ii.1. penelitian terdahulu -...

26
20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Penelitian Terdahulu Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet). Penelitian mengenai motivasi dan kepuasan kerja yang dilakukan peneliti terdahulu antara lain: Listiyanto dan Setiaji (2007), Ma’rifah (2005) dan Damayanti (2006). Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja dan sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan motivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.

Upload: dangtruc

Post on 26-Feb-2018

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Penelitian Terdahulu

Penggalian dari wacana penelitian terdahulu dilakukan sebagai upaya

memperjelas tentang variabel-variabel dalam penelitian ini, sekaligus untuk

membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Umumnya kajian yang

dilakukan oleh peneliti-peneliti dari kalangan akademis dan telah

mempublikasikannya pada beberapa jurnal cetakan dan jurnal online (internet).

Penelitian mengenai motivasi dan kepuasan kerja yang dilakukan peneliti terdahulu

antara lain: Listiyanto dan Setiaji (2007), Ma’rifah (2005) dan Damayanti (2006).

Listiyanto dan Setiaji (2007) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh

Motivasi, Kepuasan, dan Disiplin Kerja Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Kasus di

Lingkungan Pegawai Kantor PDAM Kota Surakarta). Kesamaan dalam penelitian

tersebut adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan

kuesioner sebagai alat pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier

berganda. Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3

(satu) yaitu motivasi, kepuasan kerja dan disiplin kerja dan sedangkan dalam

penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja dan motivasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel motivasi, kepuasan kerja, dan variabel

disiplin kerja terbukti mempunyai pengaruh positif dan signifikan.

37

Ma’rifah (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Motivasi

Kerja Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Pekerja Sosial Pada Unit Pelaksana

Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah

dalam metode penelitian dilakukan dengan metode sensus dan kuesioner sebagai alat

pengumpulan data utama dengan model analisis regresi linier berganda. Sedangkan

perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 2 (dua) yaitu motivasi kerja

dan budaya organisasi sedangkan dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah

motivasi dan kepuasan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja dan

budaya organisasi secara bersama-sama (serempak) berpengaruh signifikan terhadap

kinerja pekerja sosial. Variabel yang paling dominan mempengaruhi kinerja pekerja

sosial adalah budaya organisasi data menunjukkan hubungan positif (searah) antara

budaya organisasi dengan kinerja pekerja sosial.

Damayanti (2006) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Faktor-Faktor

Motivasi Terhadap Kinerja Pegawai (Studi Pada PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa

Timur Area Pelayanan dan Jaringan Malang). Kesamaan dalam penelitian tersebut

adalah dalam metode penelitian dilakukan dengan metode survey dan kuesioner

sebagai alat pengumpulan data, analisis data dengan regresi linier berganda.

Sedangkan perbedaannya adalah variabel bebas yang diteliti adalah 3 (satu) yaitu

karateristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja sedangkan

dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah motivasi dan kepuasan kerja. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa variabel bebas yang meliputi karakteristik individu,

karakteristik pekerjaan, dan karakteristik situasi kerja secara bersama-sama

38

berhubungan dan berpengaruh sangat kuat terhadap pegawai. Hal ini dapat dilihat

dari hasil sig F < 5% (0,000 < 0,05) yang artinya bahwa secara bersama-sama

variabel karakteristik individu (X1), karakteristik pekerjaan (X

2), dan karakteristik

situasi kerja (X3) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kinerja pegawai.

II.2. Teori Tentang Motivasi

II.2.1. Pengertian dan Tujuan Motivasi

Untuk memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar mereka

bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan

peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar manejer

mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar

mereka menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk

memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang

dihadapi. Untuk itu diperlukan keahlian manejer untuk memberikan motivasi kepada

bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan.

Manullang (2004) menyatakan bahwa, motivasi adalah memberikan daya

perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja

dengan segala daya dan upayanya.

Menurut McCormick dalam Mangkunegara (2000), motivasi kerja adalah

kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku

yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Sedangkan Nawawi (2003) menyatakan:

39

motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang

melakukan suatu perbuatan/kegiatan yang berlangsung secara sadar.

Dari defenisi di atas tersebut dapat dijelaskan bahwa pimpinan harus

mengetahui apa dan bagaimana yang harus dipenuhi (pemuas kebutuhan karyawan)

sehingga dapat menjadi daya pendorong bagi karyawan untuk berperilaku ke arah

tercapainya tujuan perusahaan.

Dalam pemberian motivasi seluruh perusahaan mempunyai kesamaan tujuan

untuk merangsang dan mendorong individu agar bekerja lebih giat, efisien dan efektif

dalam rangka mencapai tujuan perusahaan. Ada beberapa tujuan yang dapat diperoleh

dari pemberian motivasi menurut Hasibuan (2005) yaitu:

1) Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan

2) Meningkatkan prestasi kerja karyawan

3) Meningkatkan kedisiplinan karyawan

4) Mempertahankan kestabilan perusahaan

5) Mengefektifkan pengadaan karyawan

6) Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

7) Meningkatkan loyalitas, kreatifitas dan partisipasi

8) Meningkatkan tingkat kesejahteraan karyawan

9) Meningkatkan rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas

10) Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku

40

Dalam menyelaraskan hubungan antara pimpinan dengan bawahan dalam

suatu perusahaan perlu dipertimbangkan rasa keten-traman dan ketenangan yang

mendasar. Dengan adanya rasa tentram dan tenang ini, maka setiap karyawan akan

dapat mewujudkan hubungan kerja sama yang harmonis yang selanjutnya akan

mempengaruhi hasil kerja mereka.

Menurut Mengkunegara (2000) petunjuk penilaian untuk daftar pertanyaan

mengenai motivasi berprestasi yaitu: kerja keras, orientasi masa depan, tingkat cita-

cita yang tinggi, orientasi tugas/sasaran, usaha untuk maju, ketekunan, rekan kerja

yang dipilih dan pemanfaatan waktu.

Dalam hal pemberian motivasi ini pimpinan harus mampu melihat situasi

serta suasana kerja para karyawan pada saat bekerja, hal ini berguna untuk

memberikan motivasi pada saat kapan para karyawan diberikan motivasi, baik itu

motivasi positif maupun negatif. Secara garis besarnya, menurut Hasibuan (2005)

motivasi terdiri dari:

1) Motivasi positif (incentive positif), maksudnya manajer memotivasi

(merangsang) bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang

berprestasi. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan

meningkatkan karena umumnya manusia senang yang baik-baik saja.

41

2) Motivasi negatif (incentive negatif), maksudnya manajer memotivasi bawahan

dengan memberi hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik,

dengan motivasi negatif ini semangat bekerja bawahan dalam jangka waktu

pendek akan meningkat karena takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu

panjang dapat berakibat kurang baik.

Dalam prakteknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh suatu

perusahaan, Insentif (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian, penggunaan

harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja serta dapat meraih

prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah kapan motivasi positif

atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka panjang sedangkan motivasi negatif

sangat efektif untuk jangka pendek. Akan tetapi pimpinan harus konsisten dan adil

dalam menerapkannya.

II.2.2. Teori-Teori Motivasi

Teori-teori motivasi yang akan dikemukakan berikut ini merupakan hal

penting, karena teori motivasi ini dapat memudahkan bagi manajemen perusahaan

untuk dapat menggerakan, mendorong dalam melaksanakan tugas yang dibebankan

kepada para karyawan. Berikut ini penulis akan mengemukakan beberapa teori

motivasi yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya adalah sebagai berikut:

1). Teori Motivasi Klasik.

