bab 4 (2)

11
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Data Jumlah Penduduk, Penderita TB BTA (+), dan Tingkat Kesembuhan Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe bervariasi dari tahun ke tahun. Berikut grafik data yang diperoleh dari tahun 2010 sampai tahun 2013. Grafik 4.1 Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010, 2011, 2012, 2013. Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe bervariasi tiap tahunnya. Pada tahun 2010 sebanyak 62.616 penduduk, tahun 2011 sebanyak 60.927 penduduk, tahun 2012 sebanyak 61.517 penduduk, dan tahun 2013 sebanyak 61.226 penduduk.

Upload: ikakusumawardhani

Post on 18-Sep-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

dd

TRANSCRIPT

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil4.1.1 Data Jumlah Penduduk, Penderita TB BTA (+), dan Tingkat KesembuhanJumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe bervariasi dari tahun ke tahun. Berikut grafik data yang diperoleh dari tahun 2010 sampai tahun 2013.

Grafik 4.1 Jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010, 2011, 2012, 2013.Dari data di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Sumberjambe bervariasi tiap tahunnya. Pada tahun 2010 sebanyak 62.616 penduduk, tahun 2011 sebanyak 60.927 penduduk, tahun 2012 sebanyak 61.517 penduduk, dan tahun 2013 sebanyak 61.226 penduduk.

Angka penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe mengalami penurunan dari tahun 2010 hingga tahun 2013. Jumlah penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe dari tahun 2010 hingga tahun 2013 disajikan dalam grafik berikut ini.Berikut jumlah penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe dari tahun 2010 hingga tahun 2013.

Grafik 4.2 Jumlah penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013Persentase angka kesembuhan penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe mengalami peningkatan dari tahun 2010 hingga 2013. Persentase angka kesembuhan penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe dari tahun 2010 hingga tahun 2013 disajikan dalam grafik berikut ini.

Grafik 4.3 Persentase angka kesembuhan penderita TB BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013.

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa persentase kesembuhan tiap tahun mengalami peningkatan. Angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Angka ini digunakan untuk mengetahui keberhasilan pengobatan. Pada tahun 2011 mencapai 95%, pada tahun 2012 98%, dan pada tahun 2013 sudah mencapai 100%. Hal ini menunjukkan bahwa sejak tahun 2011 Puskesmas Sumberjambe sudah menunjukkan keberhasilan pengobatan pada pasien TB paru BTA (+). Tingkat kesembuhan penderita TB paru BTA (+) dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang diduga mempengaruhi kesembuhan penderita TB paru BTA (+) antara lain usia, jenis kelamin, tipe TB, dan keteraturan berobat. Dari data yang didapat tentang faktor-faktor internal yang mempengaruhi kesembuhan pasien TB paru BTA (+) dari tahun 2011-2013, usia sebagian besar adalah usia produktif (53,5%), jenis kelamin sebagian besar perempuan (51,52%), tipe TB sebagian besar tipe 1 (100%), keteratutan berobat sebagian besar teratur (91,25%), dan kepatuhan pemeriksaan dahak ulang sebagian besar patuh (97%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.1.

Faktor yang Mempengaruhi2010 (%)2011 (%)2012 (%)2013 (%)rata-rata (%)

UsiaProduktif4853565753,5

Non produktif5247444346,5

Jenis KelaminLaki-laki6353606159,25

Perempuan3747403941,75

TipeTipe I100100100100100

Tipe lain00000

KepatuhanPatuh 8587959891,25

Tidak patuh1513528,75

KeteraturanBerobat teratur989810010099

Berobat tidak teratur 22001

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Faktor-faktor Internal yang mempengaruhi angka kesembuahan TB Paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2011-2013

4.1.2Uji Chi-Square

Dari data yang diapat maka dilakukan uji Chi-Square untuk mengetahui apakah faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap persentase kesembuhan. Angka p akan menunjukkan signifikan jika nilai p 0.05. Berikut adalah hasil dari uji Chi-Square.NoFaktor InternaNilai p

1Usia0.213

2Jenis Kelamin0.213

3Tipe TB0.000

4Kepatuhan Pemeriksaan dahak0.213

5Keteraturan Berobat 0.046

Tabel 4.2. Hasil uji chi-square Faktor-faktor Internal yang mempengaruhi angka kesembuahan TB Paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2011-2013

Dari data tersebut didapatkan bahwa nilai p pada usia adalah 0.213. Nilai p pada jenis kelamin adalah 0.213. Nilai p pada Tipe TB adalah 0.000. Nilai p pada keteraturan berobat adalah 0.046. Nilai p pada kepatuhan pemeriksaan dahak ulang adalah 0.213. Dan dapat disimpulkan keteraturan berobat memilki pengaruh terhadap tingkat kesembuhan TB paru BTA (+) pada usia produktif maupun non produktif.4.2PembahasanDari hasil data penilaian uji statistik didapatkan bahwa faktor usia tidak memili pengaruh yang signifikan terhadap persentase kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013. Namun, dari data yang didapat terdapat perbedaan antara penderita TB paru usia produktif dibanding usia non produktif yaitu 53,5% : 46,5%. Di negara berkembang mayoritas individu yang terinfeksi M.tb adalah golongan usia di bawah 50 tahun, sedangkan di negara maju prevalensi TB sangat rendah pada mereka yang berusia di bawah 50 tahun namun masih tinggi pada golongan yang lebih tua. Syafrizal melaporkan bahwa di RS Persahabatan penderita TB paru yang paling banyak adalah usia produktif kerja yaitu kelompok usia 15 40 tahun. Pada usia tua, TB mempunyai tanda dan gejala yang tidak spesifik sehingga sulit terdiagnosis. Patogenesis TB paru pada usia tua agaknya berasal dari reaktivasi fokus dorman yang telah terjadi berpuluh tahun lamanya. Reaktivasi berkaitan dengan perkembangan faktor komorbid yang dihubungkan dengan penurunan cell mediated immunity seperti pada keganasan, penggunaan obat imunosupresif dan faktor ketuaan. Taufik melaporkan di RS Persahabatan TB pada usia tua paling banyak pada kelompok umur di atas 55 tahun.Dari hasil data penilaian uji statistik didapatkan bahwa faktor jenis kelamin tidak memili pengaruh yang signifikan terhadap persentase kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013. Namun, dari data yang didapat terdapat perbedaan yang mencolok antara penderita TB paru laki-laki dibanding perempuan yaitu 51,75% : 41,25%. Secara epidemiologi dibuktikan terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal prevalensi infeksi, progresiviti penyakit, insidens dan kematian akibat TB. Perkembangan penyakit juga mempunyai perbedaan antara laki-laki dan perempuan yaitu perempuan mempunyai penyakit yang lebih berat pada saat datang ke rumah sakit. Perempuan lebih sering terlambat datang ke pelayanan kesehatan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini mungkin berhubungan dengan aib dan rasa malu lebih dirasakan pada perempuan dibanding laki-laki. Perempuan juga lebih sering mengalami kekhawatiran akan dikucilkan dari keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya. Hambatan ekonomi dan faktor sosioekonomi kultural turut berperan termasuk pemahaman tentang penyakit TB paru.WHO melaporkan setiap tahunnya penderita TB paru 70% lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Secara umum perbandingan antara perempuan dan laki-laki berkisar 1/1,5 2,1. Kebanyakan di negara miskin dilaporkan 2/3 kasus TB pada laki-laki dan 1/3 pada perempuan. Nakagawa, 2010 melaporkan pada perempuan ditemukan diagnosis yang terlambat, sedang laki-laki lebih cenderung pergi ke pelayanan kesehatan ketika mereka mengetahui pengobatan TB gratis, sedangkan perempuan tidak.Dari hasil data penilaian uji statistik didapatkan bahwa tipe TB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persentase kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013. Namun dari data yang didapat yaitu 100% atau semua pasien TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013 adalah tipe I. Hal ini menyebabkan hasil uji statistik yang didapat tidak dapat digunakan sebagai acuan. Sehingga tidak dapat disimpulkan apakah tipe TB memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persentase kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013.Dari hasil data penilaian uji statistik didapatkan bahwa keteraturan memeriksakan dahak ulang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persentse kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013. Namun dari data yang didapat menunjukkan perbedaan bahwa pasien yang tertur dibandingkan yang tidak teratur yaitu 91,75% : 8,25%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien TB paru BTA (+) di Puskesmas Sumberjambe teratur memeriksakan dahak ulang. Keteraturan memeriksakan dahak ulang sangat menentukan perkembangan pengobatan apakah berhasil atau tidak. Penderita dinyatakan sembuh bila penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap, dan pemeriksaan ulang dahak (follow up) paling sedikit 2 kali berturut-turut hasilnya negatif (yaitu pada AP dan/atau sebulan sebelum AP, dan pada satu pemeriksaan follow up sebelumnya). Pasien yang sudah menyelesaikan pengobatan namun tidak memeriksakan dahak ulang sangat berisiko, karena tidak dipastikan pasien sudah dinyatakan sembuh atau tidak. Pasien ini disebuat pasien dengan pengobatan lengkap yaitu penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tapi tidak ada hasil pemeriksaan ulang dahak 2 kali bertirut-turut negatif. Tindak lanjut pasien dengan pengobatan lengkap namun tidak memeriksakan dahak ulang yaitu penderita diberitahu apabila gejala muncul kembali supaya memeriksakan diri dengan prosedur tetap.Dari hasil data penilaian uji statistik didapatkan bahwa keteraturan berobat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persentse kesembuhan TB paru BTA (+) di Kecamatan Sumberjambe tahun 2010-2013. Dari data yang didapat menunjukkan yaitu pasien yang teratur berobat dibandingkan dengan yang tidak teratur adalah 99% : 1%. Hal ini menunjukkan hampir semua pasien TB paru BTA (+) di Puskesmas Sumberjambe teratur dalam berobat. Pada negara berkembang terjadi gagal pengobatan karena hilangnya motivasi penderita, informasi mengenai penyakitnya, efek samping obat, problem ekonomi, sulitnya transportasi, faktor sosiopsikologis, alamat yang salah, komunikasi yang kurang baik antara penderita TB paru dengan petugas kesehatan. Ketidakpatuhan untuk berobat secara teratur bagi penderita TB paru tetap menjadi hambatan untuk mencapai angka kesembuhan yang tinggi. Kebanyakan penderita tidak datang selama fase intensif karena tidak adekuatnya motivasi terhadap kepatuhan berobat dan kebanyakan penderita merasa enak pada akhir fase intensif dan merasa tidak perlu kembali untuk pengobatan selanjutnya.

Sejalan dengan penelitian Murtatiningsih (2010), ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan kesembuhan TBC paru. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa saat ini semua penderita secara teoritis dapat disembuhkan, asalkan rajin minum obat samapai fase pengobatan selesai dijalankan. Pada umunya kegagalan pengobatan disebabkan oleh karena pengobatan yang terlalu singkat, pengobatan yang tidak teratur dan obat kombinasi yang jelek (Crofton, 2002). Kepatuhan memiliki pengaruh yang besar terhadap kesembuhan. Kepatuhan minum obat di wilayah puskesmas Mangkang sudah sangat baik, hal ini dikarenakan petugas puskesmas selalu memberikan penyuluhan mengenai keteraturan minum Obat Anti Tuberkulosis (OAT).OBoyle dkk melaporkan di kota Kinabalu Sabah Malaysia bahwa kepatuhan dapat ditingkatkan dengan peningkatan edukasi penderita, keluarga dan populasi umum, mengurangi biaya transportasi dan lamanya perjalanan. Nuwahamelaporkan di Uganda 92% penderita menyelesaikan pengobatannya. Hal tersebut disebabkan karena pengobatan penderita pada satu fasiliti kesehatan, baik pada fase intensif maupun fase lanjutan, pengobatan penderita dekat rumah. Pelatihan dan supervisi pekerja kesehatan dan penggunaan kemoterapi jangka pendek. Comoletmelaporkan peningkatan komunikasi dan perhatian dari petugas kesehatan dapat meningkatkan penderita untuk menyelesaikan pengobatannya.