bab 2. tinjauan pustaka -...
TRANSCRIPT
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik
dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu
dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami kecemasan atau depresi
yang mempengaruhi respons mereka terhadap penyakit fisik. Individu dengan
penyakit mental dapat mengembangkan gejala-gejala fisik dan penyakit, seperti
penurunan berat badan dan ketidakseimbangan biokimia darah yang terkait
dengan gangguan makan. Perasaan, sikap dan pola pikir sangat
mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap kesehatan fisik atau penyakit,
dan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan efektivitas pengobatan.
6
2.1. Gangguan mental emosional
2.1.1. Definisi
Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang
mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat
berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu
dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain
gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.6
Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku
atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang
bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala
gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis
gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi. Dalam
Universitas Sumatera Utara
perjalanan seumur hidup, setiap individu mengalami perasaan isolasi,
kesepian, tekanan emosional atau pemutusan. Ini biasanya normal, reaksi
jangka pendek terhadap situasi sulit, daripada gejala penyakit mental. Orang
belajar untuk mengatasi perasaan sulit hanya saat mereka belajar untuk
mengatasi situasi sulit. Pada beberapa kasus, durasi dan intensitas perasaan
menyakitkan atau pola membingungkan dari pikiran dapat serius mengganggu
kehidupan sehari-hari.
7
2.1.2. Epidemiologi
Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut
World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data
gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan
diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-
negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Prevalensi gangguan mental di
negara Amerika Serikat (6%-9%), Brazil (22.7%), Chili (26.7%), Pakistan
(28.8%) sedangkan di Indonesia hasil laporan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa
penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia
yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar 11.6%.
Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok
tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan
semua masyarakat. Sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental
menurut perkiraan WHO diberikan dalam Laporan Kesehatan Dunia 2001. Satu
dari empat orang akan mengembangkan satu atau lebih gangguan mental atau
perilaku selama hidup mereka. Gangguan mental dan perilaku terjadi pada
8
Universitas Sumatera Utara
setiap titik waktu pada sekitar 10% dari populasi orang dewasa di seluruh
dunia. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah
perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki
gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka
ini adalah satu dari lima. Gangguan neurologis dan mental terhitung 13% dari
keseluruhan Disability Adjusted Life Years (DALYs) dikarenakan semua
penyakit dan cedera di dunia. Lima dari sepuluh penyebab utama kecacatan di
seluruh dunia adalah kondisi kejiwaan, termasuk depresi, penggunaan alkohol,
skizofrenia dan kompulsif. Proyeksi memperkirakan pada tahun 2020 gangguan
neuropsikiatri akan mencapai 15% dari kecacatan di seluruh dunia, dengan
depresi unipolar sendiri terhitung 5.7% dari DALYs.
2.1.3. Gejala-gejala
9
Gangguan mental yang paling umum adalah gangguan ansietas dan
depresi. Dimana seseorang mengalami perasaan ketegangan, ketakutan, atau
kesedihan yang kuat dalam waktu bersamaan, gangguan mental timbul ketika
perasaan ini menjadi begitu mengganggu dan luar biasa, bahwa seseorang
memiliki kesulitan besar mengatasinya pada kegiatan hari-hari, seperti bekerja,
menikmati waktu luang, dan mempertahankan hubungan.10 Diantara gejala-
gejala gangguan mental antara lain: perubahan suasana hati (mood), depresi,
kesedihan, pikiran bunuh diri, mudah marah, ansietas, panik, gangguan tidur,
stres, trauma, perilaku menghindar, kebingungan, kompulsif (tekanan),
gangguan selera makan, perilaku antisosial, penyangkalan, kelelahan,
ketakutan, kebohongan, gangguan seksual, preokupasi seksual, kesulitan
bicara, nyeri dan keluhan fisik, hiperaktivitas, kecemburuan, gangguan
kepercayaan diri, gangguan memori, paranoid, psikosis, halusinasi, keanehan,
Universitas Sumatera Utara
preokupasi terhadap agama, obsesi, mania, euforia, impulsif, histerionik,
gangguan belajar, gangguan pencitraan tubuh, pemisahan diri dan lain-
lain.
