keracunan histamin

31
1 BAB I PENDAHULUAN SKENARIO 3 Kenapa Perutku Sakit Setelah Makan? Seorang laki-laki berusia 40 tahun diantar oleh keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Dari anamnesis didapatkan nyeri perut, mual, muntah, nyeri kepala, mulut terasa terbakar dan terasa seperti logam, sesak nafas, terjadi 1 jam setelah makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras yang dibeli dari warung makan dekat rumahnya. Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi delirium, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/menit isi dan tekanan kurang, laju respirasi 28x/menit serta suhu 36,9 o C dengan rash eritematosus di wajah dan dada, wheezing pada auskultasi paru disertai akral yang mulai dingin. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin 12 gr%, Hematokrit 40%, Leukosit 10.600/ul, Trombosit 375.000/ul, Ureum 43 mg/dl, Kreatinin 1,3 mg/dl, saturasi oksigen 90%, Natrium 130 mmol/L, Kalium 3,3 mmol/L. Saat di IGD diberikan terapi oksigenasi nasal kanul 3 lpm, infus ringer laktat tetesan cepat, injeksi adrenalin dan injeksi difenhidramin intravena 1

Upload: krisnawati-intan-suwignyo

Post on 13-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

intoksifikasi scromboid

TRANSCRIPT

Page 1: Keracunan Histamin

1

BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO 3

Kenapa Perutku Sakit Setelah Makan?

Seorang laki-laki berusia 40 tahun diantar oleh keluarganya ke Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Dari anamnesis didapatkan nyeri perut, mual,

muntah, nyeri kepala, mulut terasa terbakar dan terasa seperti logam, sesak nafas,

terjadi 1 jam setelah makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras yang

dibeli dari warung makan dekat rumahnya.

Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi delirium, tekanan darah 80/60

mmHg, nadi 120x/menit isi dan tekanan kurang, laju respirasi 28x/menit serta

suhu 36,9oC dengan rash eritematosus di wajah dan dada, wheezing pada

auskultasi paru disertai akral yang mulai dingin. Hasil pemeriksaan laboratorium

didapatkan Hemoglobin 12 gr%, Hematokrit 40%, Leukosit 10.600/ul, Trombosit

375.000/ul, Ureum 43 mg/dl, Kreatinin 1,3 mg/dl, saturasi oksigen 90%, Natrium

130 mmol/L, Kalium 3,3 mmol/L. Saat di IGD diberikan terapi oksigenasi nasal

kanul 3 lpm, infus ringer laktat tetesan cepat, injeksi adrenalin dan injeksi

difenhidramin intravena 1 ampul, inhalasi salbutamol dan arang aktif. Pasien

selanjutnya diputuskan untuk rawat inap.

Page 2: Keracunan Histamin

2

BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

JUMP 1

(Klarifikasi Istilah)

1. Rash eritematous: Kulit kemerahan oleh karena pelebaran pemburuh darah

superfisial

2. Oksigenasi nasal kanul: Pemberian oksigen dengan alat yang dimasukkan

melalui hidung dengan kecepatan 1-6 liter per menit, saturasi 22-24%

3. Difenhidramin: Antihistamin golongan etanolamin, yang bekerja dengan

cara berkompetisi dengan histamin untuk menduduki reseptor H1.

Termasuk golongan I generasi 1.

4. Arang aktif: Suatu zat kimia berupa karbon dalam bentuk serbuk atau

tablet yang berfungsi untuk menyerap racun

5. Salbutamol: Suatu obat golongan agonis reseptor β-adrenergik yang biasa

digunakan untuk mengatasi sesak napas dan juga berfungsi sebagai

bronkodilator.

JUMP 2

(Mendefinisikan Masalah)

1. Adakah hubungan antara keluhan dengan konsumsi tuna dan minuman

keras?

2. Mekanisme gejala yang terjadi? (sakit perut, mual muntah, nyeri kepala,

mulut terbakar dan rasa seperti logam, dan sesak nafas)

3. Hubungan onset dengan keluhan?

4. Interpretasi pemeriksaan fisik dan laboratorium?

5. Pemeriksaan penunjang apa saja yang dapat dilakukan?

6. Indikasi, kontraindikasi dan dosis dari terapi di IGD?

7. Mekanisme rash eritematosus, wheezing dan akral dingin?

8. Mengapa pasien di rawat inap?

9. Hubungan usia dengan keluhan?

Page 3: Keracunan Histamin

3

10. Diagnosis, prognosis, tatalaksana dan komplikasi pada pasien?

11. Monitoring saat rawat inap?

12. Tanda khas dan tatalaksana pada keracunan pestisida dan makanan lain?

JUMP 3

(Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara mengenai

permasalahan)

Keracunan histamin merupakan salah satu bentuk keracunan yang paling

umum yang terjadi sehubungan dengan konsumsi ikan. Manifestasi yang muncul

mirip dengan reaksi alergi namun sebenarnya adalah keracunan akibat racun yang

dihasilkan bakteri yang hidup di dalam jaringan tubuh ikan. Gejala yang dapat

muncul pada keracunan ringan adalah munculya ruam, kulit kemerahan, rasa

terbakar, dan muka merah. Keracunan sedang ditandai dengan gejala kulit

kemerahan yang persisten, urtikaria, takikardia, sakit kepala, ansietas, mual,

muntah, dan diare. Sedangkan pada keracuan berat gejala yang dapat muncul

adalah adanya hipotensi, bronkospasme, angioderma, gangguan pada saluran

nafas, dan bisa mengalami gagal nafas.

Jenis ikan yang biasanya menyebabkan keracunan histamin adalah ikan

famili scombroidae seperti ikan tuna, ikan makarel, ikan tongkol, ikan marlin, dan

hampir 100 spesies lainnya. Karena berasal dari ikan famili scombroidae maka

racun yang dihasilkan disebut dengan skombrotoksin atau disebut juga racun

histamin.

Skombrotoksin dapat menyebabkan keracunan ketika seseorang

mengkonsumsi ikan yang telah terbentuk histamin pada tubuhnya. Keracunan

histamin berkaitan langsung dengan proses penanganan ikan yang tidak benar

setelah ditangkap seperti ikan yang sudah tidak segar lagi dan ikan tidak segera

dibekukan. Ikan seharusnya didinginkan setelah ditangkap agar suhu internalnya

mencapai 50oF (10oC) dalam waktu 6 jam setelah ikan ditangkap. Setelah itu, jika

tidak langsung diolah, ikan harus disimpan dalam suhu dibawah 40oF (<4,4oC).

Apabila ikan tidak didinginkan dengan benar maka amina biogenik seperti

histamin dapat dibentuk di dalam tubuh ikan. Amina biogenik tersebut akan

Page 4: Keracunan Histamin

4

meningkat jika diletakkan terlalu lama pada air atau tidak segera didinginkan.

Pembentukan histamin berasal dari histidin yang secara alami terdapat pada

semua spesies ikan famili scombroidae.

Bakteri yang hadir dalam usus dan insang ikan (Morganella morganii,

Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,Proteus vulgaris, Hafnia alvei,

Enterobacter aerogenes, Citrobactor freundii, Aerobacter spp., Serratia spp.)

memiliki enzim histidine decarboxylaseyang dapat merubah asam amino histidin

pada ikan menjadi histamin pada kondisi hangat (maksimum produksi histamin

yang tercatat pada suhu 20 – 30oC.

Histidin pada jenis ikan tertentu jumlahnya lebih besar sehingga

meningkatkan kemungkinan histamin yang terbentuk akan lebih cepat selama

penanganan dan penyimpanan yang tidak tepat. Setelah histamin terbentuk, tidak

akanhilang selama ikan dibersihkan atau dimasak. Demikian juga, pembekuan

tidak akan mengurangi atau merusak histamin tersebut. Penanganan ikan yang

segera setelah ditangkap adalah satu-satunya cara untuk mencegah terbentuknya

histamin.

Kandungan histamin pada ikan segar/sehat adalah kurang dari 0,1

mg/gram ikan, sedangkan bila ikan diletakkan pada suhu kamar, histamin akan

meningkat dengan cepat mencapai 1 mg/gram ikan dalam waktu 24 jam. Histamin

tidak membahayakan jika dikonsumsi dalam jumlah yang rendah, yaitu 8 mg/100

g ikan. Menurut Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat,

keracunan histamin akan timbul jika seseorang mengkonsumsi ikan dengan

kandungan histamin 50 mg/100 g ikan. Ikan dengan kandungan histamin lebih

dari 20 mg/100 g ikan sudah tidak boleh dikonsumsi.

Histamine dapat menyebabkan bronkospasme yang menimbulkan sesak

napas, meningkatkan produksi mucus, meningkatkan asam lambung yang dapat

menyebabkan muntah. Muntah dapat mengeluarkan racun, namun dapat

mengiritasi saluran pencernaan karena iritasi oleh asam lambung.

