bab 2 tinjauan pustaka a. konsep dasar halusinasi 1

44
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1. Pengertian Halusinasi Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan pancaindra tanpa ada rangsangan dari luar atau suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui pancaindra tanpa stimulus eksternal: persepsi palsu (Maramis, 2009). Halusinasi adalah pengalaman pancaindra tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2012). Halusinasi juga merupakan gejala dari beberapa gangguan psikiatrik, seperti skizofrenia, gangguan skizoniform, gangguan skizoafektif, mania, depresi psikotik, gangguan kepribadian ambang, psikosis reaktif sejenak, dan gangguan psikotik yang disengaja (Nevid, 2005). Halusinasi pada orang-orang yang tidak mengalami kondisi psikiatri sering kali dipicu oleh stimulasi sensoris dalam tingkat rendah yang tidak biasa (berbaring dalam kegelapan diruangan yang kedap suara untuk waktu yang lama) atau tingkat pengaktifan yang rendah. Tidak seperti individu yang psikotik, orang-orang tersebut menyadari bahwa halusinasi mereka tidak nyata dan merasa dapat mengontrolnya (Nevid, 2005).

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana

klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

penerapan pancaindra tanpa ada rangsangan dari luar atau suatu

penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui pancaindra tanpa

stimulus eksternal: persepsi palsu (Maramis, 2009). Halusinasi adalah

pengalaman pancaindra tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya

penderita mendengar suara-suara, bisikan ditelinganya padahal tidak ada

sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2012).

Halusinasi juga merupakan gejala dari beberapa gangguan psikiatrik,

seperti skizofrenia, gangguan skizoniform, gangguan skizoafektif, mania,

depresi psikotik, gangguan kepribadian ambang, psikosis reaktif sejenak,

dan gangguan psikotik yang disengaja (Nevid, 2005).

Halusinasi pada orang-orang yang tidak mengalami kondisi psikiatri

sering kali dipicu oleh stimulasi sensoris dalam tingkat rendah yang tidak

biasa (berbaring dalam kegelapan diruangan yang kedap suara untuk

waktu yang lama) atau tingkat pengaktifan yang rendah. Tidak seperti

individu yang psikotik, orang-orang tersebut menyadari bahwa halusinasi

mereka tidak nyata dan merasa dapat mengontrolnya (Nevid, 2005).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

7

Orang-orang yang bebas dari gangguan psikologis terkadang

mengalami halusinasi dalam rangka pengalaman religius atau ritual.

Partisipan dalam peristiwa semacam ini mungkin melaporkan keadaan

seperti kerasukan yang cepat dengan penglihatan atau persepsi lain yang

berbeda. Kita semua mengalami halusinasi diwaktu malam, jika kita

menganggap mimpi sebagai sebuah bentuk halusinasi (pengalaman

persepsi tanpa adanya stimulus dari luar) (Nevid, 2005).

Halusinasi mungkin juga terjadi sebagai respons terhadapat obat-

obatan halusinogenik, seperti Lysergic syntetic diethylamide (LSD).

Halusinasi juga mungkin terjadi selama reaksi berkabung. Ketika

bayangan orang yang meninggal tampak, dan dalam kondisi yang sangat

menimbulkan stress lainnya. Pada kebanyakkan kasus halusinasi yang

dibangkitkan oleh duka cita dapat dibedakan dari halusinasi psikotik

dimana individu dapat membedakannya dari realitas (Nevid, 2005).

Halusinasi merupakan gejala psikotik, keberadaannya memerlukan

suatu diagnosis sebelum pengobatan dapat diberikan. Halusinasi visual,

olfaktorik, dan gustatorik paling sering dijumpai pada gangguan organik

(contoh, pada epilepsi temporalis). Halusinasi taktil berupa kutu yang

merayap diatas atau di bawah kulit (formikasi) sering dijumpai pada

keadaan intoksikasi kokain, keadaan putus alkohol dan hipnotika-sedatif.

Halusinasi yang timbul hanya pada saat pasien tidur (hipnagogik) atau saat

terbangun dari tidur (hipnopompik) biasanya dianggap tidak patologik

(David, 2004).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

8

Intoksikasi dengan halusinogenika, kokain, amfetamin atau

stimulansia lain dapat menyebabkan halusinasi, demikian juga peristiwa

putus zat alkohol, dan hipnotika-sedatif. Banyak medikasi lain dapat

menyebabkan timbulnya halusinasi sebagai efek samping. Kondisi

gangguan organik seperti epilepsi sering terkait dengan halusinasi juga.

Derilium juga dapat disertai oleh halusinasi sebagai gambaran klinis. Obat

yang digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson (contoh, L-dopa

[Larodopa, Dopar] dapat menyebabkan juga halusinasi (David, 2004).

B. Konsep Dasar Skizofrenia

1. Pengertian Skizofrenia

Skizofrenia berasal dari dua kata “skizo” yang artinya retak atau pecah

(spilit), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang

menderita gangguan jiwa skizofrenia adalah orang yang mengalami

keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (spliting of personality)

(Hawari, 2012). Skizofrenia merupakan gangguan psikiatrik yang ditandai

dengan disorganisasi pola pikir yang signifikan dan dimanisfestasikan

dengan masalah komunikasi dan kognisi, gangguan presepsi terhadap

realitas yang dimanifestasikan dengan halusinasi dan waham, dan

terkadang penurunan fungsi yang signifikan (O’brien, 2013). Skizofrenia

adalah sautu penyakit yang mempengaruhi dan menyebabkan timbulnya

pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu,

skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom atau proses

penyakit yang mencakup banyak jenis (Videbeck, 2011).

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

9

Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik, dengan

gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir. Kadang-

kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang dikendalikan oleh

kekuatan dari luar. Gangguan skizofrenia pada umumnya ditandai oleh

distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan afek yang tidak

serasi (inappropriate) atau tumpul (blunted) (Sani, 2011).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa skizofrenia

merupakan sindrom dengan berbagai macam penyebab dan perjalanan

yang banyak dan beragam, dimana kepribadian mengalami keretakan,

alam pikir, perasaan, dan perbuatan individu terganggu. Pada orang

normal, alam pikiran, perasaan, dan perbuatan ada kaitannya atau searah,

tetapi pada klien skizofrenia ketiga alam itu terputus, baik satu maupun

semuanya.

