konsep halusinasi

33
A. KONSEP HALUSINASI 1) Definisi Halusinasi adalah merasakan segala sesuatu dalam keadaan sadar yang tampak nyata, namun sebenarnya hanya diciptakan oleh persepsi pikiran sendiri (Berger, 2014). Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005). Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Kesimpulan, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Tipe Halusinasi Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain : a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 % Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan

Upload: indah-angelica

Post on 12-Dec-2015

81 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

mental health nursing

TRANSCRIPT

A. KONSEP HALUSINASI

1) Definisi

Halusinasi adalah merasakan segala sesuatu dalam

keadaan sadar yang tampak nyata, namun sebenarnya hanya

diciptakan oleh persepsi pikiran sendiri (Berger, 2014).

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi

dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak

terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari

luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui

panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,

2005).

Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori

yang salah (Stuart, 2007).

Kesimpulan, halusinasi adalah persepsi klien melalui panca

indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan

yang nyata.

Tipe Halusinasi

Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain :

a. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama

suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang

yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya

dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

b. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk

pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan /

atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa

menyenangkan atau menakutkan.

c. Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau

yang menjijikkan seperti : darah, urine atau feses. Kadang –

kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan

stroke, tumor, kejang dan dementia.

d. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak

tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik

datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

e. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk,

amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa

darah, urin atau feses.

f. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti

darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau

pembentukan urine.

g. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Pada beberapa kasus, halusinasi bisa bersifat normal. Seperti

mendengarkan suara atau melihat sekilas orang yang dicintai yang

baru saja meninggal sebagai hasil dari proses berduka (Berger,

2014).

2) Penyebab

Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan

karena panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan

isolasi sosial menarik diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut

Carpetino, L.J (1998) isolasi sosial merupakan keadaan dimana

individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan

atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain

tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan menurut

Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (1998), isolasi sosial menarik diri

merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan

dengan orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab,

tidak mempunyai kesempatan dalam berpikir, berperasaan.

Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

Menurut Berger, 2014 yang menyebabkan halusinasi antara

lain :

Mabuk, karena penggunaan obat-obatan tertentu seperti yang

berasal dari marijuana, LSD, cocaine, PCP, amphetamines,

heroin, ketamine, dan alkohol

Delirium atau dementia (lebih banyak halusinasi visual)

Epilepsi yang menyebabkan kerusakan pada otak bagian lobus

temporalis (lebih banya halusinasi bau)

Demam, terutama pada anak-anak dan lansia

Narkolepsi

Mental disorders, seperti skizofrenia dan depresi psikotik

Masalah sensori, seperti kebutaan atau tuli

Penyakit yang sangat parah, seperti kegagalan hati, gagal

ginjal, HIV/AIDS dan kanker otak

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi

adalah:

Faktor predisposisi

a. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai

dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan

otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi

pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan

dengan perilaku psikotik.

Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada system

reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak

manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,

ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan

anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

b. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi

respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau

keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas

adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup

klien.

c. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita

seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,

bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul

gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,

isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat

mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah:

a. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh

otak untuk diinterpretasikan.

b. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

perilaku.

c. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam

menanggapi stressor.

3) Tahapan halusinasi

FASE KARAKTERISTIK PERILAKU KLIEN

FASE 1

Comforting

(Menyenangkan)

Klien mengalami perasaan

mendalam seperti ansietas,

kesepian, rasa bersalah dan

takut serta mencoba untuk

berfokus pada pikiran yang

menyenangkan untuk

meredakan ansietas.

Di sini klien tersenyum

atau tertawa yang tidak

sesuai, menggerakkan

lidah tanpa suara,

pergerakan mata yang

cepat, diam dan asyik

sendiri.

FASE II

Complementing

Pengalaman sensori

menjijikkan dan

menakutkan. Klien mulai

lepas kendali dan mungkin

mencoba untuk mengambil

jarak dirinya dengan

sumber yang dipersepsikan.

Terjadi peningkatan

tanda-tanda sistem

saraf otonom akibat

ansietas seperti

peningkatan tanda-

tanda vital (denyut

jantung, pernapasan

dan tekanan darah),

asyik dengan

pengalaman sensori

dan kehilangan

kemampuan untuk

membedakan halusinasi

dengan realita.