Teori motivasi Frederick Winslow Taylor dinamakan teori motivasi klasik,

Frederick Winslow memandang bahwa memotivasi para karyawan hanya dari

sudut pemenuhan kebutuhan biologis saja. Kebutuhan biologis tersebut dipenuhi

42

melalui gaji atau upah yang diberikan, baik uang ataupun barang, sebagai imbalan

dari prestasi yang telah diberikannya. Frederick Winslow dalam Hasibuan (2005)

menyatakan bahwa : “Konsep dasar teori ini adalah orang akan bekerja bilamana

ia giat, bilamana ia mendapat imbalan materi yang mempunyai kaitan dengan

tugas-tugasnya, manajer menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan

menggunakan sistem intensif untuk memotivasi para pekerja, semakin banyak

mereka berproduksi semakin besar penghasilan mereka.”

Sehingga dengan adanya teori ini, maka pimpinan perusahaan dituntut

untuk dapat menentukan bagaimana tugas dikerjakan dengan sistem intensif

untuk memotivasi para karyawannya, semakin banyak karyawan berproduksi,

maka semakin besar penghasilan mereka.

Pimpinan perusahaan mengetahui bahwa kemampuan karyawan tidak

sepenuhnya dikerahkan untuk melaksanakan pekerjaannya. Sehingga dengan

demikian karyawan hanya dapat dimotivasi dengan memberikan imbalan materi

dan jika balas jasanya ditingkatkan maka dengan sendirinya gairah bekerjanya

meningkat. Dengan demikian teori ini beranggapan bahwa jika gaji karyawan

ditingkatkan maka dengan sendirinya ia akan lebih bergairah bekerja.

2). Teori Motivasi Abraham Maslow

Abraham Maslow mengemukakan teori motivasi yang dinamakan

Maslow’s Needs Hierarchy Theory/A Theory of Human Motivation atau teori

Motivasi Hierarki kebutuhan Maslow. Teori Motivasi Abraham Maslow

mengemukakan bahwa teori hierarki kebutuhan mengikuti teori jamak, yakni

43

seseorang berprilaku dan bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi

berbagai macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan

seseorang itu berjenjang artinya, jika kebutuhan yang pertama telah terpenuhi,

kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan

seterusnya sampai tingkat kebutuhan kelima.

Dari pendapat di atas disimpulkan bahwa kebutuhan yang diinginkan

seseorang berjenjang, artinya bila ada kebutuhan yang pertama telah terpenuhi,

maka kebutuhan tingkat kedua akan menjadi utama, selanjutnya jika kebutuhan

tingkat kedua telah terpenuhi, maka muncul kebutuhan tingkat ketiga dan

seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima.

Hasibuan (2005) mengemukakan jenjang/hierarki kebutuhan menurut

Abraham Maslow, yakni :

a) Physiological needs (kebutuhan fisik dan biologis)

Kebutuhan untuk mempertahankan hidup, yang termasuk dalam kebutuhan

ini adalah kebutuhan akan makan, minum, dan sebagainya. Keinginan untuk

memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja

dengan giat.

44

b). Safety and security needs (kebutuhan keselamatan dan keamanan).

Kebutuhan tingkat kedua menurut Maslow adalah kebutuhan keselamatan.

Kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk.

c). Affiliation or Acceptance Needs (kebutuhan social)

Kebutuhan Sosial dibutuhkan karena merupakan alat untuk berinteraksi

social, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat

lingkungannya. Pada asarnya manusia normal tidak akan mau hidup

menyendiri seorang diri di tempat terpencil, ia selalu membutuhkan hidup

berkelompok.

d). Esteem or status needs (kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan

akan penghargaan dari karyawan dan masyarakat lingkungannya. Idealnya

prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian.

Akan tetapi perlu juga diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi

kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu

organisasi, semakin tinggi pula prestisenya. Prestasi dan status

dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai symbol status itu.

e). Self Actualization (aktualisasi diri )

Kebutuhan aktualisasi adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan

menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk

mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan/luar biasa.

Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara

penuh. Keinginan seseorang untuk mencapai kebutuhan sepenuhnya dapat berbeda

45

satu dengan yang lainnya. Pemenuhan kebutuhan ini dapat dilakukan oleh para

pimpinan perusahaan yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sangat penting untuk

memuaskan kebutuhan manusia, ini terlihat jelas pada perusahaan yang modern yang

selalu memperhatikan kebutuhan karyawannya. Bentuk lain dari pembahasan ini

adalah dengan memberikan perlindungan dan kesejahteraan para karyawannya.

