bab 2 preventive.docx

64
15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Pemeliharaan Pengertian pemeliharaan atau perawatan ( maintenance ) adalah suatu kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima ( Corder, hal 1 ). Pengertian lain dari pemeliharaan adalah kegiatan menjaga fasilitas – fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau pemyesuaian yang diperlukan agar tercapai suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan dan sesuai dengan yang direncanakan ( Assauri, hal 88 ). Sedangkan manajemen perawatan ( maintenance management ) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. ( Supandi, hal 15 ) Industri tidak hanya harus memproduksi

Upload: wawicok

Post on 11-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: bab 2 preventive.docx

15

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Definisi Pemeliharaan

Pengertian pemeliharaan atau perawatan ( maintenance ) adalah suatu

kombinasi dari berbagai tindakan yang dilakukan untuk menjaga suatu barang

atau memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima ( Corder,

hal 1 ). Pengertian lain dari pemeliharaan adalah kegiatan menjaga fasilitas –

fasilitas dan peralatan pabrik serta mengadakan perbaikan atau pemyesuaian

yang diperlukan agar tercapai suatu keadaan operasi produksi yang memuaskan

dan sesuai dengan yang direncanakan ( Assauri, hal 88 ). Sedangkan

manajemen perawatan ( maintenance management ) adalah pengorganisasian

perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas

produksi. ( Supandi, hal 15 )

Industri tidak hanya harus memproduksi barang yang dapat dijual

namun juga harus dapat menandingi persaingan pasar dengan membuat produk

yang berkualitas dengan harga yang pantas dan diserahkan kepada konsumen

dalam waktu yang tepat. Untuk mewujudkan hal tersebut antara lain

menerapkan proses – proses baru, mengadakan inovasi produk baru dan

menemukan metode baru. Hal ini merupakan tantangan untuk bagian

Page 2: bab 2 preventive.docx

16

pemeliharaan agar dapat terus berkembang dan mendukung kesiapan serta

keandalan pabrik.

2.1.2 Tujuan Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki

tujuan.Tujuan – tujuan tersebut adalah : ( Corder, hal 3 & Assauri hal 89 )

1. Memperpanjang usia kegunaan aset.

2. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan

serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi.

3. Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta

menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.

4. Menekan tingkat biaya perawatan serendah mungkin dengan melaksanakan

kegiatan perawatan secara efektif dan efisien.

5. Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu.

6. Meningkatkan ketrampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan

pelatihan yang diadakan.

7. Meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan.

2.1.3 Jenis – Jenis Perawatan

Terdapat beberapa jenis perawatan ( pemeliharaan ) yaitu : ( Assauri, hal 89 )

A. Perawat a n Terencana ( Planned Maintenance )

Page 3: bab 2 preventive.docx

17

Adalah perawatan yang dilakukan secara terorganisasi dan sesuai

dengan rencana perawatan yang telah dibuat sebelumnya. Perawatan ini

dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perawatan Pencegahan ( Preventive Maintenance )

Adalah kegiatan pemeliharaan dan perawatan yang dilakukan untuk

mencegah timbulnya kerusakan – kerusakan yang tidak terduga dan

menemukan kondisi atau keadaan yang menyebabkan fasilitas produksi

mengalami kerusakan pada waktu digunakan dalam proses produksi.

Dengan demikian semua fasilitas produksi yang mendapatkan perawatan

pencegahan akan terjamin kelancaran kerjanya dan akan selalu diusahakan

dalam kondisi yang siap setiap saat. Berdasarkan hal tersebut maka

memungkinkan pembuatan suatu rencana jadwal perawatan dan rencana

produksi yang lebih tepat dan efektif dalam menghadapi fasilitas – fasilitas

produksi yang termasuk kedalam golongan critical unit. Sebuah fasilitas

atau peralatan produksi akan termasuk dalam golongan critical unit

apabila:

Kerusakan fasilitas atau peralatan produksi akan membahayakan

keselamatan atau kesehatan para pekerja.

Kerusakan fasilitas akan mempengaruhi kualitas produk yang

dihasilkan.

Kerusakan fasilitas tersebut akan menyebabkan kemacetan seluruh

proses produksi.

Page 4: bab 2 preventive.docx

18

Modal yang ditanamkan dalam fasilitas tersebut cukup besar atau mahal.

2. Perawatan perbaikan ( Corrective Maintenance )

Yaitu kegiatan perawatan yang dilakukan setelah sistem mengalami

kerusakan atau tidak dapat berfungsi lagi dengan baik. Kegiatan perawatan

ini sering juga disebut sebagai kegiatan reparasi / perbaikan ( Repair

Maintenance ), yang biasanya terjadi karena kegiatan perawatan pencegahan

tidak dilakukan sama sekali. Secara sepintas, biaya perawatan perbaikan

akan lebih kecil daripada mengadakan perawatan pencegahan. Hal ini benar

selama kerusakan tidak terjadi pada saat fasilitas / peralatan produksi sedang

dioperasikan, karena apabila kerusakan terjadi saat operasi berlangsung

maka selain biaya perbaikan kerusakan, perlu juga diperhitungkan biaya

penundaan produksi. Kerusakan tersebut juga akan memberikan andil

terhadap umur peralatan dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu,

perawatan pencegahan dianggap lebih menguntungkan daripada hanya

melaksanakan perawatan perbaikan saja.