Pelepasan histamine sendiri ada 2 macam:

1. Antigen-mediated histamine release

Page 5: Keracunan Histamin

5

Histamin dilepaskan karena terdapat interaksi antara antibodi dengan antigen. Hal

ini mengakitbatkan degranulasi dari mass cell dan basophil. Proses ini dimulai

dari adanya alergen / antigen yang ditangkap oleh makrofag (salah satu antigen

presenting cell / APC). Lalu timbul sinyal di MHC II (Major Histocompatibility

complex) yang terdapat di permukaan APC yang dibawa ke limfosit T terutama T

helper. Limfosit akan mengenali dan memerintahkan sel B (limfosit B) untuk

menghasilkan IgE. IgE ketemu mast cell dan akan bertempel disana. Kalau terjadi

kemasukan allergen lagi antigen tersebut tidak akan lewat jalur seperti

sebelumnya, tapi langsung mengikat IgE yang udahvnempel di mast cell.

2. Non-antigen-mediated histamine release

Selain dilepaskan karena adanya respon imunologis, histamin juga dapat

dilepaskan karena obat, racun, atau senyawa2 lain yg dapat mengganggu bahkan

merusak dinding sel dan memancing pelepasan histamin. Atau bisa juga

diakibatkan suhu atau rangsangan mekanis lain.

Mekanisme Alkohol Menimbulkan Efek Toksik

Di balik kenikmatan sesaat setelah konsumsi minuman beralkohol, tubuh

akan mengalami serangkaian perubahan. Hal ini karena alkohol yang masuk ke

dalam tubuh akan langsung diserap dan menyebar melewati organ-organ tubuh

melalui aliran darah, dan sisanya masuk ke saluran pencernaan, mulai dari

kerongkongan, lambung, sampai ke usus untuk dialirkan ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Jantung akan memompa darah bercampur alkohol ini ke seluruh

bagian tubuh, sampai ke otak. Baru terakhir, hati (liver) akan membakar atau

menghancurkan alkohol dibantu dengan enzim khusus untuk dikeluarkan melalui

air seni dan keringat.

Alkohol mengganggu keseimbangan antara eksitantasi dan inhibisi di otak,

ini terjadi karena penghambatan atau penekanan saraf perangsangan. Sejak lama

diduga efek depresi alcohol pada SSP berdasarkan melarutnya lewat membran

iipid. Efek alcohol terhadap berbagai saraf berbeda karena perbedaan distribusi

fosfoliid dan kolesterol di membran tidak seragam. Data eksperimental

menyokong dugaan mekanisme kerja alcohol di SSP serupa barbiturate. Etanol

Page 6: Keracunan Histamin

6

adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan

bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir, anggur, wiskey

maupun minuman lainnya.

Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna, terasa membakar

pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan. Etanol mudah sekali larut dalam air

dan sangat potensial untuk menghambat sistem saraf pusat terutama dalam

aktifitas sistem retikular. Aktifitas dari etanol sangat kuat dan setara dengan bahan

anastetik umum. Tetapi toksisitas etanol relatif lebih rendah daripada metanol

ataupun isopropanol. Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak

diketahui. Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh

langsung pada membran saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan

saraf). Pada daerah membran tersebut etanol mengganggu transport ion. Pada

penelitian invitro menunjukkan bahwa ion Na+, K+, ATP ase dihambat oleh

etanol.

Pada konsentrasi 5 – 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam

impuls listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol

dalam sistem saraf pusat secara invivo. Pengaruh etanol pada sistem saraf pusat

berbanding langsung dengan konsentrasi etanol dalam darah. Daerah otak yang

dihambat pertama kali ialah sistem retikuler aktif. Hal tersebut menyebabkan

terganggunya sistem motorik dan kemampuan dalam berpikir. Disamping itu

pengaruh hambatan pada daerah serebral kortek mengakibatkan terjadinya

kelainan tingkah laku. Gangguan kelainan tingkah laku ini bergantung pada

individu, tetapi pada umumnya penderita turun daya ingatnya. Gangguan pada

sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya berurutan dari bagian kortek yang

terganggu dan merambat ke bagian medula. Alkohol juga dapat memicu pelepasan

histamine, gas lambung, serta merusak sel di gaster.

