bab 2 landasan teori 2.1 pengantar tentang supply chain...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management
Tantangan yang dihadapi dunia manufaktur berubah dan semakin berat dari masa
ke masa. Tahun 70 – 80-an persaingan dunia manufaktur meningkat seiring dengan
munculnya perusahaan-perusahaan baru. Keunggulan bersaing pada era ini tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan sebuah industri untuk menciptakan banyak output per
satuan waktu atau sering kali disebut dengan produktivitas. Produktivitas memang tetap
penting tetapi tidak cukup sebagai bekal untuk bersaing di pasar. Praktisi industri,
konsultan mauppun akademisi kemudian mulai ramai membicarakan cara-cara untuk
meningkatkan kualitas produk. Pengendalian kualitas tidak lagi cukup hanya dilakukan
dengan model inspeksi produk, tetapi lebih fundamental dengan melihat proses. Bahkan
orang mulai sadar bahwa kualitas produk juga tidak lepas dari kualitas bahan baku yang
dikirim oleh supplier. Muncullah kemudian konsep dan teknik pengendalian kualitas
seperti statistical process control (SPC) dan total quality management (TQM).
Seiring dengan pasar yang semakin meng-global, pelaku industripun mulai sadar
bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di
internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Segala aspek tersebut
membutuhkan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengolah bahan baku
menjadi komponen, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari supplier
ke pabrik, serta jaringan distribusi yang akan menyampaikan produk ke tangan
pelanggan. Kesadaran akan pentingnya peran semua pihak dalam menciptakan produk
14
yang murah, berkualitas, dan cepat inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun
1990-an yaitu supply chain management (SCM).
2.1.1 Supply Chain dan Supply Chain Management
Menurut Chopra dan Meindl (2001) supply chain terdiri dari segala pihak yang
terlibat secara langsung maupun tidak, dalam memenuhi permintaan konsumen. Supply
chain tidak hanya meliputi produsen dan pemasok, tetapi juga pengusaha, gudang,
pengecer, dan pelanggan itu sendiri.
Menurut Pujawan (2005, p5) supply chain adalah jaringan perusahaan-
perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan
suatu produk ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya
termasuk supplier, pabrik, distributor, toko atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik.
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Misalnya bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik. Setelah produk selesai
diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke
pemakai akhir. Kedua, aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang
ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Misalnya informasi tentang persediaan produk yang masih ada di masing-masing
supermarket sering dibutuhkan oleh distributor maupun pabrik. Perusahaan harus
membagi informasi seperti ini supaya pihak-pihak yang berkepentingan bisa memonitor
untuk kepentingan perencanaan yang lebih akurat.
15
Istilah supply chain management pertama kali dikemukakan oleh Oliver &
Weber pada tahun 1982 (Oliver & Weber, 1982; Lambert et al. 1998). Bila supply chain
adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok
bahan baku, memproduksi barang, maupun mengirimkannya ke pemakai akhir, maka
SCM adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu ditekankan
bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang terintegrasi dengan dasar
semangat kolaborasi.
SCM menurut Martin Christopher (1998) adalah jaringan organisasi yang
melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang
berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan. Contoh :
pabrik pembuat kemeja adalah 2 bagian supply chain yang menghubungkan upstream
(melalui pengusaha kain kepada pengusaha serat / kapas) dan downstream (melalui
distributor dan retail pada pelanggan akhir).
Menurut Simchi-Levi et al. (1999, p.l) SCM merupakan serangkaian pendekatan
yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang (warehouse) dan
tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan
didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk
memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan.
Menurut Schonsleben (2003, p84) supply chain management adalah strategi dan
hubungan jangka panjang yang terkoordinasi diantara seluruh jaringan logistik
perusahaan dalam hal pengembangan, produksi, pembelian maupun inovasi. Setiap
perusahaan tersebut secara aktif berkompetensi pada bidangnya masing-masing untuk
mendistribusikan produknya dengan waktu sesingkat mungkin sehingga berpengaruh
pada jaringan supply chain secara keseluruhan.
16
Jadi, supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal
sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan
dengan perusahaan-perusahaan partner. Diperlukan koordinasi dan kolaborasi antar
perusahaan pada supply chain karena perusahaan-perusahaan yang berada pada suatu
supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama, mereka harus
bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya tepat waktu, dan
dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerja sama antara elemen-elemen pada
supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Maka banyak orang berpendapat bahwa
persaingan dewasa ini bukan lagi antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain,
tetapi antara supply chain yang satu dengan supply chain yang lain. Sebuah pabrik yang
sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila supplier-nya tidak mampu memenuhi
pengiriman tepat waktu. Tujuan utama SCM adalah mengurangi atau bahkan
menghilangkan persediaan buffer yang terlibat antara beberapa departemen dalam satu
rantai dengan cara saling membagi informasi mengenai demand dan persediaan yang ada
sekarang. Ada benarnya perkataan orang bahwa ”a supply chain is as strong as its
weakest link”. Jadi dalam supply chain, pabrik perlu memberikan bantuan teknis dan
manajerial terhadap para supplier-nya karena pada akhirnya ini akan menciptakan
kemampuan bersaing keseluruhan supply chain.
Dari definisi diatas juga dapat dilihat bahwa semangat kolaborasi dan koordinasi
pada supply chain tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan kepentingan tiap individu
perusahaan. SCM yang baik bisa meningkatkan kemampuan bersaing bagi supply chain
secara keseluruhan, namun tidak menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka
panjang. Hubungan jangka panjang memungkinkan semua pihak untuk menciptakan
kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta karena
17
hubungan jangka panjang, dan berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk mendapatkan
perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat dalam mengevaluasi
calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar. Oleh karena itu diperlukan pengertian,
kepercayaan, dan aturan main yang jelas. Misalnya, ketika suatu perusahaan mau
membagi informasi secara transparan, perusahaan partner harus menjaga informasi
tersebut dari pihak-pihak yang bisa menyalahgunakannya. Namun orientasi jangka
panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus tetap diinterpretasikan secara
fleksibel dan ukuran jangka panjang tersebut berlaku sangat relatif, mengingat
lingkungan bisnis yang semakin dinamis dewasa ini.
2.1.2 Tantangan dalam Mengelola Supply Chain
Supply chain melibatkan sangat banyak pihak di dalam maupun di luar sebuah
perusahaan serta menangani cakupan kegiatan yang sangat luas. Dengan berbagai
ketidakpastian yang ada di sepanjang supply chain serta semakin tingginya persaingan di
pasar, supply chain management membutuhkan pendekatan dan model pengelolaan yang
tangguh untuk bisa tetap bertahan dalam dunia bisnis. Hal tersebut ditambah lagi dengan
berbagai aturan atau tuntutan dari pemerintah maupun masyarakat untuk menjaga aspek
lingkungan dalam kegiatan supply chain. Beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam
mengelola supply chain yaitu :
Tantangan 1. Kompleksitas struktur supply chain
Suatu supply chain umumnya sangat kompleks karena melibatkan banyak pihak
di dalam maupun di luar perusahaan yang sering kali memiliki kepentingan yang
berbeda-beda, bahkan seringkali bertentangan (conflicting) antara satu dengan yang
18
lainnya. Di dalam perusahaan sendiripun (antara divisi satu dengan yang lainnya)
perbedaan kepentingan tersebut sering muncul.
Tantangan 2. Ketidakpastian
Ketidakpastian merupakan sumber utama kesulitan pengelolaan suatu supply
chain. Ketidakpastian menimbulkan ketidakpercayaan diri terhadap rencana yang sudah
dibuat, sebagai akibatnya perusahaan sering menciptakan pengaman di sepanjang supply
chain. Pengaman tersebut bisa berupa persediaan (safety stock), waktu (safety time),
ataupun kapasitas produksi ataupun transportasi.
Berdasarkan sumbernya, ada tiga klasifikasi utama ketidak pastian pada supply
chain. Pertama adalah ketidakpastian permintaan. Misalnya pabrik mengalami
ketidakpastian pesanan dari distributor. Semakin ke hulu ketidakpastian permintaan
biasanya semakin meningkat. Peningkatan ketidakpastian atau variasi permintaan dari
hilir ke hulu pada suatu supply chain dinamakan bullwhip effect.
Ketidakpastian kedua berasal dari arah supplier, yang dapat berupa
ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku atau komponen,
ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang dikirim. Sedangkan ketidakpastian
ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa diakibatkan oleh kerusakan mesin,
kinerja mesin yang tidak sempurna, ketidakpastian tenaga kerja, serta ketidakpastian
waktu maupun kualitas produksi. Besarnya ketidakpastian yang dihadapi tiap-tiap supply
chain berbeda-beda. Gambar 2.1 memberikan ilustrasi ketidakpastian pada supply chain.
19
Ketidakpastian pasokan
Ketidakpastian pasokan
Ketidakpastian pasokan
Produkakhir
WIP
Produkakhir
Gambar 2.1 Ketidakpastian pada Supply Chain Menimbulkan Persediaan Pengaman Dimanapun
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
2.2 Permintaan dan Perencanaan Produksi
Menurut Pujawan (2005, p85-90) permintaan terhadap barang atau jasa adalah
awal dari semua kegiatan supply chain. Kegiatan produksi, pengiriman, perancangan
produk dan pembelian material dilaksanakan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
atau permintaan terhadap barang atau jasa dari pihak pelanggan.
Pada hampir semua situasi riil, besar dan waktu permintaan terhadap barang atau
jasa tidak mudah diketahui sebelum terjadi. Disisi lain, banyak aktivitas yang sudah
harus dikerjakan sebelum permintaan atau kebutuhan dari pelanggan teridentifikasi
dengan pasti.
Beberapa jenis produksi berdasarkan tingkatan persediaannya (Schonsleben,
2003 p160), antara lain sistem make to stock yang digunakan perusahaan dalam
memproduksi dan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk jadi (end product),
dan pengiriman dilakukan berdasarkan pesanan dari konsumen. Sedangkan make to
order meliputi kegiatan menyimpan persediaan sampai pada tahap produk setengah jadi
atau berupa produk bahan baku untuk dilakukan proses produksi kembali. Barang jadi
kemudian baru akan lanjut diproduksi apabila terdapat pesanan dari konsumen.
20
Pada perusahaan-perusahaan yang berproduksi dengan sistem make to stock,
kegiatan produksi, pembelian material, dan pengiriman produk ke toko atau tempat
penjualan dilakukan sebelum perusahaan tahu berapa produk akan terjual di masing-
masing toko atau tempat penjualan. Pada sistem produksi make to order, beberapa
aktivitas seperti perakitan akhir dan pembuatan komponen memang bisa ditunda sampai
ada permintaan definitif, namun tetap sebagian aktivitas seperti penyediaan bahan baku
dan kapasitas dilakukan atas dasar perkiraan atau peramalan. Dengan demikian, boleh
dikatakan tidak ada perusahaan yang bisa menghindar dari kegiatan memperkirakan atau
meramalkan permintaan untuk keperluan perencanaan aktivitas-aktivitas yang harus
dilakukan sebelum permintaan definitif datang dari pelanggan.
Pada banyak kasus, pola permintaan tidak mudah untuk dipenuhi secara efektif
oleh supply chain. Sebagai contoh, permintaan yang sifatnya musiman menyebabkan
sebagian dari permintaan tersebut terpaksa tidak bisa dipenuhi atau bisa dipenuhi dengan
biaya-biaya yang lebih tinggi. Oleh karena itu perusahaan harus sering kali secara
proaktif mengelola permintaan sehingga menjadi lebih mudah dipenuhi.
2.2.1 Peramalan Permintaan dan Pengelolaan Permintaan
Peramalan permintaan adalah kegiatan untuk mengestimasi besarnya permintaan
terhadap barang atau jasa tertentu pada suatu periode dan wilayah pemasaran tertentu.
Ramalan yang tidak akurat bisa menimbulkan berbagai permasalahan pada supply chain.
Kelebihan pasokan produk ke satu wilayah sementara kekurangan di wilayah lain,
kelebihan di suatu periode tetapi kekurangan di wilayah lain, atau kelebihan di produk A
sementara kekurangan produk B, dan sebagainya membuat service level yang rendah
maupun ongkos-ongkos persediaan yang tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan
21
efisiensi maupun efektifitas pada supply chain diperlukan cara-cara yang tepat untuk
meningkatkan akurasi peramalan permintaan. Peningkatan akurasi bisa dilakukan
dengan menggunakan metode peramalan yang lebih baik, mencari data yang lebih
komprehensif, melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak lain pada supply chain, serta
memilih tingkat agregasi yang tepat untuk tiga dimensi yang disebutkan diatas (wilayah,
waktu dan produk).
Kegiatan peramalan memiliki peran yang sangat kritis pada supply chain. Hanya
saja, walaupun ramalan dilakukan dengan baik dan hasilnya akurat, supply chain tidak
dijamin bisa memenuhinya dengan efektif dan efisien. Hal ini terutama terjadi kalau
permintaan memiliki pola yang fluktuatif. Walaupun fluktuasinya bisa diprediksi dengan
baik, biaya-biaya yang muncul pada supply chain bisa cukup besar bila fluktuasinya
tinggi. Oleh karena itu, disamping upaya untuk secara reaktif meramalkan permintaan
dan merespon hasil ramalan apapun polanya, supply chain harus lebih proaktif mencoba
membuat pola permintaan tersebut lebih stabil sehingga mudah untuk dipenuhi.
Pengelolaan permintaan (demand management) adalah upaya untuk membuat
permintaan lebih mudah dipenuhi oleh supply chain. Secara lebih spesifik bisa dikatakan
bahwa demand management adalah upaya untuk secara aktif meyakinkan bahwa profil
permintaan pelanggan memiliki pola yang halus sehingga mudah dan efisien untuk
dipenuhi. Dengan kata lain, kalau peramalan hanya melihat permintaan sebagai input
yang sudah ”given”, demand management melihat bahwa input tersebut harus diubah
polanya terlebih dahulu sebelum masuk ke proses peramalan, perencanaan produksi,
pengadaan bahan baku, produksi, dan pengiriman ke pelanggan. Gambar 2.2
mengilustrasikan bahwa pola permintaan yang asli sangat fluktuatif.
22
Demand Forecasting
Production Planning Production Delivery
Pemenuhan Pesanan
Demand Management
Gambar 2.2 Ilustrasi Demand Management dan Order Fulfillment Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Perusahaan tidak langsung menggunakan permintaan tersebut sebagai input
dalam kegiatan pemenuhan pesanan (mulai dari peramalan sampai pengiriman barang),
namun terlebih dahulu dipengaruhi sedemikian rupa sehingga lebih stabil polanya.
2.2.2 Instrumen untuk Mengelola Permintaan
Mengelola permintaan berarti mengubah pola permintaan sehingga memiliki
pola yang lebih menguntungkan bagi supply chain. Seperti halnya dengan pemasaran,
pemasaran tidak hanya berhubungan dengan mencari dan meningkatkan permintaan,
tetapi juga mengubah atau bahkan menurunkan permintaan (demarketing). Tujuan
demarketing (Kotler dan Armstrong, 2001, p18) bukanlah menghilangkan permintaan,
tetapi hanya mengurangi atau memindahkannya baik sementara maupun selamanya.
23
Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh supply chain untuk mempengaruhi
pola permintaan, antara lain:
• Promosi
Kegiatan promosi bisa dilakukan dengan bebagai cara, misalnya melalui iklan di
media cetak maupun media elektronik. Kegiatan promosi sudah teruji efektifitasnya
untuk meningkatkan volume penjualan selama periode tertentu. Promosi pada saat-saat
tertentu membuat volume permintaan meningkat baik segera setelah pada saat promosi
dilakukan ataupun secara perlahan dan tejadi beberapa lama setelah periode promosi
berakhir.
Bagi supply chain, kegiatan promosi bisa membuat pola permintaan lebih mudah
atau lebih sulit untuk dipenuhi. Kalau promosi dilakukan pada saat-saat permintaan lesu
dan efek promosi relatif cepat terhadap reaksi pasar maka supply chain akan
mendapatkan pola permintaan yang lebih rata. Sebaliknya kalau promosi justru
dilakukan pada saat-saat permintaan memang tinggi, supply chain justru akan
menghadapi permintaan yang lebih fluktuatif.
• Pricing
Kebijakan harga sebenarnya juga bisa diklasifikasikan sebagai bagian dari
instrumen promosi. Namun sebenarnya kebijakan pricing bisa memiliki tujuan yang
lebih luas dari sekedar promosi. Sebagai contoh, tarif telepon yang lebih mahal di siang
hari dibandingkan dengan waktu malam hari adalah cara untuk memindahkan sebagian
beban jaringan yang memang sibuk pada siang hari ke malam hari. Ada banyak kegiatan
pemakaian telepon, terutama untuk keperluan bisnis / kantor yang tidak bisa
dipindahkan ke malam hari, namun bagi mereka yang punya fleksibilitas waktu
24
menelpon akan cenderung melakukannya pada malam hari untuk mendapatkan harga
yang lebih murah.
• Shelf management
Posisi dan cara penempatan suatu barang di supermarket sering kali berpengaruh
terhadap penjualan barang tersebut. Barang yang letaknya tersembunyi, walaupun
sebenarnya menarik bagi banyak konsumen, tidak akan banyak laku karena tidak terlihat
oleh calon-calon pembeli. Oleh karena itu, produk yang baru diluncurkan atau yang
sedang punya program peningkatan penjualan, biasanya ditempatkan di tempat-tempat
yang terlihat jelas oleh para pengunjung toko atau supermarket.
• Deal structure
Deal structure ini meliputi persetujuan jual beli seperti boleh tidaknya produk
dikembalikan, term pembayaran, perlindungan harga, garansi, dan sebagainya. Bisa
tidaknya produk dikembalikan apabila tidak sesuai dengan keinginan pembeli akan
meningkatkan volume penjualan, namun penjual akan menanggung biaya pengembalian
yang lebih tinggi. Term pembayaran juga mempengaruhi keputusan pembeli.
Pembayaran yang bisa ditunda beberapa lama setelah barang diambil tentu akan lebih
menarik dibandingkan dengan persyaratan pembayaran langsung ketika barang diambil
oleh pembeli.
Selain iklan, terdapat alat promosi massal lainnya, yakni promosi penjualan.
Promosi penjualan terdiri dari insentif jangka pendek untuk mendorong pembelanjaan
atau penjualan produk atau jasa. Kalau iklan menyodorkan alasan untuk membeli suatu
produk atau jasa, maka promosi penjualan menekankan alasan mengapa konsumen harus
membeli sekarang juga. Alat promosi ini dapat membujuk pengecer atau pedagang
25
grosir untuk menjual sebuah merk, memberinya ruangan rak, mempromosikan dan
menyodorkan ke konsumen, oleh karena itu perusahaan sering kali harus menawarkan
pengurangan harga, keringanan, garansi beli-kembali, atau barang gratis untuk pengecer
dan pedagang grosir. Keringanan merupakan uang promosi yang dibayarkan perusahaan
kepada pengecer sebagai imbalan atas persetujuannya untuk menampilkan produk pabrik
dalam suatu cara. Pengurangan harga (diskon) atau termasuk juga pricing merupakan
pengurangan langsung dari harga barang pada pembelian selama suatu periode waktu
yang dinyatakan. Perusahaan juga dapat memberikan pengecer barang promosi khusus
yang mencantumkan nama perusahaan seperti pena, kalender, memo dan sebagainya.
Instrumen demand management tersebut hanya akan efektif digunakan apabila
perusahaan memahami dengan baik perilaku pembeli / pelanggan terhadap
pemberlakuan masing-masing instrumen tersebut. Misalnya perusahaan harus memiliki
pengetahuan, berdasarkan pengalaman masa lalu, efektifitas suatu promosi dalam
menggeser atau menaikkan volume penjualan. Demikian juga, pengaruh deal structure
dan instrumen-instrumen lain terhadap perilaku calon-calon pembeli mestinya diketahui
dengan baik. Di samping itu yang juga perlu diketahui adalah pengaruh reaksi pelanggan
yang berbeda terhadap ongkos-ongkos yang terjadi pada supply chain. Misalnya, apabila
promosi ternyata justru meningkatkan variabilitas permintaan dari waktu ke waktu maka
pengaruhnya terhadap biaya-biaya persediaan dan biaya-biaya kekurangan stok
(stockout costs) harus bisa dievaluasi.
26
2.3 Peramalan
Setiap saat, perusahaan membuat keputusan tanpa mengetahui apa yang akan
terjadi di masa yang akan datang, dan pihak perusahaan selalu berusaha untuk
mengurangi ketidakpastian tersebut dan selalu berusaha membuat perkiraan yang lebih
baik untuk apa yang terjadi di masa mendatang. Hal tersebut yang menjadi fungsi dari
sebuah peramalan.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk meramalkan kondisi yang akan
datang. Pada beberapa perusahaan umumnya perusahaan kecil, kegiatan peramalan
tersebut dilakukan secara subjektif berdasarkan intuisi dan pengalaman selama bertahun-
tahun. Selain itu juga terdapat beberapa metode peramalan secara kuantitatif. Gambar
2.3 menunjukkan beberapa metode peramalan yang umum digunakan.
Gambar 2.3 Tipe-Tipe Peramalan Sumber : Quantitative Analysis for Management, Barry Render
• Time Series Models
Model tersebut memprediksi ramalan yang akan datang dengan menggunakan
data historis dan mengasumsikan bahwa apa yang akan terjadi di masa yang akan datang
27
merupakan fungsi dari kondisi yang telah terjadi di masa lalu. Dengan kata lain, metode
time series melihat kembali kondisi yang terjadi pada periode waktu tertentu di masa
lalu dan menggunakan deretan data-data tersebut untuk membuat peramalannya.
• Causal Models
Model tersebut mengembangkan suatu sebab akibat antara variabel seperti
pemintaan yang diramalkan dengan variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi
peramalan dan menjadikannya suatu model peramalan. Data dari variabel-variabel
tersebut dikumpulkan dan di analisis untuk menentukan kevaliditasan dari metode
peramalan yang diusulkan. Model kausal juga menggunakan data historis seperti pada
model time series, tetapi faktor-faktor lainnya juga akan diperhitungkan.
• Qualitative Models
Model time series dan causal menggunakan data kuantitatif sedangkan model
kualitatif menggunakan pengambilan keputusan atau faktor subjektif pada model
peramalannya. Antara lain pendapat dari para ahli, pengalaman dan keputusan secara
personal, dan faktor-faktor subjektif lainnya. Model tersebut akan sangat berguna ketika
faktor subjektif sangat berperan atau ketika keakuratan data secara kuantitatif sulit
digunakan.
2.3.1 Teknik Peramalan untuk Data Musiman
Seasonal series (Hanke and Wichern, 2005 p76) didefinisikan sebagai model
time series dengan pola berulang yang terjadi dari tahun ke tahun. Salah satu cara untuk
mengembangkan peramalan seasonal (musiman) dengan metode dekomposisi, lalu
memperkirakan indeks musiman yang didapaatkan dari deretan data-data historis.
28
Beberapa teknik peramalan untuk data musiman meliputi classical decomposition,
Winter’s exponential smoothing, dan seasonal variations.
• Exponential Smoothing: Winter’s Method
Menurut Hanke (2005, p126) metode Winters’ yang merupakan penerapan
lanjutan dari metode Holt’s, terdapat tambahan satu perhitungan yang digunakan dengan
tujuan untuk memperkirakan faktor musiman, yang ditunjukkan pada rumus dibawah
ini:
1. The exponentially smoothed series or level estimate:
))(1( 11 −−−
+−+= ttst
tt TL
SY
L αα
2. The trend estimate:
11 )1()( −− −+−= tttt TLLT ββ
3. The seasonality estimate:
stt
tt S
LY
S −−+= )1( γγ
4. Forecast p periods into the future:
pstttpt SpTL +−+ +=Υ )(
Keterangan :
tL = Nilai pemulusan baru
α = Pemulusan tetap untuk tingkatan tersebut
tY = Nilai aktual untuk periode t (new observation)
β = Pemulusan tetap untuk perkiraan tren
tT = Perkiraan tren
29
γ = Pemulusan tetap untuk perkiraan musiman
tS = Perkiraan musiman
p = Jumlah periode yang akan diramalkan pada masa mendatang
s = Panjang musiman
pt+Υ = Peramalan untuk periode p pada masa yang akan datang
Perkiraan musiman ditunjukkan sebagai seasonal index dan dihitung dengan
rumus perkiraan musiman, tS . Pada rumus tersebut, tY dibagi dengan tL untuk
menciptakan indeks (rasio) yang dapat digunakan untuk menyesuaikan peramalan
dengan karakteristik musiman (naik dan turunnya permintaan pada periode tertentu).
Untuk memulai perhitungan rumus pertama, nilai dari tL , tT dan tS harus
ditentukan. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan yaitu dengan menentukan
perkiraan awal dari tingkat pemulusan sama dengan data pertama. Lalu tetapkan
perkiraan tren awal sama dengan nol dan musiman ditetapkan 1.0. Metode Winters’
memudahkan perhitungan untuk data musiman ketika data yang ingin diramalkan
memiliki pola musiman.
• Decomposition
Metode dekomposisi memiliki karakteristik yang memisahkan komponen dari
pola dasar yang cenderung mencirikan deret data. Proyeksi dari masing-masing
komponen dapat digabung untuk membuat peramalan time series masa mendatang.
Metode tersebut digunakan untuk peramalan jangka pendek maupun panjang.
Komponen time series tersebut adalah komponen trend, siklus (cyclical), musiman
(seasonal), dan acak (irregular/ random).
30
Trend merupakan komponen yang mewakili pertumbuhan (maupun penurunan
ataupun tidak berubah) dalam time series. Trend dapat timbul, sebagai contoh dari
perubahan populasi, inflasi, perubahan teknologi, dan kenaikkan produktivitas. Trend
dilambangkan dengan T.
Komponen siklus merupakan deretan fluktuasi yang menyerupai gelombang.
Perubahan kondisi ekonomi umumnya akan menciptakan siklus tersebut. Komponen ini
dilambangkan dengan C. akan tetapi komponen ini seringkali tidak dapat dipisahkan dari
komponen trend, dan sering dilambangkan menjadi T.
Fluktuasi musiman umumnya memiliki panjang yang konstan, ditemukan dalam
kuartal, bulanan atau data mingguan dan berulang tahun demi tahun. Pola tersebut
muncul akibat pengaruh cuaca, libur nasional dan event lainnya. Komponen musiman
dilambangkan dengan S.
Komponen irregular atau tidak beraturan terdiri dari fluktuasi yang acak atau
sukar diprediksi. Komponen irregular dilambangkan dengan I.
Dua buah model yang berhubungan antara komponen nilai observasi ( tY ) dari
time series dengan trend ( tT ), musiman ( tS ), dan irregular ( tI ) adalah model
komponen additive tttt ISTY ++= dan model komponen multiplicative
tttt ISTY ××= .
Model komponen additive terbaik digunakan apabila deret waktu memiliki
variabilitas (kelainan dari waktu maupun panjang musim) yang konstan selama panjang
deret tersebut. Sedangkan multiplicative digunakan ketika deret waktu semakin
mengalami kenaikkan variabilitas seiring dengan tingkatannya.
31
• Seasonal Variations
Metode seasonal variations (Render, Stair and Hanna, 2006 p165) memiliki ciri
mencari indeks musiman pada tahap awal, dengan cara mengatur data observasi (aktual)
agar setiap periode memiliki pola musiman yang serupa. Sebagai contoh data bulan
pertama pada tahun ini disejajarkan dengan data bulan pertama tahun sebelumnya.
Setelah sejajar, kemudian di rata-rata kan pada masing-masing bulan.
221 salesYsalesY +
Setelah memperoleh data average year demand setiap bulan, lalu cari average
monthly demand = 12
demandyear averageΣ
Akhirnya average seasonal index setiap bulan didapatkan dengan membagi
masing-masing average year demand dengan average monthly demand =
demandmonthly average(t) demandyear average
2.3.2 Statistik Ketepatan Peramalan
Menurut Render et al. (2006, p154) untuk mengetahui suatu metode peramalan
lebih baik dibandingkan dengan metode yang lain, data yang diramalkan dibandingkan
dengan data aktual (kenyataan). Kesalahan peramalan (atau deviasi) dijelaskan sebagai
berikut :
Kesalahan peramalan = nilai aktual – nilai yang diramalkan
Salah satu pengujian ketepatan peramalan adalah mean absolute deviation
(MAD). Pengujian tersebut dihitung dengan menjumlahkan nilai absolut dari kesalahan
peramalan (error) dan membaginya dengan jumlah kesalahan (n):
32
nMAD
errorforecast Σ=
Suatu cara lain untuk menguji ketepatan peramalan yaitu mean squared error
(MSE) dimana merupakan rerata dari squared errors:
nerrorMSE
2)(Σ=
Selain MAD dan MSE, terdapat mean absolute percent error (MAPE), yang
merupakan rerata dari nilai kesalahan (error) absolut yang ditunjukkan dalam persen
dari nilai aktual:
%100actualerror
×Σ
=n
MAPE
2.4 Manajemen Transportasi dan Distribusi
Pada kebanyakan produk yang kita gunakan, peran jaringan distribusi dan
transportasi sangatlah vital. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan
produk pindah dari lokasi dimana mereka diproduksi ke lokasi konsumen / pemakai
yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk mengirimkan
produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan dalam kondisi
yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya akan kompetitif di
pasar. Kemampuan untuk mengelola jaringan distribusi dewasa ini merupakan satu
komponen keunggulan kompetitif yang sangat penting bagi kebanyakan industri.
Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi bisa
mengandalkan cara-cara tradisional dalam mendistribusikan produk-produk mereka.
Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan
33
perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi dalam
jaringan distribusi mereka, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan dewasa ini.
Tekanan kompetisi serta kebutuhan pelanggan yang tinggi memaksa perusahaan-
perusahaan untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kegiatan distribusi dan
transportasi. Dewasa ini, jaringan distribusi tidak lagi dipandang hanya sebagai
serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik seperti pengangkutan dan
penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain secara
holistik dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi
dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah.
Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi supply
chain dewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus melakukan
pengiriman langsung ke pelanggan. Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan
oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi / transportasi
tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga.
2.4.1 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transportasi
Secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi dengan
berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen logistik,
sebagian lagi menggunakan istilah distribusi fisik (physical distribution). Apapun
istilahnya, secara umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah
mengantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana
mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktivitas
fisik yang secara kasat mata bisa kita saksikan, seperti menyimpan dan mengirim
produk, maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan
34
pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan untuk menciptakan
pelayanan yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari tingkat service level yang
dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta
pelayanan purna jual yang memuaskan.
Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan manufaktur
dengan membentuk bagian distribusi/transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak
ketiga. Dalam upayanya untuk memenuhi tujuan-tujuan diatas, siapapun yang
melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga), manajemen distribusi dan
transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri dari :
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.
Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue
perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat berbeda
antara satu dengan lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto 20/80 berlaku
disini. Artinya, hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan menyumbangkan
sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tidak bisa
menomorsatukan semua pelanggan. Dengan memahami perbedaan karakteristik dan
kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi
persediaan maupun kecepatan pelayanan. Misalnya, pelanggan kelas 1, yang
menyumbangkan pendapatan terbesar, memiliki target service level yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pelanggan kelas 2 atau kelas 3 yang kontribusinya jauh lebih
rendah.
2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.
Tiap mode transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai
keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Sebagai contoh, transportasi laut
35
memiliki keunggulan dari segi biaya yang lebih rendah, namun lebih lambat
dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa menentukan
mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan produk-produk mereka ke
pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau bahkan harus
dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi.
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.
Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan
untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya
melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh konsolidasi
informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional distribution center
oleh central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal pengiriman. Sedangkan
konsolidasi pengiriman dilakukan misalnya dengan menyatukan permintaan beberapa
toko atau retail yang berbeda dalam sebuah truk. Dengan cara ini, truk bisa berjalan
lebih sering tanpa harus membebankan biaya lebih kepada pelanggan / klien yang
mengirimkan produk tersebut.
4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor
adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui
untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah pelanggan
sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif mudah. Namun perusahaan yang
memiliki ribuan atau puluhan ribu toko atau tempat-tempat penjualan yang harus
dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman adalah pekerjaan yang sangat
sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua keputusan tersebut bisa berimplikasi
pada biaya pengiriman dan penyimpanan yang tinggi.
36
5. Memberikan pelayanan nilai tambah.
Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin
banyak dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai
tambah yang bisa dikerjakan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa
dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan (packaging), pelabelan harga, pemberian
barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan kebutuhan lokal dengan lebih baik,
beberapa industri, seperti industri printer, memindahkan proses konfigurasi akhir dari
produknya ke distributor di tiap-tiap Negara. Ini meningkatkan fleksibilitas produk
sehingga mengurangi kelebihan stok di suatu negara dan kekurangan di negara lain.
6. Menyimpan persediaan.
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu
gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk tersebut dipajang
untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen
pergudangan.
7. Menangani pengembalian (return)
Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini bisa
karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya habis, seperti
produk-produk makanan, sayur, buah, dan sebagainya. Kegiatan pengembalian juga bisa
terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol, yang akan digunakan kembali dalam
proses produksi atau yang harus diolah lebih lanjut untuk menghindari pencemaran
lingkungan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini lumrah dengan sebutan
reverse logistics.
37
2.4.2 Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman
Menurut Pujawan (2005, p179) salah satu keputusan operasional yang sangat
penting dalam manajemen distribusi adalah penentuan jadwal serta rute pengiriman dari
satu lokasi ke beberapa lokasi tujuan. Keputusan seperti ini sangat penting bagi mereka
yang harus mengirimkan barang dari satu lokasi (misalnya gudang regional) ke berbagai
toko yang tersebar di sebuah kota. Contoh rute pengiriman ditunjukkan pada Gambar
2.4. Keputusan jadwal pengiriman serta rute yang akan ditempuh oleh tiap kendaraan
akan sangat berpengaruh terhadap biaya-biaya pengiriman.
Gambar 2.4 Pola Rute Pengiriman dari Gudang ke Beberapa Titik Tujuan Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
Namun demikian, biaya bukanlah satu-satunya faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengiriman. Mungkin perusahaan juga memiliki target
bahwa tiap pelanggan di sebuah tempat harus sudah mendapatkan pesanannya selambat-
lambatnya dalam batas waktu tertentu. Dengan kata lain, ada constraint (kendala) waktu
38
yang sering dinamakan time window. Di samping itu, jadwal dan rute sering kali juga
harus mempertimbangkan kendala lain seperti kapasitas kendaraan atau armada
pengangkutan.
Secara umum permasalahan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman bisa
memiliki beberapa tujuan yang ingin dicapai seperti tujuan untuk meminimumkan biaya
pengiriman, meminimumkan waktu, atau meminimumkan jarak tempuh. Dalam bahasa
pemrogramann matematis, salah satu dari tujuan tersebut bisa menjadi fungsi tujuan
(objective function) dan yang lainnya menjadi kendala (constraint). Misalnya, fungsi
tujuannya adalah meminimumkan biaya pengiriman, namun ada kendala time window
dan kendala maksimum jarak tempuh tiap kendaraan, di samping kendala lain seperti
kapasitas kendaraan atau kendala lainnya.
Dalam penentuan rute pengiriman, pekerjaan pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan alokasi kendaraan, sebagai contoh digunakan truk sebagai alat
pengiriman. Artinya, perlu diketahui truk mana yang akan mengunjungi toko yang
mana. Tahap kedua nantinya adalah menentukan rute perjalanan masing-masing truk.
Menurut Ballou (1999, p199) penentuan rute dan jadwal pengiriman yang baik
seharusnya menerapkan 8 buah prinsip, yang terdiri dari :
1. Sebaiknya muatan dimulai dari titik tujuan dengan derajat kedekatan terdekat
antara satu dengan yang lainnya. Kelompok rute pengangkutan (truk) harus
dibentuk dengan titik tujuan yang saling berdekatan satu dengan lainnya dengan
tujuan meminimasi adanya pemberhentian akibat jarak yang terlalu jauh. Dengan
begitu, hal tersebut juga akan meminimalkan total waktu perjalanan pada rute di
kelompok tersebut. Gambar 2.5(a) menunjukkan tipe pengelompokkan yang
39
perlu dihindari. Gambar 2.5(b) menunjukkan tipe pengelompokkan yang lebih
baik.
Gambar 2.5 Pengelompokkan Rute Kendaraan Pengangkut Menuju Titik-Titik Tujuan Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
2. Pengiriman harus diatur dengan baik dengan cara dilakukan pada hari yang
berbeda untuk menghasilkan pengelompokkan rute yang optimum. Pengiriman
dapat dilakukan dengan melakukan pembagian waktu pada hari yang berlainan,
dengan tujuan untuk menghindari adanya ”overlapping” atau terjadinya aliran
rute yang ”menyilang” pada suatu kelompok dan meminimasi lamanya waktu
perjalanan dan jarak yang lebih jauh. Gambar 2.6 menunjukkan contoh
pengelompokkan yang baik dan buruk.
40
Gambar 2.6 Pengelompokkan Rute yang Diatur Berdasarkan Pembagian Waktu Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
3. Buatlah rute dimulai dari titik tujuan terjauh dari gudang (depot). Penentuan rute
yang efisien dapat dimulai dari pengelompokkan pada titik tujuan terjauh.
Setelah titik tujuan terjauh teridentifikasi, pengiriman dilakukan hingga
mencukupi sesuai dengan kapasitas pada truk. Lalu identifikasi titik tujuan
terjauh kedua yang berbeda dengan kelompok pada rute pertama. Lakukan
sisanya pada titik-titik tujuan yang lain hingga pengiriman selesai.
4. Urutan pengiriman pada titik-titik tujuan harus membentuk pola ”teardrop”.
Tujuan harus diurutkan sehingga rute jalur yang dilalui tidak bersilangan dan
pola rute harus terlihat membentuk pola air mata (teardrop) seperti yang
ditunjukkan pada gambar 2.7.
41
D D
(a) Poor routing – paths cross (b) Good routing – no paths cross
Depot Depot
Gambar 2.7 Pola Pengiriman Bentuk Teardrop Pattern yang Buruk dan Baik Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
5. Penentuan rute yang paling efisien dibuat dengan menggunakan kapasitas
muatan kendaraan terbesar yang tersedia. Idealnya, apabila digunakan kendaraan
pengangkut berkapasitas besar untuk mengangkut semua muatan ke titik-titik
tujuan dalam satu rute akan meminimasi total jarak maupun waktu dalam sekali
perjalanan.
6. Jika memungkinkan pengangkutan barang dilakukan bersamaan dengan saat
dilakukannya pengiriman barang ke titik-titik tujuan rute. Tujuan dilakukannya
hal tersebut yaitu untuk meminimasi jalur bersilangan yang terjadi apabila
pengiriman dan pengangkutan dilakukan pada rute yang terpisah.
7. Titik tujuan yang tidak diutamakan dari penentuan rute dapat menggunakan
pengiriman alternatif (subkontrak pada pihak ketiga). Titik tujuan yang tidak
dimasukkan dalam rute pengiriman utama, khususnya dengan pesanan yang tidak
42
terlalu banyak dapat diatur pengirimannya dengan menggunakan kendaraan
dengan kapasitas muatan lebih rendah ataupun dengan menggunakan jasa
pengiriman sebagai alternatif karena lebih ekonomis.
8. Hindari pengiriman yang dilakukan pada waktu yang berdekatan. Hal tersebut
dapat menyebabkan pola urutan rute yang menjadi berantakan dan menjadi tidak
ideal.
Prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan dengan mudah agar penentuan rute
yang dihasilkan menjadi lebih baik sebagai solusi masalah mengenai rute yang dihadapi.
2.4.3 Metode untuk Penentuan Rute dan Jadwal Pengiriman
Terdapat dua buah metode yang diperkenalkan (Ballou, 1999 p 204) sebagai
pendekatan terhadap masalah penentuan rute dan jadwal pengiriman, antara lain adalah
the sweep method dan the savings method, dengan penjelasan yaitu sebagai berikut :
The sweep method (Ballou, 1999 p 204) cukup sederhana dalam penyelesaian
masalah penentuan rute, akan tetapi metode sweep ini memiliki kekurangan dalam hal
arah rute yang terbentuk dan total waktu yang dihasilkan pada setiap rute tidak selalu
optimal. Sebagai gambaran, metode sweep dapat dilihat pada Gambar 2.8
43
Gambar 2.8 Penentuan Rute Dengan Menggunakan The ”Sweep” Method Sumber : Business Logistics Management, Ronald H. Ballou
Langkah-langkah penentuan rute dengan menggunakan metode sweep yaitu :
1. Tentukanlah titik-titik tujuan pengiriman pada suatu pemetaan.
2. Tariklah satu garis lurus dari gudang pengiriman secara bebas ke suatu arah. Lalu
sesuai atau berlawanan dengan perputaran jarum jam, jumlahkan muatan yang
akan dikirim ke titik tujuan sampai tidak melebihi kapasitas truk / kendaraan
pengirim. Tarik kembali garis kedua setelah batas titik kapasitas truk pertama
dan ulangi kembali dengan menjumlahkan muatan sampai tidak melebihi
kapasitas truk kedua, dan seterusnya sampai setiap titik tujuan terbentuk
kelompok rute pengiriman.
3. Diantara setiap kelompok rute, hubungkan titik-titik tujuan dengan
memperhatikan jarak minimum.
Metode savings matrix (Pujawan, 2005 p180) pada hakekatnya adalah metode
untuk meminimumkan jarak atau waktu atau ongkos dengan mempertimbangkan
kendala-kendala yang ada. Digunakan jarak sebagai fungsi tujuan apabila diketahui
44
koordinat tujuan pengiriman, lalu jarak yang akan ditempuh oleh semua kendaraan akan
diminimumkan. Langkah-langkah yang harus dikerjakan adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi matrik jarak
Pada langkah ini perlu diketahui jarak antara gudang ke masing-masing toko dan
jarak antar toko. Dengan mengetahui koordinat masing-masing lokasi maka jarak antar
dua lokasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus jarak standar. Misalkan dua
lokasi masing-masing diketahui dengan koordinat ),( 11 yx dan ),( 22 yx maka jarak antara
dua lokasi tersebut adalah :
221
221 )()()2,1( yyxxJ −+−=
Apabila jarak riil antar lokasi diketahui, maka jarak riil tersebut lebih baik
digunakan dibandingkan jarak teoritis yang dihasilkan melalui rumus tersebut. Dengan
rumus tersebut dapat diketahui jarak antara gudang dengan masing-masing toko
danantara toko yang satu dengan toko yang lainnya. Hasil perhitungan jarak tersebut
kemudian akan digunakan untuk menentukan matrik penghematan (savings matrix) yang
akan dikerjakan pada langkah berikutnya.
2. Mengidentifikasi matrik penghematan (savings matrix)
Pada awal langkah ini diasumsikan bahwa setiap toko akan dikunjungi oleh satu
truk secara eksklusif. Maka akan ada penghematan yang akan diperoleh jika dua atau
lebih rute bila digabungkan menjadi satu rute. Savings matrix merepresentasikan
penghematan yang bisa direalisasikan dengan menggabungkan dua toko / pelanggan ke
dalam satu rute.
Apabila masing-masing toko 1 dan toko 2 dikunjungi secara terpisah maka jarak
yang dilalui adalah jarak dari gudang ke toko 1 dan dari toko 1 balik ke gudang
45
ditambah dengan jarak dari gudang ke toko 2 dan kemudian balik ke gudang. Misalkan
toko 1 dan toko 2 digabungkan ke dalam satu rute maka jarak yang dikunjungi adalah
dari gudang ke toko 1 kemudian ke toko 2 dan dari toko 2 balik ke gudang. Gambar 2.9
mengilustrasikan perubahan tersebut.
Gambar 2.9 Perubahan yang Terjadi Dengan Mengkonsolidasikan Toko 1 dan Toko 2 ke Dalam Satu Rute
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Melalui Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa perubahan jarak (penghematan) adalah
sebesar total jarak kiri dikurangi total jarak kanan yang besarnya adalah :
)2,1()2,()1,()],2()2,1()1,([)2,(2)1,(2
JGJGJGJJGJGJGJ
−+=++−+
Hasil ini diperoleh dengan asumsi bahwa jarak (x, y) sama dengan jarak (y, x).
Hasil di atas bisa digeneralisasikan sebagai berikut :
),(),(),(),( yxJyGJxGJyxS −+=
Dimana ),( yxS adalah penghematan jarak (savings) yang diperoleh dengan
menggabungkan rute x dan y menjadi satu. Dengan menggunakan formula tersebut
maka matrik penghematan jarak bisa dihitung untuk semua toko dan hasilnya dapat
dibuat dalam suatu tabel matrik penghematan jarak.
46
3. Mengalokasikan toko ke kendaraan atau rute
Dengan berbekal tabel penghematan, dapat dilakukan alokasi toko ke kendaraan
atau rute. Toko-toko yang digabungkan ke dalam satu rute pengiriman akan layak
digabungkan sampai pada batas kapasitas truk yang ada. Penggabungan akan dimulai
dari nilai penghematan terbesar karena diupayakan untuk memaksimumkan
penghematan.
4. Mengurutkan toko (tujuan) dalam rute yang sudah terdefinisi
Setelah alokasi toko ke rute dilakukan, langkah berikutnya adalah menentukan
urutan kunjungan. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menentukan
urutan kunjungan tersebut, diantaranya adalah metode nearest insert dan metode nearest
neighbor. Pada prinsipnya, tujuan dari pengurutan ini adalah untuk meminimumkan
jarak perjalanan truk.
Metode nearest insert menggunakan prinsip memilih toko yang apabila
dimasukkan ke dalam rute yang sudah ada menghasilkan tambahan jarak yang
minimum. Sedangkan metode nearest neighbor memiliki prinsip dengan menambahkan
toko yang jaraknya paling dekat dengan toko yang telah dikunjungi terakhir.
2.5 Formulasi Strategi
Manajemen strategis (David, 2006 p5) dapat didefinisikan sebagai seni dan ilmu
untuk memformulasi, mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi
yang memungkinkan organisasi dapat mencapai tujuannya. Proses manajemen strategis
terdiri atas tiga tahap: formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi.
Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasi peluang
dan ancaman eksternal perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal,
47
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi dan memilih strategi
tertentu yang akan dilaksanakan.
Implementasi strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung
strategi, menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan memberdayakan sistem
informasi, dan menghubungkan kinerja karyawan dengan kinerja organisasi.
Evaluasi strategi adalah tahap final dalam manajemen strategis dan merupakan
alat utama untuk mendapatkan informasi mengenai strategi yang dijalankan telah sesuai
dengan harapan.
Teknik perumusan strategi yang penting dapat diintegrasikan ke dalam kerangka
kerja pengambilan keputusan tiga tahap. Tahap 1 dalam kerangka kerja perumusan
strategi terdiri atas matriks EFE, matriks IFE, dan CPM (competitive profile matrix)
yang disebut dengan tahap input. Tahap 1 tersebut meringkas informasi dasar yang
dibutuhkan untuk merumuskan strategi.
Tahap 2, disebut tahap pencocokan, berfokus pada menciptakan alternatif strategi
yang layak dengan mencocokan faktor internal dan eksternal kunci. Teknik tahap 2
mencakup matriks SWOT (strength-weakness-opportunities-threats), matriks SPACE
(Strategic Position and Action Evaluation), Matriks BCG (Boston Consulting Group),
Matriks IE (Internal External), dan Matriks Grand Strategy.
Tahap 3, disebut tahap keputusan, melibatkan strategi tunggal, yaitu matriks
QSPM (Quantitative Strategic Planning Matrix). QSPM menggunakan input dari tahap
1 untuk mengevaluasi secara objektif alternatif-alternatif strategi yang layak dan dengan
demikian memberikan dasar tujuan untuk memilih strategi yang spesifik.
48
2.5.1 Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT)
Matriks Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman (SWOT Matrix) adalah alat
untuk mencocokan faktor penting yang membantu manajer mengembangkan empat tipe
strategi: SO (strengths-opportunities), WO (weaknesses-opportunities), ST (strengths-
threats), WT (weaknesses-threats). Mencocokan faktor eksternal dan internal kunci
adalah bagian yang paling sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan
membutuhkan penilaian yang baik dan tidak ada pencocokan yang terbaik.
Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahan untuk memanfaatkan
peluang eksternal. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST, atau
WT agar dapat mencapai situasi di mana mereka dapat menerapkan strategi SO. Ketika
suatu perusahan memiliki kelemahan utama, ia akan berusaha mengatasinya dan
menjadikannya kekuatan. Ketika sebuah organisasi menghadapi ancaman utama, ia akan
berusaha menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang.
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal. Kadang-kadang terdapat peluang eksternal kunci
tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal yang menghambatnya untuk
mengeksploitasi peluang tersebut.
Strategi ST menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau
mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Ini tidak berarti bahwa organisasi yang
kuat harus selalu menghadapi ancaman di lingkungan eksternalnya secara langsung.
Strategi WT adalah taktik defensive yang diarahkan pada pengurangan
kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. Sebuah organisasi menghadapi
berbagai ancaman eksternal dan kelemahan internal akan berada pada posisi yang tidak
aman. Matriks SWOT terdiri atas sembilan sel, ada empat sel faktor kunci, empat sel
49
strategi, dan satu sel yang selalu dibiarkan kosong. Empat sel strategi, yang diberi nama
SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat sel faktor kunci,
diberi nama S, W, O, dan T. Ada delapan langkah yang terlibat dalam membuat Matriks
SWOT:
1. Tuliskan peluang eksternal kunci perusahaan.
2. Tuliskan ancaman eksternal kunci perusahaan.
3. Tuliskan kekuatan internal kunci perusahaan.
4. Tuliskan kelemahan internal kunci perusahaan.
5. Cocokan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil Strategi SO
dalam sel yang ditentukan.
6. Cocokan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan catat hasil Strategi
WO dalam sel yang ditentukan.\
7. Cocokan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil Strategi ST
dalam sel uang ditentukan.
8. Cocokan kelenahan internal dengan ancaman eksternal, dan catat hasil Strategi
WT dalam sel yang ditentukan
Tujuan dari masing-masing alat pencocokan di Tahap 2 adalah untuk
menghasilkan alternatif strategi yang layak, bukan untuk memilih strategi mana yang
terbaik. Tidak semua strategi yang dikembangkan dalam Matriks SWOT akan dipilih
untuk implementasi.
2.5.2 Quantitative Strategic Planning Matrix – QSPM
Matriks Perencanaan Strategi Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning
Matrix – QSPM), yang termasuk dalam Tahap 3 dari kerangka kerja analisis perusahaan-
50
strategi. Teknik ini secara objektif mengindikasikan alternatif strategi mana yang
terbaik. QSPM menggunakan imput dari analisis Tahap 1 dan hasil pencocokan dari
analisis Tahap 2 untuk menentukan secara objektif di antara alternatif strategi. QSPM
adalah alat yang memungkinkan penyusunan strategi untuk mengevaluasi alternatif
strategi secara objektif, berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal
yang telah diindentifikasi sebelumnya. Seperti alat analisis perumusan-strategi lainnya,
QSPM membutuhkan penilaian intuitif yang baik. Alat pencocokan ini biasanya
menghasilkan alternatif strategi yang mirip. Tetapi, tidak semua strategi yang disarankan
oleh teknik pencocokan harus dievaluasi dalam QSPM. Penyusunan strategi harus
menggunakan penilaian intuitif yang bagus untuk memilih strategi yang akan dimasukan
dalam QSPM.
Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relatif dari berbagai strategi
berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal dimanfaatkan
atau diperbaiki. Daya tarik relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif
dihitung dengan menggunakan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor
keberhasilan kunci eksternal dan internal. Semua komponen dalam QSPM: Alternatif
strategi, Faktor kunci, Bobot, Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As), Total Nilai
Daya Tarik (Total Attractiveness Scores – TAS) dan Penjualan Total Nilai Data Tarik
(Sum Total Attractivess Scores – STAS).
Langkah 1 Membuat daftar peluang dan ancaman eksternal, kekuatan dan
kelemahan internal kunci perusahaan pada kolom kiri dalam QSPM.
Langkah 2 Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan eksternal.
Bobot ini identik dengan yang ada pada Matriks EFE dan IFE. Bobot disajikan dalam
kolom persis di samping kanan faktor keberhasilan kunci eksternal dan internal.
51
Langkah 3 Evaluasi matriks Tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi alternatif
strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk diimplementasikan. Catat strategi-
strategi tersebut pada baris atas dari QSPM.
Langkah 4 Tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores – As) didefinisikan
sebagai angka yang mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing strategi
dalam set alternatif tertentu. Nilai Daya Tarik (Attractive Scores - As) ditentukan dengan
mengevaluasi masing-masing faktor internal atau eksternal kunci. Jangkauan untuk Nilai
Daya Tarik adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik, 4 = sangat
menarik. Faktor kunci tersebut tidak memiliki dampak terhadap pilihan spesifik yang
dibuat, dengan demikian tidak perlu berikan bobot terhadap strategi dalam set tersebut.
Gunakan tanda minus untuk mengindikasikan bahwa faktor utama tersebut tidak
memengaruhi pilihan strategi yang dibuat. Jika Anda memberikan nilai daya tarik (AS)
untuk satu strategi, kemudian berikan nilai AS untuk yang lainnya. Dalam kata lain, jika
satu strategi mendapat minus, maka yang lainnya pada baris yang sama harus mendapat
nilai minus juga.
Langkah 5 Hitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scores –TAS)
didefinisikan sebagai hasil dari pengalian bobot (Langkah 2) dengan Daya Tarik
(Langkah 4) dalam masing-masing baris. Total Nilai Daya Tarik mengindikasikan daya
tarik relatif dari masing-masing alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan
pengaruh faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang terdekat. Semakin tinggi
Total Nilai Daya Tarik, semakin menarik alternatif strategi tersebut (dengan hanya
mempertimbangkan faktor keberhasilan kunci terdekat).
Langkah 6 Hitung Penjualan Total Nilai Daya Tarik. Tambahkan Total Nilai
Daya Tarik dalam masing-masing kolom strategi dari QSPM. Penjumlahan Total Nilai
52
Daya Tarik (STAS) mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap set
alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi yang lebih menarik,
mempertimbangkan semua faktor internal dan eksternal yang relevan yang dapat
memengaruhi keputusan strategis. Tingkat perbedaan antara Penjumlahan Total Nilai
Daya Tarik dari set alternatif strategi tertentu mengindikasikan tingkat kesukaran relatif
dari satu strategi di atas yang lainnya. Kemudian hindari memberikan nilai daya tarik
yang sama untuk masing-masing strategi.
Keunggulan lainnya dari QSPM adalah bahwa ia membutuhkan penyusun
strategi untuk mengintegrasikan faktor internal dan eksternal yang relevan ke dalam
proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat kecil kemungkinan suatu faktor
kunci akan terabaikan atau diberi bobot yang tidak sesuai. QSPM menarik perhatian
kepada hubungan penting yang memengaruhi keputusan strategi. Walaupun
mengembangkan QSPM membutuhkan sejumlah keputusan subjektif, membuat
keputusan kecil di sepanjang proses memperbesar kemungkinan bahwa keputusan
strategis yang final adalah yang terbaik bagi organisasi. QSPM dapat diadaptasikan
untuk digunakan oleh organisasi kecil, besar, berorientasi laba, maupun nirlaba dan
dapat diaplikasikan untuk hampir semua tipe organisasi. QSPM khususnya dapat
memperbaiki pilihan strategi dalam perusahaan multinasional karena banyak faktor
kunci dan strategi dapat dipertimbangkan bersama-sama. Metode ini juga telah berhasil
digunakan oleh sejumlah bisnis kecil.