Page 5: bab 2 preventive.docx

19

B. Perawatan Tak Terencana ( Unplanned Maintenance )

Perawatan tak terencana adalah bentuk perawatan darurat yang dapat

didefinisikan sebagai perawatan yang perlu segera dilakukan untuk mencegah

akibat yang lebih serius, seperti hilangnya waktu untuk berproduksi, kerusakan

besar pada peralatan dan biaya – biaya perbaikan yang lebih mahal.

2.1.4 Konsep – Konsep Pemeliharaan

2.1.4.1 Konsep Keandalan ( Reliability )

Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem akan beroperasi

sesuai dengan fungsi yang ditetapkan dalam jangka waktu tertentu

ketika digunakan dalam kondisi operasional tertentu. Keandalan juga

berarti kemampuan suatu peralatan untuk bertahan dan tetap

beroperasi sampai batas waktu tertentu. ( Ebelling, hal 5 )

2.1.4.2 Konsep Keterawatan ( Maintainability )

Adalah probabilitas suatu komponen atau sistem yang rusak akan

diperbaiki atau dipulihan kembali pada kondisi yang telah ditentukan

selama periode waktu tertentu dimana dilakukan perawatan sesuai

dengan prosedur yang seharusnya. Keterawatan suatu peralatan dapat

didefinisikan sebagai probabilitas peralatan tersebut untuk bisa

diperbaiki pada kondisi tertentu dalam periode waktu tertentu.

( Ebelling, hal 6 )

Page 6: bab 2 preventive.docx

20

2.1.4.3 Konsep Ketersediaan ( Availability )

Ketersediaan ( availability ) adalah probabilitas suatu komponen

atau sistem menunjukan kemampuan yang diharapkan pada suatu

waktu tertentu ketika dioperasikan dalam kondisi operasional tertentu.

Ketersedaiaan juga dapat diinterpretasikan sebagai persentase waktu

operasional sebuah komponen atau sistem selama interval waktu

tertentu.

Ketersediaan berbeda dengan keandalan, dimana ketersediaan

adalah probabilitas komponen berada dalam kondisi tidak mengalami

kerusakan meskipun sebelumnya komponen tersebut telah mengalami

kerusakan dan diperbaiki atau dipulihkan kembali pada kondisi operasi

Normalnya. Oleh karena itu, ketersediaan sistem tidak pernah lebih

kecil daripada kendalan sistem. Ketersediaan mengandung dua

komponen utama yaitu keandalan ( reliability ) dan keterawatan

( maintainability ). Tingkat keandalan yang rendah dapat diimbangi

dengan usaha peningkatan perawatan sehingga tingkat kecepatan aksi

perawatan berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan sistem. Seperti

halnya pada keandalan dan keterawatan, ketersediaan merupakan

probabilitas sehingga teori probabilitas dapat digunakan untuk

menghitung nilai ketersediaan. ( Ebelling hal 6 & hal 254 )

Page 7: bab 2 preventive.docx

21

2.1.5 Konsep Preventive Maintenance

Konsep Preventive Maintenance pertama kali diterapkan di Jepang

pada tahun 1971. Konsep ini mencakup semua hal yang berhubungan dengan

maintenance dengan segala implementasinya di lapangan. Konsep ini

mengikutsertakan pekerja dari bagian produksi untuk ambil bagian dalam

kegiatan maintenance tersebut. Dengan demikian maka diharapkan terjadi

kerjasama yang baik antara bagian maintenance dan bagian produksi.

Preventive Maintenance dapat diartikan sebagai suatu pengamatan

secara sistematis disertai analisis ekonomik untuk menjamin berfungsinya

suatu peralatan produksi dan memperpanjang umur peralatan yang

bersangkutan.

Tiga dasar utama dalam maintenance adalah :

1. Membersihkan ( cleaning )

Pekerjaan pertama yang paling mendasar adalah membersihkan peralatan /

mesin dari debu maupun kotoran – kotoran lain yang dianggap tidak perlu.

Debu tersebut akan menjadi inti bermulanya proses kondensasi dari uap

air yang berada di udara. Pekerjaan membersihkan akan sangat baik

apabila dilaksanakan secara periodik dan dengan disiplin tinggi dengan

menyesuaikan dinamika operasi mesin / peralatan bersangkutan.

Page 8: bab 2 preventive.docx

22

2. Memeriksa ( inspection )

Pekerjaan kedua adalah memeriksa bagian – bagian dari mesin yang

dianggap perlu. Pemeriksaan terhadap unit instalasi mesin perlu dilakukan

secara teratur mengikuti suatu pola jadwal yang sudah diatur.

3. Memperbaiki ( repair )

Pekerjaan selanjutnya adalah memperbaiki bila terdapat kerusakan –

kerusakan pada bagian unit instalasi mesin sedemikian rupa sehingga

kondisi unit instalasi tersebut dapat mencapai standard semula dengan

usaha dan biaya yang wajar.

2.1.6 Fungsi Kerusakan

Karakteristik kerusakan setiap peralatan akan mempengaruhi bentuk

kedekatan yang digunakan dalam menguji kesesuaian dan menghitung

parameter fungsi Distribusi kerusakan. Keputusan yang berhubungan dengan

penentuan kebijakan perawatan seperti kebijakan perawatan pencegahan

memerlukan informasi tentang selang waktu suatu peralatan akan mengalami

kerusakan lagi. Pada umumnya saat terjadinya perubahan kondisi peralatan dari

baik menjadi rusak tidak dapat diketahui dengan pasti namun dapat diketahui

probabilitas terjadinya perubahan tersebut. ( Jardine, hal 13 )

Karakteristik kerusakan dari setiap peralatan pada umumnya tidak sama

terutama jika dioperasikan dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Suatu

peralatan yang memiliki karakteristik dan dioperasikan dalam kondisi yang

Page 9: bab 2 preventive.docx

23

sama juga mingkin akan memberikan nilai selang waktu antar kerusakan yang

berlainan. ( Jardine, hal 15 )

1. Fungsi Kepadatan Probabilitas ( Probability Density Function )

Bila x menyatakan variabel acak kontinyu (continuous random

variable) sebagai waktu kerusakan dari sistem (peralatan) dari jumlah

kerusakan/kegagalan pada suatu waktu, dan mempunyai fungsi distribusi fx

yang kontinyu di setiap titik sumbu nyata fx dikatakan fungsi kepadatan

peluang (probability density function) dari variabel x. Bila x dapat bernilai

nyata ( x ≥ 0 ) pada interval waktu t, harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

f X (t) ≥ 0

untuk t ≥ 0sehingga,

∞∫ f x (t )dt

0

2. Fungsi Distribusi Kumulatif ( Cumulative Distribution Function )

Fungsi distribusi kumulatif merupakan fungsi yang menggambarkan

probabilitas terjadinya kerusakan sebelum waktu t. Probabilitas suatu sistem

atau peralatan mengalami kegagalan dalam beroperasi sebelum waktu t,

yang merupakan fungsi dari waktu yang secara matematis dapat dinyatakan

sebagai: ( Jardine , hal 17 )

t

F (t ) = ∫ f (t )dt

0

untuk t ≥ 0

Page 10: bab 2 preventive.docx

24

Di mana : F(t) adalah fungsi distribusi kumulatif

f(t) adalah fungsi kepadatan peluang

jika t∞ maka F(t) = 1

3. Fungsi Keandalan ( Reliability )

Saat menentukan keandalan ( reliability ) suatu peralatan, hal penting

yang harus diperhatikan adalah spesifikasi fungsi yang diharapkan dari

peralatan tersebut. Keandalan harus diterjemahkan dalam satuan fungsi

waktu. Fungsi keandalan merupakan probabilitas suatu peralatan dapat

beroperasi dengan baik tanpa mengalami kerusakan dalam periode waktu

tertentu, misalnya t. Fungsi keandalan dinyatakan sebagai R(t) dan

didefinisikan sebagai berikut :

R (t) = ∫f (t)dt = 1 - F(t)t

4. Fungsi Laju Kerusakan

Laju kerusakan suatu peralatan pada waktu t adalah probabilitas

dimana peralatan akan mengalami kerusakan pada selang waktu berikutnya

dan diketahui kondisinya baik pada awal interval. Pola dasar dari fungsi laju

kerusakan sesaat yang umum bagi suatu produk adalah kurva bak mandi (

bathtub curve ). pada umumnya laju kerusakan suatu sistem selalu berubah

sesuai dengan bertambahnya waktu sehingga bathtub curve yang

Page 11: bab 2 preventive.docx

25

menunjukan tiga daerah dengan laju kerusakan yang berbeda dapat

digunakan untuk menyatakan laju kerusakan sesaat suatu produk. Laju

kerusakan sesaat dinyatakan sebagai berikut :

λ(t) = f (t) / R (t)

Burn - in Useful life Wearout

Failure rate Infant

mortality and

improper use

failure

Lifetime

Gambar 2.1 Kurva Laju Kerusakan Sesaat ( Bathtub Curve )

Kurva ini terbagi atas 3 daerah dengan pola laju kerusakan yang berbeda

yaitu : ( Ebelling, hal 31 )

Daerah A : Fase kerusakan awal ( burn in region )

Daerah ini pada selang waktu antara t0 sampai t1 ditandai dengan laju

kerusakan menurun atau Decreasing Failure Rate ( DFR ). Tingkat laju

kerusakan cukup tinggi pada awal operasi dan terus menurun sampai t1.

Page 12: bab 2 preventive.docx

26

Penyebab kerusakan ini antara lain karena pengendalian kualitas yang

tidak memadai, performansi material dan tenaga kerja yang dibawah

standar, kesalahan pemasangan dan set – up, kesalahan yang timbul pada

saat perakitan, kesalahan manusia dan pemrosesan, dll.

Daerah B : fase umur pakai berguna ( useful life region )

Daerah pada selang waktu t1 sampai t2 ditandai dengan laju kerusakan

konstan atau Constant Failure Rate ( CFR ). Dimana laju kerusakan

sesaat tidak akan bertambah walaupun umur peralatan terus bertambah

sampai saat t2 dan probabilitas kerusakan peralatan setiap saat adalah

sama. Oleh karena itu pada daerah ini kerusakan yang terjadi tidak dapat

diramalkan dan umumnya disebabkan oleh penambahan beban secara

tiba – tiba, kerusakan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya,

kesalahan manusia dan kerusakan alamiah.

Daerah C : Fase pengoperasian melebihi umur pakai ( wearout region )

Daerah yang melebihi t2 ditandai dengan laju kerusakan meningkat atau

Increase Failure Rate ( IFR ), dimana laju kerusakan sesaat mulai

bertambah dari saat t2. Peningkatan ini terjadi karena memburuknya

kondisi peralatan yang telah mencapai batas umur pemakaian. Bila suatu

alat telah memasuki fase ini maka sebaiknya dilakukan perawatan

pencegahan untuk mengurangi akibat yang lebih fatal. Penyebab

kerusakan ini antara lain perawatan yang tidak memadai, kelelahan

karena aus akibat pemakaian, kelelahan umur pakai, kesalahan overhaul,

Page 13: bab 2 preventive.docx

27

terjadinya korosi dan rancangan umur pakai produk yang memang

singkat.

2.1.7 Nilai Tengah dari Distribusi Kerusakan ( Mean Time To Failure )

Nilai tengah dari distribusi kerusakan atau MTTF adalah nilai rata – rata

atau nilai yang diharapkan ( expected value ) dari suatu distribusi kerusakan.

Persamaannya didefinisikan oleh f(t) sebagai berikut: (Ebeling, hal 26)

∞MTTF = E(T ) = ∫ t. f (t)dt

0

f (t ) = dF (t ) = − dR(t)

dt dt

sehingga,

∞MTTF = ∫ −

0

dR(t)

dttdt

MTTF = −tR(t )0

∞+ ∫ R(t )dt0

∞MTTF = ∫ R(t )dt

0

2.1.8 Nilai Tengah dari Distribusi Perbaikan ( Mean Time To Repair )

Nilai tengah dari distribusi perbaikan atau MTTR adalah variabel acak

saat kegiatan perbaikan yang memiliki akibat pada waktu perbaikan berikutnya.

Page 14: bab 2 preventive.docx

28

2.1.9 Distribusi Kerusakan

Distribusi kerusakan adalah informasi dasar mengenai umur pakai suatu

peralatan dalam suatu populasi. Distribusi kerusakan suatu peralatan memiliki

bentuk yang berbeda – beda. Yang umum digunakan adalah distribusi

Eksponensial, Weibull, Normal dan Lognormal, dimana distribusi kerusakan ini

dapat memenuhi berbagai fase kerusakan. Jika ukuran sampelnya tergolong

kecil maka penaksiran parameter distribusi dilakukan dengan metode kuadrat

terkecil ( Least – Squares Curve Fitting ). Distribusi Eksponensial biasanya

digunakan jika laju kerusakan tidak berubah dan konstan terhadap waktu

( Ebelling, hal 41 ). Distribusi Normal biasanya cocok digunakan pada

fenomena terjadinya wearout region ( Ebelling, hal 69 ). Distribusi Weibull

dapat digunakan pada model yang mengalami laju kerusakan menaik maupun

menurun ( Ebelling, hal 58 ). Sedangkan Distribusi Lognormal memiliki

kemiripan dengan Distribusi Weibull sehingga jika pada suatu kasus memiliki

Distribusi Weibull maka kasus tersebut juga cocok menggunakan Distribusi

Lognormal. ( Ebelling, hal 73 )

Dalam perhitungan nilai fungsi distribusi kumulatif (F(ti)) digunakan

metode pendekatan median rank karena metode ini memberikan hasil yang

lebih baik untuk distribusi kerusakan yang mempunyai penyimpangan distribusi

( skewed distribution ). Adapun nilai F(ti) tersebut didekati dengan persamaan :

( Ebelling, hal 364 )

Page 15: bab 2 preventive.docx

n

i

29

F (t i ) = i − 0.3

n + 0.4

1. Distribusi Eksponensial

Distribusi ini memiliki laju kerusakan yang tidak berubah dan konstan

terhadap waktu ( Constant Failure rate Model ). Jika ada peralatan yang

memiliki laju kerusakan yang tetap, maka bisa dipastikan termasuk dalam

distribusi Eksponensial ( Ebelling, hal 41 ). Penaksiran parameter distribusi

Eksponensial dilakukan dengan metode kuadrat terkecil ( least square

method ) yaitu : ( Ebelling, hal 364 )

• xi = ti

• yi = ln[1 / (1 - F(ti))]• F( ti) = (i - 0.3) / (n + 0.4)

n

∑ x i y

i

• Parameter : λ = b = i =1

∑ x 2

i =1

Dimana : ti = data kerusakan ke – i

i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Eksponensial adalah : ( Ebelling, hal 42 )

Fungsi kepadatan probabilitas

f ( t ) =λ e (- λ . t )

Page 16: bab 2 preventive.docx

30

Fungsi distribusi kumulatif

F(t) = 1 - e (- λ.t )

Fungsi keandalan

R(t) = e(- λ.t )

Fungsi laju kerusakan

λ(t) =f(t)

= λR(t)

Nilai rata – rata distribusi Eksponensial

1MTTF =

λ

2. Distribusi Weibull

Distribusi Weibull sering dipakai sebagai pendekatan untuk mengetahui

karakteristik fungsi kerusakan karena perubahan nilai akan mengakibatkan

distribusi Weibull mempunyai sifat tertentu ataupun ekuivalen dengan distribusi

tertentu. Distribusi Weibull dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat

terkecil ( least square method ) yaitu :

• xi = ti

• yi = ln[ln(1 /(1 - F(ti))) ]• F(ti) = (i - 0.3) / (n + 0.4)

Page 17: bab 2 preventive.docx

i

α

i

31

n ⎛ n ⎞ ⎛ n ⎞n∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟.⎜ ∑ yi ⎟ b = i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠

2n ⎛ n ⎞n∑ x 2 − ⎜ ∑ x ⎟

i =1 ⎝ i =1 ⎠n n∑ y i ∑ x i

a = i =1

n− b i =1

n

-(β ) Parameter : θ = e

Dimana : ti = data kerusakan ke – i

i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Weibull adalah : ( Ebelling, hal 58 )

Fungsi kepadatan probabilitas

f ( t ) = β ⎛ t

β − 1⎞ ⎛ t ⎞ β− ⎜ ⎟e

θ⎜ ⎟ ⎝ ⎠θ ⎝ θ ⎠ Fungsi distribusi kumulatif

⎛ t ⎞ β−⎜ ⎟F (t ) = 1 − e

⎝ θ ⎠

Fungsi keandalan

⎛ t ⎞ β− ⎜ ⎟R(t ) = e ⎝ α ⎠

Page 18: bab 2 preventive.docx

⎛ ⎟

32

Fungsi laju kerusakan

β ⎛ t ⎞β −1λ (t) = ⎜ ⎟θ ⎝ θ ⎠ Nilai rata – rata distribusi Eksponensial

MTTF = θΓ ⎜ 1 + 1 ⎞⎝ β ⎠Γ( x) = ( x − 1).Γ( x − 1)

Di mana : Γ( x)

adalah fungsi gamma

3. Distribusi Normal

Bentuk distribusi Normal menyerupai lonceng sehingga memiliki nilai

simetris terhadap nilai rataan dengan dua parameter bentuk yaitu μ ( nilai

tengah ) dan σ ( standar deviasi ). Parameter μ ( nilai tengah ) memiliki

sembarang nilai, positif maupun negatif. Sedangkan parameter σ ( standar

deviasi ) selalu memiliki nilai positif ( Ebelling, hal 69 ).

Distribusi Normal dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil ( least

square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 370 )

• xi = ti

• yi = zi = Φ -1 [F(ti)]

• F(ti) = (i - 0.3) / (n + 0.4)

Page 19: bab 2 preventive.docx

i

( )

σ

i

33

n ⎛ n ⎞ ⎛ n ⎞n∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟.⎜ ∑ yi ⎟ b = i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠

2n ⎛ n ⎞n∑ x 2 − ⎜ ∑ x ⎟

i =1 ⎝ i =1 ⎠n n∑ y i ∑ x i

a = i =1

n− b i =1

n

a• Parameter : μ = -

b1

dan σ =b

Dimana : ti = data kerusakan ke – i

i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

zi = nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Normal adalah : ( Ebelling, hal 69 )

Fungsi kepadatan probabilitas

1 f ( t ) =

(t - μ )2

e 2 σ 2

σ 2 π

Fungsi distribusi kumulatif

F(t) = Φ(t-μ )

Fungsi keandalan

Page 20: bab 2 preventive.docx

σ

1 - Φ(t -μ

ii

34

R (t) = 1 - Φ(t -μ )

Fungsi laju kerusakan

f (t)λ(t) =

σ

Nilai rata – rata distribusi Eksponensial

MTTF = μ

4. Distribusi Lognormal

Distribusi lognormal memiliki dua parameter yaitu parameter bentuk ( s )

dan parameter lokasi (t med ) . Seperti distribusi weibull, distribusi lognormal

memiliki bentuk yang bervariasi. Yang sering terjadi, biasanya data yang dapat

didekati dengan distribusi Weibull juga bisa didekati dengan distribusi Lognormal

( Ebelling, hal 73 ). Distribusi lognormal dilakukan dengan menggunakan metode

kuadrat terkecil ( least square method ) yaitu : ( Ebelling, hal 371 )

• xi = ln ti

• yi = zi = Φ -1 [F(ti)]

• F(ti) = (i - 0.3) / (n + 0.4)

n ⎛ n ⎞ ⎛ n ⎞n∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟.⎜ ∑ yi ⎟ b = i =1 ⎝ i =1 ⎠ ⎝ i =1 ⎠

2n ⎛ n ⎞n∑ x 2 − ⎜ ∑ x ⎟

i =1 ⎝ i =1 ⎠

Page 21: bab 2 preventive.docx

s

s

s

)

)

)

35

n n∑ y i ∑ x i

a = i =1

n− b i =1

n• Parameter : s = 1 b dan tmed

= e -( a.s)

Dimana : ti = data kerusakan ke – i

i = 1, 2, 3, ...., n

n = jumlah data kerusakan

zi = nilai dari tabel distribusi Normal

F(ti) dihitung dengan menggunakan pendekatan median rank

Fungsi kerusakan distribusi Lognormal adalah : ( Ebelling, hal 75 )

Fungsi kepadatan probabilitas

1f ( t ) = 1 ( t )2

es.t 2 π

2 s 2 ln

t med

Fungsi distribusi kumulatif

F(t) = Φ(1 ln

t

t med

Fungsi keandalan

R (t) = 1 - Φ(1

ln

t

t med

Fungsi laju kerusakan

λ(t) =f (t)

1 - Φ(1 ln

t

t med

Page 22: bab 2 preventive.docx

Yi = ln( )

⎝ ⎠

36

Nilai rata – rata distribusi Eksponensial

⎛ s 2 ⎞⎜ ⎟⎜ 2 ⎟

MTTF = tmed e

2.1.10 Index of Fit

Ukuran korelasi linear antara dua peubah yang paling banyak

digunakan adalah koefisien korelasi. Index of Fit atau koefisien korelasi ( r )

menunjukkan hubungan linear yang kuat antara dua peubah acak Xi dan Yi.

Pada distribusi kerusakan, nilai dari Xi dan Yi adalah :

Distribusi Eksponensial

Xi = ln ti

Yi =ln1

1 - F(ti)

Distribusi Weibull

Xi = ln ti

ln 1

1-F(ti)

Distribusi Normal

Xi = ti

Yi = Nilai normalitas dari F(ti)

Distribusi Lognormal

Xi = ln ti

Page 23: bab 2 preventive.docx

2 2

37

Yi = Nilai normalitas dari F(ti)

Dimana : ti = data Time to Failure ( untuk MTTF )

ti = data downtime kerusakan ( untuk MTTR )

Semakin besar nilai r menandakan bahwa hubungan linear antara Xi

dan Yi semakin baik. Nilai r = 0 berarti antara Xi dan Yi tidak ada hubungan

linear namun bukan berarti tidak ada hubungan sama sekali ( Walpole, hal

370 ). Beberapa kriteria bisa digunakan untuk mengidentifikasi Index of Fit.

Diantaranya adalah memilih Index of Fit terbaik yaitu yang terbesar, untuk

menentukan jenis distribusi suatu data ( Ebelling, hal 408 ).

n ⎛ n ⎞⎛ n ⎞n∑ xi yi − ⎜ ∑ xi ⎟⎜ ∑ yi ⎟r = i =1⎡ n ⎛ n ⎝ i =1⎞ ⎤ ⎡ ⎠⎝ i =1 ⎠

n ⎛ n ⎞ ⎤⎢n∑ x 2 − ⎜ ∑ x ⎟ ⎥ ⎢n∑ y

2 − ⎜ ∑ y ⎟ ⎥i⎣⎢ i =1 ⎝ i =1

i ⎠ ⎥⎦ ⎢⎣i

i =1 ⎝ i =1i ⎠ ⎥⎦

2.1.11 Uji Kecocokan Distribusi

Pengujian kecocokan distribusi dimaksudkan untuk mengetahu ibahwa

distribusi data yang telah dipilih benar – benar mewakili data. Pengujian

kecocokan distribusi yang digunakan adalah uji spesifik Goodness of Fit,

karena uji ini memiliki probabilitas yang lebih besar dalam menolak suatu

distribusi yang tidak sesuai ( Ebelling, hal 392 ).

Page 24: bab 2 preventive.docx

38

Goodness of Fit terbagi menjadi dua yaitu General Test dan Spesific

Test. General Test biasanya menggunakan Chi Square Test dengan ukuran

sampel yang relatif besar. Sedangkan Spesific Test menggunakan Least

Square Test dengan ukuran data yang lebih kecil ( Ebelling, hal 408 ).

Uji Goodness of Fit secara manual dapat digunakan dengan

menggunakan : ( Ebelling, hal 392 )

1. Bartlett’s Test untuk distribusi Eksponensial.

2. Mann’s Test untuk distribusi Weibull.

3. Kolmogorov – Smirnov ‘s Test untuk distribusi Normal dan

Lognormal.

Namun dalam pembahasan skripsi ini, penulis tidak menggunakan

perhitungan manual melainkan dengan menggunakan program Minitab 14.0

dengan langkah – langkah sebagai berikut :• Masukkan data Time to Failure ( untuk MTTF ) atau data downtime

( untuk MTTR ) pada kolom C1.

• Pilih menu Stat – Quality Tools - Individual Distribution

Identification.

• Pada dialog box ( single column ), pilih C1.

• Pilih Specify Distribution ( Lognormal, Normal, Weibull,

Eksponensial ).