FASE III

Controling

Klien berhenti

menghentikan perlawanan

terhadap halusinasi dan

menyerah pada halusinasi

tersebut.

Klien sukar

berhubungan dengan

orang lain, berkeringat,

tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari

orang lain dan berada

dalam kondisi yang

sangat menegangkan

terutama jika akan

berhubungan dengan

orang lain.

FASE IV

Conquering

(Panik)

Pengalaman sensori

menjadi mengancam jika

klien mengikuti perintah

halusinasi.

Terjadi perilaku

kekerasan, agitasi,

menarik diri, tidak

mampu berespon

terhadap perintah yang

kompleks dan tidak

mampu berespon lebih

dari 1 orang. Kondisi

klien sangat

membahayakan.

(Stuart dan Laraia, 2001)

4) Tanda dan gejala

1. Tahap I : halusinasi bersifat  menyenangkan

Gejala klinis :

Menyeringai/ tertawa tidak sesuai

Menggerakkan bibir tanpa bicara

Gerakan mata cepat

Bicara lambat

Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis :

Cemas

Konsentrasi menurun

Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata

3. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan

Gejala klinis :

Cenderung mengikuti halusinasi

Kesulitan berhubungan dengan orang lain

Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu

mengikuti petunjuk)

4. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis :

Pasien mengikuti halusinasi

Tidak mampu mengendalikan diri

Tidak mampu mengikuti perintah nyata

Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

(Keliat Budi Ana, 1999)

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian

a) Faktor Predisposisi

- Faktor Perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan

hubungan interpersonal terganggu maka individu akan

mengalami stress dan kecemasan. Seperti : a. Usia bayi, tidak

terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman, b. Usia

balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi, c. Usia sekolah

mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan

- Faktor Sosiokultural

Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang

merasa disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan

tempat klien di besarkan. Contoh : Isolasi sosial pada yang

usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang

terlalu tinggi.

- Faktor komunikasi dalam keluarga

a. Komunikasi peran ganda

b. Tidak ada komunikasi

c. Tidak ada kehangatan

d. Komunikasi dengan emosi berlebihan

e. Komunikasi tertutup

f. Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang

tua yang otoritas dan komplik orang tua

- Faktor Biokimia

Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa.

Dengan adanya stress yang berlebihan dialami seseorang

maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat

bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffofenon dan

Dimetytranferase (DMP)

- Faktor Psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya

peran ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak

akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan

berakhir dengan gangguan orientasi realitas.

- Faktor genetik

Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum

diketahui, tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor

keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh

pada penyakit ini.

b) Faktor Presipitasi

Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai

tantangan, ancaman/tuntutan yang memerlukan energi ekstra

untuk koping. Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu

seperti partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama diajak

komunikasi, objek yang ada dilingkungan juga suasana

sepi/isolasi adalah sering sebagai pencetus terjadinya

halusinasi karena hal tersebut dapat meningkatkan stress dan

kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat

halusinogenik.

c) Prilaku

Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,

ketakutan, perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku

merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil

keputusan serta tidak dapat membedakan keadaan nyata dan

tidak nyata. Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba

memecahkan masalah halusinasi berlandaskan atas hakekat

keberadaan seorang individu sebagai mahkluk yang dibangun

atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga

halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi yaitu :

1. Dimensi Fisik

Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi

rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik

seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,

demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan

untuk tidur dalam waktu yang lama.

2. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang

tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu

terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa

dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang

perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien

berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.

3. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu

dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan

fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari

ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun

merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan

yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak

jarang akan mengontrol semua prilaku klien.

4. Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi

menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri.

Individu asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia

merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan

interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak

didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan

sistem kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah

halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu

cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam

melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan

mengupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan

pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta

mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu

berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak

berlangsung.

5. Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial,

sehingga interaksi dengan manusia lainnya merupakan

kebutuhan yang mendasar. Pada individu tersebut

cenderung menyendiri hingga proses diatas tidak terjadi,

individu tidak sadar dengan keberadaannya dan halusinasi

menjadi sistem kontrol dalam individu tersebut. Saat

halusinasi menguasai dirinya individu kehilangan kontrol

kehidupan dirinya.

d) Fisik

1. ADL

Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi memerintahkan untuk

tidak makan, tidur terganggu karena ketakutan, kurang

kebersihan diri atau tidak mandi, tidak mampu

berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas fisik yang

berlebihan, agitasi gerakan atau kegiatan ganjil.

2. Kebiasaan

Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat – obatan

dan zat halusinogen dan tingkah laku merusak diri.

3. Riwayat kesehatan

Schizofrenia, delirium berhubungan dengan riwayat demam

dan penyalahgunaan obat.

4. Riwayat schizofrenia dalam keluarga

5. Fungsi sistim tubuh

• Perubahan berat badan, hipertermia (demam)

• Neurologikal perubahan mood, disorientasi

• Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan temperatur

e) Sumber Koping

Suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan strategi seseorang.

Individu dapat mengatasi stress dan anxietas dengan

menggunakan sumber koping dilingkungan. Sumber koping

tersebut sebagai modal untuk menyelesaikan masalah,

dukungan sosial dan keyakinan budaya, dapat membantu

seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan

stress dan mengadopsi strategi koping yang berhasil.

f) Mekanisme Koping

Tiap upaya yang diarahkan pada pelaksanaan stress, termasuk

upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme

pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.

2) Diagnosa

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1 Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri berhubungan

dengan masalah kesehatan mental

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu,

keluhan klien menghilang

Kriteria Hasil : sesuai dengan indicator NOC.

NOC : Distorted Thought Self-Control

No Indikator 1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

6

Mengenali halusinasi

Mendeskripsikan halusinasi

Bertanya tentang realita

Menahan diri untuk merespon

halusinasi

Berinteraksi dengan yang lain

Berpikir berdasarkan realita yang

ada

NOC: Impulse Self-Control

No Indikator 1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

Identifikasi kebiasaan yang

berbahaya

Hindari lingkungan yang memiliki

resiko tinggi

Gunakan dukungan sosial

Pertahankan kontrol diri

NIC : Anger Control Assistance

1. Bina hubungan saling percaya dengan klien

2. Gunakan metode menenangkan

3. Batasi situasi yang menimbulkan frustasi pada klien

4. Bantu klien mengidentifikasi keadaannya

5. Identifikasi akibat dari keadaan yang ada

6. Atur kegiatan yang harus dilakukan tiap pertemuan berakhir

a. Atur napas dalam

b. Lakukan kegiatan yang menguras energi ketika gejala muncul

(memukul bantal atau latihan fisik)

c. Ekspresikan diri dengan cara yang baik

d. Tenangkan diri dengan bantuan spiritual

e. Anjurkan klien untuk minum obat

7. Identifikasikan keuntungan melakukan kegiatan yang disarankan

NIC : Behavior Management

1. Tentukan motif dari kebiasaan yang ada

2. Menghilangkan benda berbahaya dari sekitar klien

3. Bantu klien mengidentifikasikan situasi yang membuat klien

menyakiti dirinya

4. Ajarkan dan dorong klien kebiasaan koping yang efektif

5. Monitor kebiasaan klien

Implementasi Evaluasi

Memperkenalkan diri dengan sopan. Klien dapat menerima

perawatMenanyakan nama lengkap klien dan nama

panggilan yang disukai klien.

Membuat kontrak/persetujuan tentang tujuan dan

cara pertemuan yang saling dapat diterima

dengan cara yang tepat

Memelihara postur tubuh terbuka.

Menciptakan iklim yang hangat dan menerima

secara tepat.

Memberi respon pada pesan non verbal klien

dengan cara yang tepat.

Menunjukkan ketertarikan pada klien dengan

mempertahankan kontak mata, berhadapan,

posisi mata sejajar, saat berbicara perawat sedikit

membungkuk jika diperlukan.

Mengobservasi tingkah laku yang berhubungan

dengan halusinasi.

Klien terbuka akan

gejala yang dialami

Membantu klien mengenal halusinasi

Mendiskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi,

dan situasi pencetus munculnya halusinasi.

Mendiskusikan dengan klien apa yang dirasakan

jika halusinasi muncul.