Orang yang menderita salah satu dari gangguan mental yang berat
bermanifestasi dengan berbagai gejala yang dapat mencakup kecemasan yang
tidak beralasan, gangguan pikiran dan persepsi, disregulasi suasana hati, dan
disfungsi kognitif. Banyak dari gejala ini mungkin relatif spesifik untuk diagnosis
tertentu atau pengaruh budaya. Misalnya, gangguan pikiran dan persepsi
(psikosis) yang paling sering dikaitkan dengan skizofrenia. Demikian pula,
gangguan berat dalam ekspresi mempengaruhi dan regulasi suasana hati yang
paling sering terlihat dalam depresi dan gangguan bipolar. Namun, tidak jarang
untuk melihat gejala psikotik pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan
mood atau suasana hati untuk melihat gejala yang berhubungan pada pasien
yang didiagnosis dengan skizofrenia. Gejala yang terkait dengan suasana hati,
kecemasan, proses berpikir, atau kognisi dapat terjadi pada setiap pasien
selama perjalanan penyakitnya.
11,12,13
13
2.1.4. Hubungan dengan faktor sosiodemografik
a. Hubungan jenis kelamin dengan gangguan mental emosional
Terlepas dari kemungkinan peran faktor biologis, yang mungkin
menjelaskan mengapa ada perbedaan seks konsisten pada risiko untuk
terjadinya gangguan mental yang umum dalam semua masyarakat, adalah
masuk akal bahwa jender (faktor tekanan yang cukup besar yang dihadapi oleh
perempuan) mungkin juga memainkan peran. Dalam masyarakat negara
Universitas Sumatera Utara
berkembang, perempuan menanggung beban dari kemalangan yang terkait
dengan kemiskinan: sedikit akses ke sekolah, kekerasan fisik dari suami,
pernikahan paksa, perdagangan seksual, kesempatan kerja lebih sedikit dan,
dalam beberapa masyarakat, keterbatasan partisipasi mereka dalam kegiatan
di luar rumah.
b. Hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya gangguan mental
emosional
8
Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan faktor risiko yang
konsisten untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga
menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan risiko terjadinya
gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan faktor,
karena pendidikan dasar terjadi di anak usia dini ketika gangguan mental yang
tidak umum terjadi. Hubungan antara tingkat pendidikan rendah dan gangguan
mental mungkin dikacaukan atau dijelaskan oleh sejumlah jalur: ini termasuk
status gizi buruk yang mana dapat merusak perkembangan intelektual, yang
mengarah ke tingkat pendidikan yang buruk dan buruknya perkembangan
psikososial. Risiko yang berhubungan dengan penghasilan rendah untuk
gangguan mental pada usia anak merupakan faktor terkuat untuk gangguan
perilaku, ini adalah terkait dengan kegagalan sekolah dan gangguan mental
yang umum di masa dewasa. Konsekuensi sosial dari pendidikan yang buruk
adalah jelas yaitu kurangnya pendidikan merupakan berkurang kesempatan.
c. Hubungan antara sosioekonomi dengan terjadinya gangguan mental
8
Banyak bukti-bukti dari negara-negara industri menunjukkan hubungan
antara kemiskinan dan risiko untuk gangguan mental yang umum. Gangguan
Universitas Sumatera Utara
mental yang umum adalah depresi dan kecemasan, gangguan yang
diklasifikasikan dalam International Classification of Disease- Tenth edition
(ICD-10) sebagai: "neurotik, stres-terkait dan gangguan somatoform "dan"
gangguan mood ". Pentingnya kesehatan masyarakat dari gangguan mental
dan perilaku yang ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka salah satu penyebab
paling penting dari morbiditas di pelayanan kesehatan primer dan
menghasilkan ketidakmampuan yang cukup bermakna. Definisi kemiskinan
bervariasi tergantung pada sistem sosial, budaya dan politik di daerah tertentu
dan sesuai kepada pengguna data. Definisi orang miskin mengungkapkan
bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena sosial multidimensi. Dari
perspektif epidemiologi, kemiskinan berarti status sosial ekonomi rendah
(diukur dengan kelas sosial atau pendapatan), pengangguran dan tingkat
pendidikan yang rendah. Kemiskinan mungkin akan berhubungan dengan
malnutrisi, kurangnya akses ke air bersih, hidup di lingkungan tercemar,
perumahan tidak memadai, kecelakaan sering dan faktor risiko lain yang terkait
dengan kesehatan fisik yang buruk. Ada bukti menunjukkan komorbiditas
antara penyakit fisik dan gangguan mental yang umum, dan asosiasi ini
sebagian dapat menjelaskan hubungan antara kemiskinan dan gangguan
mental. Masalah kesehatan mental dan fisik menyebabkan peningkatan biaya
perawatan kesehatan dan memburuknya kemiskinan.