Page 25: bab 2 preventive.docx

39

• Pilih Ok.

• Distribusi yang terpilih adalah yang memiliki nilai P terbesar.

2.1.12 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pencegahan Optimal

Model penentuan penggantian pencegahan pencegahan berdasarkan

metode minimasi downtime digunakan untuk menentukan waktu terbaik

dilakukannya penggantian sehingga total downtime per unit waktu dapat

terminimasi. Metode ini digunakan untuk mengetahui interval waktu

penggantian pencegahan yang optimal sehingga meminimasi total downtime.

Model penentuan interval waktu penggantian pencegahan berdasarkan metode

minimasi downtime digunakan bersamaan dengan metode Age Replacement

( Jardine, hal 94 ). Dalam penggunaan model ini perlu diketahui konstruksi

modelnya yaitu:

Tf = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian kerusakan.

Tp = downtime yang dibutuhkan untuk melakukan penggantian pencegahan.

f(t) = fungsi kepadatan probabilitas waktu kerusakan.

Pada metode Age Replacement ini, tindakan penggantian pencegahan

dilakukan pada saat pengoperasian telah mencapai umur yang telah ditetapkan

yaitu tp. Hal ini dilakukan jika pada selang waktu tp tidak terjadi kerusakan.

Apabila sebelum waktu tp, sistem ini tidak mengalami kerusakan maka

Page 26: bab 2 preventive.docx

40

dilakukan penggantian sebagai tindakan perawatan korektif. Penggantian

selanjutnya akan dilakukan pada saat tp dengan mengambil waktu acuan dari

waktu beroperasinya sistem setelah dilakukan tindakan perawatan korektif.

Metode ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Penggantian kerusakan

Penggantian kerusakan

Penggantian pencegahan

Tf tp Tp Tf

t

Gambar 2.2 Model Age Replacement

Total downtime per unit waktu untuk penggantian pencegahan pada saat tp

didenotasikan dengan D (tp) yakni : ( Jardine, hal 96 )

D ( t p ) =Total ekspektasi

ekspektasi

downtime

panjang

per

siklus

siklus

Total ekspektasi downtime per siklus = T p .R(tp) + (1 - R(tp))Ekspektasi panjang siklus = (tp + Tp ).R(tp) + (M (tp)) + T f ).(1 - R(tp))

Page 27: bab 2 preventive.docx

41

Dengan demikian total downtime per unit waktu adalah :

T p .R(tp) + (1 -

R(tp))D(t p ) =

(tp + T p ).R(tp) + (M (tp)) + T f ).(1 - R(tp))

Dimana : tp = interval waktu penggantian pencegahan

Tf = downtime yang terjadi karena penggantian

kerusakan.

Tp = downtime yang terjadi karena kegiatan

penggantian pencegahan.

f(t) = fungsi Distribusi interval antar kerusakan yang

terjadi.

R(tp) = probabilitas terjadinya penggantian pencegahan

pada saat tp

M(tp) = waktu rata – rata terjadinya kerusakan jika

penggantian pencegahan dilakukan pada saat tp

D(tp) = downtime persatuan waktu

Sementara nilai tingkat ketersediaan ( availability ) dari interval penggantian

pencegahan / D(tp)min dapat diketahui dengan rumus A(tp) = 1- D(tp)min

2.1.13 Model Penentuan Interval Waktu Penggantian Pemeriksaan Optimal

Page 28: bab 2 preventive.docx

42

Selain tindakan pencegahan, juga perlu dilakukan tindakan

pemeriksaan secara teratur agar dapat meminimasi downtime mesin akibat

kerusakan yang terjadi secara tiba – tiba. Konstruksi model interval waktu

pemeriksaan optimal tersebut adalah : ( Jardine, hal 108 )

•1 / μ = Waktu rata - rata perbaikan

•1 / i = Waktu rata - rata pemeriksaa n

Total downtime per unit waktu merupakan fungsi dari frekuensi pemeriksaan (

n ) dan didenotasikan dengan D(n) yakni :

D(n)= downtime untuk perbaikan kerusakan + downtime untuk pemeriksaan

D(n) =λ(n) n

+μ i

Dimana : λ(n) = laju kerusakan yang terjadi

n = jumlah pemeriksaan per satuan waktu

μ = berbanding terbalik dengan 1/ μ

i = berbanding terbalik dengan 1/i

Diasumsi laju kerusakan berbanding terbalik dengan jumlah pemeriksaan :

λ(n) = k / n

Dan karena : ( Jardine, hal 109 )

D(n) =λ(n) n

+μ i

Maka :

Page 29: bab 2 preventive.docx

43

λ' (n) = -k/n 2

dan :

D' (n) = -k 1

n 2μ +

i

dimana :1

= (1/ μ)

MTTR

jam kerja/bln

nilai μ berbanding terbalik dengan 1/ μ

1=

(1/i)waktu 1x pemeriksaan

jam ker ja / b ln

nilai i berbanding terbalik dengan 1/i

nilai k adalah nilai konstan dari jumlah kerusakan per satuan wak tu

Sehingga jumlah pemeriksaan optimal dapat diperoleh :

k • i n =

μ

Interval waktu pemeriksaan ( ti ) =jam kerja/bln

n

Sementara nilai tingkat ketersedaiaan ( availability ) jika dilakukan ‘n’

pemeriksaan bisa diketahui dengan rumus : A(n) = 1 – D(n)

Page 30: bab 2 preventive.docx

44

2.1.14 Tingkat Ketersediaan ( Availability ) Total

Tingkat ketersediaan total komponen kritis merupakan perhitungan

yang bertujuan untuk mengetahui keandalan atau kemampuan komponen

dapat bekerja dengan baik, apabila tindakan preventive maintenance

dilakukan.

Tingkat ketersediaan berdasarkan interval waktu penggantian

pencegahan dan tingkat ketersediaan berdasarkan interval pemeriksaan

merupakan dua kejadian yang saling bebas dan tidak saling mempengaruhi.

Sehingga berdasarkan teori peluang dua kejadian bebas, nilai peluang

kejadian saling bebas sama dengan hasil perkalian kedua availability tersebut.

( Walpole, hal 101 ).

2.1.15 Reliabilitas dibawah Preventive Maintenance

Peningkatan keandalan ( reliability ) dapat ditempuh dengan

melakukan tindakan perawatan pencegahan. Perawatan pencegahan dapat

mengurangi pengaruh umur atau wearout dan memberikan hasil yang

signifikan terhadap umur sistem. Model keandalan berikut mengasumsikan

bahwa sistem kembali ke kondisi baru setelah dilakukannya tindakan

perawatan pencegahan. ( Ebelling, hal 204 ) :

Page 31: bab 2 preventive.docx

β

β

45

⎡ ⎛ t ⎞β ⎤R(t ) = exp −

⎢ ⎜ ⎟ ⎥⎣⎢ ⎝ θ ⎠ ⎥⎦⎡ ⎛ ⎞ ⎤R(T ) n = exp⎢− n⎜ T ⎟ ⎥⎣⎢ ⎝ θ ⎠ ⎥⎦⎡ ⎛ − ⎞ ⎤R(t − nt ) = exp⎢− ⎜ t

ntT ⎟ ⎥⎣⎢ ⎝ θ ⎠ ⎥⎦

Rm(t ) = R(T ) n * R(t − nt )

Dimana :

R (t) = Keandalan sebelum dilakukan preventive maintenance ( saat ini ).

R(T)n = Probabilitas keandalan dengan n kali preventive maintenance.

R(t-nT) = Probabilitas keandalan untuk waktu (t-nT) dari tindakan

preventive maintenance yang terakhir.

Rm (t) = Probabilitas keandalan setelah diterapkannya preventive

maintenance.

Page 32: bab 2 preventive.docx

46

2.2 Kerangka Pemikiran

Meskipun PT. SPLP telah memberlakukan sistem preventive

maintenance sejak tahun 1993, namun dari data historis kerusakan mesin

ditemukan bahwa tingkat kerusakan mesinnya cukup sering terjadi, terutama

pada lini 1. Kemungkinan besar hal tersebut disebabkan oleh perencanaan

penjadwalan preventive maintenance yang kurang tepat, tanpa dukungan data

dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin, apalagi dengan

adanya pertambahan umur mesin yang semakin rentan terhadap kerusakan.

Sehingga diperlukan adanya revisi dan evaluasi terhadap sistem perawatan

yang ada dengan cara memprediksikan waktu yang tepat dalam menentukan

jadwal perawatan mesin dan penggantian komponen mesin dengan dukungan

data dan pengetahuan yang mendalam mengenai perilaku mesin yang diamati.

Tidak semua unit mesin harus dimasukkan dalam program preventive

maintenance, karena untuk melakukan perawatan atau pemeriksaan secara

ketat dan teratur akan memerlukan tenaga manusia dan biaya yang cukup

tinggi. Oleh karena itu hanya mesin – mesin yang memiliki tingkat kerusakan

yang tinggi sajalah yang akan masuk dalam program preventive maintenance.

Dari data historis kerusakan mesin maka dapat ditentukan mesin dan

komponen yang masuk dalam kategori critical unit.

Selanjutnya bisa ditentukan distribusi kerusakan yang dimiliki oleh

peralatan produksi dan pada akhirnya akan disusun suatu jadwal maitenance

Page 33: bab 2 preventive.docx

47

baru yang menunjukkan kapan suatu mesin atau komponen harus diperiksa

atau diganti.

Hampir seluruh mesin pada perusahaan ini telah mencapai batas umur

pemakaian, namun tingkat keandalannya dapat diimbangi dengan usaha

peningkatan perawatan. Dengan adanya tindakan preventive maintenance

maka diharapkan dapat meningkatkan keandalan suatu sistem atau komponen.

Oleh karena itu dilakukan juga pembandingan nilai keandalan komponen

kritis tanpa maupun dengan dilakukannya tindakan preventive maintenance.

Dengan tindakan preventive maitenance diharapkan kerusakan atau downtime

mesin dapat dicegah atau dikurangi sehingga peralatan dan fasilitas produksi

dapat digunakan secara optimal dan akan memiliki umur pakai yang lebih

panjang.