bab 12345
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Tekanan darah tinggi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang paling penting di beberapa negara. Hipertensi umumnya bersifat
asimptomatik. Bila dapat segera dideteksi, biasanya mudah diatasi namun dapat
mengakibatkan komplikasi yang mematikan jika dibiarkan tidak diterapi. Meski
pengetahuan mengenai patofisiologi hipertensi bertambah namun pada sebagian
besar kasus masih tidak diketahui etiologinya secara pasti. Sebagai akibatnya,
pada sebagian besar kasus hipertensi diterapi secara non spesifik sehingga
mengakibatkan sejumlah besar efek samping dan tingkat kesesuaian relatif tinggi.
Ukuran tekanan darah merupakan parameter harapan hidup yang akurat,
karena semakin tinggi tekanan darah akan semakin besar resiko komplikasi yang
dapat ditimbulkan. Hipertensi disebut sebagai pembunuh bisu karena biasanya
tidak menimbulkan gejala-gejala sampai tahap lanjut penyakit. Kita tidak
mungkin bisa merasakan tekanan darah sendiri. Satu-satunya cara untuk
mengetahui tekanan darah kita sendiri yaitu dengan menggunakan alat pengukur
tekanan darah yaitu Spigmomanometer.
1
Adapun definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik lebih besar ≥ 140
mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg. Berdasarkan data organisasi
kesehatan dunia WHO yang melakukan studi MONICA (Multinational
Monitoring Of Trends and Determinants in Cardiovascular Disease),
menunjukkan prevalensi hipertensi stage 2 dengan tekanan darah 160/140mmHg
masing-masing untuk pria 16 % ( 1998 ), 16,5 % ( 1993), 21 % (2000) dan wanita
masing – masing 16% ( 1998 ),17% (1993). Namun secara umum prevalensi
hipertensi pada orang dewasa antara 15%-20% umur lebih dari 50 tahun.
Sementara itu secara keseluruhan jumlah penderita hipertensi seluruh dunia
diperkirakan berjumlah 972 juta jiwa. Jumlah ini setara dengan 26,4 % populasi
orang dewasa. Sekitar 333 juta penderita hidup di negara-negara industri.
Sementara 639 juta lainnya tinggal di negara berkembang.
Begitu pula prevalensi hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan tempat
kami ditugaskan cukup tinggi, hal ini terbukti dari laporan 5 penyakit terbanyak
selama bulan Maret 2007 yaitu tercatat penderita hipertensi sebanyak 404 orang.
Namun kita belum bisa mengetahui gambaran kejadian hipertensi pada masing-
masing derajat hipertensi Oleh karena itu, hal inilah yang mendorong kami untuk
mengadakan studi mengenai faktor-faktor predisposisi yang dapat mendukung
terjadinya hipertensi seperti faktor usia, status ekonomi, kebiasaan, dll.
2
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan-
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana gambaran kejadian derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi
Selatan dilihat dari berbagai segi karakteristik individu?
2. Bagaimana gambaran kejadian derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi
Selatan dilihat dari berbagai segi kebiasaan hidup ?
3. Bagaimana gambaran kejadian derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi
Selatan dilihat dari segi riwayat penyakit ?
4. Apakah faktor karakteristik (Umur, Jenis Kelamin, IMT, Penghasilan,
Pekerjaan dan Pendidikan Terakhir) berpengaruh terhadap gambaran
kejadian derajat hipertensi ?
5. Apakah faktor Kebiasaan hidup (Kebiasaan Merokok dan Rasa makanan
yang digemari) berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi ?
6. Apakah faktor riwayat penyakit berpengaruh terhadap gambaran kejadian
derajat hipertensi ?
3
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud
1. Untuk mengetahui gambaran kejadian derajat hipertensi dilihat dari segi
karakteristik, habitus dan riwayat penyakit.
2. Untuk mengetahui hubungan antara faktor karakteristik, habitus dan
riwayat penyakit terhadap gambaran derajat hipertensi
1.3.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan penyuluhan
kepada masyarakat agar lebih preventif terhadap hipertensi
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan penelitian bagi Puskesmas
1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan tambahan data yang
spesifik mengenai hipertensi bagi Puskesmas Cimahi Selatan.
2. Diharapkan hasil penelitain ini dapat dijadikan salah satu referensi
bagi sumbangan ilmu kesehatan.
1.4.2 Kegunaan penelitian bagi masyarkat
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu informasi yang
berguna bagi masyarakat.
4
1.4.3 Kegunaan penelitian bagi peneliti
1. Memperoleh pengalaman belajar lapangan
2. Melatih kerja sama dalam suatu kelompok
3. Memperdalam ilmu pengetahuan mengenai hipertensi
4. Membiasakan peneliti untuk berinteraksi langsung dengan masyarakat
1.5 Kerangka Penelitian
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik diatas
140 mmHg atau tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Perjalanan hipertensi sangat
perlahan, penderita hipertensi biasanya tidak menunjukkan gejala yang spesifik.
Masa laten menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna.
Prevalensi hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan cukup tinggi. ini
terbukti dari laporan 5 penyakit terbanyak selama bulan Maret 2007 yaitu tercatat
penderita hipertensi sebanyak 404 orang. Adapun insidensi hipertensi meningkat
seiring bertambahnya usia. Prevalensi ringan sebanyak 2 % pada usia 25 tahun
atau kurang, meningkat menjadi 25 % pada usia 50 tahun dan 50 % pada usia 70
tahun. Sebagian besar ( 95 % ) adalah tergolong hipertensi essensial ( primer )
yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya atau disebut hipertensi idiopati.
Adapun faktor yang mempengaruhi hipertensi essensial seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek
dalam ekskresi Na dan peningkatan Na dan Ca intraseluler .
5
1.6 Hipotesis Penelitian
Peneliti menyusun beberapa hipotesis sebagai berikut :
- Umur berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan
- Jenis kelamin berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi
di Puskesmas Cimahi Selatan
- Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi
di Puskesmas Cimahi Selatan
- Status gizi berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan
- Penghasilan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan
- Kebiasaan merokok berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
- Rasa makanan kesukaan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
- Riwayat penyakit berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Hipertensi
Tekanan darah merupakan salah satu tanda vital tubuh yang
menggambarkan dua variabel organ penting, yaitu jantung dan pembuluh darah.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan
anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada
dewasa.
Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.
Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda, paling tinggi di waktu pagi hari dan
paling rendah pada saat tidur malam hari (Harrison,2000).
Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri.
Satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan
darah kita secara teratur.
Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di
masyarakat. Hipertensi yang tidak ditangani dengan baik, secara perlahan dan
pasti akan berkembang menjadi penyakit degeneratif termasuk gagal jantung dan
gagal ginjal. Hipertensi sering disebut ”silent killer“ karena penyakit ini
7
umumnya tidak ada gejala dan kemudian secara mendadak menyebabkan stroke
atau serangan jantung (Krummel, 2004).
50% penderita hipertensi meninggal karena penyakit jantung koroner, 33%
karena stroke dan 10-15% karena gagal ginjal (Kaplan, 1992).
Diketahui 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi tidak dapat
diidentifikasi penyebab penyakitnya. Hipertensi sebenarnya dapat diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Jika salah satu orang tua terkena hipertensi, maka
kecenderungan anak untuk menderita hipertensi adalah lebih besar dibandingkan
dengan mereka yang tidak memiliki orang tua menderita hipertensi.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Diantaranya terdapat banyak sekali definisi-definisi hipertensi yaitu :
” Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri “
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan arteri yang abnormal tinggi didalam arteri menyebabkan meningkatnya
resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal. Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang
lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
8
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik).
Tekanan darah ditulis sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan
diastolik, misalnya 120/80 mmHg, dibaca seratus dua puluh per delapan puluh.
Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai
140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau
keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik
dan diastolik. (menurut sumber www.medicastore.com)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu penyakit yang
diagnosisnya ditegakkan dengan mengukur tekanan darah. (menurut sumber dari
Universitas Padjajaran oleh Henhen Heryaman Dosen Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung).
Hipertensi adalah penyakit yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah.
(menurut Laboratorium klinik Prodia).
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sisitolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg
(Sylvia,2006).
9
2.2 Etiologi Hipertensi
Pada sekitar 90% penderita hipertensi, penyebabnya tidak diketahui dan
keadaan ini dikenal sebagai hipertensi esensial atau hipertensi primer.
Hipertensi esensial kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan
pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan
meningkatnya tekanan darah. (Harrison,2000)
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder.
Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal.
Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat
tertentu. (Harrison, 2000)
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu
tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin)
atau norepinefrin (noradrenalin). (Guyton,2002)
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga),
stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada
orang-orang yang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung
menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah
berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal. (Harrison,2000)
10
2.2.1 Hipertensi Esensial atau Hipertensi Primer
Pasien dengan hipertensi arterial dan penyebab yang tidak dapat dijelaskan
disebut hipertensi primer, esensial, atau idiopatik.Tanpa diragukan dalam
menjelaskan mekanisme yang bertanggung jawab terhadap hipertensi dianggap
disebabkan oleh berbagai sistem yang terlibat dalam pengaturan tekanan arteri
perifer dan/atau adrenergik sentral,renal,hormonal dan vaskuler dan kompleksnya
hubungan sistem – sistem ini satu dengan lainnya.Individu yang menderita
abnormalitas umum atau fungsional yang menyebabkan hipertensinya ,bahkan
terpisah,disebut menderita hipertensi esensial. (Silvia,1995)
Beberapa faktor penyebab hipertensi esensial :
- Herediter
- Lingkungan
- Sensitivitas garam (peranan renin,ion natrium versus klorida/kalsium)
- Resistensi insulin
Faktor yang mengubah perjalanan hipertensi esensial :
Usia, ras, jenis kelamin, merokok, asupan alkohol, kolesterol serum, intoleransi
glukosa , dan berat badan yang semuanya dapat mengubah prognosis penyakit ini.
11
2.2.2 Hipertensi sekunder.
Ketika ditemukan lebih dini ,pada hanya sebagian kecil pasien dengan
tekanan arteri meninggi dapat diidentifikasi sebabnya secara spesifik.Sebelumnya
pasien ini sebaiknya tidak mengabaikan paling sedikitnya dua alasan (1)dengan
memperbaiki penyebabnya,hipertensi mungkin membaik, dan (2) bentuk sekunder
memberikan pengertian yang mendalam mengenai etiologi hipertensi esensial.
Hampir seluruh bentuk sekunder dihubungkan dengan perubahan sekresi hormon
dan/atau fungsi ginjal.
Perubahan fungsi ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa
cara:
Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam
dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan
mengembalikan tekanan darah kenormal.
Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam
dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darahkembali
kenormal.
Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim
yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang
selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron. Ginjal merupakan
organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai
12
penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah
tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal ( stenosis
arteri renalis ) bisa menyebabkan hipertensi. Peradangan dan cedera pada salah
satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
(www.Medicastore.com)
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
1. Penyakit Ginjal
- Stenosis arteri renalis
- Pielonefritis
- Glomerulonefritis
- Tumor-tumor ginjal
- Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
- Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
- Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
2. Kelainan Hormonal
- Hiperaldosteronisme
- Sindroma Cushing
- Feokromositoma
13
3. Obat - obatan
- Pil KB
- Kortikosteroid
- Siklosporin
- Eritropoietin
- Kokain
- Penyalahgunaan alkohol
- Kayu manis (dalam jumlah sangat besar)
Penyebab Lainnya :
- Koartasio aorta
- Pre-eklamsia pada kehamilan
- Porfiria intermiten akut
- Keracunan timbal akut
(www.Medicastore.com)
14
2.3 Klasifikasi Hipertensi
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC (Joint National Committee) VII, 2003
SISTOLIK (mmHg)
DIASTOLIK
(mmHg)
Normal < 120 Dan <80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tingkat1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 Atau ≥100
Hipertensi sistolik terisolasi
≥140 Atau <90
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
(Fisher,2005; Krummel,2004)
Hipertensi primer, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi sekunder, yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit, obat-
obatan, maupun kehamilan
15
Sedangkan klasifikasi hipertensi menurut WHO berdasarkan tekanan diastolik,
yaitu:
Hipertensi derajat I, yaitu jika tekanan diastoliknya 95-109 mmHg.
Hipertensi derajat II, yaitu jika tekanan diastoliknya 110-119 mmHg.
Hipertensi derajat III, yaitu jika tekanan diastoliknya lebih dari 120 mmHg.
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah berdasarkan sumber dari Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas Berbahasa Indonesia
Kategori Tekanan Darah Sistolik
Tekanan Darah Diastolik
Normal 120 mmHg - 130 mmHg
85 mmHg - 95 mmHg
Untuk para lansia tekanan diastolik 140
mmHg masih dianggap normal.
Normal tinggi 130-139 mmHg 85-89 mmHg
Stadium 1(Hipertensi ringan)
140-159 mmHg 90-99 mmHg
Stadium 2(Hipertensi sedang)
160-179 mmHg 100-109 mmHg
Stadium 3(Hipertensi berat)
180-209 mmHg 110-119 mmHg
Stadium 4(Hipertensi maligna)
210 mmHg atau lebih 120 mmHg atau lebih
16
2.4 Patogenesis
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin
II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh hormon,
renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I oleh ACE yang
terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama, yaitu:
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan
rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada
ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis),
sehingga urin tersebut menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat,
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
17
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah . (Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan
Sadikin,1993)
Patogenesis Hipertensi Esensial (HE)
Etiologi HE tidak diketahui, sulit menelusuri mekanisme patogenesisnya.
Hipotesis yang dikemukakan (dilaporkan) terutama yang berhubungan dengan :
a) Faktor luar, seperti:
kegemukan
aktivitas fisik
psikososial
konsumsi alkohol
konsumsi makanan (natrium, kalium, magnesium, lemak jenuh)
b) Tipe genetik, seperti:
kelainan herediter
gangguan pertukaran kation melalui membran eritrosit
kepekaan terhadap garam dapur (natrium)
Banyak peneliti sependapat, kenaikan Tahanan Perifer Total (TPT)
memegang peranan penting pada genesis HE (DE WARDENER, 1990).
18
c) Pengaturan tekanan darah, seperti:
organ tubuh: - volume vaskuler
- sistem kardiak
- sistem saraf sentral
- sistem endokrin
- sistem renal
mediator kimiawi dan hormonal:
- norepinephrin
- katekolamin
- angiotensin-II (sistemik dan lokal)
- prostaglandin dan kinin
- hormone natriuretik
(digoxin-like, Atrial Natriuretic Peptide (ANP),
circulating sodium transport inhibitor)
- EDCF & EDRF (Endothelium-Derived Contracting & Relaxing
Factors) .
(Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
19
Mekanisme patogenesis HE:
(1) Konsep GUYTON
Konsep ini menerangkan hubungan Na+ homeostasis dan hipertensi.
Menurut konsep ini, ada 2 faktor yang berperan pada genesis hipertensi:
Kenaikan sirkulasi hemodinamik dan volume plasma diikuti kenaikan
curah jantung
Kenaikan tekanan intravaskuler
Kenaikan tekanan darah (hipertensi) merupakan upaya kompensasi untuk
meningkatkan tekanan filtrasi glomerulus dan diikuti ekskresi natrium
berlebihan.Pada orang normal kenaikan tekanan darah sifatnya setara
(transient) dan kembali normotensi setelah eliminasi natrium. Pada kelompok
pasien yang mempunyai kecenderungan hipertensi (kelainan genetik),
diperlukan kenaikan tekanan darah lebih tinggi dan menetap untuk berusaha
mengeliminasi kelebihan natrium. (Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan
Sadikin,1993)
Kenaikan tekanan darah pada stadium awal sifatnya sementara dan
akhirnya menetap, mungkin berhubungan dengan kelainan lokal arteriol.
(Harrison,2000)
Pada orang normal, diet kaya garam dapur menyebabkan kenaikan
reabsorbsi Na+ pada tubulus proksimal yang menghambat pelepasan renin dan
diikuti penurunan vasokontriksi arteriol efferent sehingga RBF (Renal Blood
20
Flow) meningkat. Akibat lanjut terjadi penurunan pembentukan Angiotensin-II
diikuti penurunan aldosteron sehingga terjadi kenaikan ekskresi natrium.Ada
kelompok pasien non-modulator, diet kaya garam dapur tidak menyebabkan
mekanisme seperti di atas, dikenal sebagai salt-sensitive. Kelompok pasien non-
modulator ini mempunyai respon terhadap monoterapi P-ACE (Penyekat ACE).
Gambar 2.1 Mekanisme terjadinya hipertensi
21
(2) Konsep ”Circulating Sodium Transport Inhibitor”
Retensi garam disertai ekspansi volume cairan ekstraseluler menyebabkan
mekanisme genesis hipertensi, yaitu:
Konsep GUYTON seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
Hormon natriuretik atau circulating sodium transport inhibitor.
Kenaikan volume plasma walaupun sifatnya sementara diikuti kenaikan
volume intratorasik dan diduga merangsang hipotalamus dan dilepaskan beberapa
mediator seperti natriuretik hormon, plasma Na-K-ATPase inhibitor dan faktor
lain (mungkin vascular reactivity factor). (Silvia,1995)
Tabel 2.3 Karakteristik dari dua faktor natriuretik
22
Hormon natriuretik menyebabkan 2 hal :
Mempengaruhi faal tubulus ginjal sehingga terjadi natriuresis
Menghambat Na-K-ATPase yang menyebabkan terjadi influks Ca++ diikuti
vasokontriksi vaskuler dan kenaikan tahanan perifer. (Silvia,1995)
Mekanisme kenaikan konsentrasi Ca++ intraseluler yang menyebabkan
vasokontriksi arteriol :
Stimulasi angiotensin-II
Stimulasi alpha-I adrenergik
Voltage depolarization of Depolarization Operated Channel (DOC)
Kenaikan intraseluler Na+
Reseptor ini berperan untuk melepaskan kalsium dari timbunan (deposit
intrasel) dan atau dari depolarisasi membran disertai aktivitas POC (Potential
Operated Channels). Ion kalsium ini mengaktivasi MLCK (Myocin Light
Chain Kinase) dengan mengikat kalmodulin. Aktivasi MLCK terhadap
phosporelation myocin menyebabkan peningkatan interaksi actin-myocin dan
akhirnya terjadi kontraksi otot polos vaskuler (arteriol). Konsentrasi kalsium
dalam plasma dapat menurun dengan intervensi Ca++-ATPase dan Na+/Ca+
sehingga terjadi effluks kalsium. Genesis ini merupakan landasan implikasi
farmakologik terapi hipertensi dengan Calcium Entry Blocker (agonist). (Bag.
IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
23
(3) Peranan Mediator Kimiawi
Gambar 2.2 Peranan sistem saraf simpatetik pada genesis hipertensi
Sistem saraf simpatetik (adrenergik) mempunyai 3 faal yaitu:
Alfa adrenergik dipengaruhi rangsangan mediator kimiawi norepinephrin
Beta adrenergik dipengaruhi rangsangan mediator kimiawi epinephrin
Dopaminergik dipengaruhi rangsangan mediator kimiawi dopamin
(Harrison,2000)
Fungsi alfa adrenergik terutama berperan untuk kontraksi otot polos
vaskuler arteriol. Mempunyai reseptor (postsynaptic/effector) alfa-1 dan beta-
reseptor. (Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
24
Reseptor alfa-1 berakhir pada beberapa sel misal renin secreting JGA, otot
polos arteri, dan tubulus ginjal, sedangkan alfa adrenergik reseptor beta
menyebabkan kenaikan denyut jantung dan kontraksi miokard sehingga terjadi
kenaikan curah jantung. Reseptor alfa-1 terutama dipengaruhi mediator
norepinephrin dan menyebabkan kontraksi otot polos arteriol. (Bag. IPD FK UNPAD
RS.Hasan Sadikin,1993)
Norepinephrin (NE) merupakan faktor dominan untuk mengatur tonus otot
polos vaskuler (neuromodulation). Mediator NE dilepaskan dari neuron terminal
masuk ke dalam ruangan synaptic dan merangsang reseptor-reseptornya, yaitu
postsynaptic vasoconstrictory alpha-1 dan alpha-2. Pelepasan NE dari neuron
terminal ternyata dikendalikan juga oleh hormon lain yaitu angiotensin-II yang
berperan sebagai neuromodulator. Angiotensin-II dibentuk dari respon renin
ginjal (circulating angiotensin-II) atau yang dibentuk lokal (tissue angiotensin-II).
Sekresi NE dipengaruhi direk saraf simpatetik, katekolamine pada sel-sel JGA,
dan stimulasi reseptor beta adrenergik. NE yang dilepaskan dari neuron terminal
mempunyai potensi sebagai vasokonstriktor dengan mediator reseptor alfa-1 dan 2
(postsynaptic). (Guyton,2002)
Pelepasan NE yang berlebihan dihambat oleh :
Alfa-2 reseptor postsynaptic
Acetylcholine (Ach) yang merangsang muscarine yang mempunyai potensi
tidak langsung sebagai vasodilator. (Guyton,2002)
25
Angiotensin-II (circulating, parakrin, autokrin) berperan sebagai vasokontriktor
dengan cara:
membantu melepaskan NE dari neuron terminal
mempercepat influks kalsium (Ca++) implikasi farmakologik untuk
mengatasi tonus vaskuler
P-ACE (Penyekat ACE)
alpha-1 blocker
calcium antagonist
(Guyton,2002)
(4) Peranan Substansi Vasoaktif Lokal
Kenaikan tekanan intravaskuler (hipertensi) merupakan salah satu faktor
stimulasi fisik yang mempengaruhi perubahan fungsional endotelium.
Gambar 2.3 Mekanisme kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada otot polos
26
Kelainan fungsional endotel arteriol dapat melepaskan mediator sebagai
penyebab vasokontriksi dan vasodilatasi.
a. Mediator EDCF (Endothelium-Derived Contracting Factors)
angiotensin-II (parakrin, autokrin)
endotelin-1
Pelepasan mediator ini berhubungan dengan keadaan hipoksia.
b. Mediator EDRF (Endothelium-Derived Relaxing Factors)
prostaglandin H-2
thromboxane A-2
(Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
Pelepasan mediator ini berhubungan dengan regangan vaskuler. Disfungsi
endotel ini diduga berperan dalam mekanisme kenaikan tahanan perifer dan atau
terjadinya komplikasi secara serebral, penyakit kardiovaskuler dan renal
(LUSCHER TF & VANHOUTTE PM, 1990). Aktivasi platelet dapat melepaskan
beberapa mediator dan mempengaruhi endotelium untuk melepaskan EDRF dan
prostasiklin. Pada manusia, arteriol trombosit (Thr) dan adenosin diphosphat &
triphosphat (ADP & ATP) mempunyai peranan penting. Trombosit dapat juga
melepaskan Transforming Growth Factor Beta (TGF Beta) seperti trombin yang
dapat mengaktivasi pembentukan endotelium. Tromboksan A-2 (TXA-2) dan
serotonin (5-HT-2) menyebabkan kontraksi hampir semua vaskuler tetapi efeknya
dapat dihambat endotelium. (Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
27
Gambar 2.4 Interaksi Endotelium dan platelet vaskuler (kidney Int.1991)
Gambar 2.5 Kerja endotelin pada otot polos vaskuler
28
a) Endotelin-1
Endotelin-1 (ET) merupakan golongan peptida vasokonstriktor yang paling poten
(kuat) yaitu 100 dari NE dan 10 kali dari ACE.
Gambar 2.6 Biosintesis ET
Prepoendotelin (sumber) mengandung 203 asam amino, diubah menjadi
”big endothelin” (big ET) mengandung 39 asam amino dengan bantuan
endopeptidase. Dengan bantuan enzim ECE (Endothelium Converting Enzyme)
big ET diubah menjadi ET (endothelin). Perubahan ini terjadi di dalam maupun di
luar sel. ET-1 diduga disimpan pada vesikel yang akan dieliminasi bila terjadi
rangsangan (stimulasi).
Substansi yang dapat merangsang ET-1 anatara lain :
Trombin
Adrenalin
Calcium ionophore A 23187
29
Endotoksin
Angiotensin-II
TNF (Tumor Necrosis Factor)
TGF (Transforming Growth Factor)
Interleukin-1
Endotelin-1 mempunyai efek vasokonstriksi dan mitogenik. Mekanisme
kerja ET sebagai vasokonstriktor melalui alur influks calcium. ET-1 terikat pada
reseptor-reseptornya (ETR) pada endotelium vaskuler. Dengan bantuan G-protein
dapat mengaktivasi PLC (Phospolipase C) yang dapat mengubah PIP-2
(Phospholipase C) menjadi DG (Diacylblycerol) dan IP-3 (inositol 1,4,5-
triphosphate).
IP-3 ini yang dapat mengaktivasi CICR (Calcium Induced Calcium
Release mechanism) dan TICR (Inositol Triphosphate Induced Calcium Release
mechanism) yang dapat meningkatkan kalsium intraseluler dan ekstraseluler
sehingga menyebabkan kontraksi otot polos vaskuler, diikuti kenaikan tahan
perifer. (Harrison, 2000)
b) Angiotensin-II
Angiotensin-II merupakan effektor peptide dari sistem Renin-Angiotensin
(RA) yang dapat diidentifikasi dari sirkulasi (circulating Ang-II) dan dalam
berbagai jaringan (tissue Ang-II) (LEES KR dkk 1990; YAMADA H dkk,1990).
Berikut diperlihatkan berbagai efek dari Angiotensin-II :
30
VASCULAR
Vasoconstriction in resistance vessels, conducting vessels and veins.
MITOGENIC
Fibrous tissue formation
Enhanced muscle/myocin composition
Hypertrophy or remodelling
MEMBRANE
Modulation of ion transport (sodium, chloride and bicarbonate)
ENDOCRINE
Promotes release aldosterone(potassium-dependent), corticotrophin, luteinizing
hormone/follicle stimulating hormone and prolactin
CENTRAL NERVOUS SYSTEM
Promotes thirst
Behavioral effects
Possible central regulation of blood pressure
RENAL
31
Combination of above effects on tubular solute resorption, blood flow, GFR and
cellular structure.
Gambar 2.7 Peranan RA jaringan (OPIE LH,1992)
Renin dan Angiotensin dari ruangan ekstraselular mungkin masuk ke
dalam sel-sel dan tertangkap oleh reseptor-reseptornya (endocytosis). Renin-
Angiotensin mungkin berasal dari beberapa endocytosis atau sintesis local
intraselular.
Angiotensin-1 (berasal dari sel/intraselular) dengan perantaraan enzim
ACE (circulating) atau yang terikat pada permukaan sel berubah menjadi
Angiotensin-II. (Guyton,2002)
Dikenal 2 macam Angiotensin-II yaitu:
32
VASCULER SMOOTH MUSCLE CELL
MESANGIAL CELLS
VASCULAR SMOOTH MUSCLE
CELL
CARDIOMYOPATHY
ENHANCED
LOCAL CNS TONE
ANGIOTENSIN II
II
CONTRACTION
GLOM.SCLEROSIS
HYPERTENSION
GROWTH
CARDIOMYOPATHY LVH
LVH
CONTRACTION
Autokrin artinya mempunyai efek atau respon terhadap sel-sel yang sama
Parakrin artinya mempunyai efek/respon terhadap sel-sel lainnya.
Pemahaman masalah Renin-Angiotensin jaringan sangat penting dan
mempunyai 2 macam implikasi, yaitu patofisiologi dan terapeutik. (Silvia, 1995)
Implikasi patofisiologi :
Peranan Angiotensin-II (sistemik atau jaringan) menyebabkan hipertensi,
arteriosclerosis, LVH (hipertrofi ventrikel kiri) dan glomerulosklerosis.
(Harrison,2000)
Gambar 2.8 Peranan Angiotensin II (HSUH WA, 1992)
33
Mekanisme vasokonstriksi arteriol :
Interaksi system RA jaringan dan system Phosphatidyl inositol memegang
peranan penting dalam genesis hipertensi. (Guyton, 2002)
Gambar 2.9 Peranan reseptor Angiotensin II terhadap mekanisme hipertensi
Kemungkinan stimulasi reseptor Angiotensin-II terjadi aktivasi sehingga
merangsang phosphodiesterase untuk memecah phosphatidylinositol (P) menjadi
2 macam messenger, yaitu:
a) Inositol triphosphate (IP-3) yang dapat melepaskan ion kalsium dari
sarcoplasmic reticulum (SR)
34
1,2-diacylglycerol (1,2-DG) yang mengaktivasi protein kinase C (PKC) dan
akan mempengaruhi alat-alat kontraktil sebagai upaya untuk mempertahankan
respon kontraksi vaskuler. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, ternyata
Angiotensin-II membantu juga influks kalsium. (Bag. IPD FK UNPAD
RS.Hasan Sadikin,1993)
Mekanisme Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK)
Pemahaman ini sangat penting dan dapat menerangkan terjadinya HVK
pada hipertensi ringan dan sedang. Peranan Angiotensin-II sebagai regulator
pertumbuhan (growth) pada fibroblast dan myocytes seperti terlihat pada gambar
2.10. (Guton,2002)
Gambar 2.10 Mekanisme HVK (Opie HL,1992)
35
Reseptor Angiotensin-II dalam miokard mengatur (regulator) cytosolic
calcium dalam sel-sel otot (miokard) disertai keadaan inotropik dan pertumbuhan
sel-sel otot (miocardial growth). Keadaan inotropik ini menyebabkan kebutuhan
(uptake) O2 meningkat. (Guyton,2002)
PATOFISIOLOGI HIPERTENSI ESSENSIAL (HE)
I. DERAJAT KLINIK HIPERTENSI
Klasifikasi patofisiologis HE:
Stadium labil
Stadium perbatasan (borderline)
Stadium menetap (fixed):
- Ringan
- Sedang
- Berat (maligna)
Perubahan dinding arteriol berhubungan dengan 2 faktor :
a) Mekanisme akibat hipertensi intravaskuler dan menyebabkan
pembentukan sel-sel otot polos vaskuler
b) Reseptor agonis yang dipengaruhi sistem intraseluler signaling.
36
Vaskular Hypertropy
Other signals
ip3
Na+/Ca2+ exchange
Ca2+
Gene expression
Platelet - derived growth factors
GROWTH SIGNALS IN BLOOD VESSEL
Angio II hypertension agonist
G protein
stretch
Mechanoresepor
receptors
p1 turnover Na+
Stimulasi terhadap reseptor-reseptor seperti angiotensin-II dan alfa-1
adrenergik mempunyai peranan penting untuk proses pertumbuhan otot polos
vaskuler (vascular smooth muscle growth). Pengaruh hipertensi intravaskuler,
reseptor angiotensin-II dan alfa agonis akan menyebabkan perubahan dinding
arteriol dan meningkatkan tahanan perifer seperti terlihat pada gambar 2.11 &
2.12. (Bag. IPD FK UNPAD RS.Hasan Sadikin,1993)
Gambar 2.11 Mekanisme vascular growth (OPIE LH,1992)
37
Gambar 2.12 Peranan stres mekanis dan stimulasi smooth muscle growth (OPIE LH,1992)
Kenaikan tahanan perifer yang persisten diikuti perkembangan derajat
hipertensi. Perkembangan derajat hipertensi paralel dengan stadium perubahan-
perubahan patologi anatomi dinding vaskuler arteriol.
Gambar 2.13 Perubahan PA dinding arteriol (OPIE LH,1992)
38
Gambar 2.13 memperlihatkan derajat perubahan patologi anatomi (PA) dinding
arteriol :
Stadium 1 : Perubahan fungsional
Regangan mekanis hipertensi intravaskuler
Stadium 2 : Penebalan tunika media sebagai reaksi kompensasi
(compensated medial growth)
Stadium 3 : Kerusakan intima
Degenerasi matriks dan Fibrinoid necrosis (oklusi)
Pada stadium 3 (terminal) muncul peranan hormonal sistem Renin-
Angiotensin Sistemik. Hipertensi Essensial stadium berat (maligna) berubah
menjadi hipertensi renovaskuler atau renin dependent hypertension.gambar 2.14 -
2.15.
