bab 1 maju miopi

Upload: reizkhi-fitriyana

Post on 18-Jul-2015

166 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I PENDAHULUAN1.1. Latar Belakang WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, di mana sepertiganya berada di Asia Tenggara. Diperkirakan 12 orang menjadi buta tiap menit di dunia dan 4 orang di antaranya berasal dari Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi buta. Sebagian besar orang buta (tunanetra) di Indonesia berada di daerah miskin dengan kondisi sosial ekonomi lemah.13 Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, di mana terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak difokuskan tepat pada retina namun dapat dibelakang atau di depan retina. Gangguan refraksi dapat berupa myopia, hipermetropia, dan astigmatisma. Myopia timbul akibat gangguan pada regulasi pertumbuhan bola mata, gangguan regulasi dapat bersifat herediter yang biasanya dapat mengakibatkan myopia onset muda (kurang dari 20 tahun) atau pengaruh lingkungan disebut myopia onset dewasa (di atas 20 tahun). Myopia itu sendiri adalah bentuk kelainan refraksi di mana sinar-sinar sejajar, pada mata yang istirahat akan dibiaskan pada suatu titik di depan retina12. Biasanya miopia diturunkan dari orang tua dan terlihat setelah anak berumur 8-12 tahun. Sering terlihat seiring dengan bertambahnya pertumbuhan pada usia remaja7. Beberapa faktor resiko dapat meningkatkan angka kejadian kelainan refraksi adalah umur, jenis kelamin, ras dan lingkunganya8. Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di dunia. World Health Organization (WHO) menyataka, terdapat 45 juta orang menjadi buta diseluruh dunia, dan 135 juta dengan Low Vision. Diperkirakan gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari

2

penyebab kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak-anak di dunia masih belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak dan 50.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini meninggal beberapa bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada anak bervariasi pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara2. Angka kebutaan di Afrika dan Asia diperkirakan sekitar 15/10.000 anak. Angka ini sangat besar bila dibandingkan dengan Eropa dan Amerika yaitu hanya 3/10.000 anak2. Angka kebutaan di Indonesia menempati urutan ke 3 di dunia. Bahkan kondisi kebutaan di Indonesia merupakan terburuk di Asia dan ASEAN. Hingga saat ini sekitar 3,1 juta (1,5%) penduduk Indonesia mengalami kebutaan. Angka tersebut masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara miskin seperti Bangladesh, Maladewa, Bhutan, Nepal, dan Myanmar. Angka kebutaan antara lain di kawasan Asia cukup tinggi antara lain Bangladesh (1,0%), India (0,7%) dan Thailand (0,3%) (Depkes, 1983). Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan pendengaran tahun 19931996 yang dilakukan di delapan propinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di Indonesia sebasar 1,5% dengan penyebab antara lain katarak 0,78%, glaukoma 0,20%, kelainan refraksi 0,14, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10% dan oleh penyebab lain 0,15% 3. Pada tahun 2007 angka kebutaan di Indonesia tertinggi pada provinsi Sulawesi Selatan (2,6%) dan terendah di Provinsi Kalimantan Timur (0,3%)11. Sebuah penelitian telah dilakukan di SD perkotaan, tentang Prevalensi Kelainan Ketajaman Penglihatan pada Pelajar SDX Jatinegara Jakarta Timur didapatkan hasil yaitu 51,9% responden dinyatakan menderita kelainan ketajaman penglihatan (visus kurang dari 6/6)4. Miopia ini sendiri baru menampakkan gejala sekitar usia 7 9 yang seperti kita ketahui bersamaan rentan usia tersebut anak anak masih melakukan kegiatan sekolah dengan jadwal jam terbang yang tinggi seperti belajar, membaca,

3

bermain komputer dan menonton televisi 1. Berdasarkan hal diatas kelainan ketajaman penglihatan terutama pada anak pubertas merupakan permasalahan yang sangat penting terhadap angka kebutaan di Indonesia. Karena sering kali anak-anak dengan kelainan refraksi datang dengan keadaan yang sudah terlambat dan koreksi kacamata pun terlambat sehingga sebagai rumah sakit pusat rujukan RSUD Palembang Bari ini tentunya angka kejadian tentang kelainan refraksi cukup banyak. Maka telaah ilmiah ini mencoba membantu untuk memahami

kelainan refraksi terutama miopi. Dengan adanya deteksi dini dan publikasi mengenai miopia ini diharapkan dapat mencegah tingginya angka kejadian kelainan refraksi terutama miopia yang sering menyerang anak usia pubertas