bab 2. tinjauan pustaka -...

16
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami kecemasan atau depresi yang mempengaruhi respons mereka terhadap penyakit fisik. Individu dengan penyakit mental dapat mengembangkan gejala-gejala fisik dan penyakit, seperti penurunan berat badan dan ketidakseimbangan biokimia darah yang terkait dengan gangguan makan. Perasaan, sikap dan pola pikir sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap kesehatan fisik atau penyakit, dan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan efektivitas pengobatan. 6 2.1. Gangguan mental emosional 2.1.1. Definisi Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional. 6 Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi. Dalam Universitas Sumatera Utara

Upload: dinhcong

Post on 31-Jan-2018

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik

dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu

dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami kecemasan atau depresi

yang mempengaruhi respons mereka terhadap penyakit fisik. Individu dengan

penyakit mental dapat mengembangkan gejala-gejala fisik dan penyakit, seperti

penurunan berat badan dan ketidakseimbangan biokimia darah yang terkait

dengan gangguan makan. Perasaan, sikap dan pola pikir sangat

mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap kesehatan fisik atau penyakit,

dan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan efektivitas pengobatan.

6

2.1. Gangguan mental emosional

2.1.1. Definisi

Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang

mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat

berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu

dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain

gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.6

Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku

atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang

bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala

gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis

gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi. Dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

perjalanan seumur hidup, setiap individu mengalami perasaan isolasi,

kesepian, tekanan emosional atau pemutusan. Ini biasanya normal, reaksi

jangka pendek terhadap situasi sulit, daripada gejala penyakit mental. Orang

belajar untuk mengatasi perasaan sulit hanya saat mereka belajar untuk

mengatasi situasi sulit. Pada beberapa kasus, durasi dan intensitas perasaan

menyakitkan atau pola membingungkan dari pikiran dapat serius mengganggu

kehidupan sehari-hari.

7

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut

World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data

gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan

diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-

negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Prevalensi gangguan mental di

negara Amerika Serikat (6%-9%), Brazil (22.7%), Chili (26.7%), Pakistan

(28.8%) sedangkan di Indonesia hasil laporan Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa

penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia

yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar 11.6%.

Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok

tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan

semua masyarakat. Sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental

menurut perkiraan WHO diberikan dalam Laporan Kesehatan Dunia 2001. Satu

dari empat orang akan mengembangkan satu atau lebih gangguan mental atau

perilaku selama hidup mereka. Gangguan mental dan perilaku terjadi pada

8

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

setiap titik waktu pada sekitar 10% dari populasi orang dewasa di seluruh

dunia. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah

perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki

gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka

ini adalah satu dari lima. Gangguan neurologis dan mental terhitung 13% dari

keseluruhan Disability Adjusted Life Years (DALYs) dikarenakan semua

penyakit dan cedera di dunia. Lima dari sepuluh penyebab utama kecacatan di

seluruh dunia adalah kondisi kejiwaan, termasuk depresi, penggunaan alkohol,

skizofrenia dan kompulsif. Proyeksi memperkirakan pada tahun 2020 gangguan

neuropsikiatri akan mencapai 15% dari kecacatan di seluruh dunia, dengan

depresi unipolar sendiri terhitung 5.7% dari DALYs.

2.1.3. Gejala-gejala

9

Gangguan mental yang paling umum adalah gangguan ansietas dan

depresi. Dimana seseorang mengalami perasaan ketegangan, ketakutan, atau

kesedihan yang kuat dalam waktu bersamaan, gangguan mental timbul ketika

perasaan ini menjadi begitu mengganggu dan luar biasa, bahwa seseorang

memiliki kesulitan besar mengatasinya pada kegiatan hari-hari, seperti bekerja,

menikmati waktu luang, dan mempertahankan hubungan.10 Diantara gejala-

gejala gangguan mental antara lain: perubahan suasana hati (mood), depresi,

kesedihan, pikiran bunuh diri, mudah marah, ansietas, panik, gangguan tidur,

stres, trauma, perilaku menghindar, kebingungan, kompulsif (tekanan),

gangguan selera makan, perilaku antisosial, penyangkalan, kelelahan,

ketakutan, kebohongan, gangguan seksual, preokupasi seksual, kesulitan

bicara, nyeri dan keluhan fisik, hiperaktivitas, kecemburuan, gangguan

kepercayaan diri, gangguan memori, paranoid, psikosis, halusinasi, keanehan,

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

preokupasi terhadap agama, obsesi, mania, euforia, impulsif, histerionik,

gangguan belajar, gangguan pencitraan tubuh, pemisahan diri dan lain-

lain.

Orang yang menderita salah satu dari gangguan mental yang berat

bermanifestasi dengan berbagai gejala yang dapat mencakup kecemasan yang

tidak beralasan, gangguan pikiran dan persepsi, disregulasi suasana hati, dan

disfungsi kognitif. Banyak dari gejala ini mungkin relatif spesifik untuk diagnosis

tertentu atau pengaruh budaya. Misalnya, gangguan pikiran dan persepsi

(psikosis) yang paling sering dikaitkan dengan skizofrenia. Demikian pula,

gangguan berat dalam ekspresi mempengaruhi dan regulasi suasana hati yang

paling sering terlihat dalam depresi dan gangguan bipolar. Namun, tidak jarang

untuk melihat gejala psikotik pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan

mood atau suasana hati untuk melihat gejala yang berhubungan pada pasien

yang didiagnosis dengan skizofrenia. Gejala yang terkait dengan suasana hati,

kecemasan, proses berpikir, atau kognisi dapat terjadi pada setiap pasien

selama perjalanan penyakitnya.

11,12,13

13

2.1.4. Hubungan dengan faktor sosiodemografik

a. Hubungan jenis kelamin dengan gangguan mental emosional

Terlepas dari kemungkinan peran faktor biologis, yang mungkin

menjelaskan mengapa ada perbedaan seks konsisten pada risiko untuk

terjadinya gangguan mental yang umum dalam semua masyarakat, adalah

masuk akal bahwa jender (faktor tekanan yang cukup besar yang dihadapi oleh

perempuan) mungkin juga memainkan peran. Dalam masyarakat negara

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

berkembang, perempuan menanggung beban dari kemalangan yang terkait

dengan kemiskinan: sedikit akses ke sekolah, kekerasan fisik dari suami,

pernikahan paksa, perdagangan seksual, kesempatan kerja lebih sedikit dan,

dalam beberapa masyarakat, keterbatasan partisipasi mereka dalam kegiatan

di luar rumah.

b. Hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya gangguan mental

emosional

8

Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan faktor risiko yang

konsisten untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga

menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan risiko terjadinya

gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan faktor,

karena pendidikan dasar terjadi di anak usia dini ketika gangguan mental yang

tidak umum terjadi. Hubungan antara tingkat pendidikan rendah dan gangguan

mental mungkin dikacaukan atau dijelaskan oleh sejumlah jalur: ini termasuk

status gizi buruk yang mana dapat merusak perkembangan intelektual, yang

mengarah ke tingkat pendidikan yang buruk dan buruknya perkembangan

psikososial. Risiko yang berhubungan dengan penghasilan rendah untuk

gangguan mental pada usia anak merupakan faktor terkuat untuk gangguan

perilaku, ini adalah terkait dengan kegagalan sekolah dan gangguan mental

yang umum di masa dewasa. Konsekuensi sosial dari pendidikan yang buruk

adalah jelas yaitu kurangnya pendidikan merupakan berkurang kesempatan.

c. Hubungan antara sosioekonomi dengan terjadinya gangguan mental

8

Banyak bukti-bukti dari negara-negara industri menunjukkan hubungan

antara kemiskinan dan risiko untuk gangguan mental yang umum. Gangguan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

mental yang umum adalah depresi dan kecemasan, gangguan yang

diklasifikasikan dalam International Classification of Disease- Tenth edition

(ICD-10) sebagai: "neurotik, stres-terkait dan gangguan somatoform "dan"

gangguan mood ". Pentingnya kesehatan masyarakat dari gangguan mental

dan perilaku yang ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka salah satu penyebab

paling penting dari morbiditas di pelayanan kesehatan primer dan

menghasilkan ketidakmampuan yang cukup bermakna. Definisi kemiskinan

bervariasi tergantung pada sistem sosial, budaya dan politik di daerah tertentu

dan sesuai kepada pengguna data. Definisi orang miskin mengungkapkan

bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena sosial multidimensi. Dari

perspektif epidemiologi, kemiskinan berarti status sosial ekonomi rendah

(diukur dengan kelas sosial atau pendapatan), pengangguran dan tingkat

pendidikan yang rendah. Kemiskinan mungkin akan berhubungan dengan

malnutrisi, kurangnya akses ke air bersih, hidup di lingkungan tercemar,

perumahan tidak memadai, kecelakaan sering dan faktor risiko lain yang terkait

dengan kesehatan fisik yang buruk. Ada bukti menunjukkan komorbiditas

antara penyakit fisik dan gangguan mental yang umum, dan asosiasi ini

sebagian dapat menjelaskan hubungan antara kemiskinan dan gangguan

mental. Masalah kesehatan mental dan fisik menyebabkan peningkatan biaya

perawatan kesehatan dan memburuknya kemiskinan.

