bab 1 laporan
DESCRIPTION
laporanTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Minyak atsiri atau yang disebut juga dengan essential oils, etherial oils,
atau volatile oil adalah salah satu komoditi yang memiliki potensi besar di
Indonesia. Minyak atsiri adaloah ekstrak alami dari jenis tumbuhan tertentu, baik
berasal dari daun, bunga, kayu, biji-bijian bahkan putik bunga.
Meskipun banyak jenis minyak atsiri yang bisa diproduksi
diIndonesia, baru sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diusahakan di
Indonesia. Peluang pasar komoditi minyak atsiri ini masih terbuka luas baik di
dalam maupun luar negeri. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
hanya sebagian kecil jenis minyak atsiri yang telah diproduksi di Indonesia.
Minyak dari batang kulit kayu manis adalah jenis rempah-rempah yang
banyak di gunakan sebagai bahan pemberi aroma dan citarasa dalam makanan dan
minuman, bahan adaftif pada pembuatan farfum serta obat-obatan.
Salah satu produk olahan kayu manis disamping minyak kayu manis
adalah oleoresin yang mempunyai nilai jual jauh lebih tinggi dari harga kayu
manis tanpa diolah. Oleoresin dan minyak atsiri rempah-rempah banyak
digunakan dalam industri makanan, minuman, farmasi, flavo (tembakau /rokok),
fragrance,pewarna dan lain-lain.
Komposisi kimia yang terkandung dalam minyak kayu manis jenis antara
lain sinamat aldehyde, sinamil acetate, salisil aldehyde, asam sinamat, asam
salisilat, o-metoksin, benzaldehyde, metil-o-coumaraldehyde dan
phenilpropilasetat. Minyak kayu manis selain mengandung sinamldehia juga
mengandung senyawa-senyawa lain seperti benzaldehida, limonen, 1,8-sineol, α-
copana, bornil asetat, β-caryofilen, 1,4-terpinol, cadinena, trans-cinna-maldedeha.
Trans cinamil asetat, miristisin, kumarin, asam tetradecadonat ( Lawless, 2002 )
Permintaan minyak atsri diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya populasi penduduk dunia hal ini terjadi karena dilihat dari
kegunaanya yang banyak diantranya dapat di gunakan sebangai minyak wangi,
1
kosmetik, dan obat-obatan. Industri kosmetik dan minyak wangi menggunakan
minyak atsiri sebagai bahan pembuatan sabun, pasta gigi, sampo, lotion, parfum.
Industri makanan menggunakan minyak atsiri sebagai penyedap dan penambah
cita rasa.
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk memisahkan senyawa
sinamaldehid yang terdapat dalam kulit batang dari kayu manis. Dimana jenis
ekstraksi yang digunakan pada proses kali ini yaitu jenis ekstraksi dengan cara
dingin yaitu maserasi. Maserasi adalah cara ekstrasi yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai. Keuntungan dari
metode ini diantaranya dimana peralatan yang digunakan sederhana sedangakan
kerugian dari metode ini yaitu waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi
sampel cukup lama, cairan penyari yang diguankan cukup banyak, tidak dapat di
guakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks
dan lilin.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasrkan latar belakang diatas maka dapat dibuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengisolasi senyawa sinamaldehid dari kulit kayu manis
sampai didapatkan isolat yang murni ?
1.3. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengisolasi senyawa sinamaldehid dari
kulit kayu manis sampai didapatkan isolay yang murni.
1.4. Manfaat Percobaan
Manfaat dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara isolasi senyawa
sinamaldehid yang baik sampai didapatkan isolat yang murni.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kayu Manis (Cinnamomum burmanni Ness ex Bl)
2.1.1. Deskripsi Kayu Manis
Kayu manis merupakan pohon yang bisa mencapai tinggi 15 m, kadang
berbanir kadang tidak berbanir pepagannya licin tidak tidak bergaris dan berwarna
coklat keabu-abuan hingga coklat kemerahan dengan bau aromatik yang kuat ,
getahnya keputihan atau kuning muda, daunnya agk berhadapan berseling atau
spiral dengan titik kelenjar dan berbau harum ketika di remas, berbentuk lonjong
menjorong hingga melanset.
