bab 2 fraktur

87
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. KONSEP DASAR FRAKTUR 1. Pengertian a Fraktur Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing. b Patah Tulang Tertutup Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi (Handerson, M. A, 1992). c Patah Tulang Humerus Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus yang terbagi atas : 1) Fraktur Suprakondilar Humerus 2) Fraktur Interkondiler Humerus 3) Fraktur Batang Humerus

Upload: timothy-elliott

Post on 16-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

scx

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 Fraktur

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR FRAKTUR

1. Pengertian

a Fraktur

Adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan

menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and

Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas

tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih besar dari

yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang diterangkan

dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical Nursing.

b Patah Tulang Tertutup

Didalam buku Kapita Selekta Kedokteran tahun 2000, diungkapkan

bahwa patah tulang tertutup adalah patah tulang dimana tidak terdapat

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. Pendapat lain

menyatidakan bahwa patah tulang tertutup adalah suatu fraktur yang

bersih (karena kulit masih utuh atau tidak robek) tanpa komplikasi

(Handerson, M. A, 1992).

c Patah Tulang Humerus

Adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang humerus

yang terbagi atas :

1) Fraktur Suprakondilar Humerus

2) Fraktur Interkondiler Humerus

3) Fraktur Batang Humerus

4) Fraktur Kolum Humerus

Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur :

1) Tipe Ekstensi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan bawah

dalam posisi supinasi.

2) Tipe Fleksi

Trauma terjadi ketika siku dalam posisi fleksi, sedang lengan dalam

posisi pronasi.

(Mansjoer, Arif, et al, 2000)

d Platting

Adalah salah satu bentuk dari fiksasi internal menggunakan plat yang

Page 2: BAB 2 Fraktur

terletidak sepanjang tulang dan berfungsi sebagai jembatan yang difiksasi

dengan sekrup.

Keuntungan :

1) Tercapainya kestabilan dan perbaikan tulang seanatomis mungkin

yang sangat penting bila ada cedera vaskuler, saraf, dan lain-lain.

2) Aliran darah ke tulang yang patah baik sehingga mempengaruhi

proses penyembuhan tulang.

3) Klien tidak akan tirah baring lama.

4) Kekakuan dan oedema dapat dihilangkan karena bagian fraktur bisa

segera digerakkan.

Kerugian :

1) Fiksasi interna berarti suatu anestesi, pembedahan, dan jaringan

parut.

2) Kemungkinan untuk infeksi jauh lebih besar.

3) Osteoporosis bisa menyebabkan terjadinya fraktur sekunder atau

berulang.

2. Anatomi Dan Fisiologi

a Struktur Tulang

Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun

ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang

paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan

saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang

kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks.

Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang

kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam

unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas

kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari

matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut

Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem

kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat

sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan

saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah

inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa

metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari

sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari

tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut

Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk

Page 3: BAB 2 Fraktur

sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone

marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses

hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak

dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism

Syndrom (FES).

Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.

Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah

tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks.

Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap

kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat

oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini

dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan

substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi

nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan

pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium

organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan

aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit melalui proses

vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan Ignatavicius, Donna.

D,1995).

b Tulang Panjang

Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya

bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995).

Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum,

dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat

menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang

rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah

pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah

bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang.

Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara

epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang

selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang

sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M,

et al, 1993)

c Tulang Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung

atas), korpus, dan ujung bawah.

1) Kaput

Page 4: BAB 2 Fraktur

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala,

yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan

merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat

bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar

ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu

Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan

lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat

celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari

otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah

terjadi fraktur.

2) Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin

pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut

tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid).

Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang,

dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada

saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah

spiralis atau radialis.

3) Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi

dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di

sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat persendian

dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi

dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus

terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce,

Evelyn C, 1997)

d Fungsi Tulang

1) Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.

2) Tempat mlekatnya otot.

3) Melindungi organ penting.

4) Tempat pembuatan sel darah.

5) Tempat penyimpanan garam mineral.

(Ignatavicius, Donna D, 1993)

3. Etiologi

1) Kekerasan langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya

kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka

Page 5: BAB 2 Fraktur

dengan garis patah melintang atau miring.

2) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang

jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian

yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

3) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan

penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

(Oswari E, 1993)

4. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila

tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,

maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi

fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,

dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena

kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.

Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang

mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang

ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel

darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan

tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang

tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat

menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan

daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari

tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.

( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

b. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.

Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah

Page 6: BAB 2 Fraktur

dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang.

Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium

penyembuhan tulang, yaitu:

1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah

fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang

rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast.

Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama

sekali.

2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler

Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi

fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone

marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami

proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan

disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.

Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan

kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam

setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.

3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik

dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai

membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi

oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan

mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan

tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada

permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur

(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat

fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.

4) Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang

berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan

memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis

fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang

tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses

yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat

untuk membawa beban yang normal.

5) Stadium Lima-Remodelling

Page 7: BAB 2 Fraktur

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.

Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk

ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-

menerus. Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang

tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang,

rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip

dengan normalnya.

(Black, J.M, et al, 1993 dan Apley, A.Graham,1993)

c. Komplikasi fraktur

1) Komplikasi Awal

a) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak

adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma

yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh

tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit,

tindakan reduksi, dan pembedahan.

b) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang

terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh

darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.

Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan

yang terlalu kuat.

c) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang

sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi

karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk

ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah

rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,

hypertensi, tachypnea, demam.

d) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit

(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus

fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain

dalam pembedahan seperti pin dan plat.

e) Avaskuler Nekrosis

Page 8: BAB 2 Fraktur

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke

tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis

tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.

f) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

2) Komplikasi Dalam Waktu Lama

a) Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk

menyambung. Ini disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke

tulang.

b) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah

6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang

berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau

pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang

kurang.

c) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk

(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan

reimobilisasi yang baik.

(Black, J.M, et al, 1993)

5. Klasifikasi Fraktur

Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang

praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:

a. Berdasarkan sifat fraktur.

1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena

kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya

perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.

Page 9: BAB 2 Fraktur

1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang

atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.

2). Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang

tulang seperti:

a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)

b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.

c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme

trauma.

1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan

merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut

terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.

3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau

traksi otot pada insersinya pada tulang.

Page 10: BAB 2 Fraktur

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak

pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.

2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang

juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

g. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis

tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan

jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak

sekitarnya.

b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan

Page 11: BAB 2 Fraktur

subkutan.

c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan

ancaman sindroma kompartement.

(Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995,

Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000,

Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

6. Dampak Masalah

Ditinjau dari anatomi dan patofisiologi diatas, masalah klien yang

mungkin timbul terjadi merupakan respon terhadap klien terhadap enyakitnya.

Akibat fraktur terrutama pada fraktur hunerus akan menimbulkan dampak

baik terhadap klien sendiri maupun keada keluarganya.

a Terhadap Klien

1) Bio

Pada klien fraktur ini terjadi perubahan pada bagian tubuhnya yang

terkena trauma, peningkatan metabolisme karena digunakan untuk

penyembuhan tulang, terjadi perubahan asupan nutrisi melebihi

kebutuhan biasanya terutama kalsium dan zat besi

2) Psiko

Klien akan merasakan cemas yang diakibatkan oleh rasa nyeri dari

fraktur, perubahan gaya hidup, kehilangan peran baik dalam keluarga

maupun dalam masyarakat, dampak dari hospitalisasi rawat inap dan

harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru serta tuakutnya terjadi

Page 12: BAB 2 Fraktur

kecacatan pada dirinya.

3) Sosio

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena harus menjalani perawatan yang waktunya tidak

akan sebentar dan juga perasaan akan ketidakmampuan dalam

melakukan kegiatan seperti kebutuhannya sendiri seperti biasanya.

4) Spiritual

Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan

keyakinannya baik dalam jumlah ataupun dalam beribadah yang

diakibatkan karena rasa nyeri dan ketidakmampuannya.

b Terhadap Keluarga

Masalah yang timbul pada keluarga dengan salah satu anggota

keluarganya terkena fraktur adalah timbulnya kecemasan akan keadaan

klien, apakah nanti akan timbul kecacatan atau akan sembuh total. Koping

yang tidak efektif bisa ditempuh keluarga, untuk itu peran perawat disini

sangat vital dalam memberikan penjelasan terhadap keluarga. Selain tiu,

keluarga harus bisa menanggung semua biaya perawatan dan operasi

klien. Hal ini tentunya menambah beban bagi keluarga.

Masalah-masalah diatas timbul saat klien masuk rumah sakit, sedang

masalah juga bisa timbul saat klien pulang dan tentunya keluarga harus

bisa merawat, memenuhi kebutuhan klien. Hal ini tentunya menambah

beban bagi keluarga dan bisa menimbulkan konflik dalam keluarga.

7. Penatalaksanaan Kedaruratan

1. Segera stlh cedera, px berada dlm keadaan, bingung, tdk menyadr adanya

fraktur, dan berusaha berjalan dgn tungkai yg patah. Maka bila dicurigai

adanya fraktur, penting utk mengimobilisasi bagian tubuh segera sblm px

dipindahkan.

2. Bila px yg mengalami cedera harus dipindahkan dr kendaraan sblm dpt

dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga di atas dan di bawah

tempat patah utk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi.

3. Gerakan fragmen patahan tulang dpt menyebabkan nyeri, kerusakan

jaringan lunak, dan perdarahan lebih lanjut.

4. Nyeri sehubungan dgn fraktur sangat berat dan dpt dikurangi dgn

menghindr gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian

yg memadai sangat penting utk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh

fragmen tulang.

5. Daerah yg cedera diimobilisasi dgn memasang bidai sementara dgn

Page 13: BAB 2 Fraktur

bantalan yg memadai, yg kemudian dibebat dgn kencang.

6. Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dpt jg dilakukan dgn

membebat kedua tungkat bersama, dgn ekstremitas yg sehat bertindak

sebagai bidai bagi ekstremitas yg cedera. Pd cedera ekstremitas atau

lengan dpt dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yg cedera digantung pd

sling.

7. Peredaran didistal cedera harus dikaji utk menentukan kecukupan perfusi

jaringan perifer.