Memberi klien kesempatan untuk

mengungkapkan perasaannya.

Mengidentifikasi dan diskusikan dengan klien

perilaku yang dilakukan saat halusinasi muncul.

Mendiskusikan manfaat dan akibat dari cara atau

perilaku yang dilakukan klien.

8. Atur kegiatan yang harus dilakukan tiap

pertemuan berakhir

f. Mengatur napas dalam

g. Melakukan kegiatan yang menguras

energi ketika gejala muncul (memukul

bantal atau latihan fisik)

h. Mengekspresikan diri dengan cara

yang baik

i. Menenangkan diri dengan bantuan

spiritual

j. Menganjurkan klien untuk minum obat

Klien melakukan

kegiatan yang

disarankan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan No 2: Risiko Perilaku Kekerasan Terhadap

Orang Lain b/d simtomatologi psikosis (perintah halusinasi)

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 7x24 jam, risiko pasien

berperilaku kekerasan terhadap orang lain menurun

Kriteria Hasil :

a. Klien mampu mengenal terjadinya halusinasi.

b. Klien mampu mengungkapkan isi halusinasi.

c. Klien mengungkapkan frekuensi halusinasi

d. Klien mampu mengungkapkan perasaan terkait dengan halusinasi.

NOC : Distorted Thought Control

No Indikator 1 2 3 4 5

1

2

3

4

Kenali halusinasi atau delusi sedang dialami

oleh pasien

Tahan klien agar tidak melakukan halusinasi

Tahan klien agar tidak memberi respon

terhadap halusinasi yang dialami

Tanya pasien untuk memvalidasi realita

NIC :

1. Bina Hubungan Terapeutik Dan Saling Percaya (Complex

Relationship Building)

a. Perkenalkan diri dengan sopan.

b. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

klien.

c. Buat kontrak/persetujuan tentang tujuan dan cara pertemuan yang

saling dapat diterima dengan cara yang tepat.

d. Pelihara postur tubuh terbuka.

e. Ciptakan iklim yang hangat dan menerima secara tepat.

f. Berespon pada pesan non verbal klien dengan cara yang tepat.

g. Tunjukkan ketertarikan pada klien dengan mempertahankan

kontak mata, berhadapan, posisi mata sejajar, saat berbicara

perawat sedikit membungkuk jika diperlukan.

2. Manajemen Halusinasi (Halusination Management)

a. Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi.

b. Bantu klien mengenal halusinasi :

- Jika dari hasil observasi ditemukan tampak klien mengalami

halusinasi, tanyakan apakah klien mengalami halusinasi.

- Jika jawaban klien ada, tanyakan apa yang didengar, dilihat,

atau dirasakan.

- Katakana bahwa perawat percaya apa yang dialami klien tetapi

perawat sendiri tidak mendengar/ melihat/merasakan.

- Katakana klien lain juga ada yang mengalami hal yang sama.

- Katakana bahwa perawat akan membantu klien.

c. Diskusikan dengan klien waktu, isi, frekuensi, dan situasi pencetus

munculnya halusinasi.

d. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika halusinasi

muncul.

e. Beri klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.

f. Identifikasi dan diskusikan dengan klien perilaku yang dilakukan

saat halusinasi muncul.

g. Diskusikan manfaat dan akibat dari cara atau perilaku yang

dilakukan klien.

Implementasi Evaluasi

Memperkenalkan diri dengan sopan.

Menanyakan nama lengkap klien dan

nama panggilan yang disukai klien.

Membuat kontrak/persetujuan tentang

tujuan dan cara pertemuan yang saling

dapat diterima dengan cara yang tepat

Memelihara postur tubuh terbuka.

Menciptakan iklim yang hangat dan

menerima secara tepat.

Memberi respon pada pesan non verbal

klien dengan cara yang tepat.

Menunjukkan ketertarikan pada klien

dengan mempertahankan kontak mata,

berhadapan, posisi mata sejajar, saat

berbicara perawat sedikit membungkuk

jika diperlukan.

Mengobservasi tingkah laku yang

berhubungan dengan halusinasi.

Membantu klien mengenal halusinasi

Mendiskusikan dengan klien waktu, isi,

frekuensi, dan situasi pencetus

munculnya halusinasi.

