proposal pl tika.docx

66
TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR Oleh SARTIKA LAELASARI PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Upload: sartika-laelasari

Post on 07-Aug-2015

55 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PROPOSAL PL TIKA.docx

TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI

BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN

KOMERING ULU TIMUR

Oleh

SARTIKA LAELASARI

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2012

Page 2: PROPOSAL PL TIKA.docx

TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI

BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN

KOMERING ULU TIMUR

Oleh

SARTIKA LAELASARI

PROPOSAL PRAKTIK LAPANGAN

Sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

Pada

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA

2012

Page 3: PROPOSAL PL TIKA.docx

Proposal Praktek Lapangan

TINJAUAN EFISIENSI PENYALURAN AIR PADA SISTEM IRIGASI DI

BENDUNG PERJAYA KECAMATAN MARTAPURA KABUPATEN OGAN

KOMERING ULU TIMUR

Oleh

SARTIKA LAELASARI

05091002010

telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

Indralaya, Oktober 2012

Jurusan Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya

Pembimbing, Ketua Jurusan,

Hilda Agustina, S.TP., M.Si Dr. Ir. Hersyamsi, M.Agr

NIP. 197708232002122001 NIP. 196008021987031004

Page 4: PROPOSAL PL TIKA.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat dan kasih karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal praktek

lapangan yang berjudul Tinjauan Efisiensi Penyaluran Air pada Sistem Irigasi di

Bendung Perjaya Kecamatan Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.

Proposal praktek lapangan ini merupakan salah satu syarat untuk melakukan

penelitian.

Pada kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada

Ibu Hilda Agustina, S. TP., M.Si. selaku dosen pembimbing atas kesabaran dan

arahan serta bimbingan dan bantuan beliau sehingga proposal ini dapat

diselesaikan.

Dalam penyusunan proposal praktek lapangan ini, penulis menyadari

masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk itu diharapkan saran

dan kritik dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan laporan penelitian

ini. Penulis mengharapkan semoga proposal praktek lapangan ini dapat bermanfaat

bagi kita semua.

Indralaya, Oktober 2012

Penulis

Page 5: PROPOSAL PL TIKA.docx

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR................................................................................... iv

DAFTAR ISI ............................................................................................. v

DAFTAR TABEL ......................................................................................... vi

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan............................................................................................. 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 3

A. Sejarah Irigasi................................................................................. 3

B. Macam-macam Irigasi.................................................................... 3

C. Efisiensi Pengairan ........................................................................ 6

D. Pengertian dan Tujuan Irigasi ....................................................... 8

E. Analisis Kebutuhan Air Irigasi ..................................................... 11

F. Sistem Jaringan Irigasi ................................................................... 23

III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN ...................................... 35

A. Tempat dan Waktu ...................................................................... 35

B. Metode Pelaksanaan .................................................................... 35

IV. SISTEMATIKA PENULISAN ........................................................... 37

DAFTAR PUSTAKA

Page 6: PROPOSAL PL TIKA.docx

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija ............................ 20

Tabel 2. Nilai Koefisien Tanaman Tebu ......................................................... 21

Tabel 3. Tipe-tipe medan ................................................................................ 28

Tabel 4. Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran .......................... 30

Page 7: PROPOSAL PL TIKA.docx

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Air memiliki peranan penting  dalam kehidupan semua makhluk hidup, baik

manusia, hewan, dan tumbuhan. Air sangat membantu kehidupan makhluk hidup

baik untuk mencuci, memasak, mandi, bahkan sebagai sarana irigasi di persawahan.

¾  dari tubuh kita terdiri dari air dan tidak seorangpun dapat bertahan hidup tanpa air

4-5 hari. Air telah digunakan oleh orang-orang di seluruh dunia dari zaman

prasejarah, sejarah, dan modern seperti saat ini. Kehidupan manusia memang tidak

dapat dipisahkan dari air. Sebagai salah satu komponen abiotik dari lingkungan, air

memang sangat dibutuhkan untuk kelangsungan makhluk hidup dan penyeimbang

ekosistem di alam yang sampai saat ini diketahui keberadaannya di bumi.

Dari segi kuantitasnya air yang dibutuhkan oleh tanaman tidak boleh

berlebihan juga tidak boleh kekurangan, keduanya dapat merusak pertumbuhan

tanaman. Oleh karena itu pemanfaatan air dalam sistem pengairan untuk tanaman

perlu mendapatkan perhatian yang cukup. Dari segi kualitasnya air yang dibutuhkan

oleh tanaman harus mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman,

tidak beracun dan berbahaya bagi tanaman.

Bertambahnya permintaan akan bahan pangan menyebabkan meningkatkan

peranan irigasi dan drainase di daerah tropis. Pengendalian air yang lebih baik

memegang peranan yang penting bagi pendapatan produksi yang maksimum dan

merupakan alat yang paling menentukan dalam meningkatkan produksi bahan

pangan (Pasandaran dan Taylor, 1984).

Page 8: PROPOSAL PL TIKA.docx

Peningkatan pengelolaan air merupakan potensi besar upaya untuk

terciptanya pengaturan lingkungan air yang lebih baik. Akan tetapi cara-cara sesuai

dan efektif bagi peningkatan ini belum tampak jelas dan harus dikembangkan melalui

penelitian-penelitian terapan.

Daerah irigasi kerap kali terletak pada jarak yang jauh dari sumber persediaan

airnya. Air yang diperoleh dari aliran alam kemudian di salurkan menuju petak-petak

yang membutuhkan. Saluran induk irigasi yang digunakan untuk menyalurkan air ini

memiliki panjang yang berbeda-beda, dari yang hanya beberapa kilometer sampai

yang ratusan kilometer jaraknya. Sehingga diperlukan beberapa hari untuk

menyalurkan air dari tempat penyadapan air ke tempat pemakai (Israelsen et al.,

1979).

B. Tujuan

Tujuan praktik lapangan ini adalah untuk mengetahui tentang efisiensi

penyaluran air pada sistem irigasi di Bendung Perjaya Kecamatan Martapura

Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur.

Page 9: PROPOSAL PL TIKA.docx

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sejarah Irigasi

Menurut sejarah, peradaban di Mesir telah mengikuti perkembangan irigasi.

Peradaban telah meningkat pada daerah beririgasi, peradaban juga telah

menghancurkan dan merusakkan daerah beririgasi. Sebagian besar kebudayaan kuno

di Mesir yang tergantung pada irigasi telah mengalami kemunduran karena tidak

adanya stabilitas politik dan lingkungan yang demikian berpengaruh terhadap

pertanian beririgasi (Israelsen et al., 1986).

Bangsa Mesir Kuno dengan keterampilan teknik hidrauliknya yang primitif

telah memanfaatkan banjir Sungai Nil secara menguntungkan. Terusan, tanggul dan

waduk yang mereka bangun telah membantu mereka meningkatkan hasil panen

(Dumairy, 1992).

Sebelum datangnya peradaban Hindu di Indonesia, menurut para ahli nenek

moyang Bangsa Indonesia telah mengusahakan tanaman padi beririgasi secara

primitif dan tidak teratur, mereka menanam padi di tanah yang becek atau di muara-

muara sungai kecil di antara delta (Arsyad et al., 1981).

B. Macam-macam Irigasi

Tipe atau jenis irigasi bermacam-macam. Berdasarkan cara pemberian air

pada tanaman dapat dikelompokkan menjadi tiga cara, yaitu: 1) irigasi permukaan

(surface irrigation), 2) irigasi curah (sprinkle irrigation), 3) irigasi bawah tanah (sub

surface irrigation) (Dumairy, 1992).

Page 10: PROPOSAL PL TIKA.docx

1. Irigasi Permukaan

Irigasi permukaan (surface irrigation) adalah metode irigasi yang pemberian

air pada tanaman dilakukan dengan cara penggenangan atau pengaliran di permukaan

tanah. Dengan cara penggenangan, petak-petak sawah digenangi sampai batas

ketinggian tertentu. Pada tipe irigasi permukaan dengan cara pengaliran, pemberian

airnya dapat dilakukan dengan jalan mengalirkan air di antara bedeng-bedeng

tanaman atau di antara baris tanaman.

2. Irigasi Curah

Pemberian air dengan cara ini juga disebut sprinkle irrigation, yaitu cara

pemberian air yang dilakukan dari bagian atas tanaman dalam bentuk yang

menyerupai butir-butir air hujan. Pemberian air dapat dilakukan dengan cara manual

atau mekanis. Secara mekanis, digunakan pompa sebagai sumber tenaga dan

distribusi air dilakukan dengan menggunakan alat sprinkler. Sedangkan secara

manual sebagai sumber tenaga adalah manusia dan distribusi air dilakukan dengan

menggunakan alat yang umum digunakan, yaitu gembor.

Menurut James (1988), sistem sprinkle memberikan air secara efisien dan

dapat diterapkan pada berbagai jenis tanah dan lahan dengan topografi berbukit.

Adapun keuntungan-keuntungan dari pemberian air dengan cara curah (sprinkle) ini

adalah:

a. Dapat digunakan untuk tanah-tanah dengan permeabilitas yang tinggi dimana

cara pemberian air yang lain sulit untuk diterapkan.

Page 11: PROPOSAL PL TIKA.docx

b. Dapat diterapkan pada lahan-lahan dengan topografi yang tidak teratur, tingkat

kemiringan tinggi dan erodibilitas yang besar.

c. Dapat digunakan pada lahan-lahan dengan lapisan olah yang dangkal.

d. Dapat digunakan untuk keperluan pemupukan dan pemberantasan hama

penyakit.

Sedangkan kerugian dari sistem ini adalah:

a. Biaya permulaan yang cukup tinggi.

b. Rancangan dan tata letak yang cukup rumit.

c. Biaya operasi yang cukup tinggi, antara lain untuk pompa.

d. Tidak sesuai diterapkan pada daerah yang bersuhu tinggi atau berangin kencang.

3. Irigasi Bawah Tanah

Irigasi bawah tanah merupakan cara pemberian air melalui pergerakan air

kapiler dalam profil tanah dari aliran air yang berada beberapa puluh sentimeter di

bawah permukaan tanah (Hakim et al., 1984).

Tingkat efisiensi pemakaian air dengan cara ini cukup tinggi dan sebagian

besar areal dapat ditanami. Di sisi lain, pemberian air dengan cara bawah permukaan

tanah juga menimbulkan beberapa kerugian seperti bahaya akan kejenuhan air,

akumulasi garam di zone perakaran tanaman, lapisan bawah tanah yang terlalu kedap

akan menyebabkan zone perakaran tanaman menjadi jenuh dan mengganggu

sirkulasi udara, dan kemungkinan adanya penyumbatan lubang-lubang pada pipa

pengeluaran air yang besar (Arsyad et al., 1981).

Page 12: PROPOSAL PL TIKA.docx

C. Efisiensi Pengairan

Menurut Dumairy (1992), efisiensi pengairan merupakan rasio atau

perbandingan antara jumlah air yang nyata bermanfaat bagi tanaman yang

diusahakan terhadap jumlah air yang tersedia atau diberikan, dinyatakan dalam

satuan persentase. Dalam hal ini dikenal ada 3 macam efisiensi yaitu: 1) efisiensi

penyaluran air, 2) efisiensi pemberian air, dan 3) efisiensi penyimpanan air.

1. Efisiensi Penyaluran Air

Efisiensi penyaluran air (water conveyance efficiency) merupakan

perbandingan antara jumlah air yang sampai di petak persawahan terhadap jumlah air

yang dialirkan dari sumber melalui pintu penyadapan:

Ec = WfWr

x 100%

Dengan,

Ec = Efisiensi penyaluran air (%)

Wf = Jumlah air yang sampai ke petak persawahan (l/dt)

Wr = Jumlah air yang dialirkan dari sumber (l/dt)

Efisiensi penyaluran air (Ec) dipengaruhi oleh beberapa factor (Dumairy,

1992), yaitu:

a. Kondisi jaringan irigasi, bangunan dan salurannya, kehilangan air pada waktu

pengaliran, baik karena penguapan maupun karena peresapan.

b. Adanya penyadapan liar oleh petani.

Page 13: PROPOSAL PL TIKA.docx

2. Efisiensi Pemberian Air

Efisiensi pemberian air (water application efficiency) merupakan

perbandingan antara air yang tersimpan di dalam zone perakaran selama periode

pemberian air terhadap jumlah air yang sampai di petak persawahan.

Ea = WsWf

x 100%

Dengan,

Ea = Efisiensi pemberian air (%)

Ws = Jumlah air yang tersimpan di dalam zone perakaran selama periode pemberian

air.

Efisiensi pemberian air (Ea) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Metode irigasi atau cara pemberian air pada tanaman.

b. Sifat tanah dan topografi petani.

c. Luas areal tanaman.

d. Kualitas air irigasi.

3. Efisiensi Penyimpanan Air

Efisiensi penyimpanan air (water storage efficiency) merupakan

perbandingan antara jumlah air yang tersimpan di zone perakaran selama periode

pemberian air terhadap jumlah air yang diperlukan pada zone perakaran tersebut

menjelang pemberian air.

Es = WsWn

x 100%

Page 14: PROPOSAL PL TIKA.docx

Dengan,

Es = Efisiensi penyimpanan air (%)

Wn = Jumlah air yang diperlukan pada zone perakaran menjelang pemberian air.

Efisiensi penyimpanan air (Es) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Tata air tanah

b. Permeabilitas dan kapasitas lapang tanah

c. Kapasitas tanah untuk menahan air (water holding capacity).

D. Pengertian dan Tujuan Irigasi

1. Pengertian Irigasi

Secara umum yang dimaksudkan dengan pengairan adalah segala usaha yang

berhubungan dengan pemanfaatan air. Dalam Undang-Undang RI No. 11-1974

dibedakan antara irigasi dan pengairan. Irigasi menurut undang-undang tersebut

adalah pengairan dalam arti sempit, yakni sebagaimana ditegaskan dalam definisi di

atas. Sedangkan pengairan selain mencakup irigasi, meliputi pula pengembangan

rawa, pengendalian banjir serta pengaturan dan penyediaan air minum, air perkotaan,

air industri, dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran lingkungan. Jadi

merupakan pengelolaan sumber daya air dalam arti luas (Dumairy, 1992).

Menurut Israelsen et al., (1984) irigasi adalah suatu upaya penggunaan air

pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan

tanaman. Sedangkan menurut Arsyad et al., (1981), irigasi didefinisikan sebagai

Page 15: PROPOSAL PL TIKA.docx

upaya pemberian air pada tanaman dengan tujuan pokok penyediaan kelembaban

yang penting untuk pertumbuhan tanaman.

Irigasi adalah kegiatan-kegiatan yang bertalian dengan usaha mendapatkan

air untuk sawah, ladang, perkebunan dan lain-lain usaha pertanian, rawa-rawa,

perikanan. Usaha tersebut terutama menyangkut pembuatan sarana dan prasarana

untuk membagi-bagikan air ke sawah-sawah secara teratur dan membuang air

kelebihan yang tidak diperlukan lagi untuk memenuhi tujuan pertanian. Masih sering

kita jumpai istilah irigasi ini diganti dengan istilah "Pengairan". Untuk sementara

istilah irigasi kita anggap punya pengertian yang sama dengan istilah pengairan.

2. Tujuan Irigasi

Dalam tujuan irigasi dibahas tujuan irigasi secara langsung dan secara tidak

langsung.

a. Tujuan Irigasi secara Langsung

Tujuan irigasi secara langsung adalah membasahi tanah, agar dicapai suatu

kondisi tanah yang baik untuk pertmbuhan tanaman dalam hubungannya dengan

prosentase kandungan air dan udara diantara butir-butir tanah. Pemberian air dapat

juga mempunyai tujuan sebagai pengangkut bahan-bahan pupuk untuk perbaikan

tanah.

b. Tujuan Irigasi secara Tidak Langsung

Tujuan irigasi secara tidak langsung adalah pemberian air yang dapat

menunjang usaha pertanian melalui berbagai cara antara lain:

Page 16: PROPOSAL PL TIKA.docx

1) Mengatur suhu tanah, misalnya pada suatu daerah suhu tanah terlalu tinggi dan

tidak sesuai untuk pertumbuhan tanaman maka suhu tanah dapat disesuaikan

dengan cara mengalirkan air yang bertujuan merendahkan suhu tanah.

2) Membersihkan tanah, dilakukan pada tanah yang tidak subur akibat adanya

unsur-unsur racun dalam tanah. Salah satu usaha misalnya penggenangan air di

sawah untuk melarutkan unsur-unsur berbahaya tersebut kemudian air genangan

dialirkan ke tempat pembuangan.

3) Memberantas hama, sebagai contoh dengan penggenangan maka lubang tikus

bisa direndam dan tikus keluar sehingga lebih mudah dibunuh.

4) Mempertinggi permukaan air tanah, misalnya dengan perembesan melalui

dinding-dinding saluran, permukaan air tanah dapat dipertinggi dan

memungkinkan tanaman untuk mengambil air melalui akar-akar meskipun

permukaan tanah tidak dibasahi.

5) Membersihkan buangan air kota (penggelontoran), misalnya dengan prinsip

pengenceran karena tanpa pengenceran tersebut air kotor dari kota akan

berpengaruh sangat jelek bagi pertumbuhan tanaman.

6) Kolmatasi, yaitu menimbun tanah-tanah rendah dengan jalan mengalirkan air

berlumpur dan akibat endapan lumpur tanah tersebut menjadi cukup tinggi

sehingga genangan yang terjadi selanjutnya tidak terlampau dalam kemudian

dimungkinkan adanya usaha pertanian.

Page 17: PROPOSAL PL TIKA.docx

E. Analisis Kebutuhan Air Irigasi

Analisis kebutuhan air irigasi merupakan salah satu tahap penting

yang diperlukan dalam perencanaan dan pengelolaan sistem irigasi. Kebutuhan air

tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman pada suatu

periode untuk dapat tumbuh dan produksi secara normal. Kebutuhan air nyata untuk

areal usaha pertanian meliputi evapotranspirasi (ET), sejumlah air yang dibutuhkan

untuk pengoperasian secara khusus seperti penyiapan lahan dan penggantian air,

serta kehilangan selama pemakaian. Sehingga kebutuhan air dapat dirumuskan

sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990) :

KAI = ET + KA + KK

Dengan,

KAI = Kebutuhan Air Irigasi

ET = Evapotranspirasi

KA = Kehilangan air

KK = Kebutuhan Khusus

Misalnya evapotranspirasi suatu tanaman pada suatu lahan tertentu pada suatu

periode adalah 5 mm per hari, kehilangan air ke bawah (perkolasi) adalah 2 mm per

hari dan kebutuhan khusus untuk penggantian lapis air adalah 3 mm per hari, maka

kebutuhan air pada periode tersebut dapat dihitung sebagai berikut:

KAI = 5 + 2 + 3

KAI = 10 mm perhari

Untuk memenuhi kebutuhan air ingasi terdapat dua sumber utama,

yaitu Pernberian Air Irigasi (PAI) dan Hujan Efektif (HE). Disamping itu terdapat

Page 18: PROPOSAL PL TIKA.docx

sumber lain yang dapat dimanfaatkan adalah kelengasan yang ada di daerah

perakaran serta kontribusi air bawah permukaan. Pemberian air irigasi dapat

dipandang sebagai kebutuhan air dikurangi hujan efektif dan sumbangan air tanah.

PAI = KAI – HE – KAT

Dengan,

PAI = Pemberian air irigasi

KAI = Kebutuhan air

HE = Hujan efektif

KAT = Kontribusi air tanah

Sebagai contoh misalnya kebutuhan air pada suatu periode telah

dihitung sebesar 10 mm per hari, sumbangan hujan efektif pada periode tersebut juga

telah dihitung sebesar 3 mm per hari dan kontribusi air tanah adalah 1 mm per

hari, maka air yang perlu diberikan adalah :

PAI = 10 - 3 - 1

PAI = 6 mm per hari

1. Kebutuhan Air Padi di Sawah

Analisis kebutuhan air untuk tanaman padi di sawah dipengaruhi

oleh beberapa faktor berikut ini:

a. Pengolahan lahan

b. Penggunaan konsumtif

c. Perkolasi

d. Penggantian lapisan air

Page 19: PROPOSAL PL TIKA.docx

e. Sumbangan hujan efektif

Kebutuhan air total di sawah merupakan jumlah faktor 1 sampai dengan 4,

sedangkan kebutuhan netto air di sawah merupakan kebutuhan total dikurangi faktor

hujan efektif. Kebutuhan air di sawah dapat dinyatakan dalam satuan mm/hari

ataupun lt/dt.

a. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan Padi

Periode pengolahan lahan membutuhkan air yang paling besar

jika dibandingkan tahap pertumbuhan. Kebutuhan air untuk pengolahan

lahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah:

1) Karakteristik tanah

2) Waktu pengolahan

3) Tersedianya tenaga dan ternak

4) Mekanisasi pertanian

Kebutuhan air untuk penyiapan dapat ditentukan berdasarkan

kedalaman tanah dan porositas tanah di sawah, seperti diusulkan pada Kriteria

Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut:

PWR = (Sa−Sb ) N . d

104 + Pd + F1

Dengan,

PWR = Kebutuhan air untuk penyiapan lahan (mm)

Sa = Derajat kejenuhan tanah setelah penyiapan lahan dimulai (%)

Sb = Derajat kejenuhan tanah sebelum penyiapan lahan dimulai (%)

Page 20: PROPOSAL PL TIKA.docx

N = Porositas tanah, dalam % rata-rata per kedalaman tanah

d = Asumsi kedalaman tanah setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)

Pd = Kedalaman genangan setelah pekerjaan penyiapan lahan (mm)

F1 = Kehilangan air di sawah selama 1 hari (mm)

Kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat ditentukan secara empiris sebesar

250 mm, meliputi kebutuhan untuk penyiapan lahan dan untuk lapisan air awal

setelah transplantasi selesai. (Kriteria Perencanaan Irigasi KP 01). Untuk lahan yang

sudah lama tidak ditanami (bero), kebutuhan air untuk penyiapan lahan dapat

ditentukan sebesar 300 mm. Kebutuhan air untuk persemaian termasuk dalam

kebutuhan air untuk penyiapan lahan. Analisis kebutuhan air selama pengolahan

lahan dapat menggunakan metode seperti diusulkan oleh Van de Goor dan Ziljstra

(1968) sebagai berikut:

Dengan,

IR = Kebutuhan air untuk pengolahan lahan (mm/hari)

M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di

sawah yang sudah dijenuhkan (mm/hari)

Eo = Evaporasi potensial (mm/hari)

P = Perkolasi (mm/hari)

Page 21: PROPOSAL PL TIKA.docx

k = Konstanta

T = Jangka waktu pengolahan (hari)

S = Kebutuhan air untuk penjenuhan (mm)

e = Bilangan eksponen: 2,7182

b. Penggunaan Konsumtif

Penggunaan air untuk kebutuhan tanaman (consumtive use) dapat

didekati dengan menghitung evapotranspirasi tanaman, yang besarnya dipengaruhi

oleh jenis tanaman, umur tanaman dan faktor klimatologi. Nilai

evapotranspirasi merupakan jumlah dari evaporasi dan transpirasi. Yang dimaksud

dengan evaporasi adalah proses perubahan molekul air di permukaan menjadi

molekul air di atmosfer. Sedangkan transpirasi adalah proses fisiologis alamiah

pada tanarnan, dimana air yang dihisap oleh akar diteruskan lewat tubuh tanaman

dan diuapkan kembali melalui pucuk daun. Nilai evapotranspirasi dapat diperoleh

dengan pengukuran di lapangan atau dengan rumus-rumus empiris. Untuk keperluan

perhitungan kebutuhan air irigasi dibutuhkan nilai evapotranspirasi potensial (Eto)

yaitu evapotranspirasi yang terjadi apabila tersedia cukup air. Kebutuhan air untuk

tanaman adalah nilai Eto dikalikan dengan suatu koefisien tanaman.

ET = kc x Eto

Dimana :

ET = Evapotranpirasi tanaman (mm/hari)

ETo = Evaporasi tetapan atau tanaman acuan (mm/hari)

kc = Koefisien tanaman

Page 22: PROPOSAL PL TIKA.docx

Kebutuhan air konsumtif ini dipengaruhi oleh jenis dan usia tanaman (tingkat

pertumbuhan tanaman). Pada saat tanaman mulai tumbuh, nilai kebutuhan air

konsumtif meningkat sesuai pertumbuhannya dan mencapai maksimum pada saat

pertumbuhan vegetasi maksimum. Setelah mencapai maksimum dan berlangsung

beberapa saat menurut jenis tanaman, nilai kebutuhan air konsumtif

akan menurun sejalan dengan pematangan biji. Pengaruh watak tanaman terhadap

kebutuhan tersebut dengan faktor tanaman (kc). Nilai koefisien pertumbuhan

tanaman ini tergantung jenis tanaman yang ditanam. Untuk tanaman jenis yang sama

juga berbeda menurut varietasnya. Sebagai contoh padi dengan varietas unggul masa

tumbuhnya lebih pendek dari padi varietas biasa.

Yang dimaksud ETo adalah evapotranspirasi tetapan yaitu

laju evaportranspirasi dari suatu permukaan luas tanaman rumput hijau setinggi 8

sampai 15 cm yang menutup tanah dengan ketinggian seragam dan

seluruh permukaan teduh tanpa suatu bagian yang menerima sinar secara langsung

serta rumput masih tumbuh aktif tanpa kekurangan air. Evapotranspirasi tetapan

disebut juga dengan evapotranspirasi referensi atau keluar. Terdapat beberapa cara

untuk menentukan evapotranspirasi tetapan, salah satunya seperti yang diusulkan

oleh Kriteria Perencanaan Irigasi 1986 sebagai berikut:

ETo = Epan . kpan

Dengan :

ETo = Evaporasi tetapan atau tanaman acuan (mm/hari)

Epan = Pembacaan panci Evaporasi

kpan = Koefisien panci

Page 23: PROPOSAL PL TIKA.docx

c. Perkolasi

Laju perkolasi sangat tergantung pada sifat-sifat tanah. Data-data mengenai

perkolasi akan diperoleh dari penelitian kemampuan tanah maka diperlukan

penyelidikan kelulusan tanah. Pada tanah lempung berat dengan karakteristik

pengolahan (puddling) yang baik, laju perkolasi dapat mencapai 1-3 mm/hari. Pada

tanah-tanah yang lebih ringan, laju perkolasi bisa lebih tinggi. Untuk menentukan

laju perkolasi, perlu diperhitungkan tinggi muka air tanahnya. Sedangkan rembesan

terjadi akibat meresapnya air melalui tanggul sawah.

d. Penggantian Lapisan Air

Setelah pemupukan perlu dijadwalkan dan mengganti lapisan air

menurut kebutuhan. Penggantian diperkirakan sebanyak 2 kali masing-masing 50

mm satu bulan dan dua bulan setelah transplantasi (atau 3,3 mm/hari selama 1/2

bulan).

e. Hujan Efektif

Untuk menentukan besar sumbangan hujan terhadap kebutuhan air

oleh tanaman, terdapat beberapa cara, diantaranya secara empirik dan simulasi.

Kriteria perencanaan irigasi mengusulkan hitungan hujan efektif berdasarkan data

pengukuran curah hujan di stasiun terdekat, dengan panjang pengamatan selama 10

tahun.

Page 24: PROPOSAL PL TIKA.docx

f. Hitungan Kebutuhan Air untuk Padi di Sawah

Tahapan yang dilakukan untuk analisis kebutuhan air untuk padi di

sawah adalah:

1) Analisis hujan efektif

2) Analisis kebutuhan air di lahan

2. Kebutuhan untuk Tanaman Selain Padi

Tanaman selain padi yang dibudidayakan oleh petani pada umumnya berupa

palawija. Yang dimaksudkan dengan palawija adalah berbagai jenis tanaman yang

dapat ditanam di sawah pada musim kemarau ataupun pada saat kekurangan air.

Biasanya tanaman palawija ditanam di lahan tegalan.

Dipandang dari jumlah air yang dibutuhkan, palawija dapat dibedakan

menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:

a) Palawija yang butuh banyak air, seperti bawang, kacang tanah, ketela.

b) Palawija yang butuh sedikit air, misalnya cabai, jagung, tembakau dan kedelai.

c) Palawija yang membutuhkan sangat sedikit air, misalnya ketimun dan lembayung.

Maksud analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija terutama untuk

mengetahui luas lahan yang direncanakan untuk tanaman padi maupun palawija

berkaitan dengan ketersediaan air pada bangunan pengambilan sehingga kegagalan

usaha pertanian dapat dihindari. Dengan kata lain hitungan kebutuhan air untuk

palawija digunakan sebagai dasar untuk melakukan usaha pertanian sesuai dengan

jumlah air yang tersedia.

Page 25: PROPOSAL PL TIKA.docx

Pemberian air untuk palawija akan ekonomis jika sampai kapasitas lapang,

lalu berhenti dan diberikan lagi sampai sebelum mencapai titik layu. Analisis

kebutuhan air untuk tanaman palawija dihitung seperti untuk tanaman padi, namun

ada dua hal yang membedakan, yaitu pada tanaman palawija tidak memerlukan

genangan serta koefisien tanaman yang digunakan sesuai dengan jenis palawija yang

ditanam.

a. Kebutuhan Air untuk Pengolahan Lahan Palawija

Masa prairigasi diperlukan guna menggarap lahan untuk ditanami dan untuk

menciptakan kondisi kelembaban yang memadai untuk persemaian tanaman. Jumlah

air yang dibutuhkan tergantung pada kondisi tanah dan pola tanam yang diterapkan.

Kriteria Perencanaan Irigasi mengusulkan air untuk pengolahan lahan sejumlah 50 -

120 mm untuk tanaman ladang dan 100 - 120 mm untuk tanaman tebu, kecuali jika

terdapat kondisi-kondisi khusus misalnya ada tanaman lain yang segera ditanam

setelah tanaman padi.

b. Penggunaan Konsumtif Tanaman Palawija

Untuk menentukan penggunaan konsumtif cara yang digunakan seperti pada

tanaman padi hanya koefisien tanaman yang berbeda. Nilai koefisien beberapa jenis

tanaman yang direkomendasikan oleh Kriteria Perencanaan Irigasi seperti terlihat

pada Tabel 1. Sedangkan nilai koefisien tanaman tebu diperlihatkan pada Tabel 2.

Page 26: PROPOSAL PL TIKA.docx

Tabel 1. Koefisien Tanaman Beberapa Tanaman Palawija

Setengah

bulan ke

Koefisien Tanaman

Kedelai Jagung Kac. Tanah Bawang Buncis Kapas

1 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50

2 0,75 0,59 0,51 0,51 0,64 0,50

3 1,00 0,96 0,66 0,69 0,89 0,58

4 1,00 1,05 0,85 0,90 0,95 0,75

5 0,82 1,02 0,95 0,95 0,88 0,91

6 0,45 0,95 0,95 - - 1,04

7 - - 0,55 - - 1,05

8 - - 0,55 - - 1,05

9 - - - - - 1,05

10 - - - - - 0,78

11 - - - - - 0,65

12 - - - - - 0,65

13 - - - - - 0,65

Sumber Kriteria Perencanaaan Irigasi, KP – 01

Page 27: PROPOSAL PL TIKA.docx

Tabel 2. Nilai Koefisien Tanaman Tebu

Umur

Tanaman Tahap

Pertumbuhan

RH < 70%

Min

RH < 20%

Min

12

bulan

24

bulan

Angin kecil

s/d sedang

Angin

kencang

Angin kecil

s/d sedang

Angin

kencang

0-1 0-2,5 Saat tanam sd

0,25 rimbun*)

