bab 2 tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · histamin adalah zat yang diproduksi oleh jaringan...

18
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jintan Hitam Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama black cumin merupakan tanaman asli Eropa selatan dan banyak ditemukan di India (Luetjohann 1998). Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam famili Ranunculaceae. Tanaman ini tumbuh di berbagai daerah di dunia, khususnya di negara-negara Timur Tengah (Nergiz dan Otles 1993). Menurut Hutapea (1994), jintan hitam termasuk ke dalam marga Nigella dengan nama latin Nigella sativa. Spesies ini termasuk ke dalam suku Ranunculaceae, bangsa Ranunculales, kelas Dicotyledoneae, subdivisi Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Secara sistematis klasifikasi jintan hitam dapat dituliskan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Ranunculales Suku : Ranunculaceae Marga : Nigella Jenis : Nigella sativa Nigella sativa mempunyai beberapa nama lain, yaitu kolonji, karijirigi, black cumin, black seed, karun jiragam, tikur azmud, kalonji, fitch, fennel flower, smartkarve, habat et baraka, habbatus sauda, love in a mist, onion seed, czanuzka siewna, mustkoomen, kalongi, black caraway, roman coriander, neidonkuka, charnushka, corekotu, faux cumin, cheveux de venus, nigelle, kaluduru, schwarzkummel, zwiebelsame, nidella, niguilla, pasionara, kalounji, munga realael, nutmeg flower, svartkummin, jintan hitam, karun jiragam, nigella, dan corekotu siyah (Susilo 2006). Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Luetjohann 1998). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih kurang 30 cm. Tanaman jintan hitam ini merupakan hasil tanam terpenting pada berbagai negara, seperti Mesir, India, Pakistan, Iran, Irak, dan Turki.

Upload: dinhhanh

Post on 09-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jintan Hitam

Jintan hitam atau yang dikenal dengan nama black cumin merupakan

tanaman asli Eropa selatan dan banyak ditemukan di India (Luetjohann 1998).

Tanaman jintan hitam merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong dalam

famili Ranunculaceae. Tanaman ini tumbuh di berbagai daerah di dunia,

khususnya di negara-negara Timur Tengah (Nergiz dan Otles 1993).

Menurut Hutapea (1994), jintan hitam termasuk ke dalam marga Nigella

dengan nama latin Nigella sativa. Spesies ini termasuk ke dalam suku

Ranunculaceae, bangsa Ranunculales, kelas Dicotyledoneae, subdivisi

Angiospermae, dan divisi Spermatophyta. Secara sistematis klasifikasi jintan

hitam dapat dituliskan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Bangsa : Ranunculales

Suku : Ranunculaceae

Marga : Nigella

Jenis : Nigella sativa

Nigella sativa mempunyai beberapa nama lain, yaitu kolonji, karijirigi,

black cumin, black seed, karun jiragam, tikur azmud, kalonji, fitch, fennel flower,

smartkarve, habat et baraka, habbatus sauda, love in a mist, onion seed, czanuzka

siewna, mustkoomen, kalongi, black caraway, roman coriander, neidonkuka,

charnushka, corekotu, faux cumin, cheveux de venus, nigelle, kaluduru,

schwarzkummel, zwiebelsame, nidella, niguilla, pasionara, kalounji, munga

realael, nutmeg flower, svartkummin, jintan hitam, karun jiragam, nigella, dan

corekotu siyah (Susilo 2006).

Jintan hitam merupakan tanaman herbal berbunga tahunan (Luetjohann

1998). Tanaman jintan hitam merupakan tanaman semak dengan ketinggian lebih

kurang 30 cm. Tanaman jintan hitam ini merupakan hasil tanam terpenting pada

berbagai negara, seperti Mesir, India, Pakistan, Iran, Irak, dan Turki.

5

Pembudidayaan tanaman jintan hitam sudah menyebar di berbagai belahan dunia,

seperti di benua Asia, Afrika, serta beberapa daerah di benua Eropa (Schleiche

dan Saleh 2000). Budidaya perbanyakan tanaman dilakukan dengan biji (Hutapea

1994). Jintan hitam merupakan spesies tumbuhan semak rendah yang termasuk

famili Racunculaceae (Mansi 2006) dan (Ramdan 2001). Pada Gambar 1 dapat

dilihat bunga jintan hitam yang merupakan salah satu tanaman semak.

Gambar 1 Bunga Jintan Hitam (Nigella sativa) (Sumber: Junaedi et al 2011).

Menurut Hutapea (1994), jintan hitam merupakan tanaman dengan warna

batang hijau kemerahan, tegak, lunak, beralur, berusuk, dan berbulu kasar rapat

atau jarang, dan disertai dengan adanya bulu-bulu yang berkelenjar. Tanaman ini

berdaun tunggal dan lonjong dengan panjang 1.5-2 cm serta ujung pangkalnya

meruncing, tepi berigi berwarna hijau, pertulangan menyirip dengan tiga tulang

daun yang berbulu. Kelopak bunganya kecil berjumlah lima, berbentuk bulat telur

sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut yang pendek dan besar.

Mahkota berjumlah 8 berwarna putih kekuningan dengan benang sari yang

banyak dan berwarna kuning. Biji tanaman ini berbentuk bulat, kecil, jorong

bersusut 3 tidak beraturan, dan sedikit berbentuk kerucut dengan panjang 3 mm

seperti terlihat pada Gambar 2. Buah termasuk jenis polong, bulat panjang, dan

coklat kehitaman, serta akar jintan hitam merupakan akar tunggang berwarna

coklat.

6

Gambar 2 Biji Jintan Hitam.

(Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/file:Nigella_sativa_seed.jpg).

2.1.1 Kegunaan Jintan Hitam Secara Umum

Jintan hitam umumnya digunakan di Timur Tengah sebagai obat tradisional

untuk memperbaiki berbagai kondisi kesehatan manusia (Al-Saleh et al. 2009).

Biji jintan hitam berkhasiat sebagai obat cacing (Hutapea 1994). Menurut

Hargono (1985), biji jintan hitam berguna sebagai pelancar ASI, peluruh kentut,

pencegah muntah, pencahar, penguat, dan pengobatan pasca persalinan.

Jintan hitam memiliki banyak kegunaan berdasarkan berbagai penelitian

yang telah dilakukan. Beberapa kegunaan jintan hitam manurut El-Kadi dan

Kandil (1987) adalah sebagai berikut:

a. Memperkuat Sistem Kekebalan Tubuh

Jintan hitam meningkatkan rasio antara sel T helper (Th) dengan sel T

supresor (Ts) sebesar 72%, yang berarti meningkatkan aktivitas fungsional sel

Natural Killer (sel NK). Karena itu jintan hitam dapat digunakan untuk

pengobatan kanker, AIDS, dan penyakit lain yang berhubungan dengan penurunan

tingkat kekebalan tubuh. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Haq et al. (1999)

menunjukkan bahwa jintan hitam meningkatkan rasio antara sel Th dan sel Ts

sebesar 55% dengan rata-rata pencapaian aktivitas sel NK sebesar 30%.

7

b. Antihistamin

Histamin adalah zat yang diproduksi oleh jaringan tubuh yang dapat

menyebabkan reaksi alergi dan berhubungan dengan suatu kondisi seperti asma

cabang tenggorokan. El-Din (1960) mengemukakan bahwa nigellone (dimer dari

dithymoquinone) yang diisolasi dari minyak atsiri jintan hitam dapat menekan

gejala dari asma cabang tenggorokan. Minyak yang dibuat dari Nigella dapat

mengisolasi dithymoquinone, minyak ini sering disebut nigellone yang berasal

dari Volatile Nigella. Pemberian minyak ini berpengaruh positif terhadap

penderita asma bronchial.

Chakravarty (1993) mengemukakan bahwa kristal nigellone merupakan

agen penghambat histamin. Cara kerjanya adalah dengan menghambat protein

kinase C yang dikenal sebagai zat yang memacu pelepasan histamin. Kristal

nigellone juga menurunkan pelepasan kalsium pada sel-sel penyanggah yang juga

melepaskan histamin.

c. Antitumor

Jintan hitam mengandung thymoquinone, dithymoquinone, dan sponin yang

berkhasiat sebagai antitumor. Hal ini disebabkan kemampuan ekstrak jintan hitam

dalam menghambat aktivitas enzim siklooksigenase dan enzim liposigenase,

sehingga memiliki khasiat antiinflamasi yang sangat poten (Mangan 2003).

d. Anti Peradangan

El-Dakhakhny (1965), mengemukakan bahwa minyak jintan hitam berguna

untuk mengurangi efek radang sendi. Cara kerja minyak ini dengan menghambat

pertumbuhan eicosanoid dan menunjukkan adanya aktifitas sel antioksidan. Asam

lemak tak jenuh C20:2 (asam eicosadienoat) yang terkandung di dalam jintan

hitam memungkinkan efektifitas minyak tersebut.