3). Teori Motivasi Dari Frederick Herzberg

Frederick Herzberg seorang Profesor Ilmu Jiwa pada Universitas di

Cleveland, Ohio, mengemukakan teori motivasi dua factor atau Herzberg’s Two

Factors Motivation Theory atau sering juga disebut teori motivasi kesehatan

(factor Higienis)

Menurut Frederick Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) orang

menginginkan dua macam faktor kebutuhan yaitu:

a). Pertama, Kebutuhan akan kesehatan atau kebutuhan pemeliharaan

maintenance factors (faktor pemeliharaan). Faktor pemeliharaan berhubungan

dengan hakekat manusia yang ingin memperoleh ketentraman dan kesehatan

badaniah.

46

b). Kedua, faktor pemeliharaan menyangkut kebutuhan psikologis seseorang,

kebutuhan ini meliputi serangkaian kondisi intrinsik, kepuasan pekerjaan (job

content) yang apabila terdapat dalam pekerjaan akan menggerakkan tingkat

motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan pekerjaan dengan baik.

Dari teori ini dapat diambil kesimpulan bahwa dalam perencanaan

pekerjaan harus diusahakan sedemikian rupa, agar kedua faktor ini (faktor

pemeliharaan dan faktor psikologis) dapat dipenuhi supaya dapat membuat

para karyawan menjadi lebih bersemangat dalam bekerja.

Menurut Herzberg yang dikutip oleh Hasibuan (2005) ada tiga hal penting

yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan, antara lain sebagai berikut:

a). Hal-hal yang mendorong para karyawan adalah pekerjaan yang menantang

yang mencakup perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat

menikmati pekerjaan itu sendiri, dan adanya pengakuan atas semuanya.

b). Hal-hal yang mengecewakan karyawan adalah terutama faktor yang bersifat

embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat,

sebutan jabatan, hak, gaji, dan lain-lain.

c). Para karyawan akan kecewa apabila peluang untuk berprestasi terbatas.

Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari

kesalahan.

47

4).Teori Motivasi Prestasi Dari Mc Clelland

Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu Mc Clelland Achievement

Motivation Theory atau teori Motivasi Prestasi Mc Clelland. Menurut Mc

Clelland yang dikutip oleh Hasibuan (2005) teori ini berpendapat bahwa

karyawan mempunyai cadangan energi potensial. Bagaimana energi ini

dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang

dan situasi serta peluang yang tersedia

Dari beberapa teori motivasi di atas dapat disimpulkan tidak cukup

memenuhi kebutuhan makan dan minum pakaian saja. Akan tetapi orang juga

mengharapkan pemuasan kebutuhan biologis dan psikologis orang tidak dapat

hidup bahagia. Semakin tinggi status seseorang dalam perusahaan, maka

motivasi mereka semakin tinggi dan hanya pemenuhan jasmaniah saja. Semakin

ada kesempatan untuk memperoleh kepuasan material dan non material dari hasil

kerjanya, semakin bergairah seseorang untuk bekerja dengan mengerahkan

kemampuan yang dimilikinya.

II.3. Teori Kepuasan Kerja

II.3.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Organisasi merupakan wadah tempat berkumpulnya orang-orang yang

melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan. Tujuan tersebut

dapat berupa tujuan pribadi anggota organisasi dan tujuan global organisasi.

48

Melalui pendapat-pendapat para ahli dapat dipahami bahwa aktivitas

manusia dalam mencapai tujuan dilatarbelakangi oleh perilaku individu, perilaku

kelompok, dan perilaku organisasi. Ketiga perilaku tersebut berdampak pada tinggi

rendahnya kinerja karyawan, tingkat kemangkiran, perputaran karyawan (turnover)

dan kepuasan kerja. Pemahaman kepuasan kerja (job satisfaction) dapat dilihat

dengan mengenal istilah dan pengertian kepuasan kerja tersebut. Beberapa referensi

berikut ini dapat memberikan kejelasan makna kepuasan kerja. Handoko (2000)

menyatakan : “Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang pekerjaan mereka.

Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.”

Davis dalam Mangkunegara (2000) mengatakan: “Kepuasan kerja adalah

perasaan menyokong atau tidak menyokong yang dialami karyawan dalam bekerja.”

Sedangkan menurut Hasibuan (2005) : “Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang

menyenangkan dan mencintai pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,

kedisiplinan dan kinerja.”

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

merupakan rasa menyenangkan dan tidak menyenangkan yang dirasakan oleh

karyawan, secara langsung berpengaruh pada emosional dan tingkah laku dalam

bekerja berupa kinerja, disiplin dan moral kerja.

Kepuasan kerja dalam pekerjaan adalah kepuasan kerja yang dinikmati

dalam pekerjaan dengan memperoleh pujian hasil kerja, penempatan, perlakuan,

peralatan dan suasana lingkungan kerja yang baik. Karyawan yang lebih suka

49

menikmati kepuasan kerja dalam pekerjaan ini akan lebih mengutamakan pekerjaanya

dari balas jasa, walaupun balas jasa itu penting. Adanya kepuasan kerja tentunya

mempengaruhi beberapa aspek yang melingkupi pada karyawan itu sendiri.

Kepuasan kerja karyawan terbentuk karena adanya faktor-faktor yang

melatarbelakanginya. Seperti kajian teori-teori kepuasan kerja sebelumnya, kepuasan

kerja dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Menurut Harianja (2002) faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja berkaitan dengan beberapa aspek,

yaitu: gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan sekerja, atasan, promosi dan lingkungan kerja

Menurut Hasibuan (2005) adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja adalah:

1) Balas jasa yang adil dan layak,

2) Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian,

3) Berat ringannya pekerjaan,

4) Suasana dan lingkungan pekerjaan,

5) Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan,

6) Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya,

7) Sifat pekerjaan monoton atau tidak.

50

Menurut Mangkunegara (2000) ada 2 faktor yang mempengaruhi kepuasan

kerja yaitu:

1) Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin,

kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara

berpikir, persepsi dan sikap kerja.

2) Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),

kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan,

interaksi sosial, dan hubungan kerja.

Aspek-aspek lain yang terdapat dalam kepuasan kerja menurut Robbins

(2001) yaitu:

1) Kerja yang secara mental menantang

Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka

kesempatan untuk menggunakan keterampilan dan kemampuan mereka dan

menawarkan tugas, kebebasan dan umpan balik mengenai betapa baik mereka

mengerjakan. Karakteristik ini membuat kerja secara mental menantang.

Pekerjaan yang terlalu kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi terlalu

banyak menantang menciptkan frustasi dan perasaan gagal. Pada kondisi

tantangan yang sedang, kebanyakan karyawan akan mengalami kesenangan dan

kepuasan.

51

2) Ganjaran yang pantas

Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka

persepsikan sebagai adil, tidak kembar arti, dan segaris dengan pengharapan

mereka. Bila upah dilihat sebagai adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan,

tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan

besar akan dihasilkan kepuasan. Tentu saja, tidak semua orang mengejar uang.

Banyak orang bersedia menerima baik uang yang lebih kecil untuk bekerja dalam

lokasi yang lebih diinginkan atau dalam pekerjaan yang kurang menuntut atau

mempunyai keleluasaan yang lebih besar dalam kerja yang mereka lakukan dan

jam-jam kerja. Tetapi kunci hubungan antara upah dengan kepuasan bukanlah

jumlah mutlak yang dibayarkan; yang lebih penting adalah persepsi keadilan.

Serupa pula karyawan berusaha mendapatkan kebijakan dan praktik promosi yang

lebih banyak, dan status sosial yang ditingkatkan. Oleh karena itu individu yang

mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dalam cara yang adil (fair and

just) kemungkinan besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka.

3) Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun

untuk memudahkan mengerjakan tugas. Studi-studi memperagakan bahwa

karyawan lebih menyukai keadaan sekitar fisik yang tidak berbahaya atau

merepotkan. Temperatur (suhu), cahaya, kebisingan, dan faktor lingkungan lain

seharusnya tidak esktrem (terlalu banyak atau sedikit).

52

4) Rekan kerja yang mendukung

Orang-orang mendapatkan lebih daripada sekedar uang atau prestasi yang

berwujud dari dalam kerja. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi

kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh karena itu tidaklah mengejutkan bila

mempunyai rekan sekerja yang ramah dan mendukung menghantar ke kepuasan

kerja yang meningkat. Perilaku atasan seorang juga merupakan determinan utama

darikepuasan. Umumnya studi mendapatkan bahwa kepuasan karyawan

ditingkatkan bila penyelia langsung bersifat ramah dan dapat memahami,

menawarkan pujian untuk kinerja yang baik, mendengarkan pendapat karyawan,

dan menunjukkan suatu minat pribadi pada mereka.

5) Kesesuaian kepribadian dengan pekerjaan

Pada hakikatnya orang yang tipe kepribadiannya kongruen (sama dan sebangun)

dengan pekerjaan yang mereka pilih seharusnya mendapatkan bahwa mereka

mempunyai bakat dan kemampuan yang tepat untuk memenuhi tuntutan dari

pekerjaan mereka. Dengan demikian akan lebih besar kemungkinan untuk

berhasil pada pekerjaan tersebut, dan karena sukses ini, mempunyai

kebolehjadian yang lebih besar untuk mencapai kepuasan yang tinggi dari dalam

kerja mereka.

Pemahaman tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis

tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan kinerja, tingkat kemangkiran, keinginan

pindah, usia, jabatan dan besar kecilnya organisasi. (Siagian, 2002). Kepuasan kerja

berhubungan dengan variabel-variabel seperti turnover, tingkat absensi, umur, tingkat

53

pekerjaan dan ukuran organisasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam

Mangkunegara (2000).

II.3.2. Teori Kepuasan Kerja

Pada umumnya terdapat banyak teori yang membahas masalah

kepuasan seseorang dalam bekerja. Teori-teori kepuasan kerja menurut

Mangkunegara (2000) antara lain:

1) Teori Keseimbangan (Equity Theory)

Teori ini dikembangkan oleh Adam. Adapun komponen dari teori ini

adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah

semua nilai yang diterima karyawan yang dapat menunjang pelaksanaan kerja.

Misalnya pendidikan, pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi dan jumlah jam

kerja.

Outcome adalah semua nilai yang diperoleh dan dirasakan karyawan.

Misalnya upah, keuntungan tambahan, status symbol, pengenalan kembali

(recognition), kesempatan untuk berprestasi atau mengekspresikan diri.

Sedangkan comparison person adalah seorang karyawan dalam organisasi yang

sama, seorang karyawan dalam organisasi yang berbeda atau dirinya sendiri

dalam pekerjaan sebelumnya.

Menurut teori ini, puas atau tidak puasnya karyawan merupakan hasil dari

membandingkan antara input-outcome dirinya dengan perbandingan input-

outcome karyawan lain (comparison person). Jadi jika perbandingan tersebut

54

dirasakan seimbang (equity) maka karyawan tersebut akan merasa puas. Tetapi

apabila terjadi tidak seimbang (inequity) dapat menyebabkan dua kemungkinan,

yaitu over compensation inequity (ketidakseimbangan yang menguntungkan

dirinya) dan sebaliknya, under compensation inequity (ketidakseimbangan yang

menguntungkan karyawan lain yang menjadi pembanding atau comparison

person.

