisasikan kedalam bentuk sketsa
atau dengan gambar referensi yang mengandung detil tone warna, graphic style,
dan angle kamera.
Storyboard → Visualisasi keseluruhan script kedalam panel-panel sketsa yang
mengandung detil karakter dan latar belakang lingkungan di setiap shot
adegan.
b) Pre Production:
Vocal Track → Pengisian suara untuk dialog karakter.
Animatic Storyboard → Panel-panel storyboard dibuat kedalam animasi
sederhana dengan durasi yang disesuaikan dengan script dan vocal track.
Modelling → Pembuatan model karakter, properti dan latar belakang
lingkungan dalam format 3D
Texturing Mapping → Pemberian warna dan tekstur pada model 3D.
Character Setup → Memprogram model 3D karakter agar dapat melakukan
gerakan sehingga memberi sensasi hidup. Proses pengerjaan sendi-sendi
pergerakan disebut rigging, dan deformasi wajah disebut morphing.
c) Shot Production:
Animating → Menggerakkan model 3D karakter dan objek pendukungnya.
Lighting → Membuat tata pencahayaan dalam program 3D.
24
Rendering → Memproses hasil gambar kedalam bentuk format digital
berdasarkan kalkulasi pencahayaan dalam program 3D.
Special FX → Membuat simulasi event berupa ilusi visual yang terjadi di
dalam adegan film.
Compositing → Menggabungkan keseluruhan elemen visual kedalam satu
komposisi.
d) Post Production:
Sound Effect & Music → Membuat efek suara dan musik latar untuk
mengiringi film.
Titles & Credit → Pembuatan Judul dan kredit para kru pembuat film.
4.1.3 Teori Experiential Learning
Manusia berinteraksi dengan dunia dan belajar dari pengalaman lewat
memproses ransangan yang diterima lewat indera mereka. Berdasarkan model
yang dikembangkan oleh David A. Kolb (1970) seorang teoris edukasi,
Experiential Learning disusun dari empat elemen:
a) Pengalaman nyata
b) Observasi dan refleksi terhadap pengalaman tersebut
c) Formasi konsep abstrak berdasarkan pengalaman tersebut
d) Menguji konsep yang terbentuk itu
25
Proses pembelajaran seorang manusia dimulai dari adanya ransangan
yang diterima oleh indera secara sadar atau dibawah alam sadar. Ransangan yang
diproses oleh pikiran akan dipilah lewat berbagai faktor yaitu; pengetahuan
sebelumnya, pengalaman sebelumnya, emosi, konsep diri, pilihan, kuatnya
ransangan, lokasi, dan kebutuhan personal.
Berdasarkan skema proses memilah tersebut, sebuah ransangan hanya
dapat diinterpretasi menjadi sebuah informasi ketika kedua kalinya dialami
(ransangan pertama kali sebagai pengalaman sebelumnya). Informasi yang
diperoleh lewat proses tersebut kemudian memicu respon terhadap individu yang
dapat berupa perilaku, kognitif, dan afektif.
Berdasarkan Beard, Wilson dan McCarter (2007) Towards a Theory of e-
Learning: Experiential e-Learning, kelebihan dalam menggunakan video sebagai
media edukasi terkait pada ransangan yang diberikan. Pembelajaran jarak jauh
tanpa adanya komunikasi 2 arah dapat berkurang korespondensinya menjadi
sama seperti belajar secara otodidak.
Dalam E-Learning semakin nyata ransangan indera yang diberikan, maka
semakin besar potensi untuk belajar. Video memberi ransangan terhadap 2 indera
manusia yang paling dominan yaitu penglihatan dan pendengaran, sehingga
pengalaman belajar menjadi semakin nyata dibandingkan dengan tulisan.
26
4.1.4 Teori Desain Komunikasi Visual
Persepsi Bentuk Dua dan Tiga Dimensional:
Menurut Safanayong (2006, pp41-42) ketika seseorang melihat bentuk,
yang pertama-tama terlihat adalah garis luar (contour) sebelum melihat ciri-ciri
lainnya seperti warna, value dan tekstur. Setelah menerima informasi visual,
pelihat mulai menggolongkan dan mengenal image tersebut, menghubungkan
dengan bentuk dua atau tiga dimensional yang dikenal atau obyek yang telah
dialami atau dipelajari sebelumnya. Apabila bentuk tiga dimensional tersebut tak
dikenal, diperlukan waktu lagi untuk mengamatinya dan akhirnya, suatu usaha
akan timbul untuk menamakan atau menggambarkannya. Identifikasi akan lebih
tepat apabila seseorang dapat menghubungkan tiga dimensional tersebut dengan
pengalaman lalu atau image yang dipahami, atau umum apabila usaha untuk
identifikasi hanya sekedar menghubungkan dengan suatu bentuk dua dimensional
atau tiga dimensional yang mirip.
Proses pengenalan bentuk visual tiga dimensional memerlukan cahaya
agar mata dan otak bisa memahami kontras bentuk antara bentuk tiga
dimensional dan latar belakang. Juga diketahui bahwa persepsi bentuk akan lebih
cepat apabila obyek diidentifikasi secara verbal, melalui proses penyebutan dan
penegasan dan juga secara visual.
27
4.2. Strategi Kreatif
Berikut uraian pendekatan kreatif dalam perancangan animasi E-learning dengan
judul “Prosedur Tilang”.
Kata kunci: Prosedur, Tilang, Kendaraan.
4.2.1 Strategi Komunikasi
4.2.1.1. Tujuan Komunikasi
Tujuan komunikasi dari E-learning Prosedur Tilang adalah untuk
menyampaikan informasi mengenai tata-cara pemberian tilang dan pengurusan
dendanya. Strategi komunikasi dilakukan dengan memvisualkan setiap langkah-
langkah prosedur tilang dan bantuan pesan narasi sehingga tercipta suatu ide
bahwa mengurus denda tilang tidaklah rumit.
4.2.1.2. Pendekatan Komunikasi
a) Pendekatan Rasional
Langkah-langkah dalam mengurus denda tilang dipaparkan lewat
jalan cerita linear mengenai seorang pengemudi sepeda motor yang
lugu sebagai representasi masyarakat pada umumnya yang mendapati
dirinya ditilang oleh aparat yang berwenang.
a) Pendekatan Emosional
Jalan cerita memuat intrik-intrik yang terjadi di dunia nyata sebagai
28
latar di sepanjang perjalanan sang karakter dalam menyelesaikan
kasus tilangnya. Terdapat oknum aparat dan masyarakat yang
melakukan tindakan menyalahi aturan.
4.2.2 Target Penonton
4.2.2.1. Target Primer
a) Geografis: Masyarakat yang tinggal di kota besar.
b) Demografi:
i. Usia 18-30 tahun
ii. Jenis Kelamin: Pria dan Wanita
iii. Tingkat pendidikan: Sekolah Menengah Atas keatas
iv. Status Ekonomi: Menengah ke atas
c) Psikografi:
i. Pengemudi kendaraan bermotor yang malas mengurus tilang.
ii. Pengemudi kendaraan bermotor yang ingin operasi tilang tidak lagi
dimanfaatkan untuk merugikan masyarakat.
4.2.2.2. Target Sekunder
a) Geografis: Masyarakat yang tinggal di kota besar.
b) Demografi:
29
i. Usia 31-60 tahun
ii. Jenis Kelamin: Pria dan Wanita
iii. Tingkat pendidikan: Sekolah Dasar keatas
iv. Status Ekonomi: Menengah ke atas
c) Psikografi: Pengguna kendaraan bermotor untuk transportasi sehari-hari.
4.2.3 Jadwal & Penempatan Media
Animasi E-learning Prosedur Tilang akan ditempatkan di media
elektronik tempat-tempat umum seperti rumah-sakit, samsat, serta gedung-
gedung instansi pemerintah yang banyak diakses oleh masyarakat. Animasi ini
juga didistribusikan lewat Internet dan DVD.
