bab-1 saprodi

18
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian menjelaskan, bahwa tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat di sekitarnya. Sehubungan dengan hal itu, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan transmigran, pemerintah telah memberikan berbagai input bantuan untuk modal dasar transmigran dalam mengembangkan usaha ekonomi di permukiman transmigrasi. Dalam pasal 13 ayat (1) Undang Undang tentang Ketransmigrasian ini, disebutkan bahwa transmigran pada jenis Transmigrasi Umum berhak memperoleh bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah antara lain berupa sarana produksi. Sarana produksi pertanian merupakan salah satu faktor produksi yang diperlukan masyarakat transmigran untuk memulai usahataninya. Karena itu, pemberian bantuan sarana produksi harus dipahami masyarakat transmigrasi sebagai modal dasar yang harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga mampu memberikan penghasilan yang memadai. Dengan kata lain, usaha produktif masyarakat transmigrasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi transmigran di atas kebutuhan konsumsinya, sehingga dapat memberikan surplus untuk pengembangan usaha pada tahun-tahun selanjutnya. 1

Upload: jennifer-burnett

Post on 29-Dec-2015

50 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

saprodi

TRANSCRIPT

Page 1: BAB-1 saprodi

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 1997 tentang Ketransmigrasian menjelaskan, bahwa tujuan transmigrasi adalah untuk meningkatkan kesejahteraan transmigran dan masyarakat di sekitarnya. Sehubungan dengan hal itu, sebagai upaya peningkatan kesejahteraan transmigran, pemerintah telah memberikan berbagai input bantuan untuk modal dasar transmigran dalam mengembangkan usaha ekonomi di permukiman transmigrasi. Dalam pasal 13 ayat (1) Undang Undang tentang Ketransmigrasian ini, disebutkan bahwa transmigran pada jenis Transmigrasi Umum berhak memperoleh bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah antara lain berupa sarana produksi.

Sarana produksi pertanian merupakan salah satu faktor produksi yang diperlukan masyarakat transmigran untuk memulai usahataninya. Karena itu, pemberian bantuan sarana produksi harus dipahami masyarakat transmigrasi sebagai modal dasar yang harus dikelola secara efektif dan efisien sehingga mampu memberikan penghasilan yang memadai. Dengan kata lain, usaha produktif masyarakat transmigrasi diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar bagi transmigran di atas kebutuhan konsumsinya, sehingga dapat memberikan surplus untuk pengembangan usaha pada tahun-tahun selanjutnya.

Bantuan sarana produksi tersebut diberikan sejak calon transmigran berada di daerah pengirim sampai dengan transmigran selesai dibina di lokasi transmigrasi. Pemberian bantuan sarana produksi pertanian ini dimaksudkan untuk membantu transmigran dalam memenuhi kebutuhan pengembangan usaha pada awal penempatan di lokasi baru. Dengan adanya bantuan tersebut diharapkan pada saat selesainya masa pembinaan yakni di akhir tahun ke 5 (T+5) transmigran sudah mampu memenuhi kebutuhannya secara mandiri dan mampu mengembangkan usaha tani secara berkelanjutan. Arah dari pemberian bantuan sarana produksi tersebut diantaranya agar transmigran dapat segera berusaha, memperoleh penghasilan, dan dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi mereka dan hidup mandiri yang pada akhirnya transmigran lebih sehat dan lebih mampu berkonsentrasi untuk mengolah lahan pekarangan dan lahan usaha lainnya.