0,35 0,6 0,4 0,45

1-2 2,5-

3,5

0,25-0,5

rimbun

0,8 0,85 0,75 0,8

2-2,5 3,5-

4,5

0,5-0,75

rimbun

0,9 0,95 0,95 1,0

2,5-4 4,5-6 0,75 - rimbun 1,0 I’1 I’1 1,2

4-10 6-17 Penggunaan

air puncak

1,05 1,25 1,25 1,3

10-11 17-22 Awal berbunga 0,8 0,95 0,95 1,05

11-12 22-24 Menjadi masak 0,6 0,7 0,7 0,75

Sumber Kriteria Perencanaaan Irigasi, KP – 01

Keterangan :

*) rimbun = full canopy = mencapai tahap berdaun rimbun

c. Analisis Kebutuhan Air Untuk Tanaman Palawija

Page 28: PROPOSAL PL TIKA.docx

Apabila telah tersedia data (1) evaporasi rerata setengah bulanan, (2) data

jenis tanah, (3) jenis (varietas) padi dan (4) hasil analisis curah hujan efektif, maka

analisis kebutuhan air untuk tanaman palawija dapat dilakukan.

3. Kebutuhan Air di Bangunan Pengambilan

Kebutuhan air di pintu pengambilan atau bangunan utama tidak terlepas dari

kebutuhan air di sawah. Untuk memenuhi jumlah air yang harus tersedia di pintu

pengambilan guna mengairi lahan pertanian dinyatakan sebagai berikut :

DR = ( IR . A ) / Ef

Dengan,

DR = Kebutuhan air di pintu pengambilan (1/dt)

IR = Kebutuhan air irigasi (l/det/ha)

A = Luas areal irigasi (ha)

EF = Efisiensi irigasi (%)

Data yang diperlukan dalam analisis kebutuhan air di bangunan pengambilan

adalah :

a) Jumlah petak

b) Luas tanaman padi untuk MT 1, 2 dan 3 (dalam hektar)

c) Luas tanaman palawija untuk MT 1, 2 dan 3 (dalam hektar)

d) Efisiensi masing-masing petak ke bending

e) Kebutuhan dasar tanaman padi (lt/dt/ha)

f) Kebutuhan dasar tanaman palawija (lt/dt/ha)

F. Sistem Jaringan Irigasi

Page 29: PROPOSAL PL TIKA.docx

1. Petak Irigasi

Untuk menghubungkan bagian-bagian dari suatu jaringan irigasi dibuat suatu

peta yang biasanya disebut peta petak. Peta petak ini dibuat berdasarkan peta

topografi yang dilengkapi dengan garis-garis kontur dengan skala 1 : 2500.

Peta petak tersebut memperlihatkan :

a. Bangunan-bangunan utama

b. Jaringan dan trase saluran irigasi

c. Jaringan dan trase saluran pembuang

d. Petak-petak primer, sekunder dan tersier

e. Lokasi bangunan

f. Batas-batas daerah irigasi

g. Jaringan dan trase jalan

h. Daerah-daerah yang tidak diairi (misal : desa-desa)

i. Daerah-daerah yang tidak dapat diairi (tanah jelek, terlalu tinggi dst.)

Umumnya petak irigasi dibagi atas tiga bagian yaitu :

Page 30: PROPOSAL PL TIKA.docx

a) Petak Primer

Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang mengambil aimya

langsung dari sumber air, biasanya sungai.

Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil air

langsung dari saluran primer. Daerah-daerah irigasi tertentu mempunyai dua saluran

primer, ini menghasilkan dua petak primer.

b) Petak Sekunder

Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di

saluran primer atau sekunder. Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang

kesemuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.

Batas-batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda-tanda topografi

yang jelas, misal saluran pembuang. Luas petak sekunder bisa berbeda-beda

tergantung pada situasi daerah.

c) Petak Tersier

Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap

(off take) tersier. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan langsung dengan

saluran sekunder atau saluran primer, kecuali apabila petak-petak tersier tidak secara

langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama. Petak tersier

mempunyai batas-batas yang jelas misalnya: parit, jalan, batas desa dan sesar medan.

Untuk menentukan layout, aspek-aspek berikut akan dipertimbangkan:

Page 31: PROPOSAL PL TIKA.docx

1) Luas petak tersier

2) Batas-batas petak tersier

3) Bentuk petak tersier yang optimal

4) Kondisi medan

a. Petak Tersier yang Ideal

Dikatakan ideal jika masing-masing pemilik sawah memiliki pengambilan

sendiri dan dapat membuang kelebihan air langsung ke jaringan pembuang. Juga

para petani dapat mengangkut hasil pertanian dan peralatan mesin atau ternak mereka

ke dan dari sawah melalui jalan petani yang ada. Untuk mencapai pola pemilikan

sawah yang ideal di dalam petak tersier, para petani harus diyakinkan agar

membentuk kembali petak-petak sawah mereka dengan cara saling menukar bagian

bagian tertentu dari sawah mereka atau dengan cara-cara lain.

b. Ukuran dan Bentuk Petak Tersier dan Kuarter

Ukuran petak tersier bergantung pada besarnya biaya pelaksanaan jaringan

irigasi dan pembuang (utama dan tersier) serta biaya eksploitasi dan pemeliharaan

jaringan. Ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara 50 - 100 ha. Ukurannya

dapat ditambah sampai maksimum 150 ha jika keadaan topografi memaksa

demikian.

Di petak tersier yang berukuran kecil, efisiensi irigasi akan menjadi lebih

tinggi karena:

Page 32: PROPOSAL PL TIKA.docx

1) Diperlukan lebih sedikit titik-titik pembagian air.

2) Saluran-saluran yang lebih pendek menyebabkan kehilangan air yang lebih

sedikit.

3) Lebih sedikit petani yang terlibat, jadi kerja sama lebih baik.

4) Pengaturan (air) yang lebih baik sesuai dengan kondisi tanaman.

5) Perencanaan lebih fleksibel sehubungan dengan batas-batas desa.