Penyelidikan epidemiologis di negara-negara berkembang banyak
menghubungkan tingginya tingkat gangguan mental dengan faktor-faktor
seperti diskriminasi, pengangguran dan hidup melalui periode perubahan sosial
yang cepat dan tak terduga. Penyidik di India yang baru-baru ini dilakukan
sebuah studi komunitas gangguan mental di daerah pedesaan, 20 tahun
8
Universitas Sumatera Utara
setelah penelitian serupa di daerah yang sama, menemukan bahwa tingkat
keseluruhan gangguan mental tidak berubah. Namun, tingkat kategori
diagnostik tertentu telah berubah sehingga tingkat depresi meningkat dari 4,9%
menjadi 7.3% (P<0.01), yang disebabkan oleh efek dari perubahan gaya hidup.
Di Cina, peneliti menyarankan bahwa perubahan sosial (termasuk
meningkatnya prevalensi kerugian ekonomi utama bagi individu, peningkatan
biaya perawatan kesehatan, melemahnya ikatan keluarga, migrasi ke daerah
perkotaan untuk sementara atau kerja musiman, dan ketidaksetaraan
pendapatan) diduga menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri, sebagian
karena pengaruhnya pada tingkat peningkatan gangguan depresi yang
sebagian besar tidak diobati.
d. Hubungan tempat tinggal dengan terjadinya gangguan mental
emosional
8
Sebuah studi pada orang dewasa muda di daerah urbanisasi baru
(Khartoum, Sudan) menemukan bahwa gejala gangguan mental umum lebih
banyak terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan. Faktor risikonya
adalah kesepian, ekspresi dari pengusiran, isolasi dan kurangnya dukungan
sosial yang terjadi ketika penduduk pedesaan bermigrasi dari keluarga dan
saudara-saudara mereka. Ada bukti bahwa faktor-faktor sosial, khususnya
peristiwa yang mengancam jiwa, kekerasan dan kurangnya dukungan sosial,
memainkan penting dalam etiologi gangguan mental yang umum.
8
Universitas Sumatera Utara
2.2. Skizofrenia suatu gangguan mental yang paling berat
Skizofrenia menimbulkan disfungsi sosial dan pekerjaan. Sejak awitan
penyakit, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal dan perawatan diri secara bermakna berada di bawah tingkat
yang sebelumnya dapat diraih, atau apabila awitan pada usia anak dan remaja,
kegagalan untuk meraih tingkat yang diharapkan dari prestasi akademik,
interpersonal ataupun pekerjaan.
14
2.2.1. Kriteria diagnostik
Kriteria diagnosis untuk skizofenia berdasarkan Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder-Fourth Edition- Text Revision (DSM-IV-
TR) adalah sebagai berikut :
a. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan
untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang
jika diobati dengan berhasil):
15,16
1. Waham
2. Halusinasi
3. Bicara terdisorganisasi (kacau) (misalnya sering menyimpang atau
inkoheren)
4. Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik yang jelas
5. Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan
(avolition)
Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham
adalah bizarre (aneh) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-
Universitas Sumatera Utara
menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih
suara yang saling bercakap satu sama lain.
b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak
onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan
interpersonal, atau perawatan pribadi, adalah jelas dibawah tingkat yang
dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,
kegagalan untuk mencapai tingkat pecapaian interpersonal, akademik, atau
pekerjaan yang diharapkan).
c. Durasi : Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6
bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau
kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala
fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual.
Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin
dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya,
keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).
d. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood : Gangguan
skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan
karena : (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang
telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif ; atau (2) jika episode
mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif
singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.
e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum : Gangguan tidak disebabkan
oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang
disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Universitas Sumatera Utara
f. Hubungan dengan gangguan perkembangn pervasif : Jika terdapat riwayat
adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,
diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi
yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang
jika diobati secara berhasil)
2.2.2. Dampak terhadap keluarga
Anggota keluarga dari penderita skizofrenia mengalami banyak stres
setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi prioritas. Anggota keluarga selalu
khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga orang yang mereka cintai
agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir tentang keuangan
mereka karena mereka mungkin membiayai rumah sakit atau biaya
pengobatan yang tinggi. Keluarga dari pasien skizofrenia selalu waspada untuk
setiap perubahan dalam perilaku pasien. Karena terbebani dengan khawatir
tentang orang yang dicintai, anggota keluarga pasien skizofrenia dapat
mengabaikan kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas.
