bab 3 - strategi pendidikan karakter

20
BAB III STRATEGI PENDIDIKAN KARAKTER A. Memilih dan Mengembangkan Strategi yang Jitu Pendidikan karakter di sekolah dapat dilakuakan secara efektif dan efisien apabiala didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikannya, dana sekolah yang cukup untuk mengkaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang tinggi dari masyarakat (orang tua). Dukungan masyarakat terhadap pendidikan karakter perlu lebih ditekankan kembali, karena krisis multidimensi telah memperlemah kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni menurunnya akhlak, moral, dan karakter peserta didik; bahkan karakter masyarakat pada umumnya; serta menurunnya partisispasi masyarakat karena kerusuhan dan bencana terjadi dimana-mana. Multikrisis telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan. Ironisnya, pada masa krisis justru pemerintah tetap memperlakukan pendidikan hanya sebagai ajang politik, untuk kepentingan kekuasaan, untuk kepentingan kelompok tertentu, atau hanya untuk kepentingan sesaat. Harus diakui bahwa sejak zaman orde lama, orde baru, orde reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum ditangani oleh ahlinya secara professional. Oleh kafrena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, harus melakukan reformasi total terhadap manajemen, dan sistem pendidikan nasional; jika 19

Upload: raga-sampela

Post on 18-Nov-2015

17 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Berisi penjelasan tentang pentingnya pendidikan karakter

TRANSCRIPT

BAB IIISTRATEGI PENDIDIKAN KARAKTERA. Memilih dan Mengembangkan Strategi yang JituPendidikan karakter di sekolah dapat dilakuakan secara efektif dan efisien apabiala didukung oleh sumber daya manusia yang professional untuk mengoperasikannya, dana sekolah yang cukup untuk mengkaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang tinggi dari masyarakat (orang tua). Dukungan masyarakat terhadap pendidikan karakter perlu lebih ditekankan kembali, karena krisis multidimensi telah memperlemah kemampuan bersekolah dan telah menimbulkan dampak negatif, yakni menurunnya akhlak, moral, dan karakter peserta didik; bahkan karakter masyarakat pada umumnya; serta menurunnya partisispasi masyarakat karena kerusuhan dan bencana terjadi dimana-mana.Multikrisis telah memperburuk kondisi pendidikan, memperburuk fasilitas pembelajaran, serta menurunkan kondisi kesehatan dan kualitas pendidikan. Ironisnya, pada masa krisis justru pemerintah tetap memperlakukan pendidikan hanya sebagai ajang politik, untuk kepentingan kekuasaan, untuk kepentingan kelompok tertentu, atau hanya untuk kepentingan sesaat. Harus diakui bahwa sejak zaman orde lama, orde baru, orde reformasi sampai sekarang pendidikan nasional belum ditangani oleh ahlinya secara professional. Oleh kafrena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, harus melakukan reformasi total terhadap manajemen, dan sistem pendidikan nasional; jika tidak, kita tinggal menunggu kehancuran bangsa dan Negara ini; yang berbagai indikatornya sudah dapat dirasakan sekarang. Reformasi pun harus dilakukan pada direktorat-direktorat, bagian-bagian, dan sub-sub bagian, serta seksi-seksi, sehingga sistem pendidikan nasional dapat berjalan secara normal, tidak tertatih-tatih seperti sekarang ini. Berkaitan dengan kondisi sekolah, di Indonesia pada saat ini sangat bervariasi dilihat dari segi kualitas, lokasi sekolah, dan partisipasi masyarakat (orang tua). Kualifikasi sekolah bervariasi dari sekolah yang sangat maju sampai sekolah yang sangat ketinggalan, sedangkan lokasi sekolah letaknya bervariasi dari sekolah yang terletak di perkotaan sampai sekolah letaknya di daerah terpencil. Oleh karena itu, agar pendidikan karakter dapat diterapkan secara optimal, baik sekarang maupun di masa mendatang, perlu adanya pengelompokan sekolah berdasarkan tingkat kemampuan manajemen masing-masing. Pengelompokan ini dimaksudkan untuk mempermudah pihak-pihak terkait dalam memberikan dukungan.1. Pengelompokan SekolahImplimentasi pendidikan karakter di sekolah menuntut pengelompokan sekolah berdasarkan kemampuan manajemen, dengan mempertimbangkan kondisi, lokasi, dan kualitas sekolah. Dalam hal ini sedikitnya akan ditemui tiga kategori sekolah. Yaitu baik, sedang, dan kurang, yang terbesar di lokasi-lokasi maju, sedang, dan ketinggalan. Kelompok-kelompok sekolah tersebut dapat dilihat pada table dibawah ini. Pada tabel tersebut setiap kelompok sekolah, menggambarkan juga tingkat kemampuan manajemen.KELOMPOK SEKOLAH DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTERKemampuan SekolahKepala Sekolah dan GuruPartisipasi MasyarakatPendapatanAnggaran sekolah

Sekolah dengan kemampuan tinggiKepala sekolah dan guru berkompetensi tinggi termasuk kepemimpinanPartisipasi masyarakat tinggi (termasuk dukungan dana)Pendapatan daerah dan orang tua tinggiAnggaran sekolah di luar anggaran pemerintah besar

Sekolah dengan kemampuan sedangKepala sekolah dan guru berkompetensi sedang (termasuk kepemimpinan)Partisipasi masyarakat sedang (termasuk dukungan dana)Pendapatan daerah dan orang tua sedangAnggaran sekolah di luar anggaran pemerintah sedang

Sekolah dengan kemampuan rendahKepala sekolah dan guru berkompetensi rendah (termasuk kepemimpinan)Partisipasi masyarakat rendah (termasuk dukungan dana)Pendapatan daerah dan orang tua rendahAnggaran sekolah di luar anggaran pemerintah rendah

Perbedaan kemampuan sekolah menuntut perlakuan yang berbeda terhadap setiap sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan masingmasing dalam implementasi pendidikan karakter. Misalnya, suatu sekolah mungkin hanya mampu memerlukan pelatihan dalam pendidikan karakter, namun sekolah lain barangkali memrlukan dukungan-dukungan tambahan dari pemerintah agar dapat mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut. Dengan mempertimbangkan kemamouan sekolah, kewajiban, dan kewenangan sekolah dalam implementasi pendidikan karakter, dapat dibedakan Antara satu sekolah dengan sekolah lain. Pemerintah berkewajiban melakukan upaya-upaya maksimal bagi kelompok sekolah yang berkemampuan kurang untuk mempersiapkan pendidikan karekter. Namuan, untuk jangka panjang implementasi pendidikan karakter akan ditentukan oleh kemampuan sekolah dalam mengintegrasikan pendidikan karakter dalam Standar Kompetenssi dan Kompetensi Dasar (SK-KD) yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), serta menjabarkannya dalam bentuk silabus, dan mengembangkan rencana pelaksanaan pembekajaran yang opersional, serta mampu melaksanakan rencana tersebut dalam kegiatan pembelajaran.

2. Penahapan yang tepatImplementasi pendidikan karakter di sekolah harus dilakukan secara bertahap, yaitu jangka pendek (tahun pertama sampai dengan tahun ketiga), jangkah menengah (tahun keempat sampai tahun keenam), dan jangka panjang (setelah tahun keenam). Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan-kegiatan yang tidak memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-aspek pendidikan. Sebaliknya, strategi ini perlu ditekankan pada hal-hal yang bersifat sosialisasi pendidikan karakter terhadap masyarakat dan warga sekolah, pelatihan guru, dam memperbaiki manajemen sekolah, sesuai dengan tuntutan pendidikan karakter. Perlu ditekankan pula bahwa sosalisasi dan pelatihan mempunyai peranan ynag sangat penting karena pendidikan karakter memerlukan adanya perubahan sikap dan perilaku tenaga pendidik, tenaga kependidikan dan masyarakat yang selama ini berpola top-down. Apabila masyarakat dan sekolah telah memahami hak dan kewajiban masing-masing, perubahan-perubahan mendasar tentang aspek-aspek pendidikan dapat dilakukan, sebagai strategi jangka menengah dan panjang dalam implementasi pendidikan karkater.Mengingat priotitas jangka pendek memerlukan strategi yang segera dapat ditindak lanjuti, tulisan ini berusaha mengidentifikasi secara rinci kegiatan dan program yang perlu dipersiapkan. Kegiatan jagka pendek dipilih dengan mempertimangkan alasan-alsan berikut ini.a. Baik sekolah maupun masyarakat, pada saat ini diyakini belim memahami prinsip-prinsip pendidikan karakter secara rinci. Oleh karena itu, implimentasi pendidikan karakter di sekolah perlu disosialisasikan agar mereka memahamo hak dan kewajiban masing-masingb. Pengalokasian dana langsung ke sekolah merupakan prioritas utama dalaam pelaksanaan otonomi sekolah. Selama ini sekolah memperoleh dana yang pengalokasiannnya melalui birokrasi yang kompleks dan mengikat.c. Implementasi pendidikan karakter memerlukan tenaga ahli yang memiliki keterampilan memadai, minimal mampu mengelola dan mengerti prinsip-prinsip pendidikan karakter. Selama ini tenaga yang ada, baik di tingkat sekolah maupun tingkat pengawas, kurang memiliki keterampilan dalam profesi mereka. Oleh akrena itu, perlu adanya pelatuhan agar implementasi pendidikan karakter dapat dilakukan secara efektif, efisien, produktif, mandiri, dan akuntabel.d. Perlu dilakukan pelatihan terhadap para kepala sekolah berkaitan dengan pendidikan karakter. Pelatihan ini dapat dilakukan sesuai dengan pengelompokan sekolah sebagaimana dikemukakan diatas.Secara umum dapat dikemukakan bahwa implementasi pendidikan karakter, dengan memerhatikan kelompok-kelompok sekolah, dapat dilakukan dalam tiga tahap, yaitu sosialisasi, piloting, dan diseminasi.Sosialisasi merupakan tahapan penting mengingat luasnya wilayah nusantara terutama daerahdaerah yang sulit dijangkau oleh media informasi, baik cetak maupun elektronik. Piloting merupakan tahap uji coba agar implementasi pendidikan karakter tidak mengandung resiko. Efektivitas model uji coba memerlukan persyaratan dasar, yaitu akseptibilitas, akuntabilitas, reflikabilitas, dan sustainibilitas. Diseminasi merupakan tahapan memasyarakatkan penerapan kurikulum baru yang telah diujicobakan, agar seluruh sekolah yang menjadi target sasaran dapat menerapkannya secara efektif dan efisien.

3. Pengembangan Perangkat PendukungImplementasi pendidikan karakter memerlukan seperangkat peraturan dan pedoman (guidelines) umum yang dapat dipakai sebagai pedoman dalam perencanaan, monitoring dan evaluasi, serta laporan pelaksanaan. Perangkat implementasi ini perlu diperkenalkan sejak awal, melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan sejak pelaksanaan jangka pendek.Rencana sekolah merupakan salah satu perangkat terpenting dalam implementasi pendidikan karakter untuk jangka waktu tertentu, yang disusun oleh sekolah bersama komite sekolah, dan dewan pendidikan. Rencana tersebut mengandung visi dan misi sekolah, tujuan sekolah, serta prioritas-prioritas yang akan dicapai, dan strategi untuk mencapainya. Dengan membaca rencana sekolah, seseorang akan memiliki gambaran lengkap tentang suatu sekolah. Untuk memotivasi sekolah mengembangkan rencana yang baik perlu disediakan penghargaan terhadap sekolah yang berhasil mencapai kemajuan dan menerapkan pendidikan karakter, seperti direncanakan dalam rencana sekolah. Sebaliknya, perlu diberkan sanksi kepada sekolah yang tidak berhasil mengimplementasikan pendidikan karakter sesuai rencana. Keberhasilan pendidikan karakter sangat bergantung pada kemampuan dan kemauan politik pemerintah (political will) sebagai penanggung jawab pendidikan. Kalau kemauan politik pemerintah sudah ada, pelaksanaanya sangat bergantung pada bagaimana kesiapan pelaksana dan perumus kebijakan dapat memperkecil kelemahan yang mungkin muncul dan mengeksplorasi manfaat semaksimal mungkin.Mengingat kompleksnya permasalahan yang dihadapi oleh sistem pendidikan nasional, implementasi pendidikan karakter perlu dilakukan secara bertahap serta direncanakan secara matang dan professional. Dalam implementasinya, pendidikan karakter akan menghadapi berbagai benturan yang tidak dikehendaki Karena mengubah kebiasaan masyarakat yang telah sekian lama melekat dan mendarah daging tidaklah mudah. Tahap awal yang perlu diambil barangkali adalah mempublikasikan pendidikan karakter ini melalui media massa untuk mendapatkan tanggapan dan dukungan dari berbagai pihak secara luas. Dengan memperhatikan uraian di atas, keberhasilan implementasi pendidikan karakter di sekolah sangat ditentukan dan sangat bergantung pada kondisi berikut.a. Partisipasi dan komitmen orang tua serta masyarakat terhadap pendidikan karakter; yang direfleksikan dalam kekuatan dewan pendidikan dan posisi komite sekolah. Kondisi ini tampaknya sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan dan status social-ekonomi masyarakat.b. Program jaminan mutu (Quality-Assurance) dan Accountability yang dipahami dengan baik oleh semua pihak dalam jajaran kementrian pendidikan nasional. Dalam program ini, praktik pendelegasian ke sekolah yang disertai dengan kejelasan indicator kinerja sebagai benchmarking memungkinkan para pejabat/pelaksana dara kantor Kemdiknas, dinas pendidikan kabupaten dan kota, unit pelaksana teknis sampai sekolah memiliki kesamaan persepsi dalam pelaksanaannya. Pada saat ini tingkat propinsi telah dibentuk Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP), mudah-mudahnan lembaga ini bisa bekerja dengan baik dan bermutu, serta dipahami oleh berbagai pihaknposisinya dalam memberikan jaminan mutu terhadap pendidikan karakter disekolah.c. Pelaksanaan tes kompetisi (basic skill tes) yang memungkinkan kantor dinas pendidikan propinsi, dinas pendidikan kabupaten dan kota, unit pelaksana teknis sampai sekolah memperolah informasi tentang kinerja sekolah. Bagi sekolah, hasil tes ini dapat dijadikan bahan diagnosis dan masukan bagi program pengembangan sekolah. Sementara itu, dari hasil tes yang sama, dinas pendidikan propinsi dapat memberikan layanan penasihatan yang lebig terfokus. Sementara dinas pendidikan kabupaten dan kota, informasi hasil tes dapat dijadikan bahan untuk mengembangkan program prioritas pembinaan sekolah, khususnya berkaitan dengan pendidikan karakter.d. Adanya rencana strategic sekolah, yang memungkinkan sekolah untuk memahami visi, misi, dan sasaran-sasaran prioritas pengembangan sekolah. Kemampuan manajemen seperti tiu diperlukan dalam membangun kinerja kelembagaan sekolah, sehingga jajaran perencanaan tahunan (annual planning) sekolah dapat dilakukan lebih terarah dan terpadu.e. Implementasi pendidikan karakter juga didukung oleh laportan kemajuan sekolah dalam mencapai perencanaan tahunan. School annual report yang dibahas bersama dan memperolah penerimaan dari komite sekolah menggambarkan akuntabilkitas sekolah.

B. Mengembangkan Kurikulum Pendidikan KarakterUntuk mengembangkan kurikulum pendidikan karakter, terlebih dahulu perlu dipahami model-model pengembangan kurikulum pada umumnya. Model yang akan memperkaya pemahaman tentang pengembangan kurikulum, sehingga kita benar-benar siap untuk mengembangkan model kurikulum pendidikan karakter dengan sukses. Model kurikulum yang disajikan dalam bab ini meliputi Model Administrasi, Model Akar Rumput (Grass-Roots), Model Demonstrasi, Model Sistematik dari Beuchamp, Model Taba, Model Hubungan International dari Rogers, Model Penelitian Tindakan, dan Model Teknik Emerging.1. Model Administrastif (Line Staff)Pengembangan kurikulum model administrative merupakan model yang paling dikenal, Karena dikembangkan dari atas kebawah (sentralisasi). Pengembangan kurikulum model administrative inisiatifnya menggunakan prosedur dministratif, sehingga dinas pendidikan memiliki beberapa komisi, dari komisi tingkat atas (BSNP atau Puskur) yang menentukan kebijakan kurikulum sampai komisi tingkat bawah (sekolah/MGPG) yang melaksanakan kurikulum tersebut dalam kegiatan pembelajaran. Komisi paling atas adalah komisis pengarah, yang terdiri dari petugas administrative tingkat tinggi (Direktorat) dan para ahli pendidikan. Komisi ini bertugas menentukan perencanaan umum berdasarkan suatu filsafat tertentu. Komisi berikutnya adalah komisi penasihat (advisory committees), yang bertugas membantu komisi pengarah dengan personalia sekolah dalam merumuskan perencanaan, prinsip, dan tujuan. Komisi ketiga adalah komisi kerja (BSNP atau Puskur), yang bertanggung jawab untuk mengkonstruksi kurikulum. Komisi ini Antara lain bertugas untuk merumuskan standar isi, standar kompetensi, standar proses, dan standar penilaian. Komisi terakhir adalah komisi administrasi, yang bekerja selama kurikulum diperbaiki, diuji coba, sampai menghasilkan kurikulum yang benar-benar siap untuk didiseminasikan. Model pengembangan kurikulum ini sering mendapat kritikan, karena dipandang tidak demokratis, dan kurang memrhatikan inisiatif para guru. Di Indonesia model ini digunakan dalam penerapan kurikulum 1968 dan kurikulum 1975.2. Model Akar Rumput (Grass-roots)Penerapan kurikulum akar rumput bertolak belakang dengan model administrative dalam beberapa poin yang sangat berarti. Model akar rumput yang berorientasi demokratis mengakui dua hal sebagai berikut: 1) kurikulum hanya dapat diimplementasikan dengan sukses bila guru dilibatkan dalam proses penyususnan dan pengembangannya, 2) tidak hanya orang-orang professional, tetapi peserta didik, guru, ahli kurikulum, dan ahli bidang studi harus berperan dalam rekayasa kurikulum.Pentingnya guru sebagai kunci keberhasilan penerapan kurikulum di gambarkan dalam empat prinsip yang mendasari model grass-roots, yaitu sebagai berikut.a. Kurikulum akan meningkat bila kompetensi professional guru meningkat.b. Kompetensi guru akan meningkatkan bila mereka terlibat secara pribadi dalam masalah-masalah perubahan dan perbaikan kurikulum.c. Keterlibatan guru dalam berbagai kegiatan perbaikan kurikulum sampai dengan penilaian hasilnya, akan sangat meningkatkan keyakinan.d. Dalam kelompok tatap muka, guru akan dapat memahami satu sama lain secara lebih baik, dan memperkaya consensus pada prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan rencana pembelajaran.Prinsip-prinsip tersebut sangat mendorong guru untuk bekerja sama dalam menerapkan kurikulum baru. Kelemahan model Grass-roots Antara lain disebabkan oleh tuntutan keterlibatan berbagai pihak dalam pengembangan kurikulum, padahal tidak semua orang mengerti dan tertarik untuk melibatkan dirinya. Dalam pengembangan kurikulum di Indonesia, yang hampir mirip dengan model ini adalah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).3. Model DemonstrasiModel demonstrasi direncanakan unutk mengantarkan perubahan kurikulum dalam skala kecil. Smith, dan Shores mengemukakan dua model demonstrasi: 1) sekelompok guru diorganisir dalam suatu sekolah, dengan tugas mengembangkan suatu proyek eksperimen kuriklum. Model ini merupakan variasi