e. Meningkatkan Laktasi

Secara umum jintan hitam berguna untuk meningkatkan kesehatan tubuh,

menyediakan energi dengan cepat, meningkatkan metabolisme, melancarkan

pencernaan, memperlancar peredaran darah, menurunkan tekanan darah,

8

menurunkan tingkat gula darah, menstimulasi periode menstruasi, meningkatkan

aliran susu ibu, dan meningkatkan jumlah sperma. Jintan hitam juga dapat

menghilangkan cacing dan parasit dalam usus, meredakan bronkhitis dan batuk,

menurunkan demam, menenangkan jaringan syaraf, mendorong pertumbuhan

rambut, mencegah kerontokan rambut, dan mencegah pengriputan dan iritasi kulit.

f. Antimikroba

Hasil penelitian Asniyah (2009) menunjukkan bahwa jintan hitam

memiliki fungsi sebagai antimikroba yang ditunjukkan dari penurunan jumlah

pertumbuhan Escherichia coli yang diamati secara in vitro. Penelitian ini

diperkuat dengan adanya penelitian Mashhadian dan Rakhsandeh (2005) yang

menyatakan bahwa salah satu kandungan jintan hitam adalah minyak volatil.

Minyak volatil ini mengandung komponen yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri dan fungi, meskipun mekanisme aksi dari senyawa ini belum

jelas.

2.1.2 Kegunaan Jintan Hitam Berdasarkan Kandungan

Komponen alkaloid dalam jintan hitam adalah nigellone. Zat yang

menyebabkan rasa pahit ini berfungsi menurunkan demam, membersihkan dan

mengeringkan pengeluaran ekskresi, menguatkan jaringan, mencegah iritasi kulit,

meningkatkan nafsu makan dan metabolisme, membantu masalah pencernaan, dan

mengurangi kelebihan asam.

Hasil penelitian pada Cancer and Immunobiological Laboratory

mengemukakan jintan hitam menstimulasi sumsum tulang dan sel imun, produksi

interferon, melindungi sel normal dari perusakan sel oleh virus, menghancurkan

sel tumor dan meningkatkan jumlah sel B yang memproduksi antibodi. Jintan

hitam juga baik dikonsumsi oleh orang yang sehat karena jintan hitam mengikat

radikal bebas dan menghilangkannya. Selain itu, jintan hitam mengandung β-

karoten yang dikenal dapat menghancurkan sel karsinogenik. Biji jintan hitam

kaya akan sterol khususnya beta-sterol yang dikenal mempunyai aktivitas

antikarsiogenik (Anonim 2010b).

9

Menurut Houghton (1995), thymoquinone yang terkandung dalam minyak

Nigella sativa dapat menghambat jalur siklooksigenase dan lipooksigenase dari

metabolisme arakhidat. Lipooksigenase dapat mengkatalisis pembentukan

leukotrienes dari asam arakhidat yang berfungsi sebagai mediator dari alergi dan

peradangan. Siklooksigenase adalah enzim yang pertama dalam metabolisme

siklooksigenase yang dihasilkan dari asam arakhidat yang akhirnya menghasilkan

prostaglandin dan trombosit. Prostaglandin juga merupakan mediator peradangan.

Selain itu thymoquinone juga dapat menghambat peroksidasi non-enzimatis. Asam

lemak tidak jenuh C20:2 yang mirip dengan asam arakhidat juga berperan dalam

penghambatan substrat. Dengan demikian hasil penelitian mendukung fakta

bahwa minyak Nigella sativa dapat melawan rematik dan peradangan.

Chakhravarty (1993) menemukan bahwa nigellone yang diisolasi dari

minyak Nigella sativa lebih tidak beracun dibandingkan dengan thymoquinone

tetapi masih mempunyai efek farmasi. Nigellone menghambat pelepasan histamin

dari sel penyanggah tikus. Mekanisme dari penghambatan ini berdasarkan

penurunan konsentrasi kalsium intraseluler. Kalsium berguna untuk fungsi

fosfolipase A2 essensial, enzim tersebut memecah asam arakhidat dari

pembentukan fosfolipid yang juga terjadi pada metabolisme prostaglandin. El-

Tahir (1993) menemukan bahwa pemberian thymoquinone secara intravena akan

menurunkan tekanan darah. Selain itu ekstrak biji Nigella sativa L. mempunyai

efek cytostatic terhadap sel tumor yang dilakukan dengan menggunakan metode

secara in vivo dan in vitro.