2. Psikodinamika Skizofrenia

Sindrom gejala yang kompleks pada skizofrenia memunculkan

berbagai faktor tentang etiologi gangguan skizofrenia :

a. Faktor predisposisi

Beberapa faktor predisposisi yang berkontribusi pada munculnya

respon neurobiologi seperti:

1) Faktor genetik

Sebagai besar penelitian mengindikasikan hubungan genetik dan

pola familial. Semakin dekat hubungan darah dengan individu yang

menderita skizofrenia, semakin tinggi risiko genetik terhadap

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

10

skizofrenia. Penelitian yang paling penting memusatkan pada

penelitian anak kembar yang menunjukkan bahwa kembar identik

(kembar monozigot) berisiko mengalami gangguan skizofrenia

sebesar 50%, sedangkan kembar fraternal (kembar dizigot) berisiko

hanya 15%. Hal ini mengindikasikan bahwa skizofrenia sedikit

diturunkan. Penelitian penting lain menunjukan bahwa anak-anak

yang memiliki satu orang tua biologis penderita skizofrenia memiliki

resiko 15%, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua

biologis menderita skizofrenia (Videbeck, 2011).

2) Faktor struktur dan fungsi otak (neuroanatomi)

Hipotesis perkembangan saraf dalam perkembangan skizofrenia

didasarkan pada observasi skizofrenia pada bayi yang terpajan

dengan infeksi virus pada trimester kedua serta tanda neurologis

ringan yang ditemukan ketika mengevaluasi klien skizofrenia. Faktor

perkembangan, struktur saraf, biokimia, dan lingkungan

mempengaruhi kemampuan individu dalam memproses informasi.

Masalah dalam memfokuskan perhatian, mengkaji stimulus, dan

menetapkan makna afek terhadap pengalaman dapat menggangu

kognisi dan menghambat kemampuan berinteraksi secara afektif

dengan lingkungan. Faktor hambatan dalam memproses informasi

terus terjadi karena ketidakmampuan memodulasi stresor biologis

(O’Brien, 2013).

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

11

3) Faktor neurotransmiter (neurokimia)

Penurunan aktivitas lobus frontal pada klien skizofrenia

dianggap berkaitan dengan penurunan aktivitas glutamatergik dan

dengan gejala negatif serta defisit kognitif. Peningkatan aktivitas

dopamin mesolimbik diperkirakan berkaitan dengan efek

farmakologis obat antipsikotik dalam memblok dopamin dan

pengaruh obat tersebut pada berbagai sistem neurotransmiter

(Kaplan, 2010).

4) Faktor psikososial

Menurut teori psikoanalisis, kerusakan yang menentukan

penyakit mental adalah gangguan dalam organisasi „ego‟. Gangguan

ini terjadi sebagai akibat distorsi dalam hubungan timbal balik antara

bayi dan ibunya, dimana si anak tidak dapat berkembang melampui

fase oral dari perkembangan jiwanya. Didapati juga bahwa penderita

skizofrenia tidak pernah dapat mencapai hubungan yang erat dengan

ibunya pada masa bayinya. Beberapa psikoanalisis beranggapan

bahwa gangguan pada fungsi ego seseorang dapat menyebabkan

perasaan bermusuhan. Distorsi hubungan ibu-bayi ini kemudian

mengakibatkan terbentuknya suatu kepribadian yang peka terhadap

stress. Teori psikoanalis beranggapan bahwa berbagai gejala

skizofrenia mempunyai arti simbolik untuk si penderita secara

individu (Simanjutak, 2008).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

12

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi disebut juga faktor pencetus respon neurobiologis

meliputi:

1) Lingkungan

Faktor lingkungan yang menjadikan pencetus terjadinya

skizofrenia lingkungan yang mempengaruhi atau menimbulkan

penyakit diantara lain: ekonomi, pendidikan, masalah rumah tangga,

kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola

aktivitas sehari-hari, kesukaran berhubungan dengan orang lain,

isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, stigmasiasi,

kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmampuan

mendapatkan pekerjaan (Simanjutak, 2008).

2) Sikap/perilaku

Sikap/perilaku juga menjadikan pencetus skizofrenia. Karena

sikap atau perilaku timbul terdapat merasa tidak mampu, tekanan

psikologis, putus asa, merasa gagal, kehilangan kendali diri

(demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan dengan gejala

tersebut, merasa malang, dari segi usia maupun kebudayaan,

rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku

kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan

penanganan gejala stresor seseorang terpaksa mengadakan adaptasi

(penyesuain diri) untuk menanggulangi stresor (tekanan) yang

timbul. Namun, tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

13

mampu menanggulanginya, sehingga dampak dari stresor yang ada

berdampaklah seseorang terkena skizofrenia (Hawari, 2012).

Dari penyebab skizofrenia diatas dapat disimpulkan bahwa

skizofrenia. Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab

skizofrenia secara pasti. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan

mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan

manifestasi atau faktor pencetus atau presipitasi faktor seperti

penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya bisa menyebabkan

skizofrenia (Maramis,2009).

3. Perjalanan Penyakit Skizofrenia

a. Fase prodomal

Gangguan skizofrenia dapat menyerang secara tiba-tiba dan

berlangsung dalam beberapa hari. Penderitanya mungkin mengalami

penurunan fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi perawatan diri, sosial,

waktu luang, pekerjaan atau pendidikan akademik.

Berlangsung antara 6 bulan sampai 1 tahun

1) Gangguan dapat berupa self care, gangguan dalam akademik,

gangguan dalam pekerjaan.

2) Gangguan fungsi sosial, gangguan pikiran dan persepsi. Perlahan-

lahan ini akan menggangu individu serta membuat resah keluarga

dan teman, mereka akan mengatakan “orang ini tidak seperti yang

dulu”. Semakin lama fase prodomal semakin buruk prognosisnya

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

14

seperti pemburukan perilaku menarik diri dan penurunan aktivitas

yang biasa dilakukan mulai tampak(Copel, 2007).

Ciri-ciri umum pada fase prodromal antara lain :

1) Berhenti memperhatikan dan mempedulikan penampilan dan

kebersihan, seperti lupa mandi, lupa tidur, atau lupa makan.

2) Sering mengalami kebingungan.

3) Berbicara tidak jelas dan serampangan.

4) Prestasi sekolah atau pekerjaan secara drastis menurun.

5) Sering melakukan kesalahan, seperti sering terlambat datang kerja,

sering ceroboh, dan kurang konsentrasi.

6) Sering melakukan aktivitas yang aneh, seperti berpakaian aneh atau

tidak pas dengan situasi dan berjalan tanpa busana.

7) Senang memungut sampah.

b. Fase aktif

1) Berlangsung kurang lebih 1 bulan.