2) Teori Perbedaan (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori oleh Proter. Ia berpendapat bahwa

mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa

yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan karyawan. Locke

mengemukakan bahwa kepuasan kerja karyawan tergantung pada perbedaan

antara apa yang didapat dan apa yang diharapkan oleh karyawan. Apabila yang

didapat karyawan ternyata lebih besar daripada apa yang diharapkan maka

karyawan tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat karyawan

lebih rendah daripada yang diharapkan, akan menyebabkan karyawan tidak puas.

3) Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need Fulfillment Theory)

Teori ini pertama kali dipelopori A. H. Maslow. dikemukakan oleh A. H.

Maslow tahun 1943. Teori ini merupakan kelanjutan dari “Human Science

Theory” Elton Mayo (1880-1949) yang menyatakan bahwa kebutuhan dan

kepuasan seseorang itu jamak, yaitu kebutuhan biologis dan psikologis berupa

kebutuhan meteriil dan non-materiil.

55

Dalam teori ini Maslow menyatakan adanya suatu hirarki kebutuhan pada

setiap orang. Setiap orang memberi prioritas pada suatu kebutuhan sampai

kebutuhan tersebut dapat terpenuhi. Jika suatu kebutuhan sudah terpenuhi, maka

kebutuhan yang kedua akan memegang peranan, demikian seterusnya menurut

urutannya.

4) Teori Pandangan Kelompok (Social Reference Group Theory)

Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan bukanlah bergatung pada

pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada pandangan dan

pendapat kelompok yang oleh para karyawan dianggap sebagai kelompok acuan.

Kelompok acuan tersebut oleh karyawan dijadikan tolok ukur untuk menilai

dirinya maupun lingkungannya. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil

kerjanya sesuai dengan minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok

acuan.

5) Teori Pengharapan (Ecpentancy Theory).

Teori pengharapan dikembangkan oleh Victor H. Vroom. Kemudian

teori ini diperluas oleh Porter dan Lawler. Vroom menjelaskan bahwa motivasi

suatu produk dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan penaksiran

seseorang memungkinkan aksi tertentu yang akan menuntunnya. Pernyataan ini

berhubungan dengan rumus dibawah ini:

Valensi X Harapan = Motivasi

56

Keterangan:

a) Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai sesuatu.

b) Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu.

c) Motivasi merupakan kekuatan dorongan yang mempunyai arah pada tujuan

tertentu.

6) Teori Dua Faktor Herzberg (Herzberg’s Two Factor Theory)

Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg (1950). Ia

menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Penelitian

Herzberg diadakan dengan melakukan wawancara terhadap subjek insinyur dan

akuntan. Masing-masing subjek diminta menceritakan kejadian yang dialami

mereka baik yang menyenangkan (memberikan kepuasan) maupun yang tidak

menyenangkan atau tidak memberi kepuasan. Kemudian dianalisis dengan

analisis isi (content analysis) untuk menentukan faktor-faktor yang menyebabkan

kepuasan atau ketidakpuasan.

Dua faktor yang dapat menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas

menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor

pemotivasian (motivational factors). Faktor pemeliharaan disebut pula

dissatisfiers, hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi

administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan

pengawas, hubungan dengan sub ordinat, upah, keamanan kerja, kondisi kerja

dan status. Sedangkan faktor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job

57

content, intrinsic factors yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan,

kemajuan (advancement), kesempatan berkembang dan tanggung jawab.

II.4. Teori Tentang Prestasi Kerja

II.4.1. Pengertian dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja

Istilah prestasi kerja sering kita dengar atau sangat penting bagi sebuah

organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dalam konteks

pengembangan sumber daya manusia prestasi kerja seorang karyawan dalam sebuah

perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja bagi karyawan itu

sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan. Prestasi kerja adalah hasil kerja

seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan

terlebih dahulu dan disepakati bersama. Prestasi kerja merupakan hasil kerja

seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan misalnya standard, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan

terlebih dahulu dan disepakati bersama.

Menurut Dharma (1996) prestasi kerja kerja adalah sesuatu yang dikerjakan

atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok

orang. Mangkunegara (2000) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam

melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

58

Hasibuan (2005) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah suatu hasil kerja

yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya

yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.

Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kinerja yang dicapai

seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan

kepadanya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi

kerja karyawan merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam pelaksanaan suatu

pekerjaan yang diberikan kepadanya baik secara kuantitas maupun kualitas melalui

prosedur yang berfokus pada tujuan yang hendak dicapai serta dengan terpenuhinya

standard pelaksanaan.

Untuk mencapai prestasi kerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah

sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi

tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dan tidak

memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut

akan sia-sia.

Prestasi kerja yang dicapai karyawan merupakan suatu hal yang sangat

penting dalam menjamin kelangsungan hidup organisasi. Dalam mencapai prestasi

kerja yang tinggi beberapa faktor yang mempengaruhi menjadi pemicu apakah

prestasi kerja karyawan tinggi atau rendah. Faktor yang mempengaruhi pencapaian

prestasi kerja yang baik menurut Mangkunegara (2000) menyatakan faktor yang

mempengaruhi pencapaian prestasi kerja yang baik menurut adalah :

59

1. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan dalam menghadapi

situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri karyawan yang

terarah untuk mencapai tujuan organisasi.

2. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) karyawan terdiri dari kemampuan

potensi (IQ) dan kemampuan reality (Knowledge+ skill). Artinya, karyawan

yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang

memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-

hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh

sebab itu karyawan perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan

keahliannya.

Mathis dan Jackson (2002) menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat

mempengaruhi prestasi kerja dari individu tenaga kerja memampuan mereka,

motivasi, dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan,

dan hubungan mereka dengan organisasi. Pada banyak organisasi, prestasi

kerjanya lebih bergantung pada prestasi kerja dari individu tenaga kerja.

Anoraga (2004) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

prestasi kerja karyawan seperti: motivasi, pendidikan, disiplin kerja, keterampilan,

sikap etika kerja, gizi dan kesehatan, tingkat penghasilan, lingkungan dan sistem

kerja, teknologi, sarana produksi, jaminan sosial, manajemen dan kesempatan

berprestasi

60

Prestasi kerja yang optimal selain didorong oleh motivasi seseorang dan

tingkat kemampuan yang memadai, oleh adanya kesempatan yang diberikan, dan

lingkungan yang kondusif. Meskipun seorang individu bersedia dan mampu, bisa

saja ada rintangan yang jadi penghambat.

II.4.2. Mengukur dan Mengidentifikasi Prestasi Kerja

Untuk mengetahui tinggi-rendahnya prestasi kerja seseorang, perlu

dilakukan penilaian prestasi kerja. Handoko (2000) menyatakan bahwa: “Penilaian

prestasi kerja (performance appraisal) adalah proses melalui mana organisasi-

organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Kegiatan ini dapat

memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada

para karyawan tentang pelaksanaan kerja mereka.”

Mathis dan Jakson (2002) menyatakan bahwa, prestasi kerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Prestasi kerja karyawan

adalah yang mempengaruhi seberapa banyak mereka membei kontribusi kepada

organisasi yang antara lain termasuk: (1) kuantitas output, (2) kualitas output, (3)

jangka waktu output, (4) kehadiran di tempat kerja, dan (5) sikap kooperatif.

Menurut Mangkunegara (2000) unsur-unsur yang dinilai dari prestasi kerja

adalah kualitas kerja, kuantitas kerja, keandalan dan sikap. Kualitas kerja terdiri

dari ketepatan, ketelitian, keterampilan, kebersihan. Kuantitas kerja terdiri dari

output dan penyelesaian kerja dengan ekstra. Keandalan terdiri dari mengikuti

instruksi, inisiatif, kehati-hatian, kerajinan. Sedangkan sikap terdiri dari sikap

terhadap perusahaan, karyawan lain dan pekerjaan serta kerjasama.

61

Keseluruhan unsur/komponen penilaian prestasi kerja di atas harus ada

dalam pelaksanaan penilaian agar hasil penilaian dapat mencerminkan prestasi kerja

dari para karyawan.