bab 2 tinjauan teori 2.1. remaja akhir -...

23
BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir Menurut Mar’at (2006) di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere” (kata bendanya adolescentia, yang artinya remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa atau dalam perkembangan menjadi dewasa. Sarwono (2003) mengemukakan remaja adalah individu yang berkembang pada saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian. Bangsa primitif – demikian pula orang-orang zaman purbakala – memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi (dalam Hurlock, 1999). Perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional yang terjadi di masa remaja berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak sampai kepada kemandirian. 2.1.1. Batasan Remaja Rentang usia individu sebagai remaja berbeda-beda. Menurut papalia et al. (2004), individu pada masa remaja berusia antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun. Sedangkan, Sarwono (2003) mengemukakan bahwa usia remaja berkisar antara 13 tahun sampai dengan 19 tahun, namun definisi remaja untuk masyarakat Indonesia

Upload: lethu

Post on 01-Feb-2018

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1. Remaja Akhir

Menurut Mar’at (2006) di negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan

“adolescence” yang berasal dari kata dalam bahasa Latin “adolescere” (kata

bendanya adolescentia, yang artinya remaja), yang berarti tumbuh menjadi dewasa

atau dalam perkembangan menjadi dewasa.

Sarwono (2003) mengemukakan remaja adalah individu yang berkembang

pada saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekunder sampai saat

ia mencapai kematangan seksual, individu yang mengalami perkembangan

psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menuju dewasa, dan individu yang

mengalami peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi menjadi suatu kemandirian.

Bangsa primitif – demikian pula orang-orang zaman purbakala – memandang

masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam

rentang kehidupan, anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu

mengadakan reproduksi (dalam Hurlock, 1999). Perubahan biologis, kognitif, dan

sosial-emosional yang terjadi di masa remaja berkisar dari perkembangan fungsi

seksual, proses berpikir abstrak sampai kepada kemandirian.

2.1.1. Batasan Remaja

Rentang usia individu sebagai remaja berbeda-beda. Menurut papalia et al.

(2004), individu pada masa remaja berusia antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun.

Sedangkan, Sarwono (2003) mengemukakan bahwa usia remaja berkisar antara 13

tahun sampai dengan 19 tahun, namun definisi remaja untuk masyarakat Indonesia

Page 2: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

adalah individu yang berusia antara 11 tahun sampai dengan 20 tahun. Dan menurut

Dirgagunarsa dan Dirgagunarsa (2000), usia remaja yakni antara 12 tahun sampai

dengan 21 tahun.

Papalia (2008) membagi masa remaja menjadi 2 bagian, yaitu masa remaja

awal dan masa remaja akhir. Masa remaja awal berlangsung kira-kira dari 11 tahun

atau 12 tahun sampai 14 tahun. Masa remaja akhir berlangsung kira-kira 15 tahun

sampai 20 tahun.

Minat pada karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih nyata

dalam masa remaja akhir ketimbang dalam masa remaja awal. Gunarsa & Gunarsa

(2006) mengatakan remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa

dewasa, masa remaja akhir berusia sekitar 17 tahun 6 bulan-22 tahun. Menurut

Hurlock (1991) remaja artinya tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan, remaja

akhir menurut Hurlock pada wanita 17-21 tahun dan pria 17 tahun 6 bulan-21 tahun.

Santrock (2003) mengungkapkan masa remaja akhir (late adolescence)

menunjuk pada kira-kira setelah usia 15 tahun. Mar’at (2006) dan Monks, dkk (2002)

menyimpulkan bahwa remaja akhir berusia antara 18-21 tahun. Kurun waktu masa

remaja menurut Witherington (dalam Rumini dan Sundari, 2004) late adolesence

berusia antara 15-18 tahun. Masa remaja akhir menurut Mappiare (1982) berusia

17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun.

2.1.2. Perkembangan Remaja

Perubahan-perubahan pada remaja berlangsung secara terus-menerus dan

ditandai oleh adanya perubahan dalam aspek biologis, kognitif, psikologis, sosial

serta moral dan spiritual (Geldard & Geldard, 2000).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Perubahan biologis meliputi perubahan fisiologis, perubahan hormon dan

perilaku seksual, serta perubahan emosional akibat adanya perubahan biologis dan

perubahan hormon seksual. Perubahan kognitif meliputi peningkatan abstrak,

kecenderungan egosentris untuk menjadi pusat perhatian, dan adanya peningkatan

kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Perubahan psikologis meliputi pembentukan

identitas baru, perubahan fungsi identitas diri, awal proses inviduasi, pemahaman

pengalaman baru dalam hidup, penghayatan etnis dan upaya penyesuaian diri.

Perubahan sosial mencakup upaya pemenuhan peran sosial, pemenuhan harapan

orang tua dan teman sebaya, serta usaha menjalani peran remaja sesuai dengan

lingkungannya. Pada periode ini juga berlangsung perubahan moral dan spiritual,

dan biasanya muncul dorongan untuk mulai berafiliasi dengan kepercayaan tertentu

(Geldard & Geldard, 2000).

Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi

terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam

kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih dengan cara

menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan, dan gaya yang dimiliki remaja

dengan peran yang dituntut dari remaja. (Santrock, 2003).

2.1.2.1. Perkembangan Biologis

Menurut Papalia (2001), perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah

terjadinya adolescent growth spurt. Adolescent growth spurt adalah peningkatan

secara tajam pada tinggi dan berat badan yang diikuti kematangan seksual. Hal ini

terjadi karena masa puber yang dimulai peningkatan produksi hormon seksual.

Menurut Sarlito (dalam Yunita, 2002) menyatakan bahwa perubahan-

perubahan fisik yang terjadi pada masa remaja merupakan gejala primer, sedangkan

Page 4: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

perubahan-perubahan psikologis muncul sebagai akibat dari peribahan-perubahan

fisik fisik tersebut.

Hurlock (1999) membagi perubahan fisik pada remaja menjadi 2 (dua) jenis

perubahan, yaitu perubahan eksternal dan perubahan internal. Perubahan eksternal

meliputi perubahan tinggi, berat, proporsi tubuh, organ seks dan ciri-ciri seks

sekunder. Perubahan internal meliputi perubahan di sistem pencernaan, system

peredaran darah, system pernapasan, system endokrin dan jaringan tubuh.

2.1.2.2. Perkembangan Kognitif

Masa remaja berada pada tahap ke-empat dari teori perkembangan kognitif

Piaget dan yang terakhir, yaitu tahap operasional formal. Pada tahap ini, remaja

individu lebih melampaui pengalaman konkrit dan berpikir dalam istilah yang abstrak,

remaja menciptakan bayangan situasi ideal (dalam Santrock, 2007).

Remaja mulai berpikir seperti ilmuwan, menyusun rencana pemecahan

masalah dan secara sistematis menguji cara-cara pemecahan yang dipikirkannya.

Jenis proses pemecahan ini diberi nama penalaran hipotetikal-deduktif (hypothetical-

deducative reasoning). Penalaran hipotetikal-deduktif ialah kemampuan kognitif

untuk mengembangan hipotesis, atau memperkirakan cara memecahkan masalah.

Remaja melakukan deduksi secara sistematis, atau menyipulkan cara melakukan

persamaan tersebut (dalam Santrock, 2003).

2.1.2.3. Perkembangan Emosional

Hurlock (1999) menyatakan bahwa keadaan emosi remaja berada pada

periode badai dan tekanan (storm and stress) yaitu suatu masa di mana ketegangan

emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Adapun

Page 5: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

meningginya emosi terutama karena para remaja berada di bawah tekanan sosial

dan menghadapi kondisi dan harapan baru. Keadaan ini menyebabkan remaja

mengalami kegagalan dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Tidak semua remaja mengalami storm dan stress. Namun sebagian besar

remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari

usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru

(dalam Hurlock, 1999). Meskipun emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak

terkendali dan tampaknya irasional, tetapi pada umumnya dari tahun ke tahun terjadi

perbaikan perilaku emosional (dalam Hurlock, 1999).

Perbedaan pola emosi remaja dan anak-anak terletak pada rangsangan yang

membangkitkan emosi dan derajat, dan khususnya pada pengendalian latihan

individu terhadap ungkapan emosi mereka. Remaja tidak lagi mengungkapkan

amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan

menggerutu, tidak mau berbicara, atau dengan suara keras mengritik orang-orang

yang menyebabkan amarah (dalam Hurlock, 1999).

Remaja dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhir masa

remaja tidak ”meledakkan” emosinya di harapan orang lain melainkan menunggu

saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara-cara

yang lebih dapat diterima, individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu

sebelum bereaksi secara emosional (dalam Hurlock, 1999).

Bila remaja ingin mencapai kematangan emosi, ia harus belajar mengenai

katarsis emosi untuk menyalurkan emosinya. Adapun cara yang dilakukan adalah

latihan fisik yang berat, bermain atau bekerja, tertawa atau menangis. Akhirnya,

remaja yang emosinya matang memberikan reaksi emosional yang stabil, tidak

Page 6: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

berubah-ubah dari satu emosi atau suasana hati ke suasana hati yang lain (dalam

Hurlock, 1999).

2.2. Identitas Diri

Menurut Erikson (dikutip oleh Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan

tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan sensasi fisik

dari tubuh, body image, tujuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dimiliki oleh

seseorang, suatu perasaan yang berhubungan dengan rasa keunikan dan

kemandirian.

Marcia (dikutip oleh papalia et al., 1998) juga telah mendefinisikan identitas

sebagai konstruksi diri dan organisasi dinamis atas dorongan, kemampuan,

kepercayaan, dan sejarah diri yang berlangsung secara internal.

Identitas dapat dikatakan sebagai gabungan dari motivasi, nilai, kemampuan

dan gaya remaja yang sesuai dengan tuntutan peran yang diletakan pada remaja

(dalam Santrock, 2008).

