bab 1 skripsi
DESCRIPTION
pengajuan judulTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia.
Siklus kehidupan manusia dibagi menjadi beberapa masa yaitu
masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa serta
masa lansia. Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional
telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu
adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama dibidang medis, sehingga
dapat meningkatkan kualitas kesehatan penduduk serta
meningkatkan Umur Harapan Hidup (UHH) (Nugroho, 2008).
UHH yang semakin meningkat, menyebabkan jumlah
penduduk yang berusia lanjut meningkat dan cenderung bertambah
lebih cepat. Menurut UU NO 13 Tahun 1993 yang disebut sebagai penduduk lansia
(lanjut usia) adalah mereka yang berusia ≥ 60 tahun. Pertumbuhan penduduk lansia
diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di negara-negara
berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang juga akan mengalami
ledakan jumlah penduduk lansia. Bahkan Indonesia termasuk salah satu negara yang
proses penuaan penduduknya paling cepat di Asia Tenggara. Berdasarkan proyeksi
2010-2035 kelompok umur 0-14 tahun dan 15-49 cenderung menurun, sedangkan
kelompok umur lansia 50-64 tahun dan > 65 tahun akan terus meningkat (Kemenkes
RI, 2013).
Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada
tahun 2000-2005 UHH di dunia yaitu 66,4 tahun (dengan persentase
populasi lansia tahun 2000 adalah 7,74%). Angka ini diperkirakan
akan meningkat pada tahun 2045-2050 yaitu UHH menjadi 77,6
tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah
28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS)
yang menunjukkan terjadinya peningkatan UHH di Indonesia. Pada
tahun 2000 UHH di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan persentase
populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43
tahun pada tahun 2010 (dengan persentase populasi lansia adalah
7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58%) (Kemenkes RI, 2013)
Pada tahun 2011 provinsi Bali memiliki jumlah penduduk mencapai 1,5 juta
jiwa dan memiliki lansia yang tidak kalah banyak yaitu mencapai angka sekitar 300
ribu jiwa. Provinsi Bali merupakan peringkat ke empat dari lima provinsi yang
memiliki jumlah lansia terbanyak di Indonesia yaitu sekitar 8,77 persen. Diperkirakan
pada tahun 2015 akan mengalami peningkatan hampir dua kali lipat dibandingkan
pada tahun 2011 menjadi lebih dari 432 ribu orang atau 11,4 persen dari jumlah
penduduk (BPS, 2011).
Peningkatan proporsi jumlah lansia perlu mendapatkan perhatian karena
kelompok lansia merupakan kelompok beresiko tinggi yang mengalami berbagai
masalah kesehatan. Munculnya berbagai permasalahan kesehatan pada lansia terjadi
akibat proses menua (ageing process) dengan adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis, maupun sosial (Nugroho, 2008). Salah satu masalah kesehatan fisik lansia
yang sering terjadi adalah kemunduran pada sistem kardiovaskuler. Katup jantung
menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun 1% per
tahun, berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon
stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat
resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006).
Salah satu masalah kesehatan pada sistem kardiovaskuler yang paling umum
dialami lansia ialah hipertensi. Hipertensi merupakan gangguan asimptomatik yang
sering terjadi ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter &
Perry, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) batas normal tekanan darah
adalah 120-140 mmHg tekanan sistolik dan 80-90 mmHg tekanan diastolik. Seseorang
dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan penyakit yang kedua
yang banyak diderita oleh usia lanjut setelah artritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler pada setiap tahunnya menjadi
masalah utama di setiap negara, yaitu sekitar 50% dari penyakit kardiovaskuler
tersebut disebabkan oleh karena hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia
diperkirakan mencapai angka 17-21% dari total populasi Indonesia (Depkes RI, 2008).
Survei di pedesaan Bali tahun 2004 menemukan prevalensi hipertensi pada pria
sebesar 46,2% dan 53,2% pada wanita (Depkes RI, 2007). Dalam data Riskesdas 2007
juga disebutkan prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar 30% dengan insiden
komplikasi penyakit kardiovaskular lebih banyak pada perempuan (52%)
dibandingkan pada laki-laki (48%) (Depkes RI, 2009).
Hipertensi disebut juga pembunuh diam-diam atau silent killer karena pada
sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala. Sakit kepala yang sering menjadi
indikator hipertensi tidak terjadi pada beberapa orang atau dianggap sebagai keluhan
ringan yang akan sembuh dengan sendirinya. Institut Nasional Jantung Paru dan Darah
memperkirakan separuh orang yang menderita hipertensi tidak sadar akan kondisinya.
Begitu penyakit ini diderita, tekanan darah pasien harus dipantau dengan interval
teratur karena hipertensi merupakan kondisi seumur hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologis, namun
juga penting untuk mempertimbangkan terapi komplementer atau terapi pelengkap
sebagai terapi non-farmakologis (Sudoyo, 2006). Penanganan non-farmakologis yang
dimaksudkan antara lain penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan
tembakau; latihan atau olah raga dan relaksasi (Smeltzer & Bare, 2002). Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa olah raga atau latihan fisik dapat mengeliminasi
berbagai resiko penyakit seperti peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus,
penyakit arteri koroner (Darmojo, 2006).