1

Page 2: BAB-1 saprodi

Selama ini, pembangunan Unit Permukiman Transmigrasi (UPT) yang telah dilaksanakan, ternyata tidak seluruhnya mampu berkembang menjadi sentra produksi baru (sentra produksi pangan/perkebunan) sesuai dengan harapan, dan dapat diakhiri status binanya tidak lebih dari lima tahun. Namun, kenyataanya ada sebagian Unit Permukiman Transmigrasi yang kemudian justru menjadi UPT bermasalah. Permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh produktivitas lahan yang rendah, keterlambatan penerapan teknologi dan budidaya yang tepat, keterbatasan sarana dan prasarana usaha, sulitnya memperoleh modal usaha, rendahnya kemampuan SDM, dan tidak adanya tenaga pendamping handal yang menetap di permukiman transmigrasi. Faktor lain yang tidak kalah penting adalah kondisi permukiman transmigrasi yang merupakan daerah bukaan baru, dengan karakteristik wilayah yang spesifik, lahan marginal, aksesibilitas rendah, topografi berbukit, kelembagaan ekonomi belum berkembang, infrastruktur pertanian terbatas, dan budaya masyarakat yang beragam. Dengan kondisi demikian berakibat pada usaha pertanian tidak berkembang, dan akhirnya berujung pada keterlambatan pengembangan permukiman transmigrasi sesuai dengan target yang ditentukan.

Berdasarkan data Pusdatintrans, hingga bulan Oktober 2009 masih terdapat 230 UPT yang berstatus UPT Bina, dan diantaranya terdapat UPT bina yang berumur di atas 5 tahun sebanyak 120 UPT (52,17%). Dalam perkembangannya melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 275/MEN/IX/2009, dari 230 UPT bina yang ada, sebanyak 156 UPT telah diserahkan pembinaannya kepada pemerintah daerah. Beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya keterlambatan pengakhiran status UPT Bina, antara lain karena rendahnya produktivitas transmigran sebagai akibat penguasaan teknologi yang kurang sesuai dengan potensi sumber daya yang ada, terutama terkait dengan pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian. Demikian pula berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Ketransmigrasian1) salah satu faktor penyebab keterlambatan penyerahan UPT adalah rendahnya produktivitas transmigran akibat penguasaan teknologi yang kurang sesuai dengan potensi sumberdaya yang ada, disamping perilaku masyarakat transmigrasi yang kurang berorientasi pada produktivitas.

Untuk mendorong pengembangan usaha pertanian di lokasi transmigrasi, salah satunya diperlukan pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian secara baik. Hal ini karena disinyalir ada permasalahan dalam pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian, baik pada tataran perencanaan, pelaksanaan, maupun pengendaliannya yang mengakibatkan tidak efektif dan efisiennya pemberian dan pemanfaatan bantuan tersebut.

1 (Najiati, dkk 2007; Danarti, dkk 2007, dan Widaryanto, dkk 2007

2

Page 3: BAB-1 saprodi

Hal seperti di atas juga tidak terlepas dari implementasi kebijakan penyelenggaraan transmigrasi di era otonomi daerah. Bahwasanya di era otonomi daerah telah terjadi pergeseran paradigma, termasuk dalam pemberian bantuan sarana produksi pertanian kepada transmigran yang disesuaikan dengan kemampuan daerah (APBD) dan kondisi yang bervariasi dalam setiap provinsi. Pemerintah Daerah dalam hal ini mempunyai kewenangan untuk mengatur jumlah dan jenis bantuan yang diberikan sesuai dengan spesifik lokasi, ketersediaan dana, dan kebutuhan transmigran. Disamping itu beberapa komponen dalam paket tersebut oleh pemerintah daerah terkadang diubah disesuaikan dengan berbagai pertimbangan.

Meskipun dari aspek kebijakan sudah ada perubahan ketentuan sebagaimana telah disebutkan, namun dalam pengelolaan bantuan sarana produksi belum sepenuhnya dilaksanakan secara optimal, sehingga sasaran pemberian bantuan paket sarana produksi pertanian belum dapat menjadikan transmigran mampu mandiri dalam mengelola usaha tani. Oleh karena itu perlu dilakukan pengkajian terhadap sistem pengelolaan bantuan sarana produksi.

B. Permasalahan

1. Seberapa jauh bantuan paket sarana produksi pertanian untuk transmigran mampu memenuhi kebutuhan pengembangan usaha pada awal penempatan di lokasi transmigrasi.

2. Bagaimanakah implementasi dan sistem pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian yang diberikan kepada transmigran di permukiman transmigrasi.

C. Tujuan, Sasaran dan Kegunaan1. Tujuan

a. Mengidentifikasi paket-paket sarana produksi pertanian yang diberikan kepada transmigran.

b. Mengetahui implementasi dan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian untuk transmigran.

c. Menyusun alternatif pengelolaan sarana produksi pertanian untuk transmigran sesuai kebutuhan dan kondisi spesifik lokasi.

2. Sasarana. Teridentifikasinya paket-paket sarana produksi pertanian yang diberikan

kepada transmigran sesuai pola usaha yang dikembangkan.b. Diketahui implementasi dan kendala-kendala yang dihadapi dalam

pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian untuk transmigran.

3

Page 4: BAB-1 saprodi

c. Rumusan alternatif pengelolaan sarana produksi pertanian untuk transmigran sesuai kebutuhan dan kondisi spesifik lokasi.

3. KegunaanSebagai bahan masukan untuk penyempurnaan kebijakan pengelolaan pemberian bantuan sarana produksi pertanian kepada transmigran.

D. Kerangka Pikir

1. Tinjauan Teoritis

Manajemen berasal dari bahasa latin yaitu berasal dari kata manus yang berarti tangan dan agere yang berarti melakukan. Kata-kata itu digabung menjadi kata kerja managere yang berarti menangani. Managere diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dalam bentuk kata kerja to manage untuk orang yang melakukan kegiatan manajemen. Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Mary Parker Follet (Tahun 2010), misalnya, mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin (Tahun 2010), mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti tugas dilaksanakan secara benar, terorganisir dan sesuai dengan jadwal. Dalam bahasa Indonesia managere diistilahkan menjadi manajemen/pengelolaan. Pengelolaan (manajemen) adalah seni melaksanakan dan mengatur(http:// id.wikipedia.org/wiki/manajemen 2010).

Unsur-unsur manajemen diistilahkan dengan 6 M (The Six M), yaitu: pertama Man: manusia (pelaksana yang handal dan terampil); kedua Money: keuangan (ketersediaan dana); ketiga Machines: perlengkapan mesin-mesin sebagai alat bekerja (apabila diperlukan); keempat Methods: metode (cara) kelima Materials: sarana dan prasarana; keenam Market: pemasaran (pemasyarakatan dan pembudayaan). Adapun fungsi manajemen adalah yang biasa disebut dengan istilah POAC, yaitu: P: Planning (Perencanaan); O: Organizing (Pengorganisasian); A: Actuating (Pengarahan dan Penggerakan/ melaksanakan pekerjaan); C: Controlling (Pengawasan).

4

Page 5: BAB-1 saprodi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor: 29 Tahun 2009 pada Pasal 13 ayat (1), diamanatkan bahwa transmigran pada Transmigrasi Umum (TU) berhak memperoleh bantuan dari pemerintah dan/atau pemerintah daerah antara lain berupa sarana produksi. Sarana produksi adalah bahan masukan yang digunakan dalam proses produksi usaha tertentu sesuai dengan komoditas unggulan yang dikembangkan di kawasan transmigrasi. Dengan demikian, sarana produksi pertanian merupakan salah satu faktor produksi yang diperlukan masyarakat petani untuk memulai usaha taninya. Sarana produksi dalam pengertian ini antara lain untuk usaha pertanian seperti pupuk, benih/bibit, pestisida, dan lain-lain; untuk usaha perikanan seperti kapal dan peralatan tangkap dan lain-lain, bibit/benih dan lain-lain; untuk peternakan (ternak besar, ternak kecil, ternak unggas) seperti pakan ternak, dan lain-lain.

Pemberian bantuan sarana produksi pertanian kepada transmigran pada dasarnya bertujuan untuk membantu mereka dalam upaya memenuhi kebutuhan pengembangan usaha (agribisnis) pada awal penempatan di lokasi baru. Bantuan sarana produksi tersebut juga dimaksudkan agar transmigran dapat segera berusaha, memperoleh penghasilan, dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga transmigran akan menjadi lebih sehat dan lebih berkonsentrasi untuk mengolah lahan pekarangan dan lahan usahanya. Pemberian sarana produksi pertanian harus dipahami oleh masyarakat sebagai modal dasar yang harus dikelola secara efektif dan efisien agar mampu memberikan penghasilan yang cukup, sehingga usaha produktif masyarakat transmigrasi dapat memberikan nilai tambah lebih besar dari kebutuhan konsumsinya dan memberikan surplus untuk produksi pada tahun berikutnya.

Jenis bantuan sarana produksi yang diberikan dikelompokkan menjadi dua yaitu: pertama, sarana produksi standar/normatif dan kedua, paket sarana produksi non standar/selektif. Bentuk sarana produksi standar berupa paket sarana produksi pertanian (Paket A, B dan C). Paket sarana produksi pertanian non standar adalah pemenuhan sarana produksi pertanian yang diberikan sebagai akibat dari belum mampunya transmigran memenuhi sarana produksi untuk pengembangan usahanya. Bantuan ini diberikan secara individu atau kelompok atau melalui kelembagaan di permukiman transmigrasi untuk hal-hal khusus/selektif di permukiman yang masih dibina atau di UPT yang sudah diserahkan pada kawasan KTM tetapi perlu penanganan khusus (seperti tidak berkembang sebagaimana diharapkan/UPT bermasalah). Kondisi khusus tersebut seperti akibat kondisi force majoure, misal bencana alam banjir, kekeringan, serangan hama dan penyakit yang berakibat gagal panen, atau untuk mendukung program UPT siap serah, dan program KTM.

5

Page 6: BAB-1 saprodi

Bentuk bantuan sarana produksi pertanian yang diberikan kepada transmigran diformulasikan sesuai dengan pola usaha yang dikembangkan, tahun pembinaan, luasan lahan yang sudah dibagi dan dibuka berdasar persyaratan agroklimat, serta ada rekomendasi dari Dinas Pertanian setempat. Selain itu, isi dan komposisi sarana produksi pertanian dengan memperhatikan rekomendasi hasil studi Rencana Teknis Satuan Permukiman (RTSP/RT-UPT) dan disesuaikan dengan pendekatan kebutuhan dan kemampuan masyarakat, serta pasar.

Bantuan sarana produksi standar atau Paket A terdiri atas benih tanaman pangan/palawija, sayur-sayuran, bibit buah-buahan, tanaman pisang, pupuk tunggal/majemuk yang mengandung unsur N,P,K, pestisida dan handsprayer. Paket A diberikan pada tahun pertama transmigran ditempatkan (T+1) bertujuan untuk mendukung produktivitas pada lahan pekarangan, karena lahan tersebut masih baru dan belum berproduksi. Paket B terdiri atas benih/bibit tanaman pangan/ palawija, pupuk tunggal/majemuk mengandung N,P,K, dan pestisida. Paket B diberikan pada tahun ke 2 untuk mendukung pengembangan lahan usaha, yakni setelah lahan usaha dibagi. Paket C terdiri atas pupuk tunggal/majemuk mengandung unsur N,P,K dan pestisida. Paket C diberikan pada tahun ke 3 juga untuk mendukung pengembangan pertanian di lahan usaha.

