bab 1 mci franki
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infark miokard terjadi ketika perubahan intraseluler iscemic menjadi hasil
ireversibel dan nekrosis . angina sebagai akibat dari iskemia menyebabkan cedera
seluler reversibel , dan infark adalah hasil dari iskemia yang berkelanjutan ,
menyebabkan kematian sel ireversibel .
Tingkat kematian pra-rumah sakit di antara pasien dengan MI akut adalah
sekitar 30% sampai 50 % . tingkat kematian di antara pasien yang mencapai
rumah sakit adalah sekitar 5 % . sebagian besar kematian tersebut terjadi dalam 3
sampai 4 hari .
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh karena
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot jantung
(Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang kemudian
diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan luasnya miokard
infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah kolateral (Irmalita, 1996).
Menurut laporan WHO, pada tahun 2004, penyakit infark miokard akut
merupakan penyebab kematian utama di dunia (WHO, 2008). Terhitung sebanyak
7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia. Penyakit
ini adalah penyebab utama kematian pada orang dewasa di m ana-mana (Garas,
2010). Infark miokard akut adalah penyebab kematian nomor dua pada negara
berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 2.470.000 (9,4%) (WHO, 2008).
Di Indonesia pada tahun 2002, penyakit infark miokard akut merupakan
penyebab kematian pertama, dengan angka mortalitas 220.000 (14%) (WHO,
2008).
Direktorat Jendral Yanmedik Indonesia meneliti, bahwa pada tahun 2007,
jumlah pasien penyakit jantung yang menjalani rawat inap dan rawat jalan di
rumah sakit di Indonesia adalah 239.548 jiwa. Kasus terbanyak adalah panyakit
jantung iskemik, yaitu sekitar 110,183 kasus. Case Fatality Rate (CFR) tertinggi
terjadi pada infark miokard akut (13,49%) dan kemudian diikuti oleh gagal
jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Depkes, 2009).
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih dari 3
kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi (EKG)
dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tak
ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG yang khas yaitu
timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan inversi gelombang T
(Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein intraseluler akan masuk
dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler
lokal dan aliran limfatik (Patel, 1999). Protein-protein intraseluler ini meliputi
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III), myosin
light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT) (Samsu, 2007).
Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark
miokard (Nigam, 2007). Elektrokardiogram (EKG) merupakan metode
pemeriksaan noninvasif yang mudah didapatkan untuk menegakkan diagnosis
infark miokard akut (Chung, 2007). EKG membantu menegakkan diagnosis
sebelum peningkatan enzim kerusakan jantung terdeteksi. Lokasi dan luas infark
dapat ditentukan dari rekaman EKG berupa elevasi segmen ST, gelombang T dan
munculnya gelombang Q pada standar limb lead dan precordial lead. Dengan
metode EKG, infark miokard akut terbagi menjadi 2 grup mayor, yaitu infark
miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) dan tanpa elevasi segmen ST (Non
STEMI). STEMI adalah sindoma koroner akut dimana pasien mengalami
ketidaknyamanan pada dada dengan gambaran elevasi segmen ST pada EKG. Non
STEMI adalah sindroma koroner akut dimana pasien mengalami
ketidaknyamanan dada yang berhubungan dengan non elevasi segmen ST iskemik
yang transien atau permanen pada EKG (Ramrakha, 2006).
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengembangkan pola pikir ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan MCI dengan pendekatan proses
keperawatan.
1.2.3 Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian pada pasien MCI
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien
dengan MCI
c. Mahasiswa mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien
dengan MCI
d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan langsung asuhan keperawatang
langsung kepada pasien dengan MCI
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan setelah dilakukan
tindakan keperawatan