Bentuk optimal suatu petak tersier bergantung pada biaya minimum

pembuatan saluran, jalan dan box bagi. Apabila semua saluran kuarter diberi air dari

satu saluran tersier, maka panjang total jalan dan saluran menjadi minimum. Dengan

dua saluran tersier untuk areal yang sama, maka panjang total jalan dan saluran akan

bertambah. Bentuk optimal petak tersier adalah bujur sangkar, karena pembagian air

menjadi sulit pada petak tersier berbentuk memanjang.

Ukuran petak kuarter bergantung kepada ukuran sawah, keadaan topografi,

tingkat teknologi yang dipakai, kebiasaan bercocok tanam, biaya pelaksanaan, sistem

pembagian air dan efisiensi.

Ukuran optimum suatu petak kuarter adalah 8 - 15 ha. Lebar petak akan

bergantung pada cara pembagian air, yakni apakah air dibagi dari satu sisi atau kedua

sisi saluran kuarter.

Di daerah-daerah datar atau bergelombang, petak kuarter dapat membagi air

ke dua sisi. Dalam hal ini lebar maksimum petak akan dibatasi sampai 400 m (2 x

200 m). Pada tanah terjal, dimana saluran kuarter mengalirkan air ke satu sisi saja,

lebar maksimum diambil 300 m. Panjang maksimum petak ditentukan oleh panjang

saluran kuarter yang diisikan (500 m).

Page 33: PROPOSAL PL TIKA.docx

Kriteria untuk pengembangan petak tersier :

a) Ukuran petak tersier ………………………………………………… 50 - 100 ha

b) Ukuran petak kuarter …………………………………………………... 8 - 15 ha

c) Panjang saluran tersier ……………………………………………….... < 1500 m

d) Panjang saluran kuarter ………………………………………………… < 500 m

e) Jarak antar saluran & pembuang ……………………………………….. < 300 m

c. Batas Petak

Batas-batas petak tersier didasarkan pada kondisi topografi. Daerah ini

hendaknya diatur sebaik mungkin, sedemikian rupa sehingga satu petak tersier

terletak dalam satu daerah administrasi desa agar E & P jaringan lebih baik. Jika ada

dua desa di petak tersier yang sangat luas, maka dianjurkan untuk membagi petak

tersier tersebut menjadi dua petak sub-tersier yang berdampingan sesuai dengan

daerah masing-masing.

Batas-batas petak kuarter biasanya akan berupa saluran irigasi dan pembuang

kuarter yang memotong kemiringan medan dan saluran irigasi tersier serta pembuang

tersier atau primer yang mengikuti kemiringan medan. Jika mungkin batas-batas ini

bertepatan dengan batas-batas hak milik tanah. Jika batas-batas ini belum tetap dan

jaringan masih harus dikembangkan, dipakai kriteria umum.

d. Kondisi Medan

Tipe-tipe medan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Page 34: PROPOSAL PL TIKA.docx

Tipe Medan Kemiringan

Medan terjal Di atas 2%

Medan bergelombang 0,25 – 2%

Medan berombak 0,25 – 2%, pada umumnya kurang dari 1%. Di tempat

tertentu mungkin lebih besar

Medan sangat datar < 0,25%

Tabel 3. Tipe-tipe medan

2. Saluran Irigasi

a. Saluran Irigasi

1) Jaringan Saluran Irigasi Utama

Saluran primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke

petak-petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada bangunan

bagi yang terakhir.

Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak-petak tersier

yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas saluran sekunder adalah pada

bangunan sadap terakhir.

Saluran pembawa membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber

yang memberi air pada bangunan utama) ke jaringan irigasi primer. Saluran muka

tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak tersier yang terletak di

seberang petak tersier lainnya.

Page 35: PROPOSAL PL TIKA.docx

2) Jaringan Saluran Irigasi Tersier

Saluran irigasi tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan

utama ke dalam petak tersier lalu di saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah

box bagi kuarter yang terakhir. Saluran kuarter membawa air dari box bagi kuarter

melalui bangunan sadap tersier atau parit sawah ke sawah.

3) Jaringan Saluran Pembuang Utama

Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang

sekunder keluar daerah irigasi. Saluran pembuang primer sering berupa saluran

pembuang alam yang mengalirkan kelebihan air ke sungai, anak sungai atau ke laut.

Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier dan

membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke pembuang alam dan

keluar daerah irigasi.

4) Jaringan Saluran Pembuang Tersier

Saluran pembuang tersier terletak diantara petak-petak tersier yang termasuk

dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik dari pembuangan

kuarter maupun dari sawah-sawah. Air tersebut dibuang ke dalam jaringan pembuang

sekunder. Saluran pembuang sekunder menerima buangan air dari saluran pembuang

kuarter yang menampung air langsung dari sawah.

b. Dimensi Saluran

Page 36: PROPOSAL PL TIKA.docx

Untuk pengaliran air irigasi, saluran berpenampung trapesium adalah

bangunan pembawa yang paling umum dipakai dan ekonomis. Saluran tanah sudah

umum dipakai untuk saluran irigasi karena biayanya jauh lebih murah dibandingkan

dengan saluran pasangan. Untuk merencanakan kemiringan saluran mempunyai

asumsi-asumsi mengenai parameter perhitungan, yang terlihat seperti tabel berikut

ini :

Tabel 4. Parameter Perhitungan Untuk Kemiringan Saluran

Q (m3/dt) M n k

0,15 – 0,30 1,0 1,0 35

0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35

0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35

0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35

1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40

1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40

3,00 – 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40

4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40

5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5

6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5

7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 42,5

9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5

10,00 – 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45

11,00 – 15,00 2,0 4,2 – 4,9 45

15,00 – 25,00 2,0 4,9 – 6,5 45

Page 37: PROPOSAL PL TIKA.docx

25,0 – 40,00 2,0 6,5 – 9,6 45

Dimana : k = koefisien kekasaran Strickler

m = kemiringan talud

n = perbandingan lebar dasar saluran dengan kedalaman air

Dengan informasi ini dimensi saluran dapat dihitung dengan cara dibawah ini:

Rumus Strickler : V = k . R2 . I

Dimana : Q = debit rencana, m3/dt

V = kecepatan pengaliran, m/dt

k = koefisien kekasaran strickler

I = kemiringan dasar saluran (rencana)

m = kemiringan talud

n = b/h

A = bh + m h2

= h2 (n + m)

P = b + 2h √1+m2

= h (n + 2 √1+m2

R = A/P

b = lebar dasar saluran, m

h = tinggi air, m

Untuk menghitung h dan b digunakan cara coba-coba.