2) Gangguan dapat berupa gejala psikotik antara lain :

Delusi, disorganisasi proses berfikir, gangguan bicara, gangguan

perilaku, disertai kelainan neurokimiawi. Pada fase ini penderitanya

harus diberikan asuhan keperawatan yang bersifat hospitalistik,

seperti terapeutik psikiatrik. Bila tidak diberikan, gejala-gejala

tersebut dapat hilang secara spontan tetapi suatu saat mengalami

eksaserbasi (terus bertahan dan tidak dapat disembuhkan). Fokus

asuhan keperawatannya adalah rehabilitasi psikiatrik terutama pada

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

15

pikiran, perasaan, dan perilaku. Fase aktif akan diikuti oleh fase

residual (Videbeck, 2011).

c. Fase residual

Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang

tidak begitu menonjol. Misalnya, alam perasaan yang tumpul dan

mendatar serta tidak serasi (inappropriate), penarikan diri, pikiran tidak

logis dan tidak rasional.

Klien mengalami minimal 2 gejala antara lain:

Gangguan afek dan gangguan peran, serangan biasanya berulang.

Fase ini memiliki gejala-gejala yang sama dengan fase prodomal tetapi

gejala positif/psikotiknya sudah berkurang. Perjalanan skizofrenia tidak

menunjukan gejala yang sama pada setiap pasien, bila deteriorasinya.

Beberapa pasien dapat pulih total setelah jangka waktu yang lama

dengan terapi yang baik berkelanjutan termasuk terapi pemeliharaan.

Pengetahuan mengenai perjalan penyakit sangat penting untuk

perencanaan terapi. Perjalanan penyakit yang berbeda-beda,

mencerminkan perbedaan dari kelompok skizofrenia (Ibrahim,2011).

4. Kriteria Diagnostik

Pasien dikatakan skizofrenia apabila termasuk dalam kriteria diagnostik

(DSM IV TR) :

1. Gejala-gejala yang khas : 2 atau lebih dari gejala berikut yang

bermakna dalam periode 1 bulan (atau kurang jika berhasil diterapi):

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

16

a. Waham.

b. Halusinasi.

c. Pembicaraan yang janggal (mis. sering derailment atau

inkohorensia).

d. Perilaku janggal atau katatonik

e. Adanya gejala negatif (seperti afek datar,alogia,abulia).

Catatan : Hanya satu dari kriteria A yang diperlukan jika wahamnya

janggal atau jika halusinasinya berupa suara yang terus menerus

mengomentari tingkah laku atau pikiran yang bersangkutan atau

berisi 2 (atau lebih) suara-suara yang saling bercakap-cakap.

2. Disfungsi sosial atau pekerjaan: 1 atau lebih dari area fungsional utama

menunjukkan penurunan nyata di bawah tingkat yang dicapai sebelum

onset dalam suatu rentang waktu yang bermakna sejak onset gangguan

(atau bila onset pada masa anak-anak atau remaja terdapat kegagalan

pencapaian tingkat interpersonal, akademik atau okupasi lainnya) seperti

pekerjaan, hubungan interpersonal atau perawatan diri.

3. Durasi: tanda-tanda gangguan terus berlanjut dan menetap sedikitnya 6

bulan. Periode 6 bulan ini meliputi 1 bulan gejala-gejala fase aktif yang

memenuhi kriteria A (atau kurang bila berhasil diterapi) dan dapat juga

mencakup fase prodromal atau residual. Selama berlangsung. fase

prodormal atau residual ini, tanda-tanda gangguan dapat bermanifestasi

hanya sebagai gejala-gejala negatif saja atau lebih dari atau 2 dari gejala-

gejala dalam kriteria A dalam bentuk yang lebih ringan (seperti

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

17

kepercayaan-kepercayaan ganjil, pengalaman perseptual yang tidak

biasa).

4. Penyingkiran skizofektif dan gangguan mood: Gangguan skizoafektif dan

mood dengan gambaran psikotik dikesampingkan karena : (1) tidak ada

episode depresi, mania atau campuran keduanya yang terjadi bersamaan

dengan gejala-gelala fase aktif, (2) jika episode mood terjadi intra fase

aktif maka perlangsungannya relatif singkat dibanding periode fase aktif

dan residual.

5. Penyingkiran kondisi medis dan zat: Gangguan ini bukan disebabkan oleh

efek fisiologis langsung dari suatu zat (seperti obat-obatan medikasi atau

yang disalah gunakan) atau oleh suatu kondisi medis umum.

6. Hubungan dengan suatu gangguan perkembangan pervasif: Jika terdapat

riwayat autistik atau gangguan pervasif lainnya maka tambahan diagnosa

skizofernia hanya dibuat bila juga terdapat delusi atau halusinasi yang

menonjol dalam waktu sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berhasil

diterapi).

5. Tanda dan Gejala Skizofrenia

a. Gejala positif

1) Halusinasi, yaitu pengalaman pancaindra tanpa ada rangsangan

(stimulus) misalnya, penderita mendengar suara-suara atau bisikan-

bisikan ditelinganya padahal tidak ada sumber dari suara atau bisikan

itu (Videbeck, 2008).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

18

2) Delusi atau waham yaitu suatu keyakinan yang tidak rasional (tidak

masuk akal). Meskipun telah dibuktikan secara objektif bahwa

keyakinannya itu tidak rasional, namun penderita tetap menyakini

kebenarannya. Umumnya waham muncul dalam bentuk waham

kejar, waham kebesaran, atau waham menyangkut diri sendiri.

Waham dapat terjadi pada penyakit psikotik lainnya, sedangkan

kesan klinik menunjukan waham yang terdapat pada skizofrenia

umumnya lebih bizar (aneh) (Copel, 2007).

3) Kekacauan alam pikiran, yaitu dapat dilihat dari isi pembicaraanya.

Misalnya bicaranya kacau, sehingga tidak dapat diikuti alur

pikirannya (Ibrahim, 2011).

4) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar mandir, agresif, bicara

dengan semangat dan gembira berlebihan (O’brien, 2013).

b. Gejala Negatif

Gejala-gejala negatif yang diperlihatkan pada penderita skizofrenia

adalah sebagai berikut:

1) Pendataran afektif (ekspresi afektif/ hidup emosi) merupakan

ekspresi perasaan yang tampil sesaat dari perasaan seseorang pada

waktu pemeriksaan dan merupakan penyelarasan yang langsung

daripada hidup mental dan instingual, penderita skizofrenia respon

emosional yang tidak sesuai, alam perasaan yang datar tanpa

ekspresi serta tidak serasi, maupun afek klien dangkal (Ibrahim,

2011). Pendataran afek pada penderita skizofrenia meliputi :

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

19

a) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak (avoliotion) dan

tidak ada inisiatif, tidak upaya dan usaha, tidak ada spontanitas

menonton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas (kehilangan

nafsu).

b) Ekspresi wajah yang tidak berubah.

c) Penurunan spontanitas gerak.

