skenario 2 euthanasia blok etik

30
Euthanasia Pilihan Terakhir Again Indosiar.com, jakarta – Bagi Agian Isna Nauli Siregar, Euthanasia adalah pilihan terakhir untuk melepaskan diri dari penderitaanya akibat penyakit yang secara medis sulit disembuhkan. Sang suami Panca Satria Hasan Kusuma dengan gigih terus berjuang untuk mencari kepastian hukum agar keinginanya untuk mengakhiri hidup istrinya terkabul. Kendati sistem hukum di Indonesia belum mengakuinya Telah lebih dari 3 bulan, Agian Isna Nauli Siregar hanya tergolek tanpa daya dirumah sakit. Sejumlah uang telah dikeluarkan Panca Satria Hasan Kusuma demi kesembuhan istrinya. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti terlihat dari dalam diri Agian. Kenyataan pahit ini membuat hasan pasrah dan rela melepaskan istrinya dengan cara Euthanasia atau di suntuk mati. Keputusan terakhir diperjuangkan Hasan karena telah habisnya dana yang dimiliki dan tidak tahan melihat penderitaan istrinya yang sulit untuk disemubhkan Kesedihan Hasan semakin bertambah, karena sejak istrinya sakit ia sangat jarang bertemu dengan anak-anaknya. Perjuangan menempuh jalan terakhir melalui Euthanasia, hingga kini masih terus dilakukan. Sudah 3 bulan Agian mengalami stroke setelah menjalani operasi seksio di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, pasien mengalami henti napas dan henti jantung selama 1 bulan. Mereka kini menunggu keputusan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat yang menangani masalah ini. 1

Upload: syafira-kusuma-wardhanie

Post on 26-Dec-2015

158 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

blok etik

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Euthanasia Pilihan Terakhir Again

Indosiar.com, jakarta – Bagi Agian Isna Nauli Siregar, Euthanasia adalah pilihan terakhir untuk melepaskan diri dari penderitaanya akibat penyakit yang secara medis sulit disembuhkan. Sang suami Panca Satria Hasan Kusuma dengan gigih terus berjuang untuk mencari kepastian hukum agar keinginanya untuk mengakhiri hidup istrinya terkabul. Kendati sistem hukum di Indonesia belum mengakuinya

Telah lebih dari 3 bulan, Agian Isna Nauli Siregar hanya tergolek tanpa daya dirumah sakit. Sejumlah uang telah dikeluarkan Panca Satria Hasan Kusuma demi kesembuhan istrinya. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti terlihat dari dalam diri Agian.

Kenyataan pahit ini membuat hasan pasrah dan rela melepaskan istrinya dengan cara Euthanasia atau di suntuk mati. Keputusan terakhir diperjuangkan Hasan karena telah habisnya dana yang dimiliki dan tidak tahan melihat penderitaan istrinya yang sulit untuk disemubhkan

Kesedihan Hasan semakin bertambah, karena sejak istrinya sakit ia sangat jarang bertemu dengan anak-anaknya. Perjuangan menempuh jalan terakhir melalui Euthanasia, hingga kini masih terus dilakukan.

Sudah 3 bulan Agian mengalami stroke setelah menjalani operasi seksio di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, pasien mengalami henti napas dan henti jantung selama 1 bulan. Mereka kini menunggu keputusan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat yang menangani masalah ini.

1

Page 2: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

SASARAN BELAJAR

LI 1 Memahami dan Menjelaskan KODEKI dan Kaidah Bioetik

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Etika Kedokteran

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Kaidah Bioetika

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Kesehatan

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Ditinjau Dari Etik Kedokteran.

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Pengertian Euthanasia

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Macam-Macam Euthanasia

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Euthanasia

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Ditinjau Dari Agama Islam

2

Page 3: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

LI 1 Memahami dan Menjelaskan KODEKI dan Kaidah Bioetik

LO 1.1 Memahami dan Menjelaskan Etika Kedokteran

Etik (ethics) berasal dari bahasa yunani ethos, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. Menurut kamus Umum Bahasa Indonesia (Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tentang azas akhlak. Sedangkan menutu Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika adalah :

1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk tentang hak dan kewajiban moral.

2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.

3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Etika adalah ilmu yang mempelajari azas akhlak, sedangkan etik adalah seperangkat asas atau nilai yang berkaitan dengan akhlak seperti dalam Kode Etik. Istilah etis biasanya di gunakan untuk menyatakan sesuatu sikap atau pandangan yang secara etis dapat di terima (ethically acceptable) atau tidak dapat di terima ( etichally unacceptable, tidak etis) .

Pekerjaan profesi umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Pendidikan sesuai standart nasional.2. Mengutamakan panggilan kemanusiaan.3. Berlandaskan etik profesi, mengikat seumur hidup.4. Legal melalui perizinan.5. Berlajar sepanjang hayat.6. Anggota bergabung dalam suatu organisasi profesi.

Dalam pekerjaan profesi sangat di handalkan etik profesi dalam memberikan pelayanan kepada publik.

Ciri-ciri etik profesi adalah sebagai berikut :

1. Berlaku untuk lingkungan profesi. 2. Disusun oleh organisasi profesi yang bersangkutan. 3. Mengandung kewajiban dan larangan.4. Menggugah sikap manusiawi.

Profesi kedokteran merupakan profesi yang tertua dan dikenal sebagai profesi yang mulia karena ia berhadapan dengan hal yang paling berharga dalam hidup seseorang yaiti masalah kesehatan dan kehidupan.

Menurut pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang praktik kedokteran profesi kedokteran gigi adalah suatu pekerjaan kedokteran atau kedokteran gigi yang di laksanakan berdasarkan suatu keilmuan, kompetensi yang di perboleh melalui pendidikan berjenjang dan kode etik yang bersifat melayani masyarakat.

3

Page 4: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Tujuan pendidikan etika dalam pendidikan dokter adalah untuk menjadikan calon dokter lebih manusiawi dengan memiliki kematangan intelektual dan emosional. Etik profesi kedokteran merupakan seperangkat perilaku para dokter dan dokter gig dalam hubungan pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, dan mitra kerja. Rumusan perilaku para anggota profesi di susun oleh organisasi profesi bersama-sama pemerintah menjadi suatu kode etik profesi yang bersangkutan. Tiap-tiap tenaga kesehatan telah memiliki kode etiknya, namun kode etik tenaga kesehatan tersebut mengacu pada Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI).

KODEKI

Kewajiban Umum

Pasal 1

Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati, mengamalkan sumpah dokter.

Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi.

Pasal 3

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4

Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.

Pasal 5

Tiap perbuatan atau nasihat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya di berikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoreh persetujuan dari pasien.

Pasal 6

Setiap dokter harus senantiasa behati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum di uji kebenaraannya dan dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7

Seorang dokter hanya memberikan surat keterangan dan pendapat yang telah di periksa sendiri kebenarannya.

4

Page 5: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Pasal 7a

Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya di sertai kasih sayang (copassion) dan pernghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b

Seorang dokter harus bersikap jujur dalam hubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi atau yang melakukan penipuan atau penggelapan dalam menangani pasien.

Pasal 7c

Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak teman sejawatnya, dan hak-hak tenanga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d

Setiap dokter harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makluk insani.

Padal 8

Dalam melakukan pekerjaan seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuaratif, dan rehabbilitatif), baik fisik maupun psikososial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9

Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.

Kewajiban Dokter Terhadap Pasien

Pasal 10

Setiap dokter bersikap tulus, ikhlas, dan mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk pasien kepada dokter yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

5

Page 6: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Pasal 11

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasihatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya.

Pasal 12

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang di ketahuinnya tentang seorang pasien, bahkan setelah pasien itu meninggal dunia.

Pasal 13

Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan kecuali bila ia yakin ada orang lain bersersedia dan mampu memberikannya.

Kewajiban Dokter Terhadap Teman Sejawat

Pasal 14

Setiap dokter memperlakuakan teman sejawatnya sebagai ia sendiri diperlakukan.

Pasal 15

Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawatnya, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.

Kewajiban Dokter Terhadap Diri Sendiri

Pasal 16

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17

Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan.

LO 1.2 Memahami dan Menjelaskan Kaidah Bioetika

Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus, karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie. Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral (sering disebut

6

Page 7: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika), juga prima facie dalam penerapan praktiknya secara skematis .

Menghormati martabat manusia (respect for person/autonomy). Menghormati martabat manusia. Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan perlindungan.

· Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.

· Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.

· Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).

· Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi.

· Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.

· Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

Tindakan berbuat baik (beneficence)

General beneficence :omelindungi & mempertahankan hak yang lain

omencegah terjadi kerugian pada yang lain,

omenghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain,

Specific beneficence :

7

Page 8: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

omenolong orang cacat,

omenyelamatkan orang dari bahaya.

· Mengutamakan kepentingan pasien

· Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain

· Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)

· Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).

c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti.

· Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :

· Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien

· Minimalisasi akibat buruk

· Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting

- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).

· Norma tunggal, isinya larangan.

d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama dokter.

· Treat similar cases in a similar way = justice within morality.

· Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :

8

Page 9: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)

b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik

· Jenis keadilan :

a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)

b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :

· Setiap orang andil yang sama

· Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya

· Setiap orang sesuai upayanya.

· Setiap orang sesuai kontribusinya

· Setiap orang sesuai jasanya

· Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :

· Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.

· Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).

· Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu

· Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

d. Hukum (umum) :

9

Page 10: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

· Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak.

· pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik ter-”absah” sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ’ilat yang sesuai). Inilah yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.

Norma dalam etika kedokteran (EK) :

· Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari norma hukum dan norma sopan santun (pergaulan)

· Fakta fundamental hidup bersusila :

Etika mewajibkan dokter secara mutlak, namun sekaligus tidak memaksa. Jadi dokter tetap bebas,. Bisa menaati atau masa bodoh. Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral = suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa bersalah, menyesal, tidak tenang.

Sifat Etika Kedokteran :

1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).

3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)

4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)

5. Etika profesi (biasa):

· bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi

· bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral

· Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)

· Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.

10

Page 11: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

· Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)

· Isi : 2 norma pokok :

· sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak praktek profesi bagi orang lain;

· bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia (HAM).

6. Etika profesi luhur/mulia :

Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :

· Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < style="">

· Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour officium nobile

7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

LO 1.3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Kesehatan

Dalam lebih dari dua dekade terakhir terasa sekali disiplin hukum memasuki wilayah kedokteran atau bisa juga dikatakan kalangan kesehatan makin akrab dengan bidang dan pengetahuan alam. Pada waktu ini, tidak mungkin lagi pada dokter tidak mengetahui dan memahami hukum kesehatan, apalagi setelah terbitnya Undang-Undang Kesehatan (1992) dan Undang-Undang Praktik Kedokteran (2004) , yaitu aturan hukum atau ketentuan hukum yang mengatur tentang pelayanan kedokteran/kesehatan.

Hukum Kedokteran merupakan bagian dari Hukum Kesehatan, yaitu yang menyangkut pelayanan kedokteran ( medical care/service). Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaliknya pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran. Pelanggaran hukum belum tentu berarti pelanggaran etika kedokteran. Pelanggaran etika kedokteran di proses melalui MKDKI (Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia) dan MKEK IDI ( Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Ikatan Dokter Indonesia), sedangkan pelanggaran hukum di selesaikan di pengadilan .

Hukum kesehatan mencangkup komponen hukum bidang kesehatan yang bersinggungan satu dengan yang lainnya, yaitu hukum kedokteran atau kedokteran gigi, hukum keperawatan, hukum farmasi klinik, hukum rumah sakit, hukum kesehatan masyarakat, hukum kesahatan lingkungan, dan sebagainya (konas PERHUKI, 1993).

11

Page 12: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Persamaan etik dan hukuma)      Sama-sama merupakan alat untuk mengatur tertibnya hidup

bermasyarakat.b)      Sebagai objeknya adalah tingkah laku manusia.c)      Mengandung hak dan kewajiban anggota masyarakat agar tidak

saling merugikan.d)      Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi.e)      Sumbernya adalah hasil pemikiran para pakar dan pengalaman para

anggota senior.

Perbedaan Etik dan Hukum a)      Etik berlaku untuk lingkungan profesi, hukum berlaku untuk umum.b)      Etik disusun berdasarkan kesepakat para anggota profesi, hukum

disusun oleh badan pemerintah.c)      Etik tidak seluruhnya tertulis, hukum tercantum secara terperinci

dalam kitab undang-undang dan lembaran/berita Negara.d)      Sanksi terhadap pelanggaran etik berupa tuntunan, sanksi terhadap

pelanggaran hukum berupa tuntutan.e)      Pelanggaran etik diselesaikan oleh MajelisKehormatan Disiplin

Kedokteran Indonesia (MKDI)yang dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan atau oleh Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK), yang dibentuk oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI), pelanggaran Hukumdiselesaikan oleh Pengadilan.

f) Penyelesaian pelanggaran etik tidak selalu disertai bukti fisik, penyeselaian pelanggaran hukum memerlukan bukti fisik.

Etika kedokteran adalah pengetahuan tentang prilaku professional para dokter dan dokter gigi dalam menjalankan pekerjaannya sebagaimana tercantum dalam lafal sumpah dan kode etik masing-masing yang telah disusun oleh organisasi profesinya bersama-sama pemerintah.

Hukum merupakan peraturan perundang – undangan yang dibuat oleh suatu kekuasaan. Hukum kesehatan merupakan peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelayanan kesehatan baik untuk penyelenggara maupun penerima pelayanan kesehatan.

Pelanggaran etika kedokteran tidak selalu berarti pelanggaran hukum, begitu pula sebaiknya pelanggaran hukum belum belum tentu berarti pelanggaran etika kdokteran. Pelanggaran etika kedokteran diproses melalui MKDKI dan MKEK IDI, sedangkan pelanggaran hukum diselesaikan melalui pengadilan.

LI 2 Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Ditinjau Dari Etik Kedokteran

LO 2.1 Memahami dan Menjelaskan Pengertian Euthanasia

Euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu yang artinya indah, bagus, terhormat, dan thanatos yang berarti kematian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), euthanasia adalah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan makhluk (orang ataupun hewan piaraan) yang mengalami sakit berat atau luka parah dengan kematian yang tenang dan

12

Page 13: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

mudah atas dasar perikemanusiaan sehingga dapat disimpulkan bahwa euthanasia adalah praktek pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap dapat meminimalkan rasa sakit, bahkan tanpa rasa sakit sekalipun. 

LO 2.2 Memahami dan Menjelaskan Macam-Macam Euthanasia

Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003:176).

Euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003:178).

Contoh Euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien

yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003:176).

Contoh Euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit

yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar

13

Page 14: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).

LO 2.3 Memahami dan Menjelaskan Hukum Euthanasia

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur seseorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan peanggaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif terdapat pada pasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHPBarangsiapa yang menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu

sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan bersungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alas an kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal di bawah ini perlu diketahui oleh dokter.

Pasal 338 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena

makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.Pasal 340 KUHPBarangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan

jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara selama-lamaya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.

Pasal 359 KUHPBarangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara

selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.Selanjutnya, di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang

mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.

Pasal 345 KUHPBarangsiapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri,

menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.

Pasal ini mengingatkan dokter untuk, jangankan melakukan euthanasia, menolong atau memberi haraoan ke arah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana.

LI 3 Memahami dan Menjelaskan Euthanasia Ditinjau Dari Agama Islam

Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat. Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.

A. Euthanasia Aktif

14

Page 15: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

            Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-An’aam : 151)“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.Firman Allah SWT :  “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

B. Euthanasia Pasif

15

Page 16: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

            Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien. Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?Jawaban untuk pertanyaan itu, bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180).

Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah).

Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-Nabhani, 1953)

Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

            Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,”Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!” Nabi SAW berkata,”Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu.” Perempuan itu berkata,”Baiklah aku akan bersabar,” lalu dia berkata lagi,”Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari)

            Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah

16

Page 17: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib (Zallum, 1998:69).

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannya?Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib. Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.            Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).

Perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada tindakan untuk menghentikan hidup seseorang itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kehendak-Nya. Allah swt melarang perbuatan yang mengarah kepada kematian dalam bentuk apapun, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain, termasuk di dalamnya euthanasia, karena tindakan euthanasia ini merupakan pembunuhan tanpa hak, hal itu didukung oleh firman Allah swt dalam:

Hadits Nabi saw.

: , النار فى يخنقها نفسه يخنق الذي وسلم عليه الله صلى النبي قال قال هريرة أبي عنالنار فى يطعنها يطعنها .والذي

Dari Abu Hurairah berkata, Nabi saw. bersabda; “Barangsiapa mencekik lehernya, maka ia akan mencekik lehernya pula dalam neraka. Dan barangsiapa menikam diri, maka ia akan menikam diri pula dalam neraka.”

17

Page 18: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Rasulullah SAW bersabda :

“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)

surat : Al-Israa' Ayat : 33

Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar [853]. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan [854] kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”

surat : An-Nisaa Ayat : 29

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu [287]; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

surat : Al-Maidah Ayat : 32

18

Page 19: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Artinya:

Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain [411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya [412]. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu [413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

surat : Al-Hajj Ayat : 66

Artinya:

Dan Dialah Allah yang telah menghidupkan kamu, kemudian mematikan kamu, kemudian menghidupkan kamu (lagi), sesungguhnya manusia itu, benar-benar sangat mengingkari nikmat.

surat : Al-An'am Ayat : 151

19

Page 20: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

Artinya:

Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar [518]". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

20

Page 21: Skenario 2 Euthanasia BLOK ETIK

DAFTAR PUSTAKAAl-Maliki, Abdurrahman. 1990. Nizham Al-‘Uqubat. Beirut : Darul Ummah.An-Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy-Syakhshiyah Al-Islamiyah. Juz III. Al-Quds :Mansyurat Hizb Al-Tahrir.Audah, Abdul Qadir. 1992. At-Tasyri’ Al-Jina`i Al-Islami. Beirut : Muassasah Ar-Risalah.Az-Zuhaili, Wahbah. 1996. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu. Juz IX (Al-Mustadrak).Damaskus : Darul Fikr.Hasan, M.Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah-Masalah KontemporerHukum Islam. Jakarta : RajaGrafindo Persada.Utomo, Setiawan Budi. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Jakarta: Gema Insani Press.Zallum, Abdul Qadim. 1997. Hukm Asy-Syar’i fi Al-Istinsakh, Naql A’dha`, Al-Ijhadh,Athfaal Al-Anabib, Ajhizatul In’asy At-Tibbiyah, al-Hayah wa al-Maut. Beirut :Darul Ummah.Zallum, Abdul Qadim. 1998. Beberapa Problem Kontemporer dalam Pandangan Islam :Kloning, Transplantasi Organ Tubuh, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan OrganTubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati. Bangil : Al Izzah.Zuhdi, Masjfuk. 1993. Masail Fiqhiyah. Cetakan VI. Jakarta : CV. Haji Masagung

21