bab 2 skenario 1 blok 2

Upload: nurbeta

Post on 21-Jul-2015

90 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian AborsiAborsi (bahasa latin : abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Dalam ilmu kedokteran, aborsi dibedakan menjadi tiga yaitu aborsi spontan/ilmiah, aborsi buatan/sengaja, dan aborsi terapeutik/medis. Aborsi spontan/ilmiah adalah aborsi yang berlangsung tanpa tindakan apapun, kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma. Aborsi buatan/sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yan disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi. Aborsi terapeutik/medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Menurutn Thoman A. Shannon,ada tiga pendirian tentang aborsi, yaitu : 1.Pendirian konservatif Pendirian ini berpendapat bahwa aborsi tidak pernah boleh dilakukan dalam keadaan apapun juga, dikarenakan alasan agama dan filosofis diantaranya kesucian kehidupan , larangan untuk memusnahkan kehidupan manusia yang tidak bersalah . 2. Pendiria Liberal Pendirian ini memperbolehkan aborsi dalam banyak keadaan yang berbeda, diantaranya menyangkut kualitas janin, keadaan kesehatan fisik dan mental si wanita, hak wanita atas integritas badani, kesejahteraan keluarga yang sudah ada , pertimbangan karir, dan keluarga berencana. 3. Pendirian Moderat Pendirian ini mencari suatu posisi tengah yang mengakui kemungkinan legitimasi moral bagi beberapa aborsi, tapi tidak

A.

pernah turut mengakui penderitaan dan rasa berat hati pada pihak wanita maupun janin.

B.

Aborsi dari segi hukumDitinjau dari segi hukum, pelarangan aborsi justru tidak bersifat mutlak. Aborsi atas indikasi medik diatur dalam UU Republik Indonesia No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 15 : 1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. 2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan : a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut, b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tangung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli, c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya, d. Pada sarana kesehatan tertentu 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pada penjelasan pada UU No.23 tahun 1992 pasal 15 dinyatakan sebagai berikut: Ayat (1) : Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang karena bertentangan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan, dan norma kesopanan. Namun, dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.

Ayat (2) butir a : Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benarbenar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu sebab tanpa tindakan medis tertentu itu, ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut. Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu dalah tenaga yang memiliki keahlian dan wewenang untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kandungan atau seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan. Hak utama untuk memberikan persetujuan adalah milik ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya. Dalam keadaan ini, dapat diminta persetujuan dari keluarganya. Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan ditunjuk oleh pemerintah. Ayat (3) : Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenal keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan mempunyai keahlian dan wewenang untuk melakukannya dalam bentuk persetujuan dan sarana kesehatan yang ditunjuk. UU No 23 Tahun 1992 telah diamandemen menjadi UU Kesehatan Tahun 2009. Peraturan tentang aborsi yang terdapat dalam pasal 75 dan 76 UU Kesehatan Tahun 2009 tidak berbeda jauh dari UU No 23 Tahun 1992 pasal 15, yaitu: Pasal 75 (1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi. (2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan: a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau b.

kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan; (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, Sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

C.

Aborsi dari segi kode etikKode etik kedokteran menurut kamus kedokteran djambatan adalah ketentuan yang mengatur perilaku profesionalisme seorang dokter. Kode etik memuat beberapa pasal-pasal yang menjadi pedoman bagi seorang dokter dalam melaksanakan praktik kedokteran. Secara tersirat, ada satu pasal yang menyinggung tentang larangan aborsi yaitu pasal 7d. Dalam pasal ini dikatakan bahwa Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

D.

Aborsi dari segi sumpah dokterSeorang dokter sebelum mengabdikan dirinya untuk masyarakat, mereka diminta mengikrarkan sumpah dokter. Dalam sumpah tersebut, dikatakan bahwa setiap dokter akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan. Hal ini berarti, secara tidak langsung seorang dokter tidak diperkenankan melakukan aborsi jika belum dipertimbangkan secara benar.