Penyelidikan epidemiologis di negara-negara berkembang banyak

menghubungkan tingginya tingkat gangguan mental dengan faktor-faktor

seperti diskriminasi, pengangguran dan hidup melalui periode perubahan sosial

yang cepat dan tak terduga. Penyidik di India yang baru-baru ini dilakukan

sebuah studi komunitas gangguan mental di daerah pedesaan, 20 tahun

8

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

setelah penelitian serupa di daerah yang sama, menemukan bahwa tingkat

keseluruhan gangguan mental tidak berubah. Namun, tingkat kategori

diagnostik tertentu telah berubah sehingga tingkat depresi meningkat dari 4,9%

menjadi 7.3% (P<0.01), yang disebabkan oleh efek dari perubahan gaya hidup.

Di Cina, peneliti menyarankan bahwa perubahan sosial (termasuk

meningkatnya prevalensi kerugian ekonomi utama bagi individu, peningkatan

biaya perawatan kesehatan, melemahnya ikatan keluarga, migrasi ke daerah

perkotaan untuk sementara atau kerja musiman, dan ketidaksetaraan

pendapatan) diduga menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri, sebagian

karena pengaruhnya pada tingkat peningkatan gangguan depresi yang

sebagian besar tidak diobati.

d. Hubungan tempat tinggal dengan terjadinya gangguan mental

emosional

8

Sebuah studi pada orang dewasa muda di daerah urbanisasi baru

(Khartoum, Sudan) menemukan bahwa gejala gangguan mental umum lebih

banyak terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan. Faktor risikonya

adalah kesepian, ekspresi dari pengusiran, isolasi dan kurangnya dukungan

sosial yang terjadi ketika penduduk pedesaan bermigrasi dari keluarga dan

saudara-saudara mereka. Ada bukti bahwa faktor-faktor sosial, khususnya

peristiwa yang mengancam jiwa, kekerasan dan kurangnya dukungan sosial,

memainkan penting dalam etiologi gangguan mental yang umum.

8

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

2.2. Skizofrenia suatu gangguan mental yang paling berat

Skizofrenia menimbulkan disfungsi sosial dan pekerjaan. Sejak awitan

penyakit, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal dan perawatan diri secara bermakna berada di bawah tingkat

yang sebelumnya dapat diraih, atau apabila awitan pada usia anak dan remaja,

kegagalan untuk meraih tingkat yang diharapkan dari prestasi akademik,

interpersonal ataupun pekerjaan.

14

2.2.1. Kriteria diagnostik

Kriteria diagnosis untuk skizofenia berdasarkan Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder-Fourth Edition- Text Revision (DSM-IV-

TR) adalah sebagai berikut :

a. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan

untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang

jika diobati dengan berhasil):

15,16

1. Waham

2. Halusinasi

3. Bicara terdisorganisasi (kacau) (misalnya sering menyimpang atau

inkoheren)

4. Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik yang jelas

5. Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan

(avolition)

Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham

adalah bizarre (aneh) atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih

suara yang saling bercakap satu sama lain.

b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak

onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan pribadi, adalah jelas dibawah tingkat yang

dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja,

kegagalan untuk mencapai tingkat pecapaian interpersonal, akademik, atau

pekerjaan yang diharapkan).

c. Durasi : Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6

bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau

kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala

fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual.

Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin

dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang

dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya,

keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

d. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood : Gangguan

skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan

karena : (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang

telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif ; atau (2) jika episode

mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif

singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum : Gangguan tidak disebabkan

oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang

disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

f. Hubungan dengan gangguan perkembangn pervasif : Jika terdapat riwayat

adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya,

diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi

yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang

jika diobati secara berhasil)

2.2.2. Dampak terhadap keluarga

Anggota keluarga dari penderita skizofrenia mengalami banyak stres

setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi prioritas. Anggota keluarga selalu

khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga orang yang mereka cintai

agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir tentang keuangan

mereka karena mereka mungkin membiayai rumah sakit atau biaya

pengobatan yang tinggi. Keluarga dari pasien skizofrenia selalu waspada untuk

setiap perubahan dalam perilaku pasien. Karena terbebani dengan khawatir

tentang orang yang dicintai, anggota keluarga pasien skizofrenia dapat

mengabaikan kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas.

Dalam rangka untuk mencegah pengasuh yang "kelelahan," maka penting

bahwa anggota keluarga menemukan dukungan untuk mereka sendiri.4

Keluarga dari pasien skizofrenia mengalami pengalaman negatif oleh

efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam masyarakat kita,

penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai tanda kelemahan.

Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan oleh pengasuhan anak

yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga. Lainnya berpikir bahwa sakit

mental hanya perlu untuk "mendapatkan lebih" dan melanjutkan hidup mereka.

Ini dapat sangat sulit bagi seseorang yang peduli pada penderita skizofrenia

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

yang dicintai. Penyakit mental berbeda dari penyakit fisik. Ketika anda melihat

orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan menawarkan untuk membantu

mereka dengan membuka pintu atau membawa belanjaan mereka. Anda

berasumsi bahwa penyakit mereka bukan karena kesalahan mereka. Penyakit

mental, terutama skizofrenia, biasanya hanya menjadi jelas bagi orang lain

karena seseorang bertindak "ganjil". Bukannya mencoba untuk membantu,

kebanyakan orang malah menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan

skizofrenia. Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan

dibuat merasa bersalah dan sendirian.

Untuk menghindari kewalahan dengan tanggung jawab dari merawat

seseorang dengan skizofrenia, pengasuh mendesak untuk bergabung dengan

kelompok pendukung. Sebuah kelompok pendukung menyediakan forum untuk

anggota keluarga untuk berbagi perasaan mereka tentang memiliki seorang

keluarga penderita skizofrenia. Selain itu, pengasuh didorong untuk

mendapatkan waktu pribadi jauh dari keluarga mereka. Latihan, kunjungan rutin

keluar dari rumah, dan bahkan berpergian pada akhir pekan dapat memberikan

hiburan yang baik dari stres karena berurusan dengan seseorang dengan

penyakit mental. Ironisnya, merawat seorang keluarga penderita skizofrenia

dapat meningkatkan kemungkinan seorang pengasuh akan mengembangkan

gejala penyakit mental. Depresi, kecemasan, penyalahgunaan alkohol dan obat

adalah biasa untuk orang yang merawat keluarga dengan skizofrenia.

4

4

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

2. 3. Self Reporting Questionnaire (SRQ)

2.3.1. Latar belakang

Peneliti menunjukan gangguan mental umum terjadi diantara pasien

medis umum tapi sering tidak teridentifikasi, tidak diobati dan tidak dirujuk.

Diperkirakan setidaknya 500 juta orang di dunia menderita gangguan mental,

dan hanya sedikit yang mendapat penanganan yang baik. Pada banyak negara

berkembang, hanya sedikit terdapat tenaga terlatih dan dokter spesialis psikiatri

terbatas pada kota-kota besar.

2.3.2. Sejarah

4

Pada mulanya, SRQ terdiri dari 25 pertanyaan, 20 pertanyaan berhubungan

dengan gejala-gejala neurotik, 4 pertanyaan mengenai gejala-gejala psikotik

dan satu pertanyaan mengenai “serangan tiba-tiba”, ini disebut SRQ-25. Pada

SRQ-20 hanya terdapat butir-butir neurotik, alasannya adalah sebagai berikut:

a. Beberapa pasien dengan psikosis fungsional datang dengan sendirinya

ke fasilitas kesehatan primer untuk meminta bantuan;

4

b. Untuk menggapai pasien psikotik biasanya membutuhkan pencarian

kasus yang lebih aktif oleh tenaga kesehatan primer dalam masyarakat;

c. Kebutuhan untuk “butir psikotik” untuk mendeteksi psikosis diragukan

(sering, pasien mudah untuk dikenali sedang mengalami gangguan

psikotik, dan pada hampir semua keadaan, pasien psikotik tidak sadar

dengan kondisinya, karenanya menggunakan kuesioner mungin tidak

tepat);

d. Perlengkapan psikometrik dari kuesioner ini (sensitifitas dan

spesifisitasnya) belum dinilai.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