QSPM bukannya tanpa keterbatasan. Pertama, ia selalu membutuhkan penilaian
intuitif dan asumsi yang berdasar. Peringkat dan nilai daya tarik membutuhkan
keputusan yang penuh pertimbangan, walaupun mereka selalu didasarkan pada
informasi yang objektif. Diskusi antara penyusun strategi, manajer, dan karyawan
53
sepanjang proses perumusan-strategi, termasuk pengembangan QSPM, merupakan hal
yang konstruktif dan dapat memperbaiki keputusan strategis. Diskusi yang konstruktif
sepanjang analisis dan pilihan strategi dapat muncul karena perbedaan mendasar dari
interpretasi atas informasi dan pendapat yang berbeda-beda. Keterbatasan lainnya dari
QSPM adalah bahwa ia hanya dapat bermanfaat sebagai informasi pendahuluan dan
analisis pencocokan yang mendasari penyusunannya.
2.6 Strategi Supply Chain Management
2.6.1 Elemen pada Supply Chain Management
Supply chain management terdiri atas 3 elemen (Miranda, 2001 p87) yang saling
terikat satu sama lain, yaitu :
1. Struktur jaringan supply chain
Jaringan kerja anggota dan hubungan dengan anggota supply chain lainnya.
2. Proses bisnis supply chain
Aktivitas-aktivitas yang menghasilkan nilai keluaran tertentu bagi pelanggan.
3. Komponen manajemen supply chain
Variabel-variabel manajerial dimana proses bisnis disatukan dan disusun
sepanjang supply chain.
Pelaksanaan supply chain management meliputi pengenalan anggota supply
chain dengan hubungan dilakukan, proses apa yang perlu dihubungkan dengan tiap
anggota inti dan jenis penggabungan apa yang diterapkan pada tiap proses hubungan
tersebut.
54
Tujuannya adalah memaksimalkan persaingan dan keuntungan bagi perusahaan
dan seluruh anggotanya, termasuk pelanggan akhir. Gambar 2.10 menunjukkan elemen-
elemen dan keputusan penting pada supply chain.
Gambar 2.10 Kerangka Kerja Supply Chain Management: Elemen dan Keputusan Penting
Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
1. Struktur Jaringan Supply Chain
Mengidentifikasi anggota supply chain : anggota supply chain meliputi semua
perusahaan dan organisasi yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui supplier atau pelanggannya.
Primary members (anggota primer) : semua perusahaan / unit bisnis strategik
yang benar-benar menjalankan aktivitas operasional dan manajerial dalam proses bisnis
yang dirancang untuk menghasilkan keluaran tertentu bagi pelanggan atau pasar.
Secondary members (anggota sekunder) : perusahaan-perusahaan yang
menyediakan sumber daya, pengetahuan, utilitas atau aset-aset bagi anggota primer di
supply chain. Misalnya semua anggota yang tidak secara langsung berpartisipasi atau
55
memberi nilai tambah proses dari perubahan masukan menjadi keluaran untuk
pelanggan akhir.
2. Proses Bisnis Supply Chain
Bila dua perusahaan membina hubungan, aktivitas-aktivitas internal mereka akan
terhubung dan tersusun bersama diantara keduanya. Dengan demikian, keberhasilan
supply chain management memerlukan perusahaan dari fungsi individual untuk
menyatukan aktivitas-aktivitas pada proses bisnis inti supply chain dan
mengkoordinasikannya. Proses-proses bisnis inti supply chain management antara lain :
• Customer Relationship Management (CRM)
Langkah pertama supply chain management adalah mengidentifikasi pelanggan
utama atau pelanggan yang kritis dengan misi dagang perusahaan. Tim pelayanan
pelanggan (customer service) membuat dan melaksanakan program-program bersama,
persetujuan produk dan jasa ditetapkan pada tingkat kinerja tertentu untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan. Kembangkan komunikasi dan prediksi yang lebih baik atas
Demand pelanggan. Lalu tim customer service bekerjasama dengan pelanggan
mengidentifikasi dan menghilangkan sumber-sumber variabilitas Demand. Dan terakhir
para manajer mempelajari eveluasi-evaluasi tersebut untuk menganalisa pelayanan yang
akan diberikan pada pelanggan tersebut juga keuntungan yang diperoleh.
• Customer Service Management (CSM)
Sumber tunggal informasi pelanggan yang mengurus persetujuan produk dan
jasa. Customer service memberitahukan pelanggan informasi mengenai tanggal
pengiriman dan ketersediaan produk melalui hubungannya dengan bagian produksi dan
56
distribusi. Pelayanan setelah penjualan juga diperlukan, seperti secara efisien membantu
pelanggan mengenai aplikasi dan rekomendasi produk.
• Demand Management
Proses dilakukan dengan menyeimbangkan kebutuhan pelanggan dengan
kemampuan supply perusahaan, menentukan apa dan kapan waktu akan dibeli pelanggan
dan menggunakan data “inti” untuk mengurangi ketidakpastian.
• Customer Order Fulfillment
Proses penyelesaian pesanan ini secara efektif memerlukan integrasi rencana
kerja antara produksi, distribusi dan transportasi. Hubungan dengan rekan kerja yakni
anggota primer supply chain dan anggota sekunder diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan pelanggan dan mengurangi total biaya kirim ke pelanggan.
• Manufacturing Flow Management
Produk dihasilkan untuk memenuhi jadwal produksi. Seringkali produk yang
salah mengakibatkan persediaan yang tidak perlu, meningkatkan biaya penanganan /
penyimpanan dan pengiriman produk terhambat. Dengan supply chain management,
produk dihasilkan berdasarkan kebutuhan pelanggan. Jadi barang produksi harus
fleksibel dengan perubahan pasar. Untuk itu diperlukan kemampuan berubah secara
cepat untuk menyesuaikannya dengan variasi kebutuhan massal. Untuk mencapai proses
produksi tepat waktu dengan ukuran lot minimum, manager harus befokus pada biaya-
biaya setup / perubahan yang rendah termasuk merekayasa ulang proses, perubahan
dalam desain produk dan perhatian pada rangkaian produk.
57
• Procurement
Membina hubungan jengka panjang dengan sekelompok supplier dalam arti
hubungan win-win relationship akan mengubah sistem beli tradisional. Untuk
mempercepat transfer data dan komunikasi, purchasing dapat menggunakan fasilitas
electronic data interchange (EDI).
• Pengembangan produk dan Komersialisasi
Pelanggan dan supplier diikut sertakan dalam proses pengembangan produk
untuk mengurangi waktu masuknya produk ke pangsa pasar. Bila siklus produk
termasuk singkat maka produk yang tepat harus dikembangkan dan dilaunching pada
waktu yang singkat dan tepat agar perusahaan kuat bersaing.
Manager pengembangan produk dan komersialisasi sebaiknya
mengkoordinasikan dengan pihak CRM untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan
pelanggan, memilih material dan supplier yang berhubungan dengan bagian
procurement dan mengintegrasikan kemampuan teknologi produksi dan aliran produksi
pada aliran supply chain terbaik.
• Retur
Proses manajemen retur yang efektif memungkinkan untuk mengidentifikasi
kesempatan dan menerobos proyek-proyek agar dapat bersaing. Ketersediaan retur
(return to available) adalah pengukuran waktu siklus yang diperlukan untuk mencapai
pengembalian aset (return on aset) pada status yang digunakan. Pengukuran ini penting
bagi pelanggan yang memerlukan produk pengganti dalam waktu singkat apabila terjadi
produk gagal.
58
Selain itu keberhasilan SCM juga memerlukan :
• Dukungan sumber daya manusia, kepemimpinan dan komitmen untuk berubah
• Memahami sejauh mana perubahan yang diperlukan
• Menyetujui visi dan proses inti supply chain management
• Komitmen pada perlunya sumber daya dan kekuasaan atau wewenang untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Komponen-komponen Manajemen SCM
Komponen-komponen manajemen bersikap kritis dan fundamental bagi
keberhasilan SCM karena dibutuhkan untuk menunjukkan dan menentukan bagaimana
setiap jaringan proses disatukan dan disusun. Tiap komponen dapat memiliki beberapa
subkomponen dimana kepentingannya dapat berubah-ubah sesuai dengan proses yang
sedang disusun. Komponen-komponen utamanya adalah :
• Metode perencanaan dan pengendalian
Perencanaan dan pengendalian operasi merupakan kunci untuk menuntun
organisasi atau supply chain ke arah yang diinginkan. Dengan adanya perencanaan,
pelaksanaan supply chain akan tetap mengarah pada tujuan walaupun komponen-
komponen lainnya turut berperan penting, aspek pengendalian pun berfungsi sebagai
kinerja pengukuran terbaik untuk mengukur keberhasilan supply chain.
• Struktur aliran kerja / aktivitas kerja
Struktur aliran kerja menunjukkan bagaimana perusahaan menyampaikan tugas-
tugas dan aktivitasnya. Tingkat integrasi proses-proses yang melalui supply chain
merupakan pengukuran struktur organisasi.
59
• Struktur organisasi
Struktur organisasi dapat berdasarkan perusahaan individu dan supply chain.
Dengan pendekatan tim cross-functional memungkinkan supply chain yang lebih
bersatu.
• Struktur fasilitas aliran komunikasi dan informasi
Struktur fasilitas aliran informasi memiliki pengaruh kuat pada keefisienan
supply chain dan merupakan komponen utama yang menyatukan sebagian atau seluruh
supply chain.
• Struktur fasilitas aliran produk
Struktur fasilitas aliran produk berhubungan dengan jaringan struktur sourcing,
produksi dan distribusi dan distribusi supply chain. Dengan pengurangan persediaan,
lebih sedikit gudang yang akan dibutuhkan. Persediaan memang dibutuhkan dalam
sistem, tetapi penyimpanan sejumlah persediaan pada bagian tertentu kadang-kadang
bisa tidak proporsional. Bila persediaan barang belum jadi atau barang setengah jadi
lebih murah daripada persediaan barang jadi, anggota-anggota upstream akan lebih
banyak terbebani. Rasionalnya, jaringan supply chain telah melibatkan seluruh anggota.
• Metode manajemen
Metode manajemen meliputi filosofi perusahaan dan teknik manajemen. Sulit
untuk menyatukan struktur organisasi top-down dengan struktur bottom-up. Tingkat
keterlibatan manajemen dalam operasi sehari-hari dapat berbeda antar anggota supply
chain.
60
• Struktur wewenang (power) dan kepemimpinan (leadership)
Struktur wewenang dan kepemimpinan melalui supply chain akan
mempengaruhi formatnya. Suatu kepemimpinan yang kuat akan mengendalikan arah
supply chain dan tingkat komitmen dari anggota supply chain lainnya.
• Sharing risiko dan reward
Antisipasi dari sharing resiko dan reward melalui supply chain akan
mempengaruhi komitmen jangka panjang anggota-anggotanya.
• Budaya dan sikap
Menghubungkan budaya dan sikap-sikap individu memerlukan waktu, juga
diperlukan beberapa tingkat supply chain sebagai jaringan yang terkoordinasi.
Gambar 2.11 Komponen-Komponen Manajemen Fundamental Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
61
Gambar 2.11 menunjukkan bagaimana komponen-komponen manajemen dapat
dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
Kelompok 1 : Kelompok fisik dan teknik, meliputi komponen-komponen yang
berwujud, nyata, dapat diukur dan mudah diubah komponennya. Banyak sumber
menunjukkan bahwa bila kelompok komponen manajemen ini hanya mendapat pusat
perhatian pihak manajerial, pelaksanaan supply chain mungkin akan gagal.
Kelompok 2 : Komponen-komponen manajerial dan perilaku umumnya kurang
nyata dan seringkali sulit untuk dinilai dan diubah. Komponen tersebut menetapkan
sikap organisasi dan berpengaruh pada bagaimana implementasi komponen-komponen
manajemen fisik dan teknik. Jika komponen manajerial kurang dapat mengendalikan dan
memperkuat sikap organisasi yang mendukung operasi dan tujuan supply chain,
kemungkinan supply chain tersebut akan kurang kompetitif dan menguntungkan.
Sedangkan apabila satu atau lebih komponen dalam kelompok fisik dan teknik diubah,
maka komponen-komponen manajerial dan perilaku dapat dan lebih mudah diatur ulang.
Umumnya, manajer-manajer tidak mengerti komponen manajerial dan perilaku sehingga
mengalami banyak kesulitan dalam pelaksanaannya dibandingkan dengan komponen
fisik dan teknik. Maka dasar untuk keberhasilan SCM adalah pemahaman pada tiap
komponen manajemen dan ketergantungannya satu sama lain.
2.6.2 Tujuan Strategis pada Supply chain
Setiap perusahaan yang ingin menang atau bertahan dalam persaingan harus
memiliki strategi yang tepat. Strategi akan mengarahkan jalannya organisasi ke tujuan
jangka panjang yang ingin dicapai. Definisi strategi disini adalah kumpulan berbagai
keputusan dan aksi yang dilakukan oleh suatu organisasi atau oleh beberapa organisasi
62
secara bersama-sama. Dengan didukung keputusan-keputusan jangka pendek, tujuan
strategis inilah yang diharapkan akan tercapai. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu
dicapai untuk membuat supply chain unggul dalam persaingan pasar. Untuk itu supply
chain harus bisa menyediakan produk yang murah, berkualitas, tepat waktu dan
bervariasi.
Keempat tujuan strategis tersebut (Pujawan, 2005 p29) sangat penting di mata
pelanggan, untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka supply chain harus mampu
menerapkannya pada sumber daya yang dimiliki, kemampuan tersebut antara lain
kemampuan untuk:
1. Beroperasi secara efisien
2. Menciptakan kualitas
3. Cepat
4. Fleksibel
5. Inovatif
Gambar 2.12 mengilustrasikan hubungan antara empat aspirasi pelanggan
dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain.
Gambar 2.12 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
63
Tingkat kepentingan dari empat aspirasi pasar yang telah dibahas pada gambar
2.12 tersebut tentu tidak sama untuk tiap produk dan tiap segmen pasar. Banyak produk
yang dibeli oleh pelanggan karena fungsinya sehingga harga dan kualitas menjadi
kriteria penting bagi pelanggan. Di sisi lain banyak produk yang laku karena supply
chain bisa membuat variasi yang beragam. Pelanggan mau membayar lebih mahal untuk
mendapatkan produk yang inovatif dan spesifik seperti halnya pada produk-produk
dengan perkembangan teknologi yang cepat yaitu kamera digital ataupun telepon
genggam, kecepatan dalam memunculkan variasi baru menjadi penting dalam
persaingan.
Menurut Fisher (1997) produk dibagi menjadi dua kategori yaitu produk
fungsional dan produk inovatif. Produk fungsional adalah produk dengan konfigurasi
standar dan siklus hidup panjang. Produk fungsional biasanya memiliki sedikit variasi.
Kebutuhan pelanggan dari waktu ke waktu relatif tidak berubah. Karena konfigurasinya
standar, variasinya sedikit, dan siklus hidupnya panjang maka permintaan terhadap
produk-produk seperti ini relatif stabil dari waktu ke waktu sehingga mudah untuk
diramalkan. Metode-metode ramalan sederhana bisa digunakan dan bisa menghasilkan
tingkat akurasi yang relatif tinggi.
Produk inovatif memiliki sifat-sifat yang sebaliknya. Setiap kelompok produk
inovatif memiliki variasi sampai ratusan atau ribuan. Tiap produk hanyak akan bertahan
sebentar di pasar dan akan digantikan oleh variasi produk lain yang baru dikembangkan.
Perkembangan teknologi yang cepat (seperti pada industri komputer dan beberapa
produk elektronik lainnya) serta selera pasar yang cepat berubah (seperti pada industri
garmen) menyebabkan pendeknya siklus hidup produk-produk inovatif seperti ini.
Karena karakteristiknya yang demikian, meramalkan permintaan produk-produk inovatif
64
adalah pekerjaan yang sangat sulit. Kesalahan ramalannya biasanya jauh lebih besar
dibandingkan produk-produk fungsional. Sebagai konsekuensinya, baik kekurangan
produk (stockout) maupun kelebihan persediaan sama-sama sering terjadi. Kelebihan
produk akan memaksa perusahaan melakukan penurunan harga secara besar-besaran di
akhir musim jual. Sedangkan kekurangan produk akan membuat pelanggan kecewa dan
kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan (opportunity loss). Tabel 2.1
menggambarkan secara singkat perbedaan antara produk fungsional dan produk inovatif.
Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Produk Fungsional dan Inovatif Aspek Fungsional Inovatif
Siklus hidup Panjang, bisa lebih dari 2 tahun
Pendek, antara 3 bulan sampai 1 tahun
Variasi per kategori Sedikit, 10 - 20 variasi Banyak, bisa mencapai ribuan
Volume per SKU Tinggi Rendah
Peramalan permintaan Relatif murah, akurasi tinggi
Sangat sulit, kesalahan ramalan tinggi
Tingkat kekurangan produk (stockout rate) Hanya 1% - 2% Bisa mencapai 10% -
40% Kelebihan persediaan di akhir musim jual
Jarang karena musim jual sangat panjang Sering terjadi
Biaya penurunan harga jual (markdown) Mendekati 0% 10 - 25%
Marjin keuntungan per unit yang terjual dengan harga normal Rendah Tinggi
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Karakteristik yang berbeda antara produk fungsional dan inovatif menyebabkan
keduanya membutuhkan strategi supply chain yang berbeda. Karena sifat-sifatnya yang
sudah diuraikan diatas, supply chain management untuk produk fungsional seharusnya
berfokus pada upaya untuk meminimumkan ongkos-ongkos fisik di sepanjang supply
chain. Investasi besar untuk meningkatkan inovasi dan fleksibilitas tidak akan banyak
membantu produk fungsional untuk bersaing di pasar. Bahkan, investasi tersebut bisa
jadi akan menyebabkan produk menjadi tidak kompetitif karena harga produk menjadi
65
mahal, padahal pelanggan tidak mementingkan variasi produk yang beragam. Dengan
demikian, aktivitas-aktivitas mediasi pasar tidak perlu banyak dilakukan sehingga
ongkos-ongkos yang dominan adalah ongkos-ongkos kegiatan fisik.
Sebaliknya pendekatan untuk menciptakan efisiensi tidak akan cocok untuk
produk-produk inovatif. Komponen ongkos-ongkos mediasi pasar pada supply chain
produk-produk inovatif sangat besar sehingga penurunan beberapa persen saja dari
ongkos-ongkos ini bisa sangat berarti bagi keseluruhan supply chain. Dengan kata lain,
supply chain harus mampu mengurangi ongkos akibat memproduksi terlalu banyak atau
terlalu sedikit pada suatu musim jual. Ini bisa dilakukan dengan memperbaiki metode
peramalan dan meningkatkan kemampuan untuk lebih responsif pada pasar. Lebih
responsif pada pasar bisa berarti melakukan riset pasar dengan lebih baik sehingga bisa
menangkap apa yang diinginkan oleh pasar, meningkatkan kemampuan inovasi sehingga
bisa memunculkan produk-produk baru yang memang disukai pelanggan, atau dengan
memperpendek time to market sehingga efek kesalahan menangkap aspirasi pasar pada
suatu musim jual bisa cepat direspon dengan terlebih dahulu membaca signal awal dari
pasar pada suatu musim jual.
Menciptakan kesesuaian antara karakteristik produk (atau pasar) dengan strategi
supply chain sangatlah penting. Kesesuaian ini, yang disebut juga sebagai strategic fit,
akan menyebabkan supply chain bertahan atau unggul di pasaran. Gambar 2.13
menunjukkan area strategic fit yakni daerah dimana terjadi kesesuaian antara
karakteristik produk / pasar dengan strategi supply chain.
66
Gambar 2.13 Strategic Fit pada Supply Chain Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Gambar tersebut memperlihatkan bahwa strategi efisiensi cocok untuk produk
fungsional sedangkan strategi responsif cocok untuk produk inovatif. Area strategic fit
ada di tengah-tengah untuk menunjukkan bahwa tidak semua produk ada pada kategori
murni fungsional atau murni inovatif, sehingga strategi supply chain juga tidak selalu
harus murni berfokus pada efisiensi atau kecepatan respon.
2.6.3 Kesesuaian Antara Strategi Supply Chain dengan Kebijakan Taktis
Terdapat tiga langkah yang digunakan dalam menyesuaikan supply chain dengan
strategi bisnis perusahaan (Chopra dan Meindl, p32). Ketiga langkah tersebut dilakukan
sebelum masuk pada penentuan langkah kebijakan atau keputusan taktis yang
mendukung strategi supply chain. Langkah pertama adalah dengan memahami pasar
dimana perusahaan melayani dan meluncurkan produk. Langkah kedua adalah dengan
menentukan kekuatan atau kompetensi perusahaan serta strategi perusahaan pada pasar
67
yang dilayani. Langkah terakhir yaitu dengan mengembangkan kemampuan supply
chain untuk mendukung strategi perusahaan yang telah ditentukan.
1. Memahami pasar perusahaan
Dimulai dengan mengetahui siapa konsumen perusahaan. Jenis konsumen seperti
apa yang dilayani oleh perusahaan. Perusahaan termasuk dalam jenis supply chain yang
seperti apa. Jawaban untuk pertanyaan tersebut akan mengidentifikasikan jenis supply
chain yang dilayani oleh perusahaan, apakah responsif ataukah efisiensi. Terdapat
beberapa atribut yang dapat membantu mengidentifikasi jenis konsumen yang dilayani
perusahaan, yaitu sebagai berikut :
• Jumlah produk yang dipesan pada setiap kali pemesanan
• Waktu respon yang diinginkan konsumen, apakah mengharapkan kecepatan
pelayanan atau masih memberi toleransi yang lebih lama terhadap waktu.
• Keragaman (variasi) produk yang diinginkan
• Tingkat pelayanan yang diinginkan, termasuk kecepatan pengiriman
• Harga jual produk, beberapa pelanggan akan membayar lebih untuk kenyamanan
atau tingkat pelayanan sementara beberapa pelanggan membeli berdasarkan
harga terendah yang mereka dapat.
• Tingkat inovasi produk yang diinginkan, seberapa cepat produk baru muncul di
pasaran atau berapa lama umur produk yang telah tersedia.
2. Menentukan kekuatan atau kompetensi perusahaan
Langkah selanjutnya yaitu dengan menentukan strategi perusahaan pada supply
chain tersebut. Posisi perusahaan pada supply chain, apakah sebagai produsen,
68
distributor, retailer ataukah penyedia jasa pelayanan. Identifikasi kekuatan yang dimiliki
perusahaan terhadap konsumen maupun anggota supply chain lainnya.
Perlu diperhatikan bahwa perusahaan dapat melayani beberapa pasar dan
berpartisipasi di beberapa supply chain. Ketika melayani lebih dari satu segmen pasar,
perusahaan harus mencari cara untuk meningkatkan keunggulan dan kompetensinya.
3. Mengembangkan kemampuan supply chain
Setelah jenis pasar yang dilayani telah diketahui dan strategi yang akan
digunakan dalam supply chain pada pasar tersebut, maka tahap selanjutnya yaitu dengan
mengembangkan kemampuan supply chain untuk mendukung strategi perusahaan.
Pengembangan tersebut didasarkan pada keputusan taktis pengendali supply chain.
Masing-masing pengendali tersebut dapat dikembangkan dan dikelola menuju responsif
ataupun efisiensi tergantung pada kebutuhan bisnis.
Setelah ketiga langkah tersebut dilakukan, maka dilakukan penentuan keputusan
taktis dan strategi supply chain. Menurut Pujawan (2005, p34) strategi supply chain
harus tercermin pada kebijakan atau keputusan taktis supply chain. Kebijakan atau
keputusan mengenai di mana fasilitas lokasi akan didirikan, bagaimana cara mengatur
dan mengendalikan sistem produksi, bagaimana kebijakan-kebijakan tentang persediaan
dan mengenai pengembangan produk harus bersinergi dengan strategi supply chain.
Apabila suatu supply chain memilih efisiensi fisik sebagai strategi maka semua
keputusan pada sub bidang tersebut harus mendukung. Tabel 2.2 mempresentasikan
ringkasan kebijakan atau keputusan taktis yang mendukung strategi supply chain.
69
Tabel 2.2 Keputusan Taktis dan Strategi Supply Chain Keputusan
taktis Efisien Responsif
Lokasi fasilitas
Tempatkan pabrik di negara yang ongkos tenaga kerjanya murah
Cari lokasi yang dekat pasar, punya akses tenaga terampil dan teknologi yang memadai
Sistem produksi
Tingkat utilitas sistem produksi harus tinggi
Sistem produksi harus fleksibel dan ada kapasitas ekstra
Persediaan Perlu upaya meminimasi tingkat persediaan
Diperlukan persediaan pengaman yang cukup di lokasi yang tepat
Transpor-tasi
Pengiriman truck load / container load atau subkontrakkan ke pihak ketiga
Diperlukan transportasi cepat. Bila perlu tetapkan less than truck load / less than container load
Pasokan Pilih supplier dengan harga dan kualitas sebagai kriteria utama
Pilih supplier berdasarkan kecepatan, fleksibilitas, dan kualitas
Pengem-bangan produk
Fokus ke minimasi ongkos Gunakan modular design dan tunda diferensiasi produk sebisa mungkin (postponement)
Sumber : Supply Chain Management, I Nyoman Pujawan
Kebijakan tentang lokasi fasilitas berpengaruh besar terhadap ongkos-ongkos
fisik maupun kecepatan respon suatu supply chain. Oleh karena itu kebijakan lokasi
tentu berbeda pada supply chain yang memilih strategi efisiensi fisik dengan supply
chain yang fokusnya pada responsiveness. Supply chain yang mementingkan efisiensi
fisik akan memilih mendirikan pabrik di tempat-tempat yang tenaga kerjanya murah atau
dekat dengan bahan baku. Model focused factory (pemusatan kegiatan produksi ke satu
wilayah) juga sering diasosiasikan dengan strategi efisiensi.
Konfigurasi dan pengelolaan sistem produksi juga menentukan efisiensi maupun
kecepatan respon suatu supply chain. Sistem produksi yang memiliki konfigurasi relatif
tetap, diatur dengan tipe product layout, memiliki fasilitas-fasilitas yang spesialis akan
mudah mendukung strategi untuk efisiensi fisik, tetapi tidak akan mendukung strategi
responsiveness. Kecepatan respon akan dicapai kalau sistem produksinya fleksibel.
Untuk menciptakan efisiensi fisik, utilitas sistem produksi harus tinggi. Konsep-konsep
70
seperti lean manufacturing dan just in time (JIT) akan sangat relevan untuk menciptakan
efisiensi di lantai produksi. Produksi dapat menjadi sangat responsif dengan mengelola
pabrik sehingga memiliki kapasitas produksi yang besar dan teknik manufaktur yang
fleksibel untuk memproduksi produk yang beragam. Untuk lebih responsif, perusahaan
dapat melakukan produksinya dengan mendirikan banyak pabrik-pabrik yang lebih kecil
namun tersebar, sehingga waktu pengiriman akan lebih singkat. Jika efisiensi yang
diutamakan, maka perusahaan dapat melakukan fokus pada kapasitas pabrik yang besar
dan memiliki produksi optimal dengan keragaman produk terbatas.
Strategi persediaan juga sangat besar pengaruhnya terhadap efisiensi fisik dan
kecepatan merespon pasar. Efisiensi pada supply chain bisa dicapai apabila ada upaya
untuk meminimumkan persediaan secara terus menerus. Salah satu ukuran kinerja yang
penting diukur adalah tingkat perputaran persediaan (inventory turn over rate).
Sebaliknya, perubahan permintaan yang terjadi secara tiba-tiba pada produk-produk
inovatif membutuhkan supply chain untuk menyimpan cadangan persediaan ekstra di
tempat-tempat tertentu. Dimana dan dalam bentuk apa persediaan pada suatu supply
chain harus disimpan untuk menciptakan kecepatan merespon pasar dengan optimal
adalah dua masalah pokok yang membutuhkan analisis seksama pada setiap supply
chain. Responsif bisa didapatkan dengan cara menyimpan persediaan yang tinggi untuk
beragam produk. Cara lain yaitu dengan menyediakan persediaan secara tersebar di
beberapa lokasi sehingga persediaan dapat dengan segera dikirim ke konsumen.
Sedangkan efisiensi dalam manajemen persediaan berarti mengurangi biaya persediaan
secara maksimal, juga dengan menyimpan persediaan pada satu lokasi sehingga biaya
dapat diminimalkan.
71
Keputusan lain pada supply chain terkait dengan transportasi. Keputusan tentang
alat transportasi (transportation mode) yang akan digunakan dan cara pengirimannya
berpengaruh langsung terhadap efisiensi maupun kecepatan respon pada supply chain.
Demikian juga halnya dengan keputusan untuk melakukan sendiri kegiatan transportasi
atau mensubkontrakkannya ke pihak ketiga. Sering kali perusahaan jasa logistik bisa
melakukan pengiriman dengan lebih murah karena mereka bisa menggabungkan beban
dari beberapa pelanggan dalam satu kontainer atau satu truk mereka. Responsif dapat
dicapai dengan metode transportasi yang cepat dan fleksibel. Sedangkan efisiensi dapat
dicapai dengan melakukan pengiriman dengan kapasitas muatan yang besar dan aktivitas
pengiriman muatan diatur agar tidak sering terjadi (banyak tujuan dalam sekali
pengiriman).
Dalam memilih supplier, strategi efisiensi harus didukung dengan melihat
ongkos sebagai kriteria utama dalam memilih maupun mengevaluasi kinerja supplier.
Sebaliknya, kalau supply chain ingin responsif terhadap pasar, memilih supplier yang
paling murah tidak akan menciptakan sinergi. Di sini, kriteria fleksibilitas dan kecepatan
harus diberikan prioritas yang lebih tinggi dibandingkan dengan kriteria harga. Oleh
karena itu, untuk menciptakan sinergi, fokus pengembangan produk pada supply chain
yang ingin responsif harus didukung dengan kemampuan ini.
2.6.4 Perancangan dan Implementasi Supply Chain Terintegrasi
Manajemen suatu perusahaan seharusnya terlibat dalam proses rancangan supply
chain saat sedang memperkenalkan produk baru atau ketika keberadaan supply chain
kurang berhasil. Menurut Miranda (2001, p103) proses rancangan supply chain memiliki
tahap-tahap sebagai berikut :
72
1. Membuat tujuan supply chain.
2. Merumuskan strategi supply chain.
3. Menentukan alternatif struktur supply chain.
4. Mengevaluasi alternatif struktur supply chain.
5. Memilih struktur supply chain.
6. Menentukan alternatif untuk anggota-anggota individu supply chain.
7. Mengevaluasi dan memilih anggota-anggota individu supply chain.
8. Mengukur dan mengevaluasi hasil supply chain.
9. Mengevaluasi alternatif supply chain bila kinerja tujuan tidak tercapai atau
terdapat pilihan-pilihan baru yang lebih menarik.
Untuk implementasi manajemen supply chain terintegrasi, pelaksanaan SCM
membutuhkan perubahan fokus organisasi dari fungsi ke proses. Gambar 2.14
mengilustrasikan bagaimana masing-masing enam fungsi inti ini dipetakan dengan tujuh
proses inti.
Sebagai contoh, dalam proses manajemen hubungan pelanggan, penjualan dan
pemasaran menyediakan keahlian perhitungan manajemen, engineering memberikan
spesifikasi yang mendefinisikan kebutuhannya, logistik menyediakan informasi
kebutuhan pelayanan pelanggan, produksi menyediakan strategi produksi, purchasing
menyediakan strategi sourcing, dan keuangan serta akuntansi memberikan laporan
profitabilitas pelanggan. Kebutuhan-kebutuhan Customer Service harus digunakan
sebagai masukan-masukan produksi, sourcing dan strategi logistik.
73
Gambar 2.14 Implementasi SCM Sumber : Manajemen Logistik dan Supply Chain Management, Miranda
Jika mekanisme koordinasi yang pantas tidak ditempatkan melalui berbagai
fungsi, proses tersebut akan menjadi tidak efektif atau tidak efisien. Dengan berfokus
pada proses, semua fungsi yang menyentuh produk atau menyediakan informasi harus
bekerja sama. Sebagai contoh, data penjualan atau pemasaran didapatkan melalui jadwal
produksi yang digunakan untuk menilai tingkat pesanan spesifik dan pengaturan waktu
dari kebutuhan. Pesanan-pesanan ini menjalankan kebutuhan produksi yang pada
gilirannya adalah meneruskan upstream ke supplier.
Peningkatan kegunaan outsourcing telah mempercepat kebutuhan untuk
mengkoordinasi proses-proses supply chain. Oleh karena organisasi menjadi lebih
tergantung pada supplier luar, mekanisme koordinasi harus dikembangkan dalam
organisasi.