E.

Aborsi dari segi agamaIslam Menurut MUI aborsi dapat dilakukan apabila untuk kepentingan kedaruratan klinis. Misalnya membahaykan kejiwaan dan kehidupan sang ibu. Dan dijelaskan bahwa janin sebelum berusia 40 hari belum ditiupkan ruh kepada janinn tersebut. Katolik dan Kristen Semua umat Kristiani bisa membaca kembali kitab sucinya untuk mengerti dengan jelas, betapa Tuhan sangat tidak berkenan atas pembunuhan seperti yang dilakukan dalam tindakan aborsi. Hindu Menurut ajaran hindu, suatu kehidupan itu sangat dihargai dan menentang segala macam jenis aborsi. Budha dan Konghuchu Kehidupan dimulai dari saat pembuahan ovum oleh sperma, dan menghentikan suatu kehidupan adalah suatu pembunuhan.

F.

BIOETIKA Pengertian bioetika adalah disiplin yang berkaitan dengan moralitas pelayanan kesehatan yang menyangkut dokter, pasien, institusi pemberi layanan kesehatan dan kebijakan kesehatan.

Dalam bioetika terdapat 4 kaidah dasar bioetika, yaitu: 1. Prinsip benefecience Merupakan prinsip moral dimana tindakan selalu diutamakan untuk kebaikan pasien. Kriteria : a. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) b. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia c. Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter d. Mengusahakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya e. Paternalisme bertanggung jawab/berkasih sayang f. Menjamin kehidupan-baik minimal manusia g. Pembatasan goal-based h. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien i. Minimalisasi akibat buruk j. Kewajiban menolong pasien gawatdarurat k. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan l. Tidak menarik honorarium diluar kepantasan m. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan n. Mengembangkan profesi secara terus-menerus o. Memberikan obat berkhasiat namun murah p. Menerapkan Golden Rule Principle 2. Prinsip otonomi Merupakan prinsip moral mengahargai hak pasien Kriteria :a. menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai

martabat pasien b. Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif) c. Berterus terang d. menghargai privasi e. menjaga rahasia pasien f. Menhargai rasionalitas pasien g. Melaksanakan informed consent h. Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri i. Tidak mengintervensi atau menghalangi autonomi pasien j. Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk keluarga pasien sendiri

k. Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada

kasus non emergensi l. tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien m. perjanjian (kontrak) 3. Prinsip non maleficience Prisip moral melarang melakukan tindakan buruk kepada pasien. Kriteria : a. Menolong pasien emergensi b. Kondisi untuk menggambarkan criteria ini adalah : - pasien dalam keadaaa amat berbahaya (darurat)/beresiko hilangnya sesuatu yang penting (gawat) - belum sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami resiko minimal) c. 4. Justice Prinsip moral keadilan dan fairness untuk bersikap atau bertindak dalam bersikap untuk distribusi sumber daya. Dasar untuk memilih prinsip-prinsip mana yang digunakan adalah pemilihan primafacie yaitu, dalam kondisi tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan satu kaidah dasar etik terabsah sesuai konteksnya berdasarkan situasi konkret terabsah.

BAB III PEMBAHASANBerdasarkan kasus pada skenario 1, anak perempuan yang masih

berumur 13 tahun diperkosa hingga hamil dan mengalami depresi, setelah berkonsultasi dengan tim dokter yang terdiri atas dokter, ahli agama, dan psikiater memutuskan untuk melakukan aborsi setelah mempertimbangkan profesionalisme, tetapi pihak keluarga masih bingung karena menurut mereka agama dan hukum melarang aborsi. Namun, setelah ditinjau dari berbagai aspek, kasus ini memenuhi persyaratan untuk dilakukan aborsi. Dari hasil diskusi kami, tindakan aborsi dalam kasus ini memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positif dari dilakukannya aborsi yaitu: 1. Menjaga keselamatan ibu, mengingat rongga pinggul ibu serta organ reproduksi yang belum sempurna, jika kehamilan tetap diteruskan maka akan membahayakan kondisi fisik sang ibu. 2. Mencegah perkembangan janin yang abnomal akibat depresi yang dialami sang ibu. 3. Mencegah komplikasi dan menyelamatkan jiwa sang ibu.4. Menghindarkan sang ibu dari gangguan mental akibat depresi yang