dari rekayasa kurikulum model administrative; 2) model yang kedua tampaknya tidak begitu formal dibandingkan dengan yang pertama, disini guru-guru yang, merasa tertarik dengan kurikulum mengadakan eksperimen dalam area tertentu dengan tujuan menemukan alternatif penerapan kurikulum (curriculum practice). Model yang kedua ini mempresentasikan pendekatan grass-roots dalam rekayasa kurikulum.Beberapa keuntungan model demonstrasi: 1) karena proses pengembangan kurikulum ini telah teruji dalam situasi eksperimen maka setiap sekolah akan dapat mempraktikannya; 2) model ini dapat digunakan untuk mengadakan perbaikan kurikulum secara menyeluruh maupun terhadap komponen-komponen tertentu yang dianggap penting; 3) karena demonstrasi ini dilakukan dalam skala kecil maka memudahkan perubahan kurikulum, dan menghindarkan kesenjangan Antara dokumen dan implementasi; 4) model demonstrasi, khususnya dalam bentuk akar rumput meningkatkan inisiatif guru, dan memberikan kesempatam kepada guru untuk mengembankan program-program baru. Hal penting dari model demonstrasi adlah adanya keterbukaan komunikasi Antara percobaan yang dilakukan guru dengan percobaan-percobaan yang dilakukan secara lembaga.4. Model Sistematik dari BeauchampBeauchamp mengidentifikasi serangkaian pembuatan keputusan penting, yang berpengaruh terhadap penerapan kurikulum. Pertama, arena untuk rekayasa kurikulum, yakni ruang lingkup pengembangannya. Kedua, memilih dan melibatkan: 1) spesialis, 2) kelompok spesialis dan guru kelas, 3) para professional dalam sistem sekolah, 4) para professional ditambah beberapa anggota masyarakat dari berbagai lapisan yang diambil secara representative. Ketiga, organisasi dan prosedur perencanaan kurikulum, yakni langkah-langkah yang harus diikuti dalam merumuskan tujuan, menganalisis kompetensi, memilih materi, dan kegiatan belajar. Keempat, adalah imlementasi kurikulum, yakni bagaimana kurikulum itu diterapkan. Keliama, adalah evaluasi kurikulum. Dalam hal ini minimal memiliki empat dimensi: 1) evaluasi terhadap kurikulum yang digunakan guru, 2) evaluasi desaim kurikulum, 3) evaluasi lulusan,4) evaluasi sistem kurikulum. Data hasil evaluasi ini digunakan untuk meningkatkan proses rekayasa, dan untuk memberikan kesinambungan, serta pertumbuhan dari tahun ke tahun. Secara umum, model ini sudah dianggap lengkap, namun masih terdapat berbagai pertanyaan yang tak terjawab dalam proses rekayasa kurikulum. Dalam beberapaa hal ini model ini hampir sama dengan model administrative, terutama dalam orientasinya dari atas kebawah.5. Model TabaModel ini merupakan bentuk urutan tradisional yang paling sederhana dari pengembangan kurikulum untuk diseleksi para komite (1) untuk menguji wilayah dan mengembangka suatu tujaun, (2) merumuskan desain kurikulum berdasarkan tujuan tertentu, (3) menyususn unit-unit kurikulum sesuai dengan kerangka kerja dalam desain, (4) melaksanakan kurikulum pada tingkat kelas. Taba mengembangkan lima langkah rekayasa kurikulum: langka pertama, menyelenggarakan pilot projek oleh kelompok guru (KKG/MGMP), untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktek. Hal ini dilakukan melalui berbagai pelaksanaan tugas, seperti mendiagnosis kebutuhan, merumuskan tujuan-tujuan khusus, memilih bahan, mengorganisasi bahan, memilih kegiatan belajar, mengorganisasi kegiatan belajar, menilai, dan memeriksa keseimbangan, serta urutannya. Langkah kedua, mengetes unit eksperimental pada kelas lain dengan kondisi yang berbeda, untuk menentukan validitas, serta keampuhannya untuk diajarkan. Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi (pemantapan) dari unit kurikulum. Langkah keempat, mengembangkan suatu kerangka kerja dalam skala terbatas, bukan pengembangan desain kurikulum secara keseluruhan. Langkah kelima, sebagai langkah terakhir ialah mendiseminasikan unit-unit kurikulum ke sekolah lain. Kelebihan utama pengembangan kurikulum model ini adalah memungkinkan terjadinya integrasi antara teori dan praktek. Dalam hal ini, orang akan mampu menjalankan sesuatu jika menyadari apa yang akan dilaksanakannya.

6. Model Hubungan Interpersonal dari RogersModel ini didasarkan atas kebutuhan untuk menciptakan serta memelihara suasana yang baik terhadap perubahan. Sedikitnya terdapat tiga langkah yang harus dilakukan untuk menjalin hubungan interpersonal dalam pengembangan kurikulum model Rogers. Langkah pertama adalah memilih target sistem pendidikan, kriteria untuk memilih ini hanyalah bahwa satu atau lebih dari individu berada dalam posisi pimpinan. Beberapa keuntungan dari kelompok intensif ini ialah: 1) setiap anggota apat meneliti kembali apa yang diyakininya; 2) menemukan ide yang inovatif dengan lebih mudah dan kurang mengandung resiko dalam penerapannya; 3) kurang memerhatikan berbagai aturan yang birokratis; 4) berkomunikasi secara jelas, realistis, dan terbuka; 5) lebih menghargai orang lain secara demokratis; 6) secara terbuka mengadakan perbandingan antara dirinya dengan orang lain; 7) mampu menerima umpan balik yang positif maupun negatif, dan mempergunakannya secara konstruktif. Langkah kedua, ialah kelompok intensif di antara para guru. Prinsipnya sama dengan model administrator, ketika pengalamannya lebih lama dan dapat dipertimbangkan dengan masalah ukuran staf, finansial, serta berbagai variasinya. Kegiatan ini memberikan keuntungan, seperti 1) mampu mendengarkan peserta didik; 2) menerima ide yang inovatif dari peserta didik; 3) memperhatikan interaksi peserta didik, terutama yang menyangkut bahan pelajaran; 4) memecahkan masalah bersama peserta idik; 5) mengembangkan suasana kelas yang demokratis.Langkah ketiga ialah pengembangan pengalaman kelompok intensif untuk unit kelas atau pembelajaran. Rogers menyarankan lima hari untuk melaksanakan kegiatan ini, di mana masyarakat boleh mengikutinya, dengan tujuan menciptakan suasana yang lebih bebas, dan menyenangkan. Pengaruh dari pengalaman ini bagi peserta didik ialah 1) peserta didik merasa lebih bebas mengemukakan perasaan yang positif maupun negatif di kelas; 2) bekerja berdasarkan perasaan yang mengarah pada penyelesaian secara realistis; 3) memiliki lebih banyak enerrgi untuk belajar karena kurang memiliki rasa takut terhadap penilaian dan hukuman; 4) menemukan rasa tanggung jawab terhadap cara belajarnya sendiri; 5) menemukan proses belajar untuk menangani masalah hidupnya.Langkah keempat, berhubungan dengan keterlibatan kelompok intensif dari orang tua peserta didik, untuk menciptakan hubungan sesama orang tua, anak, dan sekolah. Rogers menekankan pentingnya penjadwalan urutan pengalaman kelompok intensif yang tidak terlalu lama.7. Model Penelitian TindakanModel ini dikembangkan oleh Smith, Stanley, dan Shores, berdasarkan asumsi bahwa perubahan kurikulum adalah perubahan sosial, yaitu proses yang melibatkan berbagai kepribadian orang tua, peserta didik, guru, struktur sistem sekolah, dan hubungan individu, serta kelompok, baik di sekolah maupun di masyarakat.Langkah-langkah yang perlu diambil dalam model ini ialah 1) penelaahan berbagai masalah kurikulum, dengan cara menemukan fakta-fakta seecara luas dijadikan sesuatu masalah, mengidentifikasi brbagai faktor, kekuatan, serta syarat yang harus diambil jika masalah tersebut perlu dipecahkan; 2) penerapan berbagai keputusan yang berhubungan dengan masalah pertama. Kegiatan ini dilaksanakan dengan mencari data atau fakta. Langkah kedua ini harus diikuti oleh suatu penerapan, sehingga perancang akan menilai kegiatan tahap kedua. Kegiatan ini lebih ditekankan pada prosesnya, untuk mengembangkan atau mengubah rencana keseluruhan, serta menentukan kegiatan selanjutnya yang akan dilaksanakan. Model ini berusaha untuk melibatkan berbagai perkembangan intelektual dan sosial, sehingga termasuk yang paling sukar untuk dilaksanakan.Secara keseluruhan model ini bermaksud menghindari berbagai kekurangan yang terdapat dalam model lain sehingga pengembangan kurikulum tidak harus menunggu instruksi atau perintah. Model ini berusaha untuk melibatan berbagai perkembangan intelektual dan sosial, sehingga termasuk yang paling sukar untuk dilaksanakan.8. Model Teknis MergingAda tiga model yang termasuk dalam kelompok ini, yakni model analisis tingkah laku, model analisi sistem, dan model komputer. 1) Model analisis tingkah laku dikembangkan berdasarkan hasil analisi waktu dan kegiatan, yang dalam pelaksanaannya menghendaki adanya organisasi administrasi yang kuat ; 2) Model analisis sistem, sering disebut sebagai PPBS (Program Planning and Budgetting Systems), yang di Indonesiakan menjadi SP4 ( Sistem Perencanaan, Penyusunan Program, dan Pengangaran) ; 3) Model komputer, yang menelaah sejumlah besar unit kurikulum yang masing-masing berisi banyak sekali hasil yang diharapkan. Guru dan peserta didik diberi angket yang berhubungan dengan unit tersebut, serta hasilnya disimpan dan diolah dengan komputer.Berdasarkan model-model pengembangan kurikulum dari para ahli di atas, maka pengembangan kurikulum pendidikan karakter di sekolah dapat dilakukan dalam 5 (lima) model sebagai berikut:a) Model subjek matter dalam bentuk mata pelajaran sendirib) Model korelasi dalam mata pelajaran sejenis.c) Model terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran.d) Model suplemene) Model gabunganKelima model di atas, dapat diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak pada pendidikan karakter. Selanjutnya, agar gerak tersebut efektif dan efisien diperlukan pemilihan metode pembelajaran dalam upaya pembentukan karakter positif dalam diri peserta didik. Apa pun metode yang dipilih, hal yang harus digarisbawahi adalah pelibatan aspek kognitif, aspek afektif dan aspek konatif (perilaku) peserta didik secara simultan. Sebagai antitesis terhadap metode pendidikan karakter selama ini yang cenderung doktriner dan hanya menghidupkan aspek kognitif peserta didik, maka metode yang dibutuhkan adalah metode yang menghidupkan ketiga aspek tersebut dan membawa peserta didik ke dalam pengalaman nyata kehidupan karakter.

