diagnosis dan pl esotropia
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Juling (strabismus) adalah suatu nama yang diberikan untuk
ketidaksejajaran mata yang biasanya persisten atau regular. Penderita
strabismus tidak hanya terlihat penampilannya yang jelek, gangguan visual
yang berhubungan dengan juling kadang-kadang menjadi beban yang
sangat besar. Juling tidak hanya suatu cacat, tapi sering suatu gangguan
visual yang berat.(1)
Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen
manifes dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal. Esotropia
akuisita dapat terjadi pada usia 1-8 tahun dan tidak selalu respons dengan
penggunaan kacamata jauh. Esotropia akuisita biasanya muncul usia 2-5
tahun dan sering dihubungkan dengan penyakit penyebabnya.(2,3)
Esotropia akuisita terjadi 10,4% Dari seluruh esotropia di dunia.
Adanya kelainan organik sering menimbulkan strabismus. Hasil penelitian
akhir-akhir ini menyatakan 11,52% pasien dengan strabismus ada kelainan
di segmen posterior matanya. Diagnosis yang banyak adalah Toxoplasma
khorioretinitis, morning glory anomaly, Toxocara retinopati, retinopati
premature, dan Coats disease.(3)
Esotropia diterapi dengan non bedah dan bedah. Pengobatan non
bedah hanya untuk memperbaiki kelainan refraksi dan mengatasi
ambliopianya. Pembedahan dilakukan apabila dengan pengobatan non
bedah ambliopia masih tersisa deviasi yang cukup besar.(4)
1
B. Batasan Masalah
Permasalahan dalam referat ini dibatasi pada diagnosis dan
penatalaksanaan esotropia.
C. Tujuan Penulisan
Penulisan referat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
tentang esotropia.
D. Metode Penulisan
Referat ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang
merujuk pada berbagai literatur dan dilengkapi ilustrasi kasus.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Strabismus atau juling merupakan keadaan tidak sejajarnya kedudukan
kedua bola mata karena tidak normal penglihatan binokuler atau anomali kontrol
neuromuskuler gerakan okuler. Strabismus dapat horizontal, vertikal, torsional,
atau kombinasi Dari ketiganya.(5)
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata
dimana salah satu sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu
penglihatan lainnya menyimpang pada bidang horizontal ke arah medial.(5)
Esotropia adalah jenis strabismus yang paling sering ditemukan.
Strabismus ini dibagi menjadi dua tipe : paretik (akibat paresis atau paralysis satu
atau lebih otot ekstraokular) dan nonparetik (komitan). Esotropia nonparetik
adalah tipe tersering pada bayi dan anak. Tipe ini dapat akomodatif,
nonakomodatif, atau akomodatif parsial. Strabismus paretik jarang dijumpai pada
anak tetapi merupakan penyebab tersering kasus baru strabismus pada orang
dewasa. Esotropia akuisita pada orang dewasa umumnya paretik yang disebabkan
oleh kelemahan otot rektus lateral akibat cedera saraf kranial keenam.(3)
B. Diagnosis
Anamnesis
Pertanyaan yang lengkap dan cermat tentang riwayat sakit sangat
membantu dalam menentukan, diagnosis, prognosis dan pengobatan strabismus.
Dalam hal ini perlu ditanyakan :
3
a. Riwayat keluarga : biasanya strabismus diturunkan secara autosomal
dominan.
b. Umur pada saat timbulnya strabismus : karena makin awal timbulnya
strabismus makin jelek prognosisnya.
c. Timbulnya strabismus : mendadak, bertahap, atau berhubungan dengan
penyakit sistemik.
d. Jenis deviasi : bagaimana pasien menyadari strabismusnya? Bagaimana
penglihatan dekatnya? Kapan matanya terasa lelah? Apakah pasien
menutup matanya jika terkena sinar matahari? Apakah matanya selalu
dalam keadaan lurus setiap saat? Apakah derajat deviasinya tetap setiap
saat?
e. Fiksasi : apakah selalu berdeviasi satu mata atau bergantian?
Inspeksi
Dengan inspeksi sudah dapat ditentukan apakah strabismusnya konstan
atau hilang timbul (intermitten), berganti-ganti (alternan) atau menetap
(nonalternan),dan berubah-ubah (variable) atau tetap (konstan). Harus
diperhatikan pula ptosis terkait dan posisi kepala yang abnormal. Derajat
fiksasi masing-masing secara terpisah atau bersama-sama. Adanya
nistagmus menunjukkan bahwa fiksasinya buruk dan tajam penglihatannya
menurun.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan
Tajam penglihatannya harus diperiksa walaupun secara kasar untuk
membandingkan tajam penglihatan kedua mata. Kedua mata diperiksa
4
sendiri-sendiri, karena dengan uji binokular tidak akan bisa diketahui
kekaburan pada satu mata. Untuk anak-anak yang masih sangat muda,
yang bisa dilakukan kadang-kadang hanya berusaha agar mata bisa
memfiksasi atau mengikuti sasaran (target). Sasaran dibuat sekecil
mungkin disesuaikan dengan usia, perhatian, dan tingkat kecerdasannya.
Jika dengan menutup satu mata anak tersebut melawan, sedang dengan
menutup mata yang lain tidak melawan, maka mata yang penglihatannya
jelek adalah yang ditutup tanpa perlawanan. Pada uji titik (dot test), anak
yang diperiksa disuruh menaruhkan jari-jarinya pada sebuah titik yang
ukurannya telah dikalibrasi. Ini adalah uji kuantitatif paling awal yang
dikerjakan secara berkala (dimulai pada umur 2-2 ½ tahun). Pada umur 2
½ - 3 tahun anak sudah mampu mengenali dan mengerjakan uji gambar-
gambar kecil (kartu Allen). Umumnya anak umur 3 tahun sudah bisa
melakukan permainan “E” (E-game) yaitu dengan kata snellen
konvensional dengan huruf E yang kakinya ke segala arah dan sianak
menunjukkan arah kaki huruf E tersebut dengan jari telunjuknya.
Tajam penglihatan dan kemampuan visual bayi lainnya dapat ditentukan
dengan metode melihat apa yang disukai anak (preferential looking
method), yang didasarkan pada kebiasaan bayi yang lebih menyukai
melihat lapangan yang telah dipola (diberi corak) atau melihat lapangan
yang seragam.
Pemeriksaan Kelainan Refraksi
Memeriksa kelainan refraksi dengan retinoskop memakai sikloplegik
adalah sangat penting. Obat baku yang digunakan agar sikloplegia
5
sempurna adalah atropine. Bisa diberikan dalam bentuk tetes mata atau
salep mata 0,5 % atau 1 % beberapa kali sehari selama beberapa hari.
Pemberian atropine pada anak-anak usia sekolah sangat tidak disukai
karena sikloplegianya berlangsung lama sampai 2 minggu sehingga
mengganggu pelajaran sekolah. Pada semua umur bisa digunakan
homatropin 5 % atau siklopentolat 1 atau 2 % dan hasilnya baik.
Menentukan Besar Sudut Deviasi
A. Uji Prisma dan Penutupan
Uji penutupan (cover test)
Uji membuka penutup (uncover test)
Uji penutup berselang seling (alternate cover test)
Penutup ditaruh berselang seling didepan mata yang pertama dan
kemudian mata yang lain. Uji ini memperlihatkan deviasi total
(heterotropia dan heteroforia)
Uji penutupan plus prisma
Untuk mengukur deviasi secara kuantitatif, diletakkan prisma
dengan kekuatan yang semakin tinggi dengan kekuatan satu atau
kedua mata sampai terjadi netralisasi gerakan mata pada uji
penutup berselang-seling. Misalnya untuk mengukur esodeviasi
penuh, penutup dipindah-pindahkan sementara diletakkan prisma
dengan kekuatan base out yang semakin tinggi didepan salah satu
atau kedua mata sampai gerakan re-fiksasi horizontal dicapai oleh
mata yang deviasi.
6
B. Uji Objektif
Uji prisma dan uji tutup bersifat objektif, karena tidak diperlukan
laporan –laporan pengamatan sensorik Dari pasien. Namun diperlukan
kerjasama dan tajam penglihatan yang utuh. Uji batang Maddox bersifat
subjektif, Karena nilai akhir pelaporan berdasarkan laporan pengamatan
sensorik pasien.
Pada kasus dimana pasien dalam keadaan bingung atau tidak
kooperatif, mungkin tidak respon terhadap uji ini. Cara-cara penentuan
klinis posisi mata yang tidak memerlukan pengamatan sensorik pasien (uji
objektif) jauh kurang akurat, walaupun kadang-kadang masih bermanfaat.
Terdapat dua metode yang sering digunakan yang bergantung pada
pengamatan posisi reflek cahaya oleh kornea, yakni :
1. Metode Hirschberg
Pasien disuruh melihat sumber cahaya pada jarak 33 cm kemudian lihat
pantulan cahaya pada kedua kornea mata.
1) Bila letaknya ditengah berarti tidak ada deviasi
2) Bila letaknya dipinggir pupil maka deviasinya 15 º
3) Bila letaknya dipertengahan antara pupil dan limbus maka
deviasinya 30 º
4) Bila letaknya dilimbus maka deviasinya 45 º
2. Metode Refleksi Prisma (modifikasi uji krimsky)
Penderita memfiksasi pada cahaya dengan jarak sembarangan. Prisma
ditaruh didepan mata sedang deviasi. Kekuatan prisma yang diperlukan
7
agar refleksi kornea pada mata yang juling berada ditengah-tengah pupil
menunjukkan besarnya sudut deviasi.
Duksi (rotasi monokular)
Satu mata ditutup dan mata yang lain mengikuti cahaya yang digerakkan
kesegala arah pandangan, sehingga adanya kelemahan rotasi dapat
diketahui. Kelemahan seperti ini bisa karena paralisis otot atau karena
kelainan mekanik anatomik.
Versi (gerakan Konjugasi Okular)
Uji untuk Versi dikerjakan dengan mata mengikuti gerakan cahaya pada
jarak 33 cm dalam 9 posisi diagnosis primer – lurus kedepan; sekunder –
kekanan, kekiri keatas dan kebawah; dan tersier – keatas dan kekanan,
kebawah dan kekanan, keatas dan kekiri, dan kebawah dan kekiri. Rotasi
satu mata yang nyata dan relative terhadap mata yang lainnya dinyatakan
sebagai kerja-lebih (overreaction) dan kerja –kurang (underreaction).
Konsensus : pada posisi tersier otot-otot obliq dianggap bekerja-lebih atau
bekerja-kurang berkaitan dengan otot-otot rektus pasangannya. Fiksasi
pada lapangan kerja otot paretik menyebabkan kerja-lebih otot
pasangannya, karena diperlukan rangsangan yang lebih besar untuk
berkontraksi. Sebaliknya, fiksasi oleh mata yang normal akan
menyebabkan kerja-kurang pada otot yang paretik.
Pemeriksaan Sensorik
1) Uji stereopsis
Digunakan kaca sasaran Polaroid untuk memilahkan rangsangan.
Sasaran yang dipantau secara monokular hampir-hampir tidak bisa
8
dilihat kedalamannya. Stereogram titik-titik acak (random
stereogram) tidak memiliki petunjuk kedalaman bila dilihat
monocular. Lapangan titik-titik secara acak (A field of random
dots) terlihat oleh mata masing-masing tetapi hubungan titik ke
titik yang sesuai antara 2 sasaran adalah sedemikian rupa sehingga
bila ada stereopsis akan tampak suatu bentuk yang terlihat
stereoskopis.