Komposisi (Kandungan) Kimia Jintan Hitam

Biji dan daun jintan hitam mengandung saponin dan polifenol (Hutapea

1994). Kandungan kimia jintan hitam adalah minyak atsiri, minyak lemak,

melantin (saponin), nigelin (zat pahit), zat samak, nigellon, thymoquinone

(Hargono 1985). Kandungan biji jintan hitam antara lain: thymoquine,

thymohydroquinone, dithymoquinone, thymol, carvacrol, nigellicine, nigellidine,

nigellimin-N-oksida, dan α-hedrin. Komposisi biji jintan hitam disajikan pada

Tabel 1.

10

Tabel 1 Komposisi Biji Jintan Hitam.

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Air (moisture)

Lemak

Serat Kasar

Protein

Abu

Karbohidrat

6.4 ± 0.15

32.0 ± 0.54

6.6 ± 0.69

20.2 ± 0.82

4.0 ± 0.29

37.4 ± 0.87

Sumber: Nergiz dan Ötles (1993)

Komposisi yang banyak terdapat pada biji jintan hitam adalah karbohidrat,

lemak, dan protein. Ketiga komposisi tersebut merupakan komponen yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh. karbohidrat memegang peranan penting sebagai sumber

energi di dalam tubuh, lemak sebagai cadangan energi, sedangkan protein

berfungsi sebagai komponen utama dalam proses pertumbuhan. Lemak

mempunyai fungsi selular dan komponen struktural pada membran sel yang

berkaitan dengan karbohidrat dan protein demi menjalankan aliran air, ion, dan

molekul lain keluar dan masuk ke dalam sel. Hal ini yang akan membantu tubuh

dalam melakukan sistem pertahanan terhadap benda asing (Winarno 2008).

Manusia tidak dapat memproduksi mineral di dalam tubuhnya. Kebutuhan

mineral ini didapatkan dengan cara mengkonsumsi daging dan tumbuh-tumbuhan

(Tsabita 2011). Biji jintan hitam mengandung logam yang berjumlah sekitar

1510.8 mg per 100 g biji. Kandungan logam biji jintan hitam tersaji pada Tabel 2.

Kandungan logam ini merupakan beberapa kandungan mineral yang sangat

dibutuhkan oleh tubuh manusia. Tubuh manusia memerlukan sekitar 1000 mg

kalsium, 18 mg zat besi, maksimal 2.5 gram natrium, dan kalium sebanyak 3500

mg per hari (Tsabita 2011).

Tabel 2 Kandungan Logam dalam Biji Jintan Hitam.

Komposisi Jumlah (mg/100g)

Kalsium

Besi

Natrium

Kalium

188.0 ± 1.50

57.5 ± 0.50

85.3 ± 16.07

1180.0 ± 10.00

Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

11

Biji jintan hitam mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah yang

cukup berarti. Secara lengkap komposisi asam lemak dan sterol biji jintan hitam

tersaji pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi Asam Lemak dan Sterol Dari Biji Jintan Hitam.

Asam lemak Jumlah (mg/100g)

Miristat (C14:0)

Palmitat (C16:0)

Stearat (C18:0)

Oleat (C18:1)

Linoleat (C18:2)

Arakhidat (C20:0)

Eicosadienoat (C20:2)

1.2 ± 0.04

11.4 ± 1.00

2.9 ± 0.24

21.9 ± 1.00

60.8 ± 2.67

Sedikit

1.7 ± 0.11

Sterol Jumlah (mg/100g)

Campesterol

Stigmasterol

β-sitosterol

11.9 ± 0.99

18.6 ± 1.52

69.4 ± 2.78

Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Kandungan tokoferol dan polifenol dalam biji jintan hitam menunjukkan

adanya senyawa fenolik yang merupakan faktor utama yang berkhasiat sebagai

obat dan zat pembentuk rasa. Kandungan tokoferol dan polifenol dari minyak biji

jintan hitam tersaji pada Tabel 4.

Tabel 4 Kandungan Tokoferol dan Polifenol dari Minyak Biji Jintan Hitam.

Komposisi Jumlah (µg/g)

Total tokoferol

Alfa-tokoferol

Beta-tokoferol

Gamma-tokoferol

Total polifenol

340 ± 8.66

40 ± 10.00

50 ± 15.00

250 ± 13.00

1744 ± 10.60

Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas

sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah

12

kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan (Barus 2009). Zat aktif tokoferol

berfungsi hampir sama dengan polifenol, yaitu sebagai antioksidan. Selain itu

tokoferol juga berfungsi sebagai pencegah penyakit degeneratif, perbaikan sistem

kekebalan tubuh, mengatasi pembentukan karsinogen atau menghambat

karsinogen sel sasaran sehingga akan dapat menghambat terjadinya kasus kanker.