Gejala Keracunan Alkohol

Gejala

20 – 79 Euphoria, penurunankoordinasi

musculoskeletal

Page 7: Keracunan Histamin

7

80 – 199 Euphoria, penurunankoordinasi

musculoskeletal, ataksia, mood labil,

penurunanjudgement

200 – 299 Bicaratidakjelas, mual, muntah

300 – 399 Memory lost

>400 Koma, gagalnapas

Interpretasi Pemeriksaan

Tekanan darah pasien didapatkan 80/60 mmHg, pasien mengalami hipotensi. Hal

ini merupakan tanda syok hipovolemik dan konsumsi histamin yang

mengakibatkan vasodilatasi vena, vasokontrsiksi arteri kecil, dan kebocoran

plasma.

Denyut nadi pasien 120x/menit, yang berarti pasien mengalami takikardi akibat

menempelnya histamin pada reseptor histamin yang terdapat pada otot jantung.

RR pasien 28x/menit, pasien mengalami takipneu yang diakibatka oleh sifat

bronkospasme dari histamin.

Rash eritemtous pada kulit pasien diakibatkan oleh adanya histamin yang

mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah superfisial. Sesak nafas dan

adanya wheezing pada pemeriksaan paru diakibatkan oleh sifar bronkospasme

dari histamin.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan kadar ureum pasien. Hal

ini mengarah pada kerusakan pre renal. Kadar kalium dan natrium rendah yang

mengindikasikan adanya syok. Hemoglobin pasien mengalami penurunan. Kadar

leukosit meningkat oleh karena peningkatan produksi basofil. Hematoktit dan

trombosit normal.

Hubungan Onset dengan Manifestasi Klinis

Kurang dari 1 jam, makanan masih berada di dalam lambung, maka prognosisnya

baik. Penatalaksanaan yang dapat diberikan adalah dengan memasang nasogastric

tube. Apabila onset keracunan sudah lebih dari 1 jam maka racun sudah berada di

Page 8: Keracunan Histamin

8

sirkulasi, bahkan sampai ke paru-paru sehingga dapat menyebabkan sesak napas.

Prognosis dari onset keracunan lebih dari 1 jam adalah buruk.

Pemeriksaan Penunjang

1. Uji sisa makanan untuk mengecek kadar histamine

2. Pemeriksaan urin untuk mengetahui kadar histamine dan N-metil

histamine

3. EKG

4. Radiologi

Page 9: Keracunan Histamin

NYERI PERUTMUAL MUNTAHNYERI KEPALAMULUT TERASA TERBAKARMULUT TERASA SEPERTI LOGAMSESAK NAPAS

RAWAT INAP

TERAPI IGD

PEMERIKSAAN FISIKPEMERIKSAAN LAB

KERACUNAN

PRIA, 40 TAHUN

TUNA

LOGAMHISTAMIN MINUMAN KERAS

9

JUMP 4

(Menginventarisasi masalah secara sistematis)

Page 10: Keracunan Histamin

10

JUMP 5

(Menentukan Learning Objective)

1. Pemeriksaan penunjang

2. Mekanisme rash eritematous

3. Hubungan usia dengan keluhan

4. Keracunan logam

5. Keracunan secara umum

6. Indikasi dan kontraindikasi terapi IGD

7. Interpretasi pemeriksaan fisik

8. Prognosis dan komplikasi

JUMP 6

(Mengumpulkan informasi baru)

JUMP 7

(Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi yang diperoleh)

Hubungan Usia dengan Keluhan

Pada orang tua, angka morbiditas dan mortalitas akibat keracunan lebih tinggi.

Gejala yang muncul pun akan lebih berat. Hal ini terjadi akibat penurunan

imunitas tubuh, penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas usus,

kekurangan gizi, kurang olahraga, dan penggunaan antibiotik yang berlebihan.

Patofisiologi gejala klinis yang dialami pasien

Adanya mulut terbakar dan rasa seperti logam biasa terjadi pada kondisi

keracunan logam seperti merkuri, dan ini terjadi sering pada kasus dimana

seseorang makan jenis ikan scombrid, seperti ikan tuna, sarden, dsb. Sesak nafas

disertai wheezing pada pemeriksaan kemungkinan dikarenakan salah satu efek

dari histamine adalah adanya bronkospasme.

Adanya peningkatan kadar histamine dapat dikarenakan konsumsi ikan tuna pada

kasus. Selain itu, mulut terasa seperti logam juga bisa disebabkan oleh keracunan

merkuri yang terdapat pada ikan tuna yang terkontaminasi. Pada ikan jenis

Page 11: Keracunan Histamin

11

scombroid dilaporkan mengandung cukup tinggi kadar histamine apalagi pada

kondisi dimanacara penyimpanan dan pengolahan yang tidak tepat. Mulut terasa

terbakar juga bisa diakibatkan oleh adanya refluks HCL pada lambung.

Mual muntah dapat terjadi karena histamin yang diakandung oleh ikan yang

dikonsumsi oleh pasien berikatan dengan reseptor H2 sehingga merangsang

refleks muntah. Nyeri perut terjadi akibat histamin meningkatan ambang batas

rangsang nyeri perut dan peningkatan peristaltik usus.

Sesak nafas dapat terjadi pada kasus keracunan pada bagian saluran nafas

dikarenakan adanya mekanisme pertahanan pada mukosa saluran nafas dengan

mengeluarkan lendir yang akhirnya dapat menghambat jalan nafas.

Mekanisme terjadinya Rash Erimatous

Rash eritematous terjadi karena efek dari histamine yang dilepaskan. Histamine

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah superficial sehingga tampak

kemerahan.

Jenis-Jenis Keracunan

Keracunan Histamin dari Ikan

Pemeriksaan Penunjang

Serum Triptase : dilakukan 1-2 jam setelah onset untuk membedakan antara reaksi

keracunan histamin ikan atau alergi, biasanya pada orang keracunan level serum

triptase masih dalam batas normal sedangkan pada reaksi alergi terjadi

peningkatan kadar triptase dalam serumnya. (Birkun, 2015)

Prognosis

Korban keracunan histamin dari ikan memiliki prognosis baik, perbaikan

berlangsung dengan cepat kecuali jika korban memiliki riwayat atopi yang dapat

menyebabkan gejala lebih buruk dan masa pulih yang lebih lama. (Birkun, 2015)

Komplikasi

Komplikasi yang pernah dilaporkan akibat keracunan histamin dari ikan termasuk

bronkospasme berat, angioedema, hipotensi, edem pulmo, dan syok kardiogenik.

Pasien yang mempunyai gejala penyerta lain seperti penyakit arteri koroner dapat

Page 12: Keracunan Histamin

12

berisiko mengalami sindrom koroner akut yang dicetuskan oleh takikardi dan

hipotensi, berhubungan dengan beratnya kasus. Namun tidak pernah ditemukan

keadaan fatal yang berhubungan secara langsung dengan keracunan histamin dari

ikan. (Birkun, 2015)

Keracunan Organofosfat

Organophosphat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida

lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam

jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan lebih dari

beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada orang

dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan

kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsnya. Enzim tersebut secara

normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin.Pada saat enzim

dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan berikatan dengan

reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal

tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh

bagian tubuh. Penghambatan kerja enzim terjadi karena organophosphate

melakukan fosforilasi enzim tersebut dalam bentuk komponen yang stabil.

Secara umum gejala keracunan organofosfat dibagi menjadi 3 kategori;

i. Muskarinik

Gejala keracunan organofosfat pada sistem saraf muskarinik dapat disingkat

menjadi SLUDGE (salivation, lacrimation, urination, diarrhea, GI upset, emesis)

atau DUMBELS (diaphoresis and diarrhea; urination; miosis; bradycardia,

bronchospasm, bronchorrhea; emesis; excess lacrimation; and salivation)

ii. Nikotinik

Sedangkan pada saraf nikotinik dapat menimbulkan kontraksi involunter lemah

pada otot, keram otot, lemah otot, dan kegagalan diafragma. Efek autonom

nikotinik lainnya termasuk hipertensi, takikardi, midriasis, dan kepucatan.

iii. Sistem saraf pusat

Dapat muncul gangguan ansietas, emosi labil, sulit beristirahat, bingung/linglung,

ataksia, tremor, seizure, bahkan koma. (Katz, 2015)

Page 13: Keracunan Histamin

13

Penanganan

Pengobatan keracunan pestisida ini harus cepat dilakukan terutama untuk

toksisitas organophosphat. Bila dilakukan terlambat dalam beberapa menit akan

dapat menyebabkan kematian. Diagnosis keracunan dilakukan

berdasarkan  terjadinya gejala penyakit dan kronologis kejadiannya yang saling

berhubungan. Pada keracunan yang berat, pseudokholinesterase dan aktifitas

erytrocytkholinesterase harus diukur dan bila kandungannya jauh dibawah

normal, kercaunan mesti terjadi dan gejala segera timbul.

Pengobatan dengan pemberian atrophinsulfat dosis 1-2 mg i.v. dan biasanya

diberikan setiap jam dari 25-50 mg. Atrophin akan memblok efek muskarinik dan

beberapa pusat reseptor muskarinik. Pralidoxim (2-PAM) adalah obat spesifik

untuk anti dotum keracunan organofosfat. Obat tersebut dijual secara komersiil

dan tersedia sebagai garam chlorin.

a. Botullism

Keracunan Clostridium Botullinum yang biasa ada pada makananaleng. Gejala

klinis timbul setelah 12-36 jam setelah makan. Gejala klinis yang timbul letih,

lesu, vertigo, pandangan kabur, mulut kering, sayu, sulit menelan, dan berbicara

b. Salmonellosis

Keracunan salmonella non thyphoidal. Ini diakibatkan makan makanan yang

belum matang, seperti telur ½ matang, daging-unggas ½ matang, dan susu yang

tidak dipasteurisasi. Gejala klinis seperti diare berdarah, kram dan nyeri perut,

serta demam dalam 2-5hari akan timbul setelah 12-36 jam makan.

Terapi

Terapi O2

Terapi O2 merupakan salah saetu dari terapi pernafasan dalam mempertahankan

okasigenasi jaringan yang adekuat. Secara klinis tujuan utama pemberian O2

adalah (1) untuk mengatasi keadaan Hipoksemia sesuai dengan hasil Analisa Gas

Darah, (2) untuk menurunkan kerja nafas dan meurunkan kerja miokard.

Page 14: Keracunan Histamin

14

Syarat-syarat pemberian O2 meliputi : (1) Konsentrasi O2 udara inspirasi dapat

terkontrol, (2) Tidak terjadi penumpukan CO2, (3) mempunyai tahanan jalan

nafas yang rendah, (4) efisien dan ekonomis, (5) nyaman untuk pasien.

Dalam pemberian terapi O2 perlu diperhatikan “Humidification”. Hal ini penting

diperhatikan oleh karena udara yang normal dihirup telah mengalami humidfikasi

sedangkan O2 yang diperoleh dari sumber O2 (Tabung) merupakan udara kering

yang belum terhumidifikasi, humidifikasi yang adekuat dapat mencegah

komplikasi pada pernafasan.

Indikasi Pemberian O2

Berdasarkan tujuan terapi pemberian O2 yang telah disebutkan, maka adapun

indikasi utama pemberian O2 ini adalah sebagai berikut : (1) Klien dengan kadar

O2 arteri rendah dari hasil analisa gas darah, (2) Klien dengan peningkatan kerja

nafas, dimana tubuh berespon terhadap keadaan hipoksemia melalui peningkatan

laju dan dalamnya pernafasan serta adanya kerja otot-otot tambahan pernafasan,

(3) Klien dengan peningkatan kerja miokard, dimana jantung berusaha untuk

mengatasi gangguan O2 melalui peningkatan laju pompa jantung yang adekuat.

Berdasarkan indikasi utama diatas maka terapi pemberian O2 dindikasikan kepada

klien dengan gejal : (1) sianosis, (2) hipovolemi, (3) perdarahan, (4) anemia berat,

(5) keracunan CO, (6) asidosis, (7) selama dan sesudah pembedahan, (8) klien

dengan keadaan tidak sadar.

METODE PEMBERIAN O2

Metode pemberian O2 dapat dibagi atas 2 teknik, yaitu :

1. Sistem aliran rendah

Tekniksistem aliran rendah diberikan untuk menambah konsentrasi udara

ruangan. Teknik ini menghasilkan FiO2 yang bervariasi tergantung pada tipe

pernafasan dengan patokan volume tidal pasien. Pemberian O2 sistem aliran

rendah iniditujukan untuk klien yang memerlukan O2 tetapi masih mampu

bernafas denganpola pernafasan normal, misalnya klien dengan Volume Tidal 500

ml dengan kecepatan pernafasan 16 – 20 kali permenit. Contoh sistem aliran

rendah ini adal;ah : (1) kataeter naal, (2) kanula nasal, (3) sungkup muka

sederhana, (4) sungkup muka dengan kantong rebreathing, (5) sungkup muka

Page 15: Keracunan Histamin

15

dengan kantong non rebreathing. Keuntungan dan kerugian dari masing-masing

sistem :

Kateter nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 secara kontinu

dengan aliran 1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi 24% - 44%. Keuntungannya

termasuk pemberian O2 yang stabil, klien bebas bergerak, makan dan berbicara,

murah dan nyaman serta dapat juga dipakai sebagai kateter penghisap.

Kerugiannya tidak dapat memberikan konsentrasi O2 yang lebih dari 45%,

teknik memasuk kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, dapat terjadi

distensi lambung, dapat terjadi iritasi selaput lendir nasofaring, aliran dengan

lebih dari 6 L/mnt dapat menyebabkan nyeri sinus dan mengeringkan mukosa

hidung, kateter mudah tersumbat.

Kanula nasal

Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan O2 kontinu dengan aliran

1 – 6 L/mnt dengan konsentrasi O2 sama dengan kateter nasal. Keuntungannya

adalah pemberian O2 stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,

mudah memasukkan kanul disbanding kateter, klien bebas makan, bergerak,

berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan nyaman.

Kerugiannya adalah tidak dapat memberikan konsentrasi O2 lebih dari 44%, suplai

O2 berkurang bila klien bernafas lewat mulut, mudah lepas karena kedalam kanul

hanya 1 cm, mengiritasi selaput lendir.

Sungkup muka sederhana

Merupakan alat pemberian O2 kontinu atau selang seling 5 – 8 L/mnt dengan

konsentrasi O2 40 – 60%. Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan

lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal, sistem humidifikasi dapat ditingkatkan

melalui pemilihan sungkup berlobang besar, dapat digunakan dalam pemberian

terapi aerosol.

Kerugiannya adalah tidak dapat memberikan konsentrasi O2 kurang dari 40%,

dapat menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah.

Sungkup muka dengan kantong rebreathing

Page 16: Keracunan Histamin

16

Suatu teknik pemberian O2 dengan konsentrasi tinggi yaitu 60 – 80% dengan

aliran 8 – 12 L/mnt. Keuntungannya adalah konsentrasi O2 lebih tinggi dari

sungkup muka sederhana, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugiannya adalah

tidak dapat memberikan O2 konsentrasi rendah, jika aliran lebih rendah dapat

menyebabkan penumpukan CO2, kantong O2 bisa terlipat.

Sungkup muka dengan kantong non rebreathing

Merupakan teknik pemberian O2 dengan Konsentrasi O2 mencapai 99%

dengan aliran 8 – 12 L/mnt dimana udara inspirasi tidak bercampur dengan udara

ekspirasi. Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diperoleh dapat mencapi

100%, tidak mengeringkan selaput lendir. Kerugiannya adalah kantong O2 bisa

terlipat.

2. Sistem aliran tinggi

Suatu teknik pemberian O2 dimana FiO2 lebih stabil dan tidak dipengaruhi oleh

tipe, sehingga dengan teknik ini dapat menambahkan konsentrasi O2 yang

lebihtepat dan teratur.

Adapun contoh teknik sistem aliran tinggi yaitu sungkup muka dengan ventury.

Prinsip pemberian O2 dengan alat ini yaitu gas yang dialirkan dari tabung akan

menuju ke sungkup yang kemudian akan dihimpit untuk mengatur suplai O2

sehingga tercipta tekanan negatif, akibatnya udaraluar dapat diisap dan aliran

udara yang dihasilkan lebih banyak. Aliran udara pada alat ini sekitas 4 – 14

L/mnt dengan konsentrasi 30 – 55%.

Keuntungannya adalah konsentrasi O2 yang diberikan konstan sesuai dengan

petunjuk pada alat dantidak dipengaruhi perubahan pola nafas terhadap FiO2, suhu

dan kelembaban gas dapat dikontrol serta tidak terjadi penumpukan CO2.

Kerugiannya pada umumnya hampir sama dengan sungkup muka yang lain pada

aliran rendah.

a. Adrenalin

Adrenalin (epinefrin) dapat mengembalikan kondisi fisiologik dari gejala darurat

(seperti udem larings, bronkospasme, dan hipotensi) yang disebabkan reaksi

hipersensitif seperti anafilaksis dan angioedema

Page 17: Keracunan Histamin

17

Adrenalin mempunyai mula kerja cepat setelah pemberian intramuskular dan pada

pasien dalam keadaaan syok, absorbsi intramuskular lebih cepat dan lebih dapat

dipercaya dibandingkan pemberian subkutan (pemberian intravena harus

dilakukan pada keadaan sangat darurat, dimana sirkulasi darah pasien tidak

memadai).

Tabel berikut berisi dosis pemberian yang dianjurkan.

Volume injeksi adrenalin 1:1000 (1 mg/ml) untuk injeksi intramuskular (atau

injeksi subkutan sebagai alternatif) pada syok anafilaktik. 