berkepanjangan karena kehamilan dini akibat pemerkosaan. Sedangkan sisi negatif dari dilakukannya aborsi yaitu, beban moral dan psikologis yang dialami sang ibu akibat penyesalan yang mendalam karena telah menggugurkan janinnya yang tidak lain adalah calon anaknya sendiri. Dalam penyelesaian kasus ini, kami memutuskan untuk menggunakan salah satu prinsip dari kaidah dasar bioetika yaitu prinsip beneficience. Prinsip ini menekankan pada pemilihan tindakan terbaik untuk keselamatan pasien, tindakan terbaik dalam kasus ini adalah aborsi dengan pertimbangan kondisi sang ibu yang belum siap unutk mengandung baik secara fisik

maupun mental, dan kondisi ini tidak hanya akan membahayakan kondisi janin tapi juga keselamatan sang ibu itu sendiri. Selain itu dari segi hukum dan agama tindakan aborsi pada kasus ini diperbolehkan, karena memenuhi kondisi-kondisi diperbolehkannya aborsi, antara lain yaitu : 1. Kehamilan karena perkosaan 2. Depresi dapat membahayakan kondisi ibu dan janin3. Dari segi keselamatan ibu dan janin mengingat usia ibu yang masih

dini Secara biologis bila wanita yang masih berumur 14 tahun kebawah mengalami kehamilan maka akan membahayakan keselamatan ibu dan janin. Bahaya yang dialami oleh wanita tersebut antara lain: 1. Panggul belum berkembang dengan sempurna 2. Kehamilan usia dini bisa mengakibatkan komplikasi saat persalinan akibat disproporsi antara ukuran kepala bayi dan panggul ibu 3. Alat reproduksi remaja juga belum siap sepenuhnya

BAB IV Kesimpulan dan Saran I. Kesimpulan Kami menyimpulkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh dokter pada skenario satu untuk melakukan aborsi sudah tepat. Dari kondisi yang dapat diakibatkan apabila mempertahankan kehamilan, maka dapat dimasukan kedalam abortus therapticus atau aborsi yang dilegalkan karena keselamatan ibu dan janin yang terancam. Bila kita lihat dari segi hukum maka persyaratan aborsi dapat diperbolehkan secara hukum berdasarkan UU Republik Indonesia No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan, pasal 15 mengingat kondisi keselamatan ibu dan janin serta persyaratan-persyaratan lain yang telah dipenuhi antara lain dilakukan oleh tim medis, melalui pelayanan kesehatan, dan disetujui oleh kedua belah pihak. Bila dilihat dari Kaidah Dasar Bioetik poin pertama yaitu aspek benefecience yaitu tindakan mengutamakan pasien mengingat kondisi ibu secara biologis dan psikologis belum siap untuk menerima kehamilan terlebih akibat kejadian traumatis yaitu perkosaan. Yang perlu lebih diperhatikan yaitu keselamatan ibu dan janin yang telah dijelaskan sebelumnya. II. Saran Mengingat pasien akan melaksanakan aborsi, tentunya tidak menutup kemungkinan bahwa baik dari pihak ibu dan keluarga akan mengalami beban moral maka diperlukan bimbingan konseling pada pihak keluarga terutama pada pasien sebelum dan sesudah aborsi. Hal ini perlu dilakukan untuk meringankan beban moral dan psikologis yang mungkin timbul baik pada pasien maupun pada keluarga pasien.