Dalam rangka untuk mencegah pengasuh yang "kelelahan," maka penting
bahwa anggota keluarga menemukan dukungan untuk mereka sendiri.4
Keluarga dari pasien skizofrenia mengalami pengalaman negatif oleh
efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam masyarakat kita,
penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai tanda kelemahan.
Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan oleh pengasuhan anak
yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga. Lainnya berpikir bahwa sakit
mental hanya perlu untuk "mendapatkan lebih" dan melanjutkan hidup mereka.
Ini dapat sangat sulit bagi seseorang yang peduli pada penderita skizofrenia
Universitas Sumatera Utara
yang dicintai. Penyakit mental berbeda dari penyakit fisik. Ketika anda melihat
orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan menawarkan untuk membantu
mereka dengan membuka pintu atau membawa belanjaan mereka. Anda
berasumsi bahwa penyakit mereka bukan karena kesalahan mereka. Penyakit
mental, terutama skizofrenia, biasanya hanya menjadi jelas bagi orang lain
karena seseorang bertindak "ganjil". Bukannya mencoba untuk membantu,
kebanyakan orang malah menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan
skizofrenia. Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan
dibuat merasa bersalah dan sendirian.
Untuk menghindari kewalahan dengan tanggung jawab dari merawat
seseorang dengan skizofrenia, pengasuh mendesak untuk bergabung dengan
kelompok pendukung. Sebuah kelompok pendukung menyediakan forum untuk
anggota keluarga untuk berbagi perasaan mereka tentang memiliki seorang
keluarga penderita skizofrenia. Selain itu, pengasuh didorong untuk
mendapatkan waktu pribadi jauh dari keluarga mereka. Latihan, kunjungan rutin
keluar dari rumah, dan bahkan berpergian pada akhir pekan dapat memberikan
hiburan yang baik dari stres karena berurusan dengan seseorang dengan
penyakit mental. Ironisnya, merawat seorang keluarga penderita skizofrenia
dapat meningkatkan kemungkinan seorang pengasuh akan mengembangkan
gejala penyakit mental. Depresi, kecemasan, penyalahgunaan alkohol dan obat
adalah biasa untuk orang yang merawat keluarga dengan skizofrenia.
4
4
Universitas Sumatera Utara
2. 3. Self Reporting Questionnaire (SRQ)
2.3.1. Latar belakang
Peneliti menunjukan gangguan mental umum terjadi diantara pasien
medis umum tapi sering tidak teridentifikasi, tidak diobati dan tidak dirujuk.
Diperkirakan setidaknya 500 juta orang di dunia menderita gangguan mental,
dan hanya sedikit yang mendapat penanganan yang baik. Pada banyak negara
berkembang, hanya sedikit terdapat tenaga terlatih dan dokter spesialis psikiatri
terbatas pada kota-kota besar.
2.3.2. Sejarah
4
Pada mulanya, SRQ terdiri dari 25 pertanyaan, 20 pertanyaan berhubungan
dengan gejala-gejala neurotik, 4 pertanyaan mengenai gejala-gejala psikotik
dan satu pertanyaan mengenai “serangan tiba-tiba”, ini disebut SRQ-25. Pada
SRQ-20 hanya terdapat butir-butir neurotik, alasannya adalah sebagai berikut:
a. Beberapa pasien dengan psikosis fungsional datang dengan sendirinya
ke fasilitas kesehatan primer untuk meminta bantuan;
4
b. Untuk menggapai pasien psikotik biasanya membutuhkan pencarian
kasus yang lebih aktif oleh tenaga kesehatan primer dalam masyarakat;
c. Kebutuhan untuk “butir psikotik” untuk mendeteksi psikosis diragukan
(sering, pasien mudah untuk dikenali sedang mengalami gangguan
psikotik, dan pada hampir semua keadaan, pasien psikotik tidak sadar
dengan kondisinya, karenanya menggunakan kuesioner mungin tidak
tepat);
d. Perlengkapan psikometrik dari kuesioner ini (sensitifitas dan
spesifisitasnya) belum dinilai.