Gambar 2.14 Hubungan Sodium( Na+) homeostasis dan plasma renin
39
Gambaran 2.15 Peranan sisitem renin angiotensin sistemik
Pada hipertensi berat terdapat hiperaldosteronisme sekunder menyebabkan
retensi natrium (Na+) diikuti kenaikan plasma volume (PV) dan cardiac output
(CO) dan meningkatkan tekanan darah (ABP). Kenaikan tekanan darah
menyebabkan kenaikan tekanan filtrasi glomerulus untuk mengeleminasi natrium
(Na+) dan terjadi diuresis.
Eliminasi natrium (Na+) menyebabkan sekresi renin.
Stimulation to juxtaglomerular apparatus
Excessive rise in intravascular pressure
in afferent glomerular arteriol
Arteriolar necrosis with obstruction to lumen
Direct pressure effect of angiotensin acting
inappropriately to state of sodium balance
Vicious
cycle
Rise in plasma angiotensin & aldosteron
40
Hipertensi intravaskuler
Fibrinoid Nekrosis Fase maligna
Fragmentasi eritrosit
Koagulasi
Hipertensi Intravaskuler
Koagulasi (fibinoid)
Fragmentasi Eritrosit
Fase Maligna
Hipotesis Hipertensi maligna :
(a) Nekrosis fibrinoid disertai oklusi vaskuler
(b) Peranan fragmentasi eritrosit
2.16 Proses oklusi vaskuler pada hipertensi maligna
Trias hipertensi maligna, anemia hemolitik dan azotemia dikenal sebagai Sindrom
Mikroangiopati Hemolitik.
41
II. KELAINAN MULTI ORGAN
Kelainan multi organ tergantung dari beberapa faktor antara lain: derajat
hipertensi, lamanya hipertensi dan ko-faktor.
RESIKO KARDIOVASKULER AKIBAT HIPERTENSI
Pada umumnya penyulit vaskuler hipertensi dapat digolongkan sebagai
penyulit ’hipertensif’ (yang berhubungan langsung dengan peningkatan tekanan
darah yang terjadi), dan penyulit ’arterosklerotik’. Penyulit hipertensif antara lain
stroke hemoragik, fase akselerasi-maligna dari hipertensi, gagal jantung kongestif,
nefrosklerosis, dan diseksi aorta. Penyulit aterosklerotik seperti penyakit jantung
koroner, kematian mendadak dan aritmia lainnya, stroke aterotrombotik dan
penyakit vaskuler perifer.
1. Penyakit vaskuler pada hipertensi
Terdapat 4 penyakit arterial yang diketahui terjadi pada penderita
hipertensi, 3 diantaranya menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada
penderita hipertensi.
Ateroma atau arteriosklerosis noduler
Arteriosklerosis noduler adalah istilah yang spesifik dan deskriptif untuk
kelainan ini. Ini merupakan salah satu dari penyakit yang termasuk dalam
’aterosklerosis’, istilah yang mengkombinasikan ateroma dan arteriosklerosis.
42
Kelainan ini merupakan penyakit dari intima dari arteri-arteri yang lebih besar
dengan karakteristik adanya plak ’fibrous’ dan ’fibrofatty’, yang di atasnya dapat
terjadi trombus. Kelainan ini tidak menimbulkan gejala sampai terjadi trombus
yang menyumbat pembuluh darah yang menimbulkan iskemi atau infark jaringan.
Penyakit arteri koroner merupakan sebab tersering dari gejala yang
ditimbulkan oleh kelainan ini, yang menghasilkan angina pektoris, miokard infark
dan kematian mendadak.
Penyakit pada arteri leher dan sirkulus Willisi merupakan sebab kedua
tersering, yang mengakibatkan bermacam-macam bentuk stroke, dari paralisis
transien karena mikroemboli platelet sampai hemiplegi akibat infark serebral.
Penyakit arteri tungkai menyebabkan klaudikasi intermiten dan gangren.
Penyakit arteri renal menimbulkan hipertensi dan gangguan faal ginjal.
Aneurisma Charcot-Bouchard
Aneurisma milier dari arteri kecil serebral telah ditemukan pada penderita
yang meninggal karena perdarahan otak, dan ini berbeda dalam terjadinya dan
frekuensinya dengan ateroma. Aneurisma ini terjadi pada ’perforating artery’ kecil
(diameter <1 mm), terutama dalam ganglia basalis dan daerah subkortikal. Tunika
media menghilang pada aneurisma, yang dindingnya hanya terdiri dari intima dan
adventisia.
43
Kejadian episode kardiovaskuler sebanding dengan tekanan sistolik. Hal
ini paling nyata didapatkan pada perdarahan otak, tapi kurang nyata pada serangan
jantung koroner. Tampaknya sekarang lebih jelas bahwa mikroaneurisma ini yang
bertanggung jawab atas perdarahan otak yang berhubungan dengan tekanan
arterial yang tinggi pada penderita di atas 40 tahun. Ini menunjukkan penyakit
yang berbeda sama sekali dengan penyakit yang menyebabkan infark miokard dan
infark otak. Perdarahan otak merupakan akibat penyakit arteri serebral kecil
dimana tidak terdapat media pada aneurisma yang mengalami ruptur. Trombosis
serebral dan infark miokard merupakan akibat dari penyakit arteri besar yang
terjadi dai seluruh tubuh, dimana plak intima akan menyempitkan lumen yang
pada akhirnya akan tersumbat oleh trombus. Dua faktor yang diketahui dalam
patogenesa aneurisma Charcot-Bouchard: umur dan tekanan arterial.
Neukrosis fibrinoid dari arteri kecil dan arteriol
Hipertensi maligna dikenal sejak lama, dengan karakteristik terjadinya
neuroretinopati, gagal ginjal yang progresif, dengan perjalanan yang memburuk
sampai terjadi kematian akibat uremi, perdarahan otak atau gagal jantung kiri.
Kemudian dikenal bahwa fibrinoid nekrosis dari arteri-artei kecil merupakan dasar
patologi dari kelainan ini. Pecahnya serabut otot diikuti oleh eksudasi plasma
dengan atau tanpa eritrosit ke dalam dinding arteri, yang mengakibatkan sternosis
atau obliterasi lumen. Kemudian terjadi reaksi inflamasi di semua lapisan
terutama adventisia, dan fibroblast masuk ke dalam eksudat yang terjadi. Organ
yang tersering terkena adalah ginjal, kemudian pankreas, adrenal, usus, otak,
44
jantung dan hati. Ini yang menyebabkan seringnya terjadi gagal gunjal yang
progresif. Walaupun demikian, bila faal ginjal tetap intak, fase maligna ini dapat
di atasi dengan menurunkan tekanan arterial dan menjaganya agar tetap normal.
Arteriosklerosis
Penebalan ’fatty hyaline’ pada arteriol, terutama pada ginjal, telah lama
diketahui sebagai lesi karakteristik hipertensi. Walau ada yang memandang hal ini
sebagai kelainan dasar dari hipertensi esensial, kebanyakan memandang lesi ini
sebagai akibat peningkatan tekanan arterial. Arteriosklerosis sering berhubungan
dengan elastosis pada pembuluh darah yang lebih besar. Arteriosklerosis biasanya
tanpa gejala, tapi bersama dengan ateroma dan elastosis, hal ini dapat berperan
sebagian dalam menimbulkan gagal ginjal pada hipertensi esensial yang ’benign’.
Tiga kelainan lain yang dapat menyebabkan kelainan dan kematian, tapi
hubungannya dengan kenaikan tekanan arterial tidak pasti, adalah:
- Defek medial yang kongenital dari arteri-arteri sirkulus Willisi, yang dapat
menyebabkan aneurisma intrakranial dan perdarahan subarakhnoid
- Defek medial dari aorta, yang menyebabkan aneurisma disekans
- Defek medial dari aorta dan arteri-arteri besar, menyebabkan aneurisma
arteriosklerotik
45
2. Hipertrofi Ventrikel Kiri (HVK)
Pada hipertensi, jantung kiri harus mengeluarkan kekuatan untuk dapat
mempertahankan tekanan darah yang tinggi, tapi juga menderita (sebagai ’end
organ’), akibat dari tekanan yang tinggi ini. Kenaikan tekanan arterial yang
menetap menyebabkan meningkatnya beban hemodinamik ventrikel kiri. Kerja
sekuncup (stroke work), tegangan dinding (wall stress), dan konsumsi oksigen
miakardium meningkat sebagai respons terhadap beban tekanan ini. Adaptasi
jantung terhadap perubahan ini adalah dengan membuat elemen-elemen kontraktil
secara paralel yang menyebabkan menebalnya dinding ventrikel kiri. Akibatnya
adalah volume ruang jantung berkurang dan tebal relatif dinding jantung
bertambah.
Bentuk HVK ini disebut hipertrofi konsentrik, merupakan jenis yang
tersering ditemui (25-50 % kasus) di mana ketebalan dinding posterior maupun
septum interventrikuler terjadi pada derajat yang sama, dan ukuran ruang ventrikel
kiri bertambah, namun kontraktilitas otot jantung, fraksi ejeksi dan curah jantung
atau indeks kardiak dalam batas normal.
Bentuk lainnya adalah hipertrofi eksentrik, di mana terjadi peningkatan
tebal dinding dan dilatasi ruang jantung. Dalam keadaaan ini, elemen kontraktil
ditambahkan secara seri maupun paralel. HVK eksentrik merupakan kelaanjutan
HVK konsentrik. Selain massa, volume ventrikel kiri juga bertambah, sehingga
pada keadaan ini, rasio massa: volume ventrikel kiri dapat sama atau bahkan
berkurang. HVK simetrik atau septal merupakan bentuk yang lebih jarang terjadi
46
(2-10 % kasus). Pada keadaan ini, didapatkan tebal dinding septum: posterior >
1,3.
HVK merupakan penyulit hopertensi yang serius, dan merupakan faktor
resiko yang independen untuk jantung koroner. Sebagai mekanisme kompensasi,
HVK akan mempertahankan fungsi sistolik, tetapi efek negatifnya terjadi
perubahan fungsi diastolik yang mendahului gangguan fungsi sistolik. Perfusi
koroner menurun terutama di daerah subendokardial, yang disebabkan oleh
meningkatnya resistensi arteri koroner, meningkatnya tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri, dan kelainan mikrosirkulasi akibat peningkatan jarak antarkapiler
dan penurunan perbandingan jumlah kapiler terhadap massa ventrikel kiri.
Kejadian aritmia ventrikel juga meningkat yang disebabkan oleh meningkatnya
irritabilitas miokardium yang mengalami hipertrofi, menurunnya ambang
kerangsangan miokardium akibat regangan miokard karena tingginya tekanan
arterial, dan iskemia relatif yang terjadi akibat meningkatnya kebutuhan oksigen.
Dengan berlanjutnya HVK, dilatasi ventrikel kiri akan terjasi.
Bertambahnua radius ventrikel, regangan dan tegangan dinding ventrikel,
kekuatan sistolik ventrikel kiri akan berkurang. Hal ini akan menyebabkan
menurunnya fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan tekanan darah akan menurun. Pada
saat ini terjadi peningkatan aktivitas adrenergik, aktivitas sistem renin-
angiotensin, dan peningkatan resistensi sistemik. Penyekat-ACE merupakan terapi
yang ideal pada stadium ini.