Biji jintan hitam dapat direkomendasikan sebagai makanan tambahan yang

cukup bergizi. Kandungan vitamin biji jintan hitam tersaji pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi Vitamin dari Biji Jintan Hitam.

Vitamin (µg per 100g)

B1(Thamin)

B2(Riboflavin)

B6(Pyridoxin)

PP(Niasin)

Asam Folat

831 ± 11.36

63 ± 3.32

789 ± 8.89

6311 ± 16.52

42 ± 4.58

Sumber : Nergiz dan Ötles (1993)

Selain itu jintan hitam mengandung 8 jenis dari 10 asam amino essensial

dan 7 jenis dari 10 asam amino non-essensial. Komposisi asam amino biji jintan

hitam tersaji pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi Asam Amino Biji Jintan Hitam.

Asam amino Persentase (%) Asam amino Persentase (%)

Alanin

Valin

Glisin

Isoleusin

Leusin

Prolin

Treonin

3.77

3.06

4.17

4.03

10.88

5.34

1.23

Serin

Asam aspartat

Metionin

Fenilalanin

Asam glutamat

Tirosin

Lisin

Arginin

1.98

5.02

6.16

7.93

13.21

6.08

7.62

19.52

Sumber : Babayan et. al. (1978)

13

2.2 Mencit (Mus musculus)

Mencit adalah hewan pengerat (rodensia) yang cepat berkembang biak dan

mudah dipelihara dalam jumlah banyak. Pemeliharaannya ekonomis dan efisien

dalam hal tempat dan biaya. Variasi genetiknya cukup besar serta sifat

anatominya terkarakteristik dengan baik. Hewan ini paling kecil di antara jenisnya

dan memiliki galur mencit yang berwarna putih. Mencit hidup di daerah yang

cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin, sedang, dan panas, serta dapat

terus-menerus di dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar (Malole dan

Pramono 1989).

1. Taksonomi

Sistem taksonomi mencit menurut Malole dan Pramono (1989) adalah

sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata

Kelas : Mamalia

Ordo : Rodensia

Subordo : Myomorfa

Famili : Muridae

Subfamili : Murinae

Genus : Mus

Spesies : Mus musculus

2. Biologi Normal

Manusia telah mengembangkan mencit selama 4000 tahun di Mesir,

Yunani, dan China. Selain itu, mencit merupakan salah satu hewan pengerat yang

memiliki siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak,

variasi sifat-sifatnya tinggi, serta sifat-sifat produksi, reproduksinya menyerupai

hewan mamalia (Nafiu 1996). Mencit dapat berkembang biak dengan cepat,

pemeliharaan yang relatif mudah walaupun dalam jumlah yang banyak, ekonomis

dan efisiensi dalam hal tempat dan biaya (Malole dan Pramono 1989). Oleh

14

karena itu, mencit banyak digunakan dalam berbagai bidang penelitian medis,

biomedis, dan obat-obatan herbal karena memiliki arti penting pada penelitian

berbasis genetik.

Mencit laboratorium mempunyai berat badan kira-kira sama dengan mencit

liar yang banyak ditemukan di dalam gedung dan rumah yang dihuni oleh

manusia, dengan berat badan bervariasi 18-20 gram pada umur empat minggu.

Tetapi setelah diternakkan secara selektif selama delapan puluh tahun yang lalu,

sekarang ada berbagai warna rambut dan timbul banyak galur dengan berat badan

berbeda-beda (Smith dan Mangkoewidjojo 1988).

Data biologis mencit menurut Malole dan Pramono (1989) adalah sebagai

berikut:

Berat badan dewasa : jantan 20-40 gram, betina 25-40 gram

Berat lahir : 0.5-1.5 gram

Temperatur : 36.5-38C

Konsumsi makan : 15 gram/100 gram BB/hari

Konsumsi minum : 115 mL/100 gram BB/hari

Jumlah anak/kelahiran : 10-12 ekor

Umur sapih : 21-28 hari

Pernapasan : 94-163/menit

Detak jantung : 325-780/menit

Volume darah : 76-80 mL/kg

Tekanan darah : 113-147/81-105 mgHg

Menurut Malole dan Pramono (1989) mencit merupakan salah satu hewan

laboratorium atau hewan percobaan, berdasarkan lingkungan hidupnya mencit

dibagi dalam 4 kategori, yaitu 1) Mencit yang bebas hama (germ free, axenic

mice), yaitu mencit yang bebas dari mikroorganisme yang dapat dideteksi; 2)

Mencit yang hanya mengandung mikroorganisme tertentu (define flora,

gnotobiotik); 3) Mencit yang bebas mikroorganisme patogen tertentu (Specific

pathogen free); dan 4) Mencit biasa (konventional).

Mencit laboratorium adalah hewan yang semarga dengan mencit liar atau

mencit rumah (domestik). Semua galur mencit laboratorium yang ada pada waktu

15

ini merupakan turunan dari mencit liar sesudah melalui peternakan selektif (Smith

dan Mangkoewidjojo 1988). Mencit dimasukkan ke dalam ordo rodensia karena

memiliki sepasang gigi seri yang berbentuk pahat yang sangat tajam yang

senantiasa tumbuh terus (Sigit 2004). Mencit yang digunakan dalam penelitian ini

adalah jenis mencit biasa yang diberikan perlakuan khusus sehingga lebih baik

dari mencit konvensional.

2.3 Sistem Organ Imun

Sistem organ imun disebut sebagai sistem organ limfoid. Hal ini

dikarenakan pusat dari sistem ini adalah limfosit, sel darah putih yang berperan

penting dalam imun sistem. Sistem organ imun pada mamalia terdiri atas organ

limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas

timus dan sumsum tulang, sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas jaringan

limfoid mukosa, limfonodus, dan limpa (Kuby 1997).

Sistem imun diklasifikasikan sebagai sistem imun bawaan (innate immune

system) atau sering juga disebut respon atau sistem nonspesifik serta sistem imun

adaptif (adaptive immune system) atau respon atau sistem spesifik, bergantung

pada derajat selektivitas mekanisme pertahanan (Sherwood 2001; Katzung 2004).

Komponen dari sistem imun yang terlibat dalam kekebalan bawaan adalah

makrofag, neutrofil, serta komplemen. Komponen tersebut akan menunjukkan

reaksi dan pengenalan antigen yang sama terhadap semua benda asing (Widianto

2008). Pada saat lahir tentunya sistem kekebalan seseorang belum bertemu dengan

dunia luar atau belum membangun arsip memorinya.

Sistem imun akan belajar untuk memberikan respon terhadap semua antigen

baru yang ditemuinya, sehingga saat sistem imun telah mampu memberikan

respon khusus terhadap antigen maka sistem imun ini dapat digolongkan ke dalam

sistem imun dapatan. Tanda dari respon spesifik adalah kemampuan untuk

mempelajari, menyesuaikan, dan mengingat. Sistem imun memiliki suatu rekaman

atau ingatan dari setiap antigen yang ditemui, baik melalui pernafasan, makanan,

atau kulit. Hal ini dimungkinkan karena salah satu dari sistem imun (limfosit)

memiliki umur yang panjang. Jika bertemu dengan suatu antigen untuk yang

16

kedua kalinya, maka limfosit dengan segera akan memberikan respon spesifik

terhadap antigen tersebut.

Sistem imun merupakan sebuah jaringan yang terdiri atas beberapa sel,

jaringan, dan organ yang bekerja bersama untuk mempertahankan serangan yang

terjadi pada tubuh oleh benda asing. Sistem organ imun seluruhnya terdapat di

dalam tubuh. Sistem organ ini disebut sebagai sistem organ limfoid, hal ini

dikarenakan pusat dari sistem ini pada limfosit, sel darah putih yang berperan

penting dalam imun sistem. Sistem organ imun pada mamalia terdiri atas organ

limfoid primer dan organ limfoid sekunder. Organ limfoid primer terdiri atas

timus dan sumsum tulang, sedangkan organ limfoid sekunder terdiri atas

megakariosit, limfonodus dan limpa. Struktur dan fungsi dari organ limfoid ini

berbeda-beda. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya organ limfoid selalu

berhubungan dengan pembuluh darah dan pembuluh limfe. Kedua pembuluh ini

merupakan tempat sirkulasi dan transportasi dari sel-sel limfoid, yaitu sel T dan

sel B (Kuby 1997).

2.3.1 Organ Limfoid Primer

Organ yang berfungsi mengatur produksi dan diferensiasi limfosit dikenal

sebagai organ limfoid primer (Tizard 1988). Organ limfoid primer akan

menghasilkan sel-sel limfoit yang akan dimatangkan di organ limfoid sekunder.