Berkurangnya pembicaraan spontan atau gerakan dan tidak

adanya tingkah laku yang bertujuan, termasuk gerak-gerakan

yang kurang luwes atau kaku, merupakan tanda penurunan

spontanitas gerak.

d) Hilangnya gerakan ekspresif.

Penderita acuh tak acuh terhadap hal penting untuk dirinya.

e) Kontak mata yang minim

Pada penderita skizofrenia terutama pada tipe hebefrenik seringai-

seringai wajah yang sangat khas disertai kontak mata yang minim

ditemukan pada tipe ini.

f) Non-responsivitas afektif

Penderita skizofrenia dengan pendataran afektif tampak kaku

dalam penggambaran respon wajahnya, yang terlihat dalam

bentuk kurangnya respon gerakan, seperti misalnya sukar

tersenyum.

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

20

g) Afek yang tidak sesuai

Afek yang tidak sesuai apabila ekspresi afektifnya tidak sesuai

dengan pikiran yang dipikirkan dan muncul tidak sesuai dengan

suara hati yang sedang dialaminya..

h) Tidak ada lagu suara

Pada saat pembicaraan, intonasi tampak monoton. Lagu suara

dikatakan tidak sesuai dengan apa yang dipikirkan dan hati yang

sedang disandangnya.

2) Alogia

a) Kemiskinan bicara

Berkurangnya pengolahan atau peumusan ide-ide dan miskinnya

pengetahuan yang akan menyebabkan gangguan dalam bahasa.

b) Kemiskinan isi bicara

Pikiran yang tidak logis dan kemiskinan pikiran membuat isi

bicara penderita skizofrenia menjadi kacau dan sukar dimengerti.

c) Penghambatan

Penghambatan (blocking) adalah keadaan dimana pikiran

mendadak berhenti seolah-olah berhadapan dengan sebuah

tembok. Pikirannya menjadi kosong dan timbul pikiran baru yang

sama sekali berbeda dengan pikiran semula (Hawari, 2012).

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

21

3) Tidak ada kemauan (apatis)

a) Berdandan dan higinis

Terdapat penurunan dalam fungsi rutin sehari-hari seperti mandi,

menyisir rambut, gosok gigi dan tidak memperdulikan kerapian

diri atau berpakaian.

b) Tidak tetap dalam pekerjaan atau sekolah

Penderita skizofrenia yang mengalami gangguan pada penilaian

realitasnya akan mengakibatkan turunnya fungsi personal dan

sosialnya. Biasanya pasien tidak mampu melakukan pekerjaan

dengan baik. Pada anak dan remaja yang menderita skizofrenia

ditandai dengan gangguan belajar, dan turunnya hubungan sosial

dan prestasi akademik sekolahnya.

c) Anergia fisik

Banyak penderita skizofrenia mengalami kelemahan dalam

kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan, tidak

bertindak dalam suatu keadaan, terkadang terdapat

ketidakwajaran aktivitas psikomotor seperti berdiam diri.

d) Anhodia-asosalitas

Anhodia-asosalitas adalah keadaan dimana seseorang tidak dapat

merasakan kesenangan atau kegembiraan dan terjadi penurunan

emosional dan terjadi penurunan emosional terhadap lingkungan

sekitarnya. Penderita skizofrenia cenderung untuk menarik diri

secara ekstrim dan hubungan sosial.

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

22

e) Hubungan dengan teman sebaya

Anak-anak dan remaja dengan skizofrenia cenderung memiliki

riwayat adanya penolakan sosial, hubungan dengan teman sebaya

yang buruk, perilaku menarik diri dan gangguan akademik.

f) Atensi

Atensi merupakan ikhtiar manusia yang dikerjakannya dalam

keadaan sadar. Guna mencurahkan tenaga/energi ke suatu objek

tertentu dan hal ini disadari oleh individu itu sendiri. Pada

penderita skizofrenia mengalami kehilangan atensi (Copel, 2007).

6. Klasifikasi Skizofrenia

Skizofrenia menurut DSM IV, Terdiri dari lima kategori, meliputi :

Skizofrenia terbagi dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara

lain:

a. Skizofrenia paranoid F20.0

Skizofrenia paranoid ditandai dengan kecurigaan terhadap orang

lain dan dengan halusinasi serta waham curiga (paranoid) dan waham

kebesaran. Individu sering kali tegang dan bersikap hati-hati serta

argumentatif, kasar, dan agresif (Kaplan, 2010). Jenis skizofrenia ini

sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin sub akut,

tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering

dapat digolongkan skizoid. Mereka mudah tersinggung, suka

menyendiri, agak congkak dan kurang percaya pada orang lain.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

23

Tipe ini paling stabil dan paling sering terjadi dan biasanya terjadi

lebih lambat dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain.

Pasien harus menunjukan adanya waham yang konsisten, sering berupa

waham paranoid, dia dapat atau tidak bertindak terhadap waham

tersebut. Pasien sering tidak kooperatif dan sulit untuk bekerjasama dan

dapat menjadi agresif, marah atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali

memperlihatkan perilaku inkoheren atau disorganisasi (Maramis, 2009).

b. Skizofrenia hebefrenik atau tipe tak terorganisasi F20.1

Permulaannya perlahan-lahan atau sub akut dan sering timbul pada

masa remaja atau antaraa 15-25 tahun (Maramis, 2009).

Gambaran utama terdapatnya :

1) Inkoherensi yang jelas (pikiran yang “disorganized”)

2) Afek yang mendatar, tidak serasi (incongruous) atau ketololan-

tololan (silly). Sering disertai dengan cara tertawa kekanak-kanakan

(giggling), senyum yang menunjukkan rasa puas diri, atau senyum

yang hanya dihayati sendiri.

3) Tidak ada waham sistematis yang jelas, tetapi sering terdapat waham

atau

4) Halusinasi yang terpecah-pecah dan isi temanya tidak terorganisir

sebagai suatu kesatuan.

c. Skizofrenia katatonik F20.2

Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya

akut serta sering didahului oleh stres emosional. Merupakan salah satu

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

24

tipe skizofrenia yang gambaran klinisnya didominasi oleh suatu hal

berikut ini, yaitu :

1) Stupor katatonik

Paasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang.

Menunjukkan pengurangan hebat dalam reaktivitas terhadap

lingkungan dan atau pengurangan dari pergerakan. Walaupun

penampilan klinisnya demikian, pasien sering menyadari hal-hal

yang sedang berlangsung disekitarnya.

2) Kekakuan (rigiditas) katatonik

Mempertahankan sikap kaku terhadap semua upaya untuk

menggerakan dirinya.

3) Kegaduhan katatonik

Kegaduhan aktivitas motorik yang tidak bertujuan dan tidak

dipengaruhi oleh rangsangan yang datangnya dari luar.

4) Sikap tubuh katatonik

Secara sadar mengambil sikap tidak wajar atau aneh.

5) Kegembiraan katatonik

Pasien sangat aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam

jiwanya (misal, karena kelelahan) (Maramis, 2009).

d. Skizofrenia simplek atau tipe takterinci F20.3

Skizofrenia tak terinci umumnya ditandai perilaku tidak terarah di

karakteristik dari persepsi serta efek yang tak wajar, kemunduran

kongitif tertentu. Klien dengan skizofrenia paling sedikit dua gejala

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

25

dibawah ini yang terus ada secara jelas yaitu: halusinasi yang menetap

yang dan waham yang mengembang, arus pikir yang terputus (break)

atau yang mengalami sisipan, Perilaku katatonik seperti gaduh dan

gelisah (Kaplan, 2010).

e. Skizofrenia residual F20.5

Tipe ini merupakan sisa-sisa (residu) dari gejala skizofrenia yang

tidak begitu menonjol. Misalnya alam perasaan yang tumpul dan

mendatar serta tidak serasi (inappropriate), penarikan diri dari

pergaulan sosial, tingkah laku eksentrik, pikiran tidak logis dan tidak

rasional atau pelonggaran asosiasi pikiran (Hawari, 2012).

7. Penatalaksanaan Skizofrenia

a. Rawat inap

Rawat inap diindikasikan terutama untuk tujuan diagnostik untuk

stabilisasi pengobatan, untuk keamanan pasien karena adanya ide bunuh

diri atau pembunuhan, termasuk ketidakmampuan dalam mengurus

kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan. Rawat inap

mengurangi stress pasien dan membantunya menyusun aktivitas harian.

Keparahan penyakit pasien serta ketersediaan fasilitas rawat jalan

menentukan lamanya rawat inap. Rencana perawatan dirumah sakit

seyoginya berorientasi ke masalah praktis perawatan diri, kualitas

hidup, pekerjaan dan hubungan sosial. Perawatan dirumah sakit harus

diarahkan untuk mengikat pasien dengan fasilitas perawatan termasuk

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

26

keluarga pasien. Pusat perawatan dan kujungan keluarga pasien kadang

membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup (Sadock, 2010).

b. Terapi biologis

1) Farmakoterapi

Dua kelompok utama obat digunakan untuk mengatasi gangguan

skizofrenia, yaitu tipikal dan atipikal. Agens tipikal adalah

neuroleptik sangat poten, seperti flufenazin (prolixin), haloperidol

(haldol), dan trifluoperazin (stelazin). Agen ini efektif memblok

reaksi dopamin diarea reseptor. Agens tipikal dianggap penting

dalam menahan gejala positif.

Agens atipikal adalah antagonis serotonergik-dopamin. Agens

ini termasuk risperidone (risperdal), olanzapine (zypreza), dan

kuetiapin (seroquel), memblok area serotonin dan dopamin tertentu.

Obat ini dimetabolisme dihati dan diekskresi oleh ginjal, sehingga

fungsi hati dan fungsi ginjal harus dipantau secara ketat. Agens

atipikal digunakan untuk mengatasi gejala positif dan negatif

(O’Brien, 2008).

Obat psikosis akut dengan obat antipsikotik, lebih disukai

dengan antispikotik “atipikal” baru (berkisaran dosis ekuivalen =

klorpromazin 300-600 mg/hari, kadang-kadang lebih). Rumatan

dengan dosis rendah antipsikotik diperlukan, setelah kekambuhan

pertama. Dosis rumatan sebaiknya diteruskan untuk beberapa tahun.

Ketidakpatuhan lazim terjadi (terutama pada subjek dengan

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

27

penyalahgunaan zat, sehingga depo flufenazin atau haloperidol

kerja-lama merupakan obat terpilih. Waspadai penggunaan dosis

berlebihan dalam jangka lama karena secara kronis dapat

menggangu fungsi pasien. Penambahan litium atau benzodiazepine,

misal diazepam 15-30 mg/hari atau klornazepam 5-15 mg/hari, pada

sub group skizofrenia (terutama pada pasien agitasi atau cemas)

dapat sangat berguna.

Standar emas baru adalah klozapin (clozaril), yaitu antipsikotik

yang mahal, berbahaya (tidak dapat diprediksi, berpotensi terjadi

agranulositosis letal) tetapi efektif, yang secara klinis memperbaiki

gejala dan diterima lebih baik (karena efek samping lebih ringan)

oleh 1/3 atau lebih pasien kronis refrakter. Dapat digunakan dengan

aman tanpa interupsi pemantauan jumlah sel darah putih setiap

minggu. Gunakanlah antipsikotik ini setelah gagal menggunakan

antipsikotik lain (tidak sebagai obat pertama) tetapi anda harus

memantaunya secara ketat (Muhith, 2015).

2) Terapi Elektrokonvulsif

Efektif pada sebagian pasien skizofrenia, khususnya sub tipe

katatonik. Pasien dengan lama penyakit kurang dari satu tahun

merupakan jenis skizofrenia yang paling responsif dengan pemberian

terapi elektrokonvulsif (Sani, 2011).

Terapi elektrokonvulsif (ECT) menginduksi kejang grand mal

secara buatan dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

28

dipasang pada satu atau kedua pelipis. Jumlah terapi yang diberikan

dalam satu rangkaian bervariasi sesuai dengan masalah awal pasien

dan respon terapeutik yang dikaji selama terapi. Untuk pasien

skizofrenia jumlah terapinya 20-30 kali terapi. ECT biasanya

diberikan dua sampai tiga kali dalam seminggu dengan hari yang

bergantian walaupun terapi ini dapat diberikan lebih sering atau lebih

jarang.

Indikasi ECT adalah:

a) Pasien dengan penyakit depresif mayor yang tidak berespon

terhadap antidepresan atau yang tidak dapat meminum obat.

b) Pasien dengan gangguan bipolar yang tidak berespon terhadap

obat.

c) Pasien bunuh diri akut yang cukup lama tidak dapat menerima

pengobatan untuk mencapai efek terapeutik.

d) Ketika efek samping ECT yang diantisipasi kurang dari efek

samping yang berhubungan dengan terapi obat, seperti pada

pasien lansia, pasien dengan blok jantung, dan selama kehamilan.