Page 38: PROPOSAL PL TIKA.docx

3. Bangunan Irigasi

a. Bangunan Bagi

Bangunan bagi dilengkapi dengan pintu dan alat ukur. Waktu debit kecil

muka air akan turun. Pintu diperlukan untuk menaikkan kembali muka air sampai

batas yang diperlukan, supaya pemberian air ke cabang saluran sekunder dapat

dilakukan. Pada cabang saluran dibuat alat ukur guna mengukur debit yang akan

dialirkan melalui saluran yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan air disawah

yang akan diairi.

1) Pintu dan Alat Ukur

Pintu terbuat dari :

a) Susunan kayu yang satu sama lain terlepas (skot balk).

b) Pintu kayu atau besi yang dilengkapi dengan stang pengangkat. Alat ukur yang

umum dipakai.

i. Pintu ukur Romijn

ii. Pintu sorong Crump-de Gruyter

2) Bentuk Hidrolis dan Kriteria

a) Skot balk: pengalirannya merupakan pengaliran tidak sempurna. Dibuat dari

susunan balok-balok persegi yang terlepas satu sarna lain. Susunan dibuat sesuai

Page 39: PROPOSAL PL TIKA.docx

kebutuhan. Lebar skot balk ditetapkan dengan mengarnbil kehilangan tekanan z

= 0,05 m dan skot balk dilepaskan seluruhnya. Disarankan lebar b < 1,5 m, agar

mudah memasang dan mengambil skot balk.

b) Pintu kayu dan besi dengan perlengkapan stang pengangkat, pengalirannya

merupakan pengaliran lewat lubang. Pintu bisa dibuat dari kayu atau besi. Bila

lebar pintu b < 1,0 m lebih baik dibuat dari besi. Lebar pintu diarnbil < 2,5 m

supaya tidak terlalu berat untuk mengangkat.

c) Alat ukur ulur.

d) Percabangan pada bangunan bagi dibuat dengan sudut < 90° dan pada belokan

dibuat jari-jari > 1,0 m.

b. Bangunan Sadap

1) Bangunan Sadap Tersier

Bangunan sadap tersier harus diberi pintu Romijn karena kehilangan

energinya terbatas. Karena tipe pintu harus sarna maka bangunan sadap sekunder

juga harus diberi pintu Romijn.

Agar pintu Romijn mampu memberikan keuntungan ekonomis dimensinya

harus distandarisasi. Dimensi standar yang penting adalah lebar alat ukur itu dan

kedalaman aliran maksimum pada muka air rencana.

Debit rencana untuk contoh petak tersier 140 lt/dt akan dipakai tipe I alat

ukur Romijn. Muka air rencana pada alat ukur tersebut adalah Q70.

Elevasi dasar (BL) pintu dapat ditentukan sebagai berikut :

BL = hQ70 - (0,81 + V)

Page 40: PROPOSAL PL TIKA.docx

= hQ70 - (0,81 + 0,31)

Dimana :

hQ70 = Tinggi M.A. rencana pada Q70

2) Bangunan Sadap Sekunder

Debit rencana ke saluran sekunder lebih kurang 2,88 meter kubik per detik.

Lebar standar pintu diambil 1,25 m. Debit maksimum setiap pintu romijn adalah 0,75

meter kubik per detik. Jadi diperlukan empat pintu (Q =4 x 0,75 = 3 meter kubik per

detik).

Sesuai dengan prosedur yang sebelumnya elevasi pintu pada posisi terendah

adalah = hQ70- 0,50 = 15,06 m

Elevasi dasar pintu adalah = hQ70 - (1,15 + V)

= hQ70 - (1,15 + 0,31)

Bentuk hidrolis dan kriteria pada prinsipnya sama seperti bangunan bagi.

III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu

Page 41: PROPOSAL PL TIKA.docx

Praktik Lapangan ini akan dilakukan di Bendung Perjaya OPSDA II Balai

Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII  Bulan Oktober 2012.

B. Metode Pelaksanaan

Metode yang akan digunakan dalam pelaksanaan praktik lapangan di Balai

Besar Wilayah Sungai Sumatera VIII Martapura  ini adalah metode wawancara, studi

pustaka dan observasi langsung ke lapangan.  Berdasarkan metode-metode tersebut

akan dilakukan pengolahan data dan analisis data.

1.      Metode Wawancara (Interview)

Metode ini dilakukan melalui wawancara dengan pihak pegawai yang

berhubungan dengan masalah kehilangan air dan pihak-pihak lain yang dianggap

mengetahui banyak tentang data yang dibutuhkan yang didukung dengan adanya

kuisioner.

2.  Metode Pengamatan (Observasi)

Metode ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan langsung di lapangan

dalam bentuk kunjungan langsung ke lokasi saluran primer dan menganalisis hasil

pengamatan, yang didapat dari saluran primer tersebut maupun lingkungan

sekitarnya serta ikut dalam proses kerja.

3.  Metode Studi Pustaka

Page 42: PROPOSAL PL TIKA.docx

Metode studi pustaka ini dilakukan untuk menambah dan menunjang data-

data yang diperoleh dari metode wawancara (interview) dan metode pengamatan

(observasi).

4.  Praktik Lapangan

Praktik lapangan dilakukan di Bendungan Perjaya dan dibimbing oleh staf

atau karyawan yang menangani bidangnya masing-masing maupun masyarakat yang

ada di daerah tersebut agar penulis dapat lebih memahami keadaan yang ada di

daerah Bendungan Perjaya sehingga data-data yang diperlukan untuk laporan praktek

lapangan ini dapat lebih akurat. 

IV. SISTEMATIKA PENULISAN

Page 43: PROPOSAL PL TIKA.docx

Rencana penulisan laporan praktik lapangan yang berjudul “Tinjauan

Efisiensi Penyaluran Air pada Sistem Irigasi Di Bendung Perjaya Kecamatan

Martapura Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur” adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Praktik Lapangan

II. TINJAUAN PUSTAKA

III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu

B. Metode Praktik Lapangan

C. Data-data yang diamati

IV. KEADAAN UMUM

A. Lokasi Daerah

B. Keadaan Iklim dan Topografi

C. Keadaan Operasi dan Pemeliharaan Saluran Sekunder

D. Kinerja Jaringan Irigasi

V. PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN

Page 44: PROPOSAL PL TIKA.docx

A. Permasalahan

B. Pembahasan

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN