bab 2

32
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kulit 2.1.1 Anatomi Kulit Kulit adalah organ terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2m 2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital, serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic, dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortoro, Derrickson, 2009). Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Kulit mempunyai berbagai fungsi sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indra perasa, dan fungsi pergetahan (Setia budi, 2008). Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu : epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis (Harahap, 2000). 5

Upload: zieraf-arek-oblo

Post on 05-Nov-2015

219 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

desss

TRANSCRIPT

25

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Konsep Kulit2.1.1 Anatomi KulitKulit adalah organ terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 2m2 dengan berat kira-kira 16% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital, serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastic, dan sensitive, bervariasi pada keadaan iklim, umur, jenis kelamin, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Tortoro, Derrickson, 2009).Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, pirang dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genetalia orang dewasa (Djuanda, 2003). Kulit mempunyai berbagai fungsi sebagai perlindung, pengantar haba, penyerap, indra perasa, dan fungsi pergetahan (Setia budi, 2008). Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu : epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis (Harahap, 2000).1. Lapisan epidermisLapisan epidermis terdiri atas :1) Stratum korneum Stratum korneum (lapian tanduk) adalah lapisan kulit paling luar terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat tanduk).2) Stratum lusidiumStratum lusidium terdapat langsung dibawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma berubah menjadi protein disebut eleidin. Lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.3) Stratum granulosumStratum granulosum (lapisan kerotohialin) merupakan dua atau tiga lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti. Butir-butir kasar terdiri dari keratohialin, stratum granulosum tampak jelas pada telapak kaki dan tangan.4) Stratum spinosumStratum spinosum (stratum malphigi) disebut pickle cell layer (lapisan akanta) terdiri beberapa lapisan berbentuk polygonal besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Protoplasmanya jernih karena mengandung glikogen dan inti terletak di tengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Diantara sel-sel stratum spinosum terdapat jembatan antara sel (intercelluler bridge) terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin perlekatan antara jembatan tersebut membentuk penebalan bulat kecil disebut nodulus bizzozero antara sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.5) Stratum basaleStratum basale terdiri sel-sel berbentuk kubus (kolumnar) tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermis berbaris seperti pagar (Palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis paling bawah. Sel-sel basal mengadakan mitosis berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri dua jenis sel yaitu :a. Sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong dan besar, di hubungkan dengan satu dengan yang lain oleh jembatan antar sel.b. Sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen (melanosomes) (Wasitaatmadja, 2005).2. Lapisan dermisLapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri dan lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar terbagi menjadi dua bagian yaitu :a. Pars papiler, yaitu bagian menonjol epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.b. Pars retikulare, yaitu bagian dibawahnya menonjol kearah subkutan, terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar atau matrik lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat, terdapat fibriblas. Serabut kolagen dibentuk di fibroblast, membentuk ikatan (bundel) mengandung hidroksisilin. Kolagen muda bersifat lentur bertambah umur menjadi kurang larut sehingga makin stabil. Retikulum mirip kolagen muda, serabut elastin biasanya bergelombang berbentuk amorf dan mudah mengembang serta lebih elastic (Wasitaatmadja, 2005).3. Lapisan subkutisLapisan subkutis adalah lanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose berfungsi sebagai cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung pada lokalisasinya. Di abdomen mencapai ketebalan 3 cm, di kelopak mata dan penis sangat sedikit.Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus diatas dermis (pleksus superfisial) dan di subkutis atau pleksus profunda (Wasitaatmadja, 2005).2.1.2 Fisiologi KulitBanyak fungsi dari kulit, yaitu : fungsi barier, mengatur suhu, sintesa vitamin D, melindungi dari sinar ultraviolet yang merusak, melindungi dari mikroorganisme pathogen, fungsi sensasi, ekskresi dan metabolism (Baumann et al., 2009). Kulit memiliki fungsi terpenting yaitu sebagai barier karena untuk melindungi dari agen-agen mekanik, kimia, dan serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias et al., 2007).

2.2 Konsep Luka2.2.1 Pengertian lukaLuka adalah suatu keadaan kerusakan jaringan dan dapat mengenai struktur yang lebih dalam dari kulit seperti saraf, otot, atau membrane. Menurut Taylor (2006) luka merupakan kondisi normal pada kulit. Ketika luka, terjadi kerusakan kesatuan atau komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang. Menurut Karakata dan Bachsinar (1995) yang dikutip oleh simanjuntak (2008) menyebutkan luka, cacat atau kerusakan kulit dan jaringan dibawahnya disebabkan oleh :1) Trauma mekanis yang disebabkan karena tergesek, terpotong, terpukul, tertusuk, terbentur dan terjepit, 2) Trauma elektris yang disebabkan cedera karena listrik dn petir3) Trauma termis yang disebabkan oleh panas dan dingin4) Trauma kimia yang disebabkan oleh zat kimia yang bersifat asam dan basa serta zat iritatif lainnya.Luka dapat terjadi secara sengaja maupun tidak disengaja. Luka yang dilakukan secara sengaja salah satu contohnya adalah luka insisi akibat luka operasi. Luka insisi merupakan luka yang disebabkan objek tajam, biasanya mencakup seluruh luka akibat benda-benda seperti pisau, pedang, silet, kaca, kapak tajam, dan lain-lain. Ciri yang paling penting dari luka iris adalah adanya pemisahan yang rapih dari kulit dan jaringan dibawahnya, maka sudut bagian luar biasanya bias dikatakan bersih dari kerusakan apapun (Morison, 2004).Pada luka insisi terdapat beberapa derajat luka yang dapat terjadi yaitu : luka insisi stadium I (superficial) biasanya terjadi pada lapisan epidermis kulit. Stadium II (luka partial thickness) yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Ciri khusus dari luka superfisial ini yaitu adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal. Luka stadium III (Full thickness) yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Luka terjadi kerusakan sampai pada epidermis, dermis, dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu luka yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitar. Luka stadium IV ( full thickness), luka ini biasaya terjadi kerusakan yang lebih parah mencapai lapisan otot, tendon dan tolang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas (Reksoprodjo, 1995).

2.2.2 Mekanisme terjadinya luka Mekanisme terjadinya luka dapat dibagi menjadi luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument yang tajam, misalnya yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi). Luka insisi merupakan luka yang diakibatkan oleh terputusnya jaringan, perbedaan penyembuhan luka antara luka yang terputus jaringan dengan yang hilangnya jaringan dapat dilihat dari proses penyembuhan lukanya (Morison, 2004).2.2.3 Proses Penyembuhan LukaPenyembuhan luka merupakan proses terus-menerus dari peradangan sampai dengan perbaikan, dimana sel-sel inflamasi, epitel, endotel, trombosit dan fibroblast keluar secara bersamaan dari tempatnya dan berinteraksi memulihkan kerusakan. Setelah terjadi luka segera dimulai hemostasis berupa vasokonstriksi, agregasi thrombosit, dan proses pembekuan darah.Bekuan darah ini akan berfungsi sebagai pertahanan terhadap kontaminasi bakteri dan mencegah kehilangan cairan. Terbentuk fibrin, fibronektin, asam hialuronik yang akan menginfiltrasi daerah luka membentuk ECM. Pembentukan matriks ini akan berfungsi sebagai perekat sel dan jalur masuk sel ke daerah luka.Pada proses penyembuhan luka elemen yang berbeda secara kontinyu dan bersamaan bekerja secara terintegrasi, tetapi untuk keperluan deskriptif dibedakan menjadi fase-fase yang saling tumpang tindih yakni fase inflamasi, fase migrasi atau proliferasi atau fase granulasi dan fase maturasi atau remodeling.

Gambar 2.1. Fase penyembuhan luka1. Fase inflamasi Fase inflamasi terjadi pada hari 3-5. Setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus akan mengalami konstraksi dan retraksi desertai reaksi Homeostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Komponen Homeostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang meliputi Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-b) yang berperan untuk terjadinya kemotaksisnetrofil, makrofag, mast sel, sel endothelial dan fibroblast. Keadaan ini disebut fase inflamasi, pada fase ini kemudian akan terjadi vasodilatasi dan akumulasi leukosit Polymorphonuclear (PMN). Agregat trombosit akan mengeluarkan mediator Inflamasi Transforming Growth Factor beta I (TGF b1) yang juga dikeluarkan oleh makrofag. Adanya TGF b1 akan mengaktifasi fibroblast untuk mensintesis kolagen. Periode ini hanya berlangsung sekitar 5-10 menit, dan setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler stimulasi saraf sensoris (Local Sensoris Nerve Ending), Local Reflex Action, dan adanya substansi vasodilator yang berupa: histamin, serotonin dan sitokins. Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dan pembuluh darah masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis.Eksudasi ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag di samping fagositosis adalah:a. Sintesa kolagen.b. Pembentukan jaringan granulasi bersama-sama dengan fibroblas.c. Pembentukan pembuluh kapiler baru atau angiogenesis.Dengan berhasilnya dicapai luka yang bersih, tidak terdapat infeksi atau kuman serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya: eritema, hangat pada kulit, edema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari ke-4.2. Fase Proliferasi Fase ini terjadi pada hari ke 3 14. Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses rekonstruksi jaringan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid, fibronectin dan profeoglycans) yang berperan dalam membangun (rekonstruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki kawasan luka.Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan proses proliferasi fibroblas dengan aktifitas sintetiknya disebut fibroblasia. Respons yang dilakukan fibroblas terhadap proses fibroplasia adalah: proliferasi, migrasi, deposit, jaringan matriks, dan kontraksi luka. Angiogenesis suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proliferasi proses penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes), pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka karena biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet dan makrofag (growth factors).Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa kolagen oleh fibroblas, pembentukan lapisan dermis ini akan disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan dengan defek luka minimal. Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.3. Fase Maturasi Fase ini dimulai dari hari ke 7 sampai dengan 1 tahun. Tujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan jaringan garunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda (gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat dan struktur yang lebih baik (proses re-modelling). Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka. Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan dengan kurang gizi, disertai dengan penyakit sistemik (diabetes mellitus) (Suriadi, 2004).2.2.4 Faktor yang mempengaruhi penyembuhan lukaFaktor yang mempengaruhi penyembuhan luka dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu sistemik dan faktor lokal.1. Faktor sistemika. UsiaPada usia lanjut proses penyembuhan luka lebih lama dibandingkan dengan usia muda. Faktor ini karena kemungkinan adanya proses degenerasi, tidak adekuatnya pemasukan makanan, menurunnya kekebalan, dan menurunnya sirkulasi.b. NutrisiFaktor nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan luka. Pada pasien yang mengalami penurunan tingkat diantaranya serum albumin, total limposit dan transferin adalah merupakan resiko terhambatnya proses penyembuhan luka. Selain protein, vitamin A, E dan C juga mempengaruhi dalam proses penyembuhan luka. Kekurangan vitamin A menyebabkan berkurangnya produksi macrophage yang konsekuensinya rentan terhadap infeksi, retardasi epitelialisasi, dan sintesis kolagen. Defisiensi vitamin E memepengaruhi pada produksi kolagen. Sedangkan defisiensi vitamin C menyebabkan kegagalan fibroblast untuk memproduksi kolagen, mudahnya terjadi rupture pada kapiler dan rentan terjadi infeksi.c. Insufisiensi vascularInsufisiensi vascular juga merupakan faktor penghambat pada proses penyembuhan luka. Seringkali pada kasus luka ekstermitas bawah seperti luka diabetic, dan pembuluh arteri dan atau vena kemudian dekubitus karena faktor tekanan yang semuanya akan berdampak pada penurunan atau gangguan sirkulasi darah.d. Obat-obatanTerutama pada pasien yang menggunakan terapi steroid, kemoterapi dan imunosupresi.2. Faktor lokal a. Suplai darahb. InfeksiInfeksi sistemik atau lokal dapat menghambat penyambuhan luka.c. NekrosisLuka dengan jaringan yang mengalami nekrosis dan eskar akan menjadi faktor peghambat untuk perbaikan luka.d. Adanya benda asing pada luka(Suriadi, 2004)

2.2.5 Perawatan lukaMetode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance, dimana perawatan luka tersebut lebih efektif dibandingkan dengan perawatan luka konvensional. Dalam manajemen perawatan luka moisture balanceini digunakan untuk memberikan suasana lembab pada luka agar dapat mempercepat migrasi sel epitel yang mempercepat penutupan luka, meningkatkan proses granulasi, mencegah infeksi dan mengurangi biaya perawatan. Moisture balancedapat dilakukan dengan perawatan luka tertutup (occlusive dressing). Perawatan luka tertutup (occlusive dressing) dapat menciptakan lingkungan lembab sehinggamempercepat proses penyembuhan luka. Pada perawatan luka moisture balance dengan occlusive dressingbiasanya menggunakan beberapa macam balutan yang dapat mendukung kelembapan luka yaitu: tulle grass, kalsium (Ca) alginate, hidroselulosa, hidrokoloid, hidrogel, foam, transparan film, antimicrobial dan odor Control, combine dressing dan nutritional dressing (Smeltzer, 2001).

2.3 Daun Salam (Syzygium polyanthum)2.3.1 Klasifikasi daun salam (Syzygium polyanthum)Secara ilmiah tumbuhan daun salam (Syzygium polyanthum) ini diklasifikasikan sebagai berikut :Divisi : SpermatophytaSubdivisi: AngiospermaeKelas: DicotyledoneaeSub kelas: DialypetalaeBangsa: MyrtalesSuku: MyrtaceaeMarga: SyzygiumJenis: Syzygium polyanthum(Tjitrosoepomo, 1998; Van Steenis, 2003)

Gambar 2.2. Daun salam (Syzygium polyanthum)Daun salam (Syzygium polyanthum) asli Asia Tenggara ditemukan di Burma, Malaysia dan Indonesia. Tanaman ini sangat sulit ditemukan di Negara Barat, kecuali Suriname dan yang banyak terdapat daun salam (Syzygium polyanthum) hanya di Indonesia (Katzer, 2004). Tanaman ini tumbuh diketinggian 5 meter sampai 1000 meter di atas permukaan laut. Pohon daun salam (Syzygium polyanthum) dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 1800 meter, banyak tumbuh di hutan maupun rimba belantara (Dalimarta, 2000).Pohon atau perdu, daun tunggal, bersilang berhadapan, pada cabang mendatar seakan-akan tersusun dalam 2 baris pada 1 bidang. Daun salam (Syzygium polyanthum) kebanyakan tanpa daun penumpu. Bunga, kelopak dan mahkota masing-masing terdiri atas 4-5 daun kelopak dan sejumlah daun mahkota yang sama. Pada daun salam (Syzygium polyanthum) banyak terdapat benang sari, Kadang-kadang berkelopak berhadapan dengan daun-daun mahkota. Daun salam (Syzygium polyanthum) mempunyai tangkai sari yang berwarna cerah dan terkadang menjadi bagian bunga. Daun salam (Syzygium polyanthum) memiliki bakal buah yang tenggelam, memiliki 1 tangkai putik, beruang 1 hingga lebih, dengan 1-8 bakal biji dalam tiap ruang. Biji dengan sedikit atau tanpa endosperm, lembaga lurus, bengkok atau melingkar (Van Steenis, 2003).2.3.2 Manfaat daun salam terhadap penyembuhan luka Daun salam (Syzygium polyanthum) mengandung tannin, flavonoid, saponin, triterpen, polifenol, alkaloid dan minyak atsiri (Sudarsono dkk., 2002). Penelitian yang dilakukan oleh Binar Wahyuning Widhi mengenai daun salam (Syzygium Polyanthum) dengan menggunakan kelompok perlakuan dengan kosentrasi 50%, kosentrasi 100% dan kelompok kontrol NaCl 0,9%. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak daun salam (Syzygium Polyanthum) pada kosentrasi 50% memiliki efek yang lebih baik daripada kosentrasi 100% dan terdapat perbedaan antara daun salam ekstrak 50 % dan kelompok kontrol dengan Nacl 0,9% pada eritema (p=0,001), granulasi luka ( p = 0,014 ) dan sisi luka ( p = 0,000 ) pada hari ke -4 dan granulasi luka ( p =0,050 ) dan samping (0,000) luka pada hari ke-6. Pada penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Alvyanto (2012) mengenai daun salam (Syzygium polyanthum) menjelaskan bahwa senyawa yang berperan penting pada penyembuhan luka adalah flavonoid, tannin dan saponin. 1. FlavonoidFlavonoid adalah senyawa yang tegabung dalam kelompok komponen fenolik (polyphenol) bersama dengan tannin dan merupakan senyawa non polar . Flavonoid dapat ditemukan dalam sel tumbuhan yang berfotosintesis, pada umumnya terdapat dalam buah-buahan, sayuran, kacang, biji-bijian, teh, dan madu. Fungsi flavonoid pada bunga untuk memberikan warna yang menarik, pada daun atau kulit buah sebagai pertahanan terhadap patogen seperti jamur dan sinar matahari. Senyawa ini juga berperan dalam fotosintesis, transfer energi, mengaktifkan hormon pertumbuhan dan meregulasi pertumbuhan tanaman (Andrew et. al, 2005). Flavonoid dibagi menjadi 12 subgrup sesuai struktur kimianya, yaitu: flavines, flavonols, flavanonols, isoflavones, anthocyanins, anthocyanidins, leucoanthosyanins, chalcones, dihydrochalcones, aurones, dan catechins (Machlin, 1991). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri. Senyawa flavonoid diduga mekanisme kerjanya adalah mendenaturasi protein sel bakteri dan merusak membran sel bakteri tanpa dapat diperbaiki lagi (Arsyi, 2008). Flavonoid bisa diekstraksi dengan menggunakan pelarut air, metanol dan etanol (Darusman, L. 2007). Flavonoid mempunyai macam efek, yaitu efek antitumor, anti HIV, immunostimulant, antioksidan, analgesik, antiradang (antiinflamasi), antivirus, antifungal, antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikemik, dan sebagai vasodilator (de Padua et al, 1999). Efek flavonoid sebagai anti bakteri diduga karena kemampuannya berikatan dengan protein ekstraseluler dan membran sitoplasma dari kuman. Semakin lipofilik suatu flavonoid, maka semakin kuat daya rusak flavonoid tersebut terhadap membran sitoplasma kuman (Tsuchiya et al, 1996). Efek antiinflamasi flavonoid didukung oleh aksinya sebagai antihistamin. Histamin adalah salah satu mediator inflamasi yang pelepasannya distimulasi oleh pemompaan kalsium ke dalam sel. Amella et al., (1985) dalam Nijveldt et al., (2001) melaporkan bahwa flavonoid dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Mekanisme yang tepat belum diketahui, namun Mueller (2005) menduga bahwa flavonoid dapat menghambat enzim c-AMP fosfodiesterase sehingga kadar c-AMP dalam sel mast meningkat, dengan demikian kalsium dicegah masuk ke dalam sel yang berarti juga mencegah pelepasan histamin (Gomperts et al., 1983).2. Tannin Tanin merupakan salah satu senyawa kimiawi yang termasuk dalam golongan polifenol yang diduga dapat mengikat salah satu protein yang dimiliki oleh bakteri yaitu adhesin dan apabila hal ini terjadi maka dapat merusak ketersediaan reseptor pada permukaan sel bakteri. Tanin juga telah dibuktikan dapat membentuk kompleks senyawa yang irreversibel dengan prolin, suatu protein lengkap, yang mana ikatan ini mempunyai efek penghambatan sintesis protein untuk pembentukan dinding sel (Agnol et.al., 2003). Tannin umumnya banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan (akar, daun, buah, dan biji) dan tanaman berkayu dengan konsentrasi tinggi, merupakan metabolit sekunder tumbuhan, non-nitrogen dan fenolik di alam. Fungsi tannin adalah sebagai sistem pertahanan tumbuhan melawan serangan mikroba dan hewan-hewan melalui kemampuan mereka mengkonstriksikan jaringan lunak dan membentuk kompleks bersama protein dan polisakarida (Aguilera et al., 2007). Polifenol yang terdiri atas tanin, flavonoid dan asam fenolat merupakan komponen yang paling menonjol dalam kaitannya dengan aktivitas antibakteri. Tanin memiliki aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah sebagai berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau subtrat bakteri dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri. Untuk membedakan tannin dengan senyawa sekunder lainnya, dapat dilihat dari sifat-sifat tannin itu sendiri: 1) Sifat fisika Apabila dilarutkan dengan air, tannin akan membentuk koloiddan akan memiliki rasa asam dan sepat. Apabila dicampur dengan alkaloid dan glatin, makaakan terbentuk endapan. Tidak dapat mengkristal.

2) Sifat kimia Merupakan senyawa kompleks yang memiliki bentuk campuran polifenol yang sulit untuk dipisahkan sehingga sulit membentuk kristal. Tanin dapat diidentifikasi dengan menggunakan kromatografi. Senyawa fenol yang ada pada tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik, dan pemberi warna. Sementara menurut Azizah (2004), tanin diduga dapat mengkerutkan dinding sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Masduki (1996) menyatakan bahwa tanin mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi atau inaktivasi fungsi materi genetik. Tanin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks dengan protein melalui kekuatan nonspesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik , sebagaimana pembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesin bakteri (molekul untuk menempel pada sel inang), menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan dalam respon imun selular (Asti, 2009).3. Saponin Saponin adalah senyawa glikosida yang berfungsi sebagai detergen alami. Menurut Lacaille-Dubois dan Wagner (1996) aktivitas spesifik saponin meliputi aktivitas yang berhubungan dengan kanker seperti sitotoksik, antitumor, kemopreventif, antimutagen, dan yang menyangkut aktivitas antitumor, antiinflamatori dan antialergenik, imunomodulator, antivirus, antihepatotoksik, antidiabetes, antifungi, dan molusisidal. Efek saponin meliputi aktivitas pada sistem kardiovaskular dan aktivitas pada sifat darah (hemolisis, koagulasi, kolesterol), sistem saraf pusat, sistem endokrin, dan aktivitas lainnya. Saponin mampu berikatan dengan kolesterol, sedangkan saponin yang masuk kedalam saluran cerna tidak diserap oleh saluran pencernaan sehingga saponin beserta kolesterol yang terikat dapat keluar dari saluran cerna. Hal ini menyebabkan kadar kolesterol dalam tubuh dapat berkurang (Lipkin, 1995). Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid). Pada hewan ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan dengan kolesterol pada sel membran protozoa sehingga menyebabkan membrondisis pada sel membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di dalam saluran pencernaan (Cheeke,1999).Saponin juga merupakan phytochemical yang berguna, antara lain menunjukkan aktivitas antifungal dan antibakteri yang berspektrum luas. Sifat fisik saponin yaitu memiliki minimal 2 atom N yang dapat berupa amin primer, sekunder, dan tertier. Sedangkan secara kimia, saponin bersifat basa (tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya). Saponin mempunyai kerja merusak membran plasma dari bakteri (Hopkins, 1995). Saponin juga bekerja dengan menghambat enzim DNA polymerase sehingga terjadi hambatan pada sintesa asam nukleat bakteri. Selain bakteri, saponin juga menghambat pertumbuhan jamur (Davidson, 2005).

2.3.3 Kerangka Teori

Daun Salam

SaponinFlavonoidTanin

Menghambat jalur metabolisme asam arachidonat, pembentukan prostaglandin, dan menghambat pelepasan reseptor histamin.Denaturasi protein dengan membentuk kompleks dengan protein

Menurunkan kadar prostaglandin dan leukotrienaMemblok jalur siklooksigenase dan jalur lipoksigenaseRespon imun selularMenstimulasi sel-sel fagositPembentukan ikatan kovalen, menginaktifkan adhesin bakteri

Luka Insisi Derajat IIFase Inflamasi

Proses Fase Inflamasi Memendek

Gambar 2.3. Kerangka Teori5