Kulit kayu manis adalah kulit batang atau ranting Cinnamomum burmanni
Ness ex Bl suku Lauraceae yang sudah terbebas dari bagian kulit gabus terluar dan
dikeringkan, berupa kulit tergulung, patahan, atau serbuk mengandung minyak
atsiri tidak kurang dari 1,50% v/b dan kadar sinamaldehida tidak kurang dari
0,50%.
Kulit kayu manis merupakan hasil utama dari kayu manis, produk ini
berupa potongan kulit yang dikeringkan. Menghasilkna produk kayu manis sangat
sederhana, yaitu cukup dengan penjemuran. Sebelum dijemur, kulit dikikis atau d
bersihkan dari kulit luar, kemudian di belah-belah menjadi berukuran lebar 3-4
3
cm. Selanjutnya kulit yang sudah bersih ini dijemur bi bawah terik matahari
selama 2-3 hari, kulit dinyatakan kering kalau bobotnya sudah susut sekitar 50%.
Kulit bermutu rendah karena kadar airnya masih tinggi, kadar air tinggi
diakibatkan oleh kurangnya waktu penjemuran selain kadar air masih tinggi, mutu
kulit dipengaruhi oleh kebersihan tempatpenjemuran. Agar dapat menghasilkan
mutu kulit yang baik, penjemuran sebaiknya dilakukan dibawah sinar matahari
penuh ( Rimunandar dan Paimin, 2001)
Sifat tanaman kayu manis mempunyai sifat khas pedas, agak manis dan
menghangatkan yang berkhasiat analgesik, stomakik dan aromatika.
Pemerian dari simplisia ini berupa batangan atau kulit menggulung,
membujur, pipih atau berupa berkas yang terdiri atas tumpukan beberapa potong
kulit yang tergulung membujur, panjang hingga 1m, tebal kulit 1-3 mm atau lebih,
warna coklat kekuningan, bau khas, rasa sedikut manis, permukaan luar yang tidal
bergabus berwarba coklat kekuningan atau cikelat sampai cokelat kemerahan,
bergaris-garis puvcat bergelombang memanjang dan garis-garis pendek melintang
agak menonjol atau agak berlekuk ynag bergabus berwarna hijau kehitaman atau
coklat kehitaman. Permukaan dalam berwarna coklat kemerahan tua sampai
coklat kehitaman, bekas pataha tidak rata.
2.1.2. Habitat
Kayu manis terdapat di Indonesia hingga ketinggian 200 m dari permukaan
laut, tetapi daerah yang paling cocok pada ketinggian 500-1500 m dari permukaan
laut. Dengan curah hujan 2000-2500 mm per tahun. Tanah yang di senangi adalah
tanah yang lempung berpasir yang subur dan sedang dapat menghasilkan kulit
kayu yang terbaik.
4
2.1.3. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub kelas : Magnoliidae
Ordo : Laurales
Famili : Lauraceae
Genus : Cinnamomum
Spesies : Cinnamomun burmanii (Nees & Th. Nees)
2.2. Sinamaldehid
Sinamaldehida merupakan komponen kimia yang terdapat dalam kulit
kayu manis, sinamaldehid terjadi secra alami yag terdapat dalam kulit pohon kayu
manis dan spesies lain yang termasuk dalam genus chinnamomum seperti akasia.
Sinamaldehid yang terdapat dalam kayu manis sekitar 90%, sinamaldehid dapat
dipisahkan dari minyak kayu manis dengan cara penambahan natrium bisulfit
menghasilkan senyawa hasil adisi berupa garam yang mudah dipisahkan dari
sistem campuran. Sinamaldehid hasil isolasi dari minyak kayu manis berupa
cairan berwarna kekuningan dengan randomen 42,67%,kemurnian 99,8723%.
Sifat fisika sinamaldehid berbentuk cairan minyak yang berwarna kuning
dan lebih viscos dibandingkan air, bau sinamaldehid seperti bau kulit kayu manis.
Sinamaldehid menyebabkan iritasi kulit dan mengandung racun pada pemakaian
dalam skala besar, tetapi tidak menyebabkan kasinogen.
Sinamaldehid terdiri dari aromatik dan aldehid, sinamaldehid mempunyai
monosubtited cincin benzen. Konjugasi ikatan rangkap dua (alkana) membuat
geometri senyawa pelanar.