2) Uji supresi
Adanya supresi bisa ditunjukkan dengan uji 4 titik Worth. Gagang
pencoba dengan 4 lensa merah didepan satu mata dan lensa hijau
didepan mata yang lain. Ditunjukkan senter dengan bulatan-bulatan
merah, hijau dan putih. Bulatan-bulatan berwarna ini adalah tanda
untuk persepsi mata masing-masing dan bulatan putih yang bisa
dilihat kedua mata dapat menunjukkan adanya diplopia. Pemilahan
bulatan-bulatan dan jaraknya Dari mata, menentukan luasnya retina
yang diperiksa. Daerah fovea dan daerah perifer dapat diperiksa
dengan jarak dekat atau jauh.
3) Uji kelainan Korespondensi retina
Kelainan korespondensi retina dapat ditentukan dengan dua cara :
1. dengan menunjukkan bahwa salah satu fovea tidak
tegak lurus didepannya
2. dengan menunjukkan bahwa titik retina perifer pada
satu mata dan fovea mata lainnya mempunyai arah
yang bersamaan.
9
4) Uji kaca beralur Bagolini
Uji ini merupakan uji metode yang kedua. Kaca bening dengan
alur-alur halus yang arahnya berbeda tiap-tiap mata ditempatkan
didepan mata. Kondisi uji sedapat mungkin mendekati penglihatan
normal. Terlihat sebuah titik sumber cahaya dan seberkas sinar
tegak lurus pada arah alur. Jika unsur retina perifer mata yang
berdeviasi menunjuk berkas cahaya melalui titik sumber cahaya
maka berarti ada kelainan korespondensi retina.
C. Penatalaksanaan Esotropia
Tujuan utama pengobatannya adalah mengembalikan efek sensorik yang
hilang karena strabismus (ambliopia, supresi, dan hilangnya stereopsis), dan
mempertahankan mata yang telah membaik dan telah diluruskan baik secara
bedah maupun non bedah. Pada orang dewasa dengan strabismus akuisita,
tujuannya adalah mengurangi deviasi dan memperbaiki penglihatan binokular
tunggal.
Pengobatan non-bedah
a.Terapi oklusi : mata yang sehat ditutup dan diharuskan melihat dengan
mata yang ambliop
b. Kacamata : perangkat optik terpenting dalam pengobatan strabismus
adalah kacamata yang tepat. Bayangan yang jelas di retina karena
pemakaian kacamata memungkinkan mekanisme fusi bekerja sampai
maksimal. Jika ada hipermetropia tinggi dan esotropia, maka
10
esotropianya mungkin karena hipermetropia tersebut (esotropia
akomodatif refraktif).
c. Obat farmakologik
1. Sikloplegik – Sikloplegik melumpuhkan otot siliar dengan cara
menghalangi kerja asetilkolin ditempat hubungan neuromuskular dan
dengan demikian mencegah akomodasi. Sikloplegik yang digunakan
adalah tetes mata atau salep mata atropin biasanya dengan konsentrasi
0,5% (anak) dan 1% (dewasa).
2. Miotik – Miotik digunakan untuk mengurangi konvergensi yang
berlebihan pada esotropia dekat, yang dikenal sebagai rasio konvergensi
akomodatif dan akomodasi (rasio KA/A) yang tinggi. Obat yang biasa
digunakan adalah ekotiofat iodine (Phospholine iodide) atau isoflurat
(Floropryl), yang keduanya membuat asetikolinesterase pada hubungan
neuromuskular menjadi tidak aktif, dan karenanya meninggikan efek
impuls saraf.
3. Toksin Botulinum – Suntikan toksin Botulinum A ke dalam otot
ekstraokular menyebabkan paralisis otot tersebut yang kedalaman dan
lamanya tergantung dosisnya.
Pengobatan Bedah
Memilih otot yang perlu dikoreksi : tergantung pengukuran deviasi pada
berbagai arah pandangan. Biasanya yang diukur adalah jauh dan dekat
pada posisi primer, arah pandangan sekunder untuk jauh, dan arah
pandangan tersier untuk dekat, serta pandangan lateral ke kedua sisi untuk
dekat.