Salah satu bentuk olahraga atau latihan fisik yang sesuai dengan lansia adalah
senam lansia. Senam lansia memiliki gerakan yang dinamis, mudah dilakukan,
menimbulkan rasa gembira dan semangat serta beban yang rendah serta merupakan
olahraga yang ringan, mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Senam lansia
termasuk senam dengan intensitas ringan sampai sedang, bersifat menyeluruh dengan
gerakan yang melibatkan sebagian besar otot tubuh, serasi sesuai gerak sehari-hari.
Manfaat gerakan-gerakan dalam senam lansia yang diterapkan dapat meningkatkan
kebugaran kardio-respirasi, kekuatan dan ketahanan otot, kelenturan dan komposisi
badan seimbang. (Suhardo, 2001).
Selain dengan senam lansia, penanganan hipertensi menurut Smeltzer & Bare
(2002) juga dapat dilakukan dengan penanganan non-farmakologis atau terapi
komplementer lainnya yaitu relaksasi. Relaksasi dapat diberikan salah satunya dengan
menggunakan terapi musik karena musik dapat memberikan beberapa efek antara lain
mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan
darah, dan menurunkan frekuensi denyut jantung. Dengan mendengarkan musik,
sistem limbik teraktivasi dan individu menjadi rileks sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Sebuah penelitian pada konferensi tahunan ke 62 American Heart
Association 2008 juga mengemukakan bahwa mendengarkan musik klasik dapat
menurunkan tekanan darah penderita hipertensi (Martha, 2012).
Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik melalui energi yang
dihasilkan dari musik itu sendiri (Natalina, 2013). Jenis musik yang seringkali menjadi
acuan adalah musik klasik karena memiliki rentang nada yang luas dan tempo yang
dinamis. Tidak hanya musik klasik, semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan
sebagai terapi musik seperti lagu-lagu relaksasi ataupun lagu popular. Namun yang
perlu diperhatikan adalah memilih lagu dengan tempo sekitar 60 ketukan/menit yang
bersifat rileks, karena apabila terlalu cepat stimulus yang masuk akan membuat kita
mengikuti irama tersebut sehingga efek relaksasi yang optimal tidak tercapai
(Nurrahmani, 2012).
Tujuan dari pemberian terapi pada hipertensi adalah mempertahankan tekanan
darah dalam batas normal dengan cara termurah dan teraman dengan efek samping
sekecil mungkin (Smeltzer & Bare, 2002). Untuk itu peran perawat dalam
keperawatan komunitas dipandang perlu untuk menerapkan terapi komplementer
keperawatan sebagai terapi non-farmakologis seperti senam lansia dan terapi musik
untuk dapat memberikan manfaat terapi tanpa efek samping bagi lansia penderita
hipertensi. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
mengkombinasikan senam lansia dengan terapi musik sebagai upaya penurunan
tekanan darah pada lansia yang mengalami hipertensi. Oleh karena itu peneliti ingin
melakukan penelitian mengenai ”Efektivitas senam lansia dan terapi musik terhadap
tekanan darah pada lansia hipertensi”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah dari
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas senam lansia dan terapi musik terhadap
tekanan darah pada lansia hipertensi ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini ialah untuk mengetahui efektivitas senam lansia
dan terapi musik terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi distribusi karakteristik (usia dan jenis
kelamin) pada lansia hipertensi.
b. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia hipertensi sebelum diberikan
senam lansia dan terapi musik.
c. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia hipertensi sesudah diberikan
senam lansia dan terapi musik.
d. Menganalisis efektivitas senam lansia dan terapi musik terhadap tekanan
darah pada lansia hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan sebagai sumber informasi bagi penelitian selanjutnya di bidang keperawatan
gerontik khususnya yang berkaitan dengan pencegahan peningkatan tekanan darah
dan sebagai terapi mandiri keperawatan khususnya dalam pemberian terapi
komplementer seperti senam lansia dan terapi musik dalam upaya menurunkan
tekanan darah pada lansia hipertensi.
2. Manfaat secara praktisi
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat menambah wawasan dan memberikan pengalaman
bagi peneliti mengenai efektivitas dari senam lansia dan terapi musik terhadap
tekanan darah pada lansia hipertensi.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Manfaat yang dapat diperoleh bagi instansi pendidikan adalah sebagai
tambahan referensi dan pengembangan penelitian tentang senam lansia dan
terapi musik pada lansia hipertensi.
c. Bagi Instansi Kesehatan
Dengan mengetahui efektivitas dari senam lansia dan terapi musik
terhadap tekanan darah pada lansia hipertensi, senam lansia dan terapi musik
dapat dijadikan sebagai suatu terapi komplementer dalam penanganan
hipertensi pada lansia di komunitas.
d. Bagi Profesi Keperawatan
Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan peningkatan
terhadap kualitas asuhan keperawatan khususnya pada keperawatan gerontik di
komunitas untuk memberikan terapi komplementer. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat membantu memberikan informasi awal bagi pengembangan
penelitian tentang senam lansia dan terapi musik, serta dapat dijadikan sebagai
motivasi dan acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya.