bab ii tinjauan pustaka - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/bab...

29
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dasar Fraktur 1. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa Mansjoer et al (2000) dalam Wahid (2013). Pendapat lain mengatakan fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma. Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang dapat diserap oleh tulang (Asikin, dkk, 2016). 2. Etiologi Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, yaitu : a. Kekerasan/ trauma langsung Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring. b. Kekerasan/trauma tidak langsung Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.

Upload: others

Post on 14-Jul-2020

35 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Fraktur

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang

umumnya disebabkan oleh rudapaksa Mansjoer et al (2000) dalam Wahid

(2013). Pendapat lain mengatakan fraktur merupakan terputusnya

kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau

trauma. Fraktur merupakan rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan

oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dibandingkan dengan yang

dapat diserap oleh tulang (Asikin, dkk, 2016).

2. Etiologi

Fraktur disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :

a. Kekerasan/ trauma langsung

Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik

terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka

dengan garis patah melintang atau miring.

b. Kekerasan/trauma tidak langsung

Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya

adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan.

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

7

c. Kekerasan/ trauma akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan

dapat berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari

ketiganya, dan penarikan.

3. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih

besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang

yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang.

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam

korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah

hematoma di rongga medulla tulang. Jaringan tulang segera berdekatan

kebagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini

menstrimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit dan infiltrasi sel darah putih.

Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang

nantinya.

Berikut adalah perjalanan terjadinya fraktur yang tertera pada

bagan 2.1.

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

8

Bagan 2.1

Pathway fraktur Trauma

Fraktur

Perubahan status Cedera sel Diskontinuitas Luka terbuka Reaksi kesehatan fragmen tulang radang

Kurang Degranulasi Terapi Lepasnya lipid Port de’ entri Gg. Integritas Edema Informasi sel mast restrictif pada sum-sum kuman kulit

Tulang Penekanan pada

Kurang Pelepasan Gg.Mobilitas Risiko infeksi jaringan vaskuler Pengetahuan mediator fisik Terabsobsi Kimia masuk Nekrosis

kealiran darah jaringan paru Penurunan aliran

Korteks darah serebri Nociceptor Emboli Okulsi arteri paru Luas permukaan

paru menurun Resiko disfungsi neurovaskuler Nyeri Medulla Spinalis Gg. Pertukaran gas penurunan laju difusi

Sumber : Wahid, 2013

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

9

5. Klasifikasi Fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang

praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok, (Asikin, dkk, 2016) yaitu :

a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).

1) Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih

(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.

2) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara

fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.

1) Fraktur komplit, bila garis patahan melalui seluruh penampang

tulang atau melalui kedua korteks tulang.

2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh

penampang tulang seperti:

a) Hairline Fraktur/stress fraktur adalah salah satu jenis fraktur

tidak lengkap pada tulang. Hal ini dapat digambarkan dengan

garis sangat kecil atau retak pada tulang, ini biasanya terjadi di

tibia, metatarsal (tulang kaki), dan walau tidak umum kadang

bias terjadi pada tulang femur.

b) Buckle atau Torus Fracture, bila terjadi lipatan dari satu

korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.

c) Green Stick Fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi

korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

10

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme

trauma.

1) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang

dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk

sudutterhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

juga.

3) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral

yang disebabkan trauma rotasi.

4) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi

yang mendorong tulang kearah permukaan lain.

5) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan

atau traksi otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.

1) Fraktur Komutif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan

saling berhubungan.

2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak berhubungan.

3) Fraktur Multipel: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi

tidak pada tulang yang sama.

e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.

1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi

kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

11

2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang

yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran

searah sumbu dan overlapping).

b) Dislokasi ad axim (pergeseran yabg membentuk sudut).

c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling

menjauh).

f. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian:

1) 1/3 proksimal

2) 1/3 medial

3) 1/3 distal

g. Fraktur Kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.

h. Fraktur Patologis : fraktur yangdiakibatkan karena proses patologis

tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan

keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:

1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan

lunak sekitarnya.

2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan

jaringan subkutan.

3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak

bagian dalam dan pembengkakan.

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

12

4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata

dan ancaman sindroma kompartemen.

6. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010):

a. Deformitas

Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari

tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti:

1) Rotasi pemendekan tulang.

2) Penekanan tulang.

b. Bengkak/edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi

darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur.

c. Echimosis (memar) dari perdarahan subculaneous.

d. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur.

e. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari

tempatnya dan kerusakan struktur didaerah yang berdekatan.

f. Kurang/hilang sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/

perdarahan)

g. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang

dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu

dengan lainnya.

h. Pergerakan abnormal, bagian-bagian tak dapat digunakan dan

cenderung bergerak secara tidak alamiah, bukannya tetap rigid seperti

normalnya.

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

13

Menurut Black (1993) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari (2010) proses

penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, yaitu:

a. Fase hematume

1) Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume

disekitar fraktur.

2) Setelah 24 jam suplai darah disekitar fraktur meningkat.

b. Fase granulasi jaringan

1) Terjadi 1-5 hari setelah injury.

2) Pada tahap phagositosis aktif produk necrosis.

3) Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi

pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.

c. Fase formasi callus

1) Terjadi 6-10 hari setelah injuri.

2) Granulasi terjadi perubahan bentuk callus.

d. Fase ossificasi

1) Mulai pada 2-3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh.

2) Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan

garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.

e. Fase consolidasi dan remodeling

Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk

dengan oksifitas ostepblast dan osteuctas.

7. Komplikasi

a. Komplikasi Awal

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

14

1) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma.

2) Kompartement Syndrom

Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot,

tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.

3) Fat Embolism Syndrom (FES)

Komplikasi yang terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone

marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan oksigen

dalam darah rendah.

4) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

5) Avaskuler Necrosis (AVN)

Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang

bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya

Volkmans ischemia.

6) Shock

b. Komplikasi dalam waktu lama

1) Delayed Union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan tulang untuk menyambung.

2) Non Union

Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi

sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

15

3) Mal Union

Merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya

tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).

8. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan Rontgen: menentukan lokasi/luasnya fraktur/ luasnya

trauma, scan tulang, temogram: memperlihatkan fraktur juga dapat

digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.

b. Hitung darah lengkap: Hb mungkin meningkat/menurun, leukosit

mungkin meningkat.

c. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.

d. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,

transfuse multiple, atau cedera hati.

9. Penatalaksanaan Medik

a. Fraktur Terbuka

Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh

bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam

(golden period). Hal yang perlu dilakukan adalah:

1) Pembersihan luka

2) Eksisi jaringan mati/debridement

3) Hecting situasi

4) Antibiotik

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

16

b. Seluruh Fraktur

Menurut Price, (2006) dalam prinsip penanganan fraktur dikenal

dengan empat R yaitu:

1) Rekognisis/pengenalan adalah menyangkut diagnosis fraktur pada

tempat kejadian dan kemudian di rumah sakit.

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi adalah usaha dan tindakan

memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah sedapat

mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.

3) Retensi/Immobilisasi adalah aturan umum dalam pemasangan gips,

yang dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati

sendi di atas fraktur dan di bawah fraktur.

4) Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur.

B. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia

Menurut Abraham Maslow dalam Mubarak & Chayatin, (2007). Banyak

ahli filsafat, psikologis , dan fisiologis menguraikan kebutuhan manusia dan

membahasnya dari berbagai segi. Sekitar tahun 1950, Abraham Maslow

seorang pisikologi dari Amerika menggembangkan teori tentang kebutuhan

dasar manusia yang lebih dikenal dengan istilah Hirarki Kebutuhan Dasar

Maslow. Hirarki tersebut meliputi lima kategori kebutuhan dasar, yakni :

1. Kebutuhan fisiologis (Physiologic Need)

2. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (Safety and Security Needs).

3. Kebutuhan rasa cinta memiliki dan dimiliki.

4. Kebutuhan Harga diri (Self-Esteem Needs)

5. Kebutuhan aktualisasi diri (Need for Self Actualization).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

17

Konsep Hirarki diatas menjelaskan bahwa manusia senatiasa berubah, dan

kebutuhannya pun terus berkembang. Jika seseorang merasakan kepuasan,

ia akan menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju

potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan itu

terganggu, akan timbul suatu ondisi patologis (Mubarak & Chayatin,

2007).

Menurut Hidayat & Uliyah (2014) Salah satu kebutuhan dasar manusia

yang terganggu pada pasien fraktur antara lain :

1. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Keamanan adalah keadaan bebas dari segala fisik fisiologis yang

merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi, serta

dipengaruhi oleh factor lingkungan. Sedangkan kenyamanan sebagai

suatu keadaan terpenuhi kebutuhan dasar manusia meliputi kebutuhan

akan ketentraman, kepuasan, kelegaan dan tersedia. Kenyamanan

mesti dipandang secara holistic yang mencakup empat aspek, yaitu:

a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh

b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan

social.

c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internaldalam

diri.

d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman

eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperature, warna, dan

unsur alamiah lainnya.

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

18

Secara umum aplikasi pemenuhan kebutuhan aman dan nyaman

adalah:

a. Kebutuhan bebas dari rasa nyeri.

Nyeri diartikan berbeda-beda antar individu, bergantung pada

persepsinya. Walaupun demikian, ada satu kesamaan mengenai

persepsi nyeri. Secara sederhana, nyeri dapat diartikan sebagai

suatu sensasi yang tidak menyenangkan baik secara sensori

maupun emosional yang berhubungan dengan adanya suatu

kerusakan jaringan atau factor lain, sehingga individu

merasatersiksa,menderita yang akhirnya akan mengganggu

aktivitas sehari-hari, psikis, dan lain-lain.

Menurut Prasetyo (2010) konsep atau nilai yang berkaitan dengan

nyeri meliputi:

1) Nyeri hanya dapat dirasakan dan digambarkan secara akurat

oleh individu yang mengalami nyeri tersebut.

2) Apabila klien mengatakan bahwa dia nyeri, maka dia benar

merasakan nyeri walaupun anda tidak menemukan kerusakan

pada tubuhnya.

3) Nyeri mencakup dimensi psikis, emosional, kognitif,

sosikultural dan spiritual.

4) Nyeri sebagai peringatan adanya ancaman yang bersifat actual

maupun potensial.

Diagnosa keperawatan yang kemungkinan terjadi pada masalah

nyeri, yaitu:

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

19

1) Nyeri Akut berhubungan dengan cedera (biologis, zat

kimia,fisik,maupun psikologis). Nyeri akut terjadi setelah

cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki

awaitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif ( ringan

sampai berat) dan berlangsung dengan waktu yang singkat.

Fungsi nyeri akut adalah untuk member peringatan akan cidera

atau penyakit yang akan datang. Nyeri akut biasanya

menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah area yang

rusak pulih kembali. Nyeri akut berdurasi singkat (kurang dari

6 bulan), biasanya akibat dari trauma, bedah, atau inflamasi.

Contohnya seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum,

terbakar, nyeri otot, nyeri saat melahirkan, nyeri sesudah

tindakan pembedahan (Prasetyo, 2010).

2) Nyeri Kronik berhubungan dengan gangguan fisik maupun

psikologis yang kronis.

C. Proses Keperawatan

Pada klien fraktur dilakukan pemberian asuhan keperawatan digunakan

system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi

menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi (Naufal, 2015).

1. Asuhan Keperawatan Perioperatif

a. Fase Pre Operasi

1) Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan

pasien.

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

20

2) Melibatkan keluarga dalam wawancara.

3) Memastikan kelengkapan pemeriksaan pra operatif.

4) Membuat rencana asuhan keperawatan

5) Memastikan daerah pembedahan

6) Puasa 8 jam menjelang operasi pasien tidak diperbolehkan makan.

7) Pemeriksaan fisik dan laboratorium.

b. Fase Intra Operasi

1) Identifikasi klien kembali.

2) Validasi data yang di butuhkan klien.

3) Memasang infus (IV)

4) memberikan medikasi intravena

5) melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur

pembedahan

6) menjaga keselamatan pasien.

7) Mengkaji tingkat kesadaran klien.

8) Menelaah ulang lembar observasi pasien (rekam medis)

b. Fase Post Operasi

Pasien secara cermat di pantai di Post Anastesi Care Unit sampai

pasien pulih dari anastesi dan bersih secara medis untuk meninggalkan

unit, pemantauan spesifik termasuk dasar kehidupan yaitu: Airway

(jalan nafas), breathing (pernafasan), dan circulasi (sirkulasi), tindakan

di lakukan sebagai upaya mencegah komplikasi pasca operasi.

1) Memindahkan klien ke PACU

2) mengkaji efek dari agen anastesi.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

21

3) Memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi.

4) Menyerahkan klien ke unit keperawatan.

5) Aktivitas keperawatan berfokus pada tingkat penyembuhan pasien

dan melakukan penyuluhan, dan tindak lanjut serta rujukan penting

untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti oleh

pemulangan.

2. Pengumpulan Data

a. Anamnesa yang diperlukan.

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang

digunakan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah,

no.register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa

nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dan lamanya

serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang

rasa nyeri klien digunakan:

a) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi factor

peningkat nyeri.

b) Quality of Pain: seperti apa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut,atau

menusuk.

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

22

c) Region ; radiation, relief : apakah rasa sakit bias reda, apakah

rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit

terjadi.

d) Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang

dirasakan klien, bias berdasarkan skala nyeri atau klien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi

kemampuan fungsinya.

e) Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah

bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari

fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana

tindakan terhadap klien (Ignatavicius,2006).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

member petnjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang

merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur.

6) Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya

dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

23

7) Pola-pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.

b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pola nutrisi klien bias membantu menentukan penyebab

masalah musculoskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari

nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan

terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor

predisposisi masalah musculoskeletal terutama pada lansia.

c) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal

ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain

itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta

penggunaan obat tidur.

d) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua

bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien

perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji

adalah benyuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien.

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

24

e) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,

dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan

gambaran tubuh).

f) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada

bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul

gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami

gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

g) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya,

yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi

tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien biasa tidak

efektif.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Gambaran Umum

Perlu menyebutkan :

1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-

tanda, seperti:

a) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,

komposmentis tergantung pada keadaan klien.

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

25

b) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,

berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.

c) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

a) Sistem integument

Terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

b) Wajah

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Tidak ada lesi, simetris, tak oedema.

3) Keadaan Lokal

Pemeriksaan pada system musculoskeletal Reksoprodjo, Solearto

(2006) dalam Wahid( 2013) adalah:

a) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

(1) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan

seperti bekas operasi).

(2) Café au lait spot (birth mark).

(3) Fistulae warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau

hiperpigmentasi.

(4) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal

yang tidak biasa (abnormal).

(5) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

26

(6) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).

b) Feel (palpasi)

Yang perlu dicatat adalah :

(1) Perubahan suhu disekitartrauma (hangat) dan kelembaban

kulit. Capillary refill time normal ≤ 2 detik.

(2) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian.

(3) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

prokimal, medial, atu distal).

c) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah

pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran

metric. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan

gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah

gerakan aktif dan pasif.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Wahid (2013) adapun diagnose keperawatan yang sering

dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa Pre Operasi

1) Definisi Nyeri Akut : pengalaman sensorik atau emosional yang

berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional,

dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan

hingga berat yang berlangsung kurang dari 3bulan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

27

Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen

tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi,

stress/ansietas ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak

meringis, gelisah, sulit tidur, tanda-tanda vital meningkat,

diaphoresis.

2) Definisi kurang pengetahuan : ketiadaan atau kurangnya informasi

kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.

Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan

berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi

terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang

akurat/lengkapnya informasi yang ada ditandai dengan

menanyakan masalah yang dihadapi, menanyakan penyakitnya.

b. Diagnosa Intra Operasi

1) Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan

penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan

thrombus).

Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan

penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan

thrombus).

2) Definisi gangguan pertukaran gas : kelebihan atau kekurangan

oksigenasi dan atau eliminasi karbondioksida pada membrane

alveolus-kapiler.

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran

darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial,

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

28

edema paru, kongesti) ditandai dengan pusing, pengelihatan kabur,

dispnea, takikardi, sianosis, diaphoresis, gelisah , bunyi nafas

tambahan, kesadaran menurun.

c. Diagnosa Post Operasi

1) Definisi gangguan mobilitas fisik : keterbatasan dalam gerak fisik

dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka

neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) ditandai dengan

kerusakan integritas tulang, penurunan kekuatan otot, nyeri,

gangguan musculoskeletal.

2) Definisi : kerusakan kulit (dermis/epidermis) atau jaringan

(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartigalo,

kapsul sendi).

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi (pen, kawat,sekrup) ditandai dengan penurunan

mobilitas, factor mekanis (penekanan tulang).

3) Definisi resiko infeksi: berisiko mengalami peningkatan terserang

organisme patogenik.

Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan

primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur

invasive/traksi tulang) (Doengoes,2000).

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

29

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada klien dengan fraktur adalah sebagai berikut

Tabel 2.1 Rencana Asuhan Keperawatan pada Fraktur

No Diagnosa Keperawatan

NOC NIC

1 2 3 4 1 Nyeri akut

berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas ditandai dengan klien mengeluh nyeri, tampak meringis, gelisah, sulit tidur, tanda-tanda vital meningkat, diaphoresis.

Kontrol Nyeri (hal 247) klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual.

Manajemen Nyeri (hal 168)

1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena.

3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi).

5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan nafas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional).

6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam petama) sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgesic sesuai indikasi.

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

30

1 2 3 4 2 Kurang pengetahuan

tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada ditandai dengan menanyakan masalah yang dihadapi, menanyakan penyakitnya.

Pengetahuan: Manajemen Penyakit Akut (hal 389)

klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan criteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.

Pengajaran: Prosedur/Perawatan (hal 299)

1. Kaji kesiapan klien

mengikuti program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas dan ambulasi sesuai program terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang memerlukan evaluasi medic (nyeri berat, demam, perubahan sensasi kulit distal cedera)

4. Persiapkan klien untuk mengikuti terapi pembedahan bila diperlukan.

3 Risiko disfungsi neurovaskuler perifer berhubungan dengan penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan thrombus)

Status Neurologi: Perifer (hal 547)

klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan criteria akral hangat, tidak pucat dan sianosis, bias bergerak secara aktif.

Pengaturan Posisi (hal 306)

1. Dorong klien secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/ sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.

3. Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontraindikasi adanya sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan (warfarin) bila diperlukan.

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

31

1 2 3 4 5. Pantau kualitas nadi

perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.

4 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah, emboli, perubahan membrane alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) ditandai dengan pusing, pengelihatan kabur, dispnea, takikardi, sianosis, diaphoresis, gelisah , bunyi nafas tambahan, kesadaran menurun.

Status Pernafasan: Pertukaran Gas (hal 559) klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan criteria klien tidak sesak nafas, tidak sianosis, analisa gas darah dalam batas normal.

Manajemen Jalan Nafas (hal 186)

1. Instruksikan /bantu latihan nafas dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan posisi yang aman sesuai keadaan klien.

3. Kolaborasi pemberian obat antikoagulan (warvarin, heparin) dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah, Hb, kalsium, LED, lemak dan trombosit.

5. Evaluasi frekuensi pernafasan dan upaya bernafas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernafasan, retraksi sel iga dan sianosis sentral.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

32

1 2 3 4 5 Gangguan mobilisasi

fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) ditandai dengan kerusakan integritas tulang, penurunan kekuatan otot, nyeri, gangguan musculoskeletal.

Pergerakan (hal 452) klien dapat meningkatkan /mempertahankan mobilisasi pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.

Peningkatan Mekanika Tubuh (hal 341)

1. Pertahankan

pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio,Koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri (kebersihan/eliminasi) sesuai keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodic sesuai keadaan klien.

6. Dorong/pertahankan asupan cairan 2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP 8. Kolaborasi

pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi,

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi klien dan program imobilisasi.

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

33

1 2 3 4 6 Gangguan integritas

kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat , sekrup) ditandai dengan penurunan mobilitas, factor mekanis (penekanan tulang)

Integritas jaringan: kulit & membran mukosa (hal 107)

klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi.

Perawatan Luka Tekan (hal 376)

1. Pertahanakan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal bebat / gips.

3. Lindungi kulit dan gips pada daerah perianal.

4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi.

7 Risiko Infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, trauma jaringan lunak, prosedur invasive/traksi tulang.

Keparahan Infeksi (hal 145)

klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam.

Perliindungan Infeksi (hal 398

1. Lakukan perawatan

pen steril dan perawatan luka sesuai protocol.

2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian antibiotika dan toksoid tetanus sesuai indikasi.

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/999/5/BAB II.pdf · 9 5. Klasifikasi Fraktur Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi

34

1 2 3 4 4. Analisa hasil

pemeriksaan laboratorium (Hitung darah lengkap,LED, Kultur dan sensitivitas luka/ serum/tulang).

5. Observasi tanda-tanda vital dan tanda-tanda peradangan local pada luka.

4. Implementasi dan Evaluasi Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan Effendi,( 1995) dalam Jitowiyono & Kristiyanasari, (2010).