47
PATOGENESIS PENYULIT KARDIOVASKULER PADA HIPERTENSI
1. Hipertrofi vaskuler angiotensin-II dan agonis
reseptor-alfa telah ditunjukkan menyebabkan pertumbuhan otot polos
vaskuler pada keadaan tertentu dan keduanya bersifat vasokontriktor.
Karena kalsium terlibat dalam pengontrolan pertumbuhan otot ini, diduga
faktor yang berlaku sebagai vasokonstriktor dalam jangka pendek dengan
meningkatkan kalsium sitosol, dalam jangka panjang merupakan rangsang
untuk proliferasi myointimal. Angiotensin-II juga terbukti merangsang
pertumbuhan matriks, terutama kolagen.
Peningkatan pertumbuhan arteriol ini menyebabkan penurunan rasio antara
lumen dan media arteriol, sehingga kemampuan pertumbuhan yang dipunyai
angiotensin-II ini akhirnya akan meningkatkan resistensi vaskular sistemik.
2. Hipertrofi Ventrikel Kiri
Peningkatan kerja jantung akibat hipertensi akan menyebabkan peningkatan
tegangan dinding (wall stress) yang sebagai kompensasinya akan
menyebabkan bertambahnya massa otot. Perubahan struktural yan terjadi
adalah penambahan jumlah dan diameter sarkomer dan miofibril.
Beberapa determinan dalam terjadinya HVK adalah:
2. 1 Tekanan arterial biasanya merupakan determinan yang kuat karena hal ini
merupakan beban hemodinamik yang utama.
48
2. 2 Faktor demografi dan genetik mungkin berperan
2. 3 Faktor lingkungan seperti intake garam termasuk determinan penting pada
HVK
2. 4 Faktor endokrin/neuro-humoral
2. 5 Faktor vaskuler
2.5 Gejala Hipertensi
Hipertensi umumnya bersifat asimtomatik, karena sebagian besar pasien
dengan hipertensi tidak mempunyai gejala yang spesifik yang menunjukkan
kenaikan tekanan darahnya dan hanya bisa diidentifikasi pada pemeriksaan fisik.
Timbulnya gejala seperti pusing, nyeri kepala, malaise dan perdarahan hidung
( mimisan ) dapat dihubungkan dengan kenaikan tekanan darah itu sendiri,
penyakit vaskuler hipertensi atau disebabkan oleh penyakit lain yang
mendasarinya seperti pada kasus-kasus hipertensi sekunder .
Sakit kepala dianggap sebagai keluhan tersering yang timbul pada pasien
hipertensi, sebenarnya hal ini hanya karakteristik untuk hipertensi berat dan paling
sering nyeri kepala yang timbul pada daerah oksipital, terjadi pada pasien ketika
bangun pagi hari dan akan berkurang secara spontan setelah beberapa jam
kemudian.
49
Keluhan lain yang mungkin berhubungan adalah pusing, palpitasi, mudah
lelah dan impotensi. Sedangkan keluhan yang mengarah pada penyakiit vaskuler
termasuk epistaksis, hematuria, pandangan kabur karena perubahan vaskularisasi
retina, episode lemah atau pusing yang disebabkan oleh iskemia sereberal
sementara, angina pectoris dan dispnea yang disebabkan oleh gagal jantung. Nyeri
karena diseksi aorta atau bocornya aneurisma merupakan gejala yang kadang-
kadang terjadi.
Contoh gejala yang berhubungan dengan hipertensi sekunder yang
diakibatkan oleh penyakit-penyakit yang mendasarinya adalah poliuria, polidipsi
dan kelamahan otot sekunder karena hipokalemia pada pasien dengan
aldosteronisme primer atau karena berat badan bertamabah dan emosi yang labil
pada pasien dengan sindroma Cushing. Pasien dengan pheocromasitoma datang
dengan sakit kepala episodik,palpitsi, diaforesis dan pusing postural (Harrison,
2000).
2.6 Diagnosis Hipertensi
2.6.1 Anamnesis
Pada anamnesis ditanyakan beberapa hal seperti :
Riwayat penyakit terdahulu
Riwayat keluarga
50
Pola dan kebiasaan hidup ( merokok, konsumsi alkohol, olah raga, intake
natrium dari makanan
Ada atau tidaknya keluhan yang merupakan gejala hipertensi
Riwayat keluarga yang kuat mengenai hipertensi, bersama dengan
kelainan kenaikan tekanan darah intermitten yang dilaporkan pada waktu yang
lalu, mengarah pada diagnosis hipertensi esensial. Hipertensi sekunder seringkali
timbul sebelum usia 35 dan setelah usia 55 tahun. Riwayat penggunaan steroid
adrenal atau estrogen mempunyai arti yang nyata. Riwayat infeksi traktus
urinarius berulang menunjukkan pielonefritis kronis, meskipun kondisi ini dapat
terjadi tanpa adanya gejala. Nokturia dan polidipsi menunjukkan penyakit
endokrin atau penyakit ginjal. Riwayat bertambahnya berat badan sesuai dengan
Sindrome Cushing dan berkurangnya berat badan dapat berhubungan dengan
pheocromacytoma. Sejumlah aspek anamnesis membantu dalam menentukan
apakah penyakitvaskuler berlanjut menjadi stadium berbahaya atu tidak. Dalam
hal ini meliputi angina pektoris dan gejala insufisiensi serebrovaskuler, gagal
jantung kongestif, dan atau insufisiensi vaskuler perifer. Faktor resiko
lainnyayang sebaiknya ditemukan dalam anamnesis yaitu merokok, diabetes
mellitus,gangguan metabolesme lipid, dan riwayat keluarga adanya kematian dini
karena penyakit kardiovaskuler. Selain itu, penting juga menilai gaya hidup pasien
yang mendukung terjadinya hipertensi atau mempengaruhi terapi seperti diet,
aktifitas fisik, status keluarga, pekerjaan dan tingkat pendidikan (Harrison, 2000)
51
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum pasien. Kemudian
dilakukan pengukuran tekanan darah menggunakan Spigmomanometer.
Mintalah pasien duduk di tempat tenang dan sunyi dengan tangan
disandarkan pada penyangga sehingga titik tengah lengan atas setinggi
jantung
Pastikan ukuran manset cukup besar, panjangnya harus mengelilingi lebih
dari 80 % lengan atas
Letakkan manset sampai garis tengahnya terletak diatas denyut nadi arteri
brachialis, dengan tepi bawah manset 2 cmdiatas fossa ante cubiti tempat
kepala stetoskop diletakkan
Kembangkan manset dan tentukan tingkat tekanan pada denyut brachialis
saat denyut radialis menghilang ketika dipalpasi
Lakukan auskultasi diantara anteri brachialis dan kembangkan manset
sampai 30 mmHg diatas tingkat tekanan yang sebelumnya ditentukan
dengan palpasi (Davey, 2006)
Kempiskan manset perlahan sambil mendengarkan munculnya (fase I)
bunyi korotkoff, mulai mengaburnya ( fase IV ) dan menghilangnya ( fase V
).
Ulangi beberapa kali, catat tekanan sistolik ( fase I ) dan diastolik ( fase
V )
Cari perbedaan postural dalam pengukuran tekanan darah.
52
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Preventif (Pencegahan)
1. Pemeriksaan Rutin
Satu hal yang terpenting adalah pemeriksaan yang teratur. Patut diketahui
bahwa semakin ringan persoalannya, semakin mudah pula untuk menormalkan
kembali tekanan darah sebelum menimbulkan masalah lain pada tubuh kita.
2. Diet Yang Sehat
Diet yang sehat sangat penting dalam usah mengontrol tekanan darah
tinggi dan mengurangi resiko penyakit jantung. Tidak ada peraturan yang terlalu
ketat atau obat ajaib. Makanan yang sehat dimulai dan diakhiri dengan
keseimbangan dan keragaman. Yaitu diet 7rendah kolesterol dan lemak
terbatas.diet tinggi serat. Dan diet rendah energi (bagi yang kegemukan)
3. Diet Rendah Garam (Natrium)
Banyak orang makan garam melebihi apa yang dibutuhkan tubuhnya.
Garam umumnya terdapat pada makanan yang diproses atau diawetkan.Konsumsi
natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan
ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke
luar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Meningkatnya volume
cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga
53
berdampak kepada timbulnya hipertensi. Maka makanlah makanan segar yang
tidak mengandung garam atau kurangi makanan yang diawetkan dengan
garam.Ada tiga macan jenis diet garam, yang terdiri dari diet ringan (konsumsi
garam 3,75-7,5 gram per hari), menengah (1,25-3,75 gram per hari) dan berat
(kurang dari 1,25 gram per hari).
4. Diet Tinggi Kalium/Imbangi Kalium
Berbeda halnya dengan natrium, kalium (potassium) merupakan ion utama
di dalam cairan intraseluler. Cara kerja kalium adalah kebalikan dari natrium.
Konsumsi kalium yang banyak akan meningkatkan konsentrasinya di dalam
cairan intraseluler, sehingga cenderung menarik cairan dari bagian ekstraseluler
dan menurunkan tekanan darah.
Dengan demikian, konsumsi natrium perlu diimbangi dengan kalium.
Rasio konsumsi natrium dan kalium yang dianjurkan adalah 1:1. Sumber kalium
yang baik adalah buah-buahan, seperti pisang, jeruk, dan lain-lain. Secara alami,
banyak bahan pangan yang memiliki kandungan kalium dengan rasio lebih tinggi
dibandingkan dengan natrium. Rasio tersebut kemudian menjadi terbalik akibat
proses pengolahan yang banyak menambahkan garam ke dalamnya.
Sebagai contoh, rasio kalium terhadap natrium pada tomat segar adalah
100:1, menjadi 10:6 pada tomat kaleng dan 1:28 pada saus tomat. Contoh lain
adalah rasio kalium terhadap natrium pada kentang bakar 100:1, menjadi 10:9
pada keripik, dan 1:1,7 salad kentang.
54
Dari data tersebut tampak bahwa proses pengolahan menyebabkan tingginya
kadar natrium di dalam bahan, sehingga cenderung menaikkan tekanan darah.
5. Kontrol Berat Badan Anda
Mengontrol berat badan anda adalah langkah penting untuk mengurangi
resiko terkena darah tinggi. Berat badan yang berlebihan membebani kerja
jantung. Jika anda sudah mengidap tekanan darah tinggi, menurunkan berat badan
dapat mengontrolnya-bahkan Mencegah.
6. Tinggalkan Rokok
Merokok bukan penyebab tekanan darah tinggi, tetapi dapat membuatnya
berbahaya, yang mengarah kepada serangan jantung, stroke, gangrene
(pembusukan) kaki dan kerusakan lain-lain. Sekali anda berhenti merokok risiko
yang ditimbulkan dapat dihindari secara cepat
7. Alkohol
Minuman yang mengandung alkohol dapat meningkatkan tekanan darah.
Jika anda minum tiga gelas atau lebih minuman keras sehari, tekanan darah anda
mungkin akan meningkat dan menjadi tekanan darah tinggi. Alkohol dapat
mengurangi daya guna obat tekanan darah tinggi yang anda makan. Dianjurkan
untuk minum kurang dari dua
8. Kegiatan Fisik (Berolah Raga)
Sebaliknya olah raga harus dijadikan bagian dari kegiatan hidup anda
sehari-hari. Tidak perlu olah raga yang berat, cukup dengan jalan, berenang,
55
bersepeda, tenis, golf dan jenis permainan lainnya. Hindari olah raga berat dan
menegangkan, seperti bina raga dan angkat berat (angkat besi), yang sebenarnya
bahkan dapat meningkatkan tekanan darah pada titik membahayakan, ketika anda
melakukannya. Konsultasikanlah dengan dokter mengenai jenis olah raga yang
cocok untuk anda.
2.7.2 Kuratif (Pengobatan)
Tidak semua penderita hipertensi memerlukan obat. Pada prinsipnya ada
dua macam terapi yang bisa dilakukan untuk mengobati penyakit hipertensi, yaitu
terapi farmakologi dengan menggunakan obat dan terapi non farmakologi yaitu
dengan modifikasi pola hidup sehari-hari dan kembali ke produk alami (back to
nature). Bila hipertensinya tergolong ringan, masih dapat dikontrol melalui
modifikasi pola hidup sehari-hari.
1. Pengobatan tampa obat (Modifikasi gaya hidup)
Dua dari lima penderita hipertensi (tekanan darah tinggi) ringan dapat
menurunkan tekanan darah mereka dengan mengurangi berat badan, mengurangi
makan garam , alkohol, rokok,dan diimbangi dengan diet tinggi kalium,serta olah
raga, ini dinamakan metode "tanpa obat" ("non-pharmacological"). Pengobatan ini
sama dengan cara pencegahan.
Mengatur Pola makan yang sehat
1. Makanan yang membantu menurunkan kadar kolesterol
56
Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah,
bulgar, jagung, dan gandum.
Oat ( beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL ,
menurunkan tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di
pagi hari (memperlambat pengosongan usus)
Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum,
menurunkan kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak
mempengaruhi kadar kolesterol LDL
Mekanisme kerja : menambah ekresi asam empedu, maningkatkan
aktivitas ekstrogen dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan
meningkatkan aktivitas antioksidan yang menghalangi oksidasi LDL.
Kacang-kacang (termasuk biji kenari dan kacang mede ) : menurunkan
kolesterol LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis
2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi hipertensi
Makanan/ zat yang mampu memecah homosistein seperti asam folat,
vitamin B6,B12, dan riboflavin.
Susu dan kalsium mempunyai efek protektif terhadap stroke
Ikan terutama yang berlemak seperti ikan tuna dan salmon mengandung
omega -3 , eicosapentenoic (epa) dan docosahexonoic acid (DHA) yang
merupakan pelindung jantung dengan efek melindungi terhadap risiko
kematian mendadak, mengurangi risiko aritmia, menurunkan kadar
57
trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi platelet, sebagai prekursor
prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi NO endithelial.
Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali/minggu
Teh hitam atai hijau
Buah-buahan dan sayuran
3. Rekomendasi tentang makanan
Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (< 6 gram/hari)
Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans
fatty acids seperti kue-kue, kraker, makan yang digoreng dan mentega
Mengutamakan makanan yang nengandung polyunsaturated fatty acids,
monounsaturated fatty acids, makanan yang berserat dan protein nabati.
Nutrien harus diperoleh dari makanan bukan suplemen
Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu makanan seimbang
Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal
Hindari makanan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi
rendah.
Sumber lemak hendaknya berasal dari sayuran,ikan,buah polong dll
Utamakan makanan yang mengandung polisakarida seperti
nasi,roti,pasta,sereal,dan kentang daripada gula (monosakarida dan
disakarida)
58
Menghentikan rokok
Merokok dapat menyebabkan peninggian koagubilitas, viskositas darah,
meninggikan level fibrinogen, mendorong aggregasi platelet, meninggikan
tekanan darah,menaikkan hematokrit dan menurunkan HDL.
Menghindari minuman alkohol dan penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat seperti kokain, heroin, penilpropanolamin dan
mengkonsumsi alkohol dalan dosis yang berlebihan dan jangka panjang (abuse
alcohol) akan memudahkan terjadinya hipertensi.
Melakukan olahraga yang teratur
Melakukan aktivitas fisik yang mempunyai nilai aerobik (jalan cepat,
bersepeda,berenang) secara teratur minimal 3 kali seminggu untuk dewasa, tiap
kali 20-30 menit akan dapat menurunkan tekanan darah, memperbaiki kontrol
diabetes, memperbaiki kebiasaan makan dan menurunkan berat badan.
Menghindari stres dan beristirahat yang cukup
Istirahat yang cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari
Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat
menurut WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah
dan mendekatkan diri pada Tuhan YME
59
Diet DASH-Natrium
Banyak pola makan dianjurkan untuk mengendalikan hipertensi. Seperti
saran Departemen Kesehatan menganjurkan untuk menjalani diet rendah garam,
meliputi diet ringan (konsumsi garam 3,75-7,5 gr/hari), menengah (1,25-3,75
gr/hari) dan berat (kurang dari 1,25 gr/hari). Agar lebih berhasil, diet rendah
garam harus dilakukan bersama dengan diet rendah kolesterol atau lemak terbatas,
diet tinggi serat dan diet rendah energi bagi penderita hipertensi yang juga
obesitas. Diet ini terasa berat karena garam yang dikonsumsi sangat rendah dan
menjadikan makanan hambar tak berasa.
Saat ini di luar negeri mulai diperkenalkan diet DASH-Natrium( Dietary
Approaches to Stop Hypertension-Natrium). Para ahli sepakat bahwa asupan
natrium yang berlebihan terbukti menaikan tekanan darah pemicu hipertensi.
Sumber utama natrium yang masuk ke dalam tubuh adalah makanan yang
menggunakan garam. Diet ini pada intinya mengatur pola makan dengan
menghindari natrium dan banyak mengonsumsi buah-buahan, sayuran, serealia,
biji-bijian, dan produk susu rendah lemak.
Penelitian DASH-Natrium yang dilakukan National Heart, Lung and Blood
Institute menunjukkan hasil yang bermakna. Dengan membatasi konsumsi garam
hanya sebanyak 1.500 mg per hari, terjadi penurunan tekanan darah sistolik rata-
rata sebesar 11,5 mm Hg pada penderita hipertensi.
60
Selain cara di atas, ada cara lain untuk menurunkan tekanan darah tinggi,
yaitu dengan terapi menggunakan jus buah-buahan tertentu dan ramuan tradisional
atau disebut back to nature. Antara lain menggunakan jus mengkudu, seledri
(Apium graviolens) dan belimbing manis. Cara pembuatannya mudah, hanya
membutuhkan satu buah mengkudu matang dan satu buah belimbing manis yang
dijus. Lalu jus tadi direbus dengan 250 cc
setiap pagi atau malam hari. Ada juga yang mengombinasikan antara dua buah
mengkudu
matang, satu buah belimbing manis, dan 100 gr seledri.
2. Pengobatan dengan obat
Pengobatan hipertensi dilandasi oleh beberapa prinsip sebagai berikut :
Pengobatan hipertensi sekunder lebih mendahulukan pengobatan penyebab
hipertensi
Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah
dengan harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya
komplikasi
Upaya menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi
61
Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang, bahkan
kemungkinan seumur hidup
Srategi Pengobatan
Hipertensi ringan sering di obati dengan obat tunggal.Yang lebih berat
memerlukan pengobatan beberapa obat yang yang dipilih untuk mengecilkan efek
samping dalam rejimen kombinasi.Pengobatan dimulai dengan salah satu dari 4
macam obat yang tergantung kondisi pasien.Diuretik,Beta blocker,ACE
Inhibitor,Antagonis Kalium.
Jenis-jenis obat anti hipertensi
1. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing) sehingga volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan
daya pompa jantung menjadi lebih ringan.Terapi diuretic dosis rendah aman dan
efektif untuk menghindari stroke,infark miokard,gagal jantung kongestif dan
mortalitas Contoh obat-obatan yang termasuk golongan diuretik adalah
tiazid.Diuretik tiazid merendahkan tekanan darah,dimulai dengan meningkatkan
ekresi Na dan air .Dapat diberikan secara oral manun dapat menimbulkan
gangguan besar untuk keseimbangan elektrolit.ex:kadar kalium dan magnesium
dalam darah berkurang dan kaliun ditahan dalam tubuh
62
Efek sampingnya hipokalemia, hiperurikemi, hiperglikemi, obat ini harus
dihindari dari penderita diabet dan hiperglikemia.
2. Penghambat Simpatetik.
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf
simpatis.Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat simpatis
adalah: Metildopa, Klonidin dan Reserpin.
3. Beta bloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh obat-
obatan yang termasuk dalam golongan beta bloker adalah: Metoprolol,
Propanolol, dan Atenolol.
4. Vasodilator.
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini
adalah : Prasosin, Hidralasin.
5. Penghambat enzim konversi Angiotensin(ACE Inhibitor)
Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah),juga
63
menurunkan sekresi aldosteron sehingga mengurangi retensi Nadan air. Efek
samping dari obat ini batuk, kulit merah, deman, perubahan rasa, hipotermi, dan
hiper kalemi. Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Captopril.
6. Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini
adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil.
7. Penghambat reseptor Angiotensin II
Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
Angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa
jantung. Obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan
(Diovan). ( Mycek et al, 2001 )
Pertimbangan Khusus
Lima kelompok pasien dengan hipertensi memerlukan pertimbangan
khusus :
1. Penyakit Ginjal
ACE Inhibitor sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.Fungsi ginjal sering dinilai (4-5 hari) selama 3 minggu
64
pertama.ACE Inhibitor merupakan kontra indikasi pada pasien dengan
stenosis arteri renalis bilateral
2. Penyakit Arteri Coronaria
Antagonis kalium dan ACE Inhibitor mungkin berguna pada pasien arteri
coronaria karna mengurangi sejumlah reaksi yang potensial merugikan yang
menyertai obat terapetik lain,terutama vaso dilatator nonspesifik.
3. Diabetes Melitus
Pasien diabet dengan hipertensi terutama penuh tantangan karna beberapa obat
di gunakan untuk menurunkan tekanan darah dapat menpengaruhi
metabolisme glukosa secara berlawanan.ACE Inhibitor terutama berguna pada
individu ini. Mengurangi timbulnya nepropatidiabetik dengan menurunkan
resistensi vaskuler ginjal dan menurunkan tekanan perpusi ginjal-faktor primer
yang mendasari memburuknya ginjal pada pasien ini.
4. Kehamilan
5. Pasien manula
( Harrison , 2000 )
65
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bentuk Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu penelitian analitik dengan rancangan
cross sectional. Yang bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis hubungan
antara karakteristik, riwayat penyakit dan kebiasaan hidup dengan gambaran
derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan.
3.2 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi yang berobat di
Puskesmas Cimahi Selatan.
3.3 Ukuran Sampel
Ukuran sample yang digunakan dalam penelitian ini adalah 70 responden
dari seluruh penderita hipertensi yang berobat di Puskesmas Cimahi Selatan.
Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling dengan metode
wawancara dan kuisioner.
66
3.4 Definisi Operasional
3.4.1 Karakteristik
Karakteristik meliputi :
3.4.1.1 Usia
Usia adalah masa hidup seseorang di dunia yang dihitung sejak
kelahirannya.
3.4.1.2 Jenis Kelamin
3.4.1.3. Status Gizi
Status gizi yang didapat dari pengukuran IMT berdasarkan
pengukuran tinggi badan dalam kilogram (Kg) dan berat (BB) kuadrat
dalam meter (m2) dengan klasifikasi IMT pada penduduk asia dewasa.
Tabel 3.1Klasifikasi status gizi menurut WPRO
KLASIFIKASI IMT (kg/m2)
Underweight < 18,5
Batas normal 18,5 – 22,9
Overweight 23
At Risk 23,0 – 24,9
Obese I 25,0 – 29,9
Obese II 30,0
67
3.4.1.4. Penghasilan
Pemasukan keuangan yang didapat setiap bulan
3.4.1.5 Pekerjaan
3.4.1.6 Pendidikan terakhir
3.4.2 Riwayat penyakit
3.4.2.1 Penyakit jantung
Penyakit yang disebabkan berbagai gangguan fungsi jantung
3.4.2.2 Penyakit ginjal
Penyakit yang disebabkan berbagai gangguan fungsi ginjal
3.4.2.3 Diabetes Mellitus
Suatu sindrom kronik gangguan metabolisme
karbohidrat,protein,dan lemak akibat ketidakcukupan sekresi insulin atau
resistensi insulin pada jaringan yang dituju
3.4.3 Kebiasaan hidup
3.4.3.1 Kebiasaan merokok
3.4.3.1.1 Perokok aktif
3.4.3.1.2 Perokok pasif
68
3.4.3.1.3 Tidak merokok artinya sampel tidak merokok dan
lingkungan sekitarnya juga tidak ada yang merokok.
3.4.3.2 Rasa makanan kesukaan
3.4.3.2.1 Asin
3.4.2.2.2 Manis
3.4.2.2.3 Lainnya : Rasa kesukaan yang tidak termasuk pada
kategori di atas
3.4.4 Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah
diastole ≥90mmHg.
3.5 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Variabel independent : beberapa faktor yang ingin diketahui
- Karakteristik
- Riwayat penyakit
- Kebiasaan hidup
Variabel dependent : Hipertensi
69
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian yang dilakukan sesuai dengan tahap-tahap sebagai berikut :
3.6.1 Persiapan
- Pembuatan surat perizinan dari FK UNJANI
- Meminta perizinan dari pihak Puskesmas Cimahi Selatan
- Penyusunan rencana kegiatan penelitian
- Penyusunan kuisioner
3.6.2 Pengumpulan Data
Data-data diperoleh dari survei lapangan berupa wawancara, pemeriksaan
fisik dan penyebaran kuisioner kepada 70 orang responden dari seluruh penderita
Hipertensi yang terdiagnosa oleh Puskesmas Cimahi selatan
3.6.3 Pengolahan data dan penyusunan laporan
- Data yang diperoleh diklasifikasikan sesuai dengan kriteria tertentu
- Pembuatan tabel
- Diskusi hasil penelitian
- Pembuatan kesimpulan penelitian
70
3.7 Cara Pemeriksaan / Pengukuran
3.7.1 Wawancara
Adapun wawancara yang di lakukan yaitu berupa autoanamnesis yang
meliputi nama, usia, alamat, pekerjaan.
3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Adapun yang dilakukan dalam pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan
tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer serta pengukuran berat
badan (kg) dan tinggi badan (cm)
3.7.3 Kuisioner
Kuisioner ini diberikan kepada 70 orang penderita hipertensi yang
terdiagnosa di Puskesmas Cimahi Selatan, untuk diisi sesuai dengan kemampuan
responden.
3.8 Analisis Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menghubungkan antara
variabel dependent (hipertensi) dan variabel independent (Karakteristik, riwayat
penyakit dan kebiasaan hidup). Pengujian hubungan dua variabel menggunakan
uji chi kuadrat yang disajikan dalam tabel kontingensi (baris kolom)
71
Hasil X2 dibandingkan dengan X2 tabel sehingga dapat diperoleh p yang
sebenarnya. Kriterianya adalah sebagai berikut :
X2 hitung ≥ X2 tabel (α = 5%) = bermakna
X2 hitung ≥ X2 tabel (α = 1%) = sangat bermakna
X2 hitung < X2 tabel (α = 5%) = tidak bermakna
Hasil bermakna atau sangat bermakna menunjukkan ada hubungan antara
kedua variabel sedangkan hasil tidak bermakna menunjukkan tidak ada hubungan
antara kedua variabel. Pengklasifikasian variabel-variabel tersebut berdasarkan
JNC (Joint National Committee) VII, 2003.
Table 3.2 Klasifikasi hipertensi berdasarkan JNC
SISTOLIK (mmHg)
SISTOLIK (mmHg)
Normal < 120 Dan <80
Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tingkat 2 ≥160 Atau ≥100
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 Atau <90
72
3.9 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Puskesmas Cimahi Selatan, Jl.Baros
No.16 Kel. Utama, Kec.Cimahi Selatan Telp. (022)6629300
Penelitian dilakukan sebanyak empat kali,yaitu 18,22,25,29 Mei 2007.
3.10 Jadwal Penelitian
Peneltian ini dilaksanakan secara bertahap :
Table 3.3 Jadwal Penelitian
No
Kegiatan Waktu
April Mei Juni Juli
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Pendataan
2 Pemilihan sampel
3 Pengukuran
4 Analisis statistik
5 Penyajian laporan
6 Presentasi
7 Evaluasi
73
3.11 Alur penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Penyusunan laporan
Peminjaman lokasi penelitian
Perizinan
Sampel (n) = 70 orang penderita Hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan
Kuisioner
Pengambilan data
Analisis data
74
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Tabel 4.1 : Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Faktor Resiko (karakteristik) Individu di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI N %
Umur
< 30 Thn 4 5,71
30 – 50 thn 38 54,29
> 50 thn 28 40,00
Jenis Kelamin
L 12 17,14
P 58 82,86
Pendidikan Terakhir
SD 32 47,51
SMP 21 30,00
SMA 15 21,43
D3 – S1 2 2,86
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI/Pensiun 7 10,00
Wiraswasta 8 11,43
Buruh 7 10,00
Tanpa Pekerjaan 48 68,57
75
Status Gizi (IMT)
<18,5 (Underweight) 8 11,43
18,5 – 22,9(Normal) 8 11,43
23 – 24,9(At Risk) 11 15,71
25 – 29,9(Obese I) 17 24,28
≥ 30(Obese II) 26 37,15
Penghasilan
< Rp 500.000 36 51,43
Rp 500.000 – Rp .1000.000 26 37,14
Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 8 11,43
> Rp.2000.000 0 0
Pada tabel 4.1, prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel umur, terdapat
pada kategori umur 30-50 tahun (54,29 %) dan terendah pada umur < 30 tahun
(5,71 %). Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel jenis kelamin
terdapat pada kategori perempuan (82,86 %) dan terendah pada kategori laki-laki
(17,14 %). Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel pendidikan terakhir
terdapat pada kategori SD (45,71 %) dan terendah pada kategori D3-S1 ( 2,86 %).
Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel pekerjaan terdapat pada
kategori tidak bekerja (68,57 %) dan terendah pada kategori
PNS/TNI/POLRI/Pensiun dan Buruh (10,00 %). Prevalensi hipertensi tertinggi
dilihat dari variabel status gizi (IMT) terdapat pada kategori Obese II (37,15 %)
dan terendah pada kategori normal dan underweight (11,43 %). Prevalensi
76
hipertensi tertinggi dilihat dari variabel penghasilan terdapat pada kategori <
Rp.500.000 (51,43 %) dan terendah pada kategori > Rp.2.000.000 (0 %).
Tabel 4.2 : Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Faktor Resiko Kebiasaan Hidup di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI n %
Kebiasaan merokok
tidak 6 8,57
Pasif 38 54,28
aktif 26 37,15
Makanan kesukaan
Asin 23 32,86
Masin 23 32,86
Lainnya 24 34,29
Tabel 4.2, Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel kebiasaan merokok
terdapat pada kategori pasif (54,28%) dan terendah terdapat pada kategori tidak
merokok (8,57 %). Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel makanan
kesukaan terdapat pada kategori lainnya (34,29 %) dan terendah terdapat pada
kategori Manis dan asin (32,86 %).
77
Tabel 4.3 : Prevalensi Hipertensi berdasarkan faktor resiko riwayat penyakit di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI n %
Riwayat penyakit
Jantung 4 5,71
Ginjal 2 2,86
DM 6 8.57
Tidak ada riwayat 58 82,86
Tabel 4.3, Prevalensi hipertensi tertinggi dilihat dari variabel riwayat penyakit
terdapat pada kategori responden yang tidak memiliki riwayat penyakit (82,86 %)
dan terendah terdapat pada kategori responden yang memiliki penyakit ginjal
(2,86 %)
78
Tabel 4.4 : Hubungan karakteristik individu dengan derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI
Derajat hipertensi
P* POR** (95%CI)Hipertensi grade II
Hipertensi grade I
n % n %
Umur
< 30 thn 1 3,57 3 7,14
0,00
1
30 - 50 thn 7 25 31 73,81 0,68 (0,05-19,64)
>50 thn 20 71,23 8 19,05 7,5 (0,54-220,26)
Jenis kelamin
L 5 17,86 7 16,67
0,90
1,09 (0,26-4,48)
P 23 82,14 35 83,33 1
Pendidikan terakhir
SD 14 50 18 42,86
0,88
0,78 (0,02-31,79)
SMP 7 25 14 33,33 0,50 (0,01-22,00)
SMA 6 21,43 9 21,43 0,67 (0,01-31,09)
D3-S1 1 3,37 1 2,38 1
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI
/Pensiunan
4 14,28 3 7,14
0,65
4 (0,3-68,9)
Wiraswasta 2 7,14 6 14,29 1
Buruh 3 10,71 4 9,52 2,25 (0,16-35,53)
Tidak bekerja 19 67,86 29 69,05 1,97 (0,3-15,87)
79
Status gizi
(nilai gizi)
<18,5 (underweight)
1 3,57 7 16,67
0,00
0,43 (0,01-9,08)
18,5 - 22,9 (normal)
2 7,14 6 14,29 1
23 - 24,9 (at risk) 1 3,57 10 23,81 0,3 (0,01-5,94)
25 - 29,9 (Obese 1)
8 28,57 9 21,43 2,67 (0,32-26,52)
≥30 ( Obese 2) 16 57,15 10 23,81 4,80 (0,65-43,4)
Penghasilan
<Rp. 500.000 12 42,86 24 57,15
0,49
0,5 (0,08-2,97)
Rp 500.000-1000.000
12 42,86 14 33,33 0,86 (0,14-5,4)
Rp. 1.000.000-Rp 2.000.000
4 14,28 4 9,52 1
80
Tabel 4.5 : Hubungan Kebiasaan Hidup dengan Derajat Hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI
DERAJAT HIPERTENSI
P* POR** (95%CI)
Hipertensi grade II
Hipertensi grade I
n % n %
Kebiasaan merokok
tidak 2 7,14 4 9,52
0,00
1
Pasif 8 28,57 30 71,43 0,53(0.06-5,15)
aktif 18 64,29 8 19,05 4,5(0,53-45,97)
Rasa makanan kesukaan
Asin 11 39,28 12 28,57
0,25
2,6 (0,64-10,87)
Manis 6 21,44 17 40,48 1
Lain 11 39,28 13 30,95 2,4 (0,6-9,89)
Tabel 4.6 : Hubungan Riwayat Penyakit dengan Derajat Hipertansi di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI
DERAJAT HIPERTENSI
P* POR** (95%CI)
Hipertensi grade II
Hipertensi grade I
n % n %
Riwayat Penyakit
Jantung 3 10,72 1 2,38
0,50
3,00(0,0-912,67)
Ginjal 1 3,57 1 2,38 1
DM 2 7,14 4 9,25 0,50(0,1-34,14)
Tidak ada 22 7875 36 85,72 0,61(0,02-23,00)
81
4.2 Pembahasan Penelitian
Penelitian ini menggabungkan tiga sumber data dengan populasi yang
sama tetapi pada waktu yang berbeda. Populasi data karakteristik individu diukur
pada tingkat umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir , pekerjaan, status gizi dan
penghasilan per bulan. Populasi data kebiasaan hidup diukur pada tingkat
kebiasaan merokok, minum kopi dan rasa makanan yang paling digemari. Unit
observasi penelitian ini adalah derajat hipertensi.
Tabel 4.7. Faktor Faktor yang Berpengaruh Terhadap Derajat Hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan.
VARIABEL KATAGORI P* Value POR** (95%CI)
Umur <30 tahun
0,00
1
30 -50 tahun 0,68 (0,05-19,64)
>50 tahun 7,5 (0,54-220,26)
Status gizi
Underweight
0,00
0,03 (0,01-9,08)
Normal 1
At risk 0,3 (0,01-5,94)
Obese I 2,67 (0,32-26,52)
Obese II 4,80 (0,65-43,41)
Kebiasaan
merokok
Tidak
0,00
1
Pasif 0,53 (0,06-5,15)
Aktif 4,50 (0,53-45,97)
82
Compliance vascular = Perubahan volume dibagi perubahan tekanan
(Guyton, 2003)
Dari table 4.7, menyatakan bahwa factor-faktor yang berhubungan dengan
dan derajat Hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan adalah factor umur, Status
gizi dan Kebiasaan merokok.
Umur berhubungan sangat kuat dengan derajat hipertensi dengan kekuatan
hubungan POR :
1 ( 95 % CI dan p : 0,00 ) pada kategori umur < 30 tahun, POR : 0,68 ( 95 % CI :
0,05-19,64 dan p : 0,00 ) pada kategori 30 – 50 tahun, POR : 7,5 ( 95 % CI : 0,54
– 220,26 dan p : 0,00 ) pada kategori > 50 tahun. Artinya, pada variabel umur,
resiko tertinggi mengalami hipertensi pada umur > 50 tahun dengan kejadian
hipertensi 7,5 kali lebih tinggi daripada kategori umur kurang dari 30 tahun. Hal
ini terjadi karena semakin bertambahnya umur maka elastisitas dinding pembuluh
darah akan semakin berkurang sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat
sesuai dengan rumus :
Untuk hipertensi yang terdapat pada umur 30-50 tahun ( 54,29 % )
dengan 25 % dari penderita hipertensi grade II dan 73,81 % hipertensi grade I.
Pada umur > 50 tahun (40,00%) dengan 71,23% dari penderita hipertensi grade II
dan 19,05% hipertensi grade I. Hal ini memperlihatkan bahwa hipertensi grade I
paling banyak dialami pada rentang umur 30-50 tahun, dan hipertensi grade II
83
paling banyak dialami pada rentang umur > 50 tahun. Adapun yang menjadi
penyebab keadaan ini karena penurunan compliance pembuluh darah pada umur >
50 tahun lebih tinggi daripada kategori umur 30-50 tahun. Sehingga secara
fisiologis resiko umur > 50 tahun untuk mengalami hipertensi yang berat lebih
besar daripada rentang umur 30-50 tahun.
Status gizi berhubungan sangat kuat dengan derajat hipertensi dengan
kekuatan hubungan POR(95%CI) :
0,43(0,01-9,08 dan p = 0,00) untuk kategori Underweight, 1(95%CI dan p=0,00)
untuk kategori normal, 0,3(0,01-5,94 dan p=0,00) untuk kategori at risk,
2,67(0,32-26,52 dan p=0,00) untuk kategori Obese I, 4,80(0,65-43,41 dan p=0,00)
untuk Obese II. Artinya, pada variabel status gizi, resiko tertinggi terkena
hipertensi terdapat pada kategori Obese II, yaitu 4,8 kali lebih tinggi daripada
status gizi normal. Untuk Hipertensi grade I banyak diderita oleh kategori at
risk dan Obese II (23,81%) sedangkan pada Hipertensi grade II banyak diderita
oleh kategori Obese II (57,15%).
Orang obesitas memiliki kadar kolesterol serum yang tinggi, sehingga
resiko terkena hipertensi lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan teori bahwa pada
orang yang memiliki kadar kolesterol dan trigliserida serum yang lebih tinggi
cenderung memiliki resiko lebih besar untuk mengalami artheriosklerosis.
Artheriosklerosis merupakan salah satu penyebab terjadinya hipertensi ( Nico ,
dkk.2005 ).
84
Kebiasaan merokok berhubungan sangat kuat dengan derajat hipertensi
dengan kekuatan hubungan POR(95%CI) :
1(95%CI dan p=0,00) untuk kategori tidak merokok, 0,53(0,06-5,15 dan p=0,00)
untuk perokok pasif dan 4,5(0,53-45,97 dan p=0,00) untuk perokok aktif. Artinya
pada perokok aktif memiliki resiko menderita hipertensi 4,5 kali lebih tinggi
daripada kategori tidak merokok.Untuk Hipertensi grade I banyak terjadi pada
kategori perokok pasif (71,43%) dan Hipertensi grade II pada perokok aktif
(64,29%).
Hal ini karena rokok menyebabkan kenaikan tekanan dalam 2-10 menit setelah
dihisap. Rokok merangsang saraf simpatis mengeluarkan hormon yang
menyebabkan pengerutan pembuluh darah, sehingga tekanan darah naik (Yayasan
Pendidikan Haster Bandung, 2004).
85
Tabel 4.8 faktor-faktor yang tidak berpengaruh berpengaruh terhadap derajat hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan
VARIABEL KATAGORI
P*
Value POR** (95%CI)
Jenis kelamin
Laki-laki
0,90
1,09 (0,26– 4,48)
Perempuan 1
Pendidikan terakhir
SD
0,88
0,78 (0,02-31,79)
SMP 0,50 (0,01-22,00)
SMA 0,67 (0,01-31,09)
D3-S1 1
Pekerjaan
PNS/TNI/POLRI/Pensiunan
0,65
4 (0,3-68,9)
Wiraswasta 1
Buruh 2,25 (0,16-35,53)
Tanpa pekerjaan 1,97 (0,3-15,87)
Penghasilan
< Rp. 500.000,00
0,49
0,5(0,08-2,97)
Rp.500.000,00 - 1.000.000,00 0,86(0,14-5,4)
Rp.1.000.000,00 - 2.000.000,001
Rasa
makanan
kegemaran
Asin
0,25
2,6(0,64-10,87)
Manis 1
Lainnya 2,4(0,6-9,89)
86
Riwayat penyakit
Jantung
0,50
3,00(0,0-912,67)
Ginjal 1
DM 0,50(0,1-34,14)
Tidak ada 0,61(0,02-23,00)
Dari tabel 4.8 memperlihatkan bahwa Jenis kelamin, Pendidikan terakhir,
Pekerjaan, Penghasilan, Rasa makanan kegemaran dan Riwayat penyakit tidak
berhubungan dengan Derajat Hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan karena
masing-masing variabel diatas memiliki nilai p > 0,05.
Keterangan : * : Nilai Signifikansi berdasarkan tabel chi kuadrat
** : Odd Ratio
87
4.3 Uji Hipotesis
- Umur berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan. H0 diterima, karena p ≤ 0,05
- Status gizi berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan. H0 diterima, karena p ≤ 0,05
- Kebiasaan merokok berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan. H0 diterima, karena p ≤ 0,05
- Jenis kelamin berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi
di Puskesmas Cimahi Selatan. H0 ditolak, karena p > 0,05.
- Jenis pekerjaan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi
di Puskesmas Cimahi Selatan. H0 ditolak, karena p > 0,05
- Penghasilan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat hipertensi di
Puskesmas Cimahi Selatan. H0 ditolak, karena p > 0,05
- Rasa makanan kesukaan berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan. H0 ditolak, karena p > 0,05
- Riwayat penyakit berpengaruh terhadap gambaran kejadian derajat
hipertensi di Puskesmas Cimahi Selatan. H0 ditolak, karena p > 0,05
88
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Faktor umur, IMT, dan kebiasaan merokok aktif berpengaruh terhadap
peningkatan derajat hipertensi. Semakin bertambah umur, maka semakin
tinggi resiko peningkatan derajat hipertensi. Semakin tinggi IMT, maka
semakin tinggi pula resiko peningkatan derajat hipertensi. Pada perokok
aktif, resiko peningkatan derajat hipertensi lebih tinggi.
2. Faktor jenis kelamin, pendidikan terakhir, pekerjaan, penghasilan, rasa
makanan yang asin, dan riwayat penyakit tidak berpengaruh terhadap
peningkatan derajat hipertensi.
5.2 Saran
Dari hasil yang diperoleh menurut pengamatan dan analisa kuesioner
penelitian, peneliti menyarankan kepada unit pelayanan kesehatan khususnya
Puskesmas Cimahi Selatan untuk lebih mengaktifkan penyuluhan mengenai
hipertensi. Program penyuluhan tersebut perlu digalakkan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat yang baik mengenai hipertensi sehingga mampu menekan
resiko peningkatan derajat hipertensi.
89