Organ limfoid primer terdiri atas timus dan sumsum tulang. Sel-sel limfosit ini

disebut limfosit B dan T, karena berturut-turut mengalami proses pemasakan pada

bone marrow (sumsum tulang) dan thymus (timus). Sel-sel limfosit yang telah

mengalami pematangan akan segera memasuki peredaran darah untuk menuju

organ limfoid sekunder (Stewart 2004).

2.3.2 Organ Limfoid Sekunder

Organ limfoid sekunder (organ limfoid periferal) yang terdiri atas organ

limfonodus, limpa, serta jaringan limfoid mukosa merupakan tempat terjadinya

penangkapan antigen oleh sel-sel immunokompeten (Rao 2010). Organ limfoid

sekunder menangkap mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain dan

17

menyediakan tempat untuk pematangan sel yang akan digunakan dalam melawan

benda-benda asing serta menghasilkan reaksi sistem kekebalan (Stewart 2004).

Organ limfoid sekunder ini imunitas adaptif dimulai. Setiap saat tubuh kita

selalu berhadapan dengan patogen yang masuk. Patogen memasuki tubuh kita

dengan berbagai cara, misalnya dari makanan, minuman, udara, dan luka. Antigen

dan limfosit akhirnya akan bertemu pada organ limfoid peripheral, yaitu pada

limfonodus, limpa, dan jaringan limfoid mukosa. Organ-organ ini menangkap

mikroorganisme dan bahan-bahan asing lain dan menyediakan tempat untuk

pematangan sel untuk melawan benda-benda asing serta menghasilkan reaksi

sistem kekebalan.

2.3.2.1 Limfonodus

Limfonodus merupakan organ limfoid sekunder yang secara makroskopik

memiliki struktur seperti biji buncis. Pada bagian luar diselubungi oleh kapsula

jaringan ikat (Kuby 1997). Limfonodus terdiri atas jaringan retikuler yang berisi

sel limfosit, makrofag, dan sel dendrit yang berhubungan dengan pembuluh limfe.

Fungsi utama limfonodus adalah menyaring antigen yang dibawa oleh cairan

limfe (Tizard 1988).

Secara mikroskopik limfonodus terbagi atas tiga bagian, yaitu korteks,

parakorteks, dan medula (Gambar 3). Medula merupakan lapisan paling dalam

dari struktur limfonodus yang berisi sel plasma dan makrofag. Parakorteks

merupakan lapisan di bawah korteks yang berisi sel limfosit T dan sel dendrit

interdigital (Lahr 2004).

Korteks merupakan lapisan paling luar yang berisi sel limfosit B, sel dendrit

folikular, dan makrofag yang tersusun dalam nodul yang disebut folikel primer.

Struktur folikel primer akan meluas pada saat terjadi respon antigen (Douglas

2006). Struktur yang khas ini disebut dengan folikel sekunder yang mengandung

germinal center. Apabila ada antigen asing maka sejumlah sel T, makrofag, dan

sel dendrit akan mengelilingi setiap germinal center pada folikel sekunder. Di

dalam germinal center terjadi poliferasi dan diferensiasi sel B menjadi sel plasma

dan sel memori (Messika 1998).

18

Gambar 3 Limfonodus (sumber: Cann 2011).

Fungsi limfonodus sebagai bagian dari sistem imun telah dibuktikan melalui

beberapa percobaan. Anak-anak yang mengalami defisiensi sel B akan mengalami

pengurangan jumlah folikel primer dan germinal center. Seekor mencit yang

ditimektomi memperlihatkan deplesi yang hebat pada sel di dalam limfonodus

(Kuby 1997).

2.3.2.2 Limpa

Limpa merupakan organ terbesar pada sistem limfatik yang biasanya di

bagian kranial dari abdomen dan di sisi kiri lambung (Aughey dan Frye 2001).

Pada mencit limpa dibentuk dari mesenkim pada dorsal mesogastrikum (Ward et

al. 1999). Berdasarkan sifat anatomisnya limpa pada mencit jantan 50% lebih

besar dibandingkan dengan mencit betina (Malole dan Pramono 1989). Berbeda

dengan limfonodus yang berfungsi untuk menyaring antigen dari cairan limfe,

limpa berfungsi untuk menyaring darah (Tizard 1988). Menurut Jungueira dan

Carneiro (1989) limpa mempunyai 4 fungsi utama, yaitu pembentukan eritrosit,

destruksi eritrosit, organ pertahanan terhadap partikel-partikel asing yang masuk

ke dalam aliran darah, serta cadangan darah.