4.3. Konsep Perancangan
4.3.1 Filosofi Bentuk, Gambar, & Warna
Animasi E-learning Prosedur Tilang menggunakan hand-drawn style
sebagai latar lingkungan dan karakter 3D yang distilasi. Penggabungan 2 style ini
untuk menciptakan visual yang bertekstur dan memberikan kontras yang baik
antara karakter dan lingkungan. Gedung-gedung digambarkan dengan bentuk
yang sedikit distorsi dan karakter dibentuk komikal agar gerakannya dapat lebih
dieksagerasi.
30
Warna yang digunakan adalah warna-warna pastel dengan tekstur cat air
dan pensil warna yang selaras dengan latar lingkungan. Warna dan tekstur ini
untuk menguatkan sifat kota-kota di indonesia yang natural namun kurang tertata
rapi.
4.3.2 Desain Karakter
Karakter dalam animasi ini memiliki fisik karikatur secara umum proporsi dari
kepala sampai kaki mengecil. Kekuatan ekspresi dilakukan dengan penekanan
terhadap ekspresi wajah, bagian tubuh lainnya dibuat sesederhana mungkin.
Karakter utama:
a) Ipul → Pekerja kantoran yang menikmati saat berkendaraan dengan
motor scooter kesayangannya. Ipul orang yang sabar dan menjadikan
segala masalah sebagai bahan pembelajaran untuk masa depan.
b) Polantas → Polisi lalu lintas yang sangat gigih dalam menegakkan
peraturan dan sangat teliti. Orang-orang yang diberhentikannya sulit
untuk mengelak dan hampir pasti ditilang.
c) Vespi → Sepeda motor yang digunakan oleh Ipul berjenis scooter dengan
mesin 2 tak yang selalu mengeluarkan asap tipis ketika berjalan. Vespa
dapat melakukan berbagai ekspresi yang lucu.
31
Karakter pembantu:
d) Rakyat yang lugu dan tidak berdosa → Terintimidasi oleh oknum aparat,
ada yang takut, marah, berusaha kabur.
e) Oknum aparat → menilang sambil menakut-nakuti rakyat.
f) Hakim → Tugasnya yang paling penting adalah mengetuk palu.
g) Manusia loket → Manusia loket yang misterius dan menjalankan
tugasnya apa adanya. Terkadang karakter ini mencuri kesempatan untuk
berbuat curang.
4.3.3 Desain Properti
Properti memiliki style yang disesuaikan dengan desain karakter. Properti
pada umumnya berupa aneka ragam benda yang mengalami kontak dengan
karakter seperti slip tilang, sim, palu, pentungan, lembaran uang.
4.3.4 Desain Set Latar Belakang
Set Latar Belakang digambar secara manual dengan sedikit bentuk
distorsi. Lokasi Latar Belakang antara lain:
a) Jalan raya dengan 2 jalur untuk umum dan 1 khusus untuk bus.
b) Bank BRI meliputi counter pelayanan nasabah.
c) Pengadilan Negeri meliputi area papan pengumuman, ruang sidang dan
loket pembayaran denda.
32
4.3.5 Sinopsis
Pada suatu hari, Ipul seorang mahasiswa pergi berangkat ke kampus.
Seperti hari-hari biasa, Ipul mengendarai motor kesayangannya dengan santai
sampai ia terjebak kemacetan. Tanpa pikir panjang Ipul masuk dan melintas di
jalur khusus bus dan tiba-tiba seorang polantas pun memberhentikan laju
motornya, dan Ipul akhirnya ditilang. Mampukah Ipul menyelesaikan kewajiban
dengan surat tilang yang ada ditangannya?
4.3.6 Treatment
Action DurationIpul mengendarai Vespi di jalan raya dan terjebak kemacetan 20”Ipul masuk ke jalur khusus bus untuk menghindari macet 5”Ipul dicegat oleh Polantas dan disuruh untuk menepi 5”Ipul diberi surat tilang oleh Polantas dan SIM miliknya disita 10”Penjelasan slip biru dan slip merah 5”Ipul pergi ke Bank BRI 3”Ipul membayar denda di counter 7”Ipul mengambil kembali SIM di pos polantas yang menilangnya 3”Ipul pergi ke Pengadilan Negeri dan mencari ruang dimana
sidangnya digelar
5”
Ipul menjalani proses sidang 15”Ipul membayar denda di loket dan mendapatkan kembali SIM 15"