Kontraindikasi ECT adalah :

a) Tumor intracranial

b) Kehamilan

c) Osteoporosis

d) Infark miokardium

e) Asma bronchial (Puri, 2011).

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

29

c. Terapi psikososial

Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan

kemampuan sosial, kecukupan diri, ketrampilan praktis, dan

komunikasi interpersonal pada pasien skizofrenia. Tujuannya adalah

memungkinkan seseorang yang sakit parah untuk membangun

keterampilan sosial dan keterampilan pekerjaan untuk hidup yang

mandiri (Sadock, 2010).

Secara umum tujuan psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur

kepribadian, mematangkan kepribadian (maturing personality),

memperkuat ego (ego strength), meningkatkan citra diri (self

confidence), yang kesemuanya itu untuk mencapai kehidupan yang

berarti dan bermanfaat (meaning fullness of life).

1) Psikoterapi supportif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan,

semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan

semangat juangnya (flighting spirit) dalam menghadapi hidup tidak

kendur dan menurun.

2) Psikoterapi re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan

ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan diwaktu

lalu, dan pendidikan ini juga dimaksudkan mengubah pendidikan

lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap

dunia luar.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

30

3) Psikoterapi kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi

kognitif (daya pikir dan daya ingat) rasional sehingga penderita

mampu membedakan nilai-nilai moral etika mana yang baik dan

buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan

lain sebagainya (discriminative judgement).

4) Psikoterapi psiko-dinamik

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk menganalisis dan

menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat menjelaskan

seseorang jatuh sakit dan upaya untuk mencari jalan keluarnya.

Dengan psikoterapi ini diharapkan penderita dapat memahami

kelebihan dan kelemahan dirinya dan mampu menggunakan

mekanisme pertahanan diri (defense mechanism) dengan baik.

5) Psikoterapi perilaku

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan gangguan

perilaku yang terganggu (maladaptif) menjadi perilaku yang adaptif

(mampu menyesuaikan diri).

6) Psikoterapi keluarga

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan hubungan

penderita dengan keluarganya. Dengan psikoterapi ini diharapkan

keluarga dapat memahami mengenai gangguan jiwa skizofrenia dan

dapat membantu mempercepat penyembuhan pederita (Hawari,

2014).

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

31

C. Konsep Halusinasi Pada Skizofrenia

1. Pengertian Halusinasi pada Skizofrenia

Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada

klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.

Seluruh klien dengan skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi.

Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan

sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indera

tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 1998). Pendapat (Neligh,1989)

yang menyatakan bahwa gangguan skizofrenia sering mengenai pada umur

dewasa, puncak umur wanita penderita skizofrenia berkisar 25-35 tahun

dan kira-kira pasien dalam masa pengobatan skizofrenia adalah antara

umur 15-55 tahun.

Orang tidak bekerja mempunyai kemungkinan lebih besar untuk

mengalami skizofrenia dibandingkan orang yang bekerja. Orang yang

tidak berkerja akan lebih mudah menjadi stress, hal ini berhubungan

dengan tinggi kadar hormone stress (kadar katekolamin) dan

mengakibatkan ketidakberdayaan (Mallet, 2002). Menurut pendapat

Alexander (2005) menyatakan bahwa wanita lebih mempunyai risiko

untuk menderita stress psikologik dan rentan terkena trauma.

Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi melalui

pancaindra tanpa stimulus eksternal, persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi

dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah

persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

32

terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh

klien (Maramis, 1998).

Klien yang mengalami halusinasi menunjukkan perubahan persepsi.

Meskipun halusinasi dapat terjadi pada semua modalitas sensori-auditori,

visual. olfaktori, gustatori, kinetik dan taktil. Namun, halusinasi

pendengaran lebih sering terjadi pada klien skizofrenia. Klien yang

mengalami halusinasi pendengaran biasanya melaporkan mendengar

suara-suara (pria atau wanita) yang berbeda dan terkadang “bicara” dalam

kalimat penuh atau perintah (Stuart, 2005). Pendapat (Noviandi,2008)

yang menyatakan lama perawatan pasien tergantung dari tingkat keparahan

pasien. Pasien dengan halusinasi rata-rata selama 1-21 hari dimana pada

hari tersebut pasien berupaya menggunakan teknik menghardik untuk

mengontrol halusinasinya.

Dari beberapa pengertian kesimpulan bahwa halusinasi adalah

penilaian yang salah dari yang dianggap ada sebenarnya tidak ada.

2. Rentang Respon Neurobiologi

Halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang

berada dalam rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi

paling maladaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu

mengidentifikasi dan menginterprestasikan stimulus berdasarkan informasi

yang diterima melalui pancaindra (pendengaran, penglihatan, penghidu,

pengecapan, dan perabaan), klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu

stimulus pancaindra walaupun sebenarnya stimulus tersebut tidak ada.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

33

Respon individu (yang karena suatu hal mengalami kelainan persepsi)

yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya yang disebut

sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi yang dilakukan

terhadap stimulus pancaindra tidak akurat sesuai dengan stimulus yang

diterima. Rentang respon tersebut digambarkan seperti pada gambar di

bawah ini.

a. Respon adaptif

1) Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

2) Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

3) Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

4) Perilaku sesuai sikap dan tingkah laku yang masih dalam batas

kewajaran.

5) Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

b. Respon psikososial

Respon psikososial meliputi :

1) Proses pikiran terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan

gangguan.

2) Ilusi adalah miss intepretasi atau penilaian yang salah tentang

penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena rangsangan

pancaindra.

3) Emosi berlebihan atau berkurang.

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

34

4) Perilaku tidak biasa.

5) Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi dengan

orang lain.

c. Respon maladaptif

1) Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

2) Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

3) Sulit merespon emosi

4) Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.

5) Isolasi sosial adalah kesendirian yang di alami individu dan diterima

sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu kecelakaan yang

negatif mengancam (Stuart, 2005).

3. Psikodinamika Halusinasi

Penyebab halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Faktor predisposisi

Faktor risiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang

dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh

baik dari klien maupun keluarganya, mengenai faktor perkembangan

sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik yaitu faktor risiko yang

mempengaruhi jenis dan jumlah sumber risiko. Beberapa faktor

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

35

predisposisi yang berkontribusi pada munculya respon neurobiologi

seperti pada halusinasi antara lain :

1) Faktor perkembangan

Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol

dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri

sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentang

terhadap stress.

2) Faktor sosial kultural

Seseorang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan

merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada

lingkungannya.

3) Faktor biologis

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya

stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan

dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.

Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya

neurotransmitter otak.

4) Faktor psikologis

Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah

terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat

demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan

lari alam nyata menuju alam khayal.

