bab 2 dss

23
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Definisi Demam dengue (DF) adalah penyakit virus akut ditandai dengan demam mendadak, sakit kepala parah, nyeri pada daerah mata, nyeri otot dan sendi , dan adanya ruam. Penurunan nafsu makan dan berat badan merupakan salah satu tanda yang mungkin terjadi pada orang dengan demam dengue. Gejala lainnya yang sering terjadi pada demam dengue adalah pembengkakan kelenjar getah bening, petechiae (perdarahan kecil-kecil di kulit), mimisan, dan gusi berdarah 4 . Sedangkan demam berdarah (DHF) adalah bentuk yang lebih serius dari demam dengue. Demam berdarah ditandai dengan adanya demam mendadak selama kurang lebih 2 sampai 7 hari, tes tourniquet positif, perdarahan dari permukaan mukosa (misalnya pada mukosa hidung, gastrointestinal, vagina, gusi), hepatomegali, dan dalam kasus yang lebih parah mungkin terjadi kegagalan pada sirkulasi darah di dalam tubuh. Hal yang membedakan demam dengue dengan demam berdarah adalah pada demam berdarah terjadi perubahan dalam

Upload: sunaryo-l

Post on 19-Jan-2016

20 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

DSS dengue

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 DSS

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Demam dengue (DF) adalah penyakit virus akut ditandai dengan demam

mendadak, sakit kepala parah, nyeri pada daerah mata, nyeri otot dan sendi ,

dan adanya ruam. Penurunan nafsu makan dan berat badan merupakan salah

satu tanda yang mungkin terjadi pada orang dengan demam dengue. Gejala

lainnya yang sering terjadi pada demam dengue adalah pembengkakan kelenjar

getah bening, petechiae (perdarahan kecil-kecil di kulit), mimisan, dan gusi

berdarah 4.

Sedangkan demam berdarah (DHF) adalah bentuk yang lebih serius dari

demam dengue. Demam berdarah ditandai dengan adanya demam mendadak

selama kurang lebih 2 sampai 7 hari, tes tourniquet positif, perdarahan dari

permukaan mukosa (misalnya pada mukosa hidung, gastrointestinal, vagina,

gusi), hepatomegali, dan dalam kasus yang lebih parah mungkin terjadi

kegagalan pada sirkulasi darah di dalam tubuh. Hal yang membedakan demam

dengue dengan demam berdarah adalah pada demam berdarah terjadi

perubahan dalam faktor pembekuan darah, jumlah platelet yang rendah

(trombositopenia ≤ 100.000), dan terjadi kebocoran plasma (plasma leakage)

yang ditandai dengan meningkatnya hematokrit ≥ 20% 4,5.

Dengue Shock Syndrome (DSS) mencakup semua kriteria demam

berdarah serta terjadi kegagalan pada sirkulasi. Pada dengue shock syndrome

terjadi penurunan tekanan darah secara mendadak, nadi teraba cepat dan

lemah, kulit lembab dan dingin serta gelisah. Gejala dan tanda-tanda tersebut

Page 2: BAB 2 DSS

merupakan suatu keadaan shock dan dapat menyebabkan kematian secara

mendadak 5.

2.2 Epidemiologi

Dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dan ditularkan

melalui nyamuk ke manusia. Hal ini dapat meningkatkan angka morbiditas dan

mortalitas. Epidemiologi dari demam dengue sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor

yaitu faktor host (manusia dan nyamuk), faktor agen (virus), dan faktor

lingkungan (abiotik dan biotik). 3 faktor terpenting inilah yang akan menentukan

tingkat endemisitas demam dengue dan demam berdarah di suatu daerah 6.

Epidemi dengue shock syndrome dilaporkan pertama kali terjadi pada

tahun 1953 di Filipina dan dengan cepat menyebar ke Thailand, Vietnam,

Indonesia, dan negara-negara Asia lainnya. Pada tahun 1970 dilaporkan bahwa

hanya 9 negara yang telah mengalami epidemi dengue shock syndrome, namun

pada tahun 1995 angka tersebut meningkat lebih dari empat kali lipat.

Berdasarkan data dari WHO 20 tahun terakhir, negara-negara di Asia tenggara

khususnya di Indonesia, Myanmar, dan Thailand, penyebab dari demam dengue

disebabkan oleh empat serotipe virus 7.

Menurut WHO, angka kejadian demam dengue di dunia dilaporkan

mencapai 100 juta kasus per tahunnya dan lebih dari 500.000 kasus adalah

kasus demam berdarah dan kasus dengan dengue shock syndrome. Dilaporkan

juga bahwa lebih dari 112 negara di dunia khususnya negara-negara di daerah

tropis merupakan negara endemis demam dengue 7.

5

Page 3: BAB 2 DSS

Jumlah kasus demam berdarah tidak pernah menurun di daerah tropik

dan subtropik bahkan cenderung terus meningkat

dan banyak menimbulkan

kematian khususnya pada anak di bawah 15 tahun. Di Indonesia, kematian yang

terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480 orang

dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah

kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara bermakna dibandingkan

tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008 sebanyak 137469 orang dengan

kematian 1187 orang atau case fatality rate (CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009

sebanyak 154855 orang dengan kematian 1384 orang atau CFR 0,89% 5,8.

Gambar 2.2.1: negara dan daerah endemis demam dengue berdasarkan data WHO tahun 2011

Dari data departemen kesehatan Indonesia dalam lima tahun terakhir DKI

Jakarta menempati posisi tertinggi kasus demam berdarah dan dengue shock

syndrome yaitu sebanyak 313 kasus per 100.000 penduduk. Sedangkan Nusa

Tenggara Timur merupakan provinsi dengan angka insiden demam berdarah dan

6

Page 4: BAB 2 DSS

dengue shock syndrome terendah yaitu sebanyak 8 kasus per 100.000

penduduk 8.

Gambar 2.2.2: angka insiden demam berdarah dengan prevalensi high risk, medium risk, dan low risk di Indonesia

2.3 Etiologi

Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue (DENV), yang merupakan

virus RNA rantai tunggal (dengan panjang sekitar 11 kilobases) berbentuk

nukleokapsid ikosahedral dan amplop lipid tertutup. Virus Dengue memiliki 4

serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3 dan DENV- 4. Sebuah penelitian

genetika menunjukkan bahwa 4 serotipe ini berevolusi sekitar 1000 tahun yang

lalu kemudian berkembak dan menular sekitar 500 tahun yang lalu baik di daerah

Asia atau di Afrika. Di daerah-daerah endemis khususnya di daerah tropis, vektor

nyamuk yaitu Aedes aegypti dan faktor manusia merupakan faktor resiko

terpenting untuk penyebaran infeksi. Faktor resiko lainnya yang dapat

menyebabkan meningkatnya infeksi virus dengue adalah faktor kepadatan

penduduk dan pertumbuhan penduduk. Hal ini akan mempercepat terjadinya

infeksi virus dengue 9.

7

Page 5: BAB 2 DSS

2.4 Klasifikasi

Tabel 2.4.1 Klasifikasi dengue virus infection

Infeksi yang disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe dengue

dapat bermanifestasi menjadi infeksi virus dengue dan dapat menyebabkan

bermacam-macam derajat keparahan. Derajat keparahan dapat bercariasi dari

adanya demam ringan, demam berdarah klasik nonspesifik (DF), demam dengan

derajat lebih parah yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan dapat diikuti

dengan adanya gejala-gejala shock yaitu dengue shock syndrome (DSS) 10.

Infeksi asimptomatik (asymptomatic infection) terjadi lebih dari separuh

orang yang terinfeksi dengue. Pada kondisi ini, orang yang terinfeksi tersebut

tidak menunjukkan adanya tanda dan gejala klinis infeksi virus dengue.

Sedangkan undifferentiated fever adalah kondisi dimana pasien mengalami

demam dengan gejala non spesifik dan bersifat ringan dimana kondisi ini bisa

saja dikarenakan oleh demam akut lainnya. Pada kondisi ini pasien tidak

memenuhi kriteria dengue fever baik secara klinis maupun dengan menggunakan

pemeriksaan penunjang sederhana. Untuk mendiagnosis secara pasti perlu

8

Page 6: BAB 2 DSS

dilakukan pemeriksaan secara serologis dan molekuler yang lebih spesifik untuk

demam dengue. Kondisi ini banyak terjadi pada anak dan pada pasien dewasa

yang pertama kali mengalami infeksi oleh dengue atau pada pasien yang pernah

mengalami infeksi virus dengue dan sembuh sepenuhnya tanpa perawatan di

rumah sakit 10.

Demam dengue dengan atau tanpa pendarahan (dengue fever with or

without hemorrhage) biasa terjadi sekitar 2 sampai 7 hari dan diikuti oleh dua

atau lebih gejala-gejala seperi sakit kepala, nyeri pada daerah mata, myalgia,

arthralgia, pethicae, pendarahan pada mukosa (gastrointestinal, mulut, gingiva

dan genitourinary), epistaksis, ruam di kulit dan tes tourniquet positif. Pada

kondisi ini tidak terjadi adanya kebocoran plasma 10.

Tabel 2.4.2: derajat dan manifestasi klinik demam berdarah (dengue hemorrhagic fever)

Berdasarkan kriteria WHO demam berdarah (dengue hemorrhagic fever)

harus memenuhi syarat adanya demam akut selama 2-7 hari dengan sifat bifasik,

adanya manifestasi pendarahan yang dibuktikan dengan adanya pethicae,

hematemesis atau melena, pendarahan dari mukosa tubuh dan tes tourniquet

positif. Pada pemeriksaan penunjang juga harus didapatkan adanya

trombositopenia ≤ 100.000 dan adanya bukti kebocoran plasma (plasma

9

Page 7: BAB 2 DSS

leakage) yang disebabkan karena meningkatnya permeabilitas vaskular yang

ditandai dengan meningkatnya hematokrit ≥ 20% dan mungkin didapatkan tanda-

tanda kebocoran plasma misalnya efusi pleural, asites dan hipoproteinemia 7,11.

Sedangkan untuk kriteria demam berdarah dengan shock (dengue shock

syndrome) didapatkan adanya kriteria demam berdarah (dengue hemorrhagic

fever) yaitu demam akut, trombositopenia, tanda-tanda pendarahan, dan

kebocoran plasma ditambah dengan adanya kegagalan dalam sirkulasi.

Kegagalan dalam sirkulasi meliputi nadi yang cepat dan lemah, perbedaan

tekanan darah yang sempit antara sistole dan diastole yaitu <20 mmHg,

hipotensi < 80mmHg pada anak usia 5 tahun kebawah atau < 90 mmHg pada

usia 5 tahun keatas, dan didapatkan adanya kulit yang lembab dan dingin serta

gelisah 7.

2.5 Penatalaksaan

2.5.1 Strategi Pengobatan

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan

plasma dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap

adanya perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan

mencegah terjadinya syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat

peralihan dari fase demam (fase febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris)

yang biasanya terjadi pada hari ketiga sampai kelima. Oleh karena itu pada

periode kritis tersebut diperlukan peningkatan kewaspadaan. Adanya

perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan pengawasan

klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit. Pemilihan jenis

10

Page 8: BAB 2 DSS

cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci keberhasilan

pengobatan. Pemberian cairan plasma, pengganti plasma, tranfusi darah, dan

obat-obat lain dilakukan atas indikasi yang tepat. Pada dasarnya pengobatan

DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat

peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD

dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa.

Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk

dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan dokter dan perawat yang

terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan kristaloid dankoloid, serta

bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini danmemberikan

nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok, merupakan hal yang

penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit

DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya

tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci

keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter untuk

dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase

kritis, fase syok) dengan baik.

Perbedaan patofisilogik utama antara DD/DBD/SSD dan penyakit lain

adalah adanya peningkatan permeabilitas kapiler yang menyebabkan

perembesan plasma dangangguan hemostasis. Gambaran klinis DBD/SSD

sangat khas yaitu demam tinggi mendadak, diastesis hemoragik, hepatomegali,

dankegagalan sirkulasi. Maka keberhasilan tatalaksana DBD terletak pada

bagian mendeteksi secara dini fase kritis yaitu saat suhu turun (the time of

defervescence) yang merupakan fase awal terjadinya kegagalan sirkulasi,

dengan melakukan observasi klinis disertai pemantauan perembesan plasma

11

Page 9: BAB 2 DSS

dan gangguan hemostasis. Prognosis DBD terletak pada pengenalan awal

terjadinya perembesan plasma, yang dapat diketahui dari peningkatan kadar

hematokrit. Fase kritis pada umumnya mulai terjadi pada hari ketiga sakit.

Penurunan jumlah trombosit sampai <100.000/pl atau kurang dari 1-2 trombosit/

Ipb (rata-rata dihitung pada 10 Ipb) terjadi sebelum peningkatan hematokrit

dansebelum terjadi penurunan suhu. Peningkatan hematokrit 20% atau lebih

mencermikan perembesan plasma danmerupakan indikasi untuk pemberian

caiaran. Larutan garam isotonik atau ringer laktat sebagai cairan awal pengganti

volume plasma dapat diberikan sesuai dengan berat ringan penyakit. Perhatian

khusus pada asus dengan peningkatan hematokrit yang terus menerus

danpenurunan jumlah trombosit < 50.000/41.

Tatalaksana DBD fase demam tidak berbeda dengan tatalaksana DD,

bersifat simtomatik dansuportif yaitu pemberian cairan oral untuk mencegah

dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena tidak mau minum,

muntah atau nyeri perut yang berlebihan, maka cairan intravena rumatan perlu

diberikan. Antipiretik kadang-kadang diperlukan, tetapi perlu diperhatikan bahwa

antipiretik tidak dapat mengurangi lama demam pada DBD. Rasa haus dan

keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam tinggi, anoreksia

danmuntah. Jenis minuman yang dianjurkan adalah jus buah, air teh manis,

sirup, susu, serta larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg BB dalam

4-6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan

rumatan 80-100 ml/kg BB dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum asi,

tetap harus diberikan disamping larutan oiarit. Bila terjadi kejang demam,

disamping antipiretik diberikan antikonvulsif selama demam.

12

Page 10: BAB 2 DSS

Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi.

Periode kritis adalah waktu transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke

3-5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan

pemeriksaan laboratorium yang terbaik untuk pengawasan hasil pemberian

cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma danpedoman kebutuhan

cairan intravena. Hemokonsentrasi pada umumnya terjadi sebelum dijumpai

perubahan tekanan darah dantekanan nadi. Hematokrit harus diperiksa minimal

satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu normal kembali. Bila sarana

pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan hemoglobin dapat

dipergunakan sebagai alternatif walaupun tidak terlalu sensitif. Untuk Puskesmas

yang tidak ada alat pemeriksaan Ht, dapat dipertimbangkan dengan

menggunakan Hb.

Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada

fase penurunan suhu (fase a-febris, fase krisis, fase syok) maka dasar

pengobatannya adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walaupun

demikian, penggantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati.

Kebutuhan cairan awal dihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus

syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit).

Tetesan dalam 24-28 jam berikutnya harus selalu disesuaikan dengan

tanda vital, kadar hematokrit, danjumlah volume urin. Penggantian volume cairan

harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi kebocoran plasma. Secara umum

volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan rumatan ditambah 5-8%. Cairan

intravena diperlukan, apabila terus menerus muntah, tidak mau minum, demam

tinggi sehingga tidak rnungkin diberikan minum per oral, ditakutkan terjadinya

dehidrasi sehingga mempercepat terjadinya syok, nilai hematokrit cenderung

13

Page 11: BAB 2 DSS

meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan yang diberikan tergantung

dari derajat dehidrasi dankehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5% di

dalam larutan NaCl 0,45%. Bila terdapat asidosis, diberikan natrium bikarbonat

7,46% 1-2 ml/kgBB intravena bolus perlahan-lahan.

Apabila terdapat hemokonsentrasi 20% atau lebih maka komposisi jenis

cairan yang diberikan harus sama dengan plasma. Volume dan komposisi cairan

yang diperlukan sesuai cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai sedang,

yaitu cairan rumatan + defisit 6% (5 sampai 8%), Oleh karena perembesan

plasma tidak konstan (perembesam plasma terjadi lebih cepat pada saat suhu

turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan dengan kecepatan dan

kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan kadar hematokrit.

Penggantian volume yang bedebihan danterus menerus setelah plasma terhenti

perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika memasuki fase

penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali kedalam

intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan menyebabkan

edema paru dandistres pernafasan. Pasien harus dirawat dansegera diobati bila

dijumpai tanda-tanda syok yaitu gelisah, letargi/lemah, ekstrimitas dingin, bibir

sianosis, oliguri, dan nadi lemah, tekanan nadi menyempit (20mmHg atau

kurang) atau hipotensi, danpeningkatan mendadak dari kadar hematokrit atau

kadar hematocrit meningkat terus menerus walaupun telah diberi cairan

intravena. Jenis Cairan yang paling dianjurkan adalah yang telah

direkomendasikan oleh WHO.

Syok merupakan keadaan kegawatan. Cairan pengganti adalah

pengobatan yang utama yang berguna untuk memperbaiki kekurangan volume

plasma. Pasien anak akan cepat mengalami syek dansembuh kembali bila

14

Page 12: BAB 2 DSS

diobati segera dalam 48 jam. Pada penderita SSD dengan tensi tak terukur

dantekanan nadi <20 mm Hg segera berikan cairan kristaloid sebanyak 20 ml/kg

BB/jam seiama 30 menit, bila syok teratasi turunkan menjadi 10 ml/kg BB.

2.5.2 Koreksi Gangguan Metabolik dan Elektrolit

Hiponatremia danasidosis metabolik sering menyertai pasien DBD/SSD, maka

analisis gas darah dankadar elektrolit harus selalu diperiksa pada DBD berat.

Apabila asidosis tidak dikoreksi, akan memacu terjadinya KID, sehingga

tatalaksana pasien menjadi lebih kompleks. Pada umumnya, apabila

penggantian cairan plasma diberikan secepatnya dan dilakukan koreksi asidosis

dengan natrium bikarbonat, maka perdarahan sebagai akibat KID, tidak akan

tejadi sehingga heparin tidak diperlukan.

2.5.3 Transfusi darah

Pemeriksaan golongan darah cross-matching harus dilakukan pada

setiap pasien syok, terutama pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock).

Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan manifestasi perdarahan yang

nyata. Kadangkala sulit untuk mengetahui perdarahan interna (internal

haemorrhage) apabila disertai hemokonsentrasi. Penurunan hematocrit

(misalnya dari 50% menjadi 40%) tanpa perbaikan klinis walaupun telah

diberikan cairan yang mencukupi, merupakan tanda adanya perdarahan.

Pemberian darah segar dimaksudkan untuk mengatasi pendarahan karena

cukup mengandung plasma, sel darah merah dan faktor pembesar trombosit.

Plasma segar dan atau suspensi trombosit berguna untuk pasien dengan KID

dan perdarahan masif. KID biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan

perdarahan masif sehingga dapat menimbulkan kematian. Pemeriksaan

hematologi seperti waktu tromboplastin parsial, waktu protombin, dan fibrinogen

15

Page 13: BAB 2 DSS

degradation products harus diperiksa pada pasien syok untuk mendeteksi

terjadinya dan berat ringannya KID. Pemeriksaan hematologis tersebut juga

menentukan prognosis.

2.5.4 Ruang Rawat Khusus Untuk DBD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD

seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan

untuk kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas

laboratorium untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, dantrombosit yang

tersedia selama 24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di

ruang perawatan DBD. Paramedis dapat dibantu oleh orang tua pasien untuk

mencatat jumlah cairan baik yang diminum maupun yang diberikan secara

intravena, serta menampung urin serta mencatat jumlahnya.

Kreteria Memulangkan Pasien:

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau

asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

16

Page 14: BAB 2 DSS

2.6 Diagnosis Banding dan Komplikasi

Untuk memastikan diagnosis dengue syok sindrom, kita perlu terlebih

dulu menegakkan diagnosis demam berdarah dengue, karena DSS sendiri

adalah komplikasi dari demam berdarah dengue. Dalam menegakkan diagnosis

demam berdarah dengue terdapat beberapa penyakit sebagai diagnosis

pembanding, di antaranya adalah tifoid, campak, influenza, chikungunya,

leptospirosis. Sudah kita ketahui bersama, diagnosis pasti dari demam berdarah

dengue adalah pemeriksaan serologis di mana didapatkan organisme virus

dengue, namun idealnya kita mampu melakukan diagnosis tanpa pemeriksaan

penunjang serologis mengingat biaya yang dikeluarkan tidak sedikit1.

Berikut ini adalah gejala-gejala klinis dari kriteria WHO 1997 yang digunakan

untuk menegakkan diagnosis DBD:

1. Demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik

2. uji bendung positif

3. ptekie, ekomosis, purpura

4. perdarahan mukosa, epistaksis atau perdarahan gusi

5. hematemesis atau melena

6. Trombositopenia

7. Terdapat tanda2 plasma bocor, hematocrit meningkat lebih dari 20%,

penurunan hematocrit lebih dari 20% setelah terapi cairan, efusi pleura, asites,

hipoproteinemia.

DSS adalah seluruh kriteria di atas disertai kegagalan sirkulasi dengan

manifestasi nadi cepat lemah, tekanan darah turun kurang dari sama dengan 20

mmHg, hipotensi dibandingkan standar umur, kulit dingin dan lembab, serta

17

Page 15: BAB 2 DSS

gelisah. DBD memiliki karakter demam akut, antara 2-7 hari. Di antara sekian

penyakit yang memiliki karakter demam akut, seperti tifoid, campak, influenza,

chikungunya, dan leptospirosis, DBD memiliki karakter yang khas yaitu demam

yang bifasik, berupa demam yang naik turun dalam beberapa hari1.

Tanda khas lain adalah uji bendung positif, yang dikenal dengan rumple leed

test. Caranya dengan melakukan bendungan dengan tensimeter pada tekanan

diantara sistolik dan diastolic selama 5 menit. Hasil tes dinyatakan positif jika

dalam 1 inch persegi terdapat lebih dari 10-20 ptekie2.

DBD adalah kondisi yang berpotensi fatal dari komplikasi infeksi dengue yang

dapat menyebabkan pembesaran liver dan pada beberapa kasus dapat terjadi

syok, yang kita kenal dengan dengue syok sindrom1,3.

Berikut ini adalah tanda-tanda syok tersebut:

1. Penurunan mendadak dari tekanan darah

2. Kulit yang dingin

3. Nadi yang cepat dan lemah

4. Mulut kering

5. Napas yang tidak teratur

6. Pupil yang berdilatasi

7. Berkurangnya aliran dan pengeluaran urin

Komplikasi lainnya yang biasanya dapat muncul di antaranya pneumonia,

kegagalan sumsum tulang belakang, hepatitis, perdarahan retina, dan orchitis.

Depresi dan kemahan kronik lebih sering terjadi pada wanita tua. Komplikasi

neurologis (seperti encephalitis, Guillain-Barre syndrome, subdural hematoma)

lebih jarang terjadi. Superinfeksi bakteri terjadi lebih sering pada usia lanjut,

18

Page 16: BAB 2 DSS

demam tinggi, perdarahan saluran cerna, penyakit ginjal dan penurunan

kesadaran3.

Tingkat mortalitas dapat mencapai 40% jika komplikasi serius ini tidak ditangani

dengan segera dan tepat. Jika komplikasi ini ditangani dengan optimal, maka

angka mortalitas dapat turun menjadi sekitar 1-2%3.

2.7 Prognosis

Prognosis demam dengue dapat beragam, dipengaruhi oleh adanya

antibodi yang didapat secara pasif atau infeksi sebelumnya. Pada DBD, kematian

telah terjadi pada 40-50% pasien dengan syok, tetapi dengan penanganan

intensif yang adekuat kematian dapat ditekan <1% kasus. Keselamatan secara

langsung berhubungan dengan penatalaksanaan awal dan intensif. Pada kasus

yang jarang, terdapat kerusakan otak yang disebabkan syok berkepanjangan

atau perdarahan intracranial.

19