11
Reseksi dan resesi – Cara yang paling sederhana adalah
memperkuat dan memperlemah. Memperkuat otot dilakukan dengan cara
yang disebut reseksi. Otot dilepaskan dari mata, ditarik sepanjang ukuran
tertentu dan kelebihan panjang otot dipotong dan ujungnya dijahit kembali
pada bola mata, biasanya pada insersi asal. Resesi adalah cara
melemahkan otot yang baku. Otot dilepaskan dari bola mata, dibebaskan
dari perlekatan-perlekatan fasial, dan dibiarkan menjadi retraksi.
Kemudian dijahit kembali pada bola mata dibelakang insersi asal pada
jarak yang telah ditentukan.(4)
12
BAB III
ILUSTRASI KASUS
Seorang pasien wanita umur 20 tahun masuk bangsal mata RS M. Djamil Padang
tanggal 21 April 2006 dengan :
ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan juling kedalam sejak 10 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Mata kanan juling kedalam sejak 10 tahun yang lalu, sebelumnya mata
kanan dirasakan kabur kemudian baru mata mulai juling.
Riwayat trauma tidak ada. Pasien menderita Toxoplasmosis mata tapi
sudah sembuh.
Pasien memeriksakan diri ke poliklinik mata RS. M. Djamil Padang sejak
8 bulan yang lalu karena sakit kepala dan mata juling.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Toxoplasmosis yang sudah sembuh
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita mata juling.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : sedang
Kesadaran : komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 64 x/menit
13
Nafas :20 x/menit
Suhu : afebris
Gizi : sedang
Status oftalmikus :
Status Oftalmikus OD OS
Visus tanpa koreksi
Dengan koreksi
2/60
S-0,75→2/60
5/5
C-0,25. 1800→5/5
Refleks fundus +↓↓ +
Silia/supersilia Madarosis (-), trikiasis (-) Madarosis (-), trikiasis (-)
Palpebra superior Udem (-) Udem (-)
Palpebra inferior Udem (-) Udem (-)
Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal
Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Konjungtiva bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sclera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam
Iris Coklat, rugae (+) Coklat, rugae (+)
Pupil Bulat, refleks cahaya (+) Bulat, refleks cahaya (+)
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Bening Bening
Fundus :
Media Bening Bening
14
Papil
Pembuluh darah
Retina
Macula
Bulat, batas tegas, c/d 0,3
Aa:Vv = 2:3, crossing (-)
Sikatrik (+),
hiperpigmentasi (+)
Sikatrik (+),
hiperpigmentasi (+),
refleks fovea (+)↓↓
Bulat, batas tegas, c/d 0,3
Aa:Vv= 2:3, crossing (-)
Sikatrik (+),
hiperpigmentasi (+)
Sikatrik (+), refleks fovea
(+)
Tekanan bulbus okuli N (palpasi) N (palpasi)
Posisi bulbus okuli Esotropia, 30Δ Ortho
Gerakan bulbus okuli Versi kesegala arah Bebas kesegala arah
Pemeriksaan Khusus Strabismus
Motorik
Duksi → baik
Versi → baik
Cardinal position of gaze → baik
NPC 10 mm
Sensorik
OD OS
Visual acuity c.c 2/60 5/5
s.c S-0,75 → 2/60 S-0,25. 1800 → 5/5
Supresi → WFDT : nears and distance : melihat merah 2 ( supresi kanan )
Stereoskopik → TNO : (-)
Amblyopia : four duction test (-)
15
Retinal correspondence :
Amblyoscope :
SP : baik
Fusion : -
Stereopsis : -
Posisi binokuler
Kualitatif
Cover test : tutup mata kiri, esotropia mata kanan
Uncover test : -
Alternate cover test : -
Kuantitatif
OD OS
Hirschberg : jauh ET 30 Δ Ortho
Dekat ET 30 Δ Ortho
Prisma : Base out 30 Δ
Maddox rod : Esoforia Ods
Amblyoscope :
Objective deviation angle : 30 Δ
Subjective deviation angle : -
Angle of anomaly : -
Fiksasi : monokuler
Visuscope : eccentric viewing
Diagnosis Kerja : Esotropia OD didapat (Toxoplasmosis)
Terapi : Strabismus repair OD
16
Laboratorium klinik
Anti Toxoplasma IgG Positif (kons:62) Nilai rujukan ≥ 8.
positif
Tanggal 22 April 2006 dilakukan operasi selama 55 menit dalam anestesi umum
Nama operasi : Recess MR + Resect LR
Jaringan yang dieksisi/insisi : Konjungtiva + otot – otot ekstra okuler
Recess MR 6 mm
Resect LR 7 mm
Follow up
23 April 2006
A/ Mata kanan sakit
OD
Visus 1½/60
Kornea edema
Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)
Posisi ortho(under) 10-150
Diagnosis : Post strabismus repair OD hari I
Terapi : - Redressing
- tutup mata kanan
- amoxicillin 3x500mg
- asam mefenamat 3x500mg
17
24 April 2006
A/ Mata kanan sakit ↓
OD
Visus 2/60
Kornea edema ↓
Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)
Posisi ortho(under) 10-150
Gerak bebas
Diagnosis : Post strabismus repair OD hari II
Terapi : - Redressing
- tutup mata kanan
- amoxicillin 3x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Xytrol ED 4x1 tetes
25 April 2006
A/ Mata kanan sakit (-)
OD
Visus 2/60
Kornea edema ↓
Konjungtiva hiperemis (+), infeksi (-)
Posisi ortho(under) 10-150
Gerak bebas
Diagnosis : Post strabismus repair OD hari III
18
Terapi : - Redressing
- tutup mata kanan
- amoxicillin 3x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Xytrol ED 4x1 tetes
Pasien boleh pulang hari ini dan rawat jalan ke Poli Mata RS M. Djamil Padang
29 April 2006
OD
Visus 1/60
Kornea edema (-)
Konjungtiva hiperemis (+), jahit (+)
Kornea bening
Posisi esotropia 100(under correction)
Gerak bebas
Diagnosis : Post strabismus repair OD hari VII
Terapi : - heacting aff
- Chloramphenicol salf mata
BAB IV
DISKUSI
19
Telah dilaporkan kasus seorang wanita umur 20 tahun, masuk Bangsal
Mata RS Perjan Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 21 April 2006 dengan
diagnosis kerja Esotropia OD akuisita karena Toxoplasmosis.
Dari anamnesis, pasien mengeluhkan mata kanan juling ke dalam sejak 10
tahun yang lalu yang didahului oleh mata kabur. Hal ini sesuai dengan infeksi
toxoplasma yang bila menginfeksi akut di retina akan ditemukan reaksi
peradangan fokal dengan edema dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan
kerusakan total dan pada proses penyembuhan menjadi parut (sikatrik) dengan
atrofi retina dan koroid, disertai pigmentasi. Pada keadaan ini terjadi fiksasi
eksentrik karena hilangnya fiksasi sentral karena timbulnya skotoma supresi pada
fovea mata yang ambliop. Besarnya derajat “eccentricity” pada umumnya sama
dengan besarnya sudut deviasi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan sikatrik pada retina di sekitar maula
sehingga tidak mungkin visus pasien ini kembali sempurna setelah dilakukan
terapi bedah.
BAB V
KESIMPULAN
20
1. Esotropia merupakan juling ke dalam atau strabismus konvergen manifes
dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.
2. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan motorik dan
sensorik penglihatan.
3. Penatalaksanaan adalah terapi non-bedah dan bedah.
DAFTAR PUSTAKA
21
1. Dharma S, Safwan. Juling dan hubungannya dengan berbagai macam
gangguan penglihatan pada anak. Dalam : The 4th Sumatera
Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006
2. Ilyas S. Strabismus. Dalam : Ilmu penyakit mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta, 2004 : 227-58
3. Pascotto A. Acquired esotropia. E-Medicine. Internet file :
http://www.emedicine.com/OPH/topic 145.htm
4. Asbury T. Strabismus. Dalam : Oftalmologi umum. Edisi 14. Widya
Medika, Jakarta. 2000 : 240-60
5. Rusdianto. Diagnosis dan manajemen mikrostrabismus. The 4 th Sumatera
Ophthalmology Meeting. Padang, 4-7 Januari 2006
22
23