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

36

5) Faktor genetik dan pola asuh

Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua

skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi

menunjukksn bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang

sangat berpengaruh pada penyakit ini (Stuart, 2012).

b. Faktor Presipitasi

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,

perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri,

kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat

membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Masalah halusinasi

berlandaskan atas hakikat keberadaan seorang individu sebgai makhluk

yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual

sehingga halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

1) Dimensi fisik

Manusia dibangun oleh sistem indra untuk menanggapi rangsang

eksternal yang diberikan oleh lingkungannya. Halusinasi dapat

ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti kelelahan yang luar

biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi

alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.

2) Dimensi emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak dapat

diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi

dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

37

sanggup lagi menentang peritah tersebut hingga dengan kondisi

tersebut klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3) Dimensi intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu dengan

halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada

awalnya, halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk

melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang

menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian

klien dan tak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.

4) Dimensi sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan

adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik dengan

halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi

kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri, dan harga diri yang

tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol

oleh individu tersebut sehingga jika perintah halusinasi berupa

ancaman, maka individu tersebut bisa membahayakan orang lain.

Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi

keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interaksi

yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,

serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung.

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

38

5) Dimensi spiritual

Manusia diciptakan tuhan sebagai makhluk sosial sehingga interaksi

dengan manusia lainya merupakan kebutuhan yang mendasar.

Individu tidak sadar dengan keberadaannya sehingga halusinasi

menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat halusinasi

menguasai dirinya, individu kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup,

rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang

berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri, ia sering tidur larut

malam dan bangun sangat siang. Saat ia terbangun merasa hampa

dan tidak jelas tujuan hidupnya. Ia sering memaki takdir tetapi lemah

dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang

lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Stuart, 2005).

4. Jenis-jenis Halusinasi

Jenis-jenis halusinasi adalah :

a. Auditory : halusinasi pendengaran dimana seseorang mendengar suara-

suara contohnya, suara beisik atau suara-suara yang bicara tentang

pasien, suara perbincangan beberapa orang, suara yang membicarakan

apa yang pasien pikirkan suara memerintah dan kadang suara tersebut

memerintahkan pasien untuk melakukan sesuatu yang mungkin

berbahaya.

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

39

b. Visual : halusinasi penglihatan dimana seseorang melihat gambaran

mungkin dalam bentuk lintasan cahaya, gambaran geometris, gambaran

kartun, atau pandangan yang terperinci atau kompleks. Penglihatan

tersebut bisa jadi menyenangkan atau malah menakutkan misalnya

melihat monster.

c. Olfactory : halusinasi penghidu dimana seseorang membaui bau busuk,

sangat menjijikan, bau tengik seperti darah, air kencing atau kotoran

manusia tetapi kadang-kadang bau bisa menyenangkan. Halusinasi

penghidu umumnya berkaitan dengan stroke, tumor atau kejang.

d. Gustatory : halusinasi pengecap dimana seseorang merasa mengecap

sesuatu yang busuk, menjijikan, rasa tengik seperti darah, air kencing

dan kotoran manusia.

e. Tactile : halusinasi peraba dimana seseorang mengalami perasaan tidak

nyaman atau nyeri tanpa adanya rangsangan. Misalnya, merasakan

sensasi listrik datang dari tanah, objek mati atau orang lain.

f. Cenesthetik : halusinasi dimana seseorang merasa fungsi tubuhnya

sendiri misalnya seseorang merasakan darah mengalir melalui

pembuluh darah, merasakan bagaimana makanan dicerna dan

merasakan bagaimana pembentukkan air kencing.

g. Kinesthetic : halusinasi dimana seseorang mengalami sensasi

pergerakan saat berdiri tidak bergerak atau mungkin sebaliknya pada

saat bergerak tetapi merasa seperti hanya diam saja (Stuart, 2001).

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

40

5. Fase Halusinasi

Halusinasi intensif 1 (24jam pertama) dengan perilaku kelihangan

kontrol terhadap halusinasinya, halusinasi berupa hal yang menyenangkan

sehingga gejala dapat di temukan secara terus menerus pada pasien.

Penilaian realitas terganggu sehingga pasien tidak bisa membedakan yang

nyata maupun tidak nyata. Halusinasi internsif II (24-72 jam) dimana

pasien memiliki sikap curiga dan mulai bermusuhan, melebur dengan

halusinasinya, frekuensi munculnya halusinasi masih sering dan gambaran

yang dibentuk pasien semakin banyak terkadang pasien menutupi

halusinasi dengan orang sekitar. Halusinasi intensif III (72 jam-10hari)

halusinasi semakin tidak terkontrol, tetapi munculnya frekuensi halusinasi

lebih jarang, pasien berperilaku sesuai dengan menutupi munculnya

halusinasi, perasaan pasien cemas apabila halusinasi tidak muncul (Yusuf,

2015).

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan

keparahannya.

Terbagi 4 fase halusinasi berdasarkan tingkat ansietas yang dialami

dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase

halusinasinya, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin

dikendalikan oleh halusinasinya. 4 fase-fase halusinasi pendengaran, yaitu:

a. Comforting

Ansietas sedang, halusinasi menyenangkan

1) Karakteristik : Non Psikotik

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

41

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,

kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada

pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.

2) Perilaku klien :

a) Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai.

b) Menggerakkan bibir tanpa suara.

c) Pergerakan mata yang cepat.

d) Respon verbal yang lambat jika sedang asik.

e) Diam dan asik sendiri.

b. Condemning

Ansietas berat, halusinasi menjadi menjijikan

1) Karakteristik : psikotik ringan

a) Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.

b) Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.

Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat

ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital seperti denyut

jantung, pernapasan dan tekanan darah, asyik dengan pengalaman

sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan

halusinasi dengan realita.

c) Klien mungkin mengalami dipermalukan oleh pengalaman

sensori dan menarik diri dari orang lain.

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

42

d) Pasien mulai kehilangan kontrol, tingkat kecemasan berat, secara

umum halusinasi menyebabkan perasaan antisipasi.

2) Perilaku klien :

a) Meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas

seperti peningkatan denyut jantung, pernafasan, dan tekanan

darah.

b) Asik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan

membedakan halusinasi dan realita.

c) Menyalahkan dan menarik diri dari orang lain.

c. Controling

Ansietas berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa.

1) Karakteristik : psikotik

a) Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan

menyerah pada halusinasi tersebut. Disini klien sukar

berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak

mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam

kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan

berhubungan dengan orang lain.

b) Isi halusinasi menjadi menarik.

c) Klien mungkin mengalami pengalaman kesepian jika sensori

halusinasi berhenti.

2) Perilaku klien :

a) Kemauan yang dikendalikan halusinasi akan lebih diikuti.

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

43

b) Kesukaran berhubungan dengan orang lain.

c) Rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit.

d) Adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, dan

tidak mampu mematuhi perintah.

e) Isi halusinasi menjadi atraktif

f) Perintah halusinasi ditaati.

d. Consquering

Panik, umumnya menjadi melebur dalam halusinasinya.

1) Karakteristik : psikotik berat

a) Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti

perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi,

menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi

klien sangat membahayakan.

b) Halusinasi berakhir dari beberapa jam atau hari jika tidak ada

intervensi terapeutik.

2) Perilaku klien :

a) Potensi kuat suicide atau homicide.

b) Aktifitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku

kekerasan, menarik diri.

c) Tidak mampu merespon perintah yang kompleks.

d) Tidak mampu merespon lebih dari satu orang.

e) Agitasi atau kataton (Stuart, 2012).

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

44

6. Tanda dan Gejala Halusinasi

Seseorang yang mengalami halusinasi pendengaran mempunyai tanda dan

gejala seperti pada halusinasi pada umumnya, yaitu:

a. Bicara sendiri, klien berbicara pembicaraan kacau kadang tidak masuk

akal dengan halusinasinya.

b. Senyum sendiri, klien bisa merupakan sesuatu hal yang menyenangkan

dan klien merespon dengan tersenyum sendiri.

c. Tertawa sendiri, selain tersenyum sendiri biasanya klien tampak tertawa

karena halusinasinya.

d. Menggerakkan bibir tanpa suara, keadaan klien berusaha untuk

merespon halusinasinya dengan bercakap-cakap dengan halusinasinya.

e. Respon klien jika mendengar halusinasinya berbeda-beda berdasarkan

isi dari halusinasinya klien, Klien biasanya tampak tegang.

f. Klien tampak ketakutan dan panik

g. Klien mudah jengkel dan marah

h. Klien tampak menyendiri ketika mendengar halusinasinya.

i. Klien mengarahkan telinga pada sumber suara atau menutup telinga

j. Klien mengalami disorientasi waktu dan tempat

Klien sering mengalami gangguan persepsi sensorik berupa halusinasi

yang perlu di kaji dari pasien halusinasi :

a. Isi halusinasi

Adalah tema halusinasi dan interprestasi pasien tentang halusinasinya,

seperti mengancam, menyalahkan, keagamaan, menghinakan,

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

45

kebesaran, seksual, membesarkan hati, membujuk atau hal-hal yang

baik. Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar,

apa yang di katakan suara tersebut.

b. Waktu dan frekuensi

Tanyakan kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari,

seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi

ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan

menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.

c. Situasi pencetus halusinasi

Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi

muncul. Selain itu perawat juga bisa mengobservasi apa yang dialami

klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan

klien.

d. Respon klien

Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien

bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami

halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya

atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya (Muhith, 2015).

7. Mekanisme koping

Mekanisme koping yang sering digunakan klien dengan halusinasi

meliputi :

a. Regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari.

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

46

b. Proyeksi: mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan

mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda.

c. Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus

internal.

d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien (Stuart, 2005).

8. Penatalaksanaan Halusinasi

a. Penggunaan obat antipsikosis

Indikasi pemberian obat antipsikotik pada pasien halusinasi

pendengaran adalah: pertama untuk mengendalikan gejala aktif dan

kedua mencegah kekambuhan.

1) CPZ (Clorpromazine)

Indikasi: halusinasi, waham, gangguan alam perasaan dalam fungsi

kehidupan sehari-hari.

Efek samping: gejala ekstrapiramidal serupa dengan yang terlihat

pada Parkinsonisme, hipotensi sering terlihat pada penderita yang

mempunyai sistem vasomotor labil. Dapat juga berupa hipotermia,

kadang-kadang takikardia atau mulut dan tenggorokan kering,

mengantuk, konstipasi dan retensi urin.

Dosis: tablet 25 dan 100 mg, dengan dosis 150-600 mg/hari, injeksi

25 mg/ml.

2) THP (Trihexiphenidyl)

Indikasi: untuk merileksasikan pikiran dan otot.

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

47

Efek samping: mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah agar

tidak kaku.

Dosis : Tablet diberikan 1 mg pada hari pertama dan hari kedua

diberikan 2 mg/hari hingga mencapai 6-10 mg/hari.

3) HLP (Haloperidol)

Indikasi: obat HLP gunanya untuk membuat pikiran menjadi tenang

Efek samping ekstrapiramidal : gejala fisik, termasuk tremor , bicara

cadel, akatisia, distonia , kecemasan, kesedihan, paranoia.

Indikasi: tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg, injeksi 5 mg/ml, dosis yang

diberikan 5-15 mg/hari (Videbeck, 2011).

b. Berikut adalah penatalaksanaan pada pasien halusinasi pendengaran

non farmakologi :

1) Menciptakan lingkungan yang terapeutik

Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan

pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan

dilakukan secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata,

kalau bisa pasien disentuh atau dipegang. Pasien jangan diisolasi

baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar

atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila

akan meninggalkannya hendaknya pasien diberitahu. Pasien

diberitahu tindakan yang akan dilakukan. Di ruangan itu hendaknya

disediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

48

pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding,

gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.

2) Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah

yang ada.

Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat

menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya

halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada.

Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien

atau orang lain yang dekat dengan pasien.

3) Memberi aktivitas pada pasien

Pasien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,

misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan

ini dapat membantu mengarahkan pasien kekehidupan nyata dan

memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien diajak menyusun

jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.

4) Terapi kelompok

Terapi kelompok ini termasuk satu jenis terapi humanistik. Pada

terapi ini, beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dan

terapi berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah

didalamnya. Diantara peserta terapi tersebut saling memberikan

feedback tentang pikiran dan perasaan yang dialami oleh

mereka.Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya

untuk berkomunikasi, sehingga terapi ini dapat memperkaya

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Halusinasi 1

49

pengalaman mereka dalam kemampuan berkomunikasi. Dirumah

sakit jiwa, terapi ini sering dilakukan. Melalui terapi kelompok ini

iklim interpersonal relatuin ship yang kongkrit akan tercipta,

sehingga klien selalu diajak untuk berpikir secara realitas dan

menilai pikiran dan perasaanya yang tidak realitas.

Terapi aktivitas kelompok (TAK) dibagi menjadi:

a) TAK orientasi realitas

b) TAK stimulasi persepsi (Keliat, 2006).