bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-2-00243-if bab2.pdf ·...
TRANSCRIPT
9
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Jaringan
Jaringan adalah kumpulan beberapa komputer yang tergabung dalam
suatu lingkungan yang dapat saling berkomunikasi satu dengan yang lain
(Arief, 2004,p2).
Berdasarkan media yang digunakan, maka terdapat dua macam jaringan
yaitu jaringan dengan kabel dan jaringan nirkabel.
Secara umum, jaringan dibagi menjadi 3 jenis :
1. Local Area Network (LAN), LAN merupakan tipe jaringan dengan
kecepatan yang tinggi yang meliputi area seperti satu gedung.
Tingkat kesalahan dalam pengiriman data rendah karena hanya
dalam area yang kecil (sekitar beberapa ribu meter).
2. Wide Area Network (WAN), WAN merupakan jaringan komunikasi
data yang melayani pengguna dalam wilayah area geografi yang
luas. Dan menggunakan peralatan transmisi.
3. Metropolitan Area Network (MAN), MAN merupakan jaringan yang
melayani area metropolitan, biasanya area yang ada lebih besar dari
LAN dan lebih kecil dari WAN.
10
2.2 Topologi Jaringan
Topologi merupakan sebuah struktur dari sebuah jaringan. Topologi
secara garis besar dibagi menjadi dua :
1. Topologi Fisik - menggambarkan kondisi yang sebenarnya jaringan secara
langsung.
2. Topologi Logika - menggambarkan kondisi bagaimana cara media jaringan
dapat diakses oleh komputer.
2.2.1. Topologi Fisik
Topologi Fisik secara umum terdapat 5 model, yakni Bus, Ring,
Star, Extended Star dan Mesh.
1. Bus
Pada model topologi ini, masing-masing komputer
dihubungkan dengan sebuah kabel jaringan tunggal. Pada
komputer awal dan akhir jaringan digunakan terminator 5Ω.
Kelebihan pada model jaringan ini, biaya pembangunan jaringan
relatif lebih murah.
Gambar 2.1 Topologi Bus
11
2. Ring
Pada model topologi ini, masing-masing komputer
dihubungkan dengan sebuah kabel jaringan tunggal. Tidak ada
komputer awal dan akhir pada model jaringan ini, sehingga
tampak seperti sebuah cincin / ring. Topologi ini memiliki
kelemahan yang sama dengan topologi Bus.
Gambar 2.2 Topologi Ring
3. Star
Pada model topologi ini, masing-masing komputer
dihubungkan dengan sebuah titik pusat (Hub atau Switch). Model
topologi ini merupakan model topologi yang paling banyak
digunakan sampai saat ini dikarenakan pada model topologi ini
apabila ada komputer yang gagal terhubung dengan jaringan,
komputer lain yang juga terhubung dengan jaringan tidak
terganggu. Kelemahan model topologi ini, biaya relatif lebih
mahal dari pada topologi Bus atau Ring dikarenakan dibutuhkan
sebuah konsentrator.
12
Gambar 2.3 Topologi Star
4. Extended Star
Model topologi ini merupakan penggabungan dari beberapa
topologi Star. Dibutuhkan sebuah titik pusat untuk
menghubungkan topologi Star yang satu dengan topologi Star
yang lainnya.
Gambar 2.4 Topologi Extended Star
5. Mesh
Pada model topologi ini, masing-masing komputer
terhubung secara langsung antara komputer yang satu dengan
komputer yang lainnya. Biasanya topologi ini digunakan untuk
membangun suatu jaringan yang redundant. Keuntungan model
topologi ini adalah reliabilitasnya dapat diandalkan. Kelemahan
model topologi ini adalah biaya pembangunannya cukup mahal
dan kurang efisien jika terdapat penambahan komputer baru
dalam jaringan.
13
Gambar 2.5 Topologi Mesh
2.2.2. Topologi Logika
Pada topologi logika terdapat 2 model, yakni Broadcast dan
Token-Passing.
1. Broadcast
Pada model ini, semua komputer diharuskan menerima paket-
paket data yang dikirimkan oleh tiap-tiap komputer. Aturan yang
diterapkan pun relatif sederhana, “siapa yang pertama kali datang,
dia yang pertama kali dilayani”.
2. Token Passing
Pada model ini, jaringan komputer dikendalikan oleh sebuah
token. Hanya komputer yang memiliki token yang dapat mengirim
data ke jaringan. Kepemilikian token ini sifatnya bergantian.
2.3 Perangkat Jaringan
Perangkat yang terhubung langsung ke jaringan dapat diklasifikasikan ke
dalam dua bagian. Yang pertama adalah perangkat end–user (host). Contoh
perangkat end–user antara lain: komputer, printer, scanner dan perangkat
lainnya yang menghasilkan service secara langsung kepada user. Klasifikasi
kedua adalah perangkat jaringan. Perangkat jaringan termasuk semua peralatan
14
yang terhubung ke perangkat end-user sehingga membuat perangkat–perangkat
end–user tersebut bisa berkomunikasi (Cisco Certified Network Associate,
2000, semester 1).
Berikut ini adalah penjabaran tentang peralatan jaringan:
1. Network Interface Card (NIC)
NIC merupakan suatu papan sirkuit yang dirancang untuk dipakai di
dalam slot ekspansi suatu PC. NIC biasa disebut juga network adapter.
Baik PC ataupun Laptop, harus menggunakan perangkat ini untuk bisa
terhubung ke jaringan. Setiap NIC memiliki nama atau kode yang unik,
yang biasa disebut Media Access Control (MAC). Alamat inilah yang
digunakan untuk mengontrol komunikasi data pada host di dalam
jaringan.
2. Repeater
Repeater merupakan perangkat jaringan yang digunakan untuk
membangkitkan ulang sinyal. Repeater membangkitkan ulang sinyal
analog maupun sinyal digital yang mengalami distorsi sehingga
menghindari kesalahan transmisi. Perangkat biasa digunakan untuk
menghubungkan jaringan yang jaraknya cukup jauh, sehingga sinyal yang
ditransmisikan lebih reliable. Perangkat ini tidak melaksanakan routing
seperti halnya bridge atau router.
15
3. Hub
Prinsip kerja hub adalah mengkoneksikan sejumlah host kemudian
membuat host–host tersebut terlihat seperti satu unit dalam jaringan.
Proses ini dilakukan secara pasif, tanpa efek-efek lain pada transmisi
data. Sedangkan hub aktif tidak hanya mengkonsentrasikan host, tetapi
juga membangkitkan ulang sinyal.
4. Bridge
Bridge mengkonversi format data transmisi jaringan. Bridge juga
memiliki kemampuan untuk melakukan pengaturan transmisi data.
Seperti namanya, bridge menyediakan hubungan antar LAN. Bahkan
bridge juga melakukan pengecekan data untuk menentukan apakah data
itu harus melalui bridge atau tidak. Dengan fungsi ini, jaringan akan lebih
efisien.
5. Switch
Switch lebih “pintar” dalam mengatur transfer data. Tidak hanya
menentukan arah data dalam LAN, tetapi switch bisa mentransfer data
hanya kepada koneksi yang memerlukan data.
6. Router
Router memiliki semua kemampuan perangkat jaringan. Router
dapat membangkitkan ulang sinyal, mengkonsentrasikan banyak koneksi,
mengkonversi format transmisi data, dan mengatur transfer data. Router
digunakan dalam jaringan WAN.
16
2.4 Routing
Cara untuk menyambungkan pengirim dan penerima dalam jaringan
adalah dengan menggunakan routing. Routing adalah sekumpulan arah atau
tujuan dari satu jaringan ke jaringan lainnya. Arah atau tujuan ini, juga disebut
sebagai rute, bisa diberikan ke router secara dinamis, atau bisa diberikan secara
statis oleh administrator.
2.4.1. Static Routing
Ketika static routing digunakan, seorang network administrator
mengkonfigurasi informasi tentang jaringan-jaringan jauh secara
manual. Oleh karena itu, network administrator harus menambah dan
menghapus rute-rute statis bila terjadi perubahan pada topologi
jaringan.
Static routing sangat cocok diimplementasi pada jaringan berskala
kecil karena kemungkinan perubahan topologi jaringan sangat kecil,
sehingga tidak memakan waktu administrasi. Pada jaringan berskala
besar, pemeliharaan tabel-tabel routing secara manual sangat memakan
waktu administrasi. Oleh karena itu static routing tidaklah scalable
dibanding dengan dynamic routing.
2.4.2. Dynamic Routing
Seorang network administrator memilih untuk menggunakan
protokol ini berdasarkan beberapa hal, antara lain ukuran jaringan,
17
bandwidth yang tersedia, kekuatan processor sebuah router, tipe dan
model router, dan protokol yang sedang digunakan pada jaringan.
2.5 Routing Protocol
Routing protocol adalah komunikasi yang digunakan antar router.
Routing protocol mengizinkan router-router saling berbagi informasi tentang
jaringan dan tetangga mereka.
Algoritma routing bisa diklasifikasikan menjadi 2 kategori :
1. Distance Vector – pendekatan ini mendeterminasikan arah, atau
vector, dan jarak ke semua link dalam sebuah jaringan.
2. Link State – pendekatan ini membuat ulang topologi jaringan
keseluruhan dengan akurat.
Beberapa contoh dari routing protocol, antara lain :
1. Routing Information Protocol (RIP) – protokol routing interior
distance vector.
2. Interior Gateway Routing Protocol (IGRP) - protokol routing
interior distance vector milik Cisco.
3. Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) - protokol
routing interior distance vector lanjutan milik Cisco.
4. Open Shortest Path First (OSPF) – protokol routing interior link-
state.
5. Border Gateway Protocol (BGP) – protokol routing exterior
distance vector.
18
2.5.1. Autonomous Systems (AS)
Sebuah AS adalah sekumpulan router-router yang saling berbagi
strategi dan peraturan routing bersama-sama di bawah satu wilayah
administrasi yang sama. Pada dunia nyata, sebuah AS dipandang
sebagai sebuah kesatuan. AS mungkin dijalankan oleh satu atau lebih
operator.
American Registry of Internet Numbers (ARIN), sebuah service
provider, atau seorang administrator memberikan sebuah 16-bit nomor
identifikasi untuk setiap AS. Nomor AS berkisar antara 1 dan 65.535.
Nomor AS antara 64.512 hingga 65.535 dipesan khusus untuk
penggunaan pribadi. Routing protocol, seperti IGRP, memerlukan
sebuah nomor AS yang unik.
Gambar 2.6 Sekumpulan Router dalam satu AS
Protokol-protokol routing yang berjalan dalam sebuah jaringan
yang dikontrol oleh sebuah organisasi atau AS disebut Interior
Gateway Protocol (IGP). Sedangkan protokol-protokol routing yang
berjalan di antara dua jaringan yang berbeda dan dikontrol oleh dua
organisasi atau AS yang berbeda disebut Exterior Gateway Protocol
(EGP).
19
Gambar 2.7 IGP dan EGP
2.5.2. Distance Vector Routing Protocol
Algoritma protokol routing ini meneruskan salinan-salinan tabel
routing dari router ke router secara berkala.Update berkala antar
router ini membicarakan tentang perubahan ropologi. Algoritma
distance vector juga dikenal dengan algoritma Bellman-Ford.
Gambar 2.8 Konsep Distance Vector
Setiap router menerima informasi berupa tabel routing dari router
tetangga yang terkoneksi langsung. Informasi ini kemudian diteruskan
oleh router tersebut ke router lain yang berdekatan dengannya. Jadi,
tabel routing dibuat berdasarkan informasi yang didapat dari tangan
kedua atau gosip.
20
Gambar 2.9 Distance Vector Network Discovery
Algoritma ini mempunyai kelemahan, oleh karena perubahan
jaringan tidak dapat terjadi dengan serempak, adakalanya perubahan di
suatu router belum terjadi di router lainnya, sehingga dapat terjadi
kekacauan jika router berulang-ulang menyebarkan perubahan yang
telah lama terjadi. Hal ini disebut count infinity yang dapat
menyebabkan terjadinya routing loop, paket dikirim berulang-ulang
mengelilingi jaringan. Jika routing loop terjadi, dapat menyebabkan
ketidakstabilan atau kemacetan pada jaringan.
Untuk
itu
dikeluarkan
beberapa
metode untuk
menghindark
an routing
loop :
21
1. Split Horizon untuk menghindarkan pengiriman data kembali ke
alamat pengirim atau asal.
2. Hold Down untuk menghindarkan regular update mengirimkan
berita mengenai paket yang telah tak terpakai.
3. Route Poisoning adalah cara mengirimkan routing update
menandai paket yang tak mencapati tujuannya sebagai hop count
yang tidak tercapai, misalnya hop yang ke 16 untuk RIP.
4. Triggered Update untuk meng-update perubahan pada jaringan
segera setelah terjadi perubahan.
2.5.3. Link-State Routing Protocol
Algoritma link state dikenal juga sebagai algoritma Djikstra atau
algoritma Shortest Path First (SPF). Algoritma ini memelihara sebuah
basis data informasi topologi yang kompleks. Algoritma distance
vector tidak memiliki informasi khusus tantang jaringan jarak jauh dan
pengetahuan tentang router jarak jauh. Algoritma link-state
memelihara pengetahuan penuh tentang router jarak jauh dan
bagaimana mereka saling berhubungan.
Link state menggunakan fitur-fitur sebagai berikut :
1. Link-State Advertisement (LSA) – sebuah paket kecil berisi
informasi routing yang dikirim antar router.
2. Topological Database – sekumpulan informasi yang diperoleh
dari LSA-LSA.
22
3. Algoritma SPF – sebuah perhitungan yang dilakukan terhadap
basis data yang menghasilkan SPF tree.
4. Tabel Routing – sebuah daftar rute-rute dan interface-interface
yang diketahui.
Gambar 2.10 Konsep Link-State
Ketika router saling menukar LSA, mereka memulainya dengan
jaringan yang terkoneksi langsung dengannya. Setiap router
membentuk sebuah topological database yang terdiri dari semua LSA
yang telah dipertukarkan.
Algoritma SPF menghitung kemampuan mencapai jaringan.
Router membentuk topologi logika ini sebagai sebuah tree, dengan
menjadikan diri sendiri sebagai root. Topologi ini mengandung semua
kemungkinan jalan ke setiap jaringan. Router kemudian menggunakan
SPF untuk mengurutkan jalan tersebut. Router membuat daftar jalan
terbaik beserta interface yang digunakan untuk mencapai jaringan
23
tersebut dari tabel routing. Selain itu, router juga memelihara basis
data rincian faktor dan status topologi.
Gambar 2.11 Link-State Network Discovery
Router yang menjalankan algoritma link-state harus
memperhatikan 3 hal berikut ini :
1. Processor overhead
2. syarat Memory yang diperlukan
3. pemakaian Bandwidth
Router yang menggunakan algoritma ini memerlukan memory
lebih banyak dan memproses lebih banyak data dibanding dengan
router yang menggunakan algortima distance vector. Router link-state
memerlukan lebih banyak memory untuk menimpan semua informasi
dari beberapa basis data, tree topologi, dan tabel routing. Pada awal
pembanjiran paket akan sangat memakan bandwidth. Pada proses
discovery awal, semua router yang menggunakan protokol routing
link-state mengirim paket-paket LSA ke router lainnya. Hal ini akan,
24
sementara, mengurangi ketersediaan bandwidth untuk traffic jaringan
yang membawa data. Setelah itu, protokol routing link-state hanya
memerlukan bandwidth yang kecil untuk mengirim paket-paket LSA
hanya ketika terjadi perubahan topologi jaringan (event-triggered).
2.5.4. Contoh-Contoh Protokol Routing
2.5.4.1 Routing Information Protocol (RIP)
Spesifikasi RIP ditulis dalam RFC 1058. RIP adalah
protokol routing distance vector. Seleksi jalur nya dengan
menggunakan metrik berupa hop count. Jika hop count
melebihi 15, maka paket akan dibuang. Routing update, secara
default, akan dikirim dengan broadcast setiap 30 detik.
Routing update berisi semua tabel routing pengirim.
Protokol routing RIP telah berevolusi dari Classfull
Routing Protocol, RIP version 1 (RIPv1) ke Classless Routing
Protocol, RIP version 2 (RIPv2). Setiap router yang
menjalankan RIPv1 memiliki tabel routing yang setidaknya
berisi :
1. Alamat IP tujuan (host, subnet, network, atau rute default)
2. Metrik yang menunjukkan biaya total untuk mencapai
tujuan tersebut dari host.
3. Alamat IP router yang perlu dilalui.
4. Sebuah tanda untuk menunjukkan apakah rute baru saja
berubah.
25
5. Beberapa timer.
RIPv2 merupakan perluasan dari RIPv1 dengan
menambahkan beberapa kemampuan baru. RIPv2 sama sekali
tidak mengubah algoritma routing distance vector yang
digunakan RIPv1. Perubahan yang dilakukan RIPv2 hanya
pada format paket RIP yang bersifat menambah informasi
yang dikirimkan. Kemampuan-kemampuan baru RIPv2 adalah
1. Tag untuk rute eksternal – memberikan kemampuan bagi
RIPv2 untuk membedakan RIP “internal” (jaringan dalam
domain RIP) dari RIP “external”. Biasanya untuk rute-rute
dari EGP atau dari protokol routing lain.
2. Subnet mask – mendukung penggunaan subnet mask yang
berbeda di jaringan atau Variable Length Subnet Mask
(VLSM) dan Classless Inter Domain Routing (CIDR).
3. Alamat hop berikut – berisi alamat router berikutnya
sehingga berguna untuk mencegah datagram mengambil
rute yang tidak efisien. Biasanya digunakan pada
perbatasan jaringan yang menggunakan protokol routing
selain RIPv2.
4. Autentikasi – mencegah router menerima routing update
yang invalid, sehingga meningkatkan keamanan jaringan.
Password pada autentikasi dapat ditransmisikan dalam
bentuk plain text atau pun Message Digest 5 (MD5).
26
2.5.4.2 Interior Gateway Routing Protocol (IGRP)
IGRP adalah protokol routing milik Cisco. IGRP
merupakan protokol routing distance vector. Seleksi jalurnya
menggunakan metrik campuran berupa bandwidth, load,
delay, dan reliability (bandwidth dan delay secara default).
IGRP mendukung hingga 255 hop count. Routing update,
secara default, akan dikirim dengan broadcast setiap 90 detik.
Routing update berisi semua tabel routing pengirim.
Dibutuhkan nomor AS unik ketika mengimplementasi IGRP
pada sebuah jaringan.
IGRP memiliki 3 jenis rute, yaitu :
1. Interior – rute-rute antar subnet-subnet jaringan yang
menempel pada interface router. Jika jaringan yang
menempel pada interface router belum di-subnet, IGRP
tidak akan memasang rute-rute interior.
2. System – rute-rute ke jaringan dalam AS. Rute-rute
system tidak mencantumkan informasi subnet.
3. Exterior – rute-rute ke jaringan-jaringan luar AS yang
dipertimbangkan ketika gerbang tempat pembuangan
terakhir (gateway of last resort) diidentifikasi.
27
Gambar 2.12 Jenis-jenis rute pada IGRP
Walaupun IGRP telah memperbaiki sedikit kelemahan
pada RIPv1, tetapi IGRP tidak mendukung VLSM dan CIDR.
Oleh karena itu, Cisco telah membuat EIGRP untuk
memperbaiki masalah ini
2.5.4.3 Open Shortest Path First (OSPF)
OSPF adalah protokol routing link-state berdasarkan
standarisasi terbuka. Spesifikasi OSPF ditulis dalam RFC
2328. Pada saat ini, OSPF yang digunakan adalah OSPF
version 2 (OSPFv2). OSPF menggunakan algoritma SPF
untuk menghitung biaya terendah untuk mencapai tujuan
tertentu. Routing update hanya dikirim ketika terjadi
perubahan topologi jaringan. Routing update dikirim dengan
menggunakan multicast, yang tentunya lebih baik dibanding
dengan RIPv1 atau pun IGRP yang menggunakan broadcast.
OSPF juga telah mendukung VLSM dan CIDR. Diperlukan
28
nomor AS unik untuk mengimplementasi protokol routing
OSPF dalam suatu jaringan, dalam hal ini nomor AS disebut
nomor area.
Gambar 2.13 Area pada OSPF
2.5.4.4 Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP)
EIGRP adalah protokol routing milik Cisco dan
merupakan perkembangan dari protokol routing distance
vector IGRP. Walaupung EIGRP merupakan perkembangan
dari IGRP, protokol routing EIGRP juga memiliki
karakteristik protokol routing link-state, sehingga juga disebut
sebagai protokol routing hybrid.
EIGRP memiliki kemampuan-kemampuan baru yaitu
mendukung unequal cost load balancing, menggunakan
algoritma Diffused Update Algorithm (DUAL) untuk
menghitung jalur terpendek. Routing update dikirim dengan
29
menggunakan alamat multicast hanya ketika terjadi perubahan
topologi. EIGRP memiliki basis data – basis data seperti yang
dimiliki oleh OSPF, yaitu tabel neighbor, tabel topologi, dan
tabel routing. EIGRP mendukung hingga 224 hop count dan
juga mendukung VLSM dan CIDR. Selain itu, EIGRP
memiliki kemampuan yang tidak didukung oleh protokol
routing mana pun, yaitu mendukung berbagai macam routed
protocol antara lain IP, IPX, dan AppleTalk.
EIGRP dan IGRP adalah cocok satu sama lain, sehingga
keunggulan dari kedua protokol routing ini dapat
dimanfaatkan. EIGRP menggunakan perhitungan metrik yang
berbeda. Metrik EIGRP dihitung dengan mengalikan metrik
IGRP dengan faktor 256.
Untuk mendukung pembagian informasi dengan
protokol routing lainnya, sepeti RIP dan OSPF, diperlukan
konfigurasi tambahan berupa redistribution atau route
sharing. Redistribution terjadi secara otomatis antara EIGRP
dan IGRP selama mereka menggunakan nomor AS yang
sama.
30
Gambar 2.14 Automatic Redistribution
2.5.4.5 Border Gateway Protocol (BGP)
BGP adalah protokol routing exterior distance vector.
BGP biasanya digunakan antar ISP dengan ISP maupun ISP
dengan pelanggannya. BGP digunakan untuk merutekan
traffic Internet antar AS. Oleh karena itu, diperlukan nomor
unik AS bila ingin menggunakan BGP. Pada saat ini, BGP
version 4 (BGP4) dijadikan standarisasi untuk routing
Internet.
Gambar 2.15 BGP
BGP banyak didefinisikan di RFC 1772. Tugas dari
BGP adalah menukar informasi routing antar AS dan
mengaransi pemilihan jalur yang bebas loop. BGP4
merupakan versi pertama yang mendukung CIDR dan
31
agregasi rute. IGP pada umunya menggunakan metrik teknis.
BGP tidak menggunakan metrik teknis tetapi peraturan dan
kebijakan jaringan.
Update BGP menggunakan port TCP 179. Karena BGP
memerlukan koneksi TCP, maka koneksi TCP harus terjadi
sebelum bisa menukar informasi. Oleh karena itu, BGP
mewarisi sifat terpercaya dari connection-oriented TCP.
2.6 Wide Area Network (WAN)
Wide Area Network (WAN) merupakan jaringan komunikasi data yang
melayani pengguna dalam wilayah area geografi yang luas. Dan menggunakan
peralatan transmisi. Karena WAN menghubungkan jaringan user pada area
geografi yang luas, WAN memungkinkan bisnis untuk berkomunikasi
melewati jarak yang jauh. Menggunakan WAN memungkinkan komputer,
printer, dan alat-alat lain pada LAN untuk membagi dan dibagi dengan lokasi
yang jauh. WAN menyediakan komunikasi instan melewati area geografi yang
luas. Kemampuan untuk mengirim pesan instan kepada seseorang dimanapun
di dunia menyediakan kemampuan komunikasi yang sama yang biasanya
hanya dimungkinkan jika orang-orang berada di dalam kantor yang sama.
Software kolaborasi menyediakan akses ke informasi real-time dan sumber
yang memungkinkan pertemuan dilaksanakan secara jarak jauh, daripada harus
secara langsung berada di pertemuan tersebut. Jaringan WAN juga telah
menciptakan jenis pekerja baru yang disebut telecommuters, orang yang tidak
harus meninggalkan rumah untuk melakukan pekerjaannya.
32
Gambar 2.16 Pembagian WAN Link
WAN didesain untuk mengerjakan :
1. Beroperasi melewati area geografi yang luas dan terpisah.
2. Memungkinkan user untuk melakukan komunikasi real-time dengan user
lain.
3. Menyediakan sumber jarak jauh yang terhubung dengan servis lokal secara
full time.
4. Menyediakan e-mail, world wide web, mentransfer file, dan servis e-
commerce.
2.7 Teknologi WAN
WAN menggunakan teknologi switching yang dibagi 2 yaitu : circuit
switching dan packet switching.
2.7.1. Circuit Switching
Circuit switching membuat suatu koneksi fisik untuk data dan
suara antara pengirim dan penerima. Circuit switching memungkinkan
hubungan data yang dapat di-inisialisasi ketika dibutuhkan dan
33
berakhir ketika komunikasi selesai. Saat kedua jaringan terhubung dan
sudah di-autentikasi, mereka dapat mengirim data. Circuit switching
memastikan adanya kapasitas koneksi yang tetap tersedia untuk
pelanggan. Jika sirkuit ini membawa data komputer, pemakaian
kapasitas yang sudah ditetapkan ini menjadi tidak efisien, karena
adanya variasi dalam pemakaian.
2.7.2. Packet Switching
Packet switching dibuat untuk menyediakan teknologi WAN yang
lebih efektif dibandingkan jaringan circuit switched yang pemakaian
kapasitasnya sudah ditetapkan.
Dalam pengaturan packet switching, jaringan memiliki hubungan
ke dalam jaringan pembawa, dan banyak pelanggan berbagi jaringan
pembawa tersebut. Bagian dari jaringan pembawa yang dipakai
bersama sering mengarah sebagai cloud. Hubungan virtual antara
tempat-tempat pelanggan sering mengarah sebagai virtual circuit.
Switch di jaringan paket switching menentukan link mana yang
akan dikirimkan paket. Ada dua pendekatan untuk penentuan link ini,
connectionless atau connection oriented. Connectionless, seperti
Internet, membawa informasi pengalamatan penuh di tiap paket. Tiap
switch harus mengevaluasi alamatnya untuk menentukan akan dikirim
ke mana paketnya. Connection oriented menentukan terlebih dahulu
rute paketnya, dan tiap paket hanya perlu membawa identifier.
34
2.8 Multiprotocol Label Switching (MPLS)
2.8.1. Pendahuluan
Riset dan inovasi dalam teknologi telekomunikasi dikembangkan
atas dorongan kebutuhan mewujudkan jaringan informasi yang (1)
menyediakan layanan yang beraneka ragam (2) memiliki kapasitas
tinggi sesuai kebutuhan yang berkembang (3) mudah diakses dari
mana dan kapan saja serta (4) terjangkau harganya. Jaringan yang
memenuhi kebutuhan itu adalah jaringan broadband yang
menghantarkan data paket dengan secara efisien, scalable,
memungkinkan diferensiasi dalam satu sistem, serta mampu diakses
secara mobile.
Teknologi semacam ATM memiliki mekanisme pemeliharaan
QoS, Quality of Service, dan memungkinkan diferensiasi, namun
menghadapi masalah pada skalabilitas yang mengakibatkan perlunya
investasi tinggi untuk implementasinya. Di lain pihak, Internet yang
dengan protokol IP berkembang lebih cepat. IP sangat baik dari segi
skalabilitas, yang membuat teknologi Internet menjadi cukup murah.
Namun IP memiliki kelemahan serius pada implementasi QoS. Namun
kemudian dikembangkan beberapa metode untuk memperbaiki kinerja
jaringan IP, antara lain dengan MPLS.
MPLS , Multiprotocol Label Switching, merupakan salah satu
bentuk konvergensi vertikal dalam topologi jaringan. MPLS
35
menjanjikan banyak harapan untuk peningkatan performansi jaringan
paket tanpa harus menjadi rumit seperti ATM.
2.8.2. Packet Forwarding pada Jaringan IP Tradisional Versus MPLS
Pada jaringan IP tradisional, routing protocol digunakan untuk
mendistribusikan layer 3 routing information. Proses penerusan paket
adalah berdasarkan alamat tujuan. Oleh karena itu, ketika sebuah paket
diterima oleh router, maka router akan mendeterminasikan next-hop
address menggunakan alamat IP tujuan dengan informasi yang
terdapat pada tabel routing. Proses ini akan terus berulang pada tiap
loncatan (router) dari sumber ke tujuan.
Gambar 2.17 Operasi IP Forwading Tradisional
Berdasarkan gambar 2.1, proses penerusan paket adalah sebagai
berikut:
1. R4 menerima sebuah paket data yang ditujukan untuk jaringan
172.16.10.0
2. R4 mencari rute untuk jaringan 172.16.10.0 pada tabel routing, dan
paket diteruskan ke next-hop, router R3.
36
3. R3 menerima paket data tersebut dengan tujuan 172.16.10.0,
mencari rute untuk jaringan 172.16.10.0, dan meneruskannya ke
routerR2.
4. R2 menerima paket data tersebut dengan tujuan 172.16.10.0,
mencari rute untuk jaringan 172.16.10.0, dan meneruskannya ke
router R1.
5. Karena router R1 terhubung langsung ke jaringan 172.16.10.0, R1
akan meneruskan paket tersebut ke interface yang tepat.
Sedangkan pada jaringan MPLS, paket data diteruskan
berdasarkan label. Label mungkin akan berkoresponden dengan alamat
IP tujuan atau dengan parameter lainnya, misalnya kelas-kelas QoS
dan alamat sumber.
Gambar 2.18 Operasi Packet Forwarding pada Jaringan MPLS
Berdasarkan gambar 2.2, proses penerusan paket adalah sebagai
berikut :
37
1. R4 menerima sebuah paket data dari jaringan 172.16.10.0 dan
mengidentifikasi bahwa rute ke tujuan adalah MPLS enabled. Oleh
karena itu, R4 meneruskan paket tersebut ke next-hop router R3
setelah memakaikan sebuah label L3 pada paket tersebut.
2. R3 menerima labeled packet tersebut dengan label L3 dan
menukar L3 dengan L2 dan meneruskan paket tersebut ke R2.
3. R2 menerima labeled packet tersebut dengan label L2 dan
menukar L2 dengan L1 dan meneruskan paket tersebut ke R1.
4. R1 adalah border router di antara jaringan berbasis IP dan MPLS;
oleh karena itu, R1 melepaskan label pada paket dan meneruskan
paket IP tersebut ke jaringan 172.16.10.0.
2.8.3. Arsitektur MPLS
Fungsionalitas MPLS dibagi menjadi dua bagian utama blok
arsitektur, yaitu:
1. Control Plane - bertanggung jawab dalam hal yang
berhubungan dengan pengidentifikasian kemampuan untuk
mencapai tujuan. Oleh karena itu, control plane terdiri dari
semua informasi pada layer 3. Contoh fungsi control plane
adalah pertukaran informasi protokol routing, seperti OSPF
dan BGP. Selain itu, semua fungsi yang berhubungan
dengan pertukaran label antara router-router tetangga.
2. Data Plane - bertugas untuk meneruskan paket-paket data.
Paket-paket di sini bisa berarti paket IP layer 3 atau labeled
38
IP packet. Informasi pada data plane, seperti label values,
adalah berasal dari control panel. Pertukaran informasi
antara router-router tetangga akan memetakan jaringan
tujuan ke labels pada control plane, yang akan digunakan
untuk meneruskan data plane labeled packet.
Gambar 2.19 Control Plane dan Data Plane pada Router
2.8.4. Istilah-Istilah dalam MPLS
Beberapa istilah penting dalam MPLS yang akan digunakan terus
dalam skripsi ini, yaitu :
1. Forwarding Equivalent Class (FEC) – merupakan sekumpulan
paket-paket yang akan mendapatkan perlakuan forwarding yang
sama (melewati jalur yang sama).
2. MPLS Label Switch Router (LSR) – bertugas dalam label
switching; LSR menerima labeled packet dan menukar label
tersebut dengan outgoing label dan meneruskan labeled packet
baru tersebut dari interface yang tepat. Berdasarkan lokasinya
dalam domain MPLS, LSR bisa bertugas dalam label imposition
39
(addition, disebut juga push) atau pun label disposition (removal,
disebut juga pop).
3. MPLS Edge-Label Switch Router (E-LSR) – sebuah LSR pada
perbatasan domain MPLS. Ingress E-LSR bertugas dalam label
imposition dan meneruskan paket melalui jaringan MPLS-enabled.
Egress E-LSR bertugas dalam label disposition dan meneruskan
paket IP ke tujuan.
Gambar 2.20 LSR dan E-LSR
4. MPLS Label Switched Path (LSP) – jalur pengiriman paket dari
sumber ke tujuan pada jaringan MPLS-enabled.
5. Upstream and Downstream – konsep dari upstream dan
downstream merupakan poros untuk memahami operasi dari
distribusi label (control plane) dan penerusan paket data dalam
sebuah domain MPLS.
40
Gambar 2.21 Upstream dan Downstream
Sebuah label MPLS terdiri dari bagian-bagian berikut ini:
1. 20-bit label value – nomor yang ditetapkan oleh router untuk
mengidentifikasikan prefix yang diminta.
2. 3-bit experimental field – mendefinisikan QoS yang diberikan pada
FEC yang telah diberi label.
3. 1-bit bottom-of-stack indicator – jika E-LSR menambahkan lebih
dari satu label pada sebuah paket IP, maka akan terbentuk label
stack. Oleh karena itu, bottom-of-stack indicator bertugas untuk
mengenal apakah sebuah label yang dijumpai merupakan label
terbawah dalam label stack.
41
Gambar 2.23 MPLS Label Stack
4. 8-bit Time-to-Live field – memiliki fungsi yang sama dengan IP
TTL, di mana paket akan dibuang jika TTL sebuah paket adalah 0.
Ketika sebuah labeled packet melewati sebuah LSR, nilai TTL-nya
akan dikurangi 1.
2.8.5. Operasi pada MPLS
Implementasi MPLS untuk data forwarding melibatkan 4 langkah
berikut ini:
1. MPLS Label Assignment
Sebuah label diberikan kepada jaringan-jaringan IP yang bisa
dicapai oleh sebuah router dan kemudian ditambahkan pada
42
paket-paket IP yang akan diteruskan ke jaringan IP tersebut. IP
routing protocol memberi jaminan reachability ke jaringan
tujuan. Proses yang sama perlu diimplementasikan oleh router
atau peralatan yang berada dalam domain MPLS untuk
mempelajari label yang diberikan ke jaringan tujuan oleh router
tetangga. Label Distribution Protocol (LDP or TDP) memberi dan
menukar label antar LSR tetangga dalam domain MPLS diikuti
dengan session establishment. Telah dibahas sebelumnya bahwa
label bisa diberikan secara global (per router) atau per interface
pada sebuah router.
2. MPLS LDP or TDP Session Establishment
Ada 4 kategori dari LDP messages:
a. Discovery messages – memberitahukan dan memperpanjang
kehadiran LSR dalam jaringan.
b. Session messages – membangun, memelihara, dan
memutuskan sesi antara LSR.
c. Advertisement messages – memasang label mapping pada
FCE.
d. Notification messages – berhubungan dengan signal errors.
Semua LDP messages mengikuti format type, length, value
(TLV). LDP menggunakan protokol TCP pada port 646, dan LSR
yang memiliki LDP router ID tertinggi akan membuka sebuah
hubungan ke port 646 ke LSR lainnya:
43
a. Sesi LDP dimulai ketika sebuah LSR mengirim hello
messages secara periodic (menggunakan multicast UDP pada
alamat 224.0.0.2) pada interfaces yang mendukung MPLS
forwarding. Jika terdapat LSR lain yang terhubung pada
interface tersebut, maka LSR yang terhubung langsung akan
mencoba untuk membangun sesi dengan pengirim hello
messages. LSR dengan router ID tertinggi akan menjadi LSR
yang aktif. LSR ini akan mencoba membuka koneksi TCP
dengan LSR pasif lainnya pada port 646.
b. LSR aktif kemudian akan mengirim sebuah initialization
messages ke LSR pasif, yang berisi informasi seperti session
keepalive time, metode distribusi label, panjang maksimum
PDU, dan ID LDP penerima, dan jika deteksi loop diaktifkan.
c. LSR pasif akan mengirim keepalive message ke LSR aktif
setelah mengirim initialization message.
d. LSR aktif akan mengirim keepalive ke LDP LSR pasif, dan
sesi LDP dimulai. Pada waktu jeda ini, label-FEC mapping
bisa ditukar antar LSR.
3. MPLS Label Distribution
Metode-metode distribusi label yang digunakan pada MPLS
adalah sebagai berikut:
a. Downstream on demand – metode ini mengizinkan LSR untuk
langsung meminta sebuah label mapping dari downstream
next-hop router-nya.
44
b. Unsolicited downstream – metode ini mengizinkan sebuah
LSR untuk mendistribusikan ke upstream LSR yang belum
meminta secara eksplisit.
Gambar 2.24 Unsolicited Downstream vs Downstream on Demand
4. MPLS Label Retention
Jika sebuah LSR mendukung metode liberal label retention,
maka dia akan memelihara pengikatan antara sebuah label dengan
sebuah prefix tujuan, yang diterima dari LSR downstream yang
bukan merupakan next-hop router untuk tujuan tersebut. Jika
sebuah LSR mendukung metode conservatieve label retention,
maka dia akan memutuskan ikatan yang diterima dari LSR
downsream yang bukan merupakan next-hop router untuk sebuah
prefix tujuan. Oleh karena itu, dengan metode liberal retention,
sebuah LSR bisa hampir segera memulai meneruskan labeled
packet setelah IGP convergence, di mana jumlah label yang
diurus untuk tujuan tertentu sangat besar, sehingga memakan
45
memory. Dengan menggunakan conservatieve label retention,
label-label yang diurus merupkan label-label dari LDP atau TDP
tetangga yang telah sah, sehingga menghemat memory.
2.8.6. Frame-Mode MPLS
Dalam cara ini, router yang menjalankan MPLS menukar paket-
paket IP dengan labeled packet satu sama lain dalam sebuah domain
MPLS. Konektivitas pada Data Link Layer dalam frame-mode MPLS
domain dibangun menggunakan serial HDLC/PPP, Ethernet, atau
ATM. ATM menggunakan cell untuk mentranmisikan paket-paket IP.
Perhatikan bahwa di situ mungkin ada link ATM dalam domain
MPLS, itu mungkin untuk menjalankan IP point-to-point link (routed
PVCs). Dalam hal ini, link ini tetap disebut sebagai frame-mode MPLS
dan bukan cell-mode MPLS, walaupun protokol layer 2-nya adalah
ATM.
Gambar 2.25 Frame-Mode MPLS Forwarding
46
Gambar 2.9 menggambarkan penerusan sebuah paket data dengan
tujuan 172.16.10.0 melewati domain MPLS, di mana E-LSR R4
memasang label L3 (next-hop label yang dipelajari dari LSR
downstream) dan meneruskan labeled packet ke LSR downstream R3.
R3 menukar ingress label L3 untuk egress label L2. Pada L2, ingress
label L2 memetakan ke implicit-null label. Oleh karena itu, LSR R2
melepaskan top label (L2) dan meneruskan paket IP yang dihasilkan
ke E-LSR R1.
2.8.7. Cell-Mode MPLS
Ketika menggunakan ATM untuk menghubungkan peralatan,
MPLS menggunakan cells, bukan frame. Cells digunakan untuk
menstranspor informasi data plane. Ketika label ATM digunakan pada
inti MPLS, mode operasinya disebut cell-mode MPLS.
Gambar 2.26 Data Plane Operation: Cell-Mode MPLS
Operasi data plane pada cell-mode MPLS adalah sebagai berikut:
1. Ketika sebuah paket data ditujukan ke jaringan 172.16.10.0
diterima di R2, R2 akan memasang sebuah outgoing label 1/L3
dan meneruskan ke downstream ATM LSR A2 yang sama.
47
2. LSR A2 akan melakukan pencarian LFIB dan menggantikan top
label 1/L3 dengan next-hop label 1/L2 dan meneruskan cells ke
ATM LSR A1.
3. LSR A1 juga melakukan pencarian LFIB dan menggantikan top
label dengan next-hop label 1/L1 dan meneruskannya ke ATM E-
LSR R1. Perhatikan bahwa berbeda dengan frame-mode MPLS,
LSR 2-hop di belakang tidak melepaskan top label, melainkan
meneruskannya ke E-LSR. Oleh karena itu, ketika sedang
menerima cells tersebut, ATM E-LSR akan melepaskan label-nya
dan melakukan pencarian untuk mengidentifikasikan jalur ke
jaringan tujuan 172.16.10.0/24, yang terkoneksi secara langsung.
2.9 Virtual Private Network MPLS (VPN MPLS)
2.9.1. Pendahuluan
Teknologi MPLS sudah banyak diadopsi oleh para service
provider (SP) untuk diimplementasikan dengan VPN untuk
menghubungkan antarcabang perusahaan. Di sini akan dijelaskan
sedikit fondasi dan menunjukkan bagaimana cara untuk menyediakan
layanan VPN ke pelanggan.
2.9.2. Kategori VPN
VPN pada umumnya digunakan oleh SP untuk menggunakan
infrastrutur fisik dalam mengimplementasikan point-to-point links
antar cabang perusahaan. Jaringan pelanggan yang diimplementasi
48
dengan VPN akan terdiri dari kawasan jelas di bawah pengawasan
pelanggan yang disebut dengan customer sites yang terhubung satu
sama lain melalui jaringan SP. Biaya pengimplementasian tergantung
pada jumlah site yang akan dihubungkan.
Frame Relay dan ATM merupakan teknologi pertama yang
mengadopsi VPN. Pada umumnya, VPN terdiri dari 2 wilayah, yaitu :
1. Jaringan customer, terdiri dari router-router pada setiap site
pelanggan yang disebut dengan customer edge (CE) router.
2. Jaringan provider, digunakan oleh SP untuk menawarkan
dedicated point-to-point links melalui jaringannya. Router yang
terhubung langsung dengan CE disebut dengan provider edge
(PE) router. Selain itu juga terdapat router pada jaringan tulang-
punggungnya yang disebut dengan provider (P) router.
Berdasarkan partisipasi SP terhadap routing di pelanggan,
implementasi VPN dapat dibagi menjadi :
1. Overlay VPN – Pada model ini provider menghubungkan
antarcabang perusahaan dengan menggunakan jaringan pribadi
yang emulated, provider tidak mencampuri proses routing di sisi
pelanggan. Provider hanya bertugas untuk menyediakan layanan
data dengan menggunakan virtual point-to-point links yang
dikenal dengan istilah Layer 2 Virtual Circuit.
49
Gambar 2.27 Overlay VPN
2. Peer-to-Peer VPN – Dikembangkan untuk mengatasi kelemahan
pada model Overlay dan mengoptimalkan transportasi data
melewati jaringan tulang punggung SP. Oleh karena itu, SP juga
ikut aktif dalam proses routing di sisi pelanggan. Model ini tidak
memerlukan kreasi dari virtual circuit.
Gambar 2.28 Peer-to-Peer VPN
50
2.9.3. Arsitektur dan Terminologi VPN MPLS
Pada arsitektur VPN MPLS, edge router membawa informasi
routing pelanggan dan mengoptimalkan proses routing pada
pelanggan, sedangkan data diteruskan ke cabang-cabang perusahaan
melalui jaringan tulang punggung SP yang berbasiskan MPLS. Model
VPN MPLS juga mencegah pengalamatan yang tumpang-tindih atau
overlapping.
Domain jaringan VPN MPLS, seperti jaringan VPN tradisional,
terdiri dari jaringan pelanggan dan provider. Model jaringan VPN
MPLS mirip dengan model peer-to-peer VPN. Bagaimanapun juga,
traffic pelanggan terisolasi pada router PE yang sama yang
menyediakan konektivitas ke dalam jaringan SP bagi banyak
pelanggan. Komponen-komponen dari jaringan VPN MPLS dapat
dilihat pada gambar 2.13.
Gambar 2.29 Arsitektur Jaringan VPN MPLS
Komponen-komponennya utama arsitektur VPN MPLS adalah :
51
1. Jaringan pelanggan, biasanya merupakan wilayah kekuasaan
pelanggan. Jaringan pelanggan untuk Customer A adalah CE1-A
dan CE2-A bersama dengan peralatan-peralatan yang terdapat
pada sisi 1 dan 2 Customer A.
2. Router CE, merupakan router yang terdapat pada jaringan
pelanggan yang terhubung langsung dengan jaringan SP. Pada
gambar 2.13, router-router CE Customer A adalah CE1-A dan
CE2-A, dan router-router CE Customer B adalah CE1-B dan
CE2-B.
3. Jaringan provider, merupakan wilayah kekuasaan provider yang
terdiri dari router-router PE dan P. Jaringan ini mengontrol
routing traffic antarsisi pelanggan. Pada gambar 2.13, jaringan
provider terdiri dari router-router PE1, PE2, P1, P2, P3, dan P4.
4. Router PE, merupakan router yang terdapat pada jaringan
provider yang terhubung langsung ke router CE. Pada gambar
2.13, PE1 dan PE2 adalah router PE.
5. Router P, merupakan router yang terdapat pada jaringan tulang
punggung provider yang terhubung langsung baik dengan router
PE maupun router P. pada gambar 2.13, router P1, P2, P3, dan P4
adalah router P.
2.9.4. Model Routing pada Jaringan VPN MPLS
Implementasi dari VPN MPLS sangatlah mirip dengan
implementasi model peer-to-peer router dedicated. Dari sisi router
52
CE, hanya update IPv4 dan data, yang diteruskan ke router PE. Router
CE tidak perlu dikonfigurasi sebagai router yang MPLS-enabled untuk
menjadi bagian dari domain VPN MPLS. Yang diperlukan router CE
hanyalah routing protocol yang memungkinkannya untuk menukar
informasi routing IPv4 dengan router PE.
Pada implementasi VPN MPLS, router PE berfungsi banyak hal.
Yang pertama, router PE harus bisa mengisolasi traffic pelanggan jika
terdapat lebih dari satu pelanggan yang terhubung ke router PE. Oleh
karena itu, setiap pelanggan diberi routing table independent yang
mirip dengan router PE. Routing bisa melewati jaringan tulang
punggung SP karena menggunakan proses routing yang terdapat pada
global routing table. Router-router P menyediakan label switching
antara router-router PE dan tidak menyadari adanya rute-rute VPN.
Router-router CE pada jaringan pelanggan tidak peduli dengan router
P dan, oleh sebab itu, topologi bagian dalam jaringan SP adalah tidak
terlihat bagi pelanggan. Gambar 2.14 menggambarkan fungsionalitas
dari router PE.
53
Gambar 2.30 Fungsionalitas Router PE
Router-router PE hanya bertugas dalam label switching paket-
paket. Mereka tidak membawa rute-rute VPN and tidak ikut serta
dalam routing VPN MPLS. Router-router PE menukar rute-rute IPv4
dengan router-router CE menggunakan konteks individual routing
protocol. Untuk memungkinkan jaringan melayani banyak VPN
pelanggan, multiprotocol BGP (MP-BGP) harus dikonfigurasi pada
router-router PE untuk membawa rute-rute pelanggan.
2.9.4.1 Virtual Routing and Forwarding (VRF)
Pengisolasian pelanggan dilakukan oleh router PE
dengan menggunakan tabel Virtual Routing and Forwarding
(VRF). Pada intinya, ini sama dengan menggunakan beberapa
router untuk menangani pelanggan-pelanggan yang terhubung
ke jaringan provider. Fungsi dari tabel VRF mirip dengan
tabel routing global, kecuali bahwa tabel VRF berisi semua
rute yang menuju ke VPN khusus. Jumlah dari VRF terbatas
oleh jumlah interface yang terdapat pada suatu router, dan
sebuah interface tunggal (logika maupun fisik) hanya bisa
54
diasosiasikan dengan sebuah VRF. Interface yang akan
diasosiasikan dengan VRF harus bisa mendukung Cisco
Express Forwarding (CEF).
VRF berisi tabel routing IP sama dengan tabel routing
IP global, sebuah tabel CEF, daftar interface-interface yang
merupakan bagian dari VRF, dan sejumlah peraturan yang
membatasi pertukaran routing protocol pada router-router
CE.
Gambar 2.31 Implementasi VRF pada Router PE
2.9.4.2 Route Distinguisher (RD)
Route Distinguisher (RD) berfungsi untuk
memungkinkan memindahkan data antar kedua sisi pelanggan
melewati jaringan tulang punggung SP.
Format RD adalah 64-bit unique identifier yang
digabungkan dengan 32-bit customer prefix atau route yang
55
diperoleh dari router CE, yang membentuk 96-bit address
yang bisa dibawa melewati router-router PE pada domain
MPLS. Oleh karena itu, sebuah RD yang unik dikonfigurasi
untuk setiap VRF pada router PE. Pengalamatan yang
dibentuk oleh 96-bit tersebut disebut dengan VPN version 4
(VPNv4) address.
Pengalamatan VPNv4 ditukarkan di antara router-router
PE pada jaringan SP digabung dengan pengalamatan IPv4.
Pada gambar 2.16, RD bisa ditulis dengan 2 format. Jika SP
tidak memiliki nomor AS BGP, format pengalamatan IPv4
bisa digunakan, dan jika jaringan SP memiliki nomor AS,
format dari nomor AS bisa digunakan.
Gambar 2.32 Route Distinguisher
2.9.4.3 Multiprotocol BGP (MP-BGP)
Protokol yang digunakan untuk menukar rute-rute
VPNv4 adalah multiprotocol BGP (MP-BGP). Router-router
PE harus menjalankan protokol routing IGP, yang pada saat
ini Cisco mendukung OSPFv2 dan IS-IS pada jaringan MPLS
SP. MP-BGP juga bertugas untuk memberi label VPN, serta
56
memungkinkan penggunaan pengalamatan VPNv4 pada
lingkungan router VPN MPLS yang memungkinkan
overlapping pengalamatan dengan beberapa pelanggan.
2.9.4.4 Route Targets (RT)
Route Targets (RT) merupakan pengenal tambahan yang
digunakan pada domain VPN MPLS yang
mengidentifikasikan keanggotaan VPN dari rute-rute yang
dipelajari pada sisi tersebut. RT diimplementasikan dengan
cara meng-encoding 16-bit urutan teratas dari BGP extended
community (total 64-bit) dengan sebuah nilai yang
berhubungan dengan keanggotaan VPN pada sisi tertentu.
Ketika sebuah rute VPN yang dipelajari dari sebuah router CE
disuntikkan ke BGP VPNv4, sebuah daftar atribut-atribut
route target extended community diasosiasikan dengannya.
Export route target digunakan sebagai identifikasi dari
keanggotaan VPN dan diasosiasikan ke setiap VRF. Import
route target diasosiasikan dengan setiap VRF dan
mengidentfikasi rute-rute VPNv4 yang akan diimpor ke VRF
untuk pelanggan tertentu. Format dari RT mirip dengan format
RD. Interaksi antara nilai-nilai RT dan RD pada domain VPN
MPLS sebagai update diterjemahkan sebagai sebuah update
MP-BGP.
57
2.9.4.5 Address Famiiy (AF)
Sebuah Address Family (AF) adalah protokol Network
Layer yang terbatas. Sebuah Address Family Identifier (AFI)
membawa sebuah identitas dari protokol Network Layer yang
berhubungan dengan pengalamatan jaringan pada atribut-
atribut multiprotocol di BGP.
2.10 Quality of Service (QoS)
Quality of Service (QoS) adalah sebuah bagian integral dari jaringan-
jaringan besar untuk memungkinkan pembedaan terhadap layanan-layanan,
serta untuk menentukan prioritas-prioitas terhadap berbagai kelas-kelas traffic.
Semakin bertambahnya penggunaan teknologi VoIP oleh perusahaan-
perusahaan besar, keperluan untuk pembedaan layanan oleh provider telah
menjadi hal yang sangat berarti. Pada skripsi ini, model QoS yang kami
gunakan untuk diaplikasikan ke jaringan MPLS adalah model Differentiated
Services (Diff-Serv).
Langkah-langkah awal dalam pengimplementasian QoS adalah :
1. Membuat klasifikasi traffic berdasarkan kriteria predefined atau user-
defined.
2. Mengkonfigurasi QoS policies pada peralatan untuk setiap kelas-kelas yang
belum atau telah didefinisi.
3. Mengasosiasikan QoS policy/policies pada sebuah interface.
Pada model Diff-Serv, router dikonfigurasikan QoS policy yang bisa
diimplementasikan pada sebuah kelas traffic. Mekanisme ini, di mana router
58
mengklasifikasi dan kemudian mengimplementasikan QoS policy berdasarkan
klasifikasi, sering disebut sebagai Per-Hop-Behavior (PHB) dari router.
2.10.1. Classification and Marking
Klasifikasi adalah langkah awal dalam mengimplementasi QoS.
Kriteria yang digunakan mengklasifikasi data adalah nilai dari IP
Header, seperti rentang alamat IP, IP Precedence, DSCP, CoS, bit
MPLS EXP.
Selain itu, router juga bisa melakukan marking terhadap paket
yang akan dipetakan ke kelas tertentu. Dalam proses marking, router
akan mengasosiasikan paket sebuah parameter unik setelah
pengidentifikasian kelas-kelas traffic. Parameter unik ini akan
digunakan oleh router-router secara berturut-turut untuk
mengidentifikasi atau mengklasifikasi traffic. Pilihan-pilihan marking
umum yang tersedia pada router-router dan switch-switch Cisco
adalah IP Precedence, DSCP, CoS, bit ToS, grup QoS, dan nilai
MPLS EXP.
2.10.2. Hubungan antara IP Precedence, DSCP, dan ToS
Pada gambar 2.33 menunjukkan header paket IP dengan 8-bit
field type of service (ToS). Field ToS banyak digunakan untuk
menyediakan QoS pada jaringan IP. Namun, sejak munculnya model
Diff-Serv, field ToS telah diganti dengan IP Precedence atau nilai
DSCP.
59
Gambar 2.33 Header Paket IP
Urutan 3-bit pertama dari field ToS dipetakan ke nilai IP
Precedence. Nilai-nilai predefined yang digunakan untuk
mengidentifikasi IP Precedence dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.1 Nilai-Nilai IP Precedence
Nilai-nilai IP Precedence yang paling penting dalam
implementasi QoS adalah Critical, Flash Override, dan Flash. Pada
umumnya Critical (5) digunakan untuk traffic VoIP atau traffic Real-
60
Time/Time-Sensitive, Flash Override (4) untuk traffic video, dan Flash
(3) untuk traffic kelas data yang lebih tinggi. Pada umumnya, semua
traffic lainnya dipetakan ke traffic best-effort atau routine (0).
DSCP adalah perluasan dari IP Precedence dan masih bisa
dikodekan sebagai nilai ToS pada header IP. Nilai DSCP adalah IP
Precedence ditambah dengan variabel Delay, Throughput, dan
Reliable. Pada implementasi DSCP, variabel delay dan throughput
disebut drop probability. Nilai-nilai drop probability dapat dilihat pada
Tabel 2.3. Bit reliability, pada saat ini, tidak digunakan pada
implementasi DSCP dan selalu diset 0. Nilai-nilai DSCP yang sering
digunakan adalah kelas-kelas expedited forwarding (EF) dan assured
forwarding (AF).
Tabel 2.2 Nilai-Nilai Drop Probability
Pada gambar 2.34, kelas EF dipetakan secara langsung ke nilai 5
dari IP Precedence. Gambar 2.34 juga menunjukkan kelas AF di mana
nilai 4 dari IP Precedence digunakan sebagai 3-bit teratas kelas AF.
61
Gambar 2.34 Kelas-Kelas DSCP
2.10.3. MPLS EXP Bit Marking
Ketika menjelajah dari sebuah domain IP ke domain MPLS, IP
QoS dapat dipetakan ke MPLS QoS dengan menggunakan bit MPLS
EXP pada label-label MPLS. 3-bit MPLS EXP dipetakan satu per satu
dengan 3-bit IP Precedence.
2.10.4. Congestion Management
Congestion Management merupakan proses antrian paket-paket
secara selektif pada router-router sehingga paket-paket dengan
prioritas yang lebih tinggi yang diasosiasikan ke sebuah kelas akan
ditransmisikan terlebih dahulu ketika terjadi congestion.
62
Stategi-strategi antrian yang tersedia adalah Priority Queuing
(PQ), Custom Queuing (CQ), Weighted Fair Queuing (WFQ), Class-
Based Weighted Fair Queuing (CBWFQ), Low Latency Queuing
(LLQ), dan Modified and Weighted Deficit Round Robin (hanya pada
Cisco 12000 series).
2.10.5. Congestion Avoidance
Congestion Avoidance merupakan proses menjatuhkan /
membuang paket-paket secara selektif berdasarkan antrian paket-paket
yang terlebih dahulu mencapai 100% dari panjang antrian maksimal.
Proses manjatuhkan semua paket-paket ketika antrian penuh disebut
tail-drop.
Mekanisme yang digunakan untuk congestion avoidance disebut
Weighted Random Early Detection (WRED), yang secara luas
penggunaannya mengatasi masalah tail-drop pada sebuah router.
Ketika antrian terjadi pada sebuah interface router, tail-drop terjadi
per antrian ketika WRED tidak digunakan. Dengan adanya WRED,
panjang antrian tidak akan pernah mencapai 100%, oleh karena itu,
tail-drop tidak akan pernah terjadi. Kemungkinan-kemungkinan
WRED yang berbeda juga dapat diasosiasikan pada berbagai macam
antrian pada sebuah interface yang memungkinkan penjatuhan yang
berbeda atas paket-paket untuk setiap kelas yang diasosiasikan dengan
sebuah antrian tertentu.
63
2.10.6. Traffic Policing and Shapping
Proses memaksakan sebuah peraturan dengan cara membuang
paket-paket berdasarkan sebuah sifat traffic yang diasosiasikan dengan
sebuah kelas dapat dilakukan dengan menggunakan policing dan atau
shapping. Pada umumnya, policing dan shapping adalah sama kecuali
bahwa policing menjatuhkan semua paket yang tidak menyesuaikan
diri dengan sebuah policy sedangkan shapping terhadap paket-paket
yang tidak menyesuaikan diri dengan sebuah policy QoS. Oleh karena
itu, policing merupakan sebuah prosedur agresif di mana semua paket
yang melampaui batasan bandwidth tertentu akan dijatuhkan.
2.10.7. Mekanisme QoS
Mekanisme QoS yang dapat dilakukan pada sebuah paket, juga
disebut sebagai PHB, bisa terdiri dari fungsi-fungsi berikut ini :
1. Classification
2. Marking
3. Congestion Management - Queuing
4. Congestion Avoidance – Selective Dropping
5. Traffic Policing and Shapping
64
Gambar 2.35 Mekanisme QoS
Seperti yang terlihat pada gambar 2.35, classification dan marking
pada dasarnya dilakukan pada ingress. Pada beberapa kasus,
classification bisa juga dilakukan pada egress. Congestion
management, avoidance, dan traffic shapping dan policing biasanya
dilakukan pada egress. Perhatikan bahwa policing juga dapat
dilakukan pada ingress, tetapi shapping tidak bisa diimplementasikan
pada ingress.
2.10.8. MPLS QoS Operating Modes
Banyak cara yang bisa digunakan untuk mengimplementasi QoS
pada jaringan MPLS. Hal ini disebut dengan MPLS QoS tunnel modes
of operation.
Pada implementasi QoS pada MPLS terdapat beberapa kondisi,
antara lain :
1. IP2MPLS – kondisi di mana paket bergerak dari domain IP ke
domain MPLS.
65
2. MPLS2MPLS – kondisi di mana paket bergerak dalam domain
MPLS. Kondisi ini terdiri dari kondisi push, swap, dan pop.
3. MPLS2IP – kondisi di mana paket bergerak dari domain MPLS
ke domain IP.
2.10.8.1 Uniform Mode
Pada mode ini, semua perubahan yang terjadi pada kelas
sebuah paket, IP Precedence, DSCP, nilai MPLS EXP, ketika
paket memasuki infrastruktur jaringan SP akan dilakukan
ketika paket berupa propagated downstream. Nilai dari IP
Precedence-nya disalin ke nilai label EXP ketika paket berada
pada kondisi IP2MPLS. Ketika paket berada pada kondisi
MPLS2IP, nilai EXP dari top label (karena ada kemungkinan
labeled packet memiliki lebih dari satu label) akan disalin ke
nilai IP Precedence dari paket IP.
Operasi yang paling penting pada implementasi mode
Uniform adalah ketika berada pad kondisi MPLS2MPLS
PUSH di mana sebuah label dipakai ke sebuah already
labeled packet. Pada kondisi MPLS2MPLS SWAP, ketika
sebuah label ditukar, nilai EXP pada label terbaru akan
diberikan nilai yang sama. Pada kondisi MPLS2MPLS POP,
nilai dari MPLS EXP disalin ke label stack dibawahnya.
Mode ini banyak dipakai pada skenario CE yang teratur.
66
Gambar 2.36 Uniform Mode
Pada gambar 2.36, paket IP yang ditujukan ke CE1-A
dari CE2-A diberikan label stack, label-label ditandai dengan
sebuah nilai EXP 5 yang dipetakan ke IP Precedence paket IP
ingress pada PE2-AS1. P3-AS1 menandai ulang nilai EXP top
label dari nilai 5 menjadi 3 pada proses label swapping. P2-
AS1 melakukan proses MPLS2MPLS swapping sederhana
dan meneruskannya ke P1-AS1. P1-AS1 membuang top label
pada label stack (penultimate hop popping). Pada proses ini,
nilai EXP dari top label disalin ke label dibawahnya. PE1-
AS1 menerima labeled packet dan menuliskan nilai IP
Precedence dari paket IP yang keluar menjadi 3.
2.10.8.2 Pipe Mode
Cara kerja Pipe Mode mirip dengan Uniform Mode
kecuali pada saat berada pada kondisi MPLS2IP, nilai dari
67
EXP dari top label tidak disalin ke nilai IP Precedence pada
paket IP. Mode ini digunakan bila QoS yang
diimplementasikan oleh SP diinginkan bersifat independent
terhadap QoS policy pelanggan.
Gambar 2.37 Pipe Mode
Sebagai perbandingan terhadap Uniform Mode, ketika
mengimplementasi Pipe Mode, gambar 2.37, PE1-AS1 tidak
menyalin nilai EXP label ingress ke nilai IP Precedence pada
paket IP egress. Bagaimanapun, karakteristik dari antrian
labeled packet masih bergantung pada nilai EXP label ingress
yang disalin ke nilai qos-group. Oleh karena itu, QoS PHB
pada paket yang sama di domain IP dan domain MPLS adalah
independent satu sama lain.
2.10.8.3 Short Pipe Mode
Pada mode ini, perbedaan muncul di sisi egress pada
kondisi MPLS2IP. Pada mode ini, PHB milik paket tidak tidak
diasosiasikan ke nilai EXP pada ingress labeled packet tetapi
68
hanya pada nilai IP Precedence/DSCP dari paket IP. E-LSR
tidak tidak mempertahankan salinan nilai EXP pada ingress
labeled packet dalam variabel qos-group, yang bisa digunakan
untuk mengidentifikasi egress PHB dari paket IP. Prosedur ini
diimplementasikan ketika QoS diasosiasikan dengan paket
yang perlu menyesuaikan diri dengan QoS policy milik
pelanggan.
2.10.8.4 Long Pipe Mode
Long Pipe Mode adalah variasi dari Pipe Mode;
perbedaannya adalah pada link-link antara PE-CE, paket-paket
diteruskan menggunakan label/label stack marking dan link
tersebut juga merupakan bagian dari domain QoS MPLS.
Model ini banyak diimplementasikan pada arsitektur carrier
supporting carrier (CSC).
Gambar 2.38 Long Pipe Mode
Pada gambar 2.38, ketika sebuah labeled packet diterima
oleh CE1-AS2 dari CE2-AS2, label diasosiasikan dengan
69
tujuan, dan nilai EXP pada label disalin sebagai nilai IP
Precedence dari paket IP ingress. Ketika PE2-AS1 menerima
ingress labeled packet, label stack-nya diaplikasikan dengan
nilai EXP sama dengan nilai EXP pada label ingress.
Perhatikan bahwa meskipun P3-AS1 menulis ulang nilai EXP
dari top label menjadi 2 (dari 3) pada saat label disposition
pada P1-AS1, nilai ini tidak disalin kembali ke label stack.
PE1-AS1 melakukan fungsi MPLS2MPLS label swapping
dengan pemetaan langsung ke bit EXP. Ketika CE1-AS2
menerima labeled packet tersebut, router tersebut bisa
melakukan PHB berdasarkan nilai EXP dari ingress labeled
packet atau nilai dari IP Precedence pada paket IP.