Mendiskusikan dengan klien apa yang

dirasakan jika halusinasi muncul.

Memberi klien kesempatan untuk

mengungkapkan perasaannya.

Mengidentifikasi dan diskusikan dengan

klien perilaku yang dilakukan saat

halusinasi muncul.

Mendiskusikan manfaat dan akibat dari

cara atau perilaku yang dilakukan klien.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan No 3: Isolasi sosial b.d perubahan status mental

ditandai dengan menarik diri, mengalami perasaan yang berbeda dari

orang lain

Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 7 kali pertemuan, klien

dapat berinteraksi dengan orang lain baik individu maupun kelompok

Kriteria Hasil :

a. Klien mampu membina hubungan yang baik dengan individu maupun

kelompok

b. Klien menyadari penyebab isolasi sosial

c. Klien menunjukkan keterlibatan sosial

NOC : social Involvement

N

oIndikator 1 2 3 4 5

1

2

3

4

5

6

Berinteraksi dengan teman dekat

Berinteraksi dengan tetangga

Berinteraksi dengan anggota keluarga

Berinteraksi dengan anggota kelompok

Partisipasi dalam kelompok

Partisipasi dalam aktivitas kelompok

NIC : Support System Enhancement

a. Kaji respon psikologis terhadap situasi support system

b. Tentukan keadekuatan jaringan sosial yang ada

c. Identifikasi dukungan keluarga

d. Tentukan sistem dukungan yang digunakan sebelumnya

e. Dorong pasien berhubungan dnegan orang yang memiliki tujuan dan

ketertarikan yang sama

f. Dorong pasien berpartisipasi dalam aktivitas sosial dan komunitas

g. Libatkan keluarga atau teman dalam perawatan

h. Jelaskan bagaiaman mereka bisa membantu

Implementasi Evaluasi

Memperkenalkan diri dengan sopan.

Menanyakan nama lengkap klien dan nama

panggilan yang disukai klien.

Membuat kontrak/persetujuan tentang tujuan

dan cara pertemuan yang saling dapat

diterima dengan cara yang tepat

Memelihara postur tubuh terbuka.

Menciptakan iklim yang hangat dan menerima

secara tepat.

Memberi respon pada pesan non verbal klien

dengan cara yang tepat.

Menunjukkan ketertarikan pada klien dengan

mempertahankan kontak mata, berhadapan,

posisi mata sejajar, saat berbicara perawat

sedikit membungkuk jika diperlukan.

Mengobservasi tingkah laku yang

berhubungan dengan halusinasi.

Mengkaji respon psikologis terhadap situasi

support system

Menentukan keadekuatan jaringan sosial

yang ada

Mengidentifikasi dukungan keluarga

Menentukan sistem dukungan yang

digunakan sebelumnya

Mendorong pasien berhubungan dnegan

orang yang memiliki tujuan dan ketertarikan

yang sama

Mendorong pasien berpartisipasi dalam

aktivitas sosial dan komunitas

Melibatkan keluarga atau teman dalam

perawatan

Menjelaskan bagaiaman mereka bisa

membantu

Daftar pustaka

Berger, Fred K., 2014. Hallucinations. Medline. Available at

http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003258.htm

Keliat Budi Ana. 1999. Proses  Keperawatan Kesehatan Jiwa edisi I.

Jakarta : EGC

Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9

Surabaya: Airlangga University Press

Stuart dan Laraia. 2001. Principle and Practice Of Psychiatric Nursing.

edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan

Jiwa (Terjemahan).Jakarta: EGC

Mental Health Nursing

LAPORAN Askep Halusinasi

Oleh

Kelompok 2

Ruli Kusumaningtyas 125070201111017

Titik Dyah Selvia 125070201111019

Kartika Rahmawati 125070200111019

Catur Maya L 125070200111027

Tiara Dea Ananda 125070200131005

A.A Fora Yunda A 125070200131007

Bayu Aprilia Yogi 125070200111009

Mike Istianawati 125070201111033

Siti Mutmainnah 115070207131014

Mira Ramdhani 125070201131007

Sofy Lailatul Fitri 125070201131001

M. Syarifudin 125070207111009

Annisa Rahmi G 125070200131001

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016