fraktur os nasal bab 1

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang, tahun 2002 sebanyak 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang, tahun 2004 jumlah ini meningkat menjadi 3.977 orang, tahun 2005 dari Januari sampai September jumlah korban mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang. Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma wajah yang paling sering terjadi. Posisinya yang berada di tengah dan proyeksi anterior Fraktur Femur AP 2013 Page 1

Upload: 7ul1u5

Post on 06-Dec-2015

248 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

xx

TRANSCRIPT

Page 1: Fraktur Os Nasal Bab 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas

merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut

data kepolisian Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399

kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694

mengalami luka ringan. Dengan data itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas

yang menyebabkan 30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah kecelakaan

juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah korban mencapai 1717 orang,

tahun 2002 sebanyak 2.277 orang, 2003 sebanyak 2.672 orang, tahun 2004 jumlah ini

meningkat menjadi 3.977 orang, tahun 2005 dari Januari sampai September jumlah korban

mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.

Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak bentuk, tergantung dari organ

apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut sebagai trauma benda tumpul. Ada

tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini, yaitu trauma kepala, fraktur (patah

tulang), dan trauma dada.

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya

disebabkan oleh tekanan dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang

dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur nasal adalah jenis trauma

wajah yang paling sering terjadi. Posisinya yang berada di tengah dan proyeksi anterior pada

wajah menjadi faktor predisposisi terjadinya trauma. Fraktur nasal disebabkan oleh trauma

dengan kecepatan rendah. Fraktur nasal yang disebabkan oleh kecepatan yang tinggi bisa

menyebabkan fraktur wajah.

Fraktur Femur AP 2013 Page 1

Page 2: Fraktur Os Nasal Bab 1

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah penyebab Fraktur khususnya fraktur os nasal serta manifestasi klinis dari

fraktur?

b. Bagaimana penatalaksanaan fraktur khususnya fraktur femur  serta  Asuhan

Keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan pada pasien dengan masalah fraktur?

1.3 Tujuan

a. Untuk mengetahui penyebab fraktur femur dan Manifestasi Klinis dari fraktur.

b. Untuk mengetahui penatalaksanaan fraktur femur.

c. Untuk mengetahui diagnosis fraktur  femur.

d. Untuk mengetahui intervensi dan implementasi yang diberikan pada klien dengan

fraktur  femur.

e. Untuk mengetahui WOC dari fraktur  femur.

1.4 Manfaat

Dengan adanya makalah ini mahasiswa  dapat mempelajari tentang askep

kegawatdaruratan pada klien dengan fraktur femur sehingga memudahkan mahasiswa

dalam belajar.

Fraktur Femur AP 2013 Page 2

Page 3: Fraktur Os Nasal Bab 1

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat

trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih

banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan

perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI,

1995:543).

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :

2.3.1 Fraktur Collum Femur:

Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya

penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor langsung

terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma tidak

langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,

dibagi dalam :

a. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)

b. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)

2.3.2 Fraktur Subtrochanter Femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot-otot

gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma

langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus

atau varus dan disertai gaya rotasi. fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm

distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih

sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :

Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

Fraktur Femur AP 2013 Page 3

Page 4: Fraktur Os Nasal Bab 1

Tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor

Tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor

2.3.3 Fraktur Batang Femur (Dewasa)

Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat

kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada

daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan

penderita jatuh dalam shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi

berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi

menjadi :

a. Tertutup

b. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang

patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;

- Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,

biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus

keluar.

- Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena

benturan dari luar.

- Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak

banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)

2.3.4 Fraktur Batang Femur (anak – anak)

2.3.5 Fraktur Supracondyler Femur

Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke

posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot

gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma

langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus

atau varus dan disertai gaya rotasi.

2.3.6 Fraktur Intercondylair

Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga

umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

Fraktur Femur AP 2013 Page 4

Page 5: Fraktur Os Nasal Bab 1

2.3.7 Fraktur Condyler Femur

Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi

disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

(Sugeng, 2012)

2.3 Etiologi

Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Cedera traumatic

a) Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang sehingga tulang patah

secara spontan

b) Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada jauh dari benturan,

misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

c) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.

2. Fraktur patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma minor

dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :

a) Tumor tulang (jinak atau ganas)

b) Infeksi seperti osteomielitis

c) Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh devisiensi vitamin D yang

mempengaruhi semua jaringan skelet lain.

3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada

penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

2.4 Patofisiologi

Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya

gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.

Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.

Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah

menurun. COP menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan. Hematoma akan

mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam

tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat

menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri.

Fraktur Femur AP 2013 Page 5

Page 6: Fraktur Os Nasal Bab 1

Patway Keperawatan

Trauma langsung, benturan, kecelakaan

Trauma eksternal > kekuatan tulang

Kompresi tulang

Patah tulang tak sempurnah patah tulanh sempurnah

Patah tulang tertutup & patah tulang terbuka

Kerusakan struktur tulang

Patah tulang merusak jaringan

Pembulu darah perdarahan lokal

Kebersihan plasma darah hematome pada daerah fraktur

Akumulasi di dalam jaringan aliran darah ke perifer jaringan berkurang

Bengkak/ tumor warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosi,

kesemutan

Desakan ke jaringan sekitar

Saraf terjepit/terdesak saraf perifer terganggu

( Price & Wilson, 1994 )

Fraktur Femur AP 2013 Page 6

resiko defisit cairan

nyeri Resiko tinggi cedera Gangguan mobilitas fisik

Page 7: Fraktur Os Nasal Bab 1

2.5 Manifestasi Klinis

Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda functio

laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke lateral atau

angulasi anterior, endo/eksorotasi. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah.

Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula kemungkinan

adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah lutut. Selain itu

periksa juga keadaan nervus siatika dan arteri dorsalis pedis (Mansjoer, dkk, 2000).

2.6 Komplikasi

Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok, dan emboli lemak.

Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, malunion, kekakuan

sendi lutut, infeksi, dan gangguan syaraf perifer akibat traksi yang berlebihan

(Mansjoer, dkk, 2000).

2.7 Penatalaksanaan

Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode

ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam

keadaan ekstensi. Tujuan traksi kulit tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan

mencegah kerusakan jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang patah.

Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif.

Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-operatif, kerena

akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena

dikemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang normal. Hal ini

dikemungkinkan karena daya proses remodeling pada anak-anak.

1. Pengobatan non-operatif

Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode Perkin dan metode balance skeletal

traction, pada anak dibawah 3 tahun dengan traksi Russell.

- Metode Perkin.

Pasien tidur terlentang, satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan

Steiman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal.

Tarikan dipertahankan sampai 2 minggu lebih baik sampai terbentuk kalus

yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan

ekstensi dan fleksi.

Fraktur Femur AP 2013 Page 7

Page 8: Fraktur Os Nasal Bab 1

- Metode balance skeletal traction

Pasien tidur terlentang, satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan

Steiman pin. Paha ditopang dengan Thomas splint, sedang tungkai bawah

ditopang oleh Pearson attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu

atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang

untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu, di pasang gips

hemispica atau cast bracing.

- Traksi kulit Byant

Anak tidur terlentang ditempat tidur, kedua tungkai dipasang traksi kulit,

kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg

sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.

2. Operatif

Indikasi operasi antara lain :

- Penanggulangan non-operatif gagal

- Fraktur multipel

- Robeknya arteri femoralis

- Fraktur patologik

- Fraktur pada orang-orang tua

Pada fraktur femur 1/3 tengansangat baik untuk dipasang intramedullary

nail. Terdapat macam-macam intramedullary nail untuk femur, di antaranya

Kuntscher nail, A0 nail, dan interlocking nail.

Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara

terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ketulang yang patah. Pen

dipasang secara retrograd. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat

didaerah yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan

bantuan image intensifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke

dalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak

menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas (Mansjoer, dkk,

2000).

Fraktur Femur AP 2013 Page 8

Page 9: Fraktur Os Nasal Bab 1

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu

diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat

memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan

sangat bergantuang pada tahap ini.

3.1.1 Pengumpulan Data

1. Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.

register, tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.

Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.

Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien

digunakan:

- Provoking Incident : apakah ada peristiwa yang menjadi yang

menjadi faktor presipitasi nyeri.

- Quality of Pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk.

- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa

sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

- Severity (Scale) of Pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan

klien, bisa berdasarkan  skala nyeri atau klien menerangkan seberapa

jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

- Time : berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah

buruk pada malam hari atau siang hari.

Fraktur Femur AP 2013 Page 9

Page 10: Fraktur Os Nasal Bab 1

3) Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Donna

D, 1995).

4) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s

yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt

beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,

osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker

tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

6) Riwayat Psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

7) Pola-pola Fungsi Kesehatan

1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

Fraktur Femur AP 2013 Page 10

Page 11: Fraktur Os Nasal Bab 1

membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien

melakukan olahraga atau tidak.

2. Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap

pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang

tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar

matahari yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga

menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

3. Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,

warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada

kesulitan atau tidak.

4. Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga

hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu

juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana

lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan

obat tidur.

Fraktur Femur AP 2013 Page 11

Page 12: Fraktur Os Nasal Bab 1

5. Pola Aktifitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa

bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding

pekerjaan yang lain.

6. Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

7. Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan

akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan body image).

8. Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian

distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan.

begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu

juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9. Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan

hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan

keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu

juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya.

Fraktur Femur AP 2013 Page 12

Page 13: Fraktur Os Nasal Bab 1

10. Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu

ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya.

Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.

11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa

disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2. Pemeriksaan Fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana

spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih

mendalam.

1. Gambaran Umum

Perlu dikaji :

1) Keadaan Umum : baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-

tanda, seperti:

- Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

- Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

- Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

2) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin

- Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,

bengkak, oedema, nyeri tekan.

- Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

- Leher

Fraktur Femur AP 2013 Page 13

Page 14: Fraktur Os Nasal Bab 1

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

- Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan

fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

- Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena

tidak terjadi perdarahan).

- Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan.

- Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

- Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

- Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.     

- Paru

1. Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada

riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

2. Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

3. Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

4. Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan

lainnya seperti stridor dan ronchi.

- Jantung

1. Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.

2. Palpasi

Fraktur Femur AP 2013 Page 14

Page 15: Fraktur Os Nasal Bab 1

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

3. Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

- Abdomen

1. Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

2. Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.

3. Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

4. Auskultasi

Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

- Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.

2 Keadaan Lokal

Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama

mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler à 5 P yaitu

Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem

muskuloskeletal adalah:

1) Look (inspeksi)

Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:

- Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti

bekas operasi).

- Cape au lait spot (birth mark).

- Fistulae.

- Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.

- Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang

tidak biasa (abnormal).

- Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas).

- Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa).

Fraktur Femur AP 2013 Page 15

Page 16: Fraktur Os Nasal Bab 1

2) Feel (palpasi)

Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki

mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan

pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa

maupun klien.Yang perlu dicatat adalah:

- Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.

Capillary refill time à Normal 3 – 5 “.

- Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau

oedema terutama disekitar persendian.

- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3

proksimal, tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi

atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau

melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status

neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu

dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan

terhadap dasar atau  permukaannya, nyeri atau tidak, dan

ukurannya.

3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)

Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan

menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri

pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat

mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat

dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0

(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan

apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang

dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 1995)

3. Pemeriksaan Diagnostik

1) Pemeriksaan Radiologi

Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan”

menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3

dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan

Fraktur Femur AP 2013 Page 16

Page 17: Fraktur Os Nasal Bab 1

proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi

yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan

x-ray harus atas dasar indikasi  kegunaan pemeriksaan penunjang dan

hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-

ray:

- Bayangan jaringan lunak.

- Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau

biomekanik atau juga rotasi.

- Trobukulasi ada tidaknya rare fraction.

- Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi.

Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya

seperti:

o Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi

struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus

ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak

pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga

mengalaminya.

o Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan

pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami

kerusakan akibat trauma.

o Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang

rusak karena ruda paksa.

o Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan

secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu

struktur tulang yang rusak.

2) Pemeriksaan Laboratorium

1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan

kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.

Fraktur Femur AP 2013 Page 17

Page 18: Fraktur Os Nasal Bab 1

3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase  (LDH-

5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat

pada tahap penyembuhan tulang.

3) Pemeriksaan lain-lain

1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan

mikroorganisme penyebab infeksi.

2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan

pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.

3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang

diakibatkan fraktur.

4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena

trauma yang berlebihan.

5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi

pada tulang.

6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai

berikut:

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,

pemasangan traksi, stress/ansietas.

2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler,

edema, pembentukan trombus).

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran

alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti).

4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi).

5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup).

6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma

jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d

kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif,

kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada. (Doengoes, 2000)

Fraktur Femur AP 2013 Page 18

Page 19: Fraktur Os Nasal Bab 1

3.3 Intervensi Keperawatan

1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan

lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas.

Tujuan : Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan

tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur,

istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan

relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi

individual.

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Pertahankan imobilasasi bagian

yang sakit dengan tirah baring,

gips, bebat dan atau traksi.

2. Tinggikan posisi ekstremitas

yang terkena.

3. Lakukan dan awasi latihan

gerak pasif/aktif.

4. Lakukan tindakan untuk

meningkatkan kenyamanan

(masase, perubahan posisi).

5. Ajarkan penggunaan teknik

manajemen nyeri (latihan napas

dalam, imajinasi visual,

aktivitas dipersional).

6. Lakukan kompres dingin selama

fase akut (24-48 jam pertama)

sesuai keperluan.

7. Kolaborasi pemberian analgetik

sesuai indikasi.

Mengurangi nyeri dan mencegah

malformasi.

Meningkatkan aliran balik vena,

mengurangi edema/nyeri.

Mempertahankan kekuatan otot dan

meningkatkan sirkulasi vaskuler.

Meningkatkan sirkulasi umum,

menurunakan area tekanan lokal dan

kelelahan otot.

Mengalihkan perhatian terhadap

nyeri, meningkatkan kontrol terhadap

nyeri yang mungkin berlangsung

lama.

Menurunkan edema dan mengurangi

rasa nyeri.

Menurunkan nyeri melalui

mekanisme penghambatan rangsang

nyeri baik secara sentral maupun

perifer.

Fraktur Femur AP 2013 Page 19

Page 20: Fraktur Os Nasal Bab 1

Evaluasi keluhan nyeri (skala,

petunjuk verbal dan non verval,

perubahan tanda-tanda vital)

Menilai perkembangan masalah klien.

2. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera

vaskuler, edema, pembentukan trombus)

Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria

akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif.

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Dorong klien untuk secara rutin

melakukan latihan menggerakkan

jari/sendi distal cedera.

2. Hindarkan restriksi sirkulasi

akibat tekanan bebat/spalk yang

terlalu ketat.

3. Pertahankan letak tinggi

ekstremitas yang cedera kecuali

ada kontraindikasi adanya

sindroma kompartemen.

4. Berikan obat antikoagulan

(warfarin) bila diperlukan.

5. Pantau kualitas nadi perifer,

aliran kapiler, warna kulit dan

kehangatan kulit distal cedera,

bandingkan dengan sisi yang

normal.

Meningkatkan sirkulasi darah dan

mencegah kekakuan sendi.

Mencegah stasis vena dan sebagai

petunjuk perlunya penyesuaian

keketatan bebat/spalk.

Meningkatkan drainase vena dan

menurunkan edema kecuali pada

adanya keadaan hambatan aliran

arteri yang menyebabkan penurunan

perfusi.

Mungkin diberikan sebagai upaya

profilaktik untuk menurunkan

trombus vena.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien dan perlunya intervensi sesuai

keadaan klien.

3. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan

membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)

Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan

kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah

dalam batas normal.

Fraktur Femur AP 2013 Page 20

Page 21: Fraktur Os Nasal Bab 1

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Instruksikan/bantu latihan napas

dalam dan latihan batuk efektif.

2. Lakukan dan ajarkan perubahan

posisi yang aman sesuai keadaan

klien.

3. Kolaborasi pemberian obat

antikoagulan (warvarin, heparin)

dan kortikosteroid sesuai indikasi.

4. Analisa pemeriksaan gas darah,

Hb, kalsium, LED, lemak dan

trombosit.

5. Evaluasi frekuensi pernapasan

dan upaya bernapas, perhatikan

adanya stridor, penggunaan otot

aksesori pernapasan, retraksi sela

iga dan sianosis sentral.

Meningkatkan ventilasi alveolar dan

perfusi.

Reposisi meningkatkan drainase

sekret dan menurunkan kongesti paru.

Mencegah terjadinya pembekuan

darah pada keadaan tromboemboli.

Kortikosteroid telah menunjukkan

keberhasilan untuk

mencegah/mengatasi emboli lemak.

Penurunan PaO2 dan peningkatan

PCO2 menunjukkan gangguan

pertukaran gas;anemia, hipokalsemia,

peningkatan LED dan kadar lipase,

lemak darah dan penurunan trombosit

sering berhubungan dengan emboli

lemak.

Adanya takipnea, dispnea dan

perubahan mental merupakan tanda

dini insufisiensi pernapasan, mungkin

menunjukkan terjadinya emboli paru

tahap awal.

4. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi

restriktif (imobilisasi).

Tujuan  : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat

paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi

Fraktur Femur AP 2013 Page 21

Page 22: Fraktur Os Nasal Bab 1

fungsional meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan

mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang

memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas

rekreasi terapeutik (radio, koran,

kunjungan teman/keluarga) sesuai

keadaan klien.

2. Bantu latihan rentang gerak pasif

aktif pada ekstremitas yang sakit

maupun yang sehat sesuai

keadaan klien.

3. Berikan papan penyangga kaki,

gulungan trokanter/tangan sesuai

indikasi.

4. Bantu dan dorong perawatan diri

(kebersihan/eliminasi) sesuai

keadaan klien.

5. Ubah posisi secara periodik

sesuai keadaan klien.

6. Dorong/pertahankan asupan

cairan 2000-3000 ml/hari.

7. Berikan diet TKTP.

8. Kolaborasi pelaksanaan

fisioterapi sesuai indikasi.

Memfokuskan perhatian,

meningkatakan rasa kontrol diri/harga

diri, membantu menurunkan isolasi

sosial.

Meningkatkan sirkulasi darah

muskuloskeletal, mempertahankan

tonus otot, mempertahakan gerak

sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan

mencegah reabsorbsi kalsium karena

imobilisasi.

Mempertahankan posis fungsional

ekstremitas.

Meningkatkan kemandirian klien

dalam perawatan diri sesuai kondisi

keterbatasan klien.

Menurunkan insiden komplikasi kulit

dan pernapasan (dekubitus,

atelektasis, penumonia).

Mempertahankan hidrasi adekuat,

men-cegah komplikasi urinarius dan

konstipasi.

Kalori dan protein yang cukup

diperlukan untuk proses

penyembuhan dan mem-pertahankan

fungsi fisiologis tubuh.

Kerjasama dengan fisioterapis perlu

untuk menyusun program aktivitas

Fraktur Femur AP 2013 Page 22

Page 23: Fraktur Os Nasal Bab 1

9. Evaluasi kemampuan mobilisasi

klien dan program imobilisasi.

fisik secara individual.

Menilai perkembangan masalah klien.

5. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,

sekrup).

Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku

tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan

penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai

waktu/penyembuhan lesi terjadi.

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Pertahankan tempat tidur yang

nyaman dan aman (kering, bersih,

alat tenun kencang, bantalan

bawah siku, tumit).

2. Masase kulit terutama daerah

penonjolan tulang dan area distal

bebat/gips.

3. Lindungi kulit dan gips pada

daerah perianal.

4. Observasi keadaan kulit,

penekanan gips/bebat terhadap

kulit, insersi pen/traksi.

Menurunkan risiko kerusakan/abrasi

kulit yang lebih luas.

Meningkatkan sirkulasi perifer dan

meningkatkan kelemasan kulit dan

otot terhadap tekanan yang relatif

konstan pada imobilisasi.

Mencegah gangguan integritas kulit

dan jaringan akibat kontaminasi fekal.

Menilai perkembangan masalah klien.

6. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit,

taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang.

Tujuan  : Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase

purulen atau eritema dan demam.

Fraktur Femur AP 2013 Page 23

Page 24: Fraktur Os Nasal Bab 1

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Lakukan perawatan pen steril

dan perawatan luka sesuai

protokol.

2. Ajarkan klien untuk

mempertahankan sterilitas

insersi pen.

3. Kolaborasi pemberian

antibiotika dan toksoid

tetanus sesuai indikasi.

4. Analisa hasil pemeriksaan

laboratorium (Hitung darah

lengkap, LED, Kultur dan

sensitivitas

luka/serum/tulang).

5. Observasi tanda-tanda vital

dan  tanda-tanda peradangan

lokal pada luka.

Mencegah infeksi sekunderdan

mempercepat penyembuhan luka.

Meminimalkan kontaminasi.

Antibiotika spektrum luas atau

spesifik dapat digunakan secara

profilaksis, mencegah atau mengatasi

infeksi.

Toksoid tetanus untuk mencegah

infeksi tetanus. Leukositosis biasanya

terjadi pada proses infeksi, anemia

dan peningkatan LED dapat terjadi

pada osteomielitis. Kultur untuk

mengidentifikasi organisme penyebab

infeksi.

Mengevaluasi perkembangan masalah

klien.

Fraktur Femur AP 2013 Page 24

Page 25: Fraktur Os Nasal Bab 1

7. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan

b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan

kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.

Tujuan : Klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria

klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya.

Intervensi Keperawatan Rasional

1. Kaji kesiapan klien mengikuti

program pembelajaran.

2. Diskusikan metode mobilitas

dan ambulasi sesuai program

terapi fisik.

3. Ajarkan tanda/gejala klinis

yang memerluka evaluasi

medik (nyeri berat, demam,

perubahan sensasi kulit distal

cedera).

4. Persiapkan klien untuk

mengikuti terapi pembedahan

bila diperlukan.

Efektivitas proses pemeblajaran

dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan

mental klien untuk mengikuti

program pembelajaran.

Meningkatkan partisipasi dan

kemandirian klien dalam perencanaan

dan pelaksanaan program terapi fisik.

Meningkatkan kewaspadaan klien

untuk mengenali tanda/gejala dini

yang memerulukan intervensi lebih

lanjut.

Upaya pembedahan mungkin

diperlukan untuk mengatasi maslaha

sesuai kondisi klien.

3.4 Evaluasi

- Nyeri berkurang atau hilang.

- Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer.

- Pertukaran gas adekuat.

- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.

- Infeksi tidak terjadi.

- Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami.

Fraktur Femur AP 2013 Page 25

Page 26: Fraktur Os Nasal Bab 1

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G, 2001) atau setiap retak atau patah

pada tulang yang utuh (Reeves C.J, Roux G & Lockhart R, 2001). Fraktur femur

dapat terjadi pada beberapa tempat diantaranya: kolum femoris, trokhanter, batang

femur, suprakondiler, kondiler, kaput. (Watson,2002). Fraktur panggul adalah fraktur

salah satu bagian dari trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam

panggul.(Hoppenfeld & Murthy, 2000).

Penyebab fraktur antara lain karena cedera langsung, cedera tidak langsung,

tumor tulang, osteomielitis rakhitis dan stes tulang. Penanganan fraktur femur secara

non-operatif dan operatif.

Fraktur Femur AP 2013 Page 26

Page 27: Fraktur Os Nasal Bab 1

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC,

Jakarta.

Doenges M.E. (1989). Nursing Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed).

Philadelpia, F.A. Davis Company

King, Maurice, dkk.(2001). Bedah Primer Trauma. Jakarta. EGC

Mansjoer, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Musliha, (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta. Nuha Medika.

Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta. EGC.

Purwadianto, Agus, dkk. (2000). Kedaruratan Medik. Jakarta Barat. Binarupa Aksara.

Suratun,dkk.( 2008 ). Klien Gangguan Sistem Muskuluskeletal. Jakarta. EGC.

Thomas, Mark A.(2011). Terapi dan rehabilitasi Fraktur. Jakarta. EGC.

Fraktur Femur AP 2013 Page 27