C. Merealisasikan Kewenangan SekolahSejalan dengan desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah yang sedang bergulr; Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), dan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP); dalam implementasi pendidikan karakter, sekolah diberi wewenang yang sangat leluasa terutama dalam hal-hal sebagai berikut.1. Menyusun dan mengembangkan kurikulum pendidikan karakter. Penyusunan kurikulum, khususnya silabus dan Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP) berkarakter untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, sebaiknya didiskusikan, disusun dan dikembangkan bersama-sama dengan komite sekolah dan dewan pendidikan.2. Manajemen yang menggambarkan kadar otonomi sekolah dan desentralisasi pendidikan. Dalam pendidikan karakter, sekolah dapat memilih berbagai model yang tepat sesuai dengan kondisi dan karakteristik masing-masing. Model-model tersebut mencakup model subjek matter dalam bentuk mata pelajaran sendiri, model korelasi dalam mata pelajaran sejenis, model terintegrasi dalam seluruh mata pelajaran, model suplemen, dan model gabungan.3. Membuat perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban. Implementasi pendidikan karakter tidak lepas dari accountability yang dapat dilihat ada Rencana Pelaksanaan Sekolah (RPS) dan pencapaiannya. Perencanaan sekolah dilakukan berdasarkan rencana jangka panjang untuk kurun waktu tiga sampai lima tahun; perencanaan jangka menengah untuk kurun waktu satu sampai tiga tahun; dan perencaaan jangka pendek untuk kurun waktu satu tahun atau sering disebut rencana tahunan. 4. Menjamin dan mengusahakan sember daya (human and financial); dalam pendidikan karakter yang dipraktikkan dengan apa yang disebut fleksibilitas sumber belajar yang mencakup dukungan untuk 1) pembelajaran dan kepemimpinan, 2) dukungan sekolah, dan 3) lingkungan sekolah. Di samping sumber daya, dikenal pula sumber dana, yang mencakup dana khusus berupa school grant dan targetted fund, yang semuanya berasal dari pemerintah. Dana sekolah bersumber pula dari orang tua dan masyarakat, yang diperoleh apabila orang tua dan masyarakat melihat kepemimpinan, program, sasaran, dan manfaat yang jelas. Sedang Oleh karena itu, untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat lingkungannya, sekolah harus secara rutin mensosialisasikan program-programnya kepada masyarakat; sehingga masyarakat mengetahui program-program pendidikan karakter yang sedang dilakukan sekolah, aa yang telah dicapai, keunggulan apa yang dimiliki sekolah, dan yang paling penting dukungan masyarakat dalam bentuk apa yang diperlukan oleh sekolah.