Universitas Sumatera Utara
Self Reporting Questionnaire telah dikembangkan oleh WHO sebagai suatu
alat yang dirancang untuk menyaring gangguan psikiatri pada pusat pelayanan
kesehatan primer, terutama untuk negara berkembang. Penggunaaan SRQ
sebagai alat penyaring atau lebih tepatnya sebagai alat pencari kasus, tidak
terbatas pada pusat pelayanan kesehatan primer. Penggunaan SRQ bervariasi
dari penelitian pada orang lanjut usia di Afrika Selatan ke penelitian pada
keluarga penderita skizofrenia di klinik psikiatri di Malaisya.
Selain dalam bahasa Inggris, SRQ juga digunakan dalam bahasa Afrika,
bahasa Arab, bahasa Malaisya, bahasa Bengali, bahasa Filipina, bahasa
Perancis, bahasa Hindi, bahasa Italia, bahasa Portugis, bahasa Somali, bahasa
Spanyol dan lain-lain.
4
4
2.3.3. Skoring
Self Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan yang harus
dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Ini bisa diisi sendiri atau dilakukan dengan
wawancara kepada responden. Berbagai pertanyaan tambahan telah
digunakan dengan SRQ-20, untuk menyaring gangguan psikotik dan
penyalahgunaan zat.4
Masing-masing dari 20 butir diberi skor 0 atau 1. Skor 1 menyatakan
bahwa gejala-gejala itu ada dalam sebulan terakhir, skor 0 menyatakan gejala
tersebut tidak ada. Skor maksimum adalah 20 Pada Self Reporting
Questionnaire (SRQ) mengandung butir pertanyaan mengenai gejala yang
lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6,
9,10, 14, 15, 16, 17; gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3, 4, 5; gejala
Universitas Sumatera Utara
somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13
dan gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20.
SRQ-20 merupakan suatu alat dengan 20 pertanyaan yang menanyakan
kepada responden tentang gejala-gejala dan masalah-masalah yang sering
muncul pada orang-orang dengan gangguan neurosis. Hasil dari semua
penelitian yang tersedia menggunakan SRQ-20 sejak tahun 1994. Selanjutnya,
para peneliti yang berencana untuk membuat penelitian menggunakan alat
penyaring gangguan mental mereka cendrung untuk tertarik untuk
menggunakan alat psikometrik. Sejak SRQ adalah alat yang telah terbukti
validitas dan reabilitasnya, ini menjadi bernilai bagi mereka.
4
4
2.3.4. Validitas
Uji validitas menunjukan seberapa baik suatu tes mengukur apa yang
ingin diukur. SRQ telah diuji untuk validitasnya pada rangkaian penelitian
antara tahun 1978 sampai dengan 1993. Aspek-aspek validitasnya antara lain:
1. Face validity (validitas muka)
4
2. Content validity (validitas isi)
3. Criterion validity (validitas ukuran/ kriteria)
4. Construct validity (validitas konsep)
2.3.5. Sensitivitas dan spesifisitas
Pendekatan yang umum untuk mengukur validitas ukuran pada alat uji
klinis adalah penggunaan indeks validitas seperti sensitivitas dan spesifisitas.
Dari beberapa penelitian sensitivitas SRQ berkisar antara 62.9% sampai 90%
sedangkan spesifisitas berkisar antara 44% sampai 95%. Beranekaragamnya
Universitas Sumatera Utara
indeks validitas ini menggaris-bawahi fakta bahwa alat skrining ini butuh untuk
divalidasi pada berbagai tempat dengan populasi yang berbeda.
Tabel 1.1. Pertanyaan Self Reporting Questionnaire (SRQ)
4
Dikutip dari:
World Health Organization. User guides to the self reporting
questionnaire (SRQ). Geneva: WHO Division of mental health; 1994
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka konseptual
Pasien skizofrenik
Ibu dari pasien skizofrenik
Faktor sosiodemografik
- Usia
- Status perkawinan
- Tingkat pendidikan
- Status pekerjaan
- Tempat tinggal
- Status sosioekonomi
Gejala gangguan mental emosional
• gejala somatik
• gejala depresi
• gejala ansietas
• gejala kognitif
• gejala penurunan energi
Gangguan mental emosional
Universitas Sumatera Utara