5
Kegunaan dari sinamaldehid :
a. Sinamaldehid sebagai pemberi rasa paa ice cream, permen dan minuman.
b. Sinamaldehid digunakan dalam beberapa parfum natural, dan parfum aroma
buah-buahan.
c. Sinamaldehid digunakan pada penggunaan fungisida
d. Sinamaldehid juga diketahui dapat mencegah korosi pada baja
e. Sinamaldehid digunakan sebagai kombinasi atau komponen tambahan dari
dispersing agent solven dan surfaktan.
f. Sinamaldehid dapat digunakan sebagai campuran makanan.
2.3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme dalam
tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan kimia
dengan adanya air. Minyak tersebut di sintesis dalam sel kelenjar pada jaringan
tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin, misalnya minyak
terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan oleh tanaman dapat
juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim atau dapat dibuat secara
sintesis (Ketaren, 1985).
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta
beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan
belerang(S). umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari
campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung Oksigen yang disebut
dengan Terpen atau terpenoid. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak
jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren (CsHa). Senyawa
terpen mempunyai rangka Karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren.
Klasifikasi dari terpen di dasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam
molekulnya yaitu : monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, tetraterpen dan
politerpen yang masing-masing terdiri dari 2, 3, 4, 6, 8 dan n satuan isopren.
6
Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka (terpen
alifatis) dan rantai melingkar (terpen siklis) (Finer, 1959).
2.3.1. Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman
Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di dalam rambut
kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (misalnya famili
Piperaceae), di dalam saluran minyak seperti vittae (famili Umbelliferae), di
dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),
terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae). Pada bunga mawar,
kandungan minyak atsiri terbanyak terpusat pada mahkota bunga, pada kayu
manis banyak ditemui pada kulit batang (korteks), pada famili Umbelliferae
banyak terdapat pada perikarp buah, pada Menthae sp. terdapat dalam rambut
kelenjar batang dan daun, serta pada jeruk terdapat dalam kulit buah dan helai
daun (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh protoplasma akibat
adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau oleh hidrolisis dari glikosida
tertentu. Peran paling utama dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri
adalah sebagai pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai
pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun sebaliknya, minyak atsiri
juga berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu terjadinya penyerbukan
silang dari bunga. Berdasarkan atas usul-usul biosintetik, konstituen kimia dari
minyak atsiri dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu:
Keturunan terpena yang terbentuk melalui jalur biosintetis asam asetat
mevalonat.
Senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil
propanoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).
7
2.3.2. Sifat-Sifat Minyak Atsiri
Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai berikut :
1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.
2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau
minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari
macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun.
3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan
hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai dikulit, tergantung dari
jenis komponen penyusunnya.
4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah
menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka
ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang
ditempel.
5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi
tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-
asam lemak.
6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik pengaruh oksigen
udara, sinar matahari (terutama gelombang ultra violet), dan panas karena
terdiri dari berbagai macam komponen penyusun.
7. Indeks bias umumnya tinggi.
8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan
rotasi yang spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C
asimetrik.
9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut
hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat
kecil.
10. Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004)
8
2.4. Ekstraksi Dengan Metode Maserasi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan suatu subtansi atau zat dari
campurannya dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Tujuan dari ekstraksi
yaitu untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia.
Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam
pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian
berdifusi masuk ke dalam pelarut.
stilah maceration berasal dari bahasa latin macerate yang artinya
“merendam”. Maserasi adalah mencari zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai pada temperature
kamar yang terlindung dari sinar matahari, cairan penyari akan akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrsi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan di ganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah (proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
kesetimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
proses maserasi di lakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap
hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya di pekatkan.
Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung
komonen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung
benzoin, tiraks dan lilin.
Prinsip maserasi : Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari
pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke
dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang
konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan
konsentrasi rendah ( proses difusi ). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi
keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama
9
proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari.
Endapan yang diperoleh dipisahkan dan filtratnya dipekatkan.
Keuntungan dari metode ini adalah peralatannya sederhana. Sedang
kerugiannya antara lain waktu yang diperlukan untuk mengekstraksi sampel
cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, tidak dapat digunakan
untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur keras seperti benzoin, tiraks dan lilin.
2.5. Kromatografi LapisTipis
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi
komponen-komponennya. Seluruh bentuk kromatografi berkerja berdasarkan
prinsip ini. Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan
perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada
kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara duabuah fase
yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran
sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang
mudah tertahan pada fase diamakan tertinggal.
Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fasegerak akan bergerak
lebih cepat.Semua kromatografi memiliki fase diam (dapat berupa padatan,atau
kombinasi cairan-padatan) dan fase gerak (berupa cairan atau gas).Fase gerak
mengalir melalui fase diam dan membawa komponen- komponenyang terdapat
dalam campuran. Komponen-komponen yangberbeda bergerak pada laju yang
berbeda. Proses kromatografi juga digunakan dalam metode pemisahankomponen
gula dari komponen non gula dan abu dalam tetes menjadifraksi-fraksi terpisah
yang diakibatkan oleh perbedaan adsorpsi, difusi daneksklusi komponen gula dan
non gula tersebut terhadap adsorbent dan eluent yang digunakan.
a. Fase diam
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran
kecil dengan diameter partikel antara 10-30 Um. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam dan semakin
sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal
10
efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang sering digunakan adalah silica dan
serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi
dan adsorbsi.
b. Fase gerak
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak
sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik(ascending), atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara
menurun (descending).
2.6. Kromatografi Kolom
Kromatografi merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi
kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase
diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase
diamnya berupa lapisan seragam (Uniform) pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau plat plastik. Meskipun
demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari
kromatografi kolom.
Kromatografi kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran.
Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaanya lebih mudah dan lebih murah
dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang
digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih
sederhana dan dapat dikatakan bahwa hamper semua laboratorium dapat
melaksanakan setiap saat secara cepat.
Prinsip dari kromatogarafi kolom sama dengan kromatografi lapis tipis.
Digunakan untuk memurnikan senyawa atau memisahkan campuran yang
dilaksanakan dalam suatu kolom yang diisi dengan fase diam dan fase gerak. Fase
diamnya padat dan cair.Sedangkan fase geraknya cair dan gas.Mekanisme
pemisahan kromatograf i kolom yakni :
11
a. Kromatografi Adsorbsi, komponen yang dipisahkan secara selektif teradsorbsi
pada permukaan adsorben.
b. Kromatografi Partisi, analit mengalami partisi antara lapisan cairan fase diam
(stasioner) &eluensebagai fase gerak (mobile).
c. Kromatografi Pertukaran Ion, komponen berbentuk ion yang terikat pada
penukar ion sebaga fase stasioner secara selektif akan terlepas/terelusiolehfase
mobile.
d. Kromatografi Filtrasi Gel,fase diam berupa gel permeabel, pemisahan
berlangsung spt proses pengayakan yang didasarkan pada ukuran molekul dari
komponen yang dipisahkan.
GambarKromatografikolom
12
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Alat Bahan1. Maserator 1. Kulit kayu manis
2. Gelas kimia 2. Etanol 70%
3. Batang pengaduk 3. Kloroform
4. Gelas ukur 4. Etil asetat
5. Timbangan 5. Pereaki tollens
6. Chamber 6. NaHSO3 39%
7. Corong pisah 7. Toluen
8. Corong 8. Etil asetat
9. Spatel 9. N-hexan
10. Pipa kapiler 10. Asam sulfat
11. Penggaris 11. Metanol
12. Pensil 12. Silika gel
13. Tabung reaksi + rak
tabung reaksi
13. Gelas wol
14. Lampu UV 254 dan
365 nm
14. Pasir
15. Cawan
16. Pipet tetes
17. Kolom kromatografi
13
3.2. Prosedur
1. Penyiapan sampel
a. Siapkan kulit kayu manis yang sudah kering
b. Haluskan kulit kayu manis tersebut sebanyak yang di butuhkan
2. Skrining fitokimia
Saponin, tanin dan polifenol, flavonoid, dan kuinon
1. Timbang 10gram sebuk kulit kayu manis
2. Tambakan air 100ml kemudian panaskan sampai mendidih sambil di aduk-aduk
3. Kemudian saring dan bagi menjadi 5 bagian
4. Identifikasi :
a. Saponin : masukan 3ml larutan sampel kocok dengan kuat adanya busa positif tanin.
b. Tanin dan polifenol: larutan sampel + FeCl3 adanya biru posistif tanin
c. Tanin : larutan sampel + gelatin 1% adanya endapan putih posistif tanin.
d. Flavonid : larutan sampel + serbuk Zn+ larutan alkohol asam klorida (1:1)+ amil alkohol kocok , filtrat berwarna merah yang akan di tarik oleh amil alkohol
e. Kuinon : larutan sampel + NