yasir ichwan
DESCRIPTION
YASIR ICHWANTRANSCRIPT
NASIONALISME DALAM NOVEL 5 cm.
KARYA DONNY DHIRGANTORO: ANALISIS STRUKTURALISME
SKRIPSI
OLEH
YASIR ICHWAN
NIM 100701030
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
PERNYATAAN
Nasionalisme Dalam Novel 5 cm.
Karya Donny Dhirgantoro: Analisis Strukturalisme
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi saya ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.
Medan, April 2014
Yasir Ichwan
PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan kasih
sayang-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nasionalisme
dalam Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro: Analisis Strukturalisme”. Penyusunan skripsi
ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan
pada Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses pengerjaan skripsi ini, peneliti sangat banyak mendapat bimbingan, dorongan,
dan dukungan. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terwujudnya skripsi saya ini, yaitu
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.&H., M.Sc., (C.T.M.), Sp.A(K.).
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Ir. Zulkifli Nasution,
M.Sc., Ph.D selaku Pembantu Rektor I Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof.
Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Pembantu Rektor II Universitas
Sumatera Utara, Bapak Drs. Bongsu Hutagalung, M.Si. selaku Pembantu Rektor
III Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, S.H., M.LI
selaku Pembantu Rektor IV Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Ir. Yusuf
Husni selaku Pembantu Rektor V Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak
memberikan sarana dan prasarana dalam proses penyelesaian skripsi ini.
2. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Dr.
M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Budaya, Bapak
Drs. Samsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II Fakultas Ilmu Budaya, Bapak
Drs. Yuddi Adrian Mulyadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu
Budaya, yang telah banyak memberikan sumbangsih berupa sistem pendidikan
3. yang baik sesuai dengan kurikulum sehingga mempermudah proses penyelesaian
skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra
Indonesia dan Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Sekretaris
Departemen Sastra Indonesia, yang telah memberikan dorongan, nasihat dan
saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.
5. Bapak Drs. Isma Tantawi, M.A. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs.
Haris Sutan Lubis, M.S.P. selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak
meluangkan waktu, memberikan kritik, dan saran dalam proses penyelesaian
skripsi ini.
6. Staf pengajar dan Administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan proses pengajaran
yang baik dan ilmu yang bermanfaat dalam proses penyelesaian skripsi ini.
7. Abah H. Saiful Ahyar dan Ibunda Hj. Nursiah tercinta yang tidak henti-hentinya
memberikan semangat dan dorongan baik secara moril dan materil untuk
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada semua pihak yang telah banyak memberikan masukan berupa saran dan
kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti mengucapakan terima kasih.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, April 2014
Penulis
Yasir Ichwan
Nasionalisme Dalam Novel 5 cm.
Karya Donny Dhirgantoro: Analisis Strukturalisme
Oleh
Yasir Ichwan
Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya USU
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis tentang struktur yang membangun nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memahami makna nasionalisme secara lebih luas. Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah teknik pustaka, baca, dan catat. Teknik analisis data yang dilakukan peneliti adalah menganalisis unsur-unsur pembangun novel, mengaitkan antara unsur pembangun novel, menyajikan hasil analisis, dan menyimpulkan penelitian. Pada penelitian ini, diperoleh data dan informasi melalui buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme yang memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta mengaitkan antara unsur pembangun karya sastra. Novel yang dianalisis adalah novel 5 cm.karya Donny Dhirgantoro. Struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm. yaitu tema yang mengangkat tentang nilai kebersamaan, latar tempat yang berada di kota-kota Indonesia, latar waktu yang mengacu pada hari kemerdekaan bangsa Indonesia, latar sosial para tokoh yang berasal dari kaum terpelajar dan eksponen peristiwa reformasi, perwatakan tokoh yang bersikap pantang menyerah, sopan santun, bangga terhadap negara sendiri, rela berkorban, berjiwa pemimpin, cinta kepada negara sendiri, alur cerita yang mengandung nilai kebersamaan, sikap toleransi, bermusyawarah, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, pantang menyerah, tolong-menolong, selalu bersyukur, rela berkorban, dan cinta tanah air, sudut pandang pengarang yang mengajarkan tentang nilai cinta terhadap tanah air, pantang menyerah, bangga terhadap negara sendiri, dan gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi dan bahasa Jawa. Bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. adalah doa, sopan santun, musyawarah, mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, kebersamaan, bertanggung jawab, kerja keras, batik, bersyukur, blangkon, bahasa Jawa, kerukunan, gotong royong, peduli lingkungan hidup, kepemimpinan, disiplin, bendera merah putih, sikap hormat, lagu Indonesia Raya, upacara bendera, persatuan dan kesatuan, dan cinta tanah air.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN................................................................................................................. i
PRAKATA ......................................................................................................................... ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iv
DAFTAR ISI...................................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 .........................................................................................................Latar
Belakang..................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 4
1.3.1 Tujuan Penelitian .................................................................................. 4
1.3.2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 4
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ............... 5
2.1 Konsep ....................................................................................................... 5
2.1.1 Novel .................................................................................................... 5
2.1.2 Nasionalisme ........................................................................................ 6
2.2 Landasan Teori ........................................................................................... 14
2.2.1 Teori Strukturalisme ............................................................................. 14
2.3 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 16
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................................. 19
3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ..................................................... 19
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data .............................................................. 20
BAB IV ANALISIS STRUKTUR YANG MEMBANGUN NILAI
NASIONALISME DALAM NOVEL 5 cm. KARYA
DONNY DHIRGANTORO ........................................................................... 21
4.1 Tema........................................................................................................... 21
4.2 Latar ........................................................................................................... 22
4.3 Penokohan dan Perwatakan ....................................................................... 27
4.4 Alur ............................................................................................................ 35
4.5 Sudut Pandang ........................................................................................... 44
4.6 Gaya Bahasa ............................................................................................... 46
BAB V ANALISIS BENTUK NASIONALISME DALAM NOVEL 5 cm.
KARYA DONNY DHIRGANTORO ........................................................... 48
5.1 Doa ............................................................................................................. 48
5.2 Sopan Santun.............................................................................................. 49
5.3 Musyawarah ............................................................................................... 50
5.4 Mencerdaskan Keheidupan Bangsa ........................................................... 51
5.5 Tidak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme ...................................................... 52
5.6 Kebersamaan .............................................................................................. 55
5.7 Bertanggung Jawab .................................................................................... 57
5.8 Kerja Keras ................................................................................................ 60
5.9 Batik ........................................................................................................... 61
5.10 Bersyukur ................................................................................................. 64
5.11 Blangkon .................................................................................................. 66
5.12 Bahasa Jawa ............................................................................................. 68
5.13 Kerukunan ................................................................................................ 70
5.14 Gotong Royong ........................................................................................ 72
5.15 Peduli Lingkungan Hidup ........................................................................ 74
5.16 Kepemimpinan ......................................................................................... 76
5.17 Disiplin ..................................................................................................... 78
5.18 Bendera Merah Putih ............................................................................... 79
5.19 Sikap Hormat ........................................................................................... 81
5.20 Lagu Indonesia Raya ................................................................................ 82
5.21 Upacara Bendera ...................................................................................... 83
5.22 Persatuan dan Kesatuan ........................................................................... 84
5.23 Cinta Tanah Air ........................................................................................ 87
BAB VI SIMPULAN ..................................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 90
SINOPSIS .......................................................................................................................... 93
Nasionalisme Dalam Novel 5 cm.
Karya Donny Dhirgantoro: Analisis Strukturalisme
Oleh
Yasir Ichwan
Departemen Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya USU
ABSTRAK
Penelitian ini menganalisis tentang struktur yang membangun nilai nasionalisme dan bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk memahami makna nasionalisme secara lebih luas. Metode pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah teknik pustaka, baca, dan catat. Teknik analisis data yang dilakukan peneliti adalah menganalisis unsur-unsur pembangun novel, mengaitkan antara unsur pembangun novel, menyajikan hasil analisis, dan menyimpulkan penelitian. Pada penelitian ini, diperoleh data dan informasi melalui buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian. Teori yang digunakan adalah teori strukturalisme yang memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur yang membangun karya sastra serta mengaitkan antara unsur pembangun karya sastra. Novel yang dianalisis adalah novel 5 cm.karya Donny Dhirgantoro. Struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm. yaitu tema yang mengangkat tentang nilai kebersamaan, latar tempat yang berada di kota-kota Indonesia, latar waktu yang mengacu pada hari kemerdekaan bangsa Indonesia, latar sosial para tokoh yang berasal dari kaum terpelajar dan eksponen peristiwa reformasi, perwatakan tokoh yang bersikap pantang menyerah, sopan santun, bangga terhadap negara sendiri, rela berkorban, berjiwa pemimpin, cinta kepada negara sendiri, alur cerita yang mengandung nilai kebersamaan, sikap toleransi, bermusyawarah, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, pantang menyerah, tolong-menolong, selalu bersyukur, rela berkorban, dan cinta tanah air, sudut pandang pengarang yang mengajarkan tentang nilai cinta terhadap tanah air, pantang menyerah, bangga terhadap negara sendiri, dan gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi dan bahasa Jawa. Bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. adalah doa, sopan santun, musyawarah, mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, kebersamaan, bertanggung jawab, kerja keras, batik, bersyukur, blangkon, bahasa Jawa, kerukunan, gotong royong, peduli lingkungan hidup, kepemimpinan, disiplin, bendera merah putih, sikap hormat, lagu Indonesia Raya, upacara bendera, persatuan dan kesatuan, dan cinta tanah air.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat menarik karena faktor
keanekaragamannya, mulai dari suku, budaya, agama, bahasa, warna kulit, dan sebagainya.
Sebagai sebuah negara, keanekaragaman Indonesia dapat diilustrasikan dengan bentuk tangan
manusia yang memiliki lima jari. Kelima jari manusia memiliki bentuk yang berbeda-beda,
tetapi memiliki fungsi yang sama, yaitu mempermudah manusia dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Lima jari manusia akan berfungsi secara maksimal apabila kelima jari tersebut
bersatu dan bekerja sama. Begitu juga dengan keanekaragaman yang ada di negara Indonesia,
walaupun berbeda-beda suku, budaya, agama, bahasa, warna kulit, dan sebagainya, warga
negara Indonesia harus tetap bersatu dan bekerja sama untuk mewujudkan sikap kebangsaan
yang kuat.
Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti negara atau bangsa, ditambah
akhiran isme yang berarti: (a) suatu sikap ingin mendirikan negara bagi bangsanya sesuai
dengan paham/ideologinya, (b) suatu sikap ingin membela tanah air/negara dari penguasaan
dan penjajahan bangsa asing, (Budiyono, 2007: 208). Menurut Smith (2003: 10) nasionalisme
adalah suatu ideologi yang meletakkan bangsa di pusat masalahnya dan berupaya
mempertinggi keberadaannya. Nasionalisme sebagai manifestasi kecintaan dan kesetiaan
tertinggi kepada tanah air, negara, dan bangsa merupakan modal dasar bagi pembentukan
negara dan karakter bangsa.
Kata sya’ab, qaum, ummah banyak digunakan Alquran untuk merujuk makna
bangsa. Kata sya’ab yang menjadi kata tunggal dari syu’uban tercantum dalam Alquran pada
surat Al Hujurat ayat 13 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:
”Wahai manusia kami sesungguhnya telah menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan, dan kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”. Bangsa dalam pengertian politik menurut Dault (2005: 2) adalah masyarakat dalam
suatu daerah yang sama dan tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan
tertinggi ke luar dan ke dalam.
Semangat kebangsaan atau nasionalisme dari suatu bangsa tidak dapat dilepaskan
dari hasrat bangsa itu dalam mewujudkan arah dan tujuan yang hendak dicapai oleh bangsa
tersebut. Nasionalisme merupakan sikap politik dan sosial dari kelompok masyarakat yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, bahasa, dan wilayah, serta kesamaan cita-cita, dan tujuan.
Hal itu diutarakan pula oleh Soekarno (1964: 3) yang mengatakan bahwa nasionalisme adalah
suatu iktikad; suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan, satu bangsa.
Menurut Soekarno (1964: 5) semangat kebangsaan atau nasionalisme secara tersirat
telah lahir sejak masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Semangat seperti itu terbelah-belah
pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda. Jiwa kebangsaan hanya terlihat sebagai jiwa
persatuan satu daerah atau satu kepulauan. Semangat kebangsaan itu secara keseluruhan
mempunyai satu tujuan, yaitu mengusir penjajah dari negeri tumpah darah kita ini, Indonesia.
Akan tetapi, wujud nasionalisme seperti itu bersifat lokal. Rasa kebangsaan secara nyata baru
dilakukan pada tahun 1908, yaitu Budi Utomo. Bentuk dan arah nasionalisme kita pada saat
itu didasari oleh kesatuan wilayah, kesatuan keinginan, kesamaan nasib, dan kesamaan hal-
ihwal. Kesamaan itu diarahkan pada usaha mengusir penjajah dari bumi Indonesia. Itulah
yang terlihat dalam nasionalisme sebelum kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana bentuk semangat kebangsaan atau nasionalisme pada masa kini?
Tampaknya nasionalisme telah mengalami pergeseran makna. Barangkali rasa kebangsaan
kita kini telah ternodai atau terancam oleh berbagai faktor dari luar dan dari dalam negeri
sendiri. Apakah memang dalam bentuk dan arah seperti sekarang inikah nasionalisme yang
kita idamkan untuk membawa bangsa ini ke arah masyarakat yang adil dan makmur?
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945 yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa menempatkan
persatuan kesatuan, kepentingan, keselamatan bangsa, dan negara di atas kepentingan pribadi
atau kepentingan golongan, menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan
negara, bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa
rendah diri, mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama
manusia dan sesama bangsa, menumbuhkan sikap saling mencintai manusia,
mengembangkan sikap tenggang rasa dan tidak semena-mena terhadap orang lain, gemar
melakukan kegiatan kemanusiaan, senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan, berani
membela kebenaran dan keadilan, merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari
seluruh umat manusia, dan menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja
sama dengan bangsa lain.
Karya sastra adalah sebuah hasil ciptaan manusia. Sastra tumbuh dan berkembang
karena peranan manusia. Sebuah karya sastra pada dasarnya berisi tentang permasalahan
yang melingkupi kehidupan masyarakat, termasuk persoalan-persoalan sosial. Nasionalisme
merupakan bagian dari persoalan sosial, karena menyangkut tentang kehidupan masyarakat
dalam berbangsa dan bernegara. Masalah nasionalisme sering diangkat dalam cerita yang
berbentuk novel, salah satunya adalah novel 5 cm.
Novel 5 cm. adalah novel karya Donny Dhirgantoro, yang diterbitkan oleh Grasindo
pada tahun 2005. Novel ini menceritakan tentang perjalanan lima orang bersahabat yakni
Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Novel ini mengajarkan tentang harapan, impian, tekad,
cinta, dan persahabatan. Novel ini mencetak rekor buku laris di Gramedia Bookstore selama
dua tahun berturut-turut. Pada tahun 2012, novel ini diadaptasi menjadi sebuah film dengan
judul yang sama 5 cm.
Novel 5 cm. adalah novel yang mengangkat nilai nasionalisme. Dalam novel
tersebut terdapat nilai nasionalisme yang dapat menjadi titik balik bagi segenap pemuda
Indonesia untuk kembali menancapkan nilai nasionalisme di dalam benak dan hati mereka,
yang dewasa ini mungkin terkontaminasi oleh pengaruh-pengaruh yang datangnya dari luar
maupun dari dalam negerinya sendiri.
Nasionalisme kita seakan muncul dengan paksaan yaitu ketika ada serangan atau ada
ancaman dari pihak luar, kita baru bersatu teguh mengganyang negara yang bersangkutan.
Nasionalisme bangsa Indonesia terjadi pasang surut akibat pengaruh global yang telah
mendarah daging dalam jiwa generasi Indonesia. Dalam kenyataannya, kini rasa nasionalisme
kultural dan politik sudah mengkhawatirkan dalam kehidupan keseharian kita.
Nasionalisme merupakan suatu paham yang berkaitan dengan usaha untuk
menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara (nation) dengan mewujudkan
satu konsep identitas bersama untuk sekelompok manusia. Permasalahan yang menarik untuk
dikaji dan diteliti dalam penelitian ini adalah nasionalisme yang terdapat dalam novel 5 cm.
1.2 Rumusan Masalah
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang terarah, maka diperlukan suatu rumusan
masalah. Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm.
karya Donny Dhirgantoro?
2. Bagaimanakah bentuk nasionalisme yang terdapat dalam novel 5 cm. karya
Donny Dhirgantoro?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan suatu penelitian haruslah jelas mengingat penelitian harus mempunyai arah
dan tujuan yang tepat. Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm.
karya Donny Dhirgantoro.
2. Menganalisis bentuk nasionalisme yang terdapat dalam novel 5 cm. karya Donny
Dhirgantoro.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Memperluas khasanah ilmu pengetahuan terutama bidang bahasa dan sastra
Indonesia, khususnya dalam menganalisis novel dengan teori strukturalisme.
2. Memahami makna nasionalisme secara lebih luas.
3. Memberikan masukan kepada mahasiswa untuk mengkaji dan menelaah novel.
4. Menambah referensi dan membantu pembaca dalam memahami makna yang
terdapat dalam karya sastra.
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsep adalah gambaran mental
dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk
memahami hal-hal lain. Menurut Malo (1985: 47) konsep-konsep yang dipakai dalam ilmu
sosial, walaupun kadang-kadang istilahnya sama dengan yang digunakan sehari-hari, namun
makna dan pengertiannya dapat berubah.
Konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:
2.1.1 Novel
Istilah novel berasal dari bahasa Latin, novellas yang kemudian diturunkan menjadi
novies, yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan kenyataan bahwa novel
merupakan jenis cerita fiksi (fiction) yang muncul belakangan dibandingkan dengan cerita
pendek (short story) dan roman, (Waluyo, 2002: 36).
Pengertian novel dalam The American College Dictionary yang dikutip oleh Tarigan
(2003: 164) menjelaskan bahwa novel adalah suatu cerita yang fiktif dalam panjang yang
tertentu, melukiskan para tokoh, gerak serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam
suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atau kusut. Di dalam novel memang
mempunyai panjang yang tertentu dan merupakan suatu cerita prosa yang fiktif. Hal itu
sejalan dengan pendapat Nurgiyantoro (2005: 9) yang memberikan pengertian bahwa novel
adalah sebuah prosa fiksi yang panjangnya cukup, artinya tidak terlalu panjang, namun juga
tidak terlalu pendek.
Menurut Robert Lindell (dalam Waluyo, 2006: 6) karya sastra yang berupa novel,
pertama kali lahir di Inggris dengan judul Pamella merupakan bentuk catatan harian seorang
pembantu rumah tangga kemudian berkembang dan menjadi bentuk prosa fiksi yang kita
kenal seperti saat ini.
Novel merupakan jenis karya sastra yang tentunya menyuguhkan nilai yang berguna
bagi masyarakat pembaca. Hal ini telah diungkapkan oleh Goldmann (dalam Saraswati, 2003:
87) mendefinisikan novel merupakan cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-
nilai otentik di dalam dunia yang juga terdegradasi akan nilai-nilai otentik di dalam dunia
yang juga terdegradasi, pencarian itu dilakukan oleh seorang hero yang problematik. Ciri
tematik tampak pada istilah nilai-nilai otentik yang menurut Goldmann merupakan totalitas
yang secara tersirat muncul dalam novel, nilai-nilai yang mengorganisasikan sesuai dengan
mode dunia sebagai totalitas. Atas dasar definisi itulah selanjutnya Goldmann
mengelompokkan novel menjadi tiga jenis yaitu novel idealisme abstrak, novel psikologis
(romantisme keputusasaan), dan novel pendidikan (paedagogis).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa novel merupakan jenis cerita
fiksi yang muncul paling akhir jika dibandingkan dengan cerita fiksi yang lain. Novel
mengungkapkan konflik kehidupan para tokohnya secara lebih mendalam dan halus. Selain
itu tokoh-tokoh, serangkaian peristiwa, dan latar ditampilkan secara tersusun hingga
bentuknya lebih panjang dibandingkan dengan prosa rekaan yang lain.
Fungsi novel pada dasarnya untuk menghibur para pembaca. Novel pada hakikatnya
adalah cerita dan karenanya terkandung juga di dalamnya tujuan memberikan hiburan kepada
pembaca. Sebagaimana yang dikatakan Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2005: 3)
membaca sebuah karya fiksi adalah menikmati cerita, menghibur diri untuk memperoleh
kepuasan batin.
Tarigan (2003: 165) menyatakan bahwa novel mengandung kata-kata berkisar antara
35.000 buah sampai tidak terbatas jumlahnya. Dengan kata lain jumlah minimum kata-
katanya adalah 35.000 buah, kalau kita pukul-ratakan sehalaman kertas kuarto jumlah
barisnya ke bawah 35 buah dan jumlah kata dalam satu baris 10 buah, maka jumlah kata
dalam satu halaman adalah 35 x 10 = 350 buah. Selanjutnya dapat kita maklumi bahwa novel
yang paling pendek itu harus terdiri minimal lebih dari 100 halaman. Lebih lanjut Brooks
dalam ”An Approach to Literature” (Tarigan, 2003: 165) menyimpulkan bahwa ciri-ciri
novel adalah (1) novel bergantung pada tokoh; (2) novel menyajikan lebih dari satu impresi;
(3) novel menyajikan lebih dari satu efek; (4) novel menyajikan lebih dari satu emosi.
2.1.2 Nasionalisme
Penggunaan istilah nasionalisme dalam pengertian sosial dan politik yang diakui
merujuk pada filsuf Jerman, Johan Gottfried Herder dan biarawan kontra-revolusioner
Perancis, Uskup Augustin de Barruel pada akhir abad kedelapan belas. Penggunaan istilah ini
di dalam Bahasa Inggris pada tahun 1936 bersifat teologis, sebagai doktrin bahwa bangsa-
bangsa tertentu dipilih secara ilahiah. Sejak itu, istilah ini cenderung disamakan dengan
egoisme nasional. Namun demikian, biasanya istilah lain seperti kebangsaan/nasionalitas
(nationality) dan kenasionalan (nationalness) dalam arti sebagai semangat nasional atau
individualitas nasional lebih disukai, (Smith, 2003: 6).
Ideologi nasionalisme telah didefinisikan dengan berbagai cara, tetapi kebanyakan
definisi tersebut tumpang tindih dan menyingkapkan tema yang sama. Tentu saja tema
utamanya adalah masalah yang mendominasi bangsa. Tempat nasionalisme berupaya
mempertinggi derajat bangsa. Sasaran umum nasionalisme ada tiga: otonomi nasional,
kesatuan nasional, dan identitas nasional, (Smith, 2003: 6). Bagi para nasionalis, suatu bangsa
tidak bisa melangsungkan hidupnya kalau tidak terdapat ketiga sasaran ini dalam derajat yang
memadai. Dari sini muncul definisi kerja nasionalisme: suatu gerakan ideologis untuk
mencapai dan mempertahankan otonomi, kesatuan, dan identitas bagi suatu populasi, yang
sejumlah anggotanya bertekad untuk membentuk suatu bangsa yang aktual atau bangsa yang
potensial, (Smith, 2003: 6).
Dalam satu abad terakhir istilah nasionalisme digunakan dalam rentang arti yang
kita gunakan sekarang. Di antara penggunaan-penggunaan itu, yang paling penting adalah:
(1) suatu proses pembentukan, atau pertumbuhan bangsa-bangsa; (2) suatu sentimen atau
kesadaran memiliki bangsa bersangkutan; (3) suatu bahasa dan simbolisme bangsa; (4) suatu
gerakan sosial dan politik demi bangsa bersangkutan; (5) suatu doktrin atau ideologi bangsa,
baik yang umum maupun yang khusus, (Smith, 2003: 7).
Rupert Emerson (dalam Dault, 2005: 2) mendefinisikan nasionalisme sebagai
komunitas orang-orang yang merasa bahwa mereka bersatu atas dasar elemen-elemen penting
yang mendalam dari warisan bersama dan bahwa mereka memiliki takdir bersama menuju
masa depan. Sementara menurut Ernest Renan (dalam Dault, 2005: 2) yang sering dikutip
Soekarno, nasionalisme merupakan unsur yang dominan dalam kehidupan sosial-politik
sekelompok manusia dan telah mendorong terbentuknya suatu bangsa atau nation guna
menyatukan kehendak untuk bersatu. Menurut Soekarno (dalam Dault, 2005: 3) semangat
nasionalisme merupakan semangat kelompok manusia yang hendak membangun suatu
bangsa yang mandiri, dilandasi satu jiwa dan kesetiakawanan yang besar, mempunyai
kehendak untuk bersatu dan terus menerus ditingkatkan untuk bersatu, dan menciptakan
keadilan dan kebersamaan. Hasrat hidup bersama itu merupakan solidaritas agung.
Ernest Renan (dalam Dault, 2005: 3) menyebut nasionalisme sebagai le desire
d’entre ensemble atau kehendak untuk bersatu. Nasionalisme ini membentuk persepsi dan
konsepsi identitas sosial kaum pergerakan di seluruh negara-negara jajahan sebagai suatu
kekuatan politik yang tidak bisa disangkal oleh penguasa kolonial. Tujuan nasionalisme ini
adalah pembebasan dari penjajahan dan menciptakan masyarakat/negara yang adil dan tidak
ada lagi penindasan manusia oleh manusia.
Dalam dimensi politik, nasionalisme merupakan ideologi yang meyakini bahwa
kesetiaan tertinggi individu harus diserahkan kepada negara kebangsaan, yaitu suatu negara
yang penduduknya memiliki hak dan kewajiban sama serta mau mengingatkan dirinya dalam
suatu negara, (Kohn, 1984: 11). Demikian juga Soekarno, presiden pertama Indonesia,
mengatakan bahwa bangsa adalah sebuah konstruksi yang dihasilkan oleh sebuah visi yang
diperjuangkan. Dalam pengertian politik ini, prinsip-prinsip utama dalam nasionalisme
adalah kebebasan, kesatuan, keadilan, dan kepribadian yang menjadi orientasi kehidupan
kolektif suatu kelompok untuk mencapai tujuan politik, yaitu negara nasional, (Kartodirdjo,
1993: 3).
Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi oleh empat pilar yaitu Pancasila,
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal
Ika. Pancasila yang berarti lima dasar atau lima asas adalah nama dari Dasar Negara Republik
Indonesia. Pancasila yang dimaksud adalah lima Dasar Negara sebagaimana yang tercantum
di dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat, yang berbunyi sebagai berikut: (1)
Ketuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; (3) Persatuan
Indonesia; (4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan; (5) Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Dalam hal ini dapat
disimpulkan bahwa Pancasila memiliki dua pengertian, yaitu: (1) Pancasila sebagai Dasar
Negara Republik Indonesia, dan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia,
(Darmodihardjo, 1984: 24).
Pengertian pokok tentang Undang-Undang Dasar 1945 adalah keseluruhan naskah
yang terdiri dari: (1) Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; (2) Batang Tubuh Undang-
Undang Dasar 1945 yang terdiri dari 16 Bab berisi 37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan
Tambahan; (3) Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, (Bakry, 1987: 89). Undang-Undang
Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis, yang disampingnya masih ada hukum
dasar tidak tertulis, yaitu ”aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis”, (Bakry, 1987: 89).
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan bentuk negara yang dipilih sebagai
komitmen bersama. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pilihan yang tepat untuk
mewadahi kemajemukan bangsa. Oleh karena itu komitmen kebangsaan akan keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi suatu “keniscayaan” yang harus dipahami oleh
seluruh komponen bangsa. Dalam pasal 37 ayat 5 secara tegas menyatakan bahwa khusus
mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan
karena merupakan landasan hukum yang kuat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
tidak dapat diganggu gugat, (MPR, 2012: 7).
Bhinneka Tunggal Ika adalah semboyan negara sebagai modal untuk bersatu.
Kemajemukkan bangsa merupakan kekayaan kita, kekuatan kita, yang sekaligus juga menjadi
tantangan bagi kita bangsa Indonesia, baik kini maupun yang akan datang. Oleh karena itu
kemajemukan itu harus kita hargai, kita junjung tinggi, kita terima, dan kita hormati serta kita
wujudkan dalam semboyan Bhinneka Tunggal ika, (MPR, 2012: 7).
Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya Wawasan Alquran (Shihab, 2006: 333-344)
menyatakan bahwa unsur-unsur nasionalisme juga dapat ditemukan dalam Alquran:
1. Persamaan Keturunan
Dalam Alquran ditegaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia terdiri dari
berbagai ras, suku, dan bangsa agar tercipta persaudaraan dalam rangka menggapai tujuan
bersama yang dicita-citakan. Alquran sangat menekankan kepada pembinaan keluarga yang
merupakan unsur terkecil terbentuknya masyarakat, dari masyarakat terbentuk suku, dan dari
suku terbentuk bangsa, sebagaimana dalam Alquran pada surat Al A’raf ayat 160 yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:
”Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku yang masing-masingnya berjumlah besar dan Kami wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya: ”Pukullah batu itu dengan tongkatmu!”. Maka memancarlah dari padanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami naungkan awan di atas mereka dan Kami turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami Berfirman): ”Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami rezekikan kepadamu”. Mereka tidak menganiaya Kami, tapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri”. Rasulullah Muhammad SAW dalam perjuangannya di Makkah justru mendapat
pembelaan dari keluarga besarnya. Sejalan dengan itu Rasulullah Muhammad SAW
bersabda: ”Sebaik-baiknya kamu adalah pembela keluarga besarnya selama pembelaannya itu
bukan dosa (HR Abu Daud dari Suroqoh bin Malik)”.
Pengelompokkan dalam suku bangsa tidak boleh menyebabkan fanatisme buta, sikap
superioritas dan penghinaan terhadap bangsa lain. Rasulullah Muhammad SAW bersabda:
”Tidaklah termasuk dalam golongan kita orang yang mengajak kepada ashobiyyah (fanatik
buta terhadap kelompok), bukan pula yang berperang atas dasar ashobiyyah, bukan pula yang
mati dengan mendukung ashobiyyah (HR Abu Daud dari Jubair bin Muth’im)”.
2. Persamaan Bahasa
Bahasa pada hakikatnya bukan hanya sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan
isi pikiran dan tujuan, tapi untuk memelihara identitas dan sebagai pembeda dari komunitas
lain. Jadi, bahasa merupakan perekat terjadinya persatuan umat atau bangsa. Dalam konteks
paham nasionalisme, bahasa pikiran, dan perasaan, jauh lebih penting ketimbang bahasa
lisan, karena sekali lagi ditekankan bahwa bahasa lisan adalah jembatan perasaan. Orang-
orang Yahudi yang bahasanya satu, yaitu bahasa Ibrani, dikecam oleh Alquran dalam surat Al
Hasyr ayat 14 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:
”Mereka (Yahudi) tidak akan memerangi kamu dalam keadaan bersatu padu, kecuali dalam kampung-kampung yang berbenteng atau di balik tembok. Permusuhan antara sesama mereka (Yahudi) adalah sangat hebat. Kamu kira mereka (Yahudi) itu bersatu, sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (Yahudi) adalah kaum yang tidak mengerti”. Sahabat-sahabat Rasulullah ketika meremehkan sahabat Salman (berasal dari
Persia), Suhaib (berasal dari Romawi) dan Bilal (berasal dari Ethiopia) maka Rasulullah
Muhammad SAW bersabda: ”Kebangsaan Arab yang ada pada diri kalian bukanlah karena
bapak atau ibu melainkan dari bahasa, maka barang siapa berbicara bahasa Arab maka dia
adalah bangsa Arab (HR Ibnu ’Asakir)”.
Jadi, terlihat bahwa bahasa, saat dijadikan sebagai perekat dan unsur kesatuan umat,
dapat diakui oleh Alquran, bahkan inklusif dalam ajarannya. Bahasa dan keragamannya
merupakan salah satu bukti keesaan dan kebesaran Allah SWT. Hanya saja harus
diperhatikan bahwa dari bahasa harus lahir kesatuan pikiran dan perasaan, bukan sekadar alat
menyampaikan informasi.
3. Persamaan Adat Istiadat
Pikiran dan perasaan satu kelompok/umat tercermin antara lain dalam adat
istiadatnya. Dalam konteks ini, kita dapat merujuk perintah Alquran surat Ali Imran ayat 104:
”Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang
yang beruntung”.
Kata ‘urf dan ma’ruf pada ayat-ayat itu mengacu kepada kebiasaan dan adat istiadat
yang tidak bertentangan dengan al-khair, yakni prinsip-prinsip ajaran Islam. Rincian dan
penjabaran kebaikan dapat beragam sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat. Sehingga,
sangat mungkin suatu masyarakat berbeda pandangan dengan masyarakat lain. Apabila
rincian maupun penjabaran itu tidak bertentangan dengan prinsip ajaran agama, maka itulah
yang dinamai ‘urf/ma’ruf.
Imam Bukhari meriwayatkan, bahwa suatu ketika Aisyah mengawinkan seorang
gadis yatim kerabatnya kepada seorang pemuda dari kelompok Anshar (penduduk kota
Madinah). Nabi Muhammad SAW yang tidak mendengar nyanyian pada acara itu, berkata
kepada Aisyah, ”Apakah tidak ada permainan/nyayian? Karena orang-orang Anshar senang
mendengarkan nyanyian”. Demikian Nabi Muhammad SAW menghargai adat-kebiasaan
masyarakat Anshar. Jadi, jelas bahwa adat istiadat sebagai salah satu pembentuk bangsa
tidaklah bertentangan dengan Islam.
4. Kesatuan dan Persatuan
Tidak dapat disangkal bahwa Alquran memerintahkan persatuan dan kesatuan.
Sebagaimana secara jelas dinyatakan dalam surat Al Anbiyaa ayat 92 dan surat Al Mu’minun
ayat 52 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: ”Sesungguhnya umatmu ini adalah
umat yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”.
Hal yang harus dipahami pertama kali adalah pengertian dan penggunaan Alquran
terhadap kata umat. Ar-Raghib Al-Isfahani, pakar bahasa yang menyusun kamus Alquran Al-
Mufradat fi Ghanb, Alquran menjelaskan bahwa umat adalah kelompok yang dihimpun oleh
sesuatu, baik persamaan agama, waktu, tempat, baik pengelompokkan itu secara terpaksa
maupun atas kehendak sendiri. Kalau demikian, dapat dikatakan bahwa makna kata umat
dalam Alquran sangat lentur, dan mudah menyesuaikan diri.
Jamaluddin Al-Afghani, yang dikenal sebagai penyatu persatuan Islam (Liga Islam),
menegaskan bahwa idenya bukan untuk menuntut umat Islam berada di bawah satu
kekuasaan, tetapi hendaknya mereka mengarah kepada satu tujuan, serta saling membantu
untuk menjaga keberadaan masing-masing. Sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Ali
Imran ayat 105 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: ”Janganlah kamu menjadi
seperti mereka yang berkelompok-kelompok dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”.
Kalimat ”dan berselisih” digandengkan dengan ”berkelompok-kelompok” untuk
mengisyaratkan bahwa yang terlarang adalah pengelompokkan yang mengakibatkan
perselisihan. Kesatuan umat Islam tidak berarti dileburnya segala perbedaan, atau ditolaknya
segala ciri/sifat yang dimiliki oleh perorangan, kelompok, asal keturunan, dan bangsa.
Kelenturan kandungan makna umat seperti yang dikemukakan terdahulu mendukung
pandangan ini. Sekaligus membuktikan bahwa dalam banyak hal, Alquran hanya
mengamanatkan nilai-nilai umum dan menyerahkan kepada masyarakat untuk menyesuaikan
diri dengan nilai-nilai umum itu.
Dalam Alquran juga mengakui adanya kebinekaan dalam kesatuan, yaitu dijelaskan
dalam surat Al Maidah ayat 48 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia: ”Seandainya
Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak
menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat
kebajikan”.
Akan tetapi itu tidak dikehendaki-Nya. Dengan demikian, tidak dapat dibuktikan
bahwa Alquran menuntut penyatuan umat Islam seluruh dunia pada satu wadah persatuan
saja, dan menolak paham kebangsaan.
Alquran tidak mengharuskan penyatuan seluruh umat Islam ke dalam satu wadah
kenegaraan. Sistem kekhalifahan yang dikenal sampai masa kekhalifahan Utsmaniyah
merupakan salah satu bentuk yang dapat dibenarkan, tetapi bukan satu-satunya bentuk baku
yang ditetapkan. Oleh sebab itu, jika perkembangan pemikiran manusia atau kebutuhan
masyarakat menuntut bentuk lain, hal itu dibenarkan pula oleh Islam, selama nilai-nilai yang
diamanatkan maupun unsur-unsur perekatnya tidak bertentangan dengan Islam.
5. Persamaan Sejarah
Persamaan sejarah muncul sebagai unsur kebangsaan karena unsur ini merupakan
salah satu yang terpenting demi menyatukan perasaan, pikiran, dan langkah-langkah
masyarakat. Sejarah menjadi penting, karena umat, bangsa, dan kelompok dapat melihat
dampak positif atau negatif pengalaman masa lalu, kemudian mengambil pelajaran dari
sejarah, untuk melangkah ke masa depan. Sejarah yang gemilang dari suatu kelompok akan
dibanggakan anggota kelompok serta keturunannya, demikian pula sebaliknya.
Alquran sangat menonjol dalam menguraikan peristiwa sejarah. Bahkan tujuan
utama dari uraian sejarahnya adalah guna mengambil iktibar (pelajaran), guna menentukan
langkah berikutnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa unsur kesejarahan sejalan dengan
ajaran Alquran. Sehingga kalau unsur ini dijadikan salah satu faktor lahirnya nasionalisme,
hal ini inklusif di dalam ajaran Alquran, selama uraian kesejarahan itu diarahkan untuk
mencapai kebaikan dan kemaslahatan.
6. Cinta Tanah Air
Cinta tanah air sejalan dengan perintah Alquran, bahkan inklusif dalam ajarannya
dan praktik Nabi Muhammad SAW. Cinta kepada tanah air tampak pada saat beliau tinggal
di Madinah dan menjadi warga kota, beliau memohon kepada Allah: ”Ya Allah cintakan kota
Madinah kepada kami, sebagaimana Engkau mencintakan kota Makkah kepada kami (HR
Bukhari, Malik, dan Akhmad)”.
Orang yang gugur dalam mempertahankan keluarga, harta, dan negeri sendiri dinilai
sebagai mati syahid, sebagaimana gugur dalam membela agama, bahkan agama
menggandengkan pembelaan agama dan pembelaan negara dalam Alquran surat Al
Mumtahanah ayat 8-9 yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia:
”Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Dari uraian di atas terlihat bahwa nasionalisme sangat sejalan dengan ajaran Alquran
dan Sunah. Bahkan semua unsur yang melahirkan paham tersebut, inklusif dalam ajaran
Alquran.
Nasionalisme politik di Indonesia diperkenalkan oleh para intelektual dan kaum
terpelajar pada awal abad 20, yang kemudian tokoh-tokoh tersebut membentuk Budi Utomo
pada tahun 1908. Gerakan ini berkembang di kalangan terpelajar yang kelak menjadi cikal-
bakal terbentuknya elit modern Indonesia.
Kebangkitan nasionalisme yang dipelopori oleh Wahidin Soedirohoesodo, Soetomo,
HOS Tjokroaminoto dan generasi yang lebih muda seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, SM
Kartosoewirjo, Tan Malaka, dan lain-lain, semakin mendinamisasikan kaum pergerakan
dalam upaya mencapai kemerdekaan. Di bawah cengkraman kolonialis Hindia-Belanda dan
juga Jepang, para tokoh pergerakan itu benar-benar menyadari arti penting semangat
nasionalisme, karena penjajah menerapkan kapitalisme modern yang telah mengakibatkan
bangsa Indonesia sangat menderita dengan kemiskinan, kebodohan, dan kesengsaraan.
Setelah Budi Utomo pada tahun 1908 dibentuk kemudian menyusul organisasi yang
bersifat politik, yaitu Indische-Partij pada tahun 1911 dan Sarekat Islam pada tahun 1912
yang kemudian menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII). Indische-Partij dibentuk oleh
tiga “serangkai” EFE Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
Soeryaningrat (bangsawan Jawa dari keraton Paku Alam). Sarekat Islam dibentuk oleh Haji
Samanhoedi pedagang batik dari Solo yang “keturunan Bugis-Makassar”, dan kemudian
berkembang di bawah kepemimpinan (Haji Oemar Said) Tjokroaminoto. Selanjutnya,
keberanian untuk berorganisasi makin berkembang dan pemuda-pemuda etnik mengambil
peranannya masing-masing. Tegaklah kemudian Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Sumatera,
Jong Batak, dan sebagainya. Dengan menggunakan organisasinya yang berdasarkan asal
kelahiran mereka, maka mereka telah memberikan makna ideologi dalam kerangka proses
pencerahan dan pembentukan identitas baru, ke-Indonesiaan. Artinya, ideologi yang berlatar
etnik terlibat secara intens di tengah-tengah pertarungan pencarian identitas di bawah bayang-
bayang kekuasaan kolonialisme Belanda. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa cita-cita
ke-Indonesiaan sudah sejak awal dicari dan ditemukan bersama oleh warga terdidik-
tercerahkan yang berasal dari kelahiran etnik yang berbeda-beda itu. Warga Hindia-Belanda
yang terdidik-tercerahkan dan dari etnik berbeda-beda itu bersatu padu, berdialog dan
mempertanyakan identitas diri mereka, meskipun identitas etnik dan budaya mereka berbeda-
beda.
Selanjutnya tibalah saat yang bersejarah bagi bangsa Indonesia ketika sejumlah
warga terdidik-tercerahkan itu berkumpul dan berkongres pada tanggal 28 Oktober 1928.
Pertemuan itu menghasilkan sebuah rumusan (penegasan) tentang nama diri bangsa, tanah
air, dan bahasa, yaitu Indonesia. Momen bersejarah itu hingga kini masih diperingati sebagai
Hari Sumpah Pemuda.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Teori Strukturalisme
Analisis sastra adalah ikhtiar untuk menangkap atau mengungkapkan makna yang
terkandung dalam teks sastra. Pemahaman terhadap teks sastra harus memperhatikan unsur-
unsur struktur yang membentuk dan menentukan sistem makna, (Culler dalam Pradopo,
1995: 41).
Kehadiran strukturalisme dalam penelitian sastra, sering dipandang sebagai teori dan
pendekatan. Hal ini pun tidak salah, karena baik pendekatan maupun teori saling melengkapi
dalam penelitian sastra. Pendekatan strukturalisme akan menjadi sisi pandang apa yang akan
diungkap melalui karya sastra, sedangkan teori adalah pisau analisisnya, (Endraswara, 2008:
49).
Strukturalisme sebenarnya merupakan paham filsafat yang memandang dunia
sebagai realitas berstruktur. Dunia sebagai suatu hal yang tertib, sebagai sebuah relasi dan
keharusan. Jaringan relasi ini merupakan struktur yang bersifat otonom. Keteraturan struktur
itu, akan membentuk sebuah sistem yang baku dalam penelitian sastra. Menurut Junus (dalam
Endraswara, 2008: 49) strukturalisme memang sering dipahami sebagai bentuk. Karya sastra
adalah bentuk. Oleh sebab itu, strukturalisme sering dianggap sekadar formalisme modern.
Memang, ada kesamaan antara strukturalisme dengan formalisme, yang sama-sama mencari
arti dari teks itu sendiri.
Strukturalisme merupakan cabang penelitian sastra yang tidak bisa lepas dari aspek-
aspek linguistik. Keutuhan makna bergantung pada koherensi keseluruhan unsur sastra,
(Endraswara, 2008: 50). Keseluruhan sangat berharga dibandingkan unsur yang berdiri
sendiri, karena masing-masing unsur memiliki pertautan yang membentuk sistem makna.
Setiap unit struktur teks sastra hanya akan bermakna jika dikaitkan hubungannya dengan
struktur lainnya. Hubungan tersebut dapat berupa paralelisme, pertentangan, inversi, dan
kesetaraan. Hal yang terpenting adalah bagaimana fungsi hubungan tersebut menghadirkan
makna secara keseluruhan.
Menurut Jean Peaget (dalam Endraswara, 2008: 50) strukturalisme mengandung tiga
hal pokok. Pertama, gagasan keseluruhan (wholness), dalam arti bahwa bagian-bagian atau
unsurnya menyesuaikan diri dengan seperangkat kaidah intrinsik yang menentukan baik
keseluruhan struktur maupun bagian-bagiannya. Kedua, gagasan transformasi
(transformation), struktur itu menyanggupi prosedur transformasi yang terus menerus
memungkinkan pembentukan bahan-bahan baru. Ketiga, gagasan keteraturan yang mandiri
(self regulation) yaitu tidak memerlukan hal-hal di luar dirinya untuk mempertahankan
prosedur transformasinya, struktur itu otonom terhadap rujukan sistem lain.
Paham strukturalis, secara langsung maupun tidak langsung sebenarnya telah
menganut paham penulis Paris yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure. Paham ini
mencuatkan konsep sign dan meaning (bentuk dan makna/isi) atau seperti yang dikemukakan
Luxemburg (dalam Endraswara, 2008: 50) tentang signifiant-signifie dan paradigma-
syntagma. Kedua unsur itu selalu berhubungan dan merajut makna secara keseluruhan. Oleh
karena itu, kedua unsur penting ini tidak dapat dipisahkan dalam penafsiran sastra.
Karya sastra yang dibangun atas dasar bahasa, memiliki ciri bentuk (form) dan isi
(content) atau makna (significance) yang otonom, (Endraswara, 2008: 50). Artinya,
pemahaman karya sastra dapat diteliti dari teks sastra itu sendiri. Hanya saja, pemahaman
harus mampu mengaitkan kebertautan antar unsur pembangun karya sastra. Kebertautan
unsur itu akan membentuk sebuah makna utuh.
Ide dasar strukturalis adalah menolak kaum mimetik (yang menganggap karya sastra
sebagai tiruan kenyataan), teori ekspresif (yang menganggap karya sastra sebagai ungkapan
watak dan perasaan pengarang), dan menentang asumsi bahwa karya sastra sebagai media
komunikasi antara pengarang dan pembaca, (Endraswara, 2008: 50). Pendek kata,
strukturalisme menekankan pada otonomi penelitian sastra.
Penekanan Strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teori mandiri.
Penelitian dilakukan secara obyektif yaitu menekankan aspek intrinsik karya sastra. Analisis
struktural dalam analisis teks sastra menjadi perantaraan dalam membongkar sistem makna
yang terkandung di dalamnya. Pendekatan struktural sebagai prioritas awal untuk mengetahui
kebulatan makna teks sastra yang harus memperhatikan pemahaman peran dan fungsi unsur-
unsur yang membangun teks sastra, (Teeuw, 1991: 61).
Berdasarkan penilaian tersebut, analisis struktural terhadap teks sastra memiliki
tujuan untuk membongkar atau mengungkapkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra
secara totalitas dalam menghasilkan makna, (Teeuw, 1991: 135). Menurut Goldman (dalam
Ratna, 2004: 122) menekankan bahwa dalam rangka memberi keseimbangan antara karya
sastra dengan aspek-aspek yang berada di luarnya, yaitu antara hakikat otonomi dengan
hakikat ketergantungan sosialnya, tidak secara langsung menghubungkan karya dengan
struktur sosial yang menghasilkannya, melainkan mengaitkannya terlebih dahulu dengan
kelas sosial dominan.
Hal ini sesuai dengan pendapat A. Teeuw (dalam Pradopo, 1995: 46). “Analisis
struktural merupakan hal yang harus dilakukan untuk memahami prosa (baik cerpen, novel,
dan roman) yaitu dengan memahami struktur fisik dan struktur batin yang terdapat di
dalamnya”. Sebelum melakukan analisis karya sastra dengan menggunakan pendekatan
apapun haruslah menggunakan pendekatan strukturalisme.
Analisis struktural merupakan prioritas utama sebelum diterapkannya analisis yang
lain. Tanpa analisis struktural tersebut, kebulatan makna yang dapat digali dari karya sastra
tersebut tidak dapat ditangkap, dipahami sepenuhnya atas dasar pemahaman tempat dan
fungsi unsur itu di dalam keseluruhan karya sastra, (Teeuw, 1991: 16).
Mukarovski dan Vodica (dalam Ratna, 2004: 93) menyebutkan unsur-unsur prosa, di
antaranya tema, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang,
dan gaya bahasa. Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis
strukturalisme berusaha memaparkan dan menunjukkan unsur-unsur yang membangun karya
sastra serta menjelaskan bahwa antara unsur-unsur tersebut kurang berfungsi tanpa adanya
interaksi. Untuk dapat memecahkan masalah, maka digunakan analisis strukturalisme pada
novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro yang akan dikaji.
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap Novel 5 cm. pernah dilakukan oleh Dwi Lindawati pada tahun
2009 yang berjudul ”Moralitas Sosial Tokoh dan Amanat dalam Novel 5 cm. Karya Donny
Dhirgantoro”. Data dalam penelitian tersebut adalah unit-unit teks pada novel 5 cm. karya
Donny Dhirgantoro yang berupa paparan bahasa yang menggambarkan moralitas sosial tokoh
dan amanat-amanat yang terkandung. Namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah
data yang menjadi objek kajiannya. Dwi menggunakan unit-unit teks yang berupa paparan
bahasa yang menggambarkan moralitas sosial tokoh dan amanat-amanat yang ingin
disampaikan pengarang sedangkan penelitian ini menggunakan data yang berupa kata, klausa,
kalimat, dan ungkapan yang mengandung makna nasionalisme. Selain itu, Dwi juga
membahas moralitas sosial tokoh berdasarkan beberapa aspek, yaitu: (1) moralitas dilihat dari
aspek ketaatan kepada peraturan, (2) moralitas dilihat dari aspek tidak suka menyakiti orang
lain, (3) moralitas dilihat dari aspek memiliki rasa empati terhadap orang lain, (4) moralitas
dilihat dari aspek cinta tanah air, dan (6) moralitas dilihat dari aspek memiliki rasa tanggung
jawab terhadap orang lain. Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti membahas nasionalisme
dari segala aspek, seperti aspek politik, agama, pendidikan, kebudayaan, ideologi dan
sebagainya.
Novel 5 cm. juga pernah diteliti oleh Silvia Ratna Juwita pada tahun 2012 yang
berjudul ”Nilai Moral Novel 5 cm. Karya Donny Dhirgantoro dan Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Sastra di Sekolah”. Metode yang digunakan dalam penulisan penelitian
tersebut adalah metode kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai moral yang
terdapat dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro, selain itu penulisan penelitian tersebut
juga menggunakan pendekatan psikologi sosial yang membahas tentang hubungan antar
individu dan tanggapan masyarakat terhadap individu karena dalam penelitian tersebut
mencoba menguraikan nilai moral yang terkandung dalam novel 5 cm. karya Donny
Dhirgantoro. Namun yang membedakan dengan penelitian ini adalah cara menganalisis
kajiannya. Silvia menganalisis nilai moral yang terdapat dalam Novel 5 cm. kemudian
menghubungkannya dengan proses pembelajaran sastra di sekolah tingkat SMA kelas XI
(sebelas). Dalam analisisnya Silvia mendapatkan nilai moral yang terkadung dalam novel 5
cm. seperti: kejujuran, bertanggungjawab, disiplin, visioner, adil, peduli, dan kerja keras.
Kemudian nilai-nilai moral tersebut diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia di tingkat SMA kelas XI (sebelas) dalam aspek mendengarkan. Sedangkan
penelitian ini, peneliti menganalisis nasionalisme berdasarkan kajian strukturalisme, artinya
peneliti memaparkan keterkaitan unsur-unsur dalam teks sastra secara totalitas sehingga
menghasilkan makna nasionalisme. Unsur-unsur yang dianalisis seperti tema, peristiwa atau
kejadian, latar atau setting, penokohan atau perwatakan, alur atau plot, sudut pandang, dan
gaya bahasa berdasarkan indikator nasionalisme.
Penelitian ini hampir sama dengan penelitian Irvandi Arifiansyah pada tahun 2011
yang berjudul ”Kajian Struktural Dan Nilai Pendidikan Novel 5 cm. Karya Donny
Dhirgantoro”. Penelitian tersebut berbentuk deskriptif kualitatif dengan menggunakan
pendekatan strukturalisme. Metode yang digunakan adalah metode analisis isi. Walaupun
sama-sama menggunakan kajian strukturalisme, yang menjadi kajian Irvandi yaitu tentang
nilai pendidikan yang terdapat dalam Novel 5 cm. Artinya, dalam penelitian tersebut Irvandi
menganalisis secara struktural Novel 5 cm., kemudian Irvandi juga menganalisis nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel tersebut. Adapun nilai pendidikan yang dibahas, yaitu
nilai pendidikan sosial, nilai pendidikan moral, nilai pendidikan religius, dan nilai pendidikan
estetika. Jadi, Irvandi memaparkan nilai pendidikan berdasarkan keterkaitan antar unsur
dalam teks sastra. Hal yang menjadi pembeda dengan penelitian ini adalah fokus kajiannya.
Penelitian ini secara lebih spesifik membahas tentang nasionalisme yang merupakan bagian
dari nilai pendidikan itu sendiri. Peneliti menganalisis nasionalisme berdasarkan keterkaitan
antar unsur teks sastra. Artinya, peneliti menganalisis secara lebih luas tentang nasionalisme
berdasarkan strukturalisme.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian pustaka. Penelitian pustaka
merupakan suatu penelitian yang dilakukan di ruang perpustakaan untuk menghimpun dan
menganalisis data yang bersumber dari perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-
periodikal, seperti majalah-majalah ilmiah yang diterbitkan secara berkala, kisah-kisah
sejarah, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat dijadikan sumber
rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah, (Fathoni, 2006: 95-96).
Metode dan teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah teknik pustaka,
baca, dan catat.
a. Teknik Pustaka adalah teknik yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk
memperoleh data, (Subroto, 1992: 42). Data diperoleh dalam bentuk tulisan maka
harus dibaca, hal-hal yang penting dicatat kemudian disimpulkan dan memelajari
sumber tulisan yang dapat dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam
hubungan dengan objek yang akan diteliti.
b. Teknik baca dan catat. Teknik baca yaitu dengan membaca secara berulang-ulang
secara keseluruhan novel tersebut untuk memahami isinya secara utuh. Teknik catat
yaitu mencatat kata, kalimat, atau data-data yang penting yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti, serta mengumpulkan teori-teori yang relevan yang
berhubungan dengan penelitian.
c. Kemudian dilanjutkan dengan sumber data, yaitu menggunakan data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang langsung didapat dan diperoleh oleh
penulis dari sumber pertamanya untuk keperluan penelitian, (Surachmad, 1990:163).
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel 5 cm. karya Donny
Dhirgantoro.
Sumber Data:
Judul Novel : 5 cm.
Pengarang : Donny Dhirgantoro
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Jumlah Halaman : 381 Halaman
Cetakan : Keduapuluh Sembilan
Tahun Terbit : 2013
Warna Sampul : Hitam
Desain Sampul : Bayu Abdinegoro
Sumber data sekunder adalah sumber data yang terlebih dahulu dikumpulkan orang
di luar penyelidik itu sendiri. Walaupun yang dikumpulkan itu sebenarnya adalah data asli,
(Surachmad, 1990: 163). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku sastra,
referensi, catatan singkat, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian. Data penelitian
berisi kutipan-kutipan dari data buku, dokumen, catatan resmi, dan lain-lain untuk memberi
gambaran laporan.
3.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang akan dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
a. Menganalisis Unsur-Unsur Pembangun Novel
Peneliti akan menganalisis unsur-unsur pembangun novel 5 cm. karya Donny
Dhirgantoro berdasarkan kata, klausa, kalimat, dan ungkapan yang mengandung
nasionalisme melalui tokoh Arial, Riani, Zafran, Ian dan Genta.
b. Mengaitkan Antara Unsur Pembangun Novel
Setelah dianalisis peneliti, maka langkah selanjutnya adalah mengaitkan hasil
analisis antara unsur yang satu dengan lainnya yang membangun struktur novel 5
cm. karya Donny Dhirgantoro.
c. Menyajikan Hasil Analisis
Kemudian peneliti akan menyajikan hasil analisis tersebut dengan menjelaskan
bagaimana nasionalisme dalam novel 5 cm. karya Donny Dhirgantoro berdasarkan
analisis strukturalisme.
d. Menyimpulkan Penelitian
Hasil analisis akan dibuat simpulan tentang nasionalisme dalam novel 5 cm. karya
Donny Dhirgantoro berdasarkan analisis strukturalisme.
BAB IV
ANALISIS STRUKTUR YANG MEMBANGUN NILAI NASIONALISME DALAM
NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO
4.1 Tema
Tema adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita, (Stanton dan Kenny dalam
Nurgiantoro, 2005: 67). Tema disaring dari motif-motif yang terdapat dalam karya yang
bersangkutan yang menentukan hadirnya peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu.
Menurut Sudjiman (1986: 50) tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari
suatu karya sastra, sedangkan menurut Sumardjo dan Saini (1986: 56), mengemukakan
bahwa tema adalah ide sebuah cerita. Pengarang dalam menulis ceritanya bukan sekadar mau
bercerita, tetapi mau menyampaikan sesuatu kepada pembacanya. Menurut beberapa
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan atau ide sentral (pokok) yang
menjadi dasar penciptaan cerita.
Secara keseluruhan tema novel 5 cm. adalah tentang persahabatan. Pada novel 5 cm.
kisah persahabatan begitu kental tertuang dalam setiap peristiwa yang dijalani para tokohnya.
Tokoh yang menjalani persahabatan dalam novel 5 cm. ini adalah Genta, Arial, Zafran, Riani,
dan Ian. Mereka adalah lima orang bersahabat yang sering menghabiskan waktu bersama-
sama.
Tema tentang persahabatan tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut:
”Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,” Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya”. (5 cm.: 50)
Pada kutipan tersebut, nilai nasionalisme dari persahabatan adalah tentang
kebersamaan yang dilakukan oleh kelima orang tokoh yang bersahabat, yaitu Genta, Arial,
Zafran, Riani, dan Ian. Kebersamaan merupakan bagian yang mendasar dalam sebuah
persatuan. Kebersamaan melambangkan sebuah persatuan dari kelima orang tokoh bersahabat
tersebut. Kebersamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 986) mempunyai arti
yaitu hal yang dilakukan bersama. Kebersamaan merupakan suatu bentuk nasionalisme
karena adanya unsur persatuan di dalamnya.
Nilai persatuan terdapat dalam sila ketiga Pancasila Persatuan Indonesia. Pada sila
ketiga Pancasila ini menyiratkan adanya suatu keragaman, sehingga perlu adanya rasa untuk
bersatu dari keberagaman tersebut guna membentuk suatu kebulatan yang utuh. Pada novel 5
cm. keberagaman terlihat dalam aspek perbedaan pendapat, jenis kelamin, selera, dan juga
pandangan hidup. Semua perbedaan tersebut menjadi sebuah kekuatan yang membuat mereka
bisa memahami satu dengan yang lainnya sehingga terjalin rasa saling menghargai. Adanya
rasa saling menghargai tersebut, membuat kelima orang bersahabat ini menjalin kebersamaan
atas nama persahabatan.
Kelima tokoh dalam novel 5 cm. merupakan orang-orang sejak masa SMA sudah
bersahabat. Hal itu terlihat dalam kutipan berikut:
”Kalau kata Zafran, sebuah cerminan masa-masa bahagia yang sudah begitu gelap karena walau bagaimana pun dengan cara apa pun kita nggak akan bisa kembali lagi ke masa-masa SMA yang sangat indah bagi mereka. Masa SMA yang nggak akan tergantikan dengan apa pun.... Jadi, biarkan aja semuanya gelap, yang penting kita pernah sama-sama di gelap bahagia sana.” (5 cm.: 46)
Pada kutipan tersebut dapat diidentifikasikan bahwa rasa kebersamaan mereka
memang sudah terjalin lama karena sudah menghabiskan waktu bersama-sama sejak masa
SMA, sehingga membuat rasa persatuan di antara kelima orang bersahabat ini sudah cukup
kuat. Rasa kebersamaan kelima orang bersahabat ini juga berlanjut, ketika mereka mendaki
gunung Semeru. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:
”Kalo ada yang capek bilang ya, jangan ada yang gengsi. Satu orang capek, semuanya berhenti. Kebanyakan orang gagal ke puncak karena kecapekan dan gengsi nggak mau bilang. Yang ada cuma maksa sehingga akibatnya nggak bisa ngelanjutin.” (5 cm.: 237)
Pada kutipan tersebut, kebersamaan dalam persahabatan mereka memang cukup
jelas terlihat. Rasa kebersamaan seakan sudah tertanam di dalam benak mereka, sehingga
mereka harus melaksanakan sesuatunya berdasarkan kepentingan bersama. Kelima orang
bersahabat dalam novel 5 cm. ini benar-benar menempatkan kepentingan bersama di atas
kepentingan dirinya sendiri. Hal itu dilakukan sejak masa SMA, mereka bersama-sama
mendaki gunung Semeru. Nilai nasionalisme yang terdapat dalam tema novel 5 cm. adalah
tentang persahabatan, yang di dalamnya terdapat rasa kebersamaan.
4.2 Latar
Latar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita, semua
yang dapat berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang berlangsung (Stanton dalam
Sugihastuti, 2007: 35). Latar atau setting mengacu pada pengertian tempat, hubungan waktu,
dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan, (Abrams dalam
Nurgiantoro, 2005: 216). Latar dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu,
dan latar sosial.
a. Latar Tempat
Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan. Latar
tempat dalam novel 5 cm. adalah di Indonesia yaitu terbagi di beberapa kota di Indonesia
seperti Jakarta, Bogor, Cirebon, Jogjakarta, Madiun, dan Malang. Hal itu dapat dilihat dalam
kutipan berikut:
”Panasnya Jakarta hari itu menimpa gerbong, menambah tua tampilan kereta”. (5
cm.: 148)
”Heh bengong, udah sampai Bogor nih...,” Arial menyenggol bahu Indy. (5 cm.: 91)
”Menjelang sore kereta mulai memasuki daerah Cirebon. Mereka berenam masih
saja bercanda ngobrol segala macam, nggak peduli dengan keadaan kereta. Kerinduan pada
diri mereka masing-masing mengalahkan semuanya.” (5 cm.: 152-153)
”Genta, Riani, Zafran, dan Dinda turun dari kereta, menginjakkan kaki di ubin putih
yang mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan Jogjakarta.” (5 cm.: 172)
”Kita di mana, Ta?” Riani yang baru bangun bertanya ke Genta. ”Di Madiun.” Arial
menjawab pertanyaan Riani. (5 cm.: 178)
”Jalan-jalan kota Malang yang tidak terlalu lebar menyambut mereka sore itu, suatu
tempat yang lain dan asing.” (5 cm.: 194)
Jakarta adalah kota yang menjadi asal dan tempat tinggal para tokoh dalam novel 5
cm. Bogor adalah kota yang menjadi salah satu tempat yang tertera dalam novel 5 cm. yaitu
ketika Arial dan Indy datang ke sebuah pesta ulang tahun temannya. Cirebon juga menjadi
salah satu kota yang disinggahi oleh para tokoh di dalam novel 5 cm. karena pada saat itu
kereta api yang mereka tumpangi melintasi daerah Cirebon. Jogjakarta menjadi tempat
pemberhentian sementara para tokoh dalam novel 5 cm. menuju Malang. Pada saat itu
mereka berhenti di stasiun Lempuyangan, Jogjakarta, untuk ke toilet. Madiun juga menjadi
tempat berhenti mereka sementara, tepatnya di stasiun kereta Madiun. Mereka juga sempat
bersarapan nasi pecel di stasiun ini. Malang merupakan kota terakhir yang menjadi
pemberhentian mereka sebelum menuju Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tempat
yang menjadi tujuan utama mereka.
Selain enam kota tersebut, yang menjadi latar tempat dalam novel 5 cm. yang paling
utama adalah berada di Gunung Semeru tepatnya di Puncak Mahameru. Hal itu dapat dilihat
dalam kutipan berikut:
”Para pendaki tampak berbaris teratur di puncak Mahameru. Di depan barisan tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi sendiri dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.
”Pengibaran Sang Saka Merah Putih di puncak Mahameru.” Teriakan seorang pendaki, memecah segala suara yang ada saat itu, menimbulkan keheningan yang mendadak. Hanya suara angin dan desir pasir yang ada.” (5 cm.: 344)
Gunung Semeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa. Puncak Gunung
Semeru dikenal dengan nama Mahameru. Mahameru artinya adalah raja dari gunung atau
gunung yang besar. Maha artinya besar atau megah dan meru dalam bahasa Jawa artinya
gunung (5 cm.: 202). Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten
Malang dan Lumajang. Gunung Semeru masuk dalam kawasan Taman Nasional Bromo
Tengger Semeru.
Nilai nasionalisme dari kutipan di atas adalah di puncak Mahameru para tokoh
dalam novel 5 cm. dan seluruh pendaki melakukan upacara bendera untuk memperingati hari
kemerdekaan bangsa Indonesia. Mereka melakukan upacara bendera dengan khidmat dan
penuh tangis bahagia. Keheningan di puncak Mahameru menjadikan suasana semakin penuh
dengan keharuan. Hal itu dapat dilihat juga dalam kutipan berikut:
”YEAH...!!! teriak semua pendaki serentak membahana memecahkan keheningan, disusul dengan saling berpelukan. Sekali lagi Sang Dwiwarna berkibar di puncak Mahameru tahun ini. Suara-suara tangis bahagia dan teriakan-teriakan penuh semangat terdengar memenuhi puncak. Hampir seluruh pendaki di situ tak bisa menahan haru. Di pagi ini semua merasa dekat sekali satu sama lain, bergembira dengan hati sesak penuh kebanggaan. Di sini... di Mahameru tanggal tujuh belas Agustus... Tanah Air ini indah sekali.” (5 cm.: 347)
Nilai nasionalisme yang terkadung dari latar tempat ini adalah di Puncak Mahameru
para tokoh dalam novel 5 cm. melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih untuk
memperingati hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketinggian puncak Mahameru dapat
diartikan bahwa itulah tempat tertinggi yang berada di Pulau Jawa, sehingga para tokoh
dalam novel 5 cm. merasa lebih dekat dengan Tuhan tetapi tetap menjejakkan kaki di tanah
air Indonesia, yaitu di puncak Mahmeru. Mereka juga mengucapkan rasa syukur kepada
Tuhan karena telah diberikan negeri yang begitu indah, yang bernama Indonesia di puncak
Mahameru.
b. Latar Waktu
Latar waktu merupakan hal yang berhubungan dengan masalah kapan terjadinya
peristiwa yang diceritakan pada sebuah karya fiksi, dalam hal ini latar waktu yang
mengandung nilai nasionalisme terdapat dalam kutipan berikut:
”Di sini... di Mahameru tanggal tujuh belas Agustus... Tanah Air ini indah sekali.
Ibu Pertiwi pun tersenyum melihat anak-anaknya yang bergembira di atas pangkuannya”. (5
cm.: 347)
Tanggal 17 Agustus adalah tanggal yang keramat bagi bangsa Indonesia. Tanggal 17
Agustus tepatnya pada tahun 1945, merupakan hari yang menjadi tonggak baru perjalanan
bangsa Indonesia, karena pada saat itulah mulai dikumandangkan proklamasi kemerdekaan
bangsa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia yang pertama, Ir. Soekarno. Tanggal 17
Agustus juga dijadikan sebagai Hari Ulang Tahun Republik Indonesia, sehingga setiap
tahunnya pada tanggal tersebut selalu diadakan sebuah penghormatan berupa upacara bendera
dan acara-acara hiburan seperti perlombaan-perlombaan untuk memeriahkan hari yang begitu
sakral bagi bangsa Indonesia.
Kaitannya dengan kutipan tersebut, dapat dijelaskan bahwa pada tanggal 17 Agustus
mereka sampai di puncak Mahameru setelah mendaki dengan susah payah. Pada tanggal
tersebut pula mereka melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih di puncak tertinggi
Pulau Jawa yaitu Mahameru, guna memperingati hari kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini
menjelaskan bahwa dari segi latar waktu, nilai nasionalisme yang terdapat pada tanggal 17
Agustus adalah tanggal tersebut merupakan tanggal yang menjadi kebanggaan bagi seluruh
bangsa Indonesia, karena pada saat itu adalah tanggal lahirnya bangsa Indonesia.
c. Latar Sosial
Latar sosial mencakup hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial
masyarakat di suatu tempat. Kehidupan sosial tokoh-tokoh dalam novel 5 cm. adalah sama-
sama berasal dari kaum terpelajar yaitu alumni perguruan tinggi. Selain itu mereka berlima
juga merupakan mahasiswa yang ikut berdemo sewaktu menurunkan Orde Baru dalam
peristiwa reformasi, hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:
”Gue jadi inget waktu zaman kita demo nurunin Orde baru...,” Riani tiba-tiba menggumam sendiri. ”Lho apa hubungannya, Ni?” Ian bingung. ”Dulu kita teriak-teriak atas nama rakyat di seluruh penjuru Indonesia. Trus yang di sekeliling lo ini emangnya siapa?” Semua mengedarkan pandangan ke sekeliling. Diam. Kilatan peristiwa masa-masa kuliah, demo, long march ke Gedung DPR/MPR, memakai jaket alamamater kebanggaan kampus, dan nggak ada yang ditakutin. Saat berduka atas tewasnya empat pahlawan reformasi, pita hitam pun diikatkan di lengan sebagai tanda berduka, mengiringi upacara pemakaman penuh haru dan semangat yang membara di Tanah Kusir. Kilasan beralih ke ruas Jalan Sudirman dan Gatot Subroto yang jadi lautan jaket almamater mahasiswa, gedung DPR/MPR yang berubah menjadi base camp kebanggaan mahasiswa, kepalan tangan dan pekik reformasi, hingga
memuncak pada pendudukan atap gedung rakyat dan berbasah basah ria di kolam depan DPR/MPR. Nasi bungkus gratis dari rakyat yang dibagikan oleh ibu-ibu di pinggir jalan dan Indonesia Raya yang dikumandangkan penuh haru setelah reformasi tercapai, semuanya sepilas terlintas. ”Bener juga lo,” Arial memecah kekosongan. ”Mereka juga sebagian dari yang dulu kita perjuangkan,” sambut Riani. (5 cm.: 185)
Nilai nasionalisme yang terdapat dalam kutipan di atas adalah tokoh-tokoh dalam
novel 5 cm. adalah tokoh-tokoh yang terpelajar. Tokoh-tokoh dalam novel 5 cm. adalah para
alumni perguruan tinggi. Berada di bangku perguruan tinggi merupakan suatu pencapaian
yang membanggakan di dunia pendidikan karena ilmu yang didapatkan di perguruan tinggi
jauh lebih mendalam. Pendidikan begitu penting dalam proses membangun bangsa, karena
dengan pendidikan dapat mencerdaskan kehidupan anak bangsa sehingga dapat
meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Berada di bangku perguruan tinggi,
berarti juga ikut dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa, sehingga dapat membangun
bangsa ke arah yang lebih baik.
Selain itu nilai nasionalisme yang terdapat dalam kutipan tersebut adalah para tokoh
dalam novel 5 cm. adalah mahasiswa yang ikut berdemo untuk menurunkan Orde Baru dalam
peristiwa reformasi. Peristiwa reformasi adalah peristiwa lengsernya Presiden Soeharto dari
tampuk kepemimpinan negara Republik Indonesia. Lengsernya Soeharto sebagai presiden
dilatarbelakangi oleh berbagai faktor, seperti masalah politik, ekonomi, dan sosial. Dari segi
politik, dipicu oleh pengangkatan kembali Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia
setelah hasil pemilu 1997 yang menunjukkan bahwa Golkar sebagai pemenang mutlak.
Terpilihnya kembali Soeharto menjadi Presiden Republik Indonesia dan membentuk Kabinet
Pembangunan VII penuh dengan ciri nepotisme dan kolusi.
Dari faktor ekonomi, Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena dampak
dari krisis moneter dunia yang berakibat pada merosotnya nilai rupiah secara drastis. Hal ini
diperparah dengan hutang luar negeri Indonesia yang semakin memburuk. Keadaan semakin
kacau karena terjadinya ketidakstabilan harga-harga bahan pokok, termasuk minyak.
Kenaikan harga minyak, kemudian berpengaruh pada kenaikan tarif angkutan umum.
Dari faktor sosial, banyak terjadinya konflik-konflik sosial diberbagai daerah di Indonesia.
Selain itu, krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada rakyat yang mengalami
kelaparan. Hal ini berakibat pada hilangnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah. Ini
berarti bahwa krisis ekonomi yang melanda Indonesia mendorong hancurnya kredibilitas
pemerintahan Orde Baru dimata rakyat.
Mahasiswa yang pada saat itu menjadi kaum terpelajar merasa bahwa situasi
Indonesia sudah tidak lagi kondusif di bawah pemerintahan Orde Baru. Kasus Trisakti juga
menjadi salah satu penyebab semakin kuatnya persatuan di kalangan mahasiswa pada saat itu,
untuk menuntut agar Presiden Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Republik
Indonesia. Para tokoh dalam novel 5 cm. dituliskan sebagai bagian dari mahasiswa yang
berdemo di gedung DPR/MPR. Mereka berdemo untuk melengserkan Presiden Soeharto dari
jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia karena dianggap sudah tidak mampu lagi
menjadi pemimpin yang mensejahterakan rakyatnya, serta sudah banyak berbuat korupsi,
kolusi, dan nepotisme sehingga membuat rakyatnya semakin menderita.
Nilai nasionalisme yang dapat disimpulkan dalam kutipan di atas adalah para tokoh
dalam novel 5 cm. merupakan pahlawan reformasi yang memperjuangkan aspirasi rakyat
yang sudah tidak lagi menginginkan Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia karena
merasa kehidupan mereka sudah terombang-ambing oleh krisis moneter yang melanda
Indonesia. Para tokoh dalam novel 5 cm. berjuang atas nama rakyat Indonesia yang
menginginkan adanya reformasi di segala bidang. Hal itu tercapai ketika Presdien Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya sebagai Presiden Republik Indonesia tepat pada tanggal
21 Mei 1998.
4.3 Penokohan atau Perwatakan
Penokohan adalah penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh. Tokoh-tokoh
itu rekaan pengarang, maka tokoh-tokoh perlu digambarkan dan hanya pengaranglah yang
‘mengenal’ mereka. Tokoh-tokoh dalam cerita perlu digambarkan ciri-ciri lahir dan sifat serta
sikap batinnya agar wataknya juga dikenal oleh pembaca, (Sudjiman, 1986: 23).
Perwatakan seorang tokoh memiliki tiga dimensi sebagai struktur pokoknya, yaitu
fisiologis, sosiologis, dan psikologis (Lajos Egri dalam Sukada, 1993: 62). Dimensi fisiologis
meliputi: jenis kelamin, umur, tinggi badan, warna kulit, rumbut, postur tubuh, dan
penampilan. Dimensi sosiologis meliputi golongan masyarakat, pekerjaan, pendidikan,
agama, suku bangsa, tempat tinggal, kedudukan dalam masyarakat, dan hobi. Dimensi
psikologis meliputi: moral, ambisi pribadi, temperamen, sikap hidup, pikiran, perasaan,
tanggung jawab, dan tingkat kecerdasan.
Tokoh adalah pelaku cerita. Tokoh ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa
atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa pada cerita (Sudjiman, 1991: 16). Namun
demikian, tokoh dalam cerita rekaan haruslah digambarkan sesuai dengan realita kehidupan
yang ada. Perwatakannya pun haruslah logis diterima oleh akal sehat.
Tokoh cerita dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh sampingan atau disebut
tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh utama adalah tokoh yang menjadi titik sentral
perhatian dalam cerita. Tokoh ini berperan menonjol dalam cerita. Tokoh utama mengalami
masalah dari awal cerita sampai akhir cerita. Tokoh sampingan adalah tokoh yang tidak
sentral kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk
mendukung tokoh utama.
Tokoh utama dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Tokoh
protagonis adalah tokoh yang memegang peranan utama dan menjadi pusat sorotan di dalam
intensitas keterlibatannya di dalam cerita. Tokoh protagonis mempunyai watak baik dan
terpuji. Sebaliknya, tokoh antagonis adalah tokoh yang mempunyai watak jahat dan salah.
Tokoh protagonis dan tokoh antagonis saling bertentangan dalam sebuah cerita. Selain tokoh
protagonis dan tokoh antagonis, dalam sebuah cerita kadang ditemukan tokoh tritagonis.
Tokoh tritagonis adalah tokoh yang menengahi perselisihan antara tokoh protagonis dan
antagonis. Tokoh tritagonis tidak harus ada dalam sebuah cerita.
Tokoh utama dalam novel 5 cm. adalah Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta.
Sementara tokoh sampingan dalam novel 5 cm. adalah Arinda/Dinda.
a. Arial
Arial adalah sosok yang paling ganteng di antara mereka berlima. Arial badannya
tinggi, besar, dan kulitnya hitam. Arial merupakan orang yang rapi dan juga simple. Arial
merupakan sosok yang dibanggakan oleh teman-temannya karena sikapnya yang tenang,
pembawaannya yang banyak senyum, dan jarang khilaf. Arial kalau makan harus ada kecap.
Arial merupakan tipe orang yang santai, dan tidak ada yang dia kejar. Arial menyukai lagu
apa saja, asalkan lagunya asik. Arial merupakan orang yang biasa-biasa saja, jarang menyela,
jarang becanda, tetapi kalau tertawa yang paling keras. Kalau ada dia suasana menjadi ramai.
Pada novel 5 cm. nilai nasionalisme yang terdapat pada tokoh Arial adalah sikap
pantang menyerah. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Yuk....” Tanpa berkata apa-apa lagi, Arial berdiri, matanya memicing melihat puncak Mahameru. “Ada orang yang mau nyerah... tapi gue bukan orang kayak gitu.” Arial meneruskan, “Lagian, kayaknya di sana lebih hangat deh. Kan lebih dekat ke matahari.” Arial tersenyum. (5 cm.: 332)
Sikap pantang menyerah merupakan bentuk dari nilai nasionalisme karena sikap
pantang menyerah mengindikasikan sebuah sikap yang tidak mudah putus asa dan selalu
berusaha dalam menghadapi situasi apa pun. Sikap pantang menyerah dikobarkan para
pahlawan kita dahulu dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Para pahlawan
tidak kenal lelah dan pantang menyerah kepada penjajah untuk memerdekakan bangsa
Indonesia dari segala bentuk penjajahan. Jika para pahlawan bangsa Indonesia dahulu mudah
putus asa dan mudah menyerah, mungkin sekarang bangsa Indonesia belum merdeka.
Sikap pantang menyerah harus ditanamkan dalam setiap jiwa generasi bangsa
Indonesia. Menjalani proses berbangsa dan bernegara pasti selalu dihadapkan dengan
berbagai bentuk permasalahan yang rumit dan kompleks. Untuk menyelesaikan masalah
tersebut harus ada sikap pantang menyerah dalam diri setiap warga negara Indonesia, karena
sikap pantang menyerah merupakan sebuah cerminan kesungguhan dan keseriusan dalam
mengatasi suatu permasalahan.
Pada kutipan tersebut Arial diceritakan mengalami keadaan yang benar-benar
kedinginan, Arial merasa sudah tidak sanggup lagi melanjutkan perjalanan mendaki gunung
Semeru. Arial mengalami kedinginan yang luar biasa di jalur pendakian gunung Semeru,
karena pada saat itu Arial memakai jaket yang tidak cukup tebal untuk melawan rasa dingin.
Namun, karena teman-temannya memberikan semangat, Arial seakan mendapatkan kekuatan
untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak Mahameru. Arial akhirnya terus mendaki
gunung Semeru dengan sikap pantang menyerah dan penuh keyakinan bahwa dirinya mampu
untuk sampai di puncak Mahameru.
Sikap pantang menyerah merupakan sikap yang tidak mudah lelah, tidak mudah
putus asa, dan selalu berusaha dalam mengatasi suatu permasalahan. Sikap pantang menyerah
merupakan bentuk dari nilai nasionalisme, karena sikap tersebut merupakan bentuk dari
kesungguhan dan keseriusan dalam mencapai apa yang diinginkan. Pada proses bernegara
dan berbangsa sangat perlu adanya sikap pantang menyerah, karena bangsa Indonesia
merupakan bangsa yang mempunyai banyak sekali permasalahan yang menuntut untuk
diselesaikan. Menyelesaikan permasalahan suatu negara bukanlah perkara yang mudah, perlu
adanya kesungguhan dan keseriusan dalam proses penyelesaiannya.
b. Riani
Riani adalah orang yang cerdas, cantik, dan selalu mengutamakan prestasi. Riani
memakai kacamata dan mempunyai karisma. Kalau sudah berbicara pasti semua orang akan
memperhatikannya. Riani merupakan orang yang dominan di mana-mana, cerewet dan tidak
mau kalah sama siapa pun. Semua orang selalu diajaknya berdebat, karena dia adalah orang
yang banyak membaca dan banyak belajar. Berbicara sama Riani tidak boleh sembarangan,
karena hampir semuanya dia tahu. Selain itu, Riani merupakan penggemar sendal jepit, dan
sering menggunakan sendal jepit pada saat tertentu.
Pada novel 5 cm. nilai nasionalisme yang terdapat pada tokoh Riani adalah sikap
sopan santun. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
”Saya sudah kerja di lantai ini selama tiga tahun dan belum ada orang yang sepenuh Mbak Riani perhatiannya. Bilang terima kasih karena sudah mencuci gelasnya setiap hari, baru hari ini ada yang bilang terima kasih ke saya. Apalagi memanggil sopan dengan sapaan ‘Mbak’, bukan dengan teriakkan keras “Jumiii...” yang bikin kaget. Atau kayak beberapa orang yang di sini dipanggil ‘bos’ itu, yang sama sekali nggak pernah ngomong, meski udah tiga tahun gelasnya saya cuci setiap hari....”. (5 cm.: 83)
Sopan santun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1084), berarti budi
pekerti yang baik; tata krama; dan peradaban. Sopan santun adalah sikap yang sangat
menjunjung tinggi nilai-nilai hormat-menghormati sesama manusia, yang muda menghormati
yang tua, dan yang tua menghargai yang muda. Sikap sopan santun merupakan bagian dari
nilai nasionalisme karena sikap sopan santun merupakan salah satu ciri dari manusia yang
beradab.
Pada kehidupan bernegara dan berbangsa perlu adanya suatu sikap yang menuntut
agar manusia selalu menjunjung suatu adab atau kesopanan. Hal itu jelas terlihat dalam sila
kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sopan santun merupakan bagian dari
sikap dari manusia yang beradab. Tanpa adanya sikap sopan santun maka akan terjadi suatu
kondisi yang tidak lagi menjunjung tinggi nilai tata krama dan saling menghormati.
Pada kutipan tersebut, diceritakan bahwa Riani merupakan sosok yang menjunjung
tinggi nilai tata krama dan saling menghormati. Riani bersikap sopan santun terhadap semua
orang bahkan kepada pekerja yang ada di kantornya. Riani tidak memandang jabatan dan
status untuk bersikap saling menghormati, bahkan Riani tidak segan-segan untuk
mengucapkan terima kasih kepada orang yang sudah mencucikan gelasnya setiap hari.
Sikap sopan santun merupakan sikap nasionalisme karena di dalam sikap sopan
santun terdapat nilai tata krama dan saling menghormati. Manusia yang mempunyai sikap
sopan santun merupakan bagian dari manusia yang beradab. Sikap sopan santun berarti
menunjukkan bahwa manusia tersebut menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab, yang tercantum dalam sila kedua Pancasila.
c. Zafran
Zafran berbadan kurus dan mempunyai potongan rambut yang gondrong samping
dan depan. Zafran merupakan tipe orang yang kocak dan sering berbicara sesuka hatinya.
Zafran juga memiliki kelakuan yang sedikit berantakan, karena terinspirasi dari gaya
seniman. Zafran merupakan vokalis dari salah satu band, namun band tersebut kurang
terkenal. Selain itu, Zafran adalah orang yang sering membaca puisi dan menciptakan puisi.
Pada novel 5 cm. nilai nasionalisme yang terdapat pada tokoh Zafran adalah sikap
bangga terhadap negaranya. Hal itu dapat dilihat dari kutipan berikut:
“Zafran membuka lagi matanya perlahan. Serombongan penduduk desa sedang menunggu kereta lewat di perlintasan, wajah-wajah penuh senyum melihat kereta, petani dengan cangkul dan bakul selempang kain, ibu muda yang tertawa lepas dengan caping tani di tangannya. Bapak tua berpeci dengan seragam guru tersenyum ramah ke para petani, anak kecil berseragam SD penuh tawa berlarian dan langsung mencium tangan sang guru. Mulut Zafran mendesis pelan, “Negeri ini indah sekali....” (5 cm. : 178)
Sikap bangga terhadap negara sendiri merupakan bagian dari sikap nasionalisme
karena sikap tersebut menyatakan kekaguman terhadap negaranya sendiri. Bangga dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 101) memiliki arti besar hati, merasa gagah karena
mempunyai keunggulan. Sikap bangga terhadap negara sendiri maksudnya adalah bangga
sudah menjadi bagian dari suatu negara karena negara tersebut memiliki keunggulan, tanpa
merendahkan negara lain.
Sikap bangga terhadap negara sendiri timbul karena adanya rasa kekaguman yang
didapat dari negaranya. Pada kutipan tersebut diceritakan bahwa sosok Zafran mengagumi
dan bangga menjadi bagian dari negara Indonesia. Zafran yang pada saat itu berada di kereta
melihat pemandangan di luar, yang baginya begitu indah. Zafran melihat rombongan
penduduk desa yang sedang menunggu kereta melewati perlintasan, petani dengan cangkul
dan bakul selempang kain, guru yang tersenyum ramah ke para petani, anak SD yang penuh
tawa berlarian dan mencium tangan sang guru. Sebuah pemandangan khas pedesaan yang
begitu indah menurut Zafran, yang jarang ia lihat di Jakarta. Zafran merasa negaranya begitu
indah dengan ketenangan dan ketentraman kehidupan desa yang ia lihat.
Sikap bangga terhadap negara sendiri merupakan suatu bentuk kekaguman,
penghormatan, dan rasa cinta yang perlu terus dijaga sebagai warga negara, agar rasa
nasionalisme tetap terpelihara dengan baik. Sikap bangga terhadap negara sendiri merupakan
bentuk dari nilai nasionalisme karena dengan sikap tersebut kita mengagumi dan menaruh
rasa hormat kepada negara Indonesia, dengan tanpa merendahkan negara lain. Suatu
keharusan untuk selalu menanamkan rasa bangga terhadap negara sendiri apa pun kondisinya.
Menaruh rasa bangga terhadap negara sendiri akan membentuk jiwa nasionalisme yang kuat
dalam diri seseorang.
d. Ian
Ian berbadan gendut dan kepala botak plontos. Ian adalah penggemar berat sepak
bola. Klub sepakbola kegemarannya adalah Manchester United. Ian juga hobi dengan games
sepakbola mulai dari Championship Manager sampai Winning Eleven. Selain itu, Ian
merupakan sosok yang suka dengan segala bentuk tantangan. Ian juga mempunyai usaha
sablon baju.
Pada novel 5 cm. nilai nasionalisme yang terdapat pada tokoh Ian adalah sikap rela
berkorban. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Yang berani nyela Indonesia... ribut sama gue,” Ian tersenyum ke teman-temannya.
(5 cm.: 349)
Rela dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 943) mempunyai arti yaitu
bersedia dengan ikhlas hati. Berkorban dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 595)
adalah menyatakan kebaktian, kesetiaan, dan sebagainya. Rela berkorban merupakan bentuk
kebaktian dan kesetiaan yang dilakukan dengan ikhlas hati tanpa mengharapkan imbalan.
Sikap rela berkorban demi bangsa dan negara merupakan bentuk dari sikap
nasionalisme karena dengan berkorban kepada bangsa dan negara menyatakan bentuk
kesetiaan dan kebaktian seseorang terhadap negaranya tanpa adanya pengharapan untuk
mendapatkan imbalan. Sikap rela berkorban demi bangsa dan negara juga menunjukkan
bahwa seseorang lebih mementingkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan
pribadi.
Pada kutipan tersebut tokoh Ian diceritakan siap untuk ribut dengan siapa pun yang
menghina negara Indonesia. Pada kutipan tersebut Ian menempatkan negara Indonesia
merupakan negara yang harus dihormati oleh siapa pun. Mencela negara Indonesia berarti
sama saja dengan tidak menghormati negara Indonesia. Ian mengatakan bahwa dirinya siap
ribut dengan siapa pun yang berani mencela negara Indonesia. Hal ini merupakan suatu
bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh seseorang yang sangat mencintai negaranya. Sikap
rela berkorban yang dilakukan oleh Ian merupakan bentuk rasa cinta dan kesetiaannya kepada
bangsa Indonesia.
e. Genta
Genta pemimpin di antara teman-temannya. Genta merupakan orang yang selalu
mementingkan orang lain di bandingkan dirinya sendiri. Genta selalu maju paling depan dan
pasang badan kalau ada yang berantakan di kelompoknya. Selain itu, Genta juga orang yang
sering berfilosofi, suka mengutip kata-kata yang bagus, dan kadang-kadang juga suka
menciptakan puisi. Genta juga merupakan salah satu asisten dosen favorit di kampus. Genta
memiliki perawakan badan yang agak besar, rambut agak lurus berjambul. Genta merupakan
orang yang serius dan pikirannya penuh dengan program.
Pada novel 5 cm. nilai nasionalisme yang terdapat pada tokoh Genta adalah sikap
kepemimpinan. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Genta diam saja. Dia memang mulai merasa lelah sekali, tapi dia tahu kelima temannya ini mengandalkan dirinya, dia nggak boleh menurunkan mental mereka. Untuk sekarang Genta adalah pemimpin di rombongan kecil ini dan pada saat ini dia nggak boleh ngeluh, nggak boleh ngomong ‘nggak tau’, dan nggak boleh nggak bisa ngambil keputusan.” (5 cm.: 305)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 874), makna pemimpin adalah
orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan adalah perihal pemimpin; cara memimpin.
Seorang pemimpin harus mempunyai kualitas kepemimpinan yang berbasiskan ciri universal
seorang pemimpin. Pada saat melaksanakan tugas kepemimpinan, seorang pemimpin
sepantasnya memperhatikan etika kepemimpinan. Etika kepemimpinan bersumber dari
paham-paham dasar mengenai kepemimpinan. Paham-paham dasar kepemimpinan tersebut
yaitu (1) mengabdi untuk kepentingan umum, (2) menjadi otak dan hati di kelompoknya, (3)
berdiri di tengah-tengah, (4) bersikap jujur, dan (5) selalu bersikap bijaksana.
Kepemimpinan yang berdasarkan Pancasila, yaitu kepemimpinan yang berjiwa
Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya, mampu untuk membawa serta dan memimpin
masyarakat lingkungannya ke dalam kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, (Bakry, 1987: 163).
Pada kutipan tersebut tokoh Genta diceritakan merupakan sebagai pemimpin di
antara teman-temannya. Genta dalam rombongan tersebut diharapkan tetap tegar, serba tahu,
dan bisa mengambil keputusan. Genta digambarkan sebagai seseorang yang menjadi panutan
dan yang dihandalkan oleh teman-temannya. Hal itu disebabkan karena hanya Genta yang
tahu seluk beluk jalur pendakian menuju puncak Mahameru. Genta menjadi seorang yang
diharapkan oleh teman-temannya untuk tetap memberikan semangat agar bisa sampai ke
puncak Mahameru. Genta pada kutipan tersebut harus bijaksana dalam mengambil keputusan
dan menjadi panutan bagi teman-temannya.
Kepemimpinan merupakan suatu bentuk dari nilai nasionalisme, karena dengan
kepemimpinan akan terjalin rasa patuh dan taat terhadap suatu kebijakan. Tanpa adanya
kepemimpinan maka akan terjadi kekacauan dan ketidakjelasan terhadap sesuatu keputusan
yang ingin diambil. Kepemimpinan yang bersifat nasionalisme adalah kepemimpinan yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila, yaitu kepemimpinan yang berwibawa, jujur, terpercaya,
bijaksana, mengayomi, berani, mawas diri, mampu melihat jauh ke depan, berani dan mampu
mengatasi kesulitan, bersikap wajar, tegas, dan bertanggung jawab atas putusan yang diambil,
sederhana, penuh pengabdian kepada tugas, berjiwa besar, dan mempunyai sifat ingin tahu
sebagai modal pendorong kemajuan, (Bakry, 1987: 164).
f. Arinda
Arinda adalah adik dari Arial yang memiliki paras yang cantik. Arinda masih duduk
di bangku kuliah. Arinda merupakan sosok yang polos dan lugu. Arinda adalah sosok yang
suka bercanda dan merupakan tipe orang yang tidak tegaan. Nilai nasionalisme yang terdapat
pada tokoh Arinda adalah sikap cinta terhadap negaranya. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
berikut:
“Juga bagi saya... Arinda, Indonesiaku... saya mencintaimu sepenuhnya.” (5 cm.:
348)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 214) arti cinta adalah suka sekali,
sayang benar. Cinta terhadap negara sendiri berarti cinta kepada negara yang menjadi tempat
kita memperoleh penghidupan semenjak lahir sampai akhir hayat. Cinta kepada negara
sendiri adalah suatu sikap yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan yang diwujudkan dalam
perbuatan untuk kejayaan dan kebahagiaan bangsanya. Mencintai negara sendiri, diharapkan
warga negara dapat selalu tanggap dan waspada terhadap setiap kemungkinan adanya unsur-
unsur yang dapat membahayakan keamanan negaranya serta kelangsungan hidup bangsa dan
negaranya, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri.
Pada kutipan tersebut sosok Arinda diceritakan mencintai negara Indonesia dengan
sepenuh hati. Sebuah bentuk pengakuan rasa sayang seseorang terhadap negaranya. Sikap
kecintaan Arinda terhadap negaranya, diungkapkan pada saat Arinda sudah sampai di puncak
Mahameru. Arinda merasakan kecintaan yang begitu mendalam terhadap negaranya sesaat
setelah mengikuti upacara bendera di puncak Mahameru. Arinda berujar bahwa dirinya
begitu sayang dengan negara Indonesia. Sebuah bentuk penghargaan bagi Arinda bisa
mengucapkan ungkapan seperti itu dalam suasana yang penuh khidmat.
Cinta kepada negara sendiri merupakan sebuah kebanggaan bagi seseorang yang
telah menjadi salah satu bagian dari negara dan bangsanya. Mengembangkan rasa cinta
kepada negara dan bangsa termasuk dalam bentuk pengamalan Pancasila, khususnya sila
ketiga, yaitu Persatuan Indonesia. Sikap cinta kepada negara sendiri merupakan sebuah sikap
yang menunjukkan rasa sayang dan penuh pengabdian. sikap cinta terhadap negara sendiri
merupakan salah satu bentuk dari nilai nasionalisme, karena dengan sikap tersebut dapat
menunjukkan bahwa seseorang benar-benar setia, berbakti, dan sayang terhadap negara
tempat ia memperoleh kehidupan.
4.4 Alur
Alur disebut juga dengan plot. Nurgiantoro (2005: 113) menyatakan bahwa plot atau
alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan
secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa
lain. Menurut Aminuddin (2000: 83) alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh
tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita.
Alur merupakan unsur penting dalam cerita yang menuntun dipahami keseluruhan
cerita dengan segala sebab-akibat di dalamnya. Bila ada bagian yang terlepas dari
pengamatan tentu tidak dapat dipahami kecuali kemunculan peristiwa atau kejadian yang
lain, (Baribin, 1985: 61-62).
Kajian alur merupakan salah satu kajian ilmu yang digunakan untuk menganalisis
sebuah novel. Berdasarkan urutan peristiwa yang terjalin, alur sendiri sebenarnya terbagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Alur Maju, adalah jalan cerita yang berjalan maju ke depan. Pada artian yang lain
beranjak dari masa lalu - masa kini - masa mendatang.
2. Alur Mundur (flashback), adalah jalan cerita yang berjalan mundur dari suatu
jabaran waktu, atau dengan kata lain adalah lawan dari alur maju yaitu masa kini -
masa lalu.
3. Alur Gabungan (maju-mundur) merupakan sebuah jalan cerita yang sesekali
bergerak maju, tetapi dilain waktu bergerak mundur ke belakang. Masa kini, masa
lalu, masa depan secara bergantian.
Sudjiman (1986: 30-36) menguraikan pola-pola pengaluran sebagai berikut: awal
(paparan, rangsangan, gawatan/tengahan), tengah (tikaian, rumitan, klimaks), dan akhir
(leraian, selesaian).
Berdasarkan urutan peristiwanya, novel 5 cm. memiliki alur gabungan. Hal tersebut
dikarenakan dalam novel 5 cm. peristiwa yang terjadi diceritakan secara berurutan bergerak
maju, kemudian bergerak mundur ke belakang, dan setelah itu kembali lagi bergerak maju.
a. Paparan
Paparan merupakan pengenalan awal suatu cerita. Pada paparan diberikan informasi
sekadarnya yang memungkinkan pembaca untuk dapat mengikuti cerita selanjutnya. Paparan
menjadi penting, karena pembaca akan menjadi lebih tertarik untuk melanjutkan membaca
cerita selanjutnya.
Pada novel 5 cm. pengarang memulai cerita dengan mengungkapkan lima orang
tokoh yang sering bersama. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“CERITA BERAWAL dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia-manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu” yang sudah kehabisan pokok bahasan di saat-saat nongkrong sehingga akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa”. (5 cm.: 4) Nongkrong dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1205) adalah berjongkok,
duduk-duduk saja karena tidak bekerja, berada di suatu tempat. Pada kutipan tersebut
diceritakan bahwa lima orang yang mengaku sebagai manusia-manusia agak pintar dan
sedikit tolol yang sangat sok tahu merujuk kepada lima orang bersahabat yaitu Arial, Riani,
Zafran, Ian, dan Genta.
Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta adalah lima orang bersahabat yang sudah sejak
masa SMA bersama. Mereka sering nongkrong bersama dan melakukan sesuatunya secara
bersama-sama, sehingga dalam persahabatan mereka sudah ada ikatan kebersamaan yang
cukup dalam. Kebersamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 986) mempunyai
arti yaitu hal yang dilakukan bersama. Kebersamaan identik dengan adanya rasa saling ingin
bersatu untuk kepentingan bersama, dan meninggalkan segala kepentingan diri sendiri.
Kebersamaan merupakan dasar dalam membentuk sebuah persatuan yang kuat.
Tanpa adanya kebersamaan mustahil sebuah persatuan yang kuat akan terjalin. Sebuah
kebersamaan yang sudah terjalin lama pasti akan membentuk sebuah persatuan yang kuat.
Hal itu akan berdampak pada kekompakan yang akan selalu terjaga dengan baik. Rasa
kebersamaan yang digambarkan pada persahabatan kelima orang tokoh dalam novel 5 cm.
yaitu Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta sudah terjalin begitu lama, hal itu berpengaruh pada
bentuk kekompakan mereka. Semakin lamanya kebersamaan yang telah mereka jalani, akan
membuat persatuan di antara mereka tertanam lebih dalam. Hal itu merupakan sebuah dasar
untuk terciptanya sebuah persatuan yang kuat dan erat diantara mereka.
Kebersamaan merupakan bentuk dari nilai nasionalisme, karena dengan
kebersamaan tersebut akan membentuk sebuah persatuan yang kuat. Hal itu sesuai dengan
konsep kehidupan bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara yang selalu
menempatkan persatuan di atas segala keberagaman. Sila Persatuan Indonesia mengandung
arti bahwa disatukannya segala jenis keberagaman, hal ini dilakukan agar tercipta suatu
kondisi yang nyaman, aman, dan tentram atas dasar kepentingan bersama. Kebersamaan
merupakan cikal bakal terbentuknya sebuah persatuan yang kokoh.
b. Rangsangan
Rangsangan merupakan peristiwa yang mengawali gawatan. Pada novel 5 cm.
peristiwa rangsangan ditandai dengan munculnya perbedaan-perbedan kecil di antara kelima
orang bersahabat ini. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
”Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,” Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya.” (5 cm.: 50)
Pada sebuah persahabatan pasti akan selalu ada perbedaan pendapat. Hal tersebut
juga terjadi dalam persahabatan Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Perbedaan pendapat
merupakan hal yang lumrah terjadi dalam persahabatan. Hal yang paling penting adalah
menghargai dan menghormati perbedaan tersebut agar tercipta suatu suasana yang damai dan
kondusif.
Pada kutipan tersebut diceritakan adanya perbedaan pendapat di antara para tokoh
dalam novel 5 cm. Namun, karena adanya rasa kebersaamaan dan saling menghormati, suatu
kondisi yang nyaman dan damai pun terjalin diantara mereka. Sikap toleransi yang
ditunjukan oleh para tokoh dalam novel 5 cm. merupakan cerminan dari nilai nasionalisme.
Sikap toleransi merupakan bentuk dari nilai nasionalisme karena sikap tersebut selalu
mengedepankan rasa saling menghormati dan menghargai untuk kepentingan bersama.
Sikap toleransi adalah bentuk pengamalan dari nilai Pancasila. Sikap toleransi
merupakan sikap yang menghargai segala bentuk perbedaan. Perbedaan merupakan suatu hal
yang wajar di dalam suatu kehidupan, hal tersebut karena dipengaruhi berbagai faktor.
Perbedaan merupakan bentuk karunia dari Tuhan yang harus disyukuri.
Sikap toleransi harus terus dijunjung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
karena dengan adanya sikap toleransi tersebut akan membawa bangsa Indonesia menjadi
bangsa yang beradab dan berkeadilan. Sikap toleransi perlu terus dipelihara agar tercipta
suasana yang saling menghormati dan menghargai antara sesama warga bangsa. Sikap
toleransi merupakan bentuk dari nilai nasionalisme karena dengan sikap tersebut seseorang
selalu menghargai dan menghormati perbedaan, guna mencapai suatu kondisi kehidupan
yang damai dan nyaman dalam berbangsa dan bernegara.
c. Gawatan
Gawatan merupakan awal dari peristiwa mulai memuncak. Gawatan dalam novel 5
cm. dimulai ketika Genta mengajak berbicara keempat sahabatnya, supaya berpisah untuk
sementara waktu. Pada saat menyatakan berpisah untuk sementara waktu, kelima orang
bersahabat ini terlebih dahulu melakukan musyawarah. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
berikut:
”Untuk berapa lama?” Pertanyaan yang susah ini bikin bingung semuanya. ”Enam bulan?” usul Zafran. ”Enggak mau!” Riani langsung ngambek sambil matanya yang indah melihat ke teman-temannya. ”Kelamaan ah... nggak mau,” Riani memperjelas keinginannya. ”Tiga bulan aja,” tiba-tiba Ian nyeletuk. ”Setuju!” Arial langsung setuju. Genta mengangguk. Zafran pun setuju. Sebentar mereka semuanya menoleh ke Riani, makhluk terindah bernama wanita yang semesta berikan kepada mereka. ”Ya udah, kalian jahat,” ketegaran wanita seorang Riani yang biasanya kuat menghadapi segalanya akhirnya setuju. (5 cm.: 64)
Permusyawarahan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai
keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat, (Darmodiharjo, 1984: 59).
Musyawarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 768) adalah pembahasan
bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah; perundingan;
perembukan.
Pada kutipan tersebut diceritakan bahwa kelima orang bersahabat yaitu Arial, Riani,
Zafran, Ian, dan Genta sedang berkumpul untuk berbicara tentang kemungkinan untuk
berpisah sementara. Riani yang tidak ingin berpisah dengan sahabat-sahabatnya mengatakan
ketidaksetujuannya. Namun, setelah mereka bermusyawarah dan menjelasakan maksud dari
berpisah tersebut, Riani akhirnya setuju untuk berpisah. Suatu hal yang sulit untuk diterima
Riani, karena akan berpisah dengan sahabat-sahabatnya selama tiga bulan. Pada kutipan
tersebut terlihat bahwa cara bermusyawarah dipakai oleh kelima orang bersahabat ini untuk
mencapai suatu kesepakatan yang akan diambil.
Prinsip dari musyawarah adalah menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil
keputusan dan melaksanakannya dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab. Hal ini
menjelaskan bahwa musyawarah merupakan bagian dari nasionalisme bangsa Indonesia,
karena cukup jelas tertera di dalam sila keempat Pancasila. Negara Indonesia berkedaulatan
rakyat mempunyai sistem pemerintahan demokrasi yang disebut Demokrasi Pancasila. Ini
merupakan perwujudan dari sila keempat Pancasila, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan. Musyawarah merupakan sebuah cara yang
khas bagi bangsa Indonesia dalam mengambil keputusan mengenai sesuatu yang menyangkut
kepentingan bersama.
d. Tikaian
Tikaian adalah perselisihan yang ditimbulkan karena adanya pertentangan. Tikaian
merupakan pertentangan yang dapat dilihat melalui pertentangan antartokoh ataupun
pergolakan jiwa tokoh itu sendiri. Konflik yang utama dalam novel 5 cm. adalah pertentangan
batin dalam diri Ian yang merasa muak dengan negerinya karena banyak yang berbuat KKN.
Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Di antara mereka, Ian satu-satunya yang punya pandangan paling sinis tentang tanah yang mereka diami dari dulu. Ian bahkan terang-terangan menyatakan kalo dia nggak suka sama semua elemen brengsek negara ini yang udah bikin kacau keadaan dari segala tingkat. Ian muak dengan semua kelakuan orang yang bilang anti korupsi, sampai ke koruptornya”. (5 cm.: 188) “Ian menjawab pertanyaan Zafran, “Karena kita dulu yang teriak-teriak anti KKN bukan? Masa kalo saatnya kita jadi orang kantor atau punya bisnis sendiri, jadi manajer atau bahkan CEO kita juga KKN? Nah teriakan-teriakan kita waktu zaman reformasi itu buat apa? Betul nggak, Ta?” (5 cm.: 190)
KKN atau Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme merupakan masalah yang sangat serius,
ketiga tindak pidana tersebut dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat,
membahayakan pembangunan sosial, ekonomi, politik, serta merusak nilai-nilai demokrasi
dan moralitas, karena lama-kelamaan akan berubah menjadi sebuah budaya. Korupsi, Kolusi,
dan Nepotisme merupakan suatu tindak kejahatan yang dapat merugikan negara.
Pada kutipan tersebut, Ian diceritakan sebagai sosok yang begitu benci kepada
tindakan korupsi yang ada di negaranya. Sampai-sampai ia menyatakan tidak suka dengan
semua elemen brengsek yang sudah menyengsarakan masyarakatnya. Ian begitu kesal dengan
tindakan korupsi yang sudah begitu merajalela di negaranya. Ian dan sahabat-sahabatnya
yang dulu teriak-teriak anti KKN pada zaman reformasi merasa bahwa mereka tidak boleh
melakukan tindakan KKN suatu saat nanti. Pada kutipan tersebut menegaskan bahwa kelima
orang yang bersahabat ini benar-benar orang yang anti perbuatan KKN.
Nilai nasionalisme yang terkandung dari tindakan tidak melakukan korupsi, kolusi,
dan nepotisme adalah selalu bersikap jujur, tidak melanggar hukum, serta tidak merugikan
keuangan negara. Tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme juga mengindikasikan
bahwa seseorang mencintai negara Indonesia, karena dengan tindakan tersebut tidak ada uang
negara yang dicuri atau pun dirampas, sehingga uang negara tersebut dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan pembangunan bangsa dan negara menuju Indonesia yang adil, makmur,
dan sejahtera.
e. Rumitan
Rumitan sangatlah penting dalam sebuah cerita rekaan. Rumitan adalah
perkembangan dari gejala awal tikaian menuju klimaks. Rumitan dalam novel 5 cm. ditandai
dengan kondisi badan Arial yang mulai kedinginan pada saat mendaki gunung Semeru. Hal
itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Arial, please jangan nyerah... please....” “Arial, jangan nyerah....” Genta mengedarkan pandangannya. Beberapa pendaki tampak melewati mereka dan dengan ramah menanyakan keadaan Arial yang tergeletak. Senyum beberapa pendaki tadi dan badannya yang mulai hangat kembali, membuat semangat Arial hidup lagi. “Yuk....” Tanpa berkata apa-apa lagi, Arial berdiri, matanya memicing melihat puncak Mahameru. “Ada orang yang mau nyerah... tapi gue bukan orang kayak gitu.” Arial meneruskan, “Lagian, kayaknya di sana lebih hangat deh. Kan lebih dekat ke Matahari.” Arial tersenyum. (5 cm.: 331-332)
Sikap pantang menyerah yang ditunjukkan oleh Arial pada saat mendaki gunung
Semeru merupakan suatu bentuk kesungguhan dan keseriusannya dalam menyelesaikan
proses pendakian. Arial yang dalam kondisi kedinginan, mampu untuk bangkit, dan tidak
patah semangat menuju puncak Mahameru.
Sikap pantang menyerah merupakan bentuk dari nilai nasionalisme karena sikap
pantang menyerah mengindikasikan sebuah sikap yang tidak mudah putus asa dan selalu
berusaha dalam menghadapi situasi apa pun. Jika dilihat jauh ke belakang, Indonesia
merupakan negara yang merdeka berkat usaha pantang menyerah dan tidak kenal lelah yang
ditunjukkan oleh para pahlawan kita dahulu. Bangsa ini merdeka berkat dari usaha para
pahlawan yang pantang menyerah dalam mengusir para penjajah. Para pahlawan tidak ingin
bangsanya terus-terusan menderita dan sengsara. Sikap pantang menyerah tersebut
menunjukkan bahwa para pahlawan dahulu benar-benar serius ingin mengantarkan bangsa
Indonesia terlepas dari belenggu panjajahan, menuju suatu bangsa yang bebas dan merdeka.
Sikap pantang menyerah yang ditunjukkan Arial dalam kutipan tersebut merupakan
bentuk dari nilai nasionalisme karena Arial pada saat itu harus benar-benar melawan rasa
kedinginan yang menusuk tubuhnya untuk mencapai puncak Mahameru, guna melaksanakan
upacara bendera pada tanggal 17 Agustus.
f. Klimaks
Klimaks merupakan puncak dari sebuah cerita rekaan. Puncak dari kisahan dalam
novel 5 cm. adalah ketika Ian tidak sadarkan diri setelah kepalanya terkena batu yang jatuh
dari atas gunung. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Ketiganya langsung berlari ke tempat Ian tergeletak. Ian masih tergeletak tak sadarkan diri, Genta langsung mencuci luka di kening Ian, memberi Betadine dan membungkusnya dengan perban. “Ian... Ian... Ian bangun, Yan!” “Please bangun, Yan!” “Ian, Ian!!!” Zafran, Riani dan Dinda menangis melihat Ian yang masih tak sadar... seluruh badan dan wajah Ian penuh dengan pasir. “Ian... Ian... bangun... Ian, please....” Mereka terus menggoyang-goyang tubuh Ian. Arial menekan dada Ian. Genta melakukan prosedur CPR...meniupkan udara ke mulut Ian. Tiba-tiba dada Ian naik turun cepat sekali. Ian memuntahkan pasir bercampur air dari mulutnya. Riani dan Arial agak lega karena mungkin Ian akan sadar seperti Dinda. Tapi tubuh Ian masih belum bergerak. Genta terus menggoncang-goncangkan tubuh itu. air matanya tampak menetes. Kembali dada Ian turun naik cepat sekali dan... badan Ian terlonjak seperti tersengat listrik. Tiba-tiba Dada Ian berhenti naik turun dan diam....”(5 cm.: 336)
Nilai nasionalisme yang dapat dilihat dalam kutipan tersebut adalah ketika Ian tidak
sadarkan diri setelah terkena batu, para sahabatnya langsung memberikan pertolongan kepada
Ian. Arial, Riani, Zafran, Genta, dan Dinda tidak henti-hentinya berusaha memberi
pertolongan kepada Ian agar cepat sadar. Namun, usaha yang mereka lakukan belum juga
membuahkan hasil. Arial, Riani, Zafran, Genta, dan Dinda sudah berpikiran yang macam-
macam, mereka sudah hampir menyerah dengan keadaan Ian yang tidak kunjung sadarkan
diri. Bahkan Genta, yang menjadi pemimpin rombongan tersebut menangis melihat kondisi
Ian. Mereka berlima sudah berpikir kalau Ian sudah tidak bernyawa dan tidak bisa ditolong
lagi. Akhirnya, setelah berusaha cukup lama dan dengan susah payah untuk menyadarkan
Ian, Ian akhirnya sadar dengan penuh kebingungan melihat teman-temanya yang menangis.
Mereka berlima akhirnya lega melihat Ian yang kembali sadarkan diri. Mereka pun akhirnya
melanjutkan pendakian menuju puncak Mahameru.
Nilai nasionalisme yang terdapat dalam kutipan tersebut adalah sikap menolong
yang dilakukan Arial, Riani, Zafran, Genta, dan Dinda terhadap Ian yang tidak sadarkan diri
akibat tertimpa batu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1204) Menolong adalah
membantu untuk meringankan beban, membantu supaya dapat melakukan sesuatu. Menolong
merupakan suatu sikap yang mulia jika perbuatan tersebut mempunyai pengaruh yang baik
dan tidak merugikan orang lain. Menolong orang yang sedang membutuhkan pertolongan
merupakan suatu sikap yang baik dan merupakan sebuah ciri manusia yang memiliki hati
nurani dan beradab. Pada sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab merujuk
kepada sikap manusia Indonesia yang harus berprinsip pada nilai keadilan dan penuh adab,
artinya memiliki daya cipta, karsa, rasa, dan keyakinan antara sesama manusia. Sudah
seharusnya sebagai sesama manusia menjunjung tinggi suatu nilai peradaban. Menolong
orang yang sedang membutuhkan pertolongan merupakan sebuah sikap yang merujuk kepada
ciri manusia yang beradab, artinya ada sebuah perasaan yang mengharuskan manusia untuk
bersikap menolong, apalagi dalam kutipan tersebut Arial, Riani, Zafran, Genta, dan Dinda
menolong sahabatnya sendiri, yang sudah lama mereka kenal. Nilai nasionalisme yang
terdapat dalam kutipan tersebut adalah sikap menolong yang merupakan bagian dari ciri
manusia yang beradab.
g. Leraian
Leraian merupakan struktur alur sesudah klimaks yang menunjukkan perkembangan
peristiwa ke arah selesaian. Leraian dalam novel 5 cm. ditandai dengan pengucapan rasa
syukur dan terima kasih para tokoh dalam novel 5 cm. kepada Tuhan setelah berhasil sampai
di puncak Mahameru. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Semuanya tersenyum dan menoleh ke Arial. Rombongan kecil anak manusia itu bersujud syukur di puncak Mahameru, mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Tuhan dan kepada tanah yang telah menghidupi mereka, Ibu yang selalu memberikan tanah dan airnya setiap hari. Ibu yang akan selalu mencintai anak-anak bangsa. Air mata yang berjatuhan membasahi pasir di Puncak Mahameru, membuat rasa terima kasih mereka menjadi begitu indah. Mereka berenam berpelukan sangat erat, air mata kembali jatuh, menjadi saksi bening dan eratnya persahabatan mereka”. (5 cm.: 344) Bersyukur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1115), mempunyai arti
yaitu berterima kasih, mengucapkan syukur. Rasa bersyukur yang ditunjukkan dalam kutipan
tersebut merupakan bentuk dari rasa terima kasih mereka berenam kepada Tuhan yang telah
membuat mereka bisa sampai di Puncak Mahameru, dan juga rasa terima kasih mereka
kepada tanah yang telah menghidupi mereka yaitu tanah air Indonesia. Mereka sampai di
Puncak Mahameru dengan susah payah dan penuh perjuangan, sehingga segala puji syukur
yang mereka lakukan merupakan bentuk dari rasa terima kasih mereka kepada Tuhan atas
segala nikmat dan anugerah yang mereka dapatkan pada hari itu.
Bersyukur merupakan bentuk dari nilai nasionalisme karena dengan bersyukur
berarti manusia mengakui adanya Tuhan yang telah memberi mereka nikmat dan rahmat.
Bersyukur juga mengindikasikan bahwa manusia mempunyai Tuhan sebagai tempat untuk
mengucapkan terima kasih dan bersujud atas segala bentuk kenikmatan yang telah mereka
rasakan. Mengakui adanya Tuhan berarti mengamalkan nilai Pancasila yaitu sila pertama,
Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara Indonesia merupakan negara yang mengakui adanya
Tuhan. Sebagai negara yang mengakui adanya Tuhan berarti negara Indonesia adalah negara
yang selalu mengutamakan nilai-nilai yang berdasarkan Ketuhanan.
Bersyukur merupakan salah satu cara manusia untuk mengucapkan rasa terima kasih
kepada Tuhan. Mengucapkan rasa terima kasih kepada Tuhan berarti manusia tersebut
meyakini bahwa nikmat yang sudah ia rasakan datangnya dari Tuhan. Bersyukur merupakan
salah satu bentuk nasionalisme karena dengan sikap tersebut manusia meyakini bahwa Tuhan
itu ada dan menjadi pemberi nikmat kepada mereka. Hal itu sesuai dengan isi sila pertama
Pancasila yang menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
h. Selesaian
Selesaian adalah bagian akhir dari sebuah cerita rekaan. Selesaian dapat berupa
penyelesaian segala masalah dan persoalan atau pun tanpa pemecahan masalah. Selesaian
dalam novel 5 cm ditandai dengan keputusan Ian yang mengatakan bahwa dirinya tidak jadi
berkuliah di luar negeri, dan tetap berada di dalam negeri. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan
berikut:
“Tiba-tiba Ian jadi serius, “Gue nggak jadi ah ke Manchester....” “Haah? Kenapa?” Semuanya bingung. “Enakan di Indonesia.” “Katanya males sama semuanya, sama rakyatnya, sama pemerintahnya.” “Nggak jadi ah malesnya.” “Hahaha....” “Lagian lo kalo ditimbang juga nggak boleh masuk pesawat penumpang, disuruh langsung ke kargo,” Genta nyahut lalu tertawa keras. “Lebih baik di sini, rumah kita sendiri.” “Lagu kan tuh?” tanya Zafran. “Iya, lagunya God Bless.” Ian menatap sekitarnya dan meneruskan, “Iya lebih enak di Indonesia, baru sadar gue banyak siaran langsung sepakbola, trus juga yang paling penting temen-temen gue di sini, dari lahir gue di sini memakai tanahnya, minum airnya. Masa gue nggak ada terima kasihnya....”. (5 cm.: 351-352)
Pada kutipan tersebut Ian mengatakan bahwa dirinya tidak jadi kuliah di luar negeri,
dan tetap berada di dalam negeri. Ian juga mengatakan bahwa dia lebih baik hidup di
Indonesia, karena teman-temannya berada di Indonesia, dari lahir dia sudah hidup di
Indonesia, memakai tanahnya dan meminum airnya, sehingga Ian tidak tega untuk
meninggalkan negaranya. Hal itu merupakan bentuk dari rasa sayang dan terima kasih Ian
kepada negara Indonesia yang telah menghidupinya selama ini.
Bentuk rasa sayang dan terima kasih Ian terhadap negaranya ia tunjukkan dengan
tidak jadi berangkat ke luar negeri untuk kuliah. Sikap yang ditunjukkan oleh Ian tersebut
merupakan salah satu bentuk dari nilai nasionalisme, karena dengan berada di negara sendiri
berarti membuat Ian menjadi lebih bangga dengan kualitas negara sendiri. Sikap pengorbanan
dan rasa sayang Ian kepada negara Indonesia dalam kutipan tersebut merupakan bentuk
nasionalisme yang ia lakukan sebagai bentuk persembahan rasa terima kasihnya kepada
negara Indonesia.
4.5 Sudut Pandang
Sudut pandang dapat diartikan sebagai tempat pengarang di dalam mengisahkan
ceritanya, (Zulfahnur, 1996: 35-36). Sudut pandang atau pusat pengisahan juga dapat
diartikan sebagai tempat pengarang di dalam ceritanya atau dari mana ia melihat peristiwa-
peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu.
Aminuddin (2000: 90) menyebut sudut pandang dengan istilah titik pandang. Sudut
pandang adalah cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkannya.
Menurutnya, sudut pandang dibedakan menjadi empat, yaitu:
1. Narator omniscient adalah narator atau pengisah yang juga berfungsi sebagai
pelaku cerita. Karena pelaku adalah pengarang, maka akhirnya pengisah juga
merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku
utama.
2. Narator observer adalah pengisah yang hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap
pemunculan para pelaku serta hanya tahu sebatas perilaku lahiriah para pelaku.
3. Narator observer omniscient adalah pengisah yang berfungsi sebagai pengamat dan
pelaku dalam cerita. Cerita dengan sudut pandang ini, pengarang sebagai pelaku
sampingan.
4. Narator the third person omniscient adalah pengisah yang berfungsi sebagai orang
ketiga. Pengarang tidak terlibat sebagai pelaku dalam cerita, tetapi ia serba tahu.
Pada novel 5 cm. pengarang menempatkan dirinya sebagai orang pertama atau
narator omniscient. Maksudnya pengarang sebagai pelaku di dalam cerita. Selain itu, karena
pengarang merupakan pelaku dalam novel 5 cm. maka pengarang serba tahu tentang apa yang
ada dalam benak para pelaku. Hal itu dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Sebuah kehormatan bagi saya. Saya... Genta telah mendaki Mahameru bersama kalian tercinta... di Tanah Air tercinta ini. Kehormatan ini tidak akan saya lupakan seumur hidup saya.” “Suatu kehormatan juga bagi saya dan kehormatan itu buat kita semua... saya Arial, seorang yang sangat mencintai tanah ini.” “Juga bagi saya... Arinda, Indonesiaku... saya mencintaimu sepenuhnya.” “Semuanya berawal dari sini...,” Zafran menunjuk keningnya, “Saya Zafran, saya mencintai negeri indah dengan gugusan ribuan pulaunya sampai saya mati dan menyatu dengan tanah tercinta ini.” Riani menarik napas panjang menahan tangis, “Dan selama ribuan langkah kaki ini, selama hati ini bertekad, hingga semuanya bisa terwujud sampai di sini, jangan pernah sekali pun kita mau menyerah mengejar mimpi mimpi kita.... Saya Riani, saya mencintai tanah ini dengan seluruh hati saya.” “Saya Ian... saya bangga bisa berada di sini bersama kalian semua. Saya akan mencintai tanah ini seumur hidup saya, saya akan menjaganya, dengan apa pun yang saya punya, saya akan menjaga kehormatannya seperti saya menjaga diri saya sendiri. Seperti saya akan selalu menjaga mimpi-mimpi saya terus hidup bersama tanah air tercinta ini.” “Yang berani nyela Indonesia... ribut sama gue,” Ian tersenyum ke teman-temannya. (5 cm.: 348-349) Pada kutipan tersebut, pengarang ingin memberikan pesan bahwa dirinya sangat
mencintai negara Indonesia. Pengarang menyampaikan pesan kecintaan terhadap negara
Indonesia melalui tokoh Genta, Arial, Arinda, Zafran, Riani, dan Ian. Cinta terhadap negara
Indonesia merupakan bentuk dari nasionalisme karena adanya rasa sayang dan bangga
menjadi bagian dari negara Indonesia. Selain ingin memberikan pesan rasa cinta terhadap
negara Indonesia, pengarang juga ingin memberikan pesan tentang perjuangan pengarang
dalam mencapai sesuatu. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Kejadiannya sama kayak waktu gue bikin skripsi,” ujar Ian. “Maksudnya?” “Gue udah taruh puncak Mahameru di sini.” Ian menunjuk keningnya, “Sama, waktu gue ngejar skripsi, gue taruh skripsi itu disini.” Ian menunjuk keningnya lagi, “...dan apapun halangannya, gue nggak akan mau nyerah.” (5 cm.: 359)
Pada kutipan tersebut, pengarang ingin memberikan pesan bahwa dirinya memiliki
daya juang yang tinggi dalam mencapai sesuatu. Hal itu diungkapkannya melalui tokoh Ian
yang mempunyai sikap pantang menyerah dalam mengerjakan skripsi dan mencapai puncak
Mahameru. Pengarang ingin menampilkan pesan bahwa segala sesuatu yang ingin dicapai
haruslah diusahakan dengan cara sungguh-sungguh dan bersikap pantang menyerah dalam
menghadapi segala bentuk tantangan dan rintangan. Sikap pantang menyerah merupakan
salah satu bentuk dari nilai nasionalisme, karena adanya unsur kesungguhan dan pengorbanan
didalamnya. Selain itu, pengarang juga ingin memberikan pesan bahwa ia bangga dengan
negara Indonesia. Hal itu dapat dilihat pada kutipan berikut:
“Dari mana lo, Ple?” tanya Arial. “Dari tanah air gue yang indah.” “Mulai deh pagi-pagi mau opera.” “Apaan tuh, Ple?” “Nasi pecel... tadi gue turun sebentar, beli nasi pecel.” (5 cm.: 179)
Pada kutipan tersebut, pengarang menggambarkan bahwa dirinya merupakan orang
yang sangat mengagumi negaranya yaitu Indonesia. Rasa bangga pengarang terhadap
negaranya ia tunjukkan melalui tokoh Zafran. Rasa bangga yang dikemukakan pengarang
dalam kutipan tersebut merupakan bentuk rasa hormat dan sayangnya kepada negara
Indonesia. Bersikap bangga terhadap negara sendiri merupakan sesuatu yang
mengindikasikan bahwa seseorang benar-benar kagum terhadap negara sendiri tanpa
merendahkan bangsa lain. Sikap bangga terhadap negara sendiri merupakan bentuk dari nilai
nasionalisme, karena sikap tersebut menempatkan negara sendiri sebagai suatu negara yang
mempunyai keunggulan di bandingkan dengan negara-negara lain.
4.6 Gaya Bahasa
Gaya bahasa berasal dari bahasa latin, stilus, yang mempunyai arti susunan
perkataan yang terjadi karena perasaan yang tumbuh atau yang hidup dalam hati penulis, dan
yang sengaja ataupun menimbulkan suatu perasaan tertentu dalam hati pembaca, (Slamet
Muljana dan Simanjuntak dalam Sukada, 1993: 84). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(2007: 340) gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang dalam
bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu,
keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra, cara khas dalam menyatakan pikiran
dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan. Pada novel 5 cm. pengarang menampilkan bahasa
Indonesia yang tidak baku dan bahasa daerah, terutama bahasa Betawi dan bahasa Jawa.
Penggabungan antara bahasa Indonesia yang tidak baku dengan bahasa daerah (bahasa
Betawi dan bahasa Jawa) tersebut merupakan bentuk dari peristiwa campur kode. Hal itu
dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Iya, gue kan lagi masuk angin, abis dikerokin... eh mpok-mpok Betawi nyablak. ‘Eh tong, daripada masuk angin mendingan lo masuk TNI’ katanya.” “Hahaha...,” Genta menyenggol bahu Ian. (5 cm.: 352)
“Bagus... bagus... udah ngerti, wong iku ana tulisanne kok di kaca belakangku.” (5 cm.: 197)
Pada kutipan tersebut pengarang menggunakan gaya bahasa berupa bahasa daerah
yang cukup kental terlihat. Selain menggunakan bahasa daerah, pengarang juga
menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari yang tidak baku. Pada novel 5 cm. pengarang
menggunakan bahasa daerah, yaitu bahasa Betawi dan bahasa Jawa.
Bahasa Betawi adalah bahasa yang lahir dari bahasa Melayu. Orang Jakarta asli
menyebut dirinya orang Betawi, atau orang Melayu Betawi, dan baru setelah kemerdekaan
Indonesia tercapai, nama mereka lebih dikenal dengan sebutan orang Jakarta. Bahasa Betawi
sekarang lebih dikenal dengan bahasa Jakarta. Bahasa Betawi digunakan dalam kutipan
tersebut karena para tokoh dalam novel 5 cm. memang merupakan orang-orang yang berasal
daerah DKI Jakarta, tempat dari suku betawi berasal. Bahasa betawi adalah salah satu bahasa
daerah yang ada di Indonesia, yang memperkaya khasanah bahasa di Indonesia.
Bahasa Jawa adalah bahasa daerah yang berasal dari suku Jawa. Bahasa Jawa juga
merupakan bahasa yang memperkaya keberagaman bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Bahasa Jawa banyak memberikan sumbangsih dalam perbendaharaan bahasa Indonesia.
Sebagai contoh, kata, ungkapan, dan peribahasa Jawa banyak yang masuk dan digunakan
oleh bahasa Indonesia. Digunakannya kata, ungkapan, dan peribahasa itu oleh masyarakat
pemakai bahasa Indonesia bukan saja mengambil istilah lahirnya saja, tetapi juga kandungan
filsafat yang ada di dalamnya. Sebuah filsafat mempunyai kaitan dengan berbagai hal, seperti
sikap hidup, religi, dan kebudayaan. Filsafat yang dimiliki suatu bangsa atau suku adalah
cermin watak, perilaku, dan sifat pemiliknya (Slamet, 2003: 1). Bahasa Jawa merupakan aset
dari keberagaman bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Jawa muncul dalam kutipan
tersebut yaitu pada saat Genta, Arial, Arinda, Zafran, Riani, dan Ian berada di kota Malang
dan berjumpa dengan sopir angkot yang berasal dari suku Jawa. Sopir angkot tersebut
menggunakan bahasa Jawa untuk berbicara dengan mereka.
Bahasa Betawi dan bahasa Jawa merupakan sebagian kecil dari keberagaman bahasa
daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Betawi dan bahasa Jawa tentunya memperkaya warisan
bahasa daerah yang ada di Indonesia. Pada Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa
“Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”.
Inti dari pasal tersebut adalah negara harus menjadi pihak yang menghormati keberagaman
dari bahasa daerah serta memelihara kelangsungan bahasa daerah agar tidak punah. Menjaga
kelestarian bahasa daerah merupakan suatu bentuk penghargaan dan penghormatan kepada
berbagai bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia. Sikap menjaga dan melestarikan bahasa
Betawi dan bahasa Jawa merupakan bentuk dari nilai nasionalisme, karena dengan begitu kita
sebagai warga negara Indonesia menjadi mengakui dan merasa memiliki kebudayaan daerah,
sebagai hal yang memperkaya kebudayaan nasional Indonesia.
BAB V
ANALISIS BENTUK NASIONALISME
DALAM NOVEL 5 cm. KARYA DONNY DHIRGANTORO
5.1 Doa
Sebagai makhluk yang lemah, sudah menjadi fitrah manusia untuk selalu
mengharapkan perlindungan dan pertolongan dari Tuhan. Salah satu cara untuk
mengharapkan perlindungan dan pertolongan dari Tuhan tersebut yaitu dengan melakukan
doa. Pertolongan dan permohonan yang ditujukan kepada Tuhan tersebut merupakan suatu
bentuk penghambaan manusia terhadap penciptanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 271), Doa adalah permohonan,
harapan, puji-pujian kepada Tuhan. Negara Indonesia bukan negara ateis, tetapi juga bukan
negara teokrasi. Negara kita menjunjung tinggi semua agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Ini merupakan perwujudan dari sila pertama yang berbunyi:
Ketuhanan Yang Maha Esa, (Darmodiharjo, 1984: 81). Pada sila pertama terdapat nilai
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha Sempurna.
Pada saat menghadapi suatu masalah dalam kehidupan, manusia biasanya
menampakkan sifat lemah dan tidak berdaya dalam menghadapi masalah tersebut. Doa
merupakan salah satu cara yang sering dilakukan manusia untuk berserah diri kepada
Tuhannya. Berdoa membuktikan bahwa manusia selalu mengingat, menyembah, dan
berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang tidak dapat terbantahkan lagi.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sudah sepatutnya manusia harus selalu berusaha
mendekatkan diri kepada-Nya dengan menyembah dan mengingatnya kapan pun dan di mana
pun. Cara mendekatkan diri terhadap Tuhan yaitu melalui perantaraan doa, sebab dengan
berdoa berarti manusia melakukan bentuk penghambaan kepada Tuhan.
Doa merupakan salah satu bentuk nasionalisme karena dengan berdoa, manusia
meyakini bahwa adanya Tuhan. Berdoa juga membuktikan bahwa manusia merupakan
makhluk ciptaan Tuhan yang selalu meminta pertolongan, perlindungan, dan permohonan
kepada-Nya.
Doa yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan
berikut:
“Batin Genta pun berdoa,”Ya, Allah... selamatkanlah mereka sahabat-sahabatku.
Semua yang terjadi adalah kehendak-Mu, semua yang hidup akan kembali kepada-Mu,
kuserahkan semua ke keagungan-Mu”. (5 cm.: 212)
Selain itu, doa yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat juga
pada kutipan berikut:
”Serentak mereka memandang ke atas puncak Mahameru dan memicingkan mata,
lalu membentuk lingkaran-tertunduk dan berdoa”. (5 cm.: 233)
“Berdoa dulu”. Semuanya tertunduk, memejamkan mata. (5 cm.: 280)
5.2 Sopan Santun
Sopan santun merupakan suatu sikap yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai
hormat-menghormati sesama manusia, yang muda menghormati yang tua, dan yang tua
menghargai yang muda.
Sopan santun merupakan salah satu dari ciri manusia yang beradab, dengan memiliki
sikap sopan santun seseorang bisa dikatakan sebagai manusia yang beradab. Pengertian dari
manusia yang beradab adalah yang memiliki daya cipta, karsa, rasa, dan keyakinan, sehingga
dapat dibedakan secara jelas antara manusia dan hewan, (Bakry, 1987: 136).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1084), sopan santun berarti budi
pekerti yang baik; tata krama; dan peradaban. Prinsip sopan santun oleh Geoffrey Leech
(dalam Franzischa, 2012: 60) adalah salah satu kaidah berkomunikasi yang digunakan untuk
menciptakan kelancaran berkomunikasi antara satu dengan lainnya. Prinsip ini juga bisa
digunakan untuk menghindari ungkapan yang tidak sopan sehingga tuturan tersebut tidak
menyakiti perasaan lawan bertutur.
Sopan santun merupakan salah satu bentuk nasionalisme, karena sikap sopan santun
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ciri-ciri manusia yang beradab. Hal ini sesuai
dengan makna yang terkandung di dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab yaitu
mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bersikap semena-mena. Selain itu sopan santun
juga mengindikasikan bahwa manusia selalu menjunjung tinggi persamaan derajat, hak dan
kewajiban antara sesama manusia tanpa membedakan suku, turunan dan kedudukan sosial.
Sopan santun yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
”Saya sudah kerja di lantai ini selama tiga tahun dan belum ada orang yang sepenuh Mbak Riani perhatiannya. Bilang terima kasih karena sudah mencuci gelasnya setiap hari, baru hari ini ada yang bilang terima kasih ke saya. Apalagi memanggil sopan dengan sapaan ‘Mbak’, bukan dengan teriakkan keras “Jumiii...”
yang bikin kaget. Atau kayak beberapa orang yang di sini dipanggil ‘bos’ itu, yang sama sekali nggak pernah ngomong, meski udah tiga tahun gelasnya saya cuci setiap hari...”. (5 cm.: 83)
5.3 Musyawarah
Negara Indonesia berkedaulatan rakyat mempunyai sistem pemerintahan demokrasi
yang disebut Demokrasi Pancasila. Ini merupakan perwujudan dari sila keempat Pancasila,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan/perwakilan.
Demokrasi Pancasila ini bertolak pada paham kekeluargaan dan gotong royong, sehingga
mewujudkan prinsip-prinsip mekanisme demokrasi yang sejalan dengan sistem pemerintahan
negara.
Musyawarah yang tercantum dalam sila keempat mempunyai makna bahwa, dalam
bermusyawarah haruslah berdasarkan hikmat kebijaksanaan yang dilandasi akal sehat dan
semua warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama. Keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu
diadakan musyawarah, dan keputusan musyawarah diusahakan secara mufakat, diliputi oleh
semangat kekeluargaan, (Bakry, 1987: 157).
Permusyawarahan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia untuk
merumuskan atau memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat, hingga tercapai
keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau mufakat, (Darmodiharjo, 1984: 59).
Musyawarah menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 768) adalah pembahasan
bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah; perundingan;
perembukan.
Pada saat mengambil keputusan untuk kepentingan bersama haruslah mengutamakan
kepentingan bersama dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Keputusan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
(Darmodiharjo, 1984: 120).
Prinsip dari musyawarah adalah menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil
keputusan dan melaksanakannya dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab. Hal ini
semakin menjelaskan bahwa musyawarah merupakan bagian dari bentuk nasionalisme,
karena cukup jelas tertera di dalam sila keempat Pancasila.
Musyawarah yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
”Untuk berapa lama?” Pertanyaan yang susah ini bikin bingung semuanya.
”Enam bulan?” usul Zafran. ”Enggak mau!” Riani langsung ngambek sambil matanya yang indah melihat ke teman-temannya. ”Kelamaan ah... nggak mau,” Riani memperjelas keinginannya. ”Tiga bulan aja,” tiba-tiba Ian nyeletuk. ”Setuju!” Arial langsung setuju. Genta mengangguk. Zafran pun setuju. Sebentar mereka semuanya menoleh ke Riani, makhluk terindah bernama wanita yang semesta berikan kepada mereka. ”Ya udah, kalian jahat,” ketegaran wanita seorang Riani yang biasanya kuat menghadapi segalanya akhirnya setuju”. (5 cm.: 64)
5.4 Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Membangun suatu bangsa dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya
adalah dengan meningkatkan mutu pendidikannya yang berdasarkan keimanan dan
ketakwaan serta akhlak mulia. Meningkatkan mutu pendidikan merupakan bagian dari proses
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu tujuan dari negara Indonesia.
Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yaitu tentang tujuan
negara yang berhubungan dengan kesatuan bangsa Indonesia, dalam anak kalimat: ...untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa.... (Bakry, 1987: 67-68).
Mencerdaskan kehidupan bangsa juga diatur dalam UUD 1945 Pasal 31 Ayat 3 yang
berbunyi: ”Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”. Pada kalimat tersebut
pemerintah bertanggung jawab terhadap sistem pendidikan nasional yang berusaha
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dengan tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia berarti berperan juga dalam proses
pembangunan bangsa Indonesia menuju negara yang maju, modern, berorientasi ilmu
pengetahuan, rasional, dan demokratis.
Mencerdaskan kehidupan bangsa yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5
cm. terdapat pada kutipan berikut:
”Matahari seakan juga ikut bercerita kepada daun-daun taman kampus, kepada gedung kampus, juga kepada buku yang dibawa sang dosen, betapa selama ini sang dosen telah menjadikan seseorang bisa berjalan dalam dunia ilmu ke tingkat selanjutnya, membuatkan anak tangga pengetahuan ke setiap anak manusia yang dibimbingnya. Bagaimanapun sang dosen telah berbuat banyak dalam melestarikan
ilmu pengetahuan, betapa sang dosen telah banyak menyentuh kehidupan di sekitarnya, dan betapa sedikit manusia yang mengetahuinya dan menghargainya”. (5 cm.: 135)
5.4 Tidak Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
Menurut Andreae (dalam Hamzah, 2005: 4) kata korupsi berasal dari bahasa Latin
corruptio atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata
asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak
bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Perancis, yaitu corruption; dan
Belanda, yaitu corruptie (korruptie). Kemudian disimpulkan bahwa dari bahasa Belanda
inilah kata itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Arti harfiah dari kata itu ialah
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah,
(Hamzah, 2005: 5). Pengertian korupsi secara harfiah itu dapatlah ditarik suatu kesimpulan
bahwa sesungguhnya korupsi itu sebagai suatu istilah yang sangat luas artinya.
Menurut Encyclopedia Americana (dalam Hamzah, 2005: 6) korupsi itu adalah suatu
hal yang buruk dengan bermacam ragam artinya, bervariasi menurut waktu, tempat, dan
bangsa. Menurut Lubis dan Scott (1997: 19), korupsi dalam perspektif hukum adalah tingkah
laku yang menguntungkan diri sendiri dengan merugikan orang lain, oleh pejabat pemerintah
yang langsung melanggar batas-batas hukum atas tingkah laku tersebut; sedangkan menurut
norma-norma pemerintahan dapat dianggap korupsi apabila ada pelanggaran hukum atau
tidak, namun dalam bisnis tindakan tersebut adalah tercela. Menurut Suradi (2006: 1-2),
faktor-faktor pendorong dilakukannya korupsi ada tiga macam, yaitu: (1) adanya tekanan
(perceived pressure); (2) adanya kesempatan (perceived opportunity); dan (3) berbagai cara
untuk merasionalisasi agar kecurangan dapat diterima (some way to rationalize the fraud as
acceptable).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 582), kolusi memiliki arti yaitu
kerja sama rahasia untuk maksud tidak terpuji; persengkongkolan. Menurut Al-Asyhar (2003:
116), tindakan kolusi biasanya tidak terlepas dari budaya suap-menyuap (risywah) yang
sudah sangat kita kenal di lingkungan budaya birokrasi dan telah memasuki sistem jaringan
yang amat luas dalam masyarakat umum. Menurut Undang-Undang (2008: 122), kolusi
adalah pemufakatan secara melawan hukum antara penyelenggara negara dan pihak lain yang
merugikan pihak lain, masyarakat, dan negara. Menurut Rafi (2006: 1), kolusi adalah
perbuatan untuk mencari keuntungan pribadi atau golongan untuk merugikan negara. Kolusi
dapat dikatakan sebagai penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan merusak
tatanan hidup bernegara.
Nepotisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kamus Besar Bahasa
Indonesia) (2007: 780) adalah prilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan
kepada kerabat dekat; kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara
sendiri, terutama di jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah; tindakan memilih kerabat
atau sanak saudara sendiri untuk memegang pemerintahan. Menurut Nashriana (2010: 15)
nepotisme yaitu orang yang berkuasa memberikan kekuasaan dan fasilitas pada keluarga atau
kerabatnya yang seharusnya orang lain juga dapat atau berhak bila dilakukan secara adil.
Nepotisme merupakan prilaku yang mementingkan masalah pribadi atau keluarga dari pada
masalah umum. Hal yang dimaksud dalam mementingkan masalah pribadi atau keluarga
yaitu lebih mengutamakan kerabat dekat atau saudara daripada orang lain untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang dekat yang memanfaatkan keadaan atau jabatan yang
dijalani tersebut.
Negara yang berbentuk kerajaan seperti Saudi Arabia, Inggris, Belanda, dan
sebagainya, persoalan “nepotisme” yaitu sikap atau tindakan yang mengutamakan keluarga
atau teman-teman dekat yang diberikan kedudukan atau jabatan tidaklah menjadi masalah.
Pengangkatan anak sendiri menjadi raja atau jabatan lain dalam lingkungan kerajaan
bukanlah pelanggaran hukum, karena memang sistem pemerintahannya membolehkan hal
seperti itu. Berbeda dengan di Indonesia yang menganut sistem pemerintahan yang
demokratis dengan kadaulatan yang berada di tangan rakyat, masalah “nepotisme” adalah
pelanggaran hukum. Hal tersebut tercantum dan diatur secara tegas dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 5, nepotisme adalah setiap perbuatan penyelenggara
negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau
kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Berdasarkan ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 1 Ayat 5, maka jelas dan tegas bahwa
nepotisme di Indonesia adalah sebuah pelanggaran hukum.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme memang menjadi musuh bersama di negeri Indonesia
tercinta ini. Korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan tindak kejahatan yang akan merusak
segala aspek kehidupan, baik itu di bidang ekonomi, politik, hukum, sosial, serta juga
merusak moralitas anak bangsa. Masalah korupsi bukan lagi masalah baru dalam persoalan
hukum dan ekonomi bagi suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun
yang lalu, baik di negara maju maupun di negara berkembang termasuk juga di Indonesia.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme atau sering disingkat dengan KKN merupakan
masalah yang sangat serius, ketiga tindak pidana tersebut dapat membahayakan stabilitas dan
keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial, ekonomi, politik, serta merusak
nilai-nilai demokrasi dan moralitas, karena lama-kelamaan akan berubah menjadi sebuah
budaya.
Korupsi telah merayap dan menyelinap dalam berabagai bentuk atau modus
operandi sehingga menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara, dan merugikan
kepentingan masyarakat (Hamzah, 1991: 2). Korupsi di Indonesia dapat kita lihat terus-
menerus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi
maupun dari jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak pidana korupsi yang
dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan
masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk
mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Peraturan perundang-undangan yang dijadikan alat untuk memberantas tidak pidana
korupsi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, namun demikian korupsi makin
merajalela, kerugian negara tidak hanya jutaan rupiah akan tetapi milyaran rupiah bahkan
mencapai triliunan rupiah. Disisi yang lain, korupsi tidak hanya memasuki lingkungan
eksekutif saja, tetapi juga berkembang di lingkungan yudikatif dan legislatif. Tindak pidana
korupsi tidak hanya dilakukan oleh pejabat negara melainkan juga dilakukan oleh korporasi.
Orang-orang sepertinya tidak lagi merasa malu menyandang predikat tersangka kasus korupsi
sehingga perbuatan korupsi seolah-olah sudah menjadi suatu yang biasa untuk dilakukan
secara bersama-sama dan berkelanjutan, walaupun sudah jelas melakukan perbuatan melawan
hukum dan memperkaya diri sendiri serta orang lain, dan dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara.
Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme telah menjadikan keuangan dan
perekonomian negara rugi sangat besar, sedemikian besarnya uang negara yang diambil
merupakan perampasan sebagian besar hak-hak ekonomi dan sosial rakyat oleh sebagian
individu atau kelompok dalam masyarakat. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme merupakan
tindak kejahatan yang dapat mempengaruhi kehidupan bangsa baik saat ini maupun yang
akan datang.
Tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme berarti sudah berbuat hal yang
mulia untuk negara, karena akan membuat kondisi keuangan negara menjadi aman dan stabil,
tanpa adanya suatu kondisi yang mengkhawatirkan. Bentuk nasionalisme yang terkandung
dari tindakan tidak melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah selalu bersikap jujur,
tidak melanggar hukum, serta tidak merugikan keuangan negara. Tidak melakukan korupsi,
kolusi, dan nepotisme juga mengindikasikan bahwa seseorang mencintai negara Indonesia,
karena dengan tindakan tersebut tidak ada uang negara yang dicuri ataupun dirampas,
sehingga uang negara tersebut dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan bangsa
dan negara menuju Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera.
Tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjadi bentuk nasionalisme dalam
novel 5 cm. terdapat pada kutipan berikut:
”Tapi, Yan... ada satu yang pasti, Yan, ” Genta berbicara tegas. “Di tempat gue kerja sekarang kan isinya seumuran kita, angkatan eksponen reformasi dulu. Jadinya, kita janji untuk mencoba sama sekali nggak pernah dan nggak akan ngelakuin KKN. Mudah-mudahan yang kayak gitu bisa kita jaga entah sampai kapan”. (5 cm.: 189)
5.6 Kebersamaan
Kebersamaan merupakan bagian yang mendasar dalam sebuah persatuan. Tanpa
adanya kebersamaaan, persatuan tidak akan mungkin terealisasikan, walaupun kebersamaan
tidak selalu menunjukkan pada bentuk persatuan, karena pada kenyataannya ada yang
bersama akan tetapi tidak menyatu. Kebersamaan bukan berarti mengharuskan antara
individu untuk selalu bersama setiap waktu, sehingga mengurangi hak-hak privasi individu.
Kebersamaan dan hak privasi memiliki porsinya tersendiri.
Kebersamaan yang baik tidak menghilangkan perbedaan, karena perbedaan
merupakan fitrah sekaligus penentu bagi kedinamisan, kreativitas, dan keharmonisan
manusia. Kebersamaan tidak selalu berbentuk fisik, akan tetapi juga kebersamaan yang
berbentuk maknawi, artinya walaupun secara jasmani berpisah namun rasa kebersamaan
dalam jiwa masih ada dengan selalu menjaga komunikasi sosial yang intensif dan harmonis.
Kebersamaan erat kaitannya dengan adanya keharmonisan yang terjalin di dalam suatu
kelompok. Selain itu, kebersamaan selalu mengacu pada keterbatasan. Manusia adalah
makhluk yang mempunyai keterbatasan, maka untuk mengatasi keterbataan tersebut perlu
adanya suatu usaha yang dilakukuan secara bersama-sama. Pada sisi keterbatasan inilah,
kebersamaan merupakan suatu hal penting yang menjadi solusi.
Kebersamaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 986) mempunyai arti
yaitu hal yang dilakukan bersama. Kebersamaan merupakan sebuah kondisi yang sengaja
diciptakan secara bersama-sama untuk menghasilkan sikap serentak yang dilakukan oleh
semua individu agar memperoleh tujuan atau harapan seiring dengan visi dan misi yang ingin
dicapai. Sementara inti dari kebersamaan itu adalah berkumpulnya individu dalam kondisi
apapun untuk meraih tujuan tertentu.
Kebersamaan merupakan faktor yang sangat penting dalam membentuk sebuah
persatuan. Persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Hal-hal yang beraneka ragam itu, setelah disatukan
menjadi sesuatu yang serasi, utuh dan tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang
lain, (Kansil, 2002: 110).
Persatuan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1003) mengandung arti
gabungan, ikatan, kumpulan, beberapa bagian yang sudah bersatu. Persatuan berasal dari kata
satu, yang berarti utuh dan tidak terpecah-pecah. Proses kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu adanya rasa kebersamaan untuk mewujudkan sebuah persatuan yang kokoh. Hal
tersebut dapat dilihat dalam rumusan Pancasila, yaitu sila ketiga yang berbunyi Persatuan
Indonesia.
Persatuan Indonesia dalam sila ketiga mencakup persatuan dalam arti ideologi,
politik, ekonomi, sosial, budaya, dan keamanan. Persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa
yang mendiami wilayah Indonesia. Bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan
kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat, (Kansil, 2002:
111).
Memperkokoh persatuan bangsa merupakan suatu proses menyatu yang berangkat
dari sebuah kesadaran keberagaman (kemajemukan) untuk mewujudkan bangsa Indonesia
yang bersatu, tanpa harus menghilangkan sifat keragamannya, dan menempatkan
keindonesiaan di atas unsur-unsurnya. Kesadaran akan keberagaman (kemajemukan) menjadi
daya perekat yang menjadikan makin kokohnya bangsa dengan menjauhkan segala bentuk
perbedaan pandangan yang dapat menyebabkan konflik. Persatuan bangsa akan menjadi
kokoh pada saat semua merasa memiliki kepentingan dan tujuan yang sama, yaitu
mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945, (Sujanto, 2007: 10).
Kemajemukan seharusnya tidak perlu diperdebatkan atau dipertentangkan, apalagi
dipolemikkan, karena keragaman adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang dengan cirinya
sendiri-sendiri memiliki kekuatan dan kelemahan. Pada sila ketiga Pancasila dimaksudkan
bahwa bangsa Indonesia seluruhnya harus memupuk persatuan yang erat antara sesama
warga negara, tanpa membeda-bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang
bulat dan satu cita-cita bersama.
Sebagaimana tercantum di dalam lambang negara Garuda Pancasila, pada pita
garuda tertulis kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti “Walaupun berbeda-beda (suku,
bahasa, budaya, agama) tetap satu juga (Indonesia). Kalimat ini digunakan sebagai salah satu
semboyan di dalam membangun persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia, karena disadari
bahwa sejak awal perjuangan, kekuatan kita adalah keberagaman yang menyatu menjadi
suatu kekuatan besar bangsa Indonesia yang majemuk.
Kebersamaan merupakan salah satu hal mendasar yang membentuk sebuah
persatuan yang kokoh. Rasa kebersamaan perlu dilakukan dalam proses berbangsa dan
bernegara, karena kebersamaan tersebut yang akan membentuk sebuah persatuan yang kuat
dalam menghadapi segala permasalahan yang dihadapi bangsa. Pada sila ketiga Pancasila,
ditegaskan bahwa untuk membangun bangsa perlu adanya rasa persatuan dari segenap
masyarakat Indonesia, karena dengan adanya persatuan, bangsa Indonesia tidak mudah
terpecah belah dan tidak mudah untuk dipisah-pisahkan. Sikap kebersamaan akan
membentuk bangsa Indonesia yang mempunyai jiwa kekompakan, selalu toleran, penuh
keharmonisan, dan juga selalu mengedepankan kepentingan bersama.
Kebersamaan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
”Tapi kan ada yang lebih penting dari sekadar selera...,” Genta ngomong pelan dan melanjutkan, “yang penting kan kita bareng-bareng terus berlima...menghargai pendapat semuanya, selera semuanya, ketawa buat semuanya, sedih buat semuanya”. (5 cm.: 50) Selain itu, kebersamaan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm.
terdapat juga pada kutipan berikut:
”Kalo ada yang capek bilang ya, jangan ada yang gengsi. Satu orang capek, semuanya berhenti. Kebanyakan orang gagal ke puncak karena kecapekan dan gengsi nggak mau bilang. Yang ada cuma maksa sehingga akibatnya nggak bisa ngelanjutin.” (5 cm.: 237) “Masih dengan bergandengan mereka berputar-putar di puncak Mahameru. Mereka seakan terbang melayang-layang, genggaman mereka semakin erat, rasa yang ada tak terbayangkan, tidak ada lagi tanah lebih tinggi yang mereka lihat, tinggal langit saja-itu pun seperti bisa tersentuh”. (5 cm.: 342-343)
5.7 Bertanggung Jawab
Setiap manusia harus mempunyai rasa tanggung jawab, rasa tanggung jawab harus
disesuaikan dengan apa yang telah kita lakukan. Tanggung jawab merupakan kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja.
Tanggung jawab berarti juga sebagai perwujudan kesadaran dan kewajiban. Seseorang mau
bertanggung jawab karena ada kesadaran, keinsafan, pengertian atas segala perbuatan dan
akibatnya, untuk kepentingan pihak lain. Timbulnya tanggung jawab karena manusia hidup
bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia tidak boleh berbuat semaunya
terhadap manusia lain dan terhadap alam lingkungannya.
Tanggung jawab menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1139) adalah
keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Bertanggung jawab menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007: 1139) adalah berkewajiban menanggung, memikul tanggung jawab,
menanggung segala sesuatunya. Menurut Hartono (1991: 154), tanggung jawab itu bersifat
kodrati, artinya sudah menjadi bagian hidup manusia. Apabila dikaji lebih mendalam,
tanggung jawab merupakan kewajiban yang harus dipikul sebagai akibat dari perbuatan pihak
yang berbuat atau sebagai akibat dari perbuatan pihak lain, atau sebagai pengabdian,
pengorbanan pada pihak lain. Kewajiban atau beban itu ditujukan untuk kebaikan pihak yang
berbuat sendiri, atau pihak lain. Keseimbangan, keserasian, keselarasan antara sesama
manusia, antara manusia dan lingkungannya, antara manusia dan Tuhan harus selalu
dipelihara dengan baik.
Tanggung jawab merupakan ciri dari manusia yang beradab. Manusia merasa
bertangggung jawab karena ia menyadari akibat baik dan buruk perbuatannya itu, dan
menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengabdian dan pengorbanannya (Hartono,
1991: 155). Wujud dari tanggung jawab dapat berupa pengabdian dan pengorbanan.
Pengabdian dan pengorbanan merupakan perbuatan baik untuk kepentingan manusia itu
sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 2), pengabdian adalah perbuatan
menghambakan diri atau berbakti. Pengabdian itu pada hakekatnya adalah rasa tanggung
jawab. Pengabdian merupakan perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat atau tenaga
sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, yang kesemuanya itu dilakukan
dengan ikhlas, (Hartono, 1991: 158).
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 595), pengorbanan adalah perbuatan
memberikan sesuatu sebagai pernyataan kebaktian, kesetiaan. Pengorbanan berasal dari kata
korban atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian
untuk menyatakan kebaktian. Pengorbanan yang bersifat kebaktian itu mengandung unsur
keikhlasan yang tidak mengharapkan pamrih, suatu pemberian yang didasarkan atas
kesadaran moral yang tulus ikhlas, (Hartono, 1991: 160).
Tanggung jawab seorang mahasiswa adalah belajar. Setiap mahasiswa yang ingin
mendapatkan gelar sarjana diharuskan untuk menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Dengan
kata lain, mahasiswa tidak akan mendapatkan gelar sarjana sebelum menyelesaikan tanggung
jawabnya, yaitu menyelesaikan tugas akhir atau skripsi.
Menyelesaikan tugas akhir atau skripsi merupakan salah satu tanggung jawab yang
bersifat nasionalisme. Bersifat nasionalisme, karena mahasiswa adalah agen perubahan, calon
pemimpin masa depan, dan kaum intelektual yang akan mempengaruhi kehidupan bangsa
Indonesia kedepannya. Seorang mahasiswa yang menyelesaikan skripsi, berarti telah
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan bangsanya. Mahasiswa yang telah
menyelesaikan skripsi berarti bersiap untuk melanjutkan jenjang kehidupannya ke arah yang
lebih kompleks, karena setelah menyelesaikan skripsi dan mendapatkan gelar sarjana berarti
mahasiswa akan langsung terjun ke tengah masyarakat yang sebenarnya. Untuk menghadapi
kehidupan di dalam masyarakat perlu adanya ilmu, karena dengan ilmu seseorang akan
mudah untuk bisa membaur dan menjalani kerasnya hidup di masyarakat. Melalui ilmu juga,
seseorang akan dihargai dan disegani dalam masyarakat, serta dengan ilmu pula kehidupan
bangsa akan berubah menuju ke masa depan yang lebih cerah.
Jika mahasiswa tidak menyelesaikan tugas akhir atau skripsi, maka mahasiswa
tersebut tidak bertanggung jawab dengan dirinya sendiri dan bangsa atas kewajiban yang
sudah dibebankan kepadanya. Jika sudah tidak bertanggung jawab dengan dirinya sendiri,
maka bagaimana bisa mendapatkan tanggung jawab dari orang lain. Mahasiswa merupakan
agen perubahan yang kelak akan menjadi calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang.
Seorang pemimpin di masa depan pastinya akan mengemban tanggung jawab yang cukup
besar. Menjadi mahasiswa adalah proses untuk belajar mengemban tanggung jawab tersebut.
Sesuatu yang besar selalu berawal dari hal-hal yang kecil, begitu juga dengan hal tanggung
jawab. Apabila mahasiswa sudah tidak bisa mengemban tanggung jawab yang kecil,
bagaimana mungkin bisa mengemban tanggung jawab yang besar.
Tanggung jawab merupakan suatu bentuk pengorbanan dan pengabdian yang
dilakukan seseorang dengan rasa hormat untuk menyatakan bahwa dirinya berkewajiban
menyelesaikan segala urusan yang sudah diembannya. Sebagai mahasiswa bentuk tanggung
jawab itu adalah belajar serta menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Menyelesaikan tugas
akhir atau skripsi berarti menyatakan bahwa dirinya bertanggung jawab dengan diri sendiri
dan bangsa, serta bersiap untuk melanjutkan hidup ke jenjang yang lebih tinggi dan berbuat
yang terbaik untuk bangsa, karena mahasiswa merupakan aset bangsa yang kelak akan
menjadi calon pemimpin masa depan Indonesia.
Tanggung jawab yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
”Assalamualaikum Wr.Wb.... Selamat pagi, Salam Sejahtera. Nama Saya Adrian
Adriano. Hari ini saya akan mempertanggungjawabkan tugas akhir saya....”. (5 cm.: 132)
5.8 Kerja Keras
Manusia merupakan makhluk yang selalu mempunyai keinginan atau cita-cita.
Untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita tersebut, manusia diharuskan untuk melakukan
usaha. Usaha yang dilakukan secara terus-menerus, sungguh-sungguh, dan tidak kenal
menyerah tentunya akan menghasilkan sesuatu yang baik sesuai dengan yang diharapkan.
Pada kehidupannya, manusia harus benar-benar bekerja keras jika ingin mewujudkan
keinginan atau cita-citanya.
Bekerja keras dapat diartikan sebagai kerja yang dilakukan dengan adanya dorongan
yang cukup tinggi untuk menghasilkan sesuatu target yang sudah ditetapkan. Kerja keras erat
kaitannya dengan sikap pantang menyerah atau tidak mudah putus asa dan rajin. Sikap
pantang menyerah merupakan bentuk perjuangan yang tiada henti meskipun menghadapi
berbagai rintangan. Rajin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 922) memiliki arti
suka bekerja, getol, sungguh-sungguh, selalu berusaha giat.
Kerja keras artinya melakukan suatu usaha atau pekerjaan secara terus menerus
tanpa mengenal lelah. Kerja keras juga dapat diartikan suatu tindakan atau perbuatan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh dan serius sampai tercapai suatu tujuan. Orang yang
bekerja keras akan dengan senang hati menjalani kehidupan ini. Setiap orang harus bekerja
keras dalam bidang pekerjaan yang ia tekuni. Pekerjaan yang dilakukan tidak akan mungkin
berhasil dengan maksimal jika seseorang itu bermalas-malasan, atau tidak mau bekerja keras.
Seseorang akan jauh ketinggalan dari orang lain jika tidak memiliki semangat kerja keras ini.
Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 diperoleh melalui
kerja keras, perjuangan, dan pengorbanan dari para pahlawan. Kemerdekaan tersebut bukan
merupakan hadiah atau pemberian dari bangsa penjajah. Para pahlawan berusaha secara terus
menerus, sungguh-sungguh, dan pantang menyerah untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa
Indonesia agar terbebas dari bentuk penjajahan dari bangsa asing. Indonesia tidak akan
mungkin merdeka jika para pahlawan pada saat itu bersikap mudah menyerah dan tidak
sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa untuk memperjuangkan bangsa ke arah yang lebih baik juga memerlukan
sikap kerja keras, karena dengan sikap tersebut membuktikan bahwa kehidupan bangsa akan
berubah ke arah yang diinginkan atau dicita-citakan.
Setiap warga bangsa tentunya memiliki keinginan atau cita-cita yang berbeda-beda.
Keinginan atau cita-cita tersebut haruslah tetap berkontribusi untuk bangsa dan negara.
Keinginan atau cita-cita setiap warga negara juga harus mempunyai manfaat untuk bangsa
dan negara guna membangun kehidupan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik. Setiap
warga negara harus tetap bekerja keras di bidang keahliannya masing-masing. Bekerja keras
di bidang masing-masing, dapat diharapkan setiap warga negara bahu-membahu membangun
bangsa untuk kepentingan bersama demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang
tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, (Bakry,
1987: 67).
Bentuk nasionalisme yang terdapat dari sikap kerja keras adalah sikap kerja keras
mampu menjadi suatu alat untuk menuju cita-cita dan keinginan yang hendak dicapai oleh
suatu bangsa. Bekerja keras, akan merubah sesuatu hal menjadi lebih baik. Selain itu, dengan
bekerja keras pula, suatu bangsa dapat mewujudkan keinginan atau cita-cita dari bangsanya
sendiri. Tidak akan mungkin suatu bangsa akan berubah menjadi lebih baik, jika setiap warga
negaranya bersikap mudah menyerah dan tidak sungguh-sungguh mewujudkan keinginan
bangsanya. Tanpa adanya kerja keras suatu yang diinginkan pasti tidak akan terwujud.
Kerja keras yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Mas Fajar ada di situ, sore itu, bukan karena kamu hoki, tapi kerja keras kamu
selama ini yang telah kamu tanam dengan terus tekun dan pantang menyerah dalam
menjalankannya”. (5 cm.: 133-134)
Selain itu, kerja keras yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat
juga pada kutipan berikut:
“Kalo... lo... yakin... sama... sesuatu... lo... taruh... itu... di sini,” Genta meletakkan
jari telunjuknya di keningnya, “Abis itu lo kerja keras... semampu lo”. (5 cm.: 139)
5.9 Batik
Batik merupakan karya seni budaya bangsa Indonesia yang dikagumi dunia. Batik
telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara terkemuka penghasil kain tradisional
yang halus di dunia, (Purba, 2005: 43-44). Julukan ini datang dari suatu tradisi yang cukup
lama berakar di bumi Indonesia, sebuah sikap adat yang sangat kaya, beraneka ragam, kreatif
serta artistik. Selama periode yang panjang itulah aneka sifat, ragam kegunaan, jenis,
rancangan serta mutu batik Indonesia ditentukan oleh berbagai unsur, antara lain oleh iklim
dan keberadaan serat-serat setempat, faktor sejarah, perdagangan, penjajahan, dan kesiapan
masyarakatnya dalam menerima paham serta pemikiran baru. Namun demikian, yang paling
menentukan di atas segalanya adalah keanekaragaman adat dan kepercayaan asli penduduk
serta sikap budaya masyarakat dalam menerima berbagai unsur yang memenuhinya.
Menurut Tirta (dalam Purba, 2005: 44) batik merupakan teknik menghias kain atau
tekstil dengan menggunakan lilin dalam proses pencelupan warna, dan proses tersebut
semuanya menggunakan tangan. Menurut Syakur (dalam Purba, 2005: 44) batik adalah seni
rentang warna yang meliputi proses pemalaman (lilin), pencelupan (pewarnaan) dan
pelorotan (pemanasan), hingga menghasilkan motif yang halus, yang kesemuanya ini
memerlukan ketelitian yang tinggi.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 112), batik adalah kain bergambar
yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan (mencetak) malam
(lilin batik) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa batik adalah sehelai wastra yakni sehelai kain yang dibuat secara
tradisional dan digunakan dalam matra tradisional dengan beragam hias pola tertentu yang
pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam (lilin batik) sebagai bahan
perintang warna. Suatu wastra dapat disebut batik apabila mengandung dua unsur pokok,
yaitu: teknik celup rintang yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang
beragam hias khas batik, (Purba, 2005: 44).
Seni batik maupun cara pembuatannya sudah dikenal di Indonesia sejak dulu.
Namun demikian, mengenai asal mula batik masih banyak menimbulkan perdebatan. Ada
sebagian pihak yang menyetujui bahwa batik memang berasal dari Indonesia, tetapi ada juga
beberapa pihak yang tidak menyetujuinya. Pihak yang tidak setuju dengan pendapat bahwa
batik berasal dari Indonesia mengemukakan bahwa batik dibawa oleh nenek moyang kita
ketika melakukan perpindahan penduduk, atau mungkin juga diperkenalkan kepada nenek
moyang kita oleh kaum pendatang. Pendukung pendapat ini mengatakan bahwa batik
sebenarnya berasal dari Mesir dan Persia. Itulah sebabnya cara pembuatan dan penghiasan
batik tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi juga ada di Thailand, India, Jepang, Sri Langka,
dan Malaysia.
Pihak yang setuju, mengatakan bahwa batik di Indonesia adalah suatu bentuk
kesenian yang berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan batik yang berkembang di
negara lain. Cara pembuatan maupun corak-corak dan cara hiasan yang ada pada batik
Indonesia tidak mempunyai kemiripan dengan cara pembuatan batik asing. Alat dan pola
hiasan batik Indonesia benar-benar mencerminkan cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia.
Jika itu berbentuk hiasan, maka hiasan itu juga hiasan yang terdapat di Indonesia.
Pada mulanya batik yang dikenal hanya batik tulis. Seiring dengan penggunaan batik
yang makin meluas, teknologi batik berkembang pula dengan pesatnya. Sekarang di samping
pembuatan batik secara tradisional, dikenal pula pembuatan batik secara ”modern” yang
hasilnya disebut dengan batik modern. Menurut Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Industri dan Kerajinan Batik – Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Yogyakarta
(dalam Purba, 2005: 49-50), kain batik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu batik tulis dan
batik modern. Batik tulis merupakan batik yang dianggap paling baik dan tradisional. Proses
pembuatannya melalui tahap-tahap: persiapan, pemolaan, pembatikan, pewarnaan, pelorodan,
dan penyempurnaan. Pada proses pembatikan sering terjadi gerakan spontan, tanpa dihitung
atau diperhitungkan lebih rinci.
Batik modern dapat dibedakan menjadi tiga yaitu: batik cap, batik kombinasi, tekstil
motif batik. Batik cap dalam proses pembuatannya melalui tahapan-tahapan seperti persiapan,
pencapan, pewarnaan, pelorodan, dan penyempurnaan. Pelaksanaan pembuatan batik cap
lebih mudah dan cepat. Kelemahan pada batik cap adalah motif yang dapat dibuat terbatas
dan tidak dapat membuat motif-motif besar. Selain itu pada batik cap tidak terdapat seni
coretan dan kehalusan motif yang dianggap menentukan motif batik. Batik kombinasi
merupakan jenis batik yang mengkombinasikan batik tulis dan batik cap. Batik ini dibuat
dalam rangka mengurangi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada produk batik cap,
seperti motif besar dan seni coretan yang tidak dapat dihasilkan dengan tangan. Pada proses
pembuatannya memerlukan persiapan-persiapan yang rumit, terutama pada penggabungan
motif yang ditulis dan motif capnya sehingga efisiensinya rendah dan hampir sama dengan
batik tulis, serta nilai seni produknya juga disamakan dengan batik cap. Adapun proses
pembuatannya melalui tahapan-tahapan yaitu persiapan, pemolaan (untuk motif besar),
pembatikan (motif yang tidak dapat dicap), pencapan, pewarnaan, pelorodan, dan
penyempurnaan. Tekstil motif batik merupakan jenis batik yang tumbuh dalam rangka
memenuhi kebutuhan batik yang cukup besar dan tidak dapat dipenuhi oleh industri batik
biasa. Tekstil motif batik diproduksi oleh industri tekstil dengan mempergunakan motif batik
sebagai desain tekstilnya. Proses produksinya dilakukan dengan sistem printing sehingga
produknya dikenal sebagai batik printing dan dapat diproduksi secara besar-besaran. Namun
demikian, ciri-ciri khas yang mendukung identitas batik tradisional tidak terdapat pada batik
printing, tetapi harganya relatif murah sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat
yang memerlukannya, (Purba, 2005: 50-51).
Sebagai cabang seni rupa warisan generasi lampau, batik memiliki berbagai
kegunaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada zamannya. Pada batik tradisional, peran
utamanya adalah sebagai bahan busana sedangkan bentuknya disesuaikan dengan
kegunaannya. Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat modern memiliki aspirasi
yang berbeda dengan masyarakat tradisional, yaitu menganggap batik tradisional tidak sesuai
dengan kebutuhan dan kebiasaan yang baru. Maka orang lalu berusaha mencari dimensi baru
dalam dunia batik. Batik tidak hanya digunakan untuk kepentingan busana tradisional karena
dipandang tidak praktis untuk kehidupan modern. Berdasarkan hal tersebut maka media batik
dipandang lebih cocok untuk kebutuhan budaya modern sebagai busana modern (rok, kemeja,
dan jas), elemen interior (taplak meja, sprei, gorden), produk cinderamata (kipas, sandal, dan
kartu pos), serta media ekspresi (lukisan).
Melestarikan batik merupakan salah satu bentuk nasionalisme, karena batik
merupakan hasil dari kebudayaan bangsa Indonesia. Dalam Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945
dijelaskan bahwa, “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban
dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budayanya”. semua yang menjadi warga negara Indonesia mempunyai peranan
yang penting dalam melestarikan batik. Melestarikan batik, berarti ikut berperan dalam
memelihara dan mengembangkannya menjadi sesuatu yang dapat dibanggakan sebagai
identitas bangsa. Batik merupakan suatu kebanggaan bagi segenap bangsa Indonesia,
sehingga bangsa lain tidak akan mudah untuk mengaku-ngaku menjadi pemilik batik.
Batik yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan
berikut:
“Nak, nasi pecel, ayam telur, Nak. Endok asin, ndok asin, hangat hangat.” Seorang
ibu tua dengan pakaian khas Jawa dan kain batik lusuh, mengusung gendongan makanannya,
menawarkan dagangannya ke Riani”. (5 cm.: 173)
5.10 Bersyukur
Syukur dapat diartikan sebagai rasa terima kasih kepada Tuhan yang memberikan
semua kenikmatan dunia. Seperti halnya ketika mendapat pemberian dari teman atau atasan,
maka pemberian itu harus dijaga dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Jika pemberian
itu dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka pihak yang memberi akan merasa bahagia,
kemungkinan dia akan memberikan yang lainnya.
Syukur dalam konsep Islam adalah pengakuan terhadap nikmat yang telah diberikan
Allah SWT dengan dibuktikan ketaatan kepada-Nya. Rasa bersyukur adalah mempergunakan
nikmat Allah SWT menurut kehendak Allah SWT sebagai pemberi nikmat. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa rasa bersyukur yang sebenarnya adalah mengucapkan pujian
kepada Allah SWT dengan lisan, mengakui dengan hati akan nikmat Allah SWT, dan
mempergunakan nikmat itu sesuai dengan kehendak Allah SWT.
Makna syukur secara luas adalah sebuah perbuatan yang patut untuk kita lakukan,
karena di dalam rasa bersyukur, kita menghargai dan menghormati kebesaran Tuhan.
Bersyukur bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan, karena penilaian yang bisa
diberikan bukan dari perbuatan dan perkataan kita saja, akan tetapi Tuhan bisa melihat ke
dalam hati kita yang sesungguhnya.
Bersyukur menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1115), mempunyai arti
yaitu berterima kasih, mengucapkan syukur. Manzhur (dalam Sulistyarini, 2010: 6)
mengatakan bahwa syukur adalah membalas kenikmatan (kebaikan orang lain) dengan
ucapan, perbuatan, dan niat. Seseorang harus menyampaikan (sanjungan) kepada yang
memberikannya dengan ucapan ketaatan yang sepenuhnya, serta berkeyakinan bahwa yang
memberinya itu adalah Allah SWT. Al-Fauzan (dalam Sulistyarini, 2010: 6) juga mengatakan
bahwa orang yang bersyukur adalah orang yang mengakui nikmat Allah SWT dan mengakui
Allah SWT sebagai pemberinya, tunduk kepada-Nya, cinta kepada-Nya, rida terhadap-Nya,
serta mempergunakan nikmat itu dalam hal yang disukai Allah SWT dalam rangka taat
kepada-Nya. Rasa syukur harus disertai ilmu dan amal yang didasari oleh ketaatan serta
kecintaan kita kepada Tuhan pemberi nikmat.
Al Sa’di (dalam Sulistyarini, 2010: 6) mengatakan bahwa orang yang bersyukur
adalah orang yang baik jiwanya, lapang dadanya, tajam matanya, hatinya penuh dengan
pujian kepada Allah SWT dan pengakuan akan nikmat-Nya, merasa senang dengan
kemuliaan-Nya, gembira dengan kebaikan-Nya, serta lisannya selalu basah pada setiap waktu
dengan bersyukur dan berzikir kepada Allah SWT.
Allah SWT dalam Asma Al-Husna yang ke-35 dari 99, bersifat Asy-Syakur dalam
arti yang menyebarluaskan anugerah-Nya. Maka Allah adalah pusat syukur. Hamba yang
bersyukur yaitu memuji Allah dengan mengingat-ingat anugerah yang telah diberikan-Nya.
Seorang hamba bersyukur dengan lisannya berupa pengakuan atas anugerah dalam derajat
kepasrahan, bersyukur dengan jasmaninya yaitu mengambil sikap setia dan mengabdi, dan
bersyukur dengan hati dengan mengundurkan diri ke tataran syahadat dengan terus-menerus
melaksanakan penghormatan.
Bersyukur merupakan tanda orang beriman karena mengakui kebesaran Allah SWT.
Oleh karena itu, rasa bersyukur erat kaitannya dengan keberadaan hamba dengan Sang
Pencipta Allah SWT. Orang yang mengerti makna syukur tidak lain adalah orang yang
memahami arti hidup, karena bersyukur merupakan bentuk tindakan manusia dalam
mengakui adanya Tuhan. Mengakui adanya Tuhan berarti sesuai dengan isi dalam sila
pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Bersyukur merupakan bentuk dari
nasionalisme, karena sesuai dengan nilai dasar dari Pancasila.
Negara Republik Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, artinya bangsa
Indonesia sebagai keseluruhan dan pada umumnya percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap warga negara berkewajiban untuk mengakui dan menetapkan bahwa Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah dasar negara, dan dianjurkan supaya setiap warga negara mengakui
Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar hidupnya sendiri untuk mencapai kesejahteraan
lahir batin, (Bakry: 1987: 45). Bersyukur merupakan salah satu cara yang digunakan manusia
untuk menyatakan bahwa mereka mengakui adanya Tuhan.
Bersyukur yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Si Mbok melihat uang lima puluh ribu di tangannya, matanya membesar dan
mendekatkan genggaman tangannya ke hidung-nya. “Allhamdullilah Gusti Pangeran...
Allhamdulillah”. (5 cm.: 176)
Selain itu, bersyukur yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat
juga pada kutipan berikut:
“Tak hentinya mereka melihat ke langit sambil mengucap syukur”. (5 cm.: 288)
“Semuanya tersenyum dan menoleh ke Arial. Rombongan kecil anak manusia itu bersujud syukur di puncak Mahameru, mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Tuhan dan kepada tanah yang telah menghidupi mereka, Ibu yang selalu memberikan tanah dan airnya setiap hari. Ibu yang akan selalu mencintai anak-anak bangsa. Air mata yang berjatuhan membasahi pasir di Puncak Mahameru, membuat rasa terima kasih mereka menjadi begitu indah. Mereka berenam berpelukan sangat erat, air mata kembali jatuh, menjadi saksi bening dan eratnya persahabatan mereka”. (5 cm.: 344)
5.11 Blangkon
Pada perkembangannya, blangkon menjadi sebuah simbol bagi para pria dari suku
Jawa. Bentuk blangkon sangat sederhana, akan tetapi dibalik kesederhanaannya itu blangkon
memiliki makna yang cukup tinggi. Makna estetika tercermin dari bentuk blangkon yang
dibuat sedemikian rupa sehingga memancarkan keindahan, makna martabat tercermin dari
kegunaan blangkon sebagai alat pembeda antara kaum ningrat Kraton dengan rakyat jelata,
dan makna etika tercermin dari kehidupan dan kepribadian orang Jawa.
Saat ini blangkon dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan untuk
dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini berpengaruh terhadap penggunaan blangkon
yang hanya dipakai pada acara-acara tertentu yang menggunakan tema tradisional.
Masyarakat memandang blangkon hanya sebagai pakaian bagi orang-orang tradisional dan
hanya dipakai pada era tradisional, selain itu mereka juga beranggapan bahwa orang yang
memakai blangkon adalah orang yang tidak bisa mengikuti perkembangan zaman dan dinilai
tertinggal dalam aspek cita rasa berpakaian maupun prilakunya.
Blangkon adalah kain penutup kepala tradisional kaum pria Jawa yang digunakan
sebagai pelengkap busana tradisional (Soegeng, 1981: 27). Selain sebagai pelindung terhadap
sinar matahari, blangkon juga mempunyai fungsi sosial yang menunjukkan martabat atau
kedudukan sosial bagi pemiliknya. Sebagian besar masyarakat Jawa menjadikan blangkon
sebagai simbol atau ciri khas dan konon dulunya digunakan sebagai pembeda antara kaum
ningrat Kraton dengan masyarakat jelata yang hanya memakai iket sebagai penutup kepala.
Masyarakat Jawa beranggapan bahwa kepala lelaki mempunyai arti penting, sehingga
pelindung kepala lelaki sebagai penutup tubuh yang amat diutamakan, sehingga masyarakat
kuno menggunakan blangkon sebagai pakaian keseharian dan dapat dikatakan pakaian wajib
(Soegeng, 1981: 27).
Indonesia adalah negara kesatuan yang memiliki keanekaragaman kebudayaan.
Budaya Indonesia yang beraneka ragam merupakan kebudayaan yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan terus-menerus guna meningkatkan ketahanan budaya serta dapat dimanfaatkan
untuk menunjang wisata budaya. Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan, serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia anggota masyarakat (Depdikbud, 1988:
10). Makna kebudayaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 170) adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat.
Budaya merupakan satu kata yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah negara,
terlebih untuk negara Indonesia yang dikenal sebagai negara multikultural. Budaya tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat karena semua aspek dalam kehidupan
masyarakat dapat dikatakan sebagai wujud dari kebudayaan, misalnya gagasan atau pikiran
manusia, aktivitas manusia, atau hasil karya yang dihasilkan manusia.
Pada Pasal 32 Ayat 1 UUD 1945 ditegaskan bahwa “Negara memajukan
kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan
masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”. Pada pasal
tersebut dijelaskan bahwa negara menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan
mengembangkan nilai-nilai budayanya. Blangkon merupakan salah satu bentuk kebudayaan
berupa hasil karya yang dihasilkan manusia. Blangkon identik dengan kebudayaan suku
Jawa, karena memang Blangkon merupakan simbol yang membanggakan bagi pria dari suku
Jawa. Blangkon merupakan salah satu bentuk dari kebudayaan lokal yang harus dilestarikan,
karena memiliki makna yang penting dalam kebudayaan Jawa, yaitu sebagai identitas yang
membedakan suku Jawa dengan suku-suku lainnya. Perbedaan ini bukanlah menjadi suatu
ancaman yang menjadi pemisah antara suku yang satu dengan suku lainnnya dan antara
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lainnya, melainkan menjadi suatu pengayaan
bagi kebudayaan Indonesia.
Indonesia merupakan negara yang kaya dengan budaya sehingga setiap kebudayaan
lokal harus tetap dilestariakan guna memperkaya khasanah kebudayaan Indonesia.
Melestarikan blangkon sebagai kebudayaan lokal berarti melakuakan sesuatu yang berbentuk
nasionalisme karena dengan tindakan tersebut kita mencintai kebudayaan lokal yang ada di
Indonesia, sehingga budaya lokal dapat menjadi identitas dan kebanggaan bagi bangsa
Indonesia di mata bangsa-bangsa lain, dan mencerminkan bahwa Indonesia merupakan
negara yang kaya dengan berbagai bentuk budaya.
Blangkon yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Mas-mas sama Mbak-mbak dari mana?” sopir angkot yang bertampang Jawa dan
mengenakan blangkon memecahkan bengong mereka”. (5 cm.: 195)
5.12 Bahasa Jawa
Bahasa Jawa adalah salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia dan merupakan
aset kekayaan yang dimiliki bangsa Indonesia. Aset tersebut bukanlah hal yang mati sebab
kehadirannya justru memperkaya bahasa nasional. Sebagai contoh, kata, ungkapan, dan
peribahasa banyak yang masuk dan digunakan dalam bahasa Indonesia. Digunakannya kata,
ungkapan, dan peribahasa itu oleh masyarakat pemakai bahasa Indonesia bukan saja
mengambil istilah lahirnya saja, tetapi juga kandungan filsafat yang ada di dalamnya. Sebuah
filsafat mempunyai kaitan dengan berbagai hal, seperti sikap hidup, religi, dan kebudayaan.
Filsafat yang dimiliki suatu bangsa atau suku adalah cermin watak, perilaku, dan sifat
pemiliknya (Slamet, 2003: 1).
Daerah kebudayaan Jawa itu luas, yaitu meliputi seluruh bagian tengah dan timur
dari pulau Jawa. Orang Jawa dalam pergaulan hidup maupun hubungan sosial sehari-hari,
mereka selalu berbahasa Jawa. Pada waktu mengucapkan bahasa daerah ini, seseorang harus
memperhatikan dan membeda-bedakan keadaan orang yang diajak berbicara atau yang
sedang dibicarakan, berdasarkan usia maupun status sosialnya. Pada prinsipnya ada dua
macam bahasa Jawa apabila ditinjau dari kriteria tingkatannya. Yaitu bahasa Jawa Ngoko dan
Krama (Kodiran, 2002: 329). Bahasa Jawa Ngoko dibagi menjadi dua, yaitu ngoko kasar dan
ngoko halus. Sementara Krama, dibagi menjadi Krama Madya dan Krama Inggil atau halus.
Krama Madya juga dibedakan lagi menjadi Krama Madya yang digunakan di kota dan
Krama Madya yang digunakan di desa. Krama Inggil atau halus juga dibedakan lagi menjadi
Krama Inggil yang digunakan di kalangan Kraton dan Krama Inggil yang digunakan di
kalangan rakyat biasa.
Dalam penerapan berkomunikasi (verbal maupun non verbal pada konteks
keberagaman kebudayaan) dengan masyarakat beda budaya, memang sudah sepantasnya
menggunakan bahasa penghubung dalam hal ini bahasa nasional yang disepakati, atau tindak
tanduk yang umum. Namun, pada tataran komunikasi interpersonal dengan masyarakat yang
berada dalam ranah tradisi kebudayaan yang sama, seyogianya bahasa yang digunakan
maupun tindak tanduk yang diperagakan tetap menggunakan tradisi bahasa ibu dengan segala
tata kramanya sesuai dengan etika yang telah dijalankan turun-temurun, karena jika tidak, hal
ini akan berpotensi menghilangnya jati diri pada masyarakat Jawa itu sendiri.
Bahasa Jawa merupakan salah satu dari berbagai macam bahasa daerah di
Indonesia. Bahasa Jawa tentunya memperkaya warisan bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Dalam Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945 dijelaskan bahwa “Negara menghormati dan memelihara
bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional”. Inti dari pasal tersebut adalah negara
harus menjadi pihak yang menghormati keberagaman dari bahasa daerah serta memelihara
kelangsungan bahasa daerah agar tidak punah. Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah
merupakan suatu bentuk kebudayaan yang perlu dihormati dan dipelihara agar tetap ada dan
tidak punah diterjang zaman, karena semakin banyak bahasa daerah yang ada di Indonesia
tentunya menjadi suatu kebanggaan untuk bangsa Indonesia, yang dikenal dengan sebutan
bangsa yang multikultural.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, menghormati dan memelihara bahasa
daerah merupakan suatu kewajiban untuk menjalankan undang-undang yang telah ditetapkan.
Menghormati dan memelihara bahasa Jawa merupakan salah satu bentuk nasionalisme yang
harus tetap dijaga guna menyelamatkan dan mempertahankan bahasa Jawa sebagai warisan
budaya bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya agar tidak punah diterjang zaman.
Menghormati dan memelihara bahasa Jawa sebagai bahasa daerah yang memperkaya
kebudayaan nasional tentunya merupakan suatu bentuk dari penghargaan dan rasa hormat
kepada kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia. Sikap menghormati dan memelihara
bahasa Jawa mampu membuat setiap warga negara menjadi merasa memiliki, serta tidak
anggap remeh terhadap kebudayaan yang ada di Indonesia. Sebuah kebanggaan hidup dalam
suatu bangsa yang mempunyai banyak kebudayaan.
Bahasa Jawa yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Bagus... bagus... udah ngerti, wong iku ana tulisanne kok di kaca belakangku”. (5
cm.: 197)
5.13 Kerukunan
Indonesia adalah salah satu negara yang menarik karena keanekaragaman suku,
budaya, dan agama. Sebagai realitas sosial yang eksistensial, kemajemukan termasuk hukum
kodrat tidak terbantahkan oleh siapa pun dengan alasan apa pun. Kemajemukan, warna-
warni, perbedaan, dan keanekaragaman telah menjadi unsur hakiki kebudayaan manusia.
Kemajemukan ini tidak hanya mencakup bahasa, budaya, agama, warna kulit, warisan tradisi,
pandangan hidup, dan ideologi politik, tetapi juga tatanan dasar kepribadian manusia.
Bangsa Indonesia yang dibangun di atas keberagaman/kemajemukan etnis, budaya,
agama, bahasa, adat istiadat merupakan suatu kekayaan bagi bangsa Indonesia, sesuatu yang
sangat unik, yang tidak dimiliki oleh semua negara. Kemajemukan apabila dikelola dengan
baik, merupakan kekuatan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain di dunia. Namun hal ini juga
sekaligus menjadi kelemahan, karena sangat rawan dan rentan terhadap konflik, apabila tidak
dikelola secara jujur dan tegas. Secara positif harus disyukuri, karena hal itu merupakan
anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa, mengingat sudah 68 tahun Indonesia Merdeka.
Secara kodrati, kemajemukan dalam pribadi manusia turut membentuk tatanan hidup
manusia. Perbedaan latar belakang hidup, budaya, bahasa, pendidikan, iklim, dan lingkungan
hidup, mewarnai perjuangan manusia untuk hidup dalam integritas intelektual, moral, yuridis,
dan spiritual.
Rukun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 966), berarti baik dan damai,
tidak bertengkar, bersatu hati, dan bersepakat. Kerukunan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007: 966) adalah perihal hidup rukun, rasa rukun, dan kesepakatan. Kerukunan
erat hubungannya dengan kehidupan yang damai dan tidak bertengkar antara suatu individu
dengan individu yang lain dan antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain. Berbicara
soal kerukunan pasti erat hubungannya dengan Bhinneka Tunggal Ika, yaitu semboyan
negara Indonesia yang menjadi dasar dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan kondisi dan tujuan kehidupan yang ideal dalam lingkungan
masyarakat yang serba majemuk, multietnik, dan multiagama. Keberagaman atau
kemajemukan kehidupan masyarakat kita bersifat alamiah dan merupakan sumber kekayaan
budaya bangsa yang sudah ada sejak nenek-moyang kita.
Begitu juga berbicara mengenai kemajemukan dalam suporter sepakbola yang ada di
Indonesia. Indonesia merupakan negara yang mempunyai suporter sepakbola yang banyak,
mulai dari Aceh sampai Papua semuanya mempunyai keunikan dan kekhasan masing-
masing. Kemajemukan suporter sepakbola di Indonesia tidak bisa dilepaskan oleh unsur
fanatisme kedaerahan, hal itu disebabkan karena klub-klub sepakbola yang ada di Indonesia
berasal dari wilayah-wilayah atau pun daerah-daerah yang berbeda. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007: 1107) suporter memiliki arti yaitu orang yang memberikan
dukungan, sokongan dalam pertandingan. Suporter sepakbola merupakan orang yang
memberikan dukungan kepada tim sepakbola yang sedang melakuan pertandingan.
Fanatisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 313) adalah keyakinan
atau kepercayaan yang terlalu kuat terhadap suatu ajaran. Fanatisme yang selalu ada dalam
nuansa sepakbola di Indonesia adalah fanatisme kedaerahan. Maksud dari fanatisme
kedaerahan tersebut adalah keyakinan yang telalu kuat untuk membela tim yang berasal dari
daerahnya. Membela tim sepakbola yang berasal dari daerah tempat kita tinggal merupakan
suatu hal yang baik dan merupakan suatu kebanggaan tersendiri. Namun, apabila membela
tim sepakbola yang berasal dari tempat kita tinggal dilakukan secara tidak wajar, berlebihan,
dan brutal maka akan menimbulkan dampak yang negatif. Dampak negatif tersebut adalah
kita akan menjadi suatu kelompok yang eksklusif dan tidak akan membaur dengan kelompok
suporter yang lain, serta meremehkan kelompok suporter yang lain sehingga tidak terjalin
rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama suporter sepakbola. Jika sudah tidak
ada lagi rasa saling menghargai dan menghormati antar sesama suporter sepakbola, maka
akan menimbulkan konflik serta berakibat terjadinya pertikaian atau pun tawuran antar
suporter sepakbola.
Sepakbola pada hakikatnya merupakan suatu cabang olahraga yang mengajarkan
tentang perdamaian. Sangat disayangkan apabila sepakbola diwarnai dengan kericuhan yang
disebabkan oleh para suporter yang terlalu berlebihan dan brutal dalam mendukung tim
kesayangannya. Indonesia merupakan negara yang selalu menjunjung tinggi prinsip
berbangsa dan bernegara berdasarkan Bhineka Tunggal Ika. Kemajemukan bangsa Indonesia
merupakan suatu bentuk kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kemajemukan
seharusnya menjadi suatu kekuatan yang menjadi perekat antar individu yang satu dengan
individu yang lainnya atau pun antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
Begitu juga dengan dunia sepakbola, perbedaan mendukung tim sepakbola
kesayangan kita, seharusnya bukan menjadi penyebab terpecah belahnya kesatuan dan
persatuan kita sebagai suatu bangsa Indonesia, akan tetapi menjadi suatu sumber kekuatan
yang harus dikelola dengan prinsip Bhineka Tunggal Ika. Tidak perlu adanya suatu pertikaian
antara suporter sepakbola atas nama fanatisme kedaerahan. Fanatisme kedaerahan bukanlah
suatu hal yang dilarang, malah harus ditanamkan di dalam benak kita masing-masing.
Namun, apabila fanatisme kedaerahan tersebut dilakukan secara berlebihan dan dapat
memecah belah kita sebagai satu bangsa, maka hal tersebut justru menjadi suatu yang harus
ditinggalkan. Atas nama kesadaran berbangsa yang satu yaitu bangsa Indonesia, serta
menginginkan adanya kerukunan atau kedamaian, maka fanatisme kedaerahan yang
berlebihan tersebut harus ditinggalkan karena dapat mengancam keutuhan kita sebagai suatu
bangsa.
Kehidupan yang rukun dan damai harus dilakukan oleh suporter Indonesia, karena
kerukunan merupakan salah satu prinsip bangsa Indonesia yang tercermin dalam Bhinneka
Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetap satu juga, yaitu bangsa Indonesia. Kerukunan
merupakan bentuk dari nasionalisme, karena melalui kehidupan yang rukun antar sesama
warga bangsa tentunya akan membuat persatuan terjalin dengan kuat di dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa di Indonesia. Apabila persatuan antar sesama warga bangsa sudah
terjalin kuat maka bangsa Indonesia tidak akan mudah untuk terpecah belah, karena kita
bersatu padu membentuk suatu bangsa yang kokoh yang didasari nilai Pancasila yaitu sila
Persatuan Indonesia serta didasari oleh prinsip yang mempersatukan segenap perbedaan
menjadi sebuah kekuatan yaitu Bhinneka Tunggal Ika.
Kerukunan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Wah, Mbak jangan salah sangka, tiap suporter itu sebenarnya nggak mau berantem,
apalagi sekarang udah rapi”. (5 cm.: 200)
5.14 Gotong Royong
Konsep gotong-royong mempunyai nilai yang tinggi dan mempunyai sangkut paut
dengan kehidupan rakyat Indonesia terutama masyarakat pedesaan. Istilah gotong-royong
untuk pertama kali tampak dalam tulisan-tulisan mengenai hukum adat dan juga dalam
karangan-karangan tentang aspek-aspek sosial dari pertanian. Gotong royong merupakan
salah satu unsur penting dalam pembangunan bangsa Indonesia yang berfalsafah Pancasila.
Sikap hidup manusia Pancasila adalah (1) meletakkan kepentingan pribadinya dalam
kerangka kesadaran kewajibannya sebagai makhluk sosial dalam kehidupan masyarakatnya,
(2) merasakan bahwa kewajibannya terhadap masyarakat adalah lebih besar dari kepentingan
pribadinya.
Gotong royong adalah kerjasama secara sukarela yang biasa dilakukan oleh
penduduk desa sejak nenek moyang kita, (Bintarto, 1980: 9). Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2007: 370), definisi gotong royong adalah bekerja bersama-sama, tolong-
menolong, bantu-membantu. Menurut Koentjaraningrat (dalam Bintarto, 1980: 9) gotong
royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga tambahan dari luar kalangan keluarga,
untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk dalam lingkaran aktivitas produksi
bercocok tanam di sawah.
Menurut Ina Slamet (dalam Bintarto, 1980: 10) jenis gotong royong dapat dibedakan
berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) gotong royong yang bersifat jaminan sosial dan (2) gotong
royong yang bersifat pekerjaan umum. Berkaitan dengan fungsinya sebagai jaminan sosial,
gotong royong dalam bentuk tolong-menolong ini masih menyimpan ciri khas gotong royong
yang asli. Jenis gotong royong ini berupa tolong-menolong yang terbatas di dalam
lingkungan beberapa keluarga tetangga atau satu dusun, misalnya dalam hal kematian,
perkawinan, mendirikan bangunan dan sebagainya. Fungsi gotong royong sebagai pekerjaan
umum, yaitu ditujukan untuk kepentingan umum, misalnya pembuatan/perbaikan jalan,
memperbaiki/membuat saluran air dan lain-lain. Menurut Presiden Soeharto (dalam Bintarto,
1980: 11) gotong royong merupakan ciri khas dan pola hidup masyarakat Indonesia. Maka
dari itu gotong royong dapat digolongkan sebagai salah satu kebudayaan nasional.
Berdasarkan pada uraian-uraian tersebut tentunya dapat ditafsirkan, bahwa gotong
royong merupakan tingkah laku atau prilaku sosial yang konkret dan merupakan sesuatu tata
nilai kehidupan sosial yang turun-temurun, terutama dalam kehidupan di desa-desa di
Indonesia. Gotong royong dalam arti yang murni masih dapat dijumpai di masyarakat yang
terpencil letaknya, tetapi di masyarakat yang sudah membuka diri dengan dunia luar, sifat
gotong royongnya sudah kurang murni. Gotong royong merupakan bentuk nasionalisme
karena mencerminkan sikap hidup dan kepribadian bangsa Indonesia yang selalu bersama-
sama dan saling membantu untuk menyelesaikan suatu hal demi kepentingan dan kebaikan
bersama.
Gotong royong yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“OKE MULAI bagi tugas. Gue sama Arial bikin tenda. Ian sama Juple coba cari
sesuatu yang bisa dibakar, ranting-ranting kecil atau sampah kering. Riani sama Dinda masak
air panas, bikin kopi sama teh”. (5 cm.: 223)
Selain itu, gotong royong yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm.
terdapat juga pada kutipan berikut:
Zafran dan Genta melipat terpal. Arial dan Ian membereskan kompor parafin, Riani
dan Dinda tampak membereskan sisa-sisa makan siang. (5 cm.: 279)
5.15 Peduli Lingkungan Hidup
Antara manusia dan lingkungan hidupnya terdapat hubungan timbal balik. Manusia
mempengaruhi lingkungan hidupnya dan sebaliknya, manusia dipengaruhi oleh lingkungan
hidupnya. Manusia ada di dalam lingkungan hidupnya dan ia tidak dapat terpisahkan
daripadanya. Jika lingkungan rusak, maka manusia dalam melakukan aktivitasnya akan
tergangggu juga. Lingkungan hidup yang rusak adalah lingkungan yang tidak dapat lagi
menjalankan fungsinya dalam mendukung kehidupan. Keinginan manusia untuk
meningkatkan kualitas hidupnya merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari, namun tanpa
disertai kearifan dalam proses pencapaiannya, justru kemerosotan kualitas hidup yang akan
diperoleh.
Peduli dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 841) memiliki arti yaitu
mengindahkan, memperhatikan, menghiraukan. Arti lingkungan hidup menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (2007: 675) adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi perikehidupan
dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Peduli lingkungan hidup merupakan
sebuah tindakan memperhatikan ataupun menghiraukan kehidupan dan kesejahteraan
manusia dan makhluk hidup lainnya dalam suatu tempat.
Menurut UU No. 23/1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lainnya. Hampir seluruh kegiatan yang dilakukan manusia tidak luput dari
menghasilkan bekas atau sisa kegiatan, atau dengan kata lain adalah menghasilkan sampah.
Tanpa disadari manusia adalah penghasil sampah, dan apabila pengelolaannya tidak
diperhitungkan, maka sampah akan menimbulkan banyak masalah. Sehingga kesadaran
manusia akan sampah sangat penting artinya untuk memberikan sumbangan pada kelestarian
lingkungan dan hidup manusia sendiri.
Secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk
menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap
makhluk hidup di muka bumi. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi
kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi, karena kehidupan di muka bumi akan
berlangsung secara wajar jika lingkungan fisik tetap terjaga keseimbangannya. Kerusakan
lingkungan fisik akan mengakibatkan banyak bencana yang dapat mengancam keselamatan
manusia seperti kekeringan, banjir, tanah longsor, perubahan musim yang tidak teratur, dan
munculnya berbagai penyakit.
Berdasarkan faktor penyebabnya, bentuk kerusakan lingkungan hidup dibedakan
menjadi dua jenis, yaitu: (1) kerusakan lingkungan hidup akibat peristiwa alam seperti
letusan gunung berapi, gempa bumi, angin puting beliung, (2) kerusakan lingkungan hidup
karena faktor manusia seperti penebangan hutan secara liar, perburuan liar, penggundulan
hutan, pembuangan sampah di sembarang tempat, pembangunan liar di daerah aliran sungai.
Manusia sebagai penguasa lingkungan hidup di muka bumi berperan besar dalam
menentukan kelestarian lingkungan hidup. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang
berakal budi mampu merubah wajah dunia dari pola kehidupan sederhana sampai ke bentuk
kehidupan modern seperti sekarang ini. Namun, seringkali apa yang dilakukan manusia tidak
diimbangi dengan pemikiran akan masa depan kehidupan generasi berikutnya. Banyak
kemajuan yang diraih oleh manusia membawa dampak buruk terhadap kelangsungan
lingkungan hidup.
Melestarikan lingkungan hidup merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi
dan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah atau pemimpin negara saja, melainkan
tanggung jawab setiap insan di bumi, mulai dari anak balita (bawah lima tahun) sampai
manula (manusia usia lanjut). Setiap orang harus melakukan usaha untuk menyelamatkan
lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sekecil apapun
usaha yang kita lakukan sangat besar manfaatnya bagi terwujudnya bumi yang layak huni
bagi generasi anak cucu kita kelak.
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi
terhadap kelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-
masing. Ikut melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup, berarti juga ikut
serta dalam proses menyelamatkan generasi yang akan datang. Generasi yang akan datang
merupakan calon-calon pemimpin bangsa yang akan juga mempengaruhi kehidupan dan
kelangsungan hidup selanjutnya.
Melestarikan dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup berperan juga dalam
proses pembentukan karakter bangsa. Semakin peduli seseorang terhadap keseimbangan
lingkungan hidupnya berarti juga ikut serta dalam proses pencegahan kerusakan yang akan
terjadi di negaranya. Bersikap peduli terhadap lingkungan hidup maka akan berdampak
kepada proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu negara akan terhindar dari bencana
dan kerusakan alam yang disebabkan oleh tangan-tangan manusia. Sikap peduli terhadap
lingkungan hidup merupakan suatu bentuk nasionalisme karena dampak dari sikap tersebut
dapat berpengaruh terhadap proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Suatu negara akan
tetap terjaga kelestarian lingkungan hidup masyarakatnya, dan terjaga dari kerusakan alam
yang akan berdampak kepada kehidupan generasi yang akan datang. Bersikap peduli terhadap
lingkungan hidup berarti menyelamatkan generasi bangsa yang akan datang.
Peduli lingkungan hidup yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm.
terdapat pada kutipan berikut:
“Genta berujar ke teman-temannya, “Sampah kita mana? Masukin di plastik, jangan
dibuang di sini, kita bawa aja, gantung di luar carrier. Jangan pernah ninggalin sampah di
gunung”. (5 cm.: 279)
5.16 Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebuah nilai yang dimiliki oleh semua orang. Kita memimpin
diri kita sendiri untuk tumbuh dan berkembang sebagai manusia seutuhnya, kita memimpin
keluarga kita untuk menjadi keluarga yang memperoleh rasa hormat dari lingkungan tempat
kita berada. Kepemimpinan mempunyai dua makna, pertama, bahwa yang bersangkutan
diterima dilingkungannya sebagai pemimpin, baik formal maupun informal. Kedua, sebuah
karakter yang pasti dimiliki setiap manusia sebagai ciptaan Tuhan.
Seorang pemimpin harus mempunyai kualitas kepemimpinan yang berbasiskan ciri
universal seorang pemimpin, mempunyai prilaku pemimpin tatkala berada dalam kelompok
kerja, menggunakan format kekuasaan pengaruh dalam melaksanakan tugas
kepemimpinannya, dan selalu menekankan perlunya konteks ruang dan waktu pada saat
kepemimpinan dilaksanakan.
Pemimpin juga harus memiliki wewenang dan wibawa. Wewenang adalah hak dan
kekuasaan yang diberikan kepada seseorang untuk secara sah (menurut peraturan yang
berlaku) memimpin orang lain, sedangkan wibawa adalah bobot kepribadian seseorang, yang
menyebabkan dirinya dihargai orang lain dan dianggap layak/mampu memimpin (Riberu,
1992: 3). Wibawa merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan seorang pemimpin. Wewenang
tanpa wibawa kurang ampuh, sedangkan wibawa tanpa wewenang masih punya daya dorong
yang besar.
Wibawa selalu bertumpu pada salah satu keunggulan yang ada dalam diri seseorang.
Keunggulan ini bisa disebabkan karena seseorang mempunyai keahlian atau keterampilan di
bidang tertentu, atau karena berbakat dalam mengatur dan mengelola sesuatu. Hal yang
paling penting adalah keunggulan karena kelebihan watak atau keluhuran akhlak.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 874), makna pemimpin adalah
orang yang memimpin, sedangkan kepemimpinan adalah perihal pemimpin, cara memimpin.
Menurut Moeljono (2003: 27), pemimpin adalah individu manusianya, sementara
kepemimpinan adalah sifat yang melekat kepadanya sebagai pemimpin. Beberapa syarat
pemimpin dan kepemimpinan adalah (1) dicirikan adanya pengikut, (2) pemimpin efektif
bukanlah seseorang yang selalu dipuja atau dicintai, namun mereka adalah individu yang
menjadikan para pengikutnya berbuat benar, (3) pemimpin adalah mereka yang sangat
tampak. Oleh karena itu, mereka harus memberi contoh, (4) kepemimpinan bukanlah
kedudukan, jabatan, atau uang. Kepemimpinan adalah tangggung jawab, (Moeljono, 2003:
27).
Kepemimpinan yang berdasarkan Pancasila, yaitu kepemimpinan yang memiliki
jiwa Pancasila, yang memiliki wibawa dan daya, mampu untuk membawa serta dan
memimpin masyarakat lingkungannya ke dalam kesadaran kehidupan kemasyarakatan dan
kenegaraan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, (Bakry, 1987: 163).
Unsur keteladanan memegang peranan yang sangat menentukan, maka salah satu
aspek kepemimpinan Pancasila adalah sikap konsisten dan konsekuen dalam menghayati dan
mengamalkan Pancasila. Selain itu, semangat kekeluargaan merupakan unsur penting lainnya
dari kepemimpinan Pancasila. Seorang pemimpin harus bersikap sebagai pengasuh yang
mendorong, menuntun, dan membimbing asuahannya.
Menurut Bakry (1987: 164), prinsip-prinsip utama kepemimpinan Pancasila adalah
sebagai berikut: (1) Ing ngarso sung tulodo, yang berarti bahwa seorang pemimpin harus
mampu, lewat sikap dan perbuatannya menjadikan dirinya pola anutan dan ikutan orang-
orang yang dipimpinnya, (2) Ing madya mangun karso, yang berarti bahwa seorang
pemimpin harus mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-
orang yang dibimbingnya, (3) Tut wuri handayani, yang berarti bahwa seorang pemimpin
harus mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya agar berani berjalan di depan dan
sanggup bertanggungjawab.
Kepemimpinan merupakan bagian dari bentuk nasionalisme, karena dengan
kepemimpinan mampu mempengaruhi jalannya proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Tanpa adanya kepemimpinan di dalam suatu negara, maka akan meyebabkan kekacauan dan
ketidakjelasan proses bernegara. Kepemimpinan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila
adalah kepemimpinan yang berwibawa, jujur, terpercaya, bijaksana, mengayomi, berani
mawas diri, mampu melihat jauh ke depan, berani dan mampu mengatasi kesulitan, bersikap
wajar, tegas, dan bertanggung jawab atas putusan yang diambil, sederhana, penuh pengabdian
kepada tugas, berjiwa besar, dan mempunyai sifat ingin tahu sebagai modal pendorong
kemajuan, (Bakry, 1987: 164).
Kepemimpinan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Genta diam saja. Dia memang mulai merasa lelah sekali, tapi dia tahu kelima temannya ini mengandalkan dirinya, dia nggak boleh menurunkan mental mereka. Untuk sekarang Genta adalah pemimpin di rombongan kecil ini dan pada saat ini dia nggak boleh ngeluh, nggak boleh ngomong ‘nggak tau’, dan nggak boleh nggak bisa ngambil keputusan”. (5 cm.: 305)
5.17 Disiplin
Disiplin merupakan suatu perasaan taat dan patuh terhadap nilai-nilai yang
dipercaya, termasuk melakukan pekerjaan tertentu yang menjadi tanggung jawabnya. Selain
itu disiplin juga memerlukan integritas emosi dalam mewujudkan keadaan. Disiplin
merupakan suatu kondisi seseorang yang dalam perbuatannya selalu dapat menguasai diri
sehingga tetap mengontrol dirinya dari berbagai keinginan yang terlalu meluap-luap dan
berlebih-lebihan. Fungsi utama disiplin yaitu untuk mengajarkan mengendalikan diri dengan
mudah, menghormati dan mematuhi otoritas.
Disiplin ada dua macam, yaitu (1) Disiplin yang datang dari individu sendiri adalah
disiplin yang berdasarkan atas kesadaran individu sendiri dan bersifat spontan. Disiplin
seperti ini merupakan disiplin yang sangat diharapkan karena disiplin ini tidak memerlukan
perintah atau teguran. (2) Disiplin berdasarkan perintah yakni dijalankan karena adanya
sanksi atau ancaman hukuman. Orang yang melaksanakan disiplin ini karena takut terkena
sanksi atau hukuman, sehingga disiplin dianggap sebagai alat untuk menuntut pelaksanaan
tanggung jawab.
Disiplin mengandung beberapa unsur, yaitu (1) kepatuhan dan ketaatan terhadap
ketentuan perundang-undangan dan ketentuan lain berbentuk tertulis atau kebijakan tidak
tertulis, (2) konsisten dalam menjalankan wewenang yang dipercayakan kepada pemegang
kewenangan, (3) kejujuran dan rasa tangggung jawab dalam mengambil keputusan dan
melaksanakan tugas.
Disiplin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 268) adalah tata tertib,
ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan. Menurut Nawawi (1990: 128), disiplin adalah
tindakan yang menunjukkan prilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
Pada kehidupan bernegara dan berbangsa, kita mempunyai suatu tujuan bersama
yang tercantum dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setiap ungkapan yang
tertulis dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 harus dijalankan dengan penuh
kesadaran dan sikap disiplin. Perlunya sikap disiplin dalam menjalankan peraturan
perundang-undangan, karena sikap disiplin sangat erat kaitannya dengan proses ketaatan
terhadap sesuatu. Ketika sikap disiplin sudah dijalankan dalam proses menaati peraturan yang
berlaku, berarti seseorang telah mengikuti dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sikap disiplin merupakan bagian dari
sikap nasionalisme karena dengan disiplin, kita bisa menjalankan segala bentuk peraturan dan
tujuan yang hendak dicapai oleh negara. Bersikap disiplin juga menyatakan bentuk ketaatan
kita terhadap peraturan yang berlaku dalam suatu negara untuk kebaikan bersama.
Disiplin yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada kutipan
berikut:
“Setelah doa, cuma disiplin yang bisa bikin kita selamat di sini”. (5 cm.: 311)
5.18 Bendera Merah Putih
Bendera Negara Republik Indonesia, yang secara singkat disebut Bendera Negara,
adalah Sang Saka Merah Putih, Sang Merah Putih, Merah Putih, dan terkadang sering disebut
Sang Dwiwarna atau dua warna. Warna merah putih bendera negara diambil dari warna panji
kerajaan Majapahit yang berpusat di Jawa Timur pada abad ke-13 Masehi. Bendera Indonesia
memiliki makna filosofis. Merah berarti berani, putih berarti suci.
Ditinjau dari sejarah, sejak dahulu kedua warna merah dan putih mengandung
makna yang suci. Warna merah mirip dengan warna gula jawa (gula aren) dan warna putih
mirip dengan warna nasi. Kedua bahan ini adalah bahan utama dalam masakan Indonesia,
terutama di pulau Jawa. Sejak dahulu warna merah dan putih ini oleh orang Jawa digunakan
untuk upacara selamatan kandungan bayi sesudah berusia empat bulan didalam rahim berupa
bubur yang diberi nama bubur merah putih.
Bendera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 131) adalah sepotong kain
atau kertas segiempat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya)
dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, atau sebagai tanda. Pada
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 35 disebutkan Bendera Negara Indonesia ialah Sang
Merah Putih, (Bakry, 1987: 122). Selain itu peraturan mengenai bendera negara juga
disebutkan dalam UU No. 24/2009, dan Peraturan Pemerintah No. 40/1958.
Pengibaran dan pemasangan bendera negara dilakukan pada waktu antara matahari
terbit hingga matahari terbenam. Pada keadaan tertentu, dapat dilakukan pada malam hari.
Bendera negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia
pada setiap tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah,
gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia
di luar negeri.
Bendera negara juga berfungsi sebagai penutup peti atau usungan jenazah orang-
orang terhormat. Bendera negara dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah presiden
atau wakil presiden, mantan presiden atau mantan wakil presiden, anggota lembaga negara,
menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat
daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Polisi
Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan warga negara Indonesia yang berjasa
bagi bangsa dan negara.
Bendera negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pengangsaan Timur No. 56 Jakarta disebut sebagai Bendera
Pusaka atau Sang Saka Merah Putih. Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan
dipelihara di Monumen Nasional di Jakarta.
Bendera merah putih merupakan bendera negara yang menjadi simbol atau pun
sebagai identitas negara yang menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Bendera merah
putih merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam perjalanan panjang sejarah bangsa
Indonesia mulai dari awal kemerdekaan sampai sekarang ini. Bendera merah putih juga
merupakan simbol yang menjadi salah satu bentuk nasionalisme kita dalam bernegara dan
berbangsa.
Setiap hari senin pagi, hari kemerdekaan Bangsa Indonesia, serta hari-hari besar
kenegaraan lainnya, pasti selalu diadakan kegiatan upacara bendera untuk menghormati dan
menghargai setiap perjuangan para pahlawan bangsa dalam memperjuangkan kemerdekaan
bangsa Indonesia. Kita memberikan rasa hormat dengan penuh khidmat kepada bendera
merah putih sebagai bentuk kesetiaan dan penghormatan kita kepada negara. Bendera merah
putih merupakan bagian dari bangsa dan negara kita yang harus terus kita jaga nilai
kesakralannya sebagai simbol dan identitas negara Indonesia.
Bendera merah putih yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat
pada kutipan berikut:
“Kita seperti pahlawan perang yang dielu-elukan, aku kadang menangis lagi kalo inget bagaimana dulu kita menangis haru bahagia saat reformasi akhirnya tercapai. Kita berlarian senang, berteriak-teriak di antara lorong gedung rakyat, naik ke atapnya, melambaikan bendera merah putih di atas atap, dan berteriak MERDEKA!”. (5 cm.: 317)
5.19 Sikap Hormat
Ada berbagai cara untuk mencintai tanah air Indonesia, salah satunya dapat
dilakukan dengan cara hormat kepada Bendera merah putih. Hal itu dapat dilihat dalam Pasal
62 UU No. 24 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Setiap orang yang hadir pada saat lagu
kebangsaan diperdengarkan dan atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat”.
Sikap menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 356), mempunyai arti yaitu
bentuk tubuh, cara berdiri, tegak, teratur, perbuatan yang berdasarkan pendirian dan
keyakinan. Makna hormat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 408) adalah
menghargai, takzim, khidmat, sopan; perbuatan yang menandakan rasa khidmat atau takzim.
Melakukan hormat kepada bendera merah putih dengan khidmat dan penuh percaya
diri serta sungguh-sungguh merupakan bentuk sikap yang harus dilakukan ketika bendera
merah putih dikibarkan pada saat acara-acara besar kenegaraan maupun acara-acara penting
lainnya. Menghormati bendera merah putih merupakan prilaku yang terpuji karena sikap
tersebut menggambarkan sebuah perbuatan penghargaan terhadap jasa para pahlawan kita
yang sudah berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan serta berjuang untuk mendapatkan
bendera merah putih sebagai simbol dan identitas negara yang sah. Oleh karena itu, kita
sebagai penerus bangsa wajib untuk menghormati bendera merah putih untuk tetap
menerapkan dan menumbuhkan rasa nasionalisme kita terhadap tanah air Indonesia.
Salah satu bentuk yang paling mudah untuk menunjukkan sikap kecintaan kita
terhadap tanah air Indonesia adalah dengan cara yang sangat mudah, yaitu menghormati
bendera merah putih. Selain itu, sikap menghormati bendera merah putih selain bertujuan
menunjukkan rasa cinta kita kepada tanah air Indonesia, dapat juga dijadikan sebagai rasa
menghargai jasa para pahlawan. Sikap menghormati bendera merah putih merupakan wujud
rasa nasionalisme kita terhadap tanah air Indonesia karena bendera merah putih adalah simbol
dan identitas bangsa Indonesia yang menjadi kebanggaan bagi setiap warga negaranya.
Sikap hormat yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Kepada..., Sang Saka Merah Putih! Hormaaaat....” suara teriakan lantang memecah keheningan puncak Mahameru. Seluruh pendaki serentak memberi hormat dalam keheningan, suara gesekan pakaian mereka saat memberi gerakan menghormat terdengar serempak”. (5 cm.: 345)
5.20 Lagu Indonesia Raya
Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan Negara Republik Indonesia. Lagu ini
pertama kali diperkenalkan oleh penciptanya, Wage Rudolf Soepratman, pada tanggal 28
Oktober 1928 saat Kongres Pemuda II di Batavia (sekarang Jakarta). Lagu ini menandakan
kelahiran pergerakan nasionalisme di seluruh nusantara, yang mendukung ide satu
”Indonesia” sebagai penerus Hindia Belanda.
Pada saat mempublikasikan Indonesia Raya pada tahun 1928, Wage Rudolf
Soepratman dengan jelas menuliskan lagu kebangsaan Indonesia dengan judul Indonesia
Raya. Setelah dikumandangkan pada tahun 1928 dihadapan para peserta Kongres Pemuda II
dengan menggunakan alat musik biola, pemerintah kolonial Hindia Belanda langsung
melarang penyebutan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Indonesia Raya dikumandangkan pada saat upacara bendera. Bendera Indonesia
dinaikkan dengan khidmat dan gerakan yang diatur sedemikian rupa, supaya bendera
mencapai puncak tiang bendera ketika lagu berakhir. Upacara bendera yang paling utama
dilakukan setiap tahun pada tanggal 17 Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan
Republik Indonesia. Lagu Indonesia Raya juga selalu dikumandangkan setiap hari senin pada
upacara bendera di sekolah-sekolah dan instansi pemerintahan. Selain itu, Indonesia Raya
juga sering dikumandangkan pada saat kunjugan Presiden Republik Indonesia ke negara lain
dan atlet Indonesia yang memenangkan pertandingan di kejuaraan Internasional.
Menurut Kamus Besar Besar Bahasa Indonesia (2007: 624) lagu memiliki arti yaitu
ragam suara yang berirama. Lagu Indonesia Raya yang menjadi lagu kebangsaan Indonesia
mempunyai fungsi untuk menumbuhkan sikap atau jiwa nasionalisme sebagai alat pemersatu
bangsa Indonesia. Kepada setiap warga negara diwajibkan agar menanam dan menumbuhkan
sikap atau jiwa cinta kepada tanah air Indonesia, sadar dalam berbangsa dan bernegara
Indonesia, serta rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara Indonesia yang
dilandasi tekad melaksanakan dan mengamalkan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.
Makna dari lagu kebangsaan Indonesia juga menyiratkan bahwa setelah merdeka,
perjuangan bangsa Indonesia belum selesai, kita sebagai bangsa Indonesia masih dituntut
untuk mengisi kemerdekaan dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang kehidupan.
Selain itu, dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, diharapkan menjadi salah satu alat
untuk menumbuh kembangkan persatuan dan kesatuan di setiap lapisan masyarakat dari
golongan, agama, suku, dan ras apa pun. Seluruh warga Republik Indonesia harus mampu
menjadi pahlawan dan memiliki sikap tegas dalam mempertahankan, membela, dan
membangun negara Republik Indonesia untuk tetap bersatu dengan kesatuan yang utuh
sebagai suatu negara, walaupun terdapat perbedaan pada semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Lagu Indonesia Raya sebagai lagu kebangsaan Republik Indonesia mempunyai
fungsi yang sangat penting dalam proses berbangsa dan negara. Menyanyikan lagu Indonesia
Raya dapat menumbuhkan rasa nasionalisme, serta menjadi penyemangat dalam memupuk
rasa persatuan dan kesatuan, cinta tanah air, serta rela berkorban demi bangsa dan negara.
Lagu Indonesia Raya yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat
pada kutipan berikut:
““Aku masih ingat saat reformasi tercapai dan Indonesia Raya berkumandang, kita
berpelukan dengan siapa saja yang kita temui di gedung itu, biarpun tidak ada yang kita
kenal”. (5 cm.: 317)
5.21 Upacara Bendera
Upacara bendera yang sering dilaksanakan setiap hari Senin di sekolah-sekolah,
bukan hanya sekadar ceremonial atau ritual belaka. Di balik semua itu, tertanam rasa
nasionalisme secara tersirat, seperti dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang menjadi
lagu kebangsaan. Lagu kebangsaan ini memberikan semangat yang tinggi, bahkan dapat
meneteskan air mata jika dihayati mendalam.
Upacara bendera merupakan bentuk renungan mendalam terhadap perjuangan para
pahlawan kemerdekaan dan merupakan salah satu bentuk penghargaan setinggi-tingginya
terhadap pengorbanan para pahlawan. Merupakan suatu kenaifan jika tidak bisa meluangkan
waktu sekitar satu jam untuk melakukan upacara, sementara para pahlawan berkorban dan
berjuang bertahun-tahun untuk meraih kemerdekaan dengan segala pengorbanannya, baik
material, keluarga, bahkan nyawa, dengan harapan anak cucunya sejahtera dan bermartabat
tanpa pengaruh bangsa asing.
Upacara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1250) memiliki arti yaitu
tanda-tanda kebesaran, rangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu
menurut adat atau agama, perbuatan atau perayaan yang dilakukan atau diadakan sehubungan
dengan peristiwa penting. Bendera menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 131)
adalah sepotong kain atau kertas segiempat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang,
dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, atau sebagai
tanda.
Upacara bendera merupakan salah satu bentuk untuk membangun kesadaran
berdisiplin. Sebagai warga negara yang baik tentu pernah melaksanakan kegiatan upacara
bendera. Upacara bendera adalah bentuk kegiatan yang mencerminkan sikap cinta tanah air,
bangsa, dan negara kita. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam upacara bendera, bukan hanya
mencerminkan sikap cinta terhadap tanah air, bangsa dan negara, tetapi masih banyak lagi
yang terkandung dari kegiatan upacara bendera, yaitu (1) menghargai pahlawan, (2)
mencerminkan ketertiban, (3) menumbuhkan sikap kedisiplinan, (4) menumbuhkan nilai
saling menghormati dan menghargai, (5) menumbuhkan sikap kekompakan dan kerja sama,
(6) menumbuhkan potensi kepemimpinan, (7) menumbuhkan rasa percaya diri, (8)
menumbuhkan semangat kebersamaan, (9) membangun sikap bersosial di lingkungan, (10)
belajar bertanggung jawab.
Upacara bendera bukan hanya merupakan ceremonial atau ritual belaka, akan tetapi
mempunyai makna yang sangat dalam yaitu menumbuhkan rasa dan sikap nasionalisme.
Selain itu upacara mempunyai banyak manfaat, yang kesemuanya itu mengarahkan kita
kepada proses berbangsa dan bernegara yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Upacara Bendera yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat
pada kutipan berikut:
Duluan ya Mas-mas dan Mbak-Mbak. Ayo sebentar lagi sampai puncak langsung
upacara bendera di atas”. (5 cm.: 341)
5.22 Persatuan dan Kesatuan
Istilah persatuan dan kesatuan merujuk pada UUD 1945, antara lain: Pertama, alinea
kedua Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi: ”...dan perjuangan pergerakan kemerdekaan
Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
menghantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia,
yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur....” Hal ini memuat makna bahwa
perjuangan kemerdekaan itu adalah perjuangan oleh seluruh rakyat dan untuk seluruh rakyat.
Alinea ini juga menegaskan cita-cita dasar bangsa Indonesia: merdeka, bersatu, berdaulat,
adil dan makmur. Cita-cita bangsa Indonesia ini merupakan kesatuan yang bulat, tidak dapat
dipisah-pisahkan, bukan sekadar adil dan makmur, tetapi juga merdeka, bersatu dan
berdaulat.
Kedua, pada alinea keempat, ”...suatu pemerintahan negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia... maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan
yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Hal ini menegaskan persatuan meliputi keseluruhan
aspek bangsa dan wilayah serta sebagai dasar negara bangsa Indonesia.
Ketiga, Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan: Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik. Pilihan susunan negara adalah kesatuan, berbentuk
republik, dan bukan federasi atau konfederasi.
Persatuan dan kesatuan banyak dipahami sebagai suatu derivasi/hasil upaya untuk
bersatu saja. Pengungkapan persatuan dan kesatuan bangsa sering kali merujuk pada
”peringatan” (warning) adanya ancaman persatuan dan kesatuan itu sendiri. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (2007: 1003), makna persatuan adalah gabungan (ikatan, kumpulan,
dsb) beberapa bagian yang sudah bersatu, perserikatan, serikat, sedangkan makna kesatuan
adalah perihal satu, keesaan, sifat tunggal, dan satuan. Makna persatuan dan kesatuan berada
dalam pola berpikir kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Persatuan dan
kesatuan berkembang dalam proses historis bangsa dan negara Indonesia. Persatuan di
samping sebagai perwujudan kehendak bersatu sebagai bangsa yang tetap harus
dipertahankan, juga sebagai satu nilai yang dimanifestasikan dalam konstitusi, (Sirait, 1997:
29).
Pembukaan UUD 1945 yang merupakan pancaran dari Pancasila sebagai dasar
negara memuat empat pokok pikiran, salah satu pokok pikirannya adalah persatuan. Pada
pembukaan ini, pengertian negara persatuan adalah negara yang melindungi dan meliputi
segenap bangsa seluruhnya. Negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala
paham perorangan, (Sirait, 1997: 31).
Tidak dapat dipungkiri, bahwa makna persatuan senantiasa dikaitkan dengan kondisi
riil masyarakat Indonesia yang beranekaragam elemennya. Keanekaragaman ini berdimensi
horizontal dan vertikal. Kondisi obyektif teritorial geografis, etnik, budaya dan bahasa
daerah, agama-agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa menunjukkan
keanekaragamannya. Indonesia merupakan negara kepulauan meliputi lebih dari 17 ribu
pulau, dengan panjang 3.000 mil dan lebar 1.000 mil dengan ratusan etnik yang memiliki
berbagai budaya dan bahasa lokal yang berbeda, (Sirait, 1997: 31).
Bangsa Indonesia itu timbul dari adanya keyakinan nilai persatuan. Nilai persatuan
ini mempunyai akar kultural dalam masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia tumbuh dari
pola-pola keterikatan yang berasal dari marga, keluarga atau keturunan dan kesamaan
teritorial. Suatu wilayah (teritorial) secara keseluruhan merupakan milik bersama masyarakat.
Pola keterikatan ini tumbuh dari bawah sebagai manifestasi kebutuhan hidup bersama dalam
satu masyarakat. Pola keterikatan integratif tersebut merupakan pangkal tolak dan tempat
tumbuhnya persatuan, (Sirait, 1997: 33).
Nilai persatuan yang semula terbatas pada loyalitas primordial masing-masing
kelompok, melalui perjuangan bersama sejak Kebangkitan Nasional ditransformasikan
kepada loyalitas nasional. Persatuan sebagai suatu nilai mengintegrasikan bangsa Indonesia
yang serba majemuk. Para tokoh perintis kemerdekaan dan pendiri negara berhasil
meletakkan akar kultural ikatan integratif dalam cita-cita dan perspektif negara kebangsaan
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada bagian ini Pancasila
berperan sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang terkristalisasi dari nilai-nilai
masyarakat majemuk itu.
Persatuan dan kesatuan merupakan bentuk nasionalisme segenap warga negara
Indonesia, yang menjadi modal untuk mengarungi kehidupan bermasyarakat dalam dimensi
yang serba beragam, mulai dari suku, agama, ras, golongan, bahasa, budaya, dan sebagainya.
Hanya dengan persatuan dan kesatuan, bisa mempererat dan menyatukan segala perbedaan
yang ada di Indonesia, seperti semboyan Bhinneka Tunggal Ika, “Walaupun Berbeda-Beda,
Tetap Satu Juga”. Persatuan dan kesatuan menyiratkan bahwa negara Indonesia dibentuk atas
rasa saling menghormati dan menghargai antara individu yang satu dengan individu yang
lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya demi kepentingan
bersama dalam berbangsa dan bernegara.
Persatuan dan kesatuan yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm.
terdapat pada kutipan berikut:
“Bencana itu banyak memberikan pelajaran berharga dan memberitahukan ke kita
kalo rakyat di Indonesia masih merasa satu. Tanah Air ini masih ada. Setiap orang masih
peduli saudara sebangsanya”. (5 cm.: 319)
5.23 Cinta Tanah Air
Cinta tanah air adalah cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Cinta tanah air berarti cinta pada negara tempat kita
memperoleh penghidupan semenjak lahir sampai akhir hayat. Seseorang yang cinta tanah air
senantiasa berusaha agar negaranya tetap aman, sentosa, dan sejahtera.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 214) arti cinta adalah suka sekali,
sayang benar. Arti tanah air menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 1132) adalah
negeri tempat kelahiran. Cinta tanah air dan bangsa adalah suatu sikap yang dilandasi
ketulusan dan keikhlasan yang diwujudkan dalam perbuatan untuk kejayaan tanah air dan
kebahagiaan bangsanya. Mencintai tanah air diharapkan warga negara dapat selalu tanggap
dan waspada terhadap setiap kemungkinan adanya unsur-unsur yang dapat membahayakan
keamanan negerinya serta kelangsungan hidup bangsa dan negaranya, baik yang berasal dari
dalam maupun luar negeri.
Wujud dari rasa cinta terhadap tanah air dan bangsa, yaitu: (1) bangga sebagai
bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia, (2) tidak akan melakukan perbuatan atau
tindakan yang merugikan bangsa dan negaranya, (3) setia dan taat terhadap peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku, (4) berjiwa dan berkepribadian Indonesia.
Cinta tanah air merupakan sebuah kebanggaan menjadi salah satu bagian dari tanah
air dan bangsanya, yang berujung ingin membuat sesuatu yang dapat mengharumkan tanah
air dan bangsanya. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa termasuk butir-
butir Pancasila yaitu pada sila ketiga, yang berbunyi Persatuan Indonesia. Sebagai warga
negara Indonesia harus mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa sebagai
pengamalan terhadap Pancasila.
Cinta tanah air sama saja dengan rela berkorban demi kepentingan negara,
memajukan kehidupan bangsa, mencerdaskan diri demi ikut berpartisipasi dalam proses
pembangunan tanah air atau negaranya dari negara yang kecil, berkembang sampai menjadi
negara yang maju. Menghayati arti dari cinta tanah air memang bukan masalah yang mudah,
perlu kesabaran dan kerendahan hati untuk menjalankan hal tersebut, dikarenakan banyak
ancaman dan tantangan yang dapat datang dari mana saja, baik itu dalam diri kita maupun
dari luar diri kita, baik itu datang dari dalam negeri maupun datang dari luar negeri, tetapi
jika mempunyai tekad yang kuat untuk mencintai tanah air Indonesia dengan sepenuh hati,
maka kita akan selalu berjuang dan berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
Sebagai warga negara Indonesia sudah selayaknya menghormati bangsa dan negara
sendiri apa pun kondisinya. Orang-orang yang tidak menghormati serta membenci bangsa
dan negara tempat kelahirannya bisa disebut sebagai pengkhianat. Adanya rakyat yang
mencintai tanah airnya, maka negara akan aman dari berbagai macam gangguan yang datang
baik dari dalam maupun dari luar negara. Bersikap cinta tanah air merupakan pondasi bagi
kita untuk dapat bahu-membahu membangun negara ini agar bisa sejajar dengan negara-
negara maju. Bersikap mencintai negara Indonesia, pasti akan selalu berupaya dengan sekuat
tenaga memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara, bukan malah menghancurkannya.
Mencintai tanah air Indonesia, seorang warga negara sudah menunjukkan rasa
nasionalismenya, karena ia akan rela untuk berjuang dan berkorban demi bangsa dan
negaranya. Jika banyak pihak asing yang ingin menguasai dan merusak negara Indonesia,
makan sebagai warga negara Indonesia pasti akan selalu menjaga dan mempertahankan
negara yang dicintai sampai titik darah penghabisan.
Cinta tanah air yang menjadi bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. terdapat pada
kutipan berikut:
“Sebuah kehormatan bagi saya. Saya... Genta telah mendaki Mahameru bersama kalian tercinta... di Tanah Air tercinta ini. Kehormatan ini tidak akan saya lupakan seumur hidup saya.” “Suatu kehormatan juga bagi saya dan kehormatan itu buat kita semua... saya Arial, seorang yang sangat mencintai tanah ini.” “Juga bagi saya... Arinda, Indonesiaku... saya mencintaimu sepenuhnya.” “Semuanya berawal dari sini...,” Zafran menunjuk keningnya, “Saya Zafran, saya mencintai negeri indah dengan gugusan ribuan pulaunya sampai saya mati dan menyatu dengan tanah tercinta ini.” Riani menarik napas panjang menahan tangis, “Dan selama ribuan langkah kaki ini, selama hati ini bertekad, hingga semuanya bisa terwujud sampai di sini, jangan pernah sekali pun kita mau menyerah mengejar mimpi mimpi kita.... Saya Riani, saya mencintai tanah ini dengan seluruh hati saya.” “Saya Ian... saya bangga bisa berada di sini bersama kalian semua. Saya akan mencintai tanah ini seumur hidup saya, saya akan menjaganya, dengan apa pun yang saya punya, saya akan menjaga kehormatannya seperti saya menjaga diri saya sendiri. Seperti saya akan selalu menjaga mimpi-mimpi saya terus hidup bersama tanah air tercinta ini.” “Yang berani nyela Indonesia... ribut sama gue,” Ian tersenyum ke teman-temannya”. (5 cm. 348-349)
BAB VI
SIMPULAN
Berdasarkan analisis yang telah dibahas pada bab IV dan bab V yaitu analisis
struktur yang membangun nilai nasionalisme dan analisis bentuk nasionalisme dalam novel 5
cm. karya Donny Dhirgantoro, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur yang membangun nilai nasionalisme dalam novel 5 cm. yaitu
a. Tema yang mengangkat tentang nilai kebersamaan.
b. Latar tempat yang berada di kota-kota Indonesia, latar waktu yang mengacu
pada hari kemerdekaan bangsa Indonesia, latar sosial para tokoh yang
berasal dari kaum terpelajar dan eksponen peristiwa reformasi.
c. Perwatakan tokoh yang bersikap pantang menyerah, sopan santun, bangga
terhadap negara sendiri, rela berkorban, berjiwa pemimpin, cinta kepada
negara sendiri.
d. Alur cerita yang mengandung nilai kebersamaan, sikap toleransi,
bermusyawarah, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme, pantang menyerah,
tolong-menolong, selalu bersyukur, rela berkorban dan cinta tanah air.
e. Sudut pandang pengarang yang mengajarkan tentang nilai cinta terhadap
tanah air, pantang menyerah, bangga terhadap negara sendiri.
f. Gaya bahasa yang digunakan adalah bahasa Betawi dan bahasa Jawa.
2. Bentuk nasionalisme dalam novel 5 cm. adalah doa, sopan santun, musyawarah,
mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak korupsi, kolusi, dan nepotisme,
kebersamaan, bertanggung jawab, kerja keras, batik, bersyukur, blangkon,
bahasa Jawa, kerukunan, gotong royong, peduli lingkungan hidup,
kepemimpinan, disiplin, bendera merah putih, sikap hormat, lagu Indonesia
Raya, upacara bendera, persatuan dan kesatuan, dan cinta tanah air.
SINOPSIS NOVEL 5 cm.
KARYA DONNY DHIRGANTORO
Novel ini merupakan kisah dari lima orang bersahabat yang mengaku manusia-manusia agak pintar, sedikit tolol dan sok tahu tentang semua hal. Mereka adalah Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Arial adalah sosok yang paling ganteng di antara mereka. Riani adalah orang yang memakai kacamata, cantik, cerdas, dan seorang yang selalu mengutamakan prestasi. Zafran adalah seorang penyair yang selalu bimbang dengan keadaan hidupnya. Ian adalah sosok yang gendut dan kepalanya botak plontos. Genta adalah seorang pemimpin di kelompok ini, Genta merupakan sosok yang mempunyai perawakan badan yang agak besar dengan rambut agak lurus berjambul.
Lagu Picture of You miliknya The Cure terdengar lembut dari tape mobil Ian di sepanjang jalan Diponegoro, Menteng. Lima orang di dalam mobil itu baru saja makan bubur ayam di Cikini. Mereka sepakat, entah untuk ke berapa kalinya pergi ke rumah Arial. Tiba-tiba Genta berucap kepada teman-temannya supaya tidak berjumpa sementara untuk beberapa bulan. Riani yang pada awalnya tidak setuju dengan ide Genta, akhirnya mau untuk tidak berjumpa dengan teman-temannya selama tiga bulan. Mereka sepakat untuk bertemu kembali yaitu pada tanggal 14 Agustus. Genta meyakinkan kepada teman-temannya bahwa dia akan memberikan informasi tentang rencana yang akan mereka lakukan pada tanggal 14 Agustus tersebut.
Pada tanggal 7 Agustus, pukul sembilan pagi, Genta memberikan informasi kepada teman-temannya tentang rencana yang akan mereka lakukan pada tanggal 14 Agustus. Genta mengatakan kepada teman-temannya bahwa mereka akan berkumpul pada tanggal 14 Agustus di stasiun kereta api Senen pukul dua siang. Genta juga mengatakan kepada temannya bahwa mereka harus membawa tas gunung, baju hangat, senter, baterai, makanan ringan untuk empat hari, kacamata hitam, betadine, obat, sandal sepatu. Genta juga mengingatkan kepada teman-temannya terutama Ian, agar melakukan olahraga kecil-kecilan.
Pada tanggal 14 Agustus, pukul satu lebih tiga puluh lima menit, di stasiun kereta api Senen terasa panas sekali. Genta yang membawa barang bawaan yang sangat banyak, sedang menikmati makan siang di salah satu restoran Padang. Tiba-tiba Genta melihat Zafran dengan tas yang besar, baju oranye menyala, celana pendek, dan kacamata hitam dari kejauhan. Zafran langsung menghampiri Genta dan membuat suasana terasa begitu bahagia di hati mereka. Kemudian Riani dan Ian yang baru sampai di stasiun kereta api Senen juga langsung menghampiri Zafran dan Genta. Tidak lama kemudian, Arial yang datang bersama adiknya yang bernama Arinda juga langsung menghampiri mereka berempat.
Pukul setengah tiga lebih, mereka berenam yang membawa barang bawaan cukup banyak menuju ke kereta yang siap untuk berangkat. Mereka menaiki kereta ekonomi Matarmaja, yang melayani trayek Malang-Jakarata. Kereta tersebut terlihat tua dan kumuh, dengan kaca-kaca yang sudah pecah. Setelah membereskan barang bawaan, mereka duduk berenam, berhadap-hadapan. Riani dan Dinda duduk berhadapan di pojok dekat jendela. Genta di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, dan Zafran di sebelah Arial berhadapan dengan Ian. Lima menit kemudian kereta pun mulai bergerak meninggalkan stasiun kereta api Senen. Kereta bergerak perlahan dengan sesekali mengeluarkan angin dari sambungan gerbongnya.
Ian lalu bercerita tentang jungkir baliknya dia selama dua bulan. Ian menceritakan semua hal yang dialaminya selama dua bulan tersebut, mulai dari sikap pantang menyerahnya dia dalam mengerjai skripsi, mengalami dua kali penolakan terhadap kuisionernya,
menghadapi dosen pembimbingnya, melihat keriput tangan kedua orang tuanya, dan merasakan sidang skripsinya. Sementara Arial mulai bercerita tentang Indy, wanita yang telah merebut hatinya. Arial menceritakan kepada teman-temanya tentang sosok Indy yang memiliki paras yang biasa saja tetapi enak untuk dilihat dan tidak membuat bosan. Indy yang selama ini selalu mengisi hari-harinya.
Pada saat tengah malam, kereta yang membawa mereka mulai memasuki kota-kota di Jawa Tengah. Kereta melaju dengan cepat melewati jalan desa dan jalan kota yang damai dan sepi. Pukul setengah tiga malam, Genta, Riani, Zafran, dan Dinda turun dari kereta, menginjakkan kaki di ubin putih yang mulai kekuningan di stasiun Lempuyangan, Jogjakarta. Mereka berjalan ke toilet stasiun yang ada di antara para pedagang yang masih mencari rezeki di malam yang terasa dingin.
Mereka berempat segera berjalan masuk ke kereta. Perlahan tapi pasti, kereta mulai berjalan meninggalkan stasiun Lempuyangan. Kereta mulai melaju cepat melewati hutan jati antara Madiun dan Nganjuk. Keenam anak manusia ini pun sudah lepas dari rasa kantuknya, dan kembali bercanda di kereta. Pagi yang begitu cerah seakan menyambut rombongan yang jauh dari rumah ini.
Pukul setengah tiga lebih, mereka tiba di stasiun Malang. Matahari sore yang sudah enggan mengeluarkan panasnya datang menyambut. Sebelum meninggalkan kereta, sekali lagi mereka memandang kereta yang terdiam lelah setelah berlari seharian penuh, kereta yang dalam diamnya telah banyak bercerita tentang beragam manusia. Rombongan pecinta alam itu menarik perhatian banyak orang di stasiun Malang. Rasa pegal belum hilang benar dari badan mereka, sehingga mereka memutuskan untuk duduk sebentar di bangku stasiun yang panjang untuk meluruskan kaki dan menghilangkan penat.
Matahari sore masih tersisa sedikit, menembus pepohonan di jalan desa kecil. Sore itu di Tumpang banyak sekali kesibukan jip-jip menunggu pendaki yang mulai berdatangan dengan berbagai macam tas gunung yang besar. Penampilan mereka mirip semua karena memang mempunyai tujuan yang sama yaitu Mahameru. Mereka mulai melangkah, menyusuri jalan berbatu desa yang akhirnya berbelok ke jalan setapak kecil menuju ke punggung Mahameru. Perjalanan berlanjut menembus pinggir hutan, punggung Mahameru. Tampak dari ketinggian pinggiran lereng hutan Mahameru, Ranu Kumbolo perlahan muncul seperti tetesan air raksasa yang jatuh dari langit dan membesar di depan mereka.
Pukul dua malam, keadaan terasa dingin di atas tiga ribu meter dari permukaan laut. Keenam anak manusia itu tertegun melihat puncak Mahameru dalam gelap malam. Rombongan mulai bergerak, berjalan melewati hutan cemara yang gelap. Puncak Mahameru seperti sebuah gundukan pasir mahabesar dengan tebaran batu karang gunung di mana-mana. Jalur pendakian terlihat terang dipenuhi sinar bulan dan cahaya senter para pendaki yang mulai mendaki Gunung Semeru.
Matahari pagi 17 Agustus pun terbit, sinar matahari yang hangat menyapa badan dingin mereka. Keenam anak manusia itu seperti melayang saat menjejakkan kaki di tanah tertinggi Pulau Jawa. Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak langit biru sebiru-birunya dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih berkumpul melingkar di bawah mereka. Asap putih tebal yang membubung di depan mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulannya. Para pendaki tampak berbaris teratur di puncak Mahameru. Tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi sendiri di depan barisan upacara dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.
Rombongan anak manusia itu pun dengan khidmat dan penuh tangis haru melaksanakan upacara bendera di tanah tertinggi Pulau Jawa. Mereka tidak henti-hentinya mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan mereka negeri yang begitu Indah yang bernama Indonesia.