Erikson (dalam Hurlock, 1999) menyebutkan bahwa tugas terpenting bagi

remaja adalah mencapai identitas diri yang lebih mantap melalui pencarian dan

eksplorasi terhadap diri dan lingkungan sosial. Perubahan biologis pada remaja

menyebabkan perubahan dalam ekspektasi atau harapan sosial pada mereka. Pada

masa ini sebenernya diharapkan bahwa remaja dapat mengintegrasikan suatu

perasaan konsistensi dalam hidup (a sense of consistency) dengan diri mereka serta

menemukan identitas peran mereka (Santrock, 1998).

Usia remaja berada pada situasi stadium identity diffusion atau role-

confusion. Stadium identity diffusion yaitu keadaan dimana seseorang tidak mampu

menemukan identitas sesungguhnya, menemukan peran (George, 2006). Menurut

Page 7: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Erikson (dalam Hurlock, 1997), identitas diri yang dicari remaja berupa usaha untuk

menjelaskan siapa dirinya.

Achievement dalam konteks psikologi umum berarti penyelesaian atau

pencapaian yang diperoleh seseorang terhadap tujuan yang telah ditargetkan oleh

seseorang itu sendiri atau oleh masyarakat (dalam Corsini, 2002).

Menurut Handayani (2000), proses pengenalan diri akan lebih tampak dan

sering ditemui pada remaja, karena dalam rentang perkembangan manusia, remaja

sedang berada dalam pencarian identitas diri. Pengenalan diri merupakan salah satu

wahana untuk mencapai tujuan hidup. Seseorang hendaknya melakukan upaya

untuk mengenali kekuatan dan kelemahan diri sehingga menyadari ”siapa saya”.

Setelah seseorang menemukan jati dirinya, maka pertanyaan selanjutnya

adalah ”saya ingin menjadi siapa”, sehingga arah hidupnya akan jelas.

Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erik Erikson (1968),

masa remaja ada pada tahap di mana krisis identity versus identity confusion

(identitas versus difusi identitas) harus diatasi. (Santrock, 2003).

Identity versus identity confusion merupakan tahap perkembangan Erikson

yang ke-lima yang terjadi pada saat individu berada pada masa remaja. Pada tahap

ini, remaja berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja

yang ada dalam diri mereka, dan arah mereka dalam menjalani hidup. Erikson yakin

bahwa remaja menghadapi sejumlah pilihan dan pada titik tertentu di masa muda

akan memasuki suatu masa psychological moratorium (Santrock, 2003)..

Psychological moratorium adalah istilah Erikson untuk kesenjangan antara

rasa aman di masa kanak-kanak dengan otonomi individu dewasa yang dialami

remaja sebagai bagian dari eksplorasi identitas mereka. Ketika remaja

mengeksplorasi dan mencari identitas budayanya, remaja seringkali bereksperimen

Page 8: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

dengan peran-peran yang berbeda. Penting bagi para orang dewasa untuk

memberikan waktu dan kesempatan bagi remaja untuk mengeksplorasi peran-peran

dan kepribadian yang berbeda. Pada akhirnya remaja akan membuang peran-peran

yang tidak diharapkan. Ada beratus-ratus peran yang dapat dicoba oleh remaja, dan

mungkin juga banyak cara untuk bisa memperoleh setiap peran (Santrock, 2003).

Erikson meyakini bahwa di masa remaja akhir, peran dalam dunia kerja merupakan

titik pusat dari perkembangan identitas (Santrock, 2003).

Remaja yang berhasil menghadapi dengan identitas-identitas yang saling

bertentangan akan mendapatkan pemikiran yang baru dan dapat diterima mengenai

dirinya (Santrock, 2003).

Goethals and Klos (dalam Dacey & Kenny, 1997) berpendapat bahwa krisis

identitas datang hanya pada masa remaja akhir. Pencarian identitas ego itu tidak

dimulai dan tidak berakhir pada usia remaja (pencarian identitas ego ada sejak

tahap bayi sampai tahap tua), krisis antara identitas dengan kekacauan identitas

mencapai puncaknya pada tahap remaja ini (Alwisol, 2008). Pembentukan tersebut

dimulai dengan munculnya keterikatan (attachment), perkembangan suatu pemikiran

mengenai diri, dan munculnya kemandirian di masa kanak-kanak, dan mencapai

fase terakhir dengan pemikiran kembali mengenai hidup dan pengintegrasian di

masa tua. Perkembangan identitas terjadi secara sedikit-sedikit. Keputusan tidak

dibuat sekali saja untuk seterusnya, namun harus dibuat lagi dan lagi (Santrock,

2003). Menurut Gunarsa (2008), krisis identitas sering terjadi pada anak karena

tokoh model yang bisa ditiru oleh anak menjadi kabur, dengan akibat anak mencari

model di luar rumah yang seringkali malah menyesatkan.

Remaja yang tidak berhasil menyelesaikan krisis identitasnya akan

mengalami yang disebut oleh Erikson sebagai identity confusion (kebimbangan akan

Page 9: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

identitasnya). Kebimbangan tersebut bisa menyebabkan dua hal: penarikan diri

individu, mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri

dengan dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya (Santrock, 2003).

Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas pada tahap adolesen adalah

kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa pandangan idiologi atau visi masa

depan. Kekuatan dasar kepercayaan yang diperoleh semasa infantil menjadi dasar

fidelity masa remaja. Remaja harus belajar mempercayai orang lain sebelum mereka

mempercayai pandangan masa depannya sendiri. Mereka harus mengembangkan

virtue hope selama masa bayi, kemudian harus diikuti dengan kekuatan dasar yang

lain – kemauan, tujuan, dan kompetensi. Semuanya menjadi prasyarat fidelity,

seperti juga fidelity menjadi prasyarat perkembangan berikutnya (Alwisol, 2008).

Erikson (dikutip oleh Wallace, 1993), mengemukakan bahwa remaja yang

memiliki rasa identitas yang positif akan mampu membuat karir, nilai-nilai, dan hal

lain yang dapat diterima secara sosial dan hal tersebut akan dapat diekspresikan

secara pribadi oleh remaja tersebut. Rendahnya kompetensi yang remaja miliki,

yang dapat dihubungkan dengan rendahnya harga diri mereka, juga merupakan

suatu hal yang harus mereka hadapi berkaitan dengan identitas mereka. Remaja

yang merasa gagal atau tidak mampu untuk memenuhi identitas peran yang

dibebankan kepada mereka akan memilih jalan pengembangan identitas yang

negatif (Gunarsa, 2006).

2.2.1. Jenis-jenis Identitas Diri

Menurut James Marcia dan Watterman (dalam Santrock, 2003), identitas diri

merujuk kepada “pengorganisasian atau pengaturan dorongan-dorongan,

kemampuan-kemampuan dan keyakinan-keyakinan ke dalam citra diri secara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

konsisten yang meliputi kemampuan memilih dan mengambil keputusan baik

menyangkut pekerjaan, orientasi seksual dan filsafat hidup.

James Marcia (dalam Santrock, 2003), seorang peneliti yang beraliran

Eriksonian, meyakini bahwa teori perkembangan identitas Erikson mengandung

empat status identitas, atau cara-cara untuk mengatasi krisis identittas. Hal-hal yang

ada pada krisis dan komitmen remaja digunakan untuk mengklasifikasikan seorang

individu berdasarkan salah satu dari empat identitas. Krisis disini didefinisikan

sebagai suatu masa perkembangan identitas di mana remaja memilah-milah

alternatif-alternatif yang berarti dan tersedia. Komitmen merupakan suatu bagian

dari perkembangan identitas di mana remaja menunjukan adanya suatu investasi

pribadi pada apa yang akan mereka lakukan.

Santrock (2003) mendefinisikan krisis sebagai suatu periode perkembangan

identitas selama dimana remaja masih memilih diantara pilihan-pilihan yang

bermakna. Beberapa peneliti biasa menyebutnya dengan eksplorasi dan bukan

krisis. Komitmen adalah sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja

memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi terhadap apa yang akan mereka

lakukan. Keempat status identitas tersebut adalah:

i. Identity diffusion merupakan istilah yang digunakan remaja yang belum pernah

mengalami krisis (sehingga mereka belum pernah mengeksplorasi adanya

alternatif-alternatif yang berarti) atau membuat suatu komitmen. Selain tidak

mampu membuat keputusan mengenai pekerjaan dan ideologi, remaja pada status

ini juga tidak menunjukkan adanya minat pada kedua hal tersebut.

ii. Identity foreclosure adalah istilah yang dipakai Marcia untuk remaja yang telah

membuat suatu komitmen namun belum pernah mengalami krisis. Status ini sering

terjadi ketika orang tua menyerahkan komitmen kepada remaja yang biasanya

Page 11: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

dengan cara otoritarian. Remaja menjadi tidak memiliki kesempatan yang adekuat

untuk mengeksplorasi pendekatan-pendekatan, ideologi, dan pekerjaan yang

berbeda-beda dengan cara mereka sendiri.

iii. Identity moratorium adalah istilah yang digunakan Marcia untuk remaja yang

berada dalam krisis, namun tidak memiliki komitmen sama sekali ataupun memiliki

komitmen yang tidak terlalu jelas.

iv. Identity achievement adalah istilah Marcia untuk remaja yang telah melewati krisis

dan telah membuat komitmen.

Tabel 2.1 Tipologi Identitas

2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Identitas Diri

Proses pencapaian identitas menurut Marcia (dalam Desmita, 2005) terjadi

secara gradual sejak lahir, yakni sejak anak berintegrasi dengan ibu dan anggota

keluarga lainnya. Perdana (dalam Dariyo, 2004) menguraikan beberapa faktor yang

mempengaruhi pencapaian identitas diri remaja antara lain :

a. Keluarga

Keadaan keluarga dapat mempengaruhi remaja dalam pencapaian identitas diri.

Ada beberapa keluarga yang dapat mempengaruhi pencapaian identitas diri

remaja antara lain:

1. Identitas sosio-ekonomi

Identitas Komitmen

Tinggi Rendah

Krisis/Eksplorasi Tinggi

Identity

Achievement Identity

Moratorium

Rendah Identity

Foreclosure Identity Diffusion

Page 12: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

2. Keutuhan keluarga

3. Sikap & kebiasaan orangtua

4. Status anak

b. Lingkungan Sosial

Remaja akan berusaha berekspresi untuk menemukan suatu lingkungan

pergaulannya sebagai tempat remaja untuk mengekspresikan identitas dirinya.

