bab 2 landasan teori - library.binus.ac.id · ¾ produktivitas total faktor (total factor...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian dan Definisi Produktivitas
Pengertian dari produktivitas sangatlah berbeda dengan produksi. Orang sering
menghubungkan pengertian antara produktivitas dengan produksi, hal ini disebabkan
karena produksi nyata dan langsung terukur. Produksi merupakan aktivitas untuk
menghasilkan barang dan jasa, sedangkan produktivitas berkaitan erat dengan
penggunaan sumber daya untuk menghasilkan barang dan jasa. Jika produksi hanya
memandang dari sisi output, maka produktivitas memandang dari dua sisi sekaligus,
yaitu sisi input dan sisi output. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
produktivitas berkaitan dengan efisiensi penggunaan input dalam memproduksi
output secara efektif. Produktivitas sebenarnya juga menyangkut aspek yang luas,
seperti modal, biaya, tenaga kerja, alat dan teknologi.
Beberapa pengertian produktivitas dapat diuraikan sebagai berikut (Yamit,
2007, pp11-14) :
Menurut Organization For Economic and Development (OECD), menyatakan
bahwa pada dasarnya produktivitas adalah output dibagi dengan elemen
produksi yang dimanfaatkan.
Menurut International Labour Organization (ILO), pada dasarnya
produktivitas adalah perbandingan antara elemen-elemen produksi dengan
yang dihasilkan. Elemen-elemen tersebut berupa tanah, tenaga kerja, modal
dan organisasi.
7
Menurut European Productivity Agency (EPA), produktivitas adalah tingkat
efektivitas pemanfaatan setiap elemen produktivitas.
Menurut formulasi dari National Productivity Board, Singapura, pada dasarnya
produktivitas adalah sikap mental yang mempunyai semangat untuk bekerja
keras dan ingin memiliki kebiasaan untuk melakukan peningkatan perbaikan.
Sesuai dengan laporan Dewan Produktivitas Nasional (DPN), produktivitas
mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan
bahwa kualitas kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok
lebih baik dari hari ini.
Dari berbagai pengertian produktivitas di atas, secara umum produktivitas
mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dengan
keseluruhan sumber daya yang digunakan (input)
output Produktivitas = input
2.2 Bentuk dan Ruang Lingkup Produktivitas
Menurut Yamit (2007, p15) bila produktivitas dikelompokkan berdasarkan
faktorial, maka akan dijumpai 3 bentuk dasar produktivitas anatara lain :
Produktivitas Total Faktor (total factor productivity)
Menunjukkan produktivitas dari semua faktor yang digunakan untuk
menghasilkan output. Faktor tersebut dapat berupa bahan mentah, tenaga kerja,
energi, peralatan produksi dan lain-lain. Formulasi yang dipakai untuk
menghitung produktivitas total, yaitu :
8
total keluaran Produktivitas total faktor =
total masukan
Produktivitas Multi Faktor (multifactor productivity)
Menunjukkan produktivitas dari beberapa faktor yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran antara lain modal dan tenaga kerja. Formulasi yang
dipakai adalah :
keluaran Produktivitas multi faktor =
beberapa masukan
Produktivitas Parsial (partial productivity)
Menunjukkan produktivitas dari faktor-faktor tertentu yang digunakan untuk
menghasilkan keluaran. Faktor tersebut berupa bahan baku atau tenaga kerja
atau energi atau yang lainnya. Formulasi yang digunakan adalah :
keluaran Produktivitas parsial =
satu masukan
Menurut Sumanth (2004, p9), berdasarkan tingkatan besarnya unit yang
dibahas, produktivitas dapat dibedakan atas 4 ruang lingkup, yaitu :
Produktivitas Skala Nasional
Pada lingkup nasional, estimasi produktivitas digunakan untuk meramalkan
pendapatan dan keluaran nasional pada suatu waktu. Produktivitas pada
lingkup nasional digunakan sebagai indeks pertumbuhan, terutama
produktivitas tenaga kerja. Kenaikan produktivitas nasional tenaga kerja
menggambarkan jumlah barang dan jasa yang tinggi per pekerja dibandingkan
sebelumnya sehingga merupakan potensi atau pendapatan nyata per pekerja
yang tinggi.
9
Produktivitas Skala Industri
Pada ruang lingkup ini semua faktor yang mempengaruhi dan saling
berhubungan dikelompokkan dalam suatu kelompok industri.
Produktivitas Skala Perusahaan atau Organisasi
Pada lingkup ini, hubungan antar faktor lebih mudah dianalisis. Produktivitas
dapat diukur, dikendalikan, atau dibandingkan dengan keadaan sebelumnya
ataupun dibandingkan dengan perusahaan sejenis.
Produktivitas Tenaga kerja (Perorangan)
Dalam lingkup ini, seorang pekerja dipengaruhi lingkungan kerja, keberhasilan
peralatan, proses dan perlengkapannya, disini muncul faktor yang sulit diukur
seperti kepuasan kerja dan motivasi.
2.3 Manfaat Pengukuran Produktivitas
Suatu organisasi perusahaan perlu mengetahui pada tingkat produktivitas mana
perusahaan itu beroperasi, agar dapat membandingkannya dengan produktivitas
standar yang telah ditetapkan manajemen dan dapat melakukan perbaikan
produktivitas dari waktu ke waktu. Perbaikan akan meningkatkan daya saing
perusahaan di pasar global yang sangat kompetitif.
Menurut Gaspersz (2000, pp24-25), manfaat pengukuran produktivitas bagi
perusahaan antara lain :
Perusahaan dapat menilai efisiensi konversi sumber dayanya agar dapat
meningkatkan produktivitas melalui efisiensi penggunaan sumber dayanya.
Perencanaan sumber-sumber daya akan menjadi lebih efektif dan efisien
melalui pengukuran produktivitas.
10
Perencanaan target tingkat produktivitas di masa mendatang dapat dimodifikasi
kembali berdasarkan informasi pengukuran tingkat produktivitas sekarang.
Strategi untuk meningkatkan produktivitas perusahaan dapat ditetapkan
berdasarkan tingkat kesenjangan produktivitas yang ada di antara tingkat
produktivitas yang direncanakan dan tingkat produktivitas yang diukur.
Nilai-nilai produktivitas yang dihasilkan dari suatu pengukuran dapat menjadi
informasi yang berguna untuk merencanakan tingkat keuntungan perusahaan.
Menciptakan tindakan kompetitif berupa upaya peningkatan produktivitas
terus-menerus.
Memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perkembangan
dan efektivitas dari perbaikan yang dilakukan dalam perusahaan.
Memberi motivasi kepada orang-orang untuk melakukan perbaikan terus-
menerus dan juga akan meningkatkan kepuasan kerja.
Aktivitas perundingan bisnis (kegiatan tawar-menawar) secara kolektif dapat
diselesaikan secara rasional.
2.4 Metode Pengukuran Objective Matrix (OMAX)
2.4.1 Latar Belakang OMAX
Menurut Christopher (2003, p2-9.8), Objective Matrix adalah suatu sistem
pengukuran produktivitas parsial yang dikembangkan untuk memantau
produktivitas di suatu perusahaan atau di tiap bagian saja dengan kriteria
produktivitas yang sesuai dengan keberadaan bagian tersebut.
Model ini diciptakan oleh Prof. James L. Riggs, seorang ahli produktivitas
dari Amerika Serikat. Matriks ini berasal dari usaha-usaha beliau untuk
11
mengkualifikasikan perawatan yang dilandasi kasih sayang (Tender Loving Care)
dalam studi produktivitas rumah sakit pada tahun 1975, yaitu suatu skema multi
dimensional untuk menyertakan TLC dalam pengukuran kinerja.
Pengukuran produktivitas yang dilakukan dengan menggunakan pengukuran
model OMAX, pada dasarnya merupakan perpaduan dari beberapa ukuran
keberhasilan atau kriteria produktivitas yang sudah dibobot sesuai derajat
kepentingan masing-masing ukuran atau kriteria itu di dalam perusahaan. Dengan
demikian model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang
amat berpengaruh dan yang kurang berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas.
2.4.2 Kelebihan Metode OMAX
Pengukuran produktivitas dapat menjadi suatu hal yang menyulitkan karena
adanya beberapa hal yang harus dilibatkan seperti rasio-rasio, indeks, persentase
dan lain-lain. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa pengukuran dan
peningkatan produktivitas sulit untuk dilakukan karena banyaknya kriteria yang
harus dipertimbangkan dan dilibatkan di dalamnya. Hasil perpaduan beberapa
ukuran keberhasilan atau kriteria produktivitas ini kemudian dinilai ke dalam satu
indikator atau indeks yang berguna untuk :
Memperlihatkan sasaran atau target peningkatan produktivitas
Alat peringatan dalam pengambilan keputusan bagi peningkatan
produktivitas
Mengetahui posisi dalam pencapaian target
12
Kelebihan model OMAX dibandingkan dengan model pengukuran
produktivitas yang lainnya (Christopher, 2003, p2-9.8) yaitu :
Model ini memungkinkan menjalankan aktivitas-aktivitas perencanaan,
pengukuran, penilaian dan peningkatan produktivitas sekaligus.
Adanya sasaran produktivitas yang jelas dan mudah dimengerti yang akan
memberi motivasi bagi pekerja untuk mencapainya.
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dapat
diidentifikasikan dengan baik dan dapat dikuantifikasikan.
Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh masing-masing
faktor terhadap peningkatan produktivitas yang penentuannya memerlukan
persetujuan manajemen.
Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap
peningkatan produktivitas dan dinilai ke dalam satu indikator atau indeks.
Bentuk model ini fleksibel, tergantung lingkungan mana diterapkan. Dalam
hal ini juga berarti bahwa data-data yang diperlukan dalam model ini mudah
diperoleh di lingkungan perusahaan dimana model ini digunakan.
2.4.3 Aspek Penting dalam OMAX
Tiga aspek yang penting dalam OMAX (Nasution, 2006, p448), yaitu :
1. Awareness (kesadaran), yaitu :
Mengerti masalah produktivitas
Ada kemungkinan peningkatan produktivitas
Mampu meningkatkan produktivitas
13
2. Improvement (peningkatan), yaitu :
Know how to do it
Mampu dan mau menjalankan perbaikan
3. Maintenance (pemeliharaan), yaitu :
Mempertahankan kemajuan
Memelihara semangat kemajuan
2.4.4 Tahap Awal Pengukuran Produktivitas Metode OMAX
Tahap awal yang dilakukan dalam pengukuran produktivitas dengan
menggunakan OMAX (Christopher, 2003, p2-9.8) adalah :
Mencantumkan visi misi perusahaan
Menentukan potensial objektif
Menentukan kriteria pengukuran
Menentukan bobot dari tiap kriteria yang terpilih
2.4.5 Bentuk dan Susunan Metode OMAX
Menurut Christopher (2003, p2-9.9), Objective Matrix merupakan suatu
metode pengukuran kinerja dengan menggunakan indikator pencapaian dan suatu
prosedur pembobotan untuk memperoleh indeks produktivitas total. Susunan
model ini berupa matriks yaitu sebuah tabel yang sel-selnya disusun menurut
kolom dan baris sehingga dapat dibaca dari atas ke bawah dan dari kiri ke kanan.
Susunan matriks ini akan memudahkan dalam pengoperasiannya. Susunan model
Objective Matrix ini terdiri atas beberapa bagian yakni sebagai berikut :
14
1. Kriteria Produktivitas
Adalah kegiatan dan faktor yang mendukung produktivitas unit kerja yang
sedang diukur produktivitasnya, dinyatakan dengan perbandingan (rasio).
Kriteria ini menyatakan ukuran efektivitas, kuantitas dan kualitas dari output,
efisiensi dan utilisasi dari input, konsistensi dari operasi dan ukuran khusus
atau faktor lainnya yang secara tidak langsung berhubungan dengan tingkat
produktivitas yang diukur. Setiap kriteria harus terukur dan sebaiknya tidak
saling bergantung. Kriteria yang melukiskan ukuran produktivitas letaknya di
kelompok paling atas dari matriks ini.
2. Tingkat Pencapaian
Setelah beberapa periode waktu, dilakukanlah pengukuran untuk memantau
besarnya pencapaian performance untuk setiap kriteria. Keberhasilan
pencapaian itu kemudian diisikan pada baris performance yang tersedia
untuk semua kriteria. Kemudian untuk perhitungan rasio diperoleh dari
bagian yang berkaitan dengan produktivitas.
3. Sel-sel skala Matrix
Kerangka dari badan matriks disusun dari besaran pencapaian setiap kriteria.
Di dalamnya terdiri dari 11 baris, dimulai dari baris paling bawah yang
merupakan pencapaian terendah atau terburuk yang dinyatakan dengan level
0, sampai dengan baris paling atas yang merupakan sasaran atau target
produktivitas yang realistis yang dinyatakan dengan level 10. Tingkat
pencapaian semula yaitu tingkat pencapaian yang diperoleh saat matriks
mulai dioperasikan, ditempatkan pada level 3. Setelah sel-sel skala 0, 3 dan
10 diisi, sisa sel lainnya untuk setiap kriteria dengan lengkap dicantumkan
15
secara bertingkat. Sel pada level 1, 2, dan 4 sampai 9 merupakan tingkat
pencapaian antara (intermediate).
4. Skor
Pada baris skor (bagian bawah matriks), besar pencapaian pada poin nomor 2
(di bagian atas badan matriks) diubah ke dalam skor yang sesuai. Hal ini
dilakukan dengan mencocokkan besaran realisasi pencapaian rasio pada poin
nomor 2 dengan sel matriks yang ada dan ekuivalen dengan skala tertentu.
5. Bobot
Setiap kriteria yang telah ditetapkan mempunyai pengaruh yang berbeda
pada tingkat produktivitas yang diukur. Untuk itu, perlu dicantumkan bobot
yang menyatakan derajat kepentingan (dalam satuan %) yang menunjukkan
pengaruh relatif kriteria tersebut terhadap produktivitas unit kerja yang
diukur. Jumlah seluruh bobot kriteria adalah 100%.
6. Nilai
Nilai dari pencapaian yang berhasil diperoleh untuk setiap kriteria pada
periode tertentu didapat dengan mengalikan skor pada kriteria tertentu
dengan bobot kriteria tersebut.
7. Indikator Pencapaian
Pada periode tententu jumlah seluruh nilai dari setiap kriteria dicantumkan
pada kotak indikator pencapaian. Besarnya indikator awalnya adalah 300
karena semua kriteria mendapat skor 3 pada saat matriks mulai dioperasikan.
Peningkatan produktivitas ditentukan dari besarnya kenaikan indikator
pencapaian yang terjadi.
16
Ketujuh susunan ini membentuk kerangka model seperti pada Tabel 2.1 di
bawah ini :
Tabel 2.1 Format Tabel Objective Matrix (Christopher, 2003, p2-9.9)
Baris A
Baris B
Baris C
INDIKATOR PENCAPAIAN
Keterangan :
Baris A adalah Blok Pendefinisian yang terdiri atas kriteria produktivitas dan
tingkat pencapaian kinerja (performance) sekarang
Baris B adalah Blok Kuantifikasi yang berisi sel-sel matrix
Baris C terdiri atas baris skor, bobot, nilai dan indikator pencapaian
Kriteria 1
Kriteria 2
Kriteria 3
Kriteria 4
Kriteria n
KRITERIA PRODUKTIVITAS
PERFORMANCE
10 9 8 7 6 5 4
3 2 1 0
SKOR BOBOT NILAI
17
2.4.6 Penyusunan Matriks
Penyusunan dan pelaksanaan matriks merupakan proses yang jelas dan
langsung yang membutuhkan keahlian (Christopher, 2003, pp2-9.9–2-9.10).
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penyusunan matriks adalah :
Menentukan kriteria
Hal pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi kriteria
produktivitas. Kriteria tersebut harus menyatakan kondisi dan kegiatan yang
mendukung produktivitas unit kerja yang dapat dikontrol. Kriteria ini dapat
dinyatakan dengan ukuran efektivitas, kuantitas dan kualitas dari keluaran,
efisiensi dan utilisasi dari masukkan, konsistensi dari operasi, dan ukuran
khusus lainnya. Biasanya hal ini berhubungan dengan faktor-faktor seperti
ketepatan waktu, kualitas, keselamatan kerja, pemborosan, waktu kerusakan
(downtime), perputaran dan pertukaran tenaga kerja, kehadiran, lembur dan
sebagainya.
Indeks produktivitas haruslah mudah dimengerti, mudah diukur dan
administrasinya dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, merupakan hal yang
penting untuk mengikutsertakan semua pihak dalam perusahaan dalam
penyusunan matriks ini. Selanjutnya untuk setiap kriteria dibentuk suatu
rasio, dan pada saat yang sama harus dapat dipastikan bahwa data yang
diperlukan dapat diperoleh. Rasio ini harus berdiri sendiri dan merupakan
faktor yang terukur.
Penilaian pencapaian
Nilai tahap awal didasarkan pada perhitungan nilai rata-rata dari
periode data selama tiga bulan atau lebih. Pencapaian pada saat ini
18
dikategorikan dalam skala skor dari skala 0 sampai 10 untuk memberikan
lebih banyak tempat bagi perbaikan daripada untuk terjadinya penurunan.
Pencapaian ini tidak diletakkan pada tingkat skala yang terendah agar
memberikan kemungkinan terjadinya pertukaran dan memberikan
kelonggaran apabila terjadinya kemunduran.
Menetapkan sasaran
Nilai tahap awal diletakkan pada skala 3, sedangkan pencapaian yang
ingin dicapai diletakkan pada skala 10. Pencapaian yang dibuat haruslah
berkesan optimis dan harus merupakan gambaran yang realistis. Tetapi perlu
pula mempertimbangkan faktor-faktor yang masuk akal bahwa beberapa
tahun mendatang mungkin telah ada teknologi baru dengan proses yang lebih
baik, ataupun bahan baku baru yang memungkinkan untuk mencapai suatu
yang dirasakan sekarang ini tidak dapat dicapai. Bilangan kuantitas (keluaran
dibandingkan dengan sumber daya) lebih mudah untuk ditargetkan.
Misalnya, meningkatkan produksi dari 590 menjadi 800 unit perjam orang
menunjukkan kenaikan sebesar 35%, dan dalam kebanyakan situasi dalam
perusahaan-perusahaan manufaktur, peningkatan sebesar itu merupakan
sasaran yang masuk akal (biasanya peningkatan sebesar 20% sampai 50%
dapat diterima). Dalam bidang jasa perolehan yang bahkan lebih dari itu
dapat saja terjadi. Jadi sasaran-sasaran ini mungkin memerlukan banyak
spekulasi dan diskusi dalam penentuannya, tetapi biasanya target akan
tercapai bila memang telah diupayakan ke arah itu.
19
Menetapkan sasaran-sasaran jangka pendek
Pengisisan skala skor yang tersisa lainnya dari matriks dapat dilakukan
secara langsung setelah sel skala skor nol (yang merupakan rasio terburuk
yang mungkin atau merupakan level terbawah), 3 dan 10 telah ditetapkan.
Sel yang tersisa yaitu skala 1, 2, 4 sampai dengan 9 merupakan suatu sasaran
jangka pendek atau suatu sasaran antara (intermediate) sebelum tingkat
pencapaian akhir dipenuhi. Biasanya skala linier digunakan untuk pengisian
antara pencapaian pada saat ini dengan sasaran yang ingin dicapai pada
setiap kriteria produktivitas. Tidak ada persyaratan yang kaku dari penentuan
hal ini. Pergerakan dari skala 3 ke skala 0 juga dilakukan seperti pengskalaan
di atas. Penempatan dari hasil yang diharapkan pada setiap tingkat
merupakan bagian yang penting dari pengskalaan, karena hasil tersebut
membentuk suatu rintangan khusus yang harus diatasi untuk maju dari suatu
sasaran jangka pendek ke sasaran jangka pendek berikutnya.
Menentukan derajat kepentingan
Semua kriteria dari pencapaian produktif tidak memiliki pengaruh yang
sama pada produktivitas unit kerja keseluruhan. Bobot yang diberkan
mencerminkan kontribusi yang diterima oleh manajemen dari setiap kriteria
sasaran produktivitas organisasi secara keseluruhan. Pembobotan merupakan
hal yang penting sekali karena pembobotan memberikan suatu kesempatan
untuk memberikan perhatian secara langsung pada kegiatan yang berpotensi
besar bagi peningkatan produktivitas. Pembobotan biasanya dilaksanakan
oleh manajemen puncak atau oleh dewan produktivitas yang dimiliki oleh
perusahaan. Setelah seluruh kriteria pencapaian saat ini dan sasaran telah
20
diperinci serta persetujuan mengenai hal ini dicapai, maka setiap anggota
dewan akan menuliskan pilihan mereka untuk menditribusikan seratus angka
untuk pembobotan. Dari hasil pilihannya akan dihitung rata-rata bobot secara
sederhana dan disetujui sebagai pembobotan yang sesuai bagi matriks ini,
atau dewan bisa mendiskusikan berbagai cara mendistribusikan angka-angka
ini sampai suatu kesepakatan mengenai hal ini dapat dicapai. Suatu
pandangan yang jauh ke depan diperlukan pada proses ini. Misalnya pada
saat ini masalah kualitas menjadi persoalan, maka masalah kualitas inilah
yang harus diberi bobot yang tinggi. Namun pemantauan juga perlu
dilakukan terus-menerus untuk memperbaiki bidang yang lain sebagai titik
penekanan pada masa mendatang.
2.4.7 Pengoperasian Matriks
Bila pembobotan telah dilakukan, matriks ini sudah dapat dioperasikan.
Orang yang tepat untuk memperoleh data masukan perlu segera ditetapkan, dan
tanggung jawab perorangan untuk memelihara kelangsungan sistem harus
ditentukan. Berikutnya, suatu pertemuan dengan orang-orang yang mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh kriteria pencapaian yang ditentukan dalam matriks harus
diadakan untuk menjelaskan pada yang bersangkutan mengenai matriks tersebut
secara keseluruhan.
Pemeliharaan yang terus-menerus terdiri dari mengumpulkan data selama
periode pengukuran dan menetapkan pencapaian sebenarnya untuk setiap kriteria.
Bilangan tersebut dimasukkan pada bagian atas dari setiap kolom. Kemudian,
tingkat skala level dalam badan matriks yang berhubungan dengan pencapaian
21
sebenarnya, diberi tanda. Perlu diingat bahwa setiap kotak di dalam badan matriks
menyatakan suatu rintangan yang harus diatasi untuk mencapai skala level tertentu.
Maksudnya disini adalah bila sasaran jangka pendek belum dicapai, maka kotak
dibawahnyalah yang dilingkari (sebagai contoh, dalam kolom kriteria terakhir pada
Tabel 2.2 Contoh Pengoperasian Matriks, 9,5% unit yang rusak adalah belum
mencapai 8% sehingga angka pencapaian 10% yang ditandai dan bukan angka 8%
itu). Setiap pencapaian yang lebih kecil dari pencapaian terburuk yang masih
diperbolehkan (yaitu level terbawah) akan tetap menerima skor 0 untuk periode
tersebut. Setiap kotak yang dilingkari berhubungan dengan skala level 0 sampai
10, dan semua angka dimasukkan dalam kotak yang sesuai panjang baris B. Setiap
skor ini kemudian dikalikan dengan bobot masing-masing sehingga diperoleh nilai
(pada baris C).
Nilai ini dijumlahkan sehingga diperoleh indeks pencapaian untuk periode
tersebut. Hasil perhitungannya disebarluaskan dalam lingkungan perusahaan agar
dapat dilihat oleh setiap orang yang berkepentingan. Bilangan indeks yang
diperoleh dari beberapa periode pengukuran kemudian dapat diplotkan dalam suatu
grafik untuk memudahkan melihat kecenderungan pencapaian produktivitas
periode tertentu.
22
Tabel 2.2 Contoh Pengoperasian Matriks (Christopher, 2003, p2-9.10) Total output_ Total jam kerja
Unit rusak__ Total keluaran
KRITERIA PRODUKTIVITAS
3,8 9,5% PERFORMANCE
5,0 0% 10 4,8 2% 9 4,6 4% 8 4,4 6% 7 4,2 8% 6 4,0 10% 5 3,8 12% 4 3,6 14% 3 3,3 15% 2 3,0 16% 1 2,7 17% 0 4 5,25 SKOR 15 20 BOBOT 60 105 NILAI
INDIKATOR PENCAPAIAN 165
2.4.8 Penggunaan Tabel OMAX
Cara penggunaan Tabel OMAX (Christopher, 2003, pp7-14.7–7-14.8) adalah :
Mengumpulkan pengukuran yang sesuai dengan departemen atau proses
yang diukur.
Masukkan pengukuran tersebut di setiap kolom pada bagian atas tabel
OMAX. Buatlah bobot dari tingkat kepentingan dalam pengukuran tersebut
yang bila dijumlahkan 100% dan masukkan nilai tersebut ke dalam baris
yang bernama bobot. Tingkat kepentingan akan diberikan lebih pada pihak
yang paling menerima tekanan untuk melakukan perbaikan.
Hitung dan asumsikan bila perlu, nilai periode dasar untuk setiap pengukuran
yang ada pada kolom matriks. Nilai periode dasar dapat diambil dari nilai
periode sebelumnya atau rata-rata dari periode yang lebih panjang. Bila
23
pengukuran baru pertama kali dilakukan, dasar pengukuran dapat berupa
dugaan yang masuk akal. Nilai periode dasar dimasukkan pada level 3.
Buatlah target yang paling masuk akal pada periode mendatang untuk setiap
kolom pengukuran. Masukkan nilai ini pada level 10, kenaikan antara nilai
periode dasar pada level 3 sampai tujuannya pada level 10 seharusnya dapat
dibandingkan untuk setiap kolom, tidak dalam nilai persentase yang pasti,
tetapi lebih pada keseluruhan setiap kolomnya.
Isi nilai pada setiap kolom untuk baris 4 sampai 9. Jika tingkat kenaikan dari
satu nilai ke lainnya adalah linier, maka tingkat pencapaian dari nilai-nilai itu
dapat berupa sebuah deret.
Isi nilai level 2 sampai 0 dengan menggunakan logika yang sama dengan
langkah sebelumnya. Nilai level 0 diisi dengan nilai terburuk yang terjadi
dari periode sebelumnya.
Pengukuran selanjutnya dapat berupa sebulan, seperempat atau bahkan
setahun kemudian (seperempat lebih direkomendasikan). Masukkan nilai
aktual dalam baris performance. Masukkan nilai-nilai dalam kolomnya
masing-masing dan baca skala level yang berhubungan dengan nilai aktual.
Secara umum sangat penting untuk menginterpolasi antara seluruh nilai
dalam level. Penerapannya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Jadi jika nilai pada
level 5 adalah 2,2 dan nilai pada level 4 adalah 2,0, maka nilai aktual 2,1
akan berada pada skor ⎟⎠
⎞⎜⎝
⎛−−
+→0,22,20,21,20.45,4 . Masukkan skor interpolasi
pada baris skor.
24
Kalikan skor dengan bobot pada setiap kolom dan masukkan dalam baris
value (nilai). Jumlahkan setiap nilai dalam baris nilai dan letakkan nilai total
dalam kotak indikator pencapaian, ini adalah nilai akhir untuk periode waktu
yang berlangsung.
Perhitungan Indeks Produktivitas (IP) dihitung dengan cara :
%100×=dasarperiodeIndikatorsekarangtasproduktiviIndikatorIP
Tabel 2.3 Contoh Penggunaan Tabel OMAX Jumlah Produk
Jam Kerja Produk Rusak Jumlah Produk
Jam Absen Jam Kerja
KRITERIA PRODUKTIVITAS
2,1 8 0,18 PERFORMANCE
3,2 2 0 10 3,0 3 0,02 9 2,8 4 0,04 8 2,6 5 0,06 7 2,4 6 0,08 6 2,2 7 0,10 5 2,0 8 0,12 4 1,8 9 0,14 3 1,6 12 0,18 2 1,3 15 0,22 1 1,0 18 0,26 0 4,5 4 2 SKOR 40 35 25 BOBOT 180 140 50 NILAI
INDIKATOR PENCAPAIAN 370
Indeks Produktivitas (IP) :
%33,123%100300370
=×=IP
25
2.5 AHP
2.5.1 Latar Belakang AHP
Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP)
dikembangkan oleh Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business pada
tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgement dalam memilih
alternatif yang paling disukai. Menurut Marimin (2004, p76) prinsip kerja AHP
adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategis,
dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki.
Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif
tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel
yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk
menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk
mempengaruhi hasil pada sistem tersebut.
Secara grafis, persoalan keputusan AHP dapat dikonstruksikan sebagai
diagram bertingkat, yang dimulai dengan sasaran, lalu kriteria level pertama,
subkriteria dan akhirnya alternatif. AHP memungkinkan untuk memberikan nilai
bobot relatif dari suatu kriteria majemuk secara intuitif, yaitu dengan melakukan
perbandingan berpasangan (pairwise comparisons). Dr. Thomas L. Saaty, pembuat
AHP kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan
berpasangan menjadi suatu himpunan bilangan yang merepresentasikan prioritas
relatif dari setiap kriteria dan alternatif.
Menurut Marimin (2004, p77) AHP memiliki keunggulan dalam menjelaskan
proses pengambilan keputusan karena dapat digambarkan secara grafis sehingga
mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.
26
Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian bila terjadi penyimpangan yang
terlalu jauh dari nilai konsistensi sempurna, maka hal ini menunjukkan bahwa
penilaian perlu diperbaiki, atau hierarki harus distruktur ulang.
2.5.2 Prinsip Kerja AHP
Menurut Marimin (2004, pp78-79), ide dasar kerja AHP adalah :
1. Penyusunan Hierarki
Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsur, yaitu
kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. Diagram
berikut mempresentasikan keputusan untuk memilih agroindustri dengan
menggunakan AHP. Adapun kriteria untuk membuat keputusan tersebut
adalah bahan baku, pemasaran dan teknologi proses, beserta dengan
subkriteria yang terkait dengan masing-masing kriteria tersebut. Alternatif
yang tersedia dalam membuat keputusan terlihat pada level yang paling
bawah. Hierarki persoalan ini dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 2.1 Contoh Struktur Hierarki dalam AHP (Marimin, 2004, p78)
27
2. Penilaian Kriteria dan Alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan. Skala 1
sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan
definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan dapat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 2.4 Skala Kepentingan Perbandingan Berpasangan (Marimin, 2004, p79) Nilai Keterangan
1 Kriteria atau alternatif A sama penting dengan kriteria atau alternatif B
3 A sedikit lebih penting dari B 5 A jelas lebih penting dari B 7 A sangat jelas lebih penting dari B 9 A mutlak lebih penting dari B
2,4,6,8 Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
Nilai perbandingan A dengan B adalah 1 dibagi dengan nilai perbandingan B
dengan A.
3. Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons). Nilai-nilai perbandingan relatif
kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif maupun kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan
judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas.
Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks.
4. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
28
2.5.3 Contoh Aplikasi AHP
Untuk melihat prinsip kerja AHP maka diperlihatkan contoh yang sering
ditemui yaitu proses memilih komoditi agroindustri yang ingin dikembangkan
(Marimin, 2004, pp79-83)
2.5.3.1 Perumusan Masalah dalam AHP
Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilakukan tiga langkah
berikut :
1. Penentuan sasaran yang ingin dicapai : memilih komoditi agroindustri
2. Penentuan kriteria pemilihan : bahan baku, pemasaran dan teknologi proses
3. Penentuan alternatif pilihan : industri minyak kelapa sawit, industri
pengolahan coklat, karet dan teh
Informasi mengenai sasaran, kriteria dan alternatif tersebut kemudian
disusun dalam bentuk diagram seperti terlihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 2.2 Contoh Hubungan Sasaran, Kriteria dan Alternatif dalam AHP
(Marimin, 2004, p80)
29
2.5.3.2 Pembobotan Kriteria dengan AHP
Dari ketiga kriteria tersebut, perlu ditentukan tingkat kepentingannya. Hal
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
Menentukan bobot secara sembarang
Membuat skala interval untuk menentukan ranking setiap kriteria
Menggunakan prinsip kerja AHP, yaitu perbandingan berpasangan, tingkat
kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lain dapat dinyatakan
dengan jelas. Contoh hasil perbandingan berpasangan untuk contoh di atas
adalah :
Tabel 2.5 Contoh Hasil Perbandingan Berpasangan (Marimin, 2004, p81) Bahan Baku Pemasaran Teknologi Proses Bahan Baku 1 / 1 1 / 2 3 / 1 Pemasaran 2 / 1 1 / 1 4 / 1 Teknologi Proses 1 / 3 1 / 4 1 / 1
2.5.3.3 Penyelesaian dengan Manipulasi Matriks
Matriks di atas akan diolah untuk menentukan bobot dari kriteria, yaitu
dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector). Prosedur untuk mendapatkan
nilai eigen adalah :
1. Kuadratkan matriks tersebut
2. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi
3. Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua perhitungan
berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
Penyelesaian untuk contoh di atas (misalnya dengan syarat nilai eigen sudah
tidak berubah sampai 4 angka di belakang koma)
Ubah matriks menjadi bilangan desimal seperti dalam tabel berikut :
30
Tabel 2.6 Contoh Matriks Bilangan Desimal (Marimin, 2004, p81) 1,000 0,500 3,000 2,000 1,000 4,000 0,333 0,250 1,000
Iterasi 1 : Kuadratkan matriks di atas
Tabel 2.7 Contoh Kuadrat Matriks Iterasi 1 (Marimin, 2004, p81) 3,0000 1,7500 8,0000 5,3333 3,0000 14,0000 1,1666 0,6667 3,0000
Jumlahkan nilai setiap baris matriks dan hitung nilai hasil normalisasinya :
Tabel 2.8 Contoh Matriks Normalisasi Iterasi 1 (Marimin, 2004, p82) Jumlah Baris Hasil Normalisasi
12,7500 12,7500 / 39,9166 = 0,3194 22,3333 22,3333 / 39,9166 = 0,5595
4,8333 4,8333 / 39,9166 = 0,1211 Jumlah 39,9166 1,0000
Iterasi 2 : Kuadratkan kembali matriks di atas
Tabel 2.9 Contoh Kuadrat Matriks Iterasi 2 (Marimin, 2004, p82) 27,6658 15,8830 72,4984 5,3333 27,6662 126,66421,1666 6,0414 24,6653
Jumlahkan nilai setiap baris matriks dan hitung nilai hasil normalisasinya :
Tabel 2.10 Contoh Matriks Normalisasi Iterasi 2 (Marimin, 2004, p82) Jumlah Baris Hasil Normalisasi
115,9967 115,9967 / 362,9196 = 0,3196 202,6615 202,6615 / 362,9196 = 0,5584
44,2614 44,2614 / 362,9196 = 0,1220 Jumlah 362,9196 1,0000
Hitung perbedaan nilai eigen sebelum dan sesudah nilai eigen sekarang :
0,3194 – 0,3196 = - 0,0002
0,5595 – 0,5584 = 0,0011
31
0,1211 – 0,1220 = - 0,0009
Terlihat bahwa perbedaan tersebut tidak terlalu besar sampai dengan 4 desimal.
Iterasi 3 :
Bila dilakukan iterasi satu kali lagi maka syarat akan terpenuhi (nilai eigen
sudah tidak berbeda sampai 4 desimal). Jadi nilai eigen yang diperoleh
adalah : 0,3196 ; 0,5584 ; 0,1220.
Berikut ini adalah matriks berpasangan beserta dengan nilai eigennya :
Tabel 2.11 Contoh Matriks Berpasangan dengan Nilai Eigen (Marimin, 2004, p83) Bahan Baku Pemasaran Teknologi Proses Nilai Eigen Bahan Baku 1,000 0,500 3,000 0,3196 Pemasaran 2,000 1,000 4,000 0,5584 Teknologi Proses 0,333 0,250 1,000 0,1220
Berdasarkan nilai eigen maka diketahui bahwa kriteria yang paling penting
adalah Pemasaran, kemudian Bahan Baku dan terakhir adalah Teknologi Proses.
2.5.4 Consistency Ratio (CR)
Consistency Ratio merupakan parameter yang digunakan untuk memeriksa
apakah perbandingan berpasangan telah dilakukan dengan konsekuen atau tidak
(Marimin, 2004, p88-89). Penentuan parameter ini dapat dilakukan dengan proses
sebagai berikut, misalnya akan menghitung CR untuk kriteria bahan baku pada
tabel berikut.
Tabel 2.12 Contoh Matriks Kriteria Bahan Baku (Marimin, 2004, p88) Bahan Baku Minyak
Sawit Coklat Karet Teh
Minyak Sawit 1 / 1 1 / 4 4 / 1 1 / 6 Coklat 4 / 1 1 / 1 4 / 1 1 / 4 Karet 1 / 4 1 / 4 1 / 1 1 / 5 Teh 6 / 1 4 / 1 5 / 1 1 / 1
32
Dari nilai faktor (nilai eigen) alternatif pada kriteria bahan baku yaitu :
Minyak sawit : 0,1160
Coklat : 0,2470
Karet : 0,0600
Teh : 0,5770
Weighted Sum Vector dapat dihitung dengan jalan mengalikan kedua matriks
berikut yang ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel 2.13 Contoh Weighted Sum Vector (Marimin, 2004, p88) 1 / 1 1 / 4 4 / 1 1 / 6 0,1160 0,5139 4 / 1 1 / 1 4 / 1 1 / 4 0,2470 1,0953 1 / 4 1 / 4 1 / 1 1 / 5 * 0,0600 = 0,2662 6 / 1 4 / 1 5 / 1 1 / 1 0,5770 2,5610
Kemudian dihitung Consistency Vector dengan jalan menentukan nilai rata-rata
dari Weighted Sum Vector :
0,5139 / 0,1160 = 4,4303
1,0953 / 0,2470 = 4,4342
0,2662 / 0,0600 = 4,4358
2,5610 / 0,5770 = 4,4385
Nilai rata-rata dari Consistency Vector adalah :
p = (4,4303 + 4,4342 + 4,4358 + 4,4385 / 4 = 4,4347
Nilai Consistency Index dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
( )( )1−−
=n
npCI ; n : banyaknya alternatif
( )( )14
44347,4−−
=CI
1449,0=CI
33
Untuk menghitung Consistency Ratio dibutuhkan nilai RI, yaitu indeks random
yang didapat dari tabel Oarkridge RICICR = . Untuk n = 4, nilai RI adalah 0,90.
Jadi nilai CR pada kriteria bahan baku adalah :
1610,090,01449,0 ==CR
Seharusnya nilai CR tidak lebih dari 0,10 jika penilaian kriteria telah dilakukan
dengan konsisten. Untuk contoh di atas masih terdapat agak ketidakkonsistenan
dalam melakukan penilaian sehingga untuk kasus krusial masih perlu revisi
penilaian.
2.5.5 Penggabungan Pendapat Responden
Pada dasarnya AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu
responden ahli (Marimin, 2004, p89). Namun demikian dalam aplikasinya
penilaian kriteria dan alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisiplioner.
Konsekuensinya pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu
persatu. Pendapat yang konsisten kemudian digabungkan dengan menggunakan
rata-rata geometrik.
n ii
nG XX
1== π
=GX rata-rata geometrik
n = jumlah responden
Xi = penilaian oleh responden ke-i
Hasil penilaian gabungan ini yang kemudian diolah dengan prosedur AHP yang
telah diuraikan sebelumnya.
34
2.6 Alat-alat yang Digunakan dalam Mengevaluasi Akar Penyebab Penurunan
Produktivitas
Menurut Gasperz (2000, pp71-80), evaluasi terhadap suatu sistem
produktivitas perusahaan harus mampu menjawab apa yang menjadi akar penyebab
dari menurunnya produktivitas perusahaan. Berkaitan dengan evaluasi ini, kita dapat
menggunakan alat-alat sederhana yang dapat membantu kita menyelesaikan
masalah-masalah tersebut antara lain brainstorming, bertanya mengapa beberapa
kali, diagram pareto, dan diagram sebab akibat. Pada skripsi ini hanya menggunakan
2 alat bantu, yaitu :
1. Bertanya Mengapa Beberapa Kali
Konsep bertanya mengapa beberapa kali dapat digunakan untuk menemukan
akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan dengan produktivitas
perusahaan. Kaoru Ishikawa, seorang pakar kualitas berkebangsaan Jepang
menyatakan bahwa tanda pertama dari masalah adalah gejala, bukan penyebab.
Karena itu perlu dipahami apa yang disebut sebagai gejala, penyebab dan akar
penyebab. Bertanya mengapa beberapa kali akan mengarahkan kita pada akar
penyebab masalah, sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab masalah
yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah.
2. Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan manajemen produktivitas total,
diagram sebab akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab
(sebab) penurunan produktivitas dan karakteristik produktivitas (akibat) yang
disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab akibat ini sering
35
disebut juga sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya
seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa karena pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun
1953.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhan-kebutuhan
berikut :
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah produktivitas.
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah produktivitas.
Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut berkaitan
dengan masalah produktivitas itu.
Gambar 2.3 Bentuk Umum Diagram Sebab-Akibat (Gaspersz, 2000, p80)
Manusia Pengukuran Metode
Material Mesin Lingkungan
Pertanyaan Masalah ?
36
2.7 Pengertian Sistem Informasi
Menurut Mc Leod (2004, p9) Sistem adalah sekelompok elemen-elemen yang
terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Suatu
organisasi seperti perusahaan atau suatu area bisnis cocok dengan definisi ini.
Organisasi terdiri dari sejumlah sumber daya seperti manusia, material, mesin
(termasuk fasilitas dan energi), uang dan informasi (termasuk data). Sumber daya
tersebut bekerja menuju tercapainya suatu tujuan tertentu yang ditentukan oleh
pemilik atau manajemen. Sedangkan informasi (Mc Leod, 2004, p12) adalah data
yang telah diproses atau data yang memiliki arti. Data terdiri dari fakta-fakta dan
angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai.
Dengan demikian sistem informasi (Whitten, 2004, p12) dapat didefinisikan
menjadi suatu pengaturan orang, data, proses dan teknologi informasi yang saling
berinteraksi untuk mengumpulkan, memproses, menyimpan dan menyediakan output
berupa informasi yang dibutuhkan dalam mendukung organisasi.
Definisi lainnya dari sistem informasi (O’Brien, 2003, p7) adalah sebuah
susunan kombinasi dari orang, hardware, software, jaringan komunikasi, dan
sumber daya data yang mengumpulkan, mengubah dan menyebarkan informasi
dalam suatu organisasi.
2.8 Sistem Informasi Manajemen
Menurut Mc Leod (2004, pp259-260), Sistem Informasi Manajemen (SIM)
didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang menyediakan informasi
bagi beberapa pemakai dengan kebutuhan yang serupa. Para pemakai biasanya
membentuk suatu entitas organisasi formal perusahaan atau subunit di bawahnya.
37
Informasi menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya mengenai apa
yang telah terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi sekarang dan apa yang
mungkin terjadi di masa depan. Informasi tersebut tersedia dalam bentuk laporan
periodik, laporan khusus, dan output dari simulasi matematika. Output informasi
digunakan oleh manager maupun non manager dalam perusahaan saat mereka
membuat keputusan untuk memecahkan masalah.
Ketika perusahaan semakin berpengalaman dalam menerapkan rancangan SIM
yang mencakup seluruh perusahaan, manager di area-area tertentu mulai menerapkan
konsep sesuai kebutuhan mereka. Sistem-sistem informasi fungsional ini, atau
subset-subset SIM yang disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan pemakai atas
informasi mengenai area-area fungsional, mendapatkan publikasi luas di beberapa
area dan sedikit kurang di area lain. Area manufaktur juga menerima pengolahan
komputer dan menerapkan teknologi itu baik sebagai sistem informasi konseptual
maupun sebagai komponen dalam sistem manufaktur fisik.
2.9 Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Whitten (2004, p31), analisis dan perancangan berorientasi objek
adalah sekumpulan alat dan teknik pengembangan sistem dengan menggunakan
teknologi objek untuk membangun suatu sistem dan perangkat lunaknya.
Menurut Mathiassen (2000, pp3-4), metode analisis dan perancangan
berorientasi objek menggunakan objek dan class sebagai konsep utamanya. Dalam
Object Oriented Analysis and Design (OOAD), bagian utamanya adalah objek.
Objek adalah suatu entitas dengan identitas, status (keadaan) dan perilaku. Selama
menganalisis, kita menggunakan objek untuk membantu pemahaman kita akan
38
konteks sistem. Selama merancang, kita menggunakan objek untuk memahami dan
menggambarkan sistem itu sendiri. Sedangkan class adalah suatu uraian dari
sekumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku dan atribut yang sama.
Class digunakan untuk memahami dan menggambarkan objek.
Kelebihan dari orientasi berdasarkan objek (Mathiassen, 2000, p5) adalah
merupakan konsep yang umum yang dapat digunakan untuk memodel hampir semua
kejadian dan dapat dinyatakan dalam bahasa umum (natural language), memberikan
informasi yang jelas mengenai konteks sistem, dan adanya hubungan yang erat
antara analisis berorientasi objek, perancangan berorientasi objek, user interface
berorientasi objek dan pemrograman berorientasi objek.
2.10 Aktivitas Utama dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi Objek
Menurut Mathiassen (2000, pp14-15) ada empat aktivitas utama dalam OOAD
yang digambarkan sebagai berikut :
39
Gambar 2.4 Aktivitas Utama dalam Analisis dan Perancangan Berorientasi
Objek (Mathiassen, 2000, p15)
Sebelum keempat aktivitas di atas dilakukan, adalah penting untuk
memahami karakteristik sistem secara menyeluruh. Dalam upaya untuk memahami
sistem, aktivitas yang perlu dilakukan adalah membuat system definition, rich
picture dan kriteria FACTOR. System definition (Mathiassen, 2000, pp23-24)
adalah suatu uraian ringkas dari suatu sistem terkomputerisasi yang dinyatakan
dalam bahasa umum. Suatu system definition menyatakan properti mendasar untuk
pengembangan dan penggunaan sistem. System definition menguraikan sistem
dalam konteks, informasi apa yang ada di dalamnya, fungsi apa yang tersedia, di
mana sistem akan digunakan dan dalam kondisi pengembangan apa dapat
diterapkan.
40
Menurut Mathiassen (2000, pp26-27), rich picture adalah suatu gambaran
informal yang menunjukkan pemahaman pengembang sistem pada situasi di dalam
sistem. Suatu rich picture berfokus pada aspek-aspek penting dari sebuah situasi
yang ditentukan oleh pengembangnya. Akan tetapi, rich picture juga harus
memberikan gambaran luas yang memungkinkan adanya beberapa alternatif
penafsiran.
Kriteria FACTOR (Mathiassen, 2000, pp39-40) terdiri dari enam elemen yaitu :
1. Functionality : fungsi sistem yang mendukung tugas-tugas dari application
domain
2. Application domain : bagian dari suatu organisasi yang mengadministrasi,
mengawasi atau mengendalikan problem domain
3. Conditions : dengan kondisi yang bagaimana sistem akan dikembangkan dan
digunakan
4. Technology : semua teknologi yang digunakan untuk mengembangkan dan
menjalankan sistem
5. Objects : objek yang utama di dalam problem domain
6. Responsibility : tanggung jawab sistem (kegunaan) secara keseluruhan dalam
hubungannya dengan konteks sistem
2.10.1 Problem Domain Analysis
Menurut Mathiassen (2000, pp45-47), problem domain analysis adalah
bagian dari suatu konteks yang diadministrasi, diawasi atau dikontrol oleh
sistem. Tujuan dari problem domain analysis adalah mengidentifikasi dan
mengembangkan suatu model problem domain yang dapat dipahami oleh
41
penggunanya. Model adalah gambaran dari class, objek, struktur dan behavior
dalam suatu problem domain.
Problem domain dibagi menjadi tiga aktivitas yaitu :
mencari elemen dari problem domain yaitu objek, class, dan event
membuat model berdasarkan hubungan struktural antara class dan objek
yang dipilih
membuat interaksi antar objek dan class serta properti berupa atribut dan
behavior (perilaku) dari objek dan class
2.10.1.1 Class
Menurut Mathiassen (2000, p49), class adalah gambaran dari sekumpulan
objek yang memiliki struktur, pola perilaku (behavior) dan atribut yang sama.
Abstraksi, klasifikasi dan pemilihan adalah tugas utama dalam aktivitas class.
Abstraksi dilakukan dengan memandang problem domain sebagai objek dan
event. Kemudian objek dan class diklasifikasikan dan dipilih sehingga sistem
dapat memasukkan informasi dari objek dan class itu. Setiap class akan
berpasangan dengan sekumpulan event. Event adalah suatu peristiwa yang
terjadi secara spontan yang melibatkan satu objek atau lebih.
2.10.1.2 Structure
Menurut Mathiassen (2000, pp69-70) dalam aktivitasnya, class dipilih
sebagai model dari problem domain dan setiap class ditandai dengan adanya
event dari class itu. Dalam aktivitas struktur, gambaran class ditambahkan
dengan hubungan struktur antara class dan objek. Hasil dari aktivitas struktur
42
ini adalah class diagram. Class diagram memberikan tampilan problem
domain dengan menggambarkan semua hubungan terstruktur antara class dan
objek dalam bentuk model diagram. Berikut adalah contoh class diagram dari
sebuah sistem salon :
Gambar 2.5 Contoh Class Diagram Sistem Salon (Mathiassen, 2000, p70)
Menurut Mathiassen (2000, pp72-77), struktur berorientasi objek terdiri
dari beberapa jenis, yaitu :
1. Struktur antar class
Struktur generalisasi merupakan hubungan antara dua class
spesialisasi atau lebih dan class yang lebih umum (general). Dalam
generalisasi, class general atau super class menggambarkan properti
umum dari sebuah kumpulan class spesialisasinya (subclass).
Contohnya class taksi dan mobil pribadi adalah class spesialisasi
43
dari class general mobil berpenumpang. Class spesialisasi dapat
dinyatakan dengan rumusan “adalah” dari class general, contohnya
taksi adalah mobil berpenumpang. Contoh dari struktur generalisasi
dapat dilihat pada gambar berikut :
Mobil Berpenumpang
Taksi Mobil Pribadi
Gambar 2.6 Contoh Struktur Generalisasi (Mathiassen, 2000, p73)
Struktur cluster adalah sekumpulan class yang berhubungan.
Cluster menyampaikan pemahaman menyeluruh akan problem
domain dengan membaginya menjadi subdomain yang lebih kecil.
Notasi grafis dari cluster digambarkan sebagai folder file yang
memasukkan class di dalamnya. Class dengan cluster pada
umumnya dihubungkan dengan struktur generalisasi atau agregasi.
2. Struktur antar objek
Struktur agregasi merupakan sebuah hubungan antara dua objek
atau lebih, yang dinyatakan dengan suatu objek menjadi dasar dan
bagian dari objek lainnya. Pengertian agregasi adalah sebuah objek
superior (utuh) yang terbagi menjadi sejumlah objek inferior
(bagian). Struktur agregasi digambarkan sebagai sebuah garis antara
class utuh dan class bagian, dengan tanda belah ketupat pada ujung
garis di class utuh. Agregasi dapat dinyatakan dengan rumusan
44
“memiliki”, contohnya mobil memiliki mesin dan roda. Atau
hubungan lawannya “adalah bagian dari”, contohnya mesin adalah
bagian dari mobil. Contoh dari struktur agregasi dapat dilihat pada
gambar berikut :
SilinderPoros
Roda
Mobil
Body Mesin
14..*
111
1
1 2..*11..*
Gambar 2.7 Contoh Struktur Agregasi (Mathiassen, 2000, p76)
Struktur asosisasi adalah hubungan antara dua objek atau lebih.
Asosiasi digambarkan sebagai sebuah garis antara class terkait.
Struktur asosiasi tidak memiliki tingkatan, sehingga class-class
yang berhubungan dapat diletakkan di mana saja pada class
diagram. Asosiasi dapat dinyatakan dengan rumusan “ berhubungan
dengan”. Contoh dari struktur asosiasi dapat dilihat pada gambar
berikut :
Mobil Orang
0..* 1..*
Gambar 2.8 Contoh Struktur Asosiasi (Mathiassen, 2000, p77)
45
2.10.1.3 Behavior
Dalam aktivitas behavior, class yang didefinisikan dalam class diagram
ditambahkan dengan gambaran pola perilaku (behavior pattern) dan atribut
dari setiap class. Hasil dari aktivitas behavior dinyatakan dalam statechart
diagram, contohnya pada Gambar 2.9. Behavioral pattern adalah gambaran
event trace yang mungkin untuk semua objek di dalam sebuah class. Event
trace adalah urutan dari event-event yang melibatkan objek tertentu.
Behavioral pattern dibagi menjadi tiga yaitu :
Sequence yaitu event yang terjadi berurutan satu per satu
Selection yaitu event yang dipilih satu dari sekumpulan event yang terjadi
Iteration yaitu sebuah event yang terjadi sebanyak nol atau berkali-kali
/ buka rekening
Open/ tutup rekening
/ menarik uang
/ setor uang
Gambar 2.9 Contoh Statechart Diagram Customer Bank
2.10.2 Application domain analysis
Menurut Mathiassen (2000, p115), application domain adalah suatu
organisasi yang mengadministrasi, mengawasi atau mengontrol problem domain.
Tujuan dari analisis application domain adalah menggambarkan fungsi dan
interface yang dibutuhkan pengguna sistem. Oleh sebab itu kerjasama antara
46
pengembang dan pengguna dibutuhkan. Kebutuhan akan usage, function dan
interface harus dievaluasi.
2.10.2.1 Usage
Menurut Mathiassen (2000, p119), usage bertujuan untuk menentukan
bagaimana aktor berinteraksi dengan suatu sistem. Hasil dari aktivitas usage
adalah gambaran dari seluruh use case dan aktor dalam tabel aktor atau dalam
grafis digambarkan dalam use case diagram. Aktor adalah gambaran dari
pengguna atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem tujuan. Use case
adalah suatu pola interaksi antara sistem dan aktor di dalam application
domain.
2.10.2.2 Function
Menurut Mathiassen (2000, p137), function bertujuan untuk menentukan
kemampuan proses informasi dari sistem. Function adalah fasilitas untuk
membuat model menjadi berguna untuk aktor. Ada beberapa jenis fungsi.
Setiap jenis fungsi menggambarkan hubungan antara model dengan konteks
sistem yang mempunyai karakteristik sendiri. Empat jenis fungsi tersebut
antara lain :
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan menghasilkan
perubahan status pada model.
Fungsi signal diaktifkan dengan perubahan status model dan
menghasilkan reaksi dalam konteks.
47
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi dalam pekerjaan
aktor dan menghasilkan sistem yang menampilkan bagian model yang
relevan.
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan akan informasi dalam tugas
aktor dan berisi perhitungan yang menyertakan informasi dari aktor atau
model. Hasilnya adalah tampilan hasil perhitungannya.
Tujuan dari melakukan aktivitas fungsi adalah menggambarkan kemampuan
proses informasi dengan membuat daftar fungsi yang lengkap dan terperinci.
2.10.2.3 Interface
Menurut Mathiassen (2000, p151), interface adalah fasilitas untuk
memodelkan sistem dan fungsi menjadi tersedia untuk aktor. Aktor dan sistem
terkomputerisasi memiliki perbedaan besar dalam perilaku (behavior),
sehingga interface dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
User interface, yaitu interface ke pengguna
System interface, yaitu interface ke sistem lain
Sebuah user interface yang baik dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
mudah dipahami pengguna akan sistem. Kualitas user interface umumnya
dipandang dari segi usability. Usability bergantung pada siapa penggunanya
dan dalam situasi apa sistem digunakan.
48
2.10.3 Architectural Design
Tujuan dari architectural design (Mathiassen, 2000, p173) adalah membuat
struktur dari sebuah sistem terkomputerisasi. Aktivitas architectural design
terdiri dari tiga aktivitas yaitu membuat criteria, component dan processes.
2.10.3.1 Criteria
Menurut Mathiassen (2000, p177), criteria adalah penilaian kepentingan
properti dari sebuah arsitektur. Tujuannya untuk menyusun prioritas criteria
pada perancangan sistem. Criteria umum yang digunakan untuk menentukan
kualitas dari sebuah sistem sebagai berikut :
Usable diukur berdasarkan kemampuan adaptasi sistem terhadap
organisasi, pekerjaan terkait dan konteks teknis.
Secure diukur berdasarkan tindakan pencegahan dalam menghadapi akses
tanpa ijin terhadap data dan fasilitas
Efficient diukur berdasarkan eksploitasi ekonomis dari fasilitas teknis
Correct diukur berdasarkan pemenuhan kebutuhan
Reliable diukur berdasarkan pemenuhan kebutuhan keakuratan dalam
menjalankan fungsi
Maintainable diukur berdasarkan biaya mencari dan memperbaiki
kesalahan pada sistem
Testable diukur berdasarkan biaya dalam memastikan bahwa
pengembangan sistem sesuai dengan fungsinya yang diharapkan.
Flexible diukur berdasarkan biaya untuk memodifikasi sistem yang
dikembangkan
49
Comprehensible diukur berdasarkan usaha untuk memahami sistem
Reusable diukur berdasarkan kemampuan menggunakan bagian sistem
dalam sistem terkait lainnya
Portable diukur berdasarkan biaya untuk memindahkan sistem ke bentuk
teknis lainnya
Interoperable diukur berdasarkan biaya penggabungan sistem ke sistem
lainnya
Kriteria umum yang harus dimiliki dari pengembangan sistem berorientasi
objek adalah usability, flexibility dan comprehensibility.
2.10.3.2 Component
Menurut Mathiassen (2000, p189) tujuan dari component adalah
membuat struktur sistem yang flexible dan comprehensible. Component adalah
sekumpulan bagian program yang mendasari keseluruhan sistem dan memiliki
pertanggungjawaban yang baik. Component architecture yang baik akan
membuat sistem mudah dipahami, dapat mengatur perancangan kerja dan
menggambarkan kestabilan konteks sistem. Component architecture adalah
suatu struktur sistem yang menghubungkan antar component. Pola umum yang
biasanya digunakan dalam merancang component architecture antara lain :
Pola Layered Architecture
Pola Generic Architecture
Pola Client Server Architecture
50
Dalam pola client server architecture terdapat beberapa bentuk pola distribusi,
yakni distributed presentation, local presentation, distributed functionality,
centralized data dan distributed data.
2.10.3.3 Processes
Tujuan dari perancangan process architecture (Mathiassen, 2000, p210)
adalah menggambarkan struktur fisik dari sistem. Process architecture adalah
struktur sistem yang dijalankan, yang terdiri dari proses yang saling
bergantung. Pola distribusi dari process architecture antara lain :
Pola terpusat (centralized)
Pola terdistribusi (distributed)
Pola menyebar (decentralized)
2.10.4 Component Design
Menurut Mathiassen (2000, p231), component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan dalam kerangka kerja arsitektural.
Aktivitas dari component design meliputi pembuatan model component, function
component dan connecting component.
2.10.4.1 Model Component
Model component (Mathiassen, 2000, p235) adalah suatu bagian dari
sistem yang mengimplementasikan model problem domain. Tujuan dari model
component adalah mengirimkan data saat ini dan masa lalu ke dalam fungsi,
interface dan kepada pengguna dan sistem lainnya. Informasi yang disimpan
51
berhubungan dengan problem domain sistem, yang digunakan untuk
mengadministrasi, mengawasi dan mengontrol sistem.
2.10.4.2 Function Component
Function component (Mathiassen, 2000, p251) adalah suatu bagian dari
sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional. Tujuan dari function
component adalah memberikan interface pengguna dan komponen sistem
lainnya untuk mengakses ke model sistem.
2.10.4.3 Connecting Component
Fleksibilitas dan Comprehensibility adalah kriteria umum dan abstrak
dalam merancang. Dalam penerapannya, kriteria ini diukur dari bagian sistem.
Evaluasi pengukuran ini diperoleh dari coupling dan cohesion. Coupling
adalah pengukuran untuk sedekat apa hubungan antara dua class atau
component. Cohesion adalah pengukuran tentang keterkaitan antar class atau
component.
2.11 Unified Modeling Language
Menurut Whitten (2004, p430), Unified Modeling Language (UML) adalah
susunan model yang digunakan untuk menetapkan atau menggambarkan sebuah
software sistem dalam bentuk objek. UML tidak menentukan metode untuk
mengembangkan sistem, tetapi hanya notasi yang sekarang diterima secara luas
sebagai objek model yang standar.
52
2.12 UML Diagram
Menurut Whitten (2004, pp441-442) UML memberikan sembilan diagram
yang dikelompokkan ke dalam lima perspektif berbeda ke dalam model sistem.
Setiap diagram UML memberikan perkembangan dengan perspektif berbeda dari
sistem informasi.
2.12.1 Use Case Model Diagram
Diagram Use Case menggambarkan interaksi antara sistem dengan sistem
eksternal dan pengguna. Dengan kata lain, digambarkan dengan siapa yang akan
menggunakan sistem dan dengan cara apa pengguna berharap untuk berinteraksi
dengan sistem. Keterangan Use Case digunakan untuk menambahkan gambaran
urutan langkah-langkah dari setiap interaksi.
2.12.2 Static Structure Diagram
UML menyediakan dua diagram untuk membuat model static structure dari
sebuah sistem informasi, yaitu :
1. Class diagram menggambarkan struktur objek sistem, yang
memperlihatkan objek class dan hubungan antar objek class itu, yang
merupakan bagian dari sistem.
2. Object diagram serupa dengan class diagram, tetapi selain
menggambarkan objek class, juga membuat model object instance, dan
menunjukkan nilai atributnya. Object instance adalah setiap orang, tempat,
benda atau kejadian beserta dengan nilai atribut dari objek tersebut. Object
diagram memberikan gambaran objek sistem pada suatu waktu kepada
53
pengembang sistem. Diagram ini tidak banyak digunakan seperti halnya
class diagram, tetapi dapat membantu pengembang sistem untuk
memahami struktur dari sistem.
2.12.3 Interaction Diagram
Interaction diagram membuat model suatu interaksi, yang terdiri atas
susunan objek, hubungan antar objek dan pesan yang dikirimkan antar objek.
Diagram ini memodelkan perilaku dinamis dari sistem. Berdasarkan tujuannya,
diagram ini dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Sequence diagram menggambarkan bagaimana interaksi antar objek
melalui pesan dalam menjalankan sebuah use case atau operasi. Diagram
ini menggambarkan bagaimana pesan dikirimkan dan diterima di antara
objek dan bagaiman urutannya.
2. Collaboration diagram serupa dengan sequence diagram, tetapi diagram ini
tidak berfokus pada waktu atau urutan dari pesan. Namun diagram ini
menunjukkan interaksi (collaboration) antar objek dalam format jaringan.
2.12.4 State Diagram
State diagram juga memodelkan perilaku dinamis dari suatu sistem. UML
memiliki diagram untuk memodelkan perilaku kompleks dari objek tertentu
(statechart diagram) dan sebuah diagram untuk memodelkan perilaku dari use
case atau metode. Diagram itu antara lain :
1. Statechart diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari
objek tertentu. Diagram ini menggambarkan daur hidup sebuah objek.
54
Berbagai keadaan (state) dan event dapat diasumsikan dari objek dan dapat
menyebabkan objek bertransisi dari satu keadaan menjadi keadaan lainnya.
2. Activity diagram digunakan untuk menggambarkan alur dari aktivitas
proses bisnis atau suatu use case. Diagram ini juga digunakan untuk
memodelkan tindakan yang akan dilakukan jika sebuah operasi dijalankan,
atau hasil dari tindakan tersebut
2.12.5 Implementation Diagram
Implementation diagram juga memodelkan struktur dari sistem informasi.
Diagram ini terbagi atas :
1. Component diagram digunakan untuk menggambarkan organisasi dan
ketergantungan dari komponen software sistem. Diagram ini dapat
menunjukkan bagaimana koding program dibagi menjadi modul atau
komponen.
2. Deployment diagram menggambarkan arstektur fisik dalam bentuk “nodes”
untuk hardware dan software dalam sistem. Diagram ini menggambarkan
bentuk sewaktu menjalankan komponen software, processor, dan peralatan
yang digunakan dalam arsitektur sistem.
2.13 Navigation Diagram
Menurut Mathiassen (2000, p344) Navigation diagram adalah jenis khusus
dari statechart diagram yang berfokus pada keseluruhan user interface. Diagram
ini menunjukkan window dan transisi window dalam sistem. Navigation diagram
tidak ada dalam UML. Window menggantikan state. State memiliki nama dan
55
berisi icon (miniature window). Transisi state bersesuaian dengan pergantian antar
dua window. Transisi state dapat dilakukan dengan disertai tindakan pengguna
dalam window yang bersangkutan.