bab 2 ichwan
DESCRIPTION
hdfhsdvashvfterfbdshgb sjfhTRANSCRIPT
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep TB
2.1.1 Definisi
TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Misnadiarly, 2006).
2.1.2 Etiologi
Mycobacterium tuberculosis adalah suatu jenis bakteri yang berbentuk
batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
sehingga disebut Basil Tahan Asam (BTA). Mycobacterium Tuberculosis
memiliki dinding yang sebagian besar terdiri atas lipid, kemudian peptidoglikan
dan arabinomannan (PPTI, 2012). Lipid ini yang membuat bakteri lebih tahan
asam dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Bakteri ini dapat
hidup dalam udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-
tahun dalam lemari es), tetapi ia tidak tahan terhadap sinar matahari. Dalam
jaringan tubuh bakteri ini dapat dormant (tertidur) selama beberapa tahun. Bakteri
ini dapat bangkit kembali sehingga menjadikan penyakit TB menjadi aktif lagi
(Misnadiarly, 2006).
Sifat lain bakteri ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa bakteri
lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Tekanan oksigen
pada bagian apikal paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi tertinggi penyakit TB paru (Sudoyo, 2009).
10
11
2.1.3 Cara penularan
Mycobacterium Tuberculosis (MT) ditularkan dari orang ke orang melalui
jalan pernapasan. Sumber penularan TB paru adalah pasien TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan pada
suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut
terhirup kedalam saluran pernapasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk kedalam
tubuh manusia melalui pernapasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar
ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe,
saluran pernapasan atau menyebar langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya
(Price, 2006).
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang ditularkan dari parunya, makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang
terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dahak dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2009).
Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
penderita TB adalah mereka yang tinggal berdekatan dengan orang yang terinfeksi
aktif, memiliki daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya mereka yang
kekurangan gizi, orang berusia lanjut, bayi atau mereka yang mengidap
HIV/AIDS (Depkes RI, 2009).
12
2.1.4 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang menunjukkan penyakit TB Paru adalah (Aditama,
2008) :
1. Manifestasi respiratorik
- batuk terus menerus dan berdahak selama 3 minggu atau lebih
- dahak bercampur darah dan batuk darah
- sesak nafas dan nyeri dada
2. Manifestasi sistemik
- berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
- demam meriang lebih dari 1 bulan
- berkeringat malam walaupun tanpa aktifitas
- badan lemah, nafsu makan menurun, dan malaise
2.1.5 Diagnosis
2.1.5.1 Diagnosis TB pada orang dewasa
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan
yang berurutan berupa dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Menkes RI, 2009) :
1) S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
13
2) P (pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
3) S (sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak SPS dari 3 kali pemeriksaan tersebut
ialah bila (PDPI, 2006) :
a) 3 positif atau 2 positif dan1 negatif = BTA positif.
b) 1 positif dan 2 negatif = ulang pemeriksaan. Kemudian, bila tetap 1 positif
dan 2 negatif = BTA positif. Tapi bila 3 negatif = BTA negatif.
Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD
rekomendasi WHO. Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis
and Lung Disease) yaitu (PDPI, 2006) :
a) Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif.
b) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan.
c) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+).
d) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+).
e) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+).
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA) pada dahak. Pada program TB nasional, penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
14
Pemeriksaan lain seperti foto torak, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto torak saja. Foto
torak tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering
terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit (Menkes RI, 2009).
Gambar 2.1. Alur Diagnosis TB paruSumber: Pedoman Pengendalian TB, 2011
2.1.5.2 Diagnosis TB pada anak-anak
Ada beberapa cara (Nastiti, 2010) :
a. Uji tuberkulin (Mantoux)
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TB dan
15
kemungkinan ada TB aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada
anak TB berat dengan alergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, dan lain-lain).
b. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa
kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi
kuman TB.
c. Foto torak
Gambaran foto torak TB paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto
biasanya sulit, harus hati-hati, kemungkinan bisa overdiagnosis atau
underdiagnosis.
d. Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya
dilakukan dengan bilasan lambung karena dahak biasanya sulit didapat pada anak.
Dari uraian diatas terlihat sulitnya menegakkan diagnosis TB pada anak,
sehingga dibuatlah pedoman dengan sistem skoring untuk menegakkan diagnosis
TB pada anak (PP IDAI, 2005).
16
Tabel 2.1 Sistem Skoring Diagnosis TB Anak
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak tahu
Kavitas (+), BTA tidak jelas
BTA (+)
Uji Tuberkulin Negatif Positif
Status Gizi BB/TB<90% atau BB/U<80%
Klinis gizi buruk atau BB/TB<70% atau BB/U<60%
Demam Tanpa Sebab Jelas
≥2 minggu
Batuk ≥3 minggu
Pembesaran Kelenjar Limfe Kolli, Aksila, Inguinal
≥1 cm, jumlah >1, tidak nyeri
Foto Rontgen Torak
Normal/ Tidak jelas
- Infiltrat-Pembesaran kelenjar-Konsolidasi segmental/lobar- Atelektasis
- Kalsifikasi + infiltrat- Pembesaran kelenjar + infiltrat
Sumber: Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak, UKK Pulmonologi PP IDAI, 2005
Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis TB Berat badan dinilai saat datang (moment opname) Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi sesuai baku Foto torak bukan alat diagnostik utama pada TB anak Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem
skoring TB anak Didiagnosis TB jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14)
17
2.1.5.3 Pemeriksaan foto torak
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto torak. Namun
pada kondisi tertentu pemeriksaan foto torak perlu dilakukan sesuai dengan
indikasi sebagai berikut (Tabrani, 2010) :
a) Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini
pemeriksaan foto torak diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif.
b) Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak
SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
c) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang
memerlukan penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudatif,
efusi perikarditis atau efusi pleural) dan pasien yang mengalami
hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
2.1.5.4 Uji tuberkulin
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis dan
sering digunakan dalam “Screening TB”. Efektifitas dalam menemukan infeksi
TB dengan uji tuberkulin pada anak adalah lebih dari 90%. Penderita anak umur
kurang dari 1 tahun yang menderita TB aktif uji tuberkulin positif 100%, umur 1–
2 tahun 92%, 2– 4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari
18
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji
tuberkulin semakin kurang spesifik (Nastiti, 2010).
Lokasi penyuntikan uji tuberkulin umumnya pada ½ bagian atas lengan
bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji
tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter dari
pembengkakan (indurasi) yang terjadi (Nastiti, 2010) :
a) Pembengkakan (indurasi) : 0–4 mm, uji mantoux negatif. Arti klinis : tidak
ada infeksi Mycobacterium tuberculosis.
b) Pembengkakan (indurasi) : 5–9 mm, uji mantoux meragukan. Hal ini bisa
karena kesalahan teknik, reaksi silang dengan Mycobacterium atypikal
atau pasca vaksinasi BCG.
c) Pembengkakan (indurasi) : ≥ 10 mm, uji mantoux positif. Arti klinis :
sedang atau pernah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
2.1.6 Klasifikasi penyakit dan tipe pasien
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan
suatu “definisi kasus” yang meliputi (Menkes RI, 2009) :
a) Lokasi atau organ tubuh yang sakit
b) Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis)
c) Riwayat pengobatan TB sebelumnya
2.1.6.1 Berdasarkan organ tubuh yang terkena
A. Tuberkulosis paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
19
B. Tuberkulosis ekstra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Pasien
dengan TB paru dan TB ekstraparu diklasifikasikan sebagai TB paru.
2.1.6.2 Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
A. Tuberkulosis paru BTA positif
Kriterianya sebagai berikut (Depkes RI, 2006) :
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto torak menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada
perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
B. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Pasien yang pada spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif sedikitnya
pada 2 kali pemeriksaan tetapi foto torak menunjukkan gambaran
tuberkulosis.
2) Pasien yang pada spesimen dahak SPS nya tidak ditemukan BTA sama
sekali tetapi biakan kuman TB positif.
20
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien
dengan HIV negatif.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
2.1.6.3 Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Pembagiannya sebagai berikut (Menkes RI, 2009) :
A. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif
atau negatif.
B. Kasus yang sebelumnya pernah diobati
1) Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, tetapi
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
2) Kasus setelah putus berobat (default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
3) Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
C. Kasus Pindahan (transfer in)
Adalah pasien yang dipindahkan ke register lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
21
D. Kasus Lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti :
1) tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
2) pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya
2.1.7 Pengobatan
Pengobatan TB paru bertujuan untuk menyembuhkan pasien dan
memperbaiki kualitas hidup serta produktivitas pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan, dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap obat antituberkulosis (OAT) (WHO, 2011).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut (Menkes RI, 2009) :
1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) oleh seorang
Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu :
1) Tahap awal (intensif) :
i. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan
(mg/kg)
Jenis OAT SifatHarian 3xseminggu
Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6)
10(8-12)
Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12)
10(8-12)
Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30)
35 (30-40)
Streptomycin (S) Bakterisid 15 (12-18)
15(12-18)
Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20)
30(20-35)
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Tidak ada nafsu makan, mual,sakit perut
Rifampisin Semua OAT diminum malamsebelum tidur
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa terbakar dikaki
INH Beri vitamin B6 (piridoxin) 100mg per hari
Warna kemerahan pada air seni(urine)
Rifampisin Tidak perlu diberi apa-apa, Tapi perlu penjelasan kepada pasien.
22
ii. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya
pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
iii. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
2) Tahap lanjutan :
i. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
ii. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
2.1.7.1 Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Tabel 2.3 Efek Samping Ringan OAT
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaandibawah *).
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan, gantiEtambutol.
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan, gantiEtambutol.
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semuaOAT
Hentikan semua OAT sampaiikterus menghilang.
Bingung dan muntah-muntah
(permulaan ikterus karena
obat)
Hampir semuaOAT
Hentikan semua OAT, segeralakukan tes fungsi hati.
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol.
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin.
23
Tabel 2.4 Efek Samping Berat OAT
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”
dari tabel 2.3 diatas yaitu : Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai
mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu
antihistamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal
tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi
suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu
sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah
berat, pasien perlu dirujuk (Kemenkes RI, 2009).
2.1.7.2 Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia merupakan rekomendasi dari WHO dan IUATLD
(Internatioal Union Against Tuberculosis and Lung Disease). Paduan OAT
disediakan dalam bentuk paket berupa obat Kombinasi Dosis Tetap (OAT KDT).
24
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu
paket untuk satu pasien dalam satu masa pengobatan (Menkes RI, 2009).
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu
(Menkes RI, 2009) :
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin
efektifitas obat dan mengurangi efek samping
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehingga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan TB
di Indonesia yaitu (Menkes RI, 2009) :
A. OAT Kategori 1 (2HRZE/ 4H3R3)
` Tahap intensif terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
dan Etambutol (E). Obat-obat tersebut diberikan satu kali sehari selama 2 bulan
(2HRZE). Kemudian diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan
(4H3R3).
Obat kategori 1 diberikan untuk:
a) Penderita baru TB Paru BTA positif
b) Penderita baru TB Paru BTA negatif dengan foto torak positif
c) Penderita baru TB Ekstra Paru
Berat BadanTahap Intensif
tiap hari selama 56 hariRHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
BeratBadan
Tahap Intensiftiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan 3 kali semingguRH (150/150) + E(400)
Selama 56 hari Selama 28hari
selama 20 minggu
30-37 kg2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin inj. 2 tab 4KDT2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 kg3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin inj. 3 tab 4KDT3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 kg4 tab 4KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj. 4 tab 4KDT4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥71 kg5 tab 4KDT
+ 1000mg Streptomisin inj. 5 tab 4KDT5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
25
Tabel 2.5 Dosis OAT KDT untuk kategori 1
Sumber: Kemenkes RI, 2009
B. OAT Kategori 2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan
HRZE dan suntikan Streptomisin setiap hari dari UPK. Dilanjutkan 1 bulan
dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5
bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat kategori 2 diberikan untuk :
a) Penderita kambuh (relaps)
b) Penderita gagal (failure)
c) Penderita dengan putus obat (default)
Tabel 2.6 Dosis OAT KDT untuk kategori 2
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hariRHZE (150/75/400/275)
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT55 – 70 kg 4 tablet 4KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hariRHZ (75/50/150)
4 bulan tiap hariRH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-14 2 tablet 2 tablet15-19 3 tablet 3 tablet
20-32 4 tablet 4 tablet
26
C. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2
hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE)
setiap hari selama 1 bulan.
Tabel 2.7 Dosis OAT KDT untuk kategori sisipan
Sumber: Kemenkes RI, 2009
D. OAT Kategori Anak (2HRZ/ 4HR)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan berikan
dalam waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap
intensif maupun tahap lanjutan.
Tabel 2.8 Dosis OAT KDT untuk kategori anak
Sumber: Kemenkes RI, 2009
Keterangan:
Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet. Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
27
2.2 Pengawas Menelan Obat
Untuk menjamin kesembuhan dan mencegah resistensi serta keteraturan
pengobatan dan mencegah drop out (lalai) pada penderita TB paru maka
diterapkan strategi DOTS, yang salah satu komponennya yaitu pengawasan
langsung menelan OAT oleh Pengawas Menelan Obat (PMO). Bagi penderita TB
yang rumahnya dekat dengan puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya
maka PMO mereka adalah petugas puskesmas, sedangkan bagi penderita yang
rumahnya jauh, diperlukan PMO atas bantuan masyarakat, LSM (Lembaga
Swadaya Masyarakat), PPTI (Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis
Indonesia), dan keluarga sendiri. Obat harus ditelan setiap hari yang disaksikan
oleh PMO. Jika tidak mungkin bagi penderita untuk datang setiap hari ke
puskesmas maka petugas puskesmas harus merundingkannya dengan penderita
bagaimana caranya agar terjamin obat di telan setiap hari (Menkes RI, 2009).
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan di desa,
perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru,
anggota PPTI, tokoh masyarakat lainnya, keluarga pasien, atau orang yang
serumah dengan pasien (Menkes RI, 2009).
Persyaratan untuk menjadi seorang PMO adalah : (1) seseorang yang
dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan dan maupun pasien,
selain itu juga harus disegani dan dihormati oleh pasien, (2) seseorang yang
tinggal dekat dengan pasien, (3) bersedia membantu pasien dengan suka rela, (4)
28
bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
(Depkes RI, 2009).
Peran atau tugas seorang PMO adalah : a) mengawasi penderita agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, b) memberi dorongan dan
motivasi kepada penderita agar mau berobat teratur, c) mengingatkan penderita
untuk periksa ulang dahak pada waktu-waktu yang telah ditentukan, d) memberi
penyuluhan pada anggota keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala
tersangka penderita TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan
kesehatan. Tugas seorang PMO bukanlah untuk menggantikan kewajiban pasien
mengambil obat dari UPK (Menkes RI, 2009).
Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada
pasien dan keluarganya adalah : a) TB disebabkan kuman bukan penyakit
keturunan atau kutukan, b) TB dapat disembuhkan dengan berobat teratur, c) cara
penularan TB, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya, d) cara
pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan), e) pentingnya
pengawasan supaya pasien berobat secara teratur, f) kemungkinan terjadinya efek
samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke fasilitas pelayanan
kesehatan (PDPI, 2011).
2.3 Pengetahuan
2.3.1 Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
29
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).
2.3.2 Sumber
Sumber pengetahuan berasal dari pengindraan indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Notoatmodjo, 2007).
2.3.3 Tingkatan
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan yang tercakup dalam domain
kognitif mempunyai 6 tingkatan, meliputi:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari
atau rangsangan yang paling rendah. Misalnya menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Misalnya dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini dapat diartikan
30
sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya
dalam konteks atau situasi tertentu.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat
bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk menciptakan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Sintesis juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru
dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat
merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap
suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian penelitian itu didasari
pada suatu kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau kuesioner yang menanyakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan
yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-
tingkatan diatas.
31
2.3.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang (Mubarak,
2007) :
1) Umur
Bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan
pengetahuan yang diperoleh, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang
usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang.
2) Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berfikir
abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar.
Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal berfikir dan mengolah
berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang
akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahauan.
3) Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi
seseorang dimana seseorang dapat mempelajari hal- hal yang baik dan juga hal-
hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang
akan memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berfikir
seseorang.
32
4) Sosial Budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungan dengan orang lain,
karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh
suatu pengetahuan.
5) Pendidikan
Makin tinggi pendidikan semakin mudah pula seseorang memahami
informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya,
serta sebaliknya.
6) Informasi
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi bila ia mendapatkan
informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar
maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang.
7) Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat
diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman
itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu,
pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh
pengetahuan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada
masa lalu.