D. Peran Guru dalam Pendidikan KarakterGuru merupakan faktor penting yang besar pengaruhnya terhadap keberhasilan pendidikan karakter di sekolah, bahkan sangat menentukan berhasil-tidaknya peserta didik dalam mengembangkan pribadinya secara utuh. Agar implementasi pendidikan karakter berhasil memerhatikan perbedaan individual maka guru perlu melakukan hal-hal sebagai berikut:1. Menggunakan metode pendidikan karakter yang bervariasi,2. Memberikan tugas yang berbeda bagi setiap peserta didik, 3. Mengelompokkan peserta didik berdasarkan kemampuannya, serta disesuaikan dengan mata pelajaran,4. Memodifikasi dan memperkaya bahan,5. Menghubungi spesialis, bila ada peserta didik yang mempunyai kelainan, dan penyimpangan karakter,6. Menggunakan prosedur yang bervariasi dalam membuat penilaian dan laporan pendidikan karakter,7. Memahami bahwa karakter peserta didik tidak berkembang dalam kecepatan yang sama,8. Mengembangkan situasi belajar yang memungkinkan setiap peserta didik bekerja dengan kemampuannya masing-masing pada proses pendidikan karakter,9. Mengusahakan keterlibatan peserta didik dalam berbagai kegiatan berkarakter.Agar guru dapat mengembangkan pendidikan karakter secara efektif, serta dapat meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya dalam peningkatan pribadi peserta didik, guru perlu memiliki hal-hal berikut:1. Menguasai dan memahami pendidikan karakter dan hubungannya dengan pembelajaran dengan baik,2. Menyukai pendidikan karakter,3. Memahami peserta didik, pengalaman, kemampuan, dan prestasi,4. Menggunakan metode pendidikan karakter yang bervariasi,5. Mengeliminasi bahan-bahan yang kurang berkarakter dan kurang berarti,6. Mengikuti perkembangan pendidikan karakter,7. Mempersiapkan proses pendidikan karakter secara matang,8. Mendorong peserta didiknya untuk memiliki karakter yang lebih baik, dan9. Menghubungkan pengalaman yang lalu dengan karakter yang akan dibentuk.Dalam implementasi pendidikan karakter, kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi proses guru dikatakan berhasil apabila mampu melibatkan sebagian besar peserta didik secara aktif, khususnya mental dan sosial dalam proses pendidikan karakter di sekolah. Sementara itu, dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pendidikan karakter yang dilaksanakan mampu mengadakan perubahan karakter pada sebagian besar peserta didik ke arah yang lebih baik.

31