Menurut Junqueira dan Carneiro (1989), struktur limpa dibungkus oleh

kapsula yang terdiri atas jaringan ikat padat yang membentuk trabekula untuk

membagi parenkim atau pulpa limpa menjadi ruang-ruang bersekat, sedangkan

19

pada bagian medial limpa terdapat hilus (Gambar 4). Jaringan penyambung

kapsula dan trabekula limpa mengandung sedikit sel-sel otot polos. Namun pada

mamalia tertentu seperti kuda, kucing, dan anjing terdapat sel-sel otot polos yang

banyak, sehingga kontraksinya dapat menyebabkan pengeluaran darah yang

tersimpan dalam limpa dalam jumlah banyak, sedangkan struktur limpa yang

seperti spons berperan sebagai penyimpan sel-sel darah merah. Selain itu, struktur

limpa juga terdiri atas sel darah merah dan sel darah putih yang menyerupai

kelenjar limfe.

Gambar 4 Struktur Limpa (Sumber:

http://www.deltagen.com/target/histologyatlas/HistologyAtlas.html).

Kapsula limpa akan terhubung langsung dengan sel-sel parenkimnya. Sel

parenkim limpa terdiri atas pulpa putih dan pulpa merah (Gambar 5) yang

merupakan komponen utama dari limpa (Ward et al. 2009). Pulpa putih

membentuk nodul (folikel) yang di dalamnya terdapat germinal center. Gambaran

histopatologi pulpa merah banyak berisi eritrosit, makrofag, dan sinusoid. Pulpa

merah merupakan tempat eritrosit dihancurkan (Childs 1998).

20

Gambar 5 Pulpa Merah dan Pulpa Putih pada Limpa.

(sumber: http://www.deltagen.com/target/histologyatlas/HistologyAtlas.html).

Pulpa putih limpa terdiri atas jaringan limfoid yang berhubungan langsung

dengan pembuluh darah arteri sentralis yang membentuk periarteriolar lymphoid

sheath (PALS) dan nodulus limfatikus yang ditambah pada selubung. PALS atau

sarung limfoid periarteriolar sebagian besar terdiri atas sel T (Anonim 2006b).

Daerah pulpa putih terdapat folikel primer yang berisi sel limfosit B. Apabila

terjadi respon terhadap antigen maka akan terbentuk germinal center pada pulpa

putih dan disebut dengan folikel sekunder. Setiap folikel sekunder yang terbentuk

dikelilingi oleh selapis sel T yang disebut dengan marginal zone (Messika et al.

1998).

Proliferasi limfosit merupakan penanda adanya fase aktivasi dari respon

imun tubuh. Proliferasi limfosit ini berupa peningkatan produksi limfoblas yang

kemudian menjadi limfosit. Secara mikroskopis dapat terlihat pembesaran organ-

organ limfoid (Ganong 2003). Aktivitas limpa dalam menghasilkan sel limfosit

pada saat terjadi respon imun dapat mengakibatkan pembesaran limpa.

Pembesaran limpa bisa disebabkan karena peningkatan respon imun tubuh.

Peningkatan respon imun dapat terjadi karena adanya infeksi maupun setelah

imunisasi atau adanya gangguan sirkulasi maupun tumor.

Imunomodulator merupakan suatu senyawa yang dapat mempengaruhi

sistem imun humoral maupun seluler. Ada dua tipe imunomodulator, yaitu

imunostimulator (meningkatkan sistem imun) dan imunosupresor (menekan

sistem imun) (Tan dan Vanitha 2004). Menurut El-Kadi dan Kandil (1987), jintan

21

hitam merupakan salah satu herbal yang potensial sebagai imunomodulator.

Beberapa senyawa yang terkandung pada jintan hitam dapat meningkatkan

aktifitas respon imun dalam organ limpa. Peningkatan respon imun dalam organ

limpa dapat dilihat dengan mengukur bagian folikel limfoid (pulpa putih) atau

menghitung jumlah sel limfosit (Tan dan Vanitha 2004).

Spleenectomy (pemotongan organ limpa) pada anak-anak menyebabkan

terjadinya peningkatan infeksi bakteri, terutama oleh Streptococcus pnemoniae,

Neisseria meningitides, dan Haemophilus influenza. Sementara Spleenectomy

pada umur dewasa menyebabkan peningkatan jumlah bakteri dalam aliran darah

(sepsis) tetapi efek yang ditimbulkan sangat rendah (Kuby 1997).