Self Reporting Questionnaire telah dikembangkan oleh WHO sebagai suatu

alat yang dirancang untuk menyaring gangguan psikiatri pada pusat pelayanan

kesehatan primer, terutama untuk negara berkembang. Penggunaaan SRQ

sebagai alat penyaring atau lebih tepatnya sebagai alat pencari kasus, tidak

terbatas pada pusat pelayanan kesehatan primer. Penggunaan SRQ bervariasi

dari penelitian pada orang lanjut usia di Afrika Selatan ke penelitian pada

keluarga penderita skizofrenia di klinik psikiatri di Malaisya.

Selain dalam bahasa Inggris, SRQ juga digunakan dalam bahasa Afrika,

bahasa Arab, bahasa Malaisya, bahasa Bengali, bahasa Filipina, bahasa

Perancis, bahasa Hindi, bahasa Italia, bahasa Portugis, bahasa Somali, bahasa

Spanyol dan lain-lain.

4

4

2.3.3. Skoring

Self Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan yang harus

dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Ini bisa diisi sendiri atau dilakukan dengan

wawancara kepada responden. Berbagai pertanyaan tambahan telah

digunakan dengan SRQ-20, untuk menyaring gangguan psikotik dan

penyalahgunaan zat.4

Masing-masing dari 20 butir diberi skor 0 atau 1. Skor 1 menyatakan

bahwa gejala-gejala itu ada dalam sebulan terakhir, skor 0 menyatakan gejala

tersebut tidak ada. Skor maksimum adalah 20 Pada Self Reporting

Questionnaire (SRQ) mengandung butir pertanyaan mengenai gejala yang

lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6,

9,10, 14, 15, 16, 17; gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3, 4, 5; gejala

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13

dan gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20.

SRQ-20 merupakan suatu alat dengan 20 pertanyaan yang menanyakan

kepada responden tentang gejala-gejala dan masalah-masalah yang sering

muncul pada orang-orang dengan gangguan neurosis. Hasil dari semua

penelitian yang tersedia menggunakan SRQ-20 sejak tahun 1994. Selanjutnya,

para peneliti yang berencana untuk membuat penelitian menggunakan alat

penyaring gangguan mental mereka cendrung untuk tertarik untuk

menggunakan alat psikometrik. Sejak SRQ adalah alat yang telah terbukti

validitas dan reabilitasnya, ini menjadi bernilai bagi mereka.

4

4

2.3.4. Validitas

Uji validitas menunjukan seberapa baik suatu tes mengukur apa yang

ingin diukur. SRQ telah diuji untuk validitasnya pada rangkaian penelitian

antara tahun 1978 sampai dengan 1993. Aspek-aspek validitasnya antara lain:

1. Face validity (validitas muka)

4

2. Content validity (validitas isi)

3. Criterion validity (validitas ukuran/ kriteria)

4. Construct validity (validitas konsep)

2.3.5. Sensitivitas dan spesifisitas

Pendekatan yang umum untuk mengukur validitas ukuran pada alat uji

klinis adalah penggunaan indeks validitas seperti sensitivitas dan spesifisitas.

Dari beberapa penelitian sensitivitas SRQ berkisar antara 62.9% sampai 90%

sedangkan spesifisitas berkisar antara 44% sampai 95%. Beranekaragamnya

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

indeks validitas ini menggaris-bawahi fakta bahwa alat skrining ini butuh untuk

divalidasi pada berbagai tempat dengan populasi yang berbeda.

Tabel 1.1. Pertanyaan Self Reporting Questionnaire (SRQ)

4

Dikutip dari:

World Health Organization. User guides to the self reporting

questionnaire (SRQ). Geneva: WHO Division of mental health; 1994

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31461/4/Chapter II.pdf · gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan

2.4. Kerangka konseptual

Pasien skizofrenik

Ibu dari pasien skizofrenik

Faktor sosiodemografik

- Usia

- Status perkawinan

- Tingkat pendidikan

- Status pekerjaan

- Tempat tinggal

- Status sosioekonomi

Gejala gangguan mental emosional

• gejala somatik

• gejala depresi

• gejala ansietas

• gejala kognitif

• gejala penurunan energi

Gangguan mental emosional

Universitas Sumatera Utara