Para remaja merasa dengan bersosialisasi remaja dapat mencapai identitas

dirinya. Selain itu, di dalam lingkungan sosial terdapat norma, nilai, tata cara

serta adat istiadat. Dalam pencapaian identitas diri, remaja akan mengidentifikasi

nilai-nilai yang berlaku di lingkungan sosialnya.

Cara masyarakat di lingkungan sekitar remaja pada saat bersosialisasi

juga dapat mempengaruhi pencapaian identitas diri remaja.

c. Pendidikan

Cara berpikir & bertindak seorang remaja dapat dipengaruhi oleh

pendidikan remaja, remaja yang mempunyai pendidikan yang baik dapat

mempertimbangkan nilai-nilai serta norma-norma yang baik dan buruk dalam

lingkungan sekitarnya. Pada masa remaja individu berada pada tahap berpikir

formal operasional yang dimana pada tahap ini membutuhkan kemampuan

remaja di dalam berpikir secara hipotesis dan membayangkan serangkaian

kejadian serta memungkinkan remaja untuk berpikir secara sistematis. Dengan

adanya pendidikan yang baik juga akan membuat remaja yang berpikir secara

formal operasional merasa tertantang untuk mecapai identitas dirinya secara

unik.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

2.2.3. Dimensi Identitas Diri

Menurut Erikson (dalam Santrock, 2003) identitas melibatkan tujuh dimensi, antara

lain:

a. Genetik

Hal ini bekaitan dengan suatu sifat yang diwariskan oleh orang tua pada

anaknya. Orang tua sangat mempengaruhi sifat yang akan dimiliki anaknya di

kemudian hari. Sifat inilah yang akan memberikan sesuatu yang berbeda antara

individu satu dengan individu lainnya, terutama di dalam menjalankan

kehidupannya.

b. Adaptif

Identitas adalah penyesuaian remaja mengenai keterampilan-keterampilan

khusus, dan bagaimana remaja tersebut dapat menyesuaikan diri dengan

masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sejauh mana keterampilan atau

kemampuannya tersebut dapat diterima oleh masyarakat di lingkungan tempat

tinggalnya ataukah masyarakat tidak menerima keterampilan yang dimilikinya.

c. Struktural

Hal ini terkait dengan perencanaan masa depan yang telah disusun oleh remaja,

atau dengan kata lain remaja telah mempersiapkan kehidupan di masa

depannya. Namun bukan berarti tidak ada hambatan dalam menjalankan

rencana masa depannya ini. Seringkali apa yang telah direncanakan tidak

berjalan sesuai dengan yang diharapkan bisa jadi rencana tersebut mengalami

suatu kemunduran (deficit structural) atau bahkan bisa tidak sama sekali

terwujud.

d. Dinamis

Page 14: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Proses ini muncul dari identifikasi masa kecil individu dengan orang dewasa

yang kemudian dapat membentuk suatu identitas yang baru di masa depannya

ataukah sebaliknya, proses identifikasi tersebut tidak berpengaruh pada

identitasnya melainkan yang berpengaruh adalah pemberian peran dari

masyarakat terhadap remaja.

e. Subjektif atau berdasarkan pengalaman

Individu yang mempunyai pengalaman akan berbeda dengan individu yang

sama sekali belum memiliki pengalaman. Hal ini dijelaskan oleh Erikson (dalam

Santrock, 2003) bahwa individu yang telah memiliki pengalaman sebelumnya,

individu tersebut akan merasakan suatu kepastian dalam dirinya. Dengan

adanya pengalaman maka akan banyak alternatif yang dapat kita jadikan

pedoman untuk melangkah dengan lebih yakin ke arah depan atau semakin

banyak pengalaman maka akan semakin timbul antisipasi dalam melakukan

berbagai hal yang belum kita ketahui secara pasti konsekuensinya.

f. Timbal balik psikososial

Erikson (dalam Santrock, 2003) menekankan hubungan timbal balik antara

remaja dengan dunia dan masyarakat sosialnya. Perkembangan identitas tidak

hanya terbentuk oleh diri kita sendiri melainkan melibatkan hubungan dengan

orang lain, komunitas dan masyarakat.

g. Status Eksistensial

Erikson (dalam Santrock, 2003) berpendapat bahwa remaja mencari arti dalam

hidupnya sekaligus arti dari hidup secara umum. Dalam hal ini remaja ingin

merasakan apa yang dinamakan dengan makna hidup, ingin diakui

keberadaanya di dalam masyarakat dengan peran sosial yang dijalankan serta

keterampilan yang dimilikinya.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

2.3. Pola Asuh Orangtua

2.3.1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-

anaknya. Sikap tersebut meliputi cara orang tua dalam memberikan aturan-aturan,

memberikan perhatian. Pola asuh sebagai suatu perlakuan orang tua dalam rangka

memenuhi kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam

kesehariannya. Sedangkan pengertian pola asuh orangtua terhadap anak

merupakan bentuk interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan

pengasuhan yang berarti orangtua mendidik, membimbing, dan melindungi anak

(Gunarsa, 2002).

Pengasuhan (parenting) memerlukan sejumlah kemampuan interpersonal

dan mempunyai tuntutan emosional yang besar, namun sangat sedikit pendidikan

formal mengenai tugas ini. Kebanyakan orang tua mempelajari praktik pengasuhan

dari orangtua mereka sendiri. Sebagian praktik tersebut mereka terima, namun

sebagian lagi mereka tinggalkan. Suami dan istri mungkin saja membawa

pandangan yang berbeda mengenai pengasuhan ke dalam pernikahan (Santrock,

2007).

Pola asuh orang tua turut membentuk dasar kepribadian seseorang, apakah

akan menjadi seorang yang memiliki kepribadian yang kokoh atau rapuh sehingga

mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap stresor (Suwanto, 2009). Kesalahan

pola asuh sekecil apa pun yang dilakukan terhadap remaja dapat berakibat fatal dan

sulit diperbaiki (Surbakti, 2009).

2.3.2. Jenis-jenis Pola Asuh

Page 16: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Diana Baumrind (Santrock, 2007), seorang pakar parenting berpendapat ada

cara yang terbaik untuk mengasuh anak. Baumrind percaya bahwa orang tua tidak

boleh terlalu menghukum (punitive) atau terlalu tidak peduli (aloof) Sebaiknya,

orangtua menyusun aturan bagi anak dan pada saat yang sama bersifat suportif dan

membimbing dan mengasuh (nurturant).

Baumrind mengatakan bahwa ada empat bentuk gaya pengasuhan atau

parenting:

a. Pengasuhan autoritarian (authoritarian parenting) adalah gaya yang membatasi

dan bersifat menghukum yang mendesak remaja untuk mengikuti petunjuk

orangtua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orangtua yang bersifat

autoritarian membuat batasan dan kendali yang tegas terhadap remaja dan

hanya melakukan sedikit komunikasi verbal. Pengasuhan autoritarian berkaitan

dengan perilaku sosial remaja yang tidak cakap. Sebagai contoh, seorang orang

tua yang autoritarian bisa berkata “Kamu harus melakukan apa yang saya

katakan. Tidak ada tawar-menawar!” Remaja yang orangtuanya otoriter

seringkali merasa cemas akan perbendingan sosial, tidak mampu memulai suatu

kegiatan, dan memiliki kemampuan komunikasi yang rendah (dalam Santrock,

2003).

Menurut Widyarini (2009), orangtua otoriter pada dasarnya bertindak

berdasarkan asumsi bahwa apa yang dilakukannya terhadap anak adalah yang

terbaik. Orangtua yang memiliki pola asuh ini berusaha membentuk,

mengendalikan, dan mengevaluasi perilaku serta sikap anak berdasarkan

serangkaian standar mutlak, nilai-nilai kepatuhan, menghormati otoritas, kerja,

tradisi, tidak saling memberi dan menerima dalam komunikasi verbal. Orangtua

kadang-kadang menolak anak dan sering menerapkan hukuman.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Pengasuhan otoriter ini seringkali membuat anak remaja memberontak

terlebih lagi bila orang tuanya keras, tidak adil dan tidak menunjukkan afeksi.

Remaja akan bersikap bermusuhan (hostile) kepada orang tua serta sering kali

menyimpan perasaan tidak puas terhadap kontrol dan didominasi dari orang tua

mereka. Hal ini akan menjadi semakin rumit bila orang tua juga menerapkan

hukuman fisik kepada anak. Penetapan hukuman fisik yang berlebihan akan

mempengaruhi perkembangan kepribadian dan sosial pada remaja. Remaja

mungkin menjadi kurang yakin akan kemampuan dirinya, kurang matang

(immature) dan menjadi agresif. Mungkin yang dapat dikatakan mengenai

remaja yang menjadi agresif adalah terjadi peniruan terhadap tingkah laku orang

tua atau agresi mejadi salah satu cara pelampiasan dari remaja. (Gunarsa,

2006).

Menurut Widyarini (2009), dampak negatif dari pola asuh otoriter

terhadap anak antara lain tidak mengembangkan empati, merasa tidak berharga,

standar moral yang eksternal (hanya untuk menghindari hukuman, bukan karena

kesadaran), terlalu menahan diri, agresif, kejam, sedih, menarik diri dari

pergaulan, kurang dalam hal spontanitas, kemandirian, afeksi, dan rasa ingin

tahu.

b. Authoritative parenting (pola asuh otoritarif) mendorong anaknya untuk menjadi

independen tetapi masih membatasi dan mengontrol tindakan anaknya.

Perbincangan tukar pendapat diperbolehkan dan orang tua bersikap

membimbing dan mendukung (Santrock, 2007).

Orang tua dengan pengasuhan otoritatif selalu melibatkan anak remaja

mereka dalan segala hal yang berkenaan dengan remaja itu sendiri dan dengan

keluarga. Mereka mempunyai pertimbangan dan penilaian dari remaja serta mau

Page 18: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

berdiskusi dalam mengambil segala keputusan yang berkaitan dengan anak

remaja mereka. Remaja pun belajar untuk membuat keputusan bagi diri mereka

sendiri dan yang belajar mendengarkan dan berdiskusi dengan orang tua

mereka. Orang tua yang otoritatif menekankan pentingnya peraturan, norma,

dan nilai-nilai, tetapi mereka bersedia untuk mendengarkan, menjelaskan dan

bernegosiasi dengan anak. Disiplin yang mereka lakukan lebih bersifat verbal

yang ternyata merupakan sesuatu yang afektif (Gunarsa, 2006).

Pengasuhan autoritatif (authoritative parenting) mendorong remaja untuk

bebas tetapi tetap memberikan batasan dan mengendalikan tindakan-tindakan

mereka. Komunikasi verbal timbal balik bisa berlangsung dengan bebas, dan

orangtua bersikap hangat dan bersifat membesarkan hati remaja yang kompeten.

Seorang ayah yang otoritatif, contohnya, bisa merangkul si remaja dengan

nyaman dan berkata, “Kamu tahu, kamu seharusnya tidak melakukan hal itu.

Mari bicarakan bagaimana kamu bisa mengatasi situasi tersebut dengan lebih

baik di masa depan.” Remaja yang orangtuanya bersifat autoritatif akan sadar

diri dan bertanggung jawab secara sosial. (dalam Santrock, 2003).

Remaja yang dibesarkan dengan pola pengasuhan otoritatif akan

merasakan suasana rumah penuh rasa saling menghormati, penuh apresiasi,

kehangatan, penerimaan dengan adanya konsistensi pengasuhan dari orang tua

mereka. Dengan demikian, mereka akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan

lingkungan mereka (Gunarsa, 2006). Selain itu, anak akan mampu

mengembangkan kontrol terhadap perilakunya sendiri dengan hal-hal yang

dapat diterima oleh masyarakat. Hal ini mendorong anak untuk mampu berdiri

sendiri, bertanggung jawab dan yakin terhadap diri sendiri. Daya kreativitasnya

Page 19: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

berkembang baik karena orang tua selalu merangsang anaknya untuk mampu

berinisiatif (dalam Yatim, 1991).

c. Neglectful parenting adalah gaya asuh dimana orang tua tidak terlihat aktif dalam

kehidupan anaknya (dalam Santrock, 2007). Menurut Rice (1999), pengabaian

(neglect) dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu:

i. Pengabaian fisik (phycical neglect): meliputi kegagalan dalam memenuhi

kebutuhan atas makanan, pakainan, dan tempat tinggal yang memadai.

ii. Pengabaian emosional (emotional neglect): meliputi perhatian, perawatan,

kasih sayang dan afeksi yang tidak memadai dari orang tua, atau kegagalan

untuk memenuhi kebutuhan remaja akan penerimaan, persetujuan dan

persahabatan.

iii. Pengabaian intelektual (intelectual neglect): termasuk di dalamnya kegagalan

untuk memberikan pengalaman yang menstimulasi intelek remaja,

membiarkan remaja membolos sekolah tanpa alasan apa dan semacamnya.

iv. Pengabaian sosial (social neglect): meliputi pengawasan yang tidak

memadai atas aktivitas sosial remaja, kurangnya perhatian dengan siapa

remaja bergaul, atau karena gagal mengajarkan atau mensosialisasikan

kepada remaja mengenai bagaimana bergaul secara baik dengan orang lain.

v. Pengabaian moral (moral neglect): kegagalan dalam memberikan contoh

moral atau pendidikan moral yang positif kepada remaja.

Berhubungan dengan pengabaian orang tua, pengabaian secara

emosional dari orang tua terhadap anaknya (orang tua menolak remaja secara

emosional dan tidak menunjukkan kepada remaja bahwa mereka dicintai serta

memperhatikan mereka) dapat memiliki hasil yang sama dengan penganiayaan

fisik (Gunarsa, 2006).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

Gaya pengasuhan permisif tidak peduli (permissive-indifferent parenting)

adalah suatu pola dimana si orangtua sangat tidak ikut campur dalam kehidupan

remaja. Hal ini berkaitan dengan perilaku sosial remaja yang tidak cakap,

terutama kurangnya pengendalian diri. Orangtua yang bersifat permisif-tidak

peduli tidak bisa menjawab pertanyaan, ”Sekarang sudah jam 10 malam.

Apakah Anda tahu dimana anak remaja Anda berada?” Remaja sangat

membutuhkan perhatian orangtua mereka; remaja yang orangtuanya bersifat

permisif-tidak peduli mendapat kesan bahwa aspek lain dari kehidupan si

orangtua lebih penting daripada si remaja. Remaja yang orangtuanya permisif-

tidak peduli biasanya tidak cakap secara sosial: mereka menunjukkan

pengendalian diri yang buruk dan tidak bisa menangani kebebasan dengan baik

(dalam Santrock, 2003).

d. Indulgent parenting adalah gaya asuh dimana orang tua sangat terlibat dalam

kehidupan anaknya tapi tidak banyak memberi batasan atau kekangan pada

perilaku mereka (dalam Santrock, 2007). Menurut Widyarini (2009), orangtua

yang memiliki pola asuh jenis ini berusaha berperilaku menerima dan bersikap

positif terhadap impuls (dorongan emosi), keinginan-keinginan, dan perilaku

anaknya, hanya sedikit menggunakan hukuman, berkonsultasi kepada anak,

hanya sedikit memberi tanggung jawab rumah tangga, membiarkan anak untuk

mengatur aktivitasnya sendiri dan tidak mengontrol, berusaha mencapai sasaran

tertentu dengan memberikan alasan, tetapi tanpa menunjukkan kekuasaan.

Pengasuhan permisif-memanjakan (permissive-indulgent parenting)

suatu pola dimana orangtua dangat terlibat dengan remaja tetapi sedikit sekali

menuntut atau mengendalikan mereka. Pengasuhan permisif-memanjakan

berkaitan dengan ketidak cakapan sosial remaja, terutama kurangnya

Page 21: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

pengendalian diri. Orangtua yang bersifat permisif memanjakan mengijinkan si

remaja tidak pernah belajar bagaimana mengendalikan perilaku mereka sendiri,

dan selalu berharap mereka bisa mendapat semua keinginannya. Beberapa

orangtua memperlakukan anak remaja mereka secara demikian, karena mereka

percaya bahwa kombinasi keterlibatan yang hangat dengan sedikit batasan akan

menghasilkan remaja yang kreatif dan percaya diri. Hanya memiliki sedikit teman,

bersifat memanjakan diri, dan tidak pernah belajar mematuhi peraturan dan

ketentuan. Lagipula, kenapa dia harus mematuhinya? Orangtuanya tidak pernah

memaksa dia untuk mematuhi peraturan. (dalam Santrock, 2003).

Remaja yang tumbuh dan berkembang di dalam keluarga yang sangat

permissive (laissez-faire) cenderung mengalami kesulitan ketika harus

menyesuaikan diri dengan lingkungan yang mengandung aturan serta kendali

yang telah disepakati bersama oleh kelompok (Epstein et al, 1980).

2.3.3. Dimensi Pola Asuh

Baumrind (dalam Horner, 1992) mengusulkan klasifikasi pemeliharaan anak

didasarkan pada hasil interaksi antara dua dimensi, yaitu:

a. Responsiveness (mengacu pada pengasuhan yang hangat atau pemberian

support) adalah lingkup dimana orangtua secara intensional memupuk

kepribadian, pengaturan diri dan penyataan diri dengan menjadi terbiasa,

suportif, pengertian pada kepentingan spesial dan tuntutan orangtua.

b. Demandingness (mengacu pada pengontrolan tingkah laku) adalah tuntutan

orangtua terhadap anak agar mau berintegrasi dengan seluruh keluarga,

tuntutan kedewasaan mereka, pengawasan orangtua, usaha mendisiplinkan diri

dan kemauan orangtua untuk menghukum anak yang tidak patuh.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

2.3.4. Tipologi Pengasuhan Orangtua

Jacobsen (Horner, 1992) menjelaskan tipologi ke-empat jenis pola asuh

berdasarkan dimensi pola asuh:

a. Pola asuh authoritarian memiliki tingkat demandingness yang tinggi sedangkan

tingkat responsiveness-nya rendah.

b. Pola asuh authoritative memiliki tingkat demandingness yang tinggi dan tingkat

responsiveness yang tinggi juga.

c. Pola asuh indulgent memiliki tingkat demandingness yang rendah sedangkan

tingkat responsiveness-nya tinggi.

d. Pola asuh neglected memiliki tingkat demandingness yang rendah dan tingkat

responsiveness yang rendah juga.

Tabel 2.2. Tipologi Pola Asuh

2.4. Kerangka Berpikir dan Hipotesis

2.4.1. Kerangka Berpikir

Dalam asumsi penulis, jika orangtua mengasuh anak secara tanggung jawab,

maka remaja lebih mudah menemukan jati dirinya. Sebaliknya, jika orangtua

mengasuh anak secara tidak tanggung jawab, maka remaja sulit menemukan jati

dirinya. Marcia (dikutip oleh Berk, 1993) menyatakan bahwa remaja dengan status

identity achievement akan memiliki ikatan yang dekat dengan orangtua mereka

namun tetap dapat menyuarakan pendapat mereka secara bebas. Oleh karena itu,

Tipologi Pola Asuh Demandingness

Tinggi Rendah

Responsiveness Tinggi Authoritative Indulgent

Rendah Authoritarian Neglected

Page 23: BAB 2 TINJAUAN TEORI 2.1. Remaja Akhir - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2012-1-00731-PL Bab 2.pdf · Perkembangan Kognitif Masa remaja berada pada tahap

penulis mempunyai asumsi bahwa ada hubungan antara pola asuh orangtua

dengan pencapaian identitas pada remaja akhir.

Gambar 2.1 Hubungan Antasa Pola Asuh Orangtua dengan Pencapaian Identitas

2.4.2. Hipotesis

Hipotesis menurut penulis dalam penelitian ini adalah

Ha : Ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan identitas diri pada

remaja akhir.

Ho : Tidak ada hubungan antara pola asuh orangtua dengan identitas diri pada

remaja akhir.

Pola Asuh Orangtua

• Responsiveness • Demandingness

Pencapaian Identitas

• Krisis • Komitmen