8. Pd fraktur terbuka, luka ditutup dengah pembalut bersih (steril) utk

mencegah kontaminasi jaringan yg lebih dlm. Jangan sekali-kali

melakukan reduksi fraktur, bahkan ada fragmen tulang yg keluar melalui

luka. Pasanglah bidai sesuai yg diterangkan di atas.

9. Pd bagian gawat darurat, px dievaluasi dgn lengkap. Pakaian dilepaskan

dgn lembut, pertama pd bagian tubuh sehat dan kemudian dr sisi cedera.

Pakaian px mungkin harus dipotong pd sisi cedera. Ekstremitas sebisa

mungkin jangan sampai digerakkan utk mencegah kerusakan lebih lanjut.

B. ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

Di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan system atau metode

proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-

masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan

keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada

tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Pengumpulan Data

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa

yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,

golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa

nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan

lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap

Page 14: BAB 2 Fraktur

tentang rasa nyeri klien digunakan:

(1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi

yang menjadi faktor presipitasi nyeri.

(2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

(3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,

apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa

sakit terjadi.

(4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

(5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab

dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana

tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya

penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan

yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,

dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa

diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna D,

1995).

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab

fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan

menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang

dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang

sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes

dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut

maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses

penyembuhan tulang (Ignatavicius, Donna D, 1995).

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,

Page 15: BAB 2 Fraktur

seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa

keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara

genetik (Ignatavicius, Donna D, 1995).

f) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang

dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta

respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik

dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Donna

D, 1995).

g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan

(1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan

terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani

penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan

tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan

hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat

mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Donna D,1995).

(2) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,

vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan

tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat

terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas

juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

(3) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada

pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji

frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola

eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji

frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua

pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (Keliat, Budi

Page 16: BAB 2 Fraktur

Anna, 1991)

(4) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak,

sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur

klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya

tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan

tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E,

1999).

(5) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan

klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang

perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan

klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk

terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

(6) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

(Ignatavicius, Donna D, 1995).

(7) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,

rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara

optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah

(gangguan body image) (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(8) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada

bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak

timbul gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak

mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri

akibat fraktur (Ignatavicius, Donna D, 1995).

(9) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa

melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat

inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami

klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya

Page 17: BAB 2 Fraktur

termasuk jumlah anak, lama perkawinannya (Ignatavicius,

Donna D, 1995).

10) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan

dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan

fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien

bisa tidak efektif (Ignatavicius, Donna D, 1995).

11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.

Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak

klien (Ignatavicius, Donna D, 1995).

2) Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata)

untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat

(lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada

kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah

yang lebih sempit tetapi lebih mendalam.

a) Gambaran Umum

Perlu menyebutkan:

(1) Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah

tanda-tanda, seperti:

(a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis tergantung pada keadaan klien.

(b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,

sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

(c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupun bentuk.

(2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

(a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

(b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,

tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

Page 18: BAB 2 Fraktur

(c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,

reflek menelan ada.

(d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada

perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,

tak oedema.

(e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis

(karena tidak terjadi perdarahan)

(f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak

ada lesi atau nyeri tekan.

(g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

(h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

(i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada

simetris.

(j) Paru

(1) Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya

tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

(2) Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

(3) Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

(4) Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

(k) Jantung

(1) Inspeksi

Page 19: BAB 2 Fraktur

Tidak tampak iktus jantung.

(2) Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

(3) Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

(l) Abdomen

(1) Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

(2) Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak

teraba.

(3) Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

(4) Auskultasi

Peristaltik usus normal 20 kali/menit.

(m)Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada

kesulitan BAB.

b) Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal

terutama mengenai status neurovaskuler. Pemeriksaan pada

sistem muskuloskeletal adalah:

(1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(a) Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan

seperti bekas operasi).

(b) Cape au lait spot (birth mark).

(c) Fistulae.

(d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau

hyperpigmentasi.

(e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal

yang tidak biasa (abnormal).

(f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)

(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

(2) Feel (palpasi)

Page 20: BAB 2 Fraktur

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita

diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada

dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan

informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien.

Yang perlu dicatat adalah:

(a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan

kelembaban kulit.

(b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi

atau oedema terutama disekitar persendian.

(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan

(1/3 proksimal,tengah, atau distal).

Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan

yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain

itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan,

maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,

konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau

permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.

(3) Move (pergeraka terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian

diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat

apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan

lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan

sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan

ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0

(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini

menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau

tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

(Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3) Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah

“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk

mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan

tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA

dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi

tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa

Page 21: BAB 2 Fraktur

permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan

pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan

permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:

(1) Bayangan jaringan lunak.

(2) Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

(3) Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

(4) Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik

khususnya seperti:

(1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi

struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini

ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada

satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

(2) Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

(3) Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang

rusak karena ruda paksa.

(4) Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan

secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur

tulang yang rusak.

b) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

(2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk

tulang.

(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase

(LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang

meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

c) Pemeriksaan lain-lain

(1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:

didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.

(2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama

dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila

terjadi infeksi.

Page 22: BAB 2 Fraktur

(3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

(4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek

karena trauma yang berlebihan.

(5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya

infeksi pada tulang.

(6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

(Ignatavicius, Donna D, 1995)

b. Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan dan dianaisa

untuk menemukan masalah kesehatan klien. Untuk mengelompokkannya

dibagi menjadi dua data yaitu, data sujektif dan data objektif, dan

kemudian ditentukan masalah keperawatan yang timbul.

2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan

Merupakan pernyataan yang menjelaskan status kesehatan baik aktual

maupun potensial. Perawat memakai proses keperawatan dalam

mengidentifikasi dan mengsintesa data klinis dan menentukan intervensi

keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah

kesehatan klien yang menjadi tanggung jawabnya.

a. Risiko cedera b/d gangguan integritas tulang

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tirah baring dan

imobilisasi sesuai indikasi.

2. Bila terpasang gips/bebat, sokong

fraktur dengan bantal atau

gulungan selimut untuk

mempertahankan posisi yang

netral.

3. Evaluasi pembebat terhadap

resolusi edema.

4. Bila terpasang traksi, pertahankan

posisi traksi (Buck, Dunlop,

Pearson, Russel)

Meningkatkan stabilitas,

meminimalkan gangguan akibat

perubahan posisi.

Mencegah gerakan yang tak perlu

akibat perubahan posisi.

Penilaian kembali pembebat perlu

dilakukan seiring dengan berkurangnya

edema

Traksi memungkinkan tarikan pada

aksis panjang fraktur tulang dan

mengatasi tegangan otot untuk

mempercepat reunifikasi fragmen

Page 23: BAB 2 Fraktur

5. Yakinkan semua klem, katrol dan

tali berfungsi baik.

6. Pertahankan integritas fiksasi

eksternal.

7. Kolaborasi pelaksanaan kontrol

foto.

tulang

Menghindari iterupsi penyambungan

fraktur.

Keketatan kurang atau berlebihan dari

traksi eksternal (Hoffman) mengubah

tegangan traksi dan mengakibatkan

kesalahan posisi.

Menilai proses penyembuhan tulang.

b. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan imobilasasi bagian

yang sakit dengan tirah baring,

gips, bebat dan atau traksi

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang

terkena.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak

pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan

(masase, perubahan posisi)

5. Ajarkan penggunaan teknik

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual, aktivitas

dipersional)

6. Lakukan kompres dingin selama

fase akut (24-48 jam pertama)

sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi.

8. Evaluasi keluhan nyeri (skala,

Mengurangi nyeri dan mencegah

malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena,

mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunakan area tekanan lokal dan

kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap nyeri,

meningkatkan kontrol terhadap nyeri

yang mungkin berlangsung lama.

Menurunkan edema dan mengurangi

rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui mekanisme

penghambatan rangsang nyeri baik

secara sentral maupun perifer.

Page 24: BAB 2 Fraktur

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

Menilai erkembangan masalah klien.

c. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Dorong klien untuk secara rutin

melakukan latihan menggerakkan

jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat

tekanan bebat/spalk yang terlalu

ketat.

3. Pertahankan letak tinggi

ekstremitas yang cedera kecuali

ada kontraindikasi adanya

sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan

(warfarin) bila diperlukan.

5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran

kapiler, warna kulit dan

kehangatan kulit distal cedera,

bandingkan dengan sisi yang

normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan

mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai

petunjuk perlunya penyesuaian

keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan

menurunkan edema kecuali pada

adanya keadaan hambatan aliran arteri

yang menyebabkan penurunan perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya

profilaktik untuk menurunkan trombus

vena.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien dan perlunya intervensi sesuai

keadaan klien.

d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Instruksikan/bantu latihan napas

dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan

posisi yang aman sesuai keadaan

Meningkatkan ventilasi alveolar dan

perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase sekret

Page 25: BAB 2 Fraktur

klien.

3. Kolaborasi pemberian obat

antikoagulan (warvarin, heparin)

dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah,

Hb, kalsium, LED, lemak dan

trombosit

5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan

upaya bernapas, perhatikan adanya

stridor, penggunaan otot aksesori

pernapasan, retraksi sela iga dan

sianosis sentral.

dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan darah

pada keadaan tromboemboli.

Kortikosteroid telah menunjukkan

keberhasilan untuk

mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan

PCO2 menunjukkan gangguan

pertukaran gas; anemia, hipokalsemia,

peningkatan LED dan kadar lipase,

lemak darah dan penurunan trombosit

sering berhubungan dengan emboli

lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan

perubahan mental merupakan tanda

dini insufisiensi pernapasan, mungkin

menunjukkan terjadinya emboli paru

tahap awal.

e. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas

rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai

keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif

aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai keadaan

klien.

3. Berikan papan penyangga kaki,

gulungan trokanter/tangan sesuai

Memfokuskan perhatian,

meningkatakan rasa kontrol diri/harga

diri, membantu menurunkan isolasi

sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah

muskuloskeletal, mempertahankan

tonus otot, mempertahakan gerak

sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan

mencegah reabsorbsi kalsium karena

imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional

Page 26: BAB 2 Fraktur

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri

(kebersihan/eliminasi) sesuai

keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodik sesuai

keadaan klien.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan

2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi

sesuai indikasi.

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi

klien dan program imobilisasi.

ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien

dalam perawatan diri sesuai kondisi

keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit

dan pernapasan (dekubitus, atelektasis,

penumonia)

Mempertahankan hidrasi adekuat,

men-cegah komplikasi urinarius dan

konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup

diperlukan untuk proses penyembuhan

dan mem-pertahankan fungsi fisiologis

tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu

untuk menyusun program aktivitas

fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah klien.

f. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering, bersih,

alat tenun kencang, bantalan

bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area distal

bebat/gips.

3. Lindungi kulit dan gips pada

daerah perianal

4. Observasi keadaan kulit,

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi

kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan

meningkatkan kelemasan kulit dan otot

terhadap tekanan yang relatif konstan

pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit

dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Page 27: BAB 2 Fraktur

penekanan gips/bebat terhadap

kulit, insersi pen/traksi.

Menilai perkembangan masalah klien.

g. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang)

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1. Lakukan perawatan pen steril dan

perawatan luka sesuai protokol

2. Ajarkan klien untuk

mempertahankan sterilitas insersi

pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika

dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

4. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah

lengkap, LED, Kultur dan

sensitivitas luka/serum/tulang)

5. Observasi tanda-tanda vital dan

tanda-tanda peradangan lokal pada

luka.

Mencegah infeksi sekunderdan

mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau spesifik

dapat digunakan secara profilaksis,

mencegah atau mengatasi infeksi.

Toksoid tetanus untuk mencegah

infeksi tetanus.

Leukositosis biasanya terjadi pada

proses infeksi, anemia dan peningkatan

LED dapat terjadi pada osteomielitis.

Kultur untuk mengidentifikasi

organisme penyebab infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien.

h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,

kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

Kaji kesiapan klien mengikuti

program pembelajaran.

Diskusikan metode mobilitas dan

Efektivitas proses pemeblajaran

dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental klien untuk mengikuti program

pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan

Page 28: BAB 2 Fraktur

ambulasi sesuai program terapi fisik.

Ajarkan tanda/gejala klinis yang

memerluka evaluasi medik (nyeri

berat, demam, perubahan sensasi kulit

distal cedera)

Persiapkan klien untuk mengikuti

terapi pembedahan bila diperlukan.

kemandirian klien dalam perencanaan

dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien

untuk mengenali tanda/gejala dini yang

memerulukan intervensi lebih lanjut.

Upaya pembedahan mungkin

diperlukan untuk mengatasi maslaha

sesuai kondisi klien.

C. KONSEP DASAR OKSIGEN HIPERBARIK

1. Pengertian oksigen hiperbarik

Kesehatan hiperbarik yaitu mempelajari masalah kesehatan akibat

pemberian tekanan lebih dari 1 atm terhadap tubuh serta penggunaannya untuk

pengobatan.

Terapi oksigen hiperbarik adalah bentuk pengobatan dengan pemberian

oksigen tekanan tinggi yang dilaksanakan dalam RUBT.

Pengobatan oksigen hiperbarik adalah pengobatan yang menggabungkan

menghirup oksigen 100 % dengan memberikan tekanan lebih dari 1 hingga 3

atmosfir absolut didalam hyperbaric chamber (RUBT).

Prosedur terapi ohb

1. Pasien masuk caisson

2. Tekanan udara 2-3 ata

3. Hirup o2 100% melalui masker

2. Indikasi penggunaan oksigen hiperbarik

a. Penyakit Dekompresi (DCS)

Tindakan dari HBO:

a) Hipoksia jaringan hyperoxygenate

b) Mempercepat penghapusan gas inert

c) Mengurangi edema

d) Mengatasi gratis gas intravascular dan lainnya

Penyakit dekompresi berkembang dari pembentukan gelembung gas

dalam jaringan atau darah dalam volume yang cukup untuk mengganggu

fungsi organ atau untuk penyebab perubahan dalam sensasi. Dekompresi

rapid selama pendakian dari penyelaman, penerbangan dan bekerja dalam

Page 29: BAB 2 Fraktur

sebuah terowongan udara tekanan atau dalam kamar hiperbarik / hyperbaric

mungkin menyebab DCS. Gelembung konstan dari dalam sistem vena

dibawa oleh darah samping kanan atas hati dan akhirnya menumpuk dalam

paru-paru. Ketika gelembung menjangkau sistem arteri, yang biasanya tidak

terjadi,itu gejala meningkat gelembung konstan. efek dari gelembung bisa

dari obstruksi mekanik atau aktivitas permukaan ditemukan di darah / gas

dipermukaan. Gas dipermukaan darah bisa mengaktifkan pelengkap sistem,

hasil dalam agregasi trombosit, dan mengaktifkan faktor hagemen.

Dua jenis DCS yang mungkin terjadi: tipe 1 (nyeri otot) dan tipe 2.

Sakit pada bagian tubuh setelah menyelam itu adalah hal yang wajar dan

merupakan gejala paling umum dari DCS. DCS tipe 2 dapat terjadi sendiri

atau di karenakan nyeri otot. prinsip ini dari target tipe 2 antara lain adalah

paru, vestibular, dan sistem saraf. beberapa gejala bisa timbul dan sangat

tergantung pada sistem yang terkena.

Terapi yang dipilih untuk penyakit dekompresi adalah recompression

dengan oksigen 100% dalam kamar hiperbarik untuk mengeluarkan secara

perlahan nitrogen dan untuk mengganti dengan oksigen itu dalam

metabolisme. Hasilnya akan segera berkurang dalam volume pada

gelembung (hukum boyle), gejala menghilang, dan memulihkan jaringan

oksigenasi. Keuntungan efek dalam aliran darah menghasilkan cerebral

dalam mengurangi edema dan peningkatan dalam jarak difusi oksigen,

akibat dari kerusakan sel yang dikurangi.

Beberapa referensi panduan tersedia untuk informasi yang lebih jelas

pada gejala dan pedoman terapi.

b. Keracunan Akut Karbon Monoksida (Co)

(termasuk inhalasi asap dan keracunan sianida) tindakan dari HBO:

a) Mempercepat eliminasi karbon monoksida dari hemoglobin dan jaringan

lainnya

b) Hipoksia jaringan hyperoxygenate

c) Melawan peroksidasi otak lipid

Karbon monoksida (co), a,tidak berwarna tidak berbau, gas tidak akan

mengiritasi, merupakan penyebab pasti kematian dari gas beracun di

amerika serikat.

Co atase hakikatnya akan berikatan secara kuat dengan hemoglobin,

dengan daya tarik 200-250 kali dari pada ikatan dengan oksigen dan blok

transportasi oksigen untuk jaringan vital. Gas yang meracuni jaringan,

merusak metabolisme seluler dan mencegah pembentukan oksigen untuk

Page 30: BAB 2 Fraktur

jaringan dan organ vital. Pergeseran kurva disosiasi oksigen pada saat itu,

menjaga batas oksigen untuk hemoglobin ini dan menyebabkan hipoksia

jaringan dan akhirnya kematian dengan eksposur tinggi.

Keracunan penyebab hipoksia,gangguan perfusi jaringan, hipotensi

diinduksi oleh hipoksia, dan co binding untuk mioglobin jantung, yang

menekan miokardium. Keracunan sel sekunder pada kerusakan

menunjukkan sitokrom oksidase sitokrom binding untuk co mitokondria

(energi sel kami) gangguan fungsi merupakan penyebab pasien tetap koma

ketika tingkat carboxyhemoglobin telah menurun hingga nol. Kerusakan

persisten mitokondria menjelaskan manifestasi dari terjadinya keracunan itu

setelah hari exposure . Peroksidasi lipid otak memberikan sebuah hubungan

antara hipoksia dan toksisitas selular terkait untuk synptoms klinis dan

tingkat co. Dalam penelitian tercatat hal itu dapat mencegah peroksidasi lipid

pada otak, side effects associated dengan paparan untuk monoksida karbon

menjadi penurunan.

Gejala seperti flu sering berhubungan dengan keracunan co. Sakit

kepala, mengantuk, kelelahan, mual, muntah, kelemahan, dan pusing dapat

menyebabkan kegagalan dalam mendiagnosis pasien. Defisit neurologis

yang signifikan tersebut sebagai pengganti dalam berpikir, konsentrasi,

recall, dan kehilangan memori jangka pendek bisa merupakan hasil dari

paparan untuk tingkat non-fatal dari karbon monoksida.

Sumber dari co terjadi dimanapun bahan bakar fosil yang terbakar,

seperti sebagai tungku, exhauset automobile, heaters air panas, kompor gas,

heaters space, grills arang, mesin gasonline, dll.

Langkah pertama perawatan untuk karbon monoksida merupakan

oksigen 100% dengan a mask non-rebreather. Pasien dengan tanda manifest

darikeracunan serius (yaitu, perubahan status mental dari atau tanda

neurologis, ketidaksadaran, disfungsi cardiovascular, edema paru, atau

asidosis berat) yang diperlukan untuk terapi oksigen hiperbarik dalam enam

jam paparan.

Akut atau eksposur kronis penyebab macam efek samping neurologis

atau sequelae. ini variasi dari perubahan kognitif dan kepribadian, akinesia

psikis, parkinsonisme, ensefalopati psychotic, amnesia, apatisme, dementia,

bisu, cepat marah, inkotenensia urin dan tinja, gangguan kiprah, kelemahan

otot, dan gejala menyerupai dari penyakit mereka. Gejala ini mungkin akan

muncul dalam 2-30% dari pasien.

c. Gas Gangrene (Clostridial)

Page 31: BAB 2 Fraktur

Tindakan dari HBO:

a) Menghentikan produksi toksin alpha

b) Batas proliferasi bakteri

c) Hyperoxygenate jaringan / hipoksia iskemik

d) Meningkatkan pertahanan host

Myositis clostridial dan myonecrosis (gangren gas) merupakan sebuah

intoksikasi, akut secara cepat progresif dari otot ini oleh organisme

clostridial. Ini merupakan pembentukan, pembentukan spora anaerob,

encapsulated basil gram-positif dari genus clostridium. Kedaan yang bias

amerupakan, perfringens, yang terjadi pada 80-90% dari luka.

Oedema terjadi pada 40%, dengan septicum . pada 20% dan

histolyticum, bifermentons, dan fallux dalam 10% order. c. perfringens

adalah flora normal dari saluran pencernaan dan bukan merupakan anaerob

strict. Ini mungkin akan tumbuh bebas dalam ketegangan oksigen dari 30

mmhg dengan pertumbuhan dibatasi dalam ketegangan oksigen di atas 70

mmhg (kindwall, 1995, p. 374) .

Kemudian terjadi proses penyakit dari elaborasi dari ekso toxin oleh

organisme dan mungkin lebih baik digambarkan sebagai intoksikasi infeksi

mengalihkannya. Tujuh lebih dari 20 exotoxins, di produksi oleh 6 species

dari organisme clostridial yang mampu dari prduksi gas gangren sebagai

thoxin lethal dalam tubuh. Toksin alpha adalah sebuah lecithinase itu sebuah

nekrosis pencairan penyebaran cepat.

Data klinis yang didukung dengan demonstrasi dari batang gram

positif dari cairan organ terlibat selain dari sebagai ketidakhadiran dari

leukosit.

Dua hal yang terjadi dalam luka untuk pengembangan gas gangrene:

1. Kontaminasi clostridial

2. Penurunan oksidasi reduksi potensial dalam luka clostridial kontaminasi

merupakan sebuah peristiwa yang wajar, tetapi ketika peredaran darah gagal

di renders area local luka iskemik dan hipoksia, ini merupakan faktor

pengendapan dalam clostridial gas gangrene yang menyebabkan nekrosis

pada otot.

d. Bentuk dari Penyakit Necrotizing Clostridial

a) Clostridial myonecrosis dengan toksisitas: diffuse, penyebaran secara

cepat dari toksisitas situs pertama (gangren gas benar), mulai inkubasi

akut berikut dari 4 jam untuk 2-3 hari

Page 32: BAB 2 Fraktur

b) Clostridial myonecrosis localized: dapat dilihat setelah suntikan non-steril

dari obat, biasanya akan tetap

c) Clostridial selulitis dengan toksisitas: Gambar klinis sama seperti

menyebar myonecrosis clostridial, muncul untuk menjadi lebih nyata

Tanda dan gejala biasanya terjadi satu sampai enam jam setelah

cedera. dan tiba-tiba skala nyeri bisa mengembangkan di daerah terinfeksi.

Tahapan awal:

a) Kulit muncul lebih kencang dan berkilau

b) Berkembang menjadi kehitaman diskolorisasi perunggu

c) Dapatkah advance cepat (inci beberapa in one hour)

d) Bullae hemorragic atau vesikula juga mungkin dicatat

e) Excudate dengan bau manis

f) Pembengkakan dan edema merupakan ucapan

g) Otot muncul merah hitam black atau kehijauan

Pasien harus diobati segera mungkin dengan antibiotik, bedah, dan jika

memungkinkan ditangani dalam kamar hiperbarik di 3 ata, 3 kali dalam 24

jam pertama dan sampai organisme clostridial itu merupakan pengendalian.

Kemudian pasien mungkin dipindahkan ke dalam suatu protokol luka-

healing.

Pengobatan terdiri dari sebuah kombinasi dari bedah, antibiotik, dan

terapi oksigen hiperbarik ajuvan telah tampil untuk penurunan kematian.

Terapi oksigen hiperbarik menghentikan produksi alpha-toksin dengan

peningkatan jaringan oksigenasi lebih besar 250 mmhg dan menghambat

pertumbuhan bakteri, demikian mengaktifkan tubuh penerima untuk

memanfaatkan mekanisme pertahanan yang ada.

e. Gas Embolisme ("Gas Embolisme Arteri" Atau AGE)

Tindakan dari HBO bertujuan untuk:

a) Oksigen jaringan / hipoksia jaringan

b) Mengurangi Edema

c) Mengurangi Volume Gelembung udara

d) Meningkatkan Difusi Gradient Dari Embolisme Gas

Udara atau emboli yang masuk ke dalam pembuluh darah arteri atau

vena menyebabkan perbedaan derajat iskemia pada daerah yang terkena.

Gejala yang ditimbulkan mungkin tidak terdeteksi pada permulaan sehingga

dapat menimbulkan kematian secara mendadak. Saat udara masuk ke dalam

vena, hal tersebut biasanya akan langsung diserap oleh tubuh atau di filter

oleh system pernapasan. Sedangkan udara yang masuk dalam arteri, akan

Page 33: BAB 2 Fraktur

sering menyebabkan emboli udara pada otak atau jantung koroner. Sekitar

0,4 cc darah dapat membawa udara sampai ke tempat yang tepat dalam

medulla dan hal tersebut akan berakibat fatal.

Emboli udara dapat disebabkan karena dekompresi yang mendadak

selama penyelaman dan ketinggian, bedah kardiovaskular, angioplasty,

trauma, pemasangan line invasif, teknik ventilasi tekanan positif , prosedur

invasif pneumotoraks , dan operasi panggul, thoraks, vascular, dan berbagai

operasi syaraf. Aborsi dan hubungan intim selama kehamilan merupakan

penyebab yang jarang dari emboli ini.

Manifestasi Dari AGE dapat menyebabkan hilangnya kesadaran,

deficit pada syaraf pengucap, kejang, henti jantung, aritmia, atau iskemia.

Emboli pada vena mungkin dapat menunjukkan gejala dari hipotensi,

tachipneu, atau edema pulmonary.

Terapi hiperbarik dapat Mengurangi Ukuran bubble (Hukum Boyle).

Pada 6 ATA Ukuran bubble Dapat menurunkan sekitar 1 hingga 6 ukuran

dari ukuran semula. Pada 3 ATA Ukuran Bubble Dapat menurunkan sekitar

setengah dari ukuran tersebut, hal itu menyebabkan oksigen yang diambil

lebih banyak sehingga terjadi hipoksia pada jaringan. Dalam tekanan

terkonjugasi , oksigen 100 % akan mengeluarkan gas serta meninggalkan

metabolism oksigen.

Pada pasien dengan gejala serius dalam posisi terlentang oksigen yang

dikonsumsi harus dibawah 100%. Sisa oksigen mengurangi ukuran dari

bubble udara oleh gas Nitrogen dan memberi dampak hipoksia serta iskemia

pada jaringan otak ataupun pada area yang terkena.

f. Osteoradionecrosis (Mandibula) dan Nekrosis Jaringan Soft Radiasi

Aksi dari HBO:

a) Meningkatkan neovaskularisasi Dalam Jaringan hipoksia Iradiasi Dan

Lainnya

b) Mengurangi jaringan fibrosa Bila Digunakan Prophylatically

Hiperbarik Oksigen (HBO) digunakan sebagai ajun dalam pengolahan

cedera radiasi di banyak organ, termasuk laring, mandibula, lapisan dada,

kandung kemih, dan rektum. cedera radiasi dapat terjadi 6 bulan atau tahun

setelah terapi radiasi. Cedera jaringan radiasi yang tertunda ditandai dengan

endarteritis, hipoksia jaringan, dan fibrosis. Perhatian dilakukan pada klien

dengan riwayat pembedahan dengan proses Radiasi yang lalu.

Indikasi hiperbarik oksigen primer merupakan kerjasama dalam suatu

perawatan dari nekrosis radiasi untuk meningkatkan bahaya oksigen dalam

Page 34: BAB 2 Fraktur

jaringan iradiasi atau tulang, untuk memulai angiogenesis. Tingkat oksigen

di luar kawasan iradiasi sangat rendah, tidak mengizinkan tubuh untuk

mengenali sebuah luka yang terjadi. Bahaya penurunan oksigen dalam

sebuah jaringan wilayah iradiasi dalam suatu waktu, menyebabkan luka atau

area diiradiasi memburuk.

Dalam luka normal, bahaya oksigen mungkin jadi rendah dalam pusat

luka dengan bahaya dari oksigen sekitar luka di level normal, sekitar 50-60

mmhg ini memungkinkan terjadinya fase penyembuhan luka alami. Dalam

luka iradiasi, bahaya oksigen sangat rendah dalam pusat luka mungkin

terlalu sulit untuk luka yang jauh dari pusat. Selama terapi oksigen

hiperbarik,tingkat kenaikan oksigen untuk 1500-2200 mmhg, menyebabkan

kenaikan dari oksigen di dasar luka dan disekitar luka itu. Sementara oksigen

meningkat, bahaya sisa yang timbul. Merangsang neovaskularisasi.

Protokol untuk pengolahan telah berdasarkan penelitian oleh drs.

Robert marx dan johnson robert yang sudah luas dimuat.

g. Crush cedera, peripheral iskemia akut trauma (ATPI)

Aksi DARI HBO:

a) Meningkatkan Oksigenasi Untuk Iskemik / Jaringan hipoksia

b) Mengurangi Edema

c) Mengoptimalkan cabang penyelamatan

Luka ini parah, jika hidup di tempat dan cabang pada pasien yang

beresiko. Atpis termasuk: crush luka, kompartemen sindrom, luka bakar,

cedera permukaan gigitan, berkompromi cangkok kulit dan flaps, degloving

cedera, dan terancam reattachments.

Oksigen hiperbarik harus diperintah dalam 4-6 jam setelah kegawatan

untuk membantu dalam perlindungan organ dari cedera reperfusi. Cedera

reperfusi akan membekas pada kapiler, penyebab kemacetan vena dan aliran

darah menghentikan oksigen dari persiapan untuk jaringan vital. Fisiologi

dari cedera reperfusi dan terapi hiperbarik hbo antagonizes peroksidasi lipid

dari cell, blok pengasingan neutrofil pada venula post kapiler, antagonizes

sistem 2 integrin beta, dan menghasilkan pemulung oksigen radikal. Dalam

syarat sederhana, hbo mengurangi kemacetan vena, membiarkan sebuah

aliran dari oksigen dan darah terhadap jaringan.

Hyperoxygenation merupakan hipoksia jaringan,dengan hbo

memungkinkan the host untuk menanggapi infeksi dan mengurangi cedera

iskemik untuk jaringan. Hbo melarutkan oksigen dalam plasma,

membiarkan oksigen untuk mencapai tingkat dari 2200 mmhg.

Page 35: BAB 2 Fraktur

Sebuah efek sekunder hyperoxygenation jaringan menyebabkan

pengurangan edema. Vasokonstriksi diinduksikan dengan terapi oksigen

hiperbarik untuk mengurangi pemasukan sekitar 20% dan sementara

memelihara pengeluaran, dan demikian mengurangi edema oleh reabsorpsi

cairan dari jaringan.

h. Kehilangan darah yang luar biasa

Tindakan dari hbo:

a) Meningkatkan temporal oksigenasi untuk jaringan hipoksia / iskemik

b) Meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut

Kehilangan darah anemia adalah kehilangan sel darah merah yang

akan membuat rugi dalam kemampuan tubuh untuk memberikan oksigen

pada organ vital yang merupakan hasil dari trauma, bedah, kedokteran, atau

alasan agama.

Sel darah mengangkut oksigen sepanjang tubuh lewat oksigen yang

dibawa ke paru-paru. Jika jumlah sel darah merah mengalami penurunan,

jumlah dari oksigen terkirim terhadap organ memiliki penurunan. Keadaan

ini disebabkan oleh iskemia dan kondisi hipoksia dalam tubuh, yang terjadi

pada kematian dalam kasus parah. Otak dan hati merupakan pengguna

terbesar oksigen dan cepat memiliki kerusakan permanen.

Penggantian sel darah merah pada kondisi akut merupakan keadaan

emergensi. Namun, ada alternatif lain, yang mengandung florkarbon atau

hemoglobin stroma-bebas, atau ekspander volume lainnya. Karena untuk

alasan medis, ketidaksesuaian dalam bentuk dan kecocokan pasangan,

anemia hemolytic idiopatik autoimune, atau menolak pasien akibat

keyakinan agama, transfusi darah bukan merupakan pilihan.

Tanda dan gejala:

a) Jantung : ketidaknyamanan pada dada, nyeri leher, angina, aritmia,

meningkatkan nadi, peningkatan tekanan darah, dan infark miokard

akut.

b) Sistem saraf pusat (otak) : kebingungan, agitasi, penurunan kognisi

c) Metabolik : gejala usus iskemik

d) Biokimia : asidosis laktat, alkalosis respiratory.

Pengobatan dengan oksigen tambahan yang essential, jika kondisi

menjadi kritis, terapi oksigen hiperbarik ditambahkan. Masalah dengan baik

terapi apakah pengaruh beracun dari oksigen. Alasan utama untuk

menggunakan terapi oksigen hiperbarik adalah untuk melarutkan oksigen

Page 36: BAB 2 Fraktur

dalam plasma (hukum henry) pada pasien anemia yang parah untuk

mendukung pertahankan jaringan dan hipoksia jaringan.

Terapi oksigen hiperbarik harus diperhatikan sesekali setiap 2-4 jam

atau hingga rcbs telah diganti dan tanda gejala dari hipoksia jaringan telah

berkurang.

i. Penerimaan Pencangkokan / Penutup Kulit

Tindakan oksigen hiperbarik (HBO):

a) Meningkatkan oksigenasi pada jaringan sedikit diperfusi

b) Meningkatkan angiogenesis

c) Meningkatkan respon penjamu

Terapi oksigen hiperbarik tidak dianjurkan untuk luka tanpa indikasi.

Luka dengan penerangan masa lalu dan sirkulasi mikro dapat mengambil

manfaat dari terapi oksigen hiperbarik.

Penerimaan cangkok kulit dan penutup perlu dirawat dalam waktu 4-6

jam dari pencangkokan untuk meningkatkan peluang bertahan hidup dengan

terapi hiperbarik tambahan. Kesulitan jaringan dalam kekurangan oksigen

untuk luka dapat menyebabkan kapiler memiliki cedera kembali dalam

jaringan, yang selanjutnya menurunkan suplai oksigen. Oksigen minimal 30-

40 mmhg sangat penting bagi fibroblas untuk mensintesis kolagen matriks

untuk kapiler tunas di daerah avaskular. (camporesi, baker, 1991, hal 153).

Hal ini biasanya membutuhkan dua sampai tiga hari untuk invasi

kapiler terjadi ketika sebuah pencangkokan baru telah ditempatkan pada

luka. Selama periode waktu, pencangkokan kulit baru biasanya menjadi

hipoksia dan risiko kegagalan dalam tempat luka penerimaan pencangkokan

dapat meningkat.

Oksigen hiperbarik merangsang proliferasi kapiler, meningkatkan

angiogenesis, meningkatkan respon tubuh, dan sesekali meningkatkan

oksigenasi ke situs korupsi, sehingga dapat mengurangi cedera reperfusi

pencangkokan / flap.

Hiperbarik terapi harus dimulai segera setelah pasien telah pulih dari

anestesi dan diberikan bid selama minimal tiga hari, kemudian qd sampai

pencangkokan dinilai serta diterima oleh tubuh dan kembali stabil. Jika

pencangkokan tersebut / flap telah gagal dan operasi telah dilaksanakan,

terapi hiperbarik dapat diberikan setiap hari untuk menyiapkan tempat

pemberian luka untuk pecangkokan ulang.

j. Osteomyelitis kronik

Tindakan hiperbarik oksigen (HBO):

Page 37: BAB 2 Fraktur

a) Oksigen meningkatkan kekakuan di tulang yang terinfeksi

b) Menambah antibiotik terapi

c) Merangsang neoangiogenesis dalam pembuluh darah dikompromikan

tulang infeksi kronis

Osteomyelitis kronik adalah infeksi kronis tulang yang berlangsung

selama jangka waktu lama, meskipun dengan iv antibiotik dan debridement.

Osteomyelitis kronis biasanya merupakan hasil dari kadar oksigen rendah

yang berada di lokasi luka, benda asing, hipo-perfusi, peradangan, gizi

buruk, perawatan luka tidak efektif, dan organisme resistensi antibiotik.

Faktor-faktor lain dapat terjadi pada kepatuhan pasien dan kondisi yang

berhubungan dengan kesehatan secara keseluruhan kurang.

Menurut penelitian, tingkat oksigen dalam tulang terinfeksi, terlalu

rendah untuk mendukung tahap penyembuhan luka. Ini juga telah

menunjukkan bahwa saat menambahkan terapi oksigen hiperbarik dengan

pengobatan setelah terapi konvensional telah gagal untuk menunjukkan

tanda-tanda perbaikan, kenaikan oksigen ditampilkan untuk meningkatkan

kemampuan fagosit untuk membunuh bakteri. Epidermid aureus,

pseudomonas aeruginosa, escherichia dan staphylococcus escherchia staph

dalam kondisi hipoksia tidak efektif dihancurkan oleh fagosit. Kenaikan

oksigen yang dibutuhkan lebih besar dari 100 mmhg, agar fagosit lebih

sukses dalam membunuh bakteri.

Terapi oksigen hiperbarik membantu dalam kemajuan fibroblast.

Fibroblast tidak dapat mensintesis kolagen atau bermigrasi ke daerah yang

terkena ketika kenaikan oksigen kurang dari 30 mmhg. Selang hiperbarik

oksigen (HBO) dapat membantu tubuh dalam kegiatan fibroblastik kembali

normal. Selain itu, fungsi osteoklas adalah oksigen bergantung dan HBO

mampu menyediakan lingkungan yang optimal bagi osteoklas untuk

memperbaiki tulang nekrotik.

Klasifikasi cierny-mader osteomyelitis dapat digunakan sebagai acuan

dalam menentukan tentang klasifikasi osteomyelitis akan mendapat manfaat

dari terapi oksigen hiperbarik. (hampson, 1999, hal 48).

k. Pertumbuhan infeksi nekrosis(fasciitis nekrosis, ulkus meleney)

Tindakan dari HBO:

a) Demarkasi berpotensi layak dari jaringan non-layak

b) Meningkatkan tanggapan luka-healing

Page 38: BAB 2 Fraktur

c) Meningkatkan oksigen iskemik / tempat jaringan hipoksia

Infeksi nekrosis jaringan lunak biasanya dalam polimikroba; entah

anaerobik atau aerobik. Infeksi ini biasanya terjadi setelah trauma, sekitar

obyek asing dan post bedah. Umumnya ada kondisi kompromi, seperti

diabetes, menyebabkan beberapa jenis kondisi hipoksia dan membiarkan

host yang menjadi berkompromi.

Pengobatan primer choice debridement bedah dan penatausahaan

antibiotik sistemik. Terapi hiperbarik telah ditambahkan untuk membantu

dalam pengaruh bakterisida oksigen terhadap pertumbuhan bakteri

anaerobik. Gejala klinis jaringan nekrosis, kotoran busuk, produksi gas, dan

kotoran yang menggrogoti atau lubang dari infeksi ini tanpa keterlibatan

semu dari kulit. Infeksi ini mungkin sulit untuk membedakan dari infeksi

clostridial lebih serius sampai hasil penemuan tersedia.

Bentuk dari infeksi nekrosis jaringan lunak

1. Crepitasi anaerobik selulitis

a) Infeksi anaerobik akut dari jaringan lunak

b) Gas abses (beberapa kali sebagai cullulitis clostridial)

c) Bukan toksin penyakit-clostridial induced

d) Fasia deep tidak terlibat

e) Peradangan pada jaringan subkutan

f) Mulai dari dua-lima hari

g) Nyeri lebih ringan daripada fasciitis nekrosis

h) Bau busuk dari luka

Pada klien dengan kondisi yang tidak terlalu buruk, bedah dan terapi

antibiotik telah cukup. Jika klien yang terinfeksi ini telah didiagnosa

parah, hbo mungkin ditambahkan.

2. Pertumbuhan bakteri gangren

a) Sub akut kronis ulkus dermal

b) Biasanya ditemukan pada perut atau pada dinding thorax

c) Muncul sekitar daerah kolostomi atau ileostomy atau dalam lesi

kulit kronis

d) Gejala mayor nyeri extreme dan kelembutan lesi

e) Biasanya muncul minggu pertama atau kedua setelah operasi

f) Reaksi sistemik luka kecil

g) Awalnya merah, bengkak, indurated dalam beberapa hari kemudian

menjadi warna keunguan

Page 39: BAB 2 Fraktur

h) Dari pertumbuhan terjadi perubahan untuk hijau gray-brown atau

kuning kotor dengan penampilan kasar fasia

i) Deep tidak terlibat

Etiologi klasik kombinasi of a mikroaerofil atau obligately anaerobik

non streptococcus hemolitik dan staphylococcus aureus atau dalam

beberapa kasus proteus spesies ditemukan terutama dalam zona dari

gangren. (hampson, 1999, p. 42)

3. Meleney's ulkus dasarnya sama seperti gangrene bakteri progresif

kecuali:

a) Apakah menggali trek nekrotik memperluas melalui pesawat

jaringan dan muncul di daerah kulit jarak jauh

b) Biasanya dilihat bedah limfe node berikut dalam paha, ketiak, leher

c) Mungkin dilihat setelah operasi usus besar atau saluran genitalia

perempuan

4. Fasciitis nekrosis-pengendapan faktor penderita diabetes, alkoholisme,

penyalahgunaan obat parenteral, obesitas, mendasari penyakit vascular,

kurang nutrisi.

a) Infeksi deep berat, melibatkan para fasia superficial dan deep

b) Kecepatan penyebaran nekrosis seiring dengan fasia setelah

menggrogoti dan nekrosis kulit

c) Kebanyakan umumnya mempengaruhi pada ekstremitas

d) Pada dinding perut, luas perianal dan paha, luka post-op

e) Dari infeksi pada trauma

f) Onset akut dari sakit mendadak phlegmon cukup

g) Dengan eritema dan selulitis demam

h) Tidak ada kedinginan

i) Perubahan warna biru atau coklat pada kulit ecchymotic

j) Onset satu-empat hari

k) Boros excudate foul serosaguinous

l) Luas kulit yang digrogoti menjadi biru / hitam gas

m) Gas dibutuhkan

n) Ditandai moderat untuk toksemia

5. Fournier's gangrene-necrotizing fasciitis

a) Dilihat pada pasien pria atau wanita, dimulai dengan sakit genital di

luar kawasan skrotum atau vulva

Page 40: BAB 2 Fraktur

b) Pada dasarnya ini gejala sama seperti lain dalam kategori nekrosis

fasciitis

l. Luka bakar akut

Tindakan dari hbo:

a) Kerugian jaringan fluida terbatas

b) Dukungan diperfusi jaringan yg terletak di bawah garis

c) Batasi konversi gelar kedua luka bakar untuk gelar ketiga

d) Mempromosikan luka penutupan

e) Minimalkan edema

Luka bakar harus diobati dalam kamar hiperbarik dalam 24 jam

pertama dari cedera untuk hasil optimal. Tujuan dari terapi hiperbarik untuk

mencegah cedera reperfusi, mengurangi resusitasi fluida, penurunan ektensi

pada luka bakar, penurunan kebutuhan untuk bedah multiple untuk

debridement, tetap penurunan rumah sakit, dan telah tampil untuk penurunan

pada jaringan parut luka-luka bakar.

Transportasi lebih jauh tidak disarankan. Dalam rangka perlakukan

pasien di sebuah kamar hiperbarik, kamar harus dalam fasilitas yang

terpenuhi.

m. Masalah luka

Kebanyakan masalah hipoksia dan infeksi luka dapat menimbulkan

gagalnya respon untuk manajemen kedokteran dan bedah. Faktor-faktor di

atas lebih baik dikhususkan dalam terapi hbo. Selama evaluasi luka hypoxit

diberikan dalam penggunaan oximetry transkutan dan dapat mengidentifikasi

salah satu dari keduannya yang lebih merespon hbo. Asosiasi menyatakan 12

juta orang amerika terkena penyakit diabetes. Dari 50% - 70% penderita

diabetes mengalami amputasi nontraumatic dalam negeri ini. Untungnya,

HBO membantu untuk mengurangi jumlah ini. Dalam sebuah percobaan

klinis prospektif dan terkendali, baroni (diabetes care, 1987) mempelajari

pengaruh terapi hbo dalam manajemen masalah luka pada ekstremitas bawah

yang terkena penyakit diabetes. Dengan menggunakan hbo, tingkat amputasi

turun dari 40% - 11%. Sebuah studi berikutnya dengan oriani (dari

kedokteran hiperbarik, 1992) tampak pada peran hbo dalam gangren diabetes

di kaki. Di kelompok HBO yang harusnya di amputasi, disyaratkan 95%

pasien dapat sembuh, dan hanya 4,8% yang di amputasi. Di kelompok hbo

yang tidak di amputasi sebanyak 33% (p <0,001). Kajian terbaru oleh fagila

tentang sedikit kemungkinan secara acak pada operasi. Info studi enam

puluh delapan pasien diabetes hanya tiga (8,6%) pasien di kelompok

Page 41: BAB 2 Fraktur

hiperbarik dan sebelas pasien (33%) dalam grup non-hiperbarik diterima

amputasi total. Perbedaan signifikan pada sebuah nilai-p dari 0,016. (fagila

e., et al diabetes care 1996; 19: 1338-1343) penggunaan ajuvan dari oksigen

hiperbarik dapat mengembalikan sebuah millieu seluler yang

menguntungkan dalam proses penyembuhan dan mekanisme penjamu

antimikroba.

Dari dr kurtz o. Terrance, do bagian penyakit menular dan kedokteran

hiperbarik menyetujui adanya masalah luka ini.

n. Intracranial abses (ICA)

Dengan harga kematian perbaikan di daerah ini, ada sebuah trend

umum menuju pendekatan lebih konservatif dalam manajemen pasien ica.

Pasien dengan abses multiple pada lokasi mendalam atau

mendominasi, imun kompromi, dan tidak respon atau kerusakan lebih lanjut

meskipun standar bedah dan antibiotik perawatan pada terapi masalah pose

mayor:

Terapi hiperbarik adjuntive memiliki mungkin manfaat terapi

tambahan:

a) Konsentrasi oksigen bebas dapat menghambat floral yang mungkin

ditemukan dalam ica (anaerobik)

b) Terapi oksigen hiperbarik dapat meredukasi dalam perifocal

pembengkakan otak

c) Peningkatan dari mekanisme pertahanan host

d) Merupakan manfaat dari kasus pada osteomylitis skull bersamaan

Pertimbangkan terapi oksigen hiperbarik dalam kondisi berikut:

a) Beberapa abses

b) Abses dalam lokasi deep atau dominan

c) Berkompromi host

d) Situasi dimana pembedahan merupakan kontraindikasi atau dimana para

pasien merupakan seorang risiko bedah yang miskin

e) Tidak respon atau deteriorrasi selanjutnya meskipun bedah (yaitu, 1-2

aspirasi needle) dan perlakuan antibiotik

Pengobatan hiperbarik mungkin diperhatikan sekali atau dua kali per

hari. Kasar perlakuan berdasarkan pasien merespon klinis serta `temuan

radiological. Jumlah rata-rata dari pengobatan setelah 13 kali dalam 20 kali.

D. ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN OKSIGEN HIPERBARIK

Pengkajian

1. Identitas :

Page 42: BAB 2 Fraktur

nama, alamat, lahir, pekerjaan, pendidikan, dsb

2. Keluhan utama :

1) DCS

2) Klinis

3) Kebugaran

3. Riwayat penyakit sekarang

1) DCS (penyelaman dilakukan dimana, dikedalaman berapa, pasien

menunjukkan gejala pada kedalaman brp, pingsan berapa lama,

menyelaman menggunakan apa, dan pertolongan apa yang sdh dilakukan)

2) Klinis : riwayat penyakit s/d dilakukan terapi HBO

3) Kebugaran

4. Riwayat penyakit yang pernah diderita

Penulusuran terhadap beberapa penyakit yang menjadi kontra indikasi terapi

OHB, diantaranya :

1) Mutlak

1. Pneumotoraks.

2. Pasien yang memdapatkan obat kemoterapi (doxorubicin (adriamisin

tm) atau cisplatin (platinol)) untuk kanker

2) Relatif :

1. Infeksi saluran pernapasan bagian atas

2. Sinusitis kronis

3. Gangguan kejang

4. Emfisema dengan retensi CO2

5. Demam tinggi yang tidak terkontrol

6. Riwayat pneumotoraks spontan

7. Riwayat pembedahan dada

8. Riwayat bedah rekonstruksi telinga

9. Paru lesi pada rutin x-ray atau ct scan

10. Infeksi virus

11. Dsb

5. Pemeriksaan fisik

1) Observasi TTV.

Mencakup suhu, detak jantung, tekanan darah, suara paru-paru, uji

otoscopic dan gula darah pada semua penderita IDDM

2) Kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan

3) Neurologis

4) Pernafasan

Page 43: BAB 2 Fraktur

5) Kardiovaskuler

6) Pencernaan

7) Perkemihan

8) Musculoskeletal

9) Integumen

6. Pengkajian pra HBO

1) Observasi TTV.

2) Ambang demam.

3) Evaluasi tanda-tanda pilek atau flu (batuk, demam, sakit tenggorokan,

pilek, mual, diare, malaise).

4) Auskultasi paru-paru

5) Lakukan uji gula darah pada pasien dengan iddm.

6) Observasi cedera orthopedic umum dalam luka trauma.

7) Tes pada pasien keracunan CO/ oksigen.

8) Uji ketajaman penglihatan.

9) Mengkaji tingkat nyeri

10) Penilaian status nutrisi.

11) Setelah pasien telah dibersihkan fisik untuk pengobatan mereka di

ruangan itu,mereka harus diperlakukan secara aman

Ada zat dan barang-barang pribadi dilarang di ruang hyperbaric :

1) Semua zat yang mengandung minyak atau alkohol (yaitu, kosmetik, hair

spray, cat kuku, deodoran, lotion, cologne, parfum, salep) dilarang karena

berpotensi memicu bahaya kebakaran dalam ruang oksigen hiperbarik

2) Pasien harus melepas semua perhiasan, cincin, jam tangan, kalung, sisir

rambut, dll sebelum memasuki ruangan untuk mencegah goresan akrilik

silinder dari ruang hiperbarik

3) Lensa kontak harus dilepas sebelum memasuki ruang karena

pembentukan potensi gelembung antara lensa dan kornea

4) Alat bantu dengar harus dilepas karena memicu percikan listrik dalam

ruang.

5) Menggunakan pakaian berbahan katun 100% untuk mencegah timbulnya

listrik statik ketika bergesekan

6) Untuk antisipasi claustrophobia, premedikasi dengan obat anti-kecemasan

(valium, ativan) diberikan sedikitnya 30 menit sebelum memulai

pengobatan

7. Pengkajian intra HBO

1) Mengamati tanda-tanda dan gejala barotrauma, keracunan oksigen dan

Page 44: BAB 2 Fraktur

komplikasi/efek samping ditemui dalam hbot.

2) Mendorong pasien untuk menggunakan teknik atau kombinasi teknik

yang paling efektif atau nyaman.

3) Pasien perlu diingatkan bahwa manuver valsava hanya untuk digunakan

selama dekompresi dan mereka perlu bernapas normal selama terapi

(tidak menahan napas).

4) Jika pasien mengalami nyeri ringan sampai sedang, hentikan dekompresi

hingga nyeri reda. Jika nyeri ringan sampai sedang tidak lega, pasien

harus dikeluarkan dari ruang dan diperiksa oleh dokter tht.

5) Untuk mencegah barotrauma gi, ajarkan pasien bernafas secara normal

(jangan menelan udara) dan menghindari makan besar atau makanan yang

memproduksi gas atau minum sebelum perawatan.

6) Pantau adanya claustrophobia, untuk mencegah atau mengurangi efek dari

claustrophobia gunakan media seperti tv, film, buku-buku, kaset tape,

atau perawat/anggota keluarga duduk di sisi ruangan.

7) Monitor pasien selama dekompresi terutama selama dekompresi darurat

untuk tanda-tanda pneumotoraks tersebut.

8) Segera periksa gula darah jika terdapat tanda-tanda hypoglycemia

8. Pengkajian post HBO

1) Untuk pasien dengan tanda-tanda barotraumas, uji ontologis harus

dilakukan.

2) Tes gula darah pada pasien iddm.

3) Pasien dengan iskemia trauma akut, sindrom kompartemen, nekrosis dan

pasca implantasi harus dilakukan penilaian status neurovaskular dan luka.

4) Pasien dengan keracunan co mungkin memerlukan tes psikometri atau

tingkat carboxyhemoglobin.

5) Pasien dengan insufisiensi arteri akut retina memerlukan hasil

pemeriksaan pandangan yang luas.

6) Pasien dirawat karena penyakit dekompresi, emboli gas arteri, atau edema

cerebral harus dilakukan penilaian neurologis.

7) Pasien yang mengkonsumsi obat anti ansietas dilarang mengemudikan

alat transportasi atau menghidupkan mesin.

8) Lakukan pendokumentasian pasien pasca hbot untuk alasan medis /

hukum

9. Diagnosa Keperawatan :

1. Kecemasan releated untuk defisit pengetahuan tentang terapi oksigen hiperbarik

dan prosedur perawatan

Page 45: BAB 2 Fraktur

Krieria hasil :

Pasien dan/atau keluarga akan menyatakan :

1. Alasan untuk terapi oksigen hiperbarik

2. Tujuan terapi

3. Prosedur yang terlibat dengan terapi oksigen hiperbarik

4. Potensi bahaya dari terapi oksigen hiperbarik

Intervensi Keperawatan :

No

.

INTERVENSI RASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Dokumentasikn pmahaman px /

keluarga tntg pemikiran & tujuan

terapi HBO, prosedur yg terlibat &

potensi bahaya terapi HBO.

Mengidentifikasi hambatan

pembelajaran.

Mengidentifikasi kebutuhan belajar

termasuk informasi mengenai hal – hal

berikut :

a. Tujuan dan hasil yang diharapkan

dari terapi HBO

b. Urutan prosedur perawatan dan apa

yang diharapkan ( yaitu tekanan,

temperatur, suara, perawatan luka )

c. Sistem pengiriman oksigen

d. Telinga teknik kliring

e. Barotrauma paru

f. Pencegahan toksisitas oksigen

Memberikan kesempatan terus untuk

diskusi dan instruksi.

Menyediakan pasien dan/atau keluarga

dengan brosur informasi mengenai

terapi HBO.

Menjaga pasien dan/atau keluarga

diberitahu tntg semua prosedur.

Dengan mengetahui pemahaman

pasien tentang terapi HBO, kita

dapat mengukur tingkat

pengetahuan pasien.

Untuk mengurangi kecemasan

pasien.

Pasien memahami proses dan

tindakan terapi HBO.

Dengan memberikan kesempatan

pada pasien untuk bertanya, kita dpt

mengetahui hal – hal yg belum

dipahami oleh pasien.

Brosur dapat membantu pasien

untuk memahami terapi HBO.

Dengan menjelaskan semua

prosedur, pasien akan mengetahui

tindakan apa yang akan dilakukan

Page 46: BAB 2 Fraktur

7. Dokumen pasien / keluarga instruksi,

menggunakan konfirmasi bentuk

instruksi dan bentuk instruksi pasien

umum.

kepada dirinya.

Pasien dapat mengenal lingkungan

HBO dan untuk mengetahui adanya

gangguan selama terapi HBO.

2. Potensi cidera yang berkaitan dengan pasien transfer in/out dari ruang, ledakan

peralatan, kebakaran, dan/atau peralatan dukungan medis.

Kriteria Hasil :

1. Pasien tidak akan mengalami cidera apapun.

Intervensi Keperawatan :

No

.

INTERVENSI RASIONAL

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Membantu pasien masuk dan keluar

dari ruang tepat.

Mengamankan peralatan di dalam

ruang sesuai dengan kebijakan dan

prosedur.

Memantau peralatan dan supplies

untuk perubahan tekanan dan

volume.

Mengikuti prosedur pencegahan

kebakaran sesuai kebijakan dan

prosedur yang ditentukan.

Memonitor adanya udara di IV dan

tekanan tubing line invasif, udara

semua harus dikeluarkan dari tabung

jika ada.

Dokumen yang semua line invasif

atau menghapus udara bertekanan

sebelum ruang dan depressurization.

Memudahkan pasien dalam

menjalani terapi HBO.

Untuk mencegah terjadinya

kerusakan peralatan juga demi

keamanan serta kenyamanan pasien.

Mencegah terjadinya perubahan

tekanan dan volume selama terapi

HBO.

Mencegah terjadinya kebakaran.

Memantau terjadinya emboli udara.

Mencatat segala tindakan sesuai

dengan prosedur.

Page 47: BAB 2 Fraktur

Diagnosa Keperawatan :

3. Potensi barotrauma ke telingga, sinus, gigi, dan paru-paru, atau gas emboli serebral

sehubungan dengan perubahan tekanan udara di dalam ruang oksigen hiperbarik.

Krieria hasil :

Tanda-tanda dan terjadinya tanda dari barotrauma akan diakui, ditangani, dan

segera dilaporkan.

Intervensi Keperawatan :

No

.

INTERVENSI RASIONAL

1.

2.

3.

4.

Mengelola dekongestan, per perintah

dokter, sebelum perawatan terapi

oksigen hiperbarik.

Sebelum perawatan menginstruksikan

pasien dalam teknik pemerataan

telinga, seperti menelan, mengunyah,

menguap, manuver valsava

dimodifikasi, atau memiringkan

kepala.

menilai kinerja pasien teknik

pemerataan telinga sebagai ruang

bertekanan terjadi.

Ketidakmampuan untuk menyamakan

telinga, atau sakit di telinga dan / atau

sinus (terutama setelah pengobatan

awal, dan setelah perawatan

berikutnya).

Menghidari perubahan tekanan yang

besar selama mengalami infeksi

saluran pernapasan bagian atas atau

serangan alergi.

berusaha untuk membuka tuba

eustakius dan mengurangi tekanan

agar tidak terjadi barotrauma

Perawatan saat pre chamber, intra

chamber dan post chamber untuk

meminimalkan resiko barotrauma.

Peningkatan tarif dan / atau

kedalaman pernafasan

.

Diagnosa Keperawatan

4. Potensial untuk pengiriman gas tidak memadai terapi yang berkaitan dengan

system pengiriman dan kebutuhan pasien/ keterbatasan

Kriteria hasil

Tanda dan gejala pengiriman oksigen yang tidak memadai akan diakui dan

dilaporkan segera.

Page 48: BAB 2 Fraktur

Intervensi Rasional

1.menilai kondisi pasien, kebutuhan,

dan keterbatasan untuk system gas

terbaik pengiriman cocok :

- Tudung kepala untuk anak-

anak dengan cat wajah, atau

per preferensi pasien

- Wajah topeng

- “ T” bagian untuk pasien yang

intubasi atau trakeostomi

- Ventilator untuk pasien

intubated yang memerlukan

bantuan ventilasi

2. memonitor respon pasien dengan

system pengiriman oksigen, termasuk

kemampuan mereka untuk mentolerir

system yang dipilih

3. membantu teknisi hiperbarik

dengan system pengiriman, yang

sesuai.

Tudung kepala

a. Membantu pasien dengan

aplikasi dan penghapusan

tudung

b. Setelah perakitan periksa

kebocoran

c. Amati pasien untuk tanda-

tanda dan gejala penumpukan

CO2 termasuk kegelisahan

1. Untuk mengidentifikasi keadaan

umum pasien dan efektivitas

kebutuhan oksigen yang

digunakan pasien dalam terapi

HBO

2. Untuk mengetahui lebih awal efek

samping ( komplikasi) yang

dirasakan pasien dalam terapi

HBO bisa saja terjadi karena

maneuver falsava yang dilakukan

oleh pasien tidak sesuai oleh

instruksi perawat tender.

3. Untuk fungsi kolaborasi perawat

tender dengan operator hiperbarik

a. Untuk informasi penggunaan yang

efektif pada pasien

b. Agar oksigen yang dihirup oleh

pasien tidak keluar dari tudung

kepala

c. Untuk mengidentifikasi tanda-

tanda komplikasi penumpukan

CO2 dalam tubuh akibat kadar O2

dalam tubuh berlebih

Page 49: BAB 2 Fraktur

Masker

a. Membantu pasien dengan aplikasi

topeng dan penghapusan, dan

reposisi topeng yang diperlukan

b. Periksa kebocoran dan

kelangsungan segel terhadap

wajah pasien

T-Piece

a. Proses setup

b. Tindakan monitor pasien,

kedalam respirasi, dan

mendengarkan suara nafas.

c. Memberitahukan dokter

hiperbarik jika pasien mengalami

kesulitan bernafas dan hisap yang

diperlukan.

Ventilator

a. Manajemen dokumen ET

manset dengan NS sebelum

turunnya.

b. Suction menjaga peralaatan

didekatnya dan siap untuk

digunakan ( suction sesuai

keabutuhan ).

c. Monitor dan volume tidal

dokumen pasien, laju

pernapasan dan bunyi nafas

sebelum bertekanan ruang,

setelah tekanan udara ruang,

maka setiap 30-60 menit atau

seperti yang diperintahkan.

d. Monitor pasien untuk

gangguan pernapasan, dan

memberitahu dokter hiperbarik

jika jelas.

a. Agar pemberian oksigen

menggunakan aplikasi topeng dapat

terhirup dengan maksimal

b. Agar pasien dapat menghirup oksigen

100% sesuai kebutuhan tanpa adanya

kebocoran oksigen

a. Untuk persiapan alat-alat (T-

Piece) siap digunakan.

b. Untuk mengkaji fungsi respirasi

pasien.

c. Untuk fungsi kolaborasi perawat

dan dokter dalam mengidentifikasi

komplikasi yang timbul akibat

THBO.

a. Untuk pengkajian riwayat

penggunaan ventilator pada pasien

kemudian untuk dicocokkan sesuai

dengan penggunaan HBOT.

b. Untuk menghisap lender atau

secret yang menumpuk pada

pasien.

c. Untuk mengidentifikasi keadaan

klinis pasien sebagai format

pengkajian perawat maupun

dokter.

d. Untuk mendeteksi secepatnya

gangguan pernapasan yang terjadi

Page 50: BAB 2 Fraktur

e. Memberikan oksigen secara

manual pasien jika perlu

tingkat TCPO2 monitor dan

tingkat PO2 ABG sebagai

mana diperintahkan.

f. Memberitahukan dokter

hiperbarik pembacaan

abnormal.

pada pasien akibat proses HBOT.

e. Untuk mengetahui pemenuhan

oksigen (saturasi oksigen) didalam

tubuh.

f. Sebagai bentuk kerja sama

perawat dengan dokter untuk

mengetahui proknosis penyakit

pasien.

5. Diagnose Keperawatan

Kecemasan dan ketakutan yang berhubungan dengan perasaan kecemasan kurungan

terkait dengan ruang oksigen hiperbarik.

Kriteria hasil

Pasien akan mentolerir pengobatan oksigen hiperbarik.

Intervensi Rasional

1. Menilai pasien untuk setiap

sejarah kecemasan kurungan,

dan menyampaikan informasi

yang relevan dengan dokter

hiperbarik.

2. Melaksanakan tindakan

pencegahan yang sesuai

pendidikan yaitu obat, ruang

berkeliling.

3. Selama perawatan terapi

oksigen hiperbarik, memantau

dan menilai tanda dan gejala

kecemasan continemen,

termasuk:

- Gelisah

- Ketidakmampuan untuk

mentolerir masker wajah atau

1. Untuk mengidentifikasi

claustrophobia pada pasien bahwa

ruang tera[I HBO sempit dan

memberikan pengetahuan sekilas

tentang informasi pelaksanaan

HBOT.

2. Pemberian edukasi dan obat dapat

mengurangi kecemasan pasien

terhadap tindakan terapi.

3. Untuk mengetahui lebih awal

penurunan kondisi pada pasien

selama dilakukan terapi agar tidak

jatuh dalam keadaan kritis.

Page 51: BAB 2 Fraktur

tudung kepala.

- Laporan perasaan tertutup atau

terjebak.

4. Menjalin kontak mata dengan

pasien.

5. Meyakinkan pasien bahwa dia

aman.

6. Pasien terlibat dalam

pemecahan masalah atau

perasaannya kecemasan

kurungan.

7. Member obat anti kecemasan

setiap perintah dokter

hiperbarik dan menilai

efektifitas atau pengobatan.

8. Memberitahukan dokter

hiperbarik respon pasien

terhadap anti kecemasan,

langkah-langkah dan

kemampuan untuk mentolerir

kurungan.

9. Dokumen hasil intervensi.

4. Sebagai komunikasi non verbal

antar perawat dengan pasien.

5. Memberikan keyakinan kepada

pasien untuk proses keamanan dan

kenyamanan selama HBOT.

6. Sebagai komunikasi interpersonal

dalam problem solving akan

kecemasan yang dialami pasien.

7. Sebagai terapi medis penunjang

dari dokter atau tenaga medis

untuk mengurangi kecemasan.

8. Bentuk kolaborasi tindakan antar

perawat dan dokter.

9. Sebagai pertanggung jawaban

perawat akan segala tindakan atau

prasat yang telah dilakukan.

Page 52: BAB 2 Fraktur

E. Konsep Model Keperawatan Dorothea E. Orem

1. Definisi Model Konsep Keperawatan Orem

Model keperawatan menurut Orem dikenal dengan Model Self Care. Model

Self Care ini memberi pengertian bahwa bentuk pelayanan keperawatan dipandang

dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam memenuhi kebutuhan

dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan, kesehatan, kesejahteraan sesuai

dengan keadaan sehat dan sakit. Model keperawatan ini berkembang sejak tahun

1959-2001.

Model Self Care (perawatan diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang ada

dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan atas

kemampuan. Self Care didasarkan atas kesengajaan serta dalam pengambilan

keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan.

Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam pandangan

mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi dalam konsep kebutuhan

dasar yang terdiri dari :

a. Air (udara) : pemeliharaan dalam pengambilan udara

b. Water (air) : pemeliharaan pengambilan air

c. Food (makanan) : pemeliharaan dalam mengkonsumsi makanan

d. Elimination (eliminasi) : pemeliharaan kebutuhan proses eliminasi

e. Rest and Activity (istirahat dan kegiatan) : keseimbangan antara istirahat dan

aktivitas

f. Solitude and Social Interaction (kesenderian dan interaksi sosial) :

pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksi sosial.

g. Hazard Prevention (pencegahan risiko) : kebutuhan akan pencegahan risiko

pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat

h. Promotion of Normality

2. Teori Keperawatan Orem

Orem mengembangkan 3 teori yaitu self care (dependen care), self care

deficit, dan nursing system. Teori self care mengembangkan self care requisites baik

yang universal, developmental, dan health deviation. Teori self care deficit

menjelaskan bahwa self care deficit muncul jika self care demand lebih besar

Page 53: BAB 2 Fraktur

daripada self care agency, dan jika kondisi ini muncul diperlukan nursing agency,

sebagaimana pada bagan dibawah ini :

6.

Gambar 2.2 Bagan Model Orem

Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan ditujukan

kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan keperawatan mandiri serta

mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep praktik keperawatan Orem

mengembangkan tiga bentuk teori Self Care, diantaranya :

1. Perawatan Diri Sendiri (Self Care)

Teori Self Care meliputi :

Self Care : merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta

dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta

mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.

Self Care Agency : merupakan suatu kemampuan individu dalam

melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oleh usia,

perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.

Therapeutic Self Care Demand : tuntutan atau permintaan dalam

perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang dilakukan

dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan menggunakan

metode dan alat dalam tindakan yang tepat.

Self Care Requisites : kebutuhan self care merupakan suatu tindakan

yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang bersifat

universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia serta dalam

upaya mempertahankan fungsi tubuh. Self Care Requisites terdiri dari

beberapa jenis, yaitu : Universal Self Care Requisites (kebutuhan universal

Self care

Nursing agency

Deficit

Self care demand

Self care agency

R

R

R

R

R

<

Conditioning factor

Conditioning factor

Conditioning factor

Page 54: BAB 2 Fraktur

manusia yang merupakan kebutuhan dasar), Developmental Self Care

Requisites (kebutuhan yang berhubungan perkembangan individu) dan

Health Deviation Requisites (kebutuhan yang timbul sebagai hasil dari

kondisi pasien).

2. Self Care Defisit

Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara

umum dimana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat perawatan

dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak mampu atau

terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus. Self care difisit

dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau kebutuhan yang

melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan kemampuan dalam

perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care, baik secara kualitas

maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri sendiri serta membantu

dalam proses penyelesaian masalah, Orem memiliki metode untuk proses

tersebut diantaranya bertindak atau berbuat untuk orang lain, sebagai

pembimbing orang lain, memberi support, meningkatkan pengembangan

lingkungan untuk pengembangan pribadi serta mengajarkan atau mendidik

pada orang lain.

3. Teori Sistem Keperawatan

Teori sistem keperawatan merupakan teori yang menguraikan secara

jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat atau

pasien sendiri. Dalam pandaangan sistem ini, Orem memberikan identifikasi

dalam sistem pelayanan keperawatan diantaranya:

Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System)

merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan secara

penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam memenuhi

tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan bantuan dalam

pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya manipulasi gerakan.

Contoh : pemberian bantuan pada pasien koma.

Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System)

merupakan sistem dalam pemberian perawatan diri sendiri secara sebagian

saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan secara minimal.

Contoh : perawatan pada pasien post operasi abdomen dimana pasien tidak

memiliki kemampuan untuk melakukan perawatan luka.

Sistem Supportif dan Edukatif merupakan sistem bantuan yang

diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan

Page 55: BAB 2 Fraktur

harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini

dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah

dilakukan pembelajaran. Contoh : pemberian sistem ini dapat dilakukan pada

pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan kelahiran.

F. APLIKASI MODEL KONSEPTUAL DOROTHEA E. OREM PADA POST

OP 1/3 PROKSIMAL RADIUS DENGAN TERAPI HBO

Self Care

UniversalOksigenasiNutrisi KebersihanAktivitas Istirahat Pencegahan bahayaInteraksi sosial

Developmental

Pemahaman

terhadap penyakit

(fraktur)

Health deviation

Luka post operasi

fraktur

Self Care Defisit

Nursing system

Totally compensatory nursing system Kegawatan fraktur

Partially compensatory nursing system

Perawatan luka

HBO

Supportif/ edukatif compensatory nursing system

Panduan

Pelajaran

Dukungan

Peningkatan oksigen jaringan

Memodulasi nitrit oxide sel endotel

Peningkatan pembentukan fibroblast

Sintesis kolagen

Peningkatan perfusi

Penyembuhan luka

Page 56: BAB 2 Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2010. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,

EGC, Jakarta,

Hudak and Gallo. 2004. Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta.

Long, Barbara C. 2004. Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, et al, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius

FKUI, Jakarta.

Price, Evelyn C, 2010. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta

Daniel, R et all. 2010. Nursing Fudamental:Caring & Clinical Decisions Making. 2nd.

Ed. New York : Delmar Cengage Learning

Skinner,Q.1985. The Return of Grand Theory in the Human Sciences.-:Cambridge

Tomey, A.M & Martha R.G. 2010. Nursing Theorist and Their Work

7th.Ed.Missouri:Elsevier Inc.