bab ii tinjauan pustaka - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/bab...
TRANSCRIPT
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa Mansjoer et al (2000) dalam Wahid
(2013). Pendapat lain mengatakan fraktur merupakan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
trauma. Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang
dapat diserap oleh tulang (Asikin, dkk, 2016).
2. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. Kekerasan/ trauma langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
b. Kekerasan/trauma tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
7
c. Kekerasan/ trauma akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang
yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstrimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang
nantinya.
Berikut adalah perjalanan terjadinya fraktur yang tertera pada
bagan 2.1.
8
Bagan 2.1
Pathway fraktur Trauma
Fraktur
Perubahan status Cedera sel Diskontinuitas Luka terbuka Reaksi kesehatan fragmen tulang radang
Kurang Degranulasi Terapi Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema Informasi sel mast restrictif pada sum-sum kuman kulit
Tulang Penekanan pada
Kurang Pelepasan Gg.Mobilitas Risiko infeksi jaringan vaskuler Pengetahuan mediator fisik Terabsobsi Kimia masuk Nekrosis
kealiran darah jaringan paru Penurunan aliran
Korteks darah serebri Nociceptor Emboli Okulsi arteri paru Luas permukaan
paru menurun Resiko disfungsi neurovaskuler Nyeri Medulla Spinalis Gg. Pertukaran gas penurunan laju difusi
Sumber : Wahid, 2013
9
5. Klasifikasi Fraktur
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, (Asikin, dkk, 2016) yaitu :
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1) Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur komplit, bila garis patahan melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang seperti:
a) Hairline Fraktur/stress fraktur adalah salah satu jenis fraktur
tidak lengkap pada tulang. Hal ini dapat digambarkan dengan
garis sangat kecil atau retak pada tulang, ini biasanya terjadi di
tibia, metatarsal (tulang kaki), dan walau tidak umum kadang
bias terjadi pada tulang femur.
b) Buckle atau Torus Fracture, bila terjadi lipatan dari satu
korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
c) Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
10
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk
sudutterhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
juga.
3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan
atau traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komutif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur Multipel: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
11
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran
searah sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yabg membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Berdasarkan posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Fraktur Kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
h. Fraktur Patologis : fraktur yangdiakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
12
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartemen.
6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010):
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang.
2) Penekanan tulang.
b. Bengkak/edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.
c. Echimosis (memar) dari perdarahan subculaneous.
d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.
e. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.
f. Kurang/hilang sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan)
g. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya.
h. Pergerakan abnormal, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah, bukannya tetap rigid seperti
normalnya.
13
Menurut Black (1993) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) proses
penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, yaitu:
a. Fase hematume
1) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume
disekitar fraktur.
2) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat.
b. Fase granulasi jaringan
1) Terjadi 1-5 hari setelah injury.
2) Pada tahap phagositosis aktif produk necrosis.
3) Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi
pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
c. Fase formasi callus
1) Terjadi 6-10 hari setelah injuri.
2) Granulasi terjadi perubahan bentuk callus.
d. Fase ossificasi
1) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.
2) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan
garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
e. Fase consolidasi dan remodeling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk
dengan oksifitas ostepblast dan osteuctas.
7. Komplikasi
a. Komplikasi Awal
14
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma.
2) Kompartement Syndrom
Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,
tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
3) Fat Embolism Syndrom (FES)
Komplikasi yang terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone
marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan oksigen
dalam darah rendah.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
5) Avaskuler Necrosis (AVN)
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang
bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya
Volkmans ischemia.
6) Shock
b. Komplikasi dalam waktu lama
1) Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu
yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.
2) Non Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
15
3) Mal Union
Merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/ luasnya
trauma, scan tulang, temogram: memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
b. Hitung darah lengkap: Hb mungkin meningkat/menurun, leukosit
mungkin meningkat.
c. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
d. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati.
9. Penatalaksanaan Medik
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam
(golden period). Hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Pembersihan luka
2) Eksisi jaringan mati/debridement
3) Hecting situasi
4) Antibiotik
16
b. Seluruh Fraktur
Menurut Price, (2006) dalam prinsip penanganan fraktur dikenal
dengan empat R yaitu:
1) Rekognisis/pengenalan adalah menyangkut diagnosis fraktur pada
tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi adalah usaha dan tindakan
memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat
mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
3) Retensi/Immobilisasi adalah aturan umum dalam pemasangan gips,
yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati
sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur.
4) Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur.
B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Menurut Abraham Maslow dalam Mubarak & Chayatin, (2007). Banyak
ahli filsafat, psikologis , dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan
membahasnya dari berbagai segi. Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow
seorang pisikologi dari Amerika menggembangkan teori tentang kebutuhan
dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hirarki Kebutuhan Dasar
Maslow. Hirarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni :
1. Kebutuhan fisiologis (Physiologic Need)
2. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security Needs).
3. Kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki.
4. Kebutuhan Harga diri (Self-Esteem Needs)
5. Kebutuhan aktualisasi diri (Need for Self Actualization).
17
Konsep Hirarki diatas menjelaskan bahwa manusia senatiasa berubah, dan
kebutuhannya pun terus berkembang. Jika seseorang merasakan kepuasan,
ia akan menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju
potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan itu
terganggu, akan timbul suatu ondisi patologis (Mubarak & Chayatin,
2007).
Menurut Hidayat & Uliyah (2014) Salah satu kebutuhan dasar manusia
yang terganggu pada pasien fraktur antara lain :
1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Keamanan adalah keadaan bebas dari segala fisik fisiologis yang
merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, serta
dipengaruhi oleh factor lingkungan. Sedangkan kenyamanan sebagai
suatu keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan
akan ketentraman, kepuasan, kelegaan dan tersedia. Kenyamanan
mesti dipandang secara holistic yang mencakup empat aspek, yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan
social.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internaldalam
diri.
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman
eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna, dan
unsur alamiah lainnya.
18
Secara umum aplikasi pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman
adalah:
a. Kebutuhan bebas dari rasa nyeri.
Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada
persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai
persepsi nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai
suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori
maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu
kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu
merasatersiksa,menderita yang akhirnya akan mengganggu
aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.
Menurut Prasetyo (2010) konsep atau nilai yang berkaitan dengan
nyeri meliputi:
1) Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat
oleh individu yang mengalami nyeri tersebut.
2) Apabila klien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar
merasakan nyeri walaupun anda tidak menemukan kerusakan
pada tubuhnya.
3) Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif,
sosikultural dan spiritual.
4) Nyeri sebagai peringatan adanya ancaman yang bersifat actual
maupun potensial.
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah
nyeri, yaitu:
19
1) Nyeri Akut berhubungan dengan cedera (biologis, zat
kimia,fisik,maupun psikologis). Nyeri akut terjadi setelah
cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki
awaitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif ( ringan
sampai berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat.
Fungsi nyeri akut adalah untuk member peringatan akan cidera
atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya
menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang
rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari
6 bulan), biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi.
Contohnya seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum,
terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah
tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).
2) Nyeri Kronik berhubungan dengan gangguan fisik maupun
psikologis yang kronis.
C. Proses Keperawatan
Pada klien fraktur dilakukan pemberian asuhan keperawatan digunakan
system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi
menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi (Naufal, 2015).
1. Asuhan Keperawatan Perioperatif
a. Fase Pre Operasi
1) Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan
pasien.
20
2) Melibatkan keluarga dalam wawancara.
3) Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif.
4) Membuat rencana asuhan keperawatan
5) Memastikan daerah pembedahan
6) Puasa 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan.
7) Pemeriksaan fisik dan laboratorium.
b. Fase Intra Operasi
1) Identifikasi klien kembali.
2) Validasi data yang di butuhkan klien.
3) Memasang infus (IV)
4) memberikan medikasi intravena
5) melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur
pembedahan
6) menjaga keselamatan pasien.
7) Mengkaji tingkat kesadaran klien.
8) Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)
b. Fase Post Operasi
Pasien secara cermat di pantai di Post Anastesi Care Unit sampai
pasien pulih dari anastesi dan bersih secara medis untuk meninggalkan
unit, pemantauan spesifik termasuk dasar kehidupan yaitu: Airway
(jalan nafas), breathing (pernafasan), dan circulasi (sirkulasi), tindakan
di lakukan sebagai upaya mencegah komplikasi pasca operasi.
1) Memindahkan klien ke PACU
2) mengkaji efek dari agen anastesi.
21
3) Memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.
4) Menyerahkan klien ke unit keperawatan.
5) Aktivitas keperawatan berfokus pada tingkat penyembuhan pasien
dan melakukan penyuluhan, dan tindak lanjut serta rujukan penting
untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti oleh
pemulangan.
2. Pengumpulan Data
a. Anamnesa yang diperlukan.
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
digunakan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,
no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dan lamanya
serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang
rasa nyeri klien digunakan:
a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi factor
peningkat nyeri.
b) Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,atau
menusuk.
22
c) Region ; radiation, relief : apakah rasa sakit bias reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bias berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap klien (Ignatavicius,2006).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
member petnjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya.
23
7) Pola-pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pola nutrisi klien bias membantu menentukan penyebab
masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan
terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada lansia.
c) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain
itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana
lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
d) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah benyuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.
24
e) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan
akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan
gambaran tubuh).
f) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
g) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,
yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien biasa tidak
efektif.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
Perlu menyebutkan :
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-
tanda, seperti:
a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
25
b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik
fungsi maupun bentuk.
2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a) Sistem integument
Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
b) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak oedema.
3) Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada system musculoskeletal Reksoprodjo, Solearto
(2006) dalam Wahid( 2013) adalah:
a) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan
seperti bekas operasi).
(2) Café au lait spot (birth mark).
(3) Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau
hiperpigmentasi.
(4) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal
yang tidak biasa (abnormal).
(5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).
26
(6) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).
b) Feel (palpasi)
Yang perlu dicatat adalah :
(1) Perubahan suhu disekitartrauma (hangat) dan kelembaban
kulit. Capillary refill time normal ≤ 2 detik.
(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian.
(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3
prokimal, medial, atu distal).
c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah
pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran
metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah
gerakan aktif dan pasif.
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut Wahid (2013) adapun diagnose keperawatan yang sering
dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Diagnosa Pre Operasi
1) Definisi Nyeri Akut : pengalaman sensorik atau emosional yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,
dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3bulan.
27
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen
tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,
stress/ansietas ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak
meringis, gelisah, sulit tidur, tanda-tanda vital meningkat,
diaphoresis.
2) Definisi kurang pengetahuan : ketiadaan atau kurangnya informasi
kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi
terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang
akurat/lengkapnya informasi yang ada ditandai dengan
menanyakan masalah yang dihadapi, menanyakan penyakitnya.
b. Diagnosa Intra Operasi
1) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
thrombus).
Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan
penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan
thrombus).
2) Definisi gangguan pertukaran gas : kelebihan atau kekurangan
oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane
alveolus-kapiler.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran
darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial,
28
edema paru, kongesti) ditandai dengan pusing, pengelihatan kabur,
dispnea, takikardi, sianosis, diaphoresis, gelisah , bunyi nafas
tambahan, kesadaran menurun.
c. Diagnosa Post Operasi
1) Definisi gangguan mobilitas fisik : keterbatasan dalam gerak fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) ditandai dengan
kerusakan integritas tulang, penurunan kekuatan otot, nyeri,
gangguan musculoskeletal.
2) Definisi : kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartigalo,
kapsul sendi).
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat,sekrup) ditandai dengan penurunan
mobilitas, factor mekanis (penekanan tulang).
3) Definisi resiko infeksi: berisiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik.
Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur
invasive/traksi tulang) (Doengoes,2000).
29
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan pada klien dengan fraktur adalah sebagai berikut
Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan pada Fraktur
No Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
1 2 3 4 1 Nyeri akut
berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur, tanda-tanda vital meningkat, diaphoresis.
Kontrol Nyeri (hal 247) klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.
Manajemen Nyeri (hal 168)
1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi.
2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.
3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.
4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).
5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan nafas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional).
6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam petama) sesuai keperluan.
7. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi.
30
1 2 3 4 2 Kurang pengetahuan
tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menanyakan penyakitnya.
Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut (hal 389)
klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan criteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.
Pengajaran: Prosedur/Perawatan (hal 299)
1. Kaji kesiapan klien
mengikuti program pembelajaran.
2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.
3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medic (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)
4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.
3 Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus)
Status Neurologi: Perifer (hal 547)
klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan criteria akral hangat, tidak pucat dan sianosis, bias bergerak secara aktif.
Pengaturan Posisi (hal 306)
1. Dorong klien secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/ sendi distal cedera.
2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.
3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.
4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.
31
1 2 3 4 5. Pantau kualitas nadi
perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.
4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) ditandai dengan pusing, pengelihatan kabur, dispnea, takikardi, sianosis, diaphoresis, gelisah , bunyi nafas tambahan, kesadaran menurun.
Status Pernafasan: Pertukaran Gas (hal 559) klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan criteria klien tidak sesak nafas, tidak sianosis, analisa gas darah dalam batas normal.
Manajemen Jalan Nafas (hal 186)
1. Instruksikan /bantu latihan nafas dalam dan latihan batuk efektif.
2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.
3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.
4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit.
5. Evaluasi frekuensi pernafasan dan upaya bernafas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernafasan, retraksi sel iga dan sianosis sentral.
32
1 2 3 4 5 Gangguan mobilisasi
fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) ditandai dengan kerusakan integritas tulang, penurunan kekuatan otot, nyeri, gangguan musculoskeletal.
Pergerakan (hal 452) klien dapat meningkatkan /mempertahankan mobilisasi pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.
Peningkatan Mekanika Tubuh (hal 341)
1. Pertahankan
pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,Koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.
5. Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan klien.
6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.
7. Berikan diet TKTP 8. Kolaborasi
pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi,
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.
33
1 2 3 4 6 Gangguan integritas
kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat , sekrup) ditandai dengan penurunan mobilitas, factor mekanis (penekanan tulang)
Integritas jaringan: kulit & membran mukosa (hal 107)
klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.
Perawatan Luka Tekan (hal 376)
1. Pertahanakan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat / gips.
3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.
4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.
7 Risiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi tulang.
Keparahan Infeksi (hal 145)
klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.
Perliindungan Infeksi (hal 398
1. Lakukan perawatan
pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.
2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.
34
1 2 3 4 4. Analisa hasil
pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,LED, Kultur dan sensitivitas luka/ serum/tulang).
5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan local pada luka.
4. Implementasi dan Evaluasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan Effendi,( 1995) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari, (2010).