Umur Dosis Volume adrenalin

1:100 (1 mg/mL)

Dibawah 6

bulan

50 mcg 0.05 mL

6 bulan – 6

tahun

120 mcg 0.12 mL

6-12 tahun 250 mcg 0.25 mL

Dewasa dan

remaja

500 mcg 0.5 mL

 

Dosis di atas bisa diulangi beberapa kali, jika perlu tiap 5 menit, menurut tekanan

darah, nadi dan fungsi pernapasan, sampai terjadi perbaikan. Injeksi subkutan

umumnya tidak dianjurkan.

Adrenalin Intravena

Jika pasien sangat parah dan ada keraguan terhadap kecukupan sirkulasi dan

absorpsi dari injeksi intramuskular, adrenalin dapat diberikan sebagai injeksi

intravena lambat dengan dosis 500 mcg (5 mL larutan encer injeksi adrenalin

1:10.000) diberikan dengan kecepatan 100 mcg/menit (1 mL larutan encer

1:10.000 per menit) dan dihentikan jika respons telah diperoleh.

Pada anak-anak dapat diberikan 10 mcg/kg bb (0.1 mL/kg bb larutan encer injeksi

adrenalin 1:10.000) secara injeksi intravena lambat selama beberapa menit.

Pengawasan/monitor ketat diperlukan untuk memastikan bahwa obat diberikan

Page 18: Keracunan Histamin

18

dengan kadar yang tepat. Pada kit syok anafilaktik perlu dibedakan dengan sangat

jelas antara larutan 1:10.000 dan larutan 1:1000.

b. Arang Aktif

Arang aktif dapat mengabsorbsi hampir semua jenis obat dan racun.

Indikasi: pilihan utama keracunan lewat lambung dan usus

Kontra Indikasi: kesadaran menurusn/kejang kecuali apabila diberikan lewat

nasogastric tube dan jalan nafas dilindungi oleh endotracheal tube, onstruksi

ileus/intestinal

Dosis: 50-100 mg untuk dewasa, dan anak-anak 1-2 mg/kgBB

c. Salbutamol

Indikasi: bronkospasme

Kontraindikasi: bronkodilatasi

Dosis: 0,5 ml selama 5-15 menit dengan nebulizer.

d. Difenhidramin

Indikasi: untuk bersin-bersin, alergi, kulit merah, rash eritematous, mata berair,

gatal-gatal, dan lain-lain. Antihistamin generasi I.

Kontraindikasi: glaukoma, penyakit hepar atau ginjal, asma, gangguan tiroid

Dosis: 25-50 mg secara oral

9.

Page 19: Keracunan Histamin

19

BAB III

PEMBAHASAN

xx

Page 20: Keracunan Histamin

20

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Pada skenario ini pasien mengalami gejala keracunan makanan yang

disebabkan oleh racun Scombroid dan kontaminasi merkuri pada ikan tuna,

juga karena alkohol dari minuman keras.

2. Pasien sudah mendapat penanganan berupa terapi oksigenasi nasal kanul 3

lpm, infus ringer laktat tetesan cepat, injeksi adrenalin dan injeksi

difenhidramin intravena 1 ampul, inhalasi salbutamol dan arang aktif.

Selanjutnya pasien dapat diberi dimercaprol untuk menangani keracunan

merkuri.

B. SARAN

1. Untuk Skenario

Materi di skenario sudah baik. Keterangan pada kasus di scenario sudah

cukup lengkap dengan adanya hasil pemeriksaan fisik ataupun pemeriksaan

lain sehingga mahasiswa dapat belajar lebih terarah

2. Untuk Mahasiswa

Kegiatan diskusi tutorial kelompok kami telah berjalan cukup lancar.

Mahasiswa cukup berperan aktif dalam diskusi ini. Tutor juga mengarahkan

diskusi sehingga LO atau tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Page 21: Keracunan Histamin

21

DAFTAR PUSAKA

Birkun III, Alexei. 2015. Histamine Toxicity from Fish.

http://emedicine.medscape.com/article/1009464-workup - diakses pada 4 Juni

2015

Katz, Kenneth D. 2015. Organophosphate Toxicity.

http://emedicine.medscape.com/article/167726-overview – diakses pada 4 Juni

2015 

http://pionas.pom.go.id/book/ioni-bab-3-sistem-saluran-napas-34-antihistamin-

hiposensitisasi-dan-kedaruratan-alergi/343 - diakses pada 4 juni 2015