Untuk mencapai sasaran usaha tani, strategi pemberian paket sarana produksi harus memenuhi prinsip 6 tepat. Pertama tepat waktu, dalam arti bantuan sarana produksi harus sampai di tangan transmigan beberapa saat sebelum musim tanam. Kedua tepat jumlah, dalam arti bantuan sarana produksi yang diberikan jumlah dan komposisinya harus sesuai dengan standar yang dibutuhkan dalam proses produksi dan pasca panen/pengolahan hasil. Ketiga tepat mutu, dalam arti bantuan sarana produksi yang diberikan harus memenuhi persyaratan kualitas untuk usaha tani yang secara genetik merupakan varitas unggul dengan kualitas daya kecambah, kemurnian benih yang tinggi dan bersertifikat dengan masa tanam belum kadaluwarsa (misal benih). Keempat tepat jenis dalam arti pemberian bantuan sarana produksi harus sesuai jenisnya dengan kebutuhan proses produksi, pasca panen/pengolahan hasil. Misal varietas sayuran dataran rendah tidak cocok diberikan untuk dataran tinggi, karena hasilnya tidak optimal. Kelima tepat penggunaan, dalam arti bantuan sarana produksi yang diberikan harus diarahkan pada sasaran yang tepat, yaitu masyarakat transmigran yang berhak, sesuai jadual penempatan, pola usaha dan jenis transmigrannya. Keenam tepat harga dalam arti bantuan sarana produksi yang diberikan, harga satuannya mengacu pada standar harga satuan yang berlaku.

6

Page 7: BAB-1 saprodi

Pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian yang baik harus memenuhi tahapan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan/ penyampaian sampai pengendalian. Mekanisme pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian secara garis besar dapat dilihat pada tabel berikut:

7

Page 8: BAB-1 saprodi

Tabel. 1. Mekanisme Pengelolaan Bantuan Sarana Produksi Pertanian

Tahapan UPT Kabupaten Provinsi PusatPerencanaan Menyusun rencana kebutuhan

paket saprodi berdasar komoditas unggulan, kondisi dan potensi lokasi, potensi pasar, serta aspirasi masyarakat

Menyusun perencanaan kebutuhan paket saprodi kabupaten berdasar usulan UPT

1. Melakukan kajian kebutuhan paket saprodi dari masing-masing kabupaten/kota

2. Menyusun usulan perencanaan kebutuhan paket saprodi provinsi berdasar usulan Kabupaten

Melakukan penilaian terhadap usulan kebutuhan paket saprodi dari provinsi.

Pengorganisasian Bersama PPL melakukan Bintek pemanfaatan saprodi

- Koordinasi dengan Dinas Pertanian Kab/Kota dan instansi terkait

- Bersama Dinas Pertanian Kab/Kota melaksanakan pembinaan pemanfaatan saprodi

- Koordinasi dengan Dinas Pertanian Provinsi dan instansi terkait

Mengalokasikan program dan anggaran

Pelaksanaan Membuat daftar penerimaan Saprodi mencakup: jenis, jum-lah, spesifikasi, harga, waktu penerimaan, dan pemanfaatan.

Melaksanakan pengadaan dan penyampaian paket saprodi

Melakukan Bintek kepada aparat pembinaan di daerah

Melakukan Bintek kepada aparat pembinaan di daerah

Pengendalian - Mengawasi dan memeriksa penerimaan dan pembagian saprodi

- Monitoring dan evaluasi (pe-ngendalian) terhadap penyam-paian dan pemanfaatan saprodi

- Monitoring dan evaluasi (pengendalian) terhadap pe-nyampaian dan pemanfaatan saprodi

- Monitoring dan evaluasi (pengendalian) terhadap pe-nyampaian dan pemanfaatan saprodi

- Monitoring dan evaluasi (pengendalian) terhadap pe-nyampaian dan pemanfaatan saprodi

Sumber : Pedoman Pemberian Bantuan Sarana Produksi Pertanian Bagi Transmigran. Ditjen P2MKT, Depnakertrans.Tahun 2008

8

Page 9: BAB-1 saprodi

Terkait dengan tabel di atas, seringkali dikeluhkan oleh sebagian transmigran/aparat pembina, bahwa pada tataran pelaksanaan pemberian bantuan paket sarana produksi ternyata masih banyak permasalahan yang dijumpai. Permasalahan tersebut antara lain pemberian paket saprodi tidak tepat waktu dengan pembukaan dan pengelolaan lahan usaha, terjadi penurunan mutu benih, pengawasan yang kurang optimal, dan terlambat menemukan komoditas unggulan. Berbagai kajian telah dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut, namun permasalahan masih saja muncul. Oleh karena itu, bagaimana mencari solusi penanganan masalah tersebut agar paket saprodi yang diterima transmigran dapat dimanfaatkan secara optimal. Bagaimanana pula sistem pengelolaan pemberian bantuan sarana produksi tersebut dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada. Karena pengelolaan sarana produksi pertanian yang baik akan memicu tumbuh-kembangnya usaha tani transmigran, sehingga kapasitas usaha tani mereka dari waktu ke waktu terus meningkat.

2. Kerangka Pendekatan

Analisis pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian yang diberikan kepada transmigran mengacu pada peraturan yang ada (Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan Sarana Produksi Pertanian di Daerah Transmigrasi, 2008. Dit. Pengembangan Usaha, Ditjen P2MKT, Depnakertrans). Pengelolaan Bantuan Sarana Produksi Pertanian dilihat dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian. Setelah itu akan dilihat implementasi dan kendala pengelolaan bantuan saprodi yang kemudian dianalisis. Dari hasil analisis data lapang akan diperoleh alternatif Pengelolaan Bantuan Sarana Produksi Pertanian.

Kerangka PendekatanKajian Pengelolaan Bantuan Sarana Produksi Pertanian Untuk Transmigran

Alternatif Pengelolaan Bantuan Sarana Produksi Pertanian

Bantuan Sarana Produksi Pertanian

Implementasi dan Kendala Pengelolaan

Pengelolaan :

PerencanaanPengorganisasianPelaksanaanPengendalian

Dasar Kebijakan :UU No. 29/2009 dan UU No.15

Th 1997PP No. 2 Tahun 1999Kep.Men Trans dan PPH

No.Kep.34/MEN/94Pedoman Bantuan SaprotanJuklak Dirjen Rahbin No.

04/Juklak/RB/1994

9

Page 10: BAB-1 saprodi

E. Ruang Lingkup

1. Mengidentifikasi jenis-jenis bantuan sarana produksi pertanian standar Paket A, B dan C pada jenis Transmigran Umum pola usaha tanaman pangan lahan basah (TPLB).

2. Pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

3. Menyusun alternatif pengelolaan bantuan sarana produksi Paket Standar

F. Pengertian

1. Ketransmigrasian adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan transmigrasi.

2. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di kawasan transmigrasi yang diselenggarakan oleh pemerintah

3. Kawasan Transmigrasi adalah kawasan budidaya yang memiliki fungsi sebagai permukiman dan tempat usaha masyarakat dalam suatu sistim pengembangan berupa Wilayah Pengembangan Transmigrasi (WPT) atau Lokasi Permukiman Transmigrasi (LPT)

4. Lokasi Permukiman Transmigrasi adalah lokasi potensial yang ditetapkan sebagai permukiman transmigrasi untuk mendukung pusat pertumbuhan wilayah yang sudah ada atau yang sedang berkembang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.

5. Permukiman Transmigrasi adalah satu kesatuan permukiman atau bagian dari satuan permukiman yang diperuntukkan bagi tempat tinggal dan tempat usaha transmigran.

6. Transmigran, adalah warga negara Republik Indonesia yang berpindah secara sukarela ke kawasan transmigrasi.

7. Masyarakat Transmigrasi adalah peserta program transmigrasi yang menetap di permukiman transmigrasi, baik yang berasal dari daerah asal maupun dari daerah sekitar permukiman transmigrasi tersebut.

8. Transmigrasi Umum adalah jenis transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah bagi penduduk yang mengalami keterbatasan dalam mendapatkan peluang kerja dan usaha.

9. Transmigrasi Pola Tanaman Pangan adalah pemukiman transmigrasi yang sejak awal dirancang untuk sebagian besar transmigrannya berusaha dan memperoleh pendapatan dari usaha tani tanaman pangan secara berkesinambungan.

10

Page 11: BAB-1 saprodi

10. Sarana Produksi adalah sarana penunjang dalam proses produksi pertanian (bibit/benih, pupuk, obat-obatan pertanian/pestisida, peralatan dan mesin pertanian, serta sarana penunjang lainnya).

11. Pengelolaan adalah seni melaksanakan dan mengatur yang di dalamnya meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian.

G. Metodologi

1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada lokasi transmigrasi pola tanaman pangan lahan basah (TPLB). Dasar pertimbangannya adalah bahwa UPT yang dibina pada T+3 terbanyak dilaksanakan melalui jenis transmigrasi umum pola tanaman pangan lahan basah. Penelitian ini bersifat penelitian kualitatif, yang dilakukan dengan prosedur dan langkah-langkah yang mengedepankan basis data dan informasi kualitatif dalam pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi ditentukan secara purposive dengan kriteria: Pertama, lokasi transmigrasi pola tanaman pangan lahan basah. Kedua, lokasi tersebut masih dalam masa pembinaan dinas yang membidangi Ketransmigrasian ( T+2) untuk melihat Paket A, dan (T+4) untuk melihat Paket B dan C. Berdasarkan kriteria tersebut lokasi yang ditetapkan sebagai unit analisis adalah UPT Perambahan SP 2, Kabupaten Banyuasin dan UPT Rambutan SP 2, Kabupaten Ogan Ilir (Provinsi Sumatera Selatan), UPT Cinta Puri, Kabupaten Banjar dan UPT Sawahan, Kabupaten Barito Kuala (Provinsi Kalimantan Selatan).

3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, Focus Group Discussion (FGD) dan observasi lapang. Wawancara dilakukan dengan nara sumber dari instansi terkait/pelaksana transmigrasi di provinsi dan kabupaten, Dinas Pertanian, dan rekanan/suplayer saprodi). FGD dilakukan dengan petugas lapang bidang ketransmigrasian dan transmigran. Observasi dilakukan terhadap paket bantuan sarana produksi, kondisi lahan, pemanfaatan paket sarana produksi, dan produktivitas tanaman yang diusahakan transmigran.

11

Page 12: BAB-1 saprodi

Data sekunder diperoleh melalui penelusuran berbagai peraturan dan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan pemberian bantuan sarana produksi pertanian, laporan-laporan serta berbagai dokumen terkait pengelolaan bantuan sarana produksi yang relevan.

Tabel 2: Fokus Penelitian dan Metode Pengumpulan Data

No Fokus penelitian Sumber dataMetode Pengumpulan

Data

1 Kebijakan pemberian bantuan sarana produksi pertanian

- Data sekunder peraturan perundangan, program terkait dengan bantuan sarana produksi)

- Data primer (Kemenakertrans dan Dinas di daerah

- Studi pustaka,

- Diskusi dengan pejabat terkait

2 Pengelolaan dan pemanfaatan bantuan sarana produksi pertanian

- Data sekunder (pelaksanaan pemberian bantuan sarana produksi, pemanfaatan laporan bantuan sarana produksi)

- Data primer

- Studi Pustaka- Diskusi dengan

pejabat terkait, FGD dan wawancara dengan transmigran

4. Metode Analisis

Analisis dilakukan secara deskriptif kualitatif dan

menginterpretasikan terhadap data dan informasi yang diperoleh dari hasil

penelitian. Hasil analisis tersebut kemudian dinarasikan secara kualitatif

berdasarkan data lapang, baik hasil wawancara, FGD, maupun hasil

observasi. Dengan pendekatan analisis tersebut maka fenomena yang

terjadi di lapangan maupun pada masyarakat, dapat dipahami melalui

rangkaian narasi yang sistematis dan faktual, yang kemudian menjadi dasar

dalam penyusunan alternatif pengelolaan bantuan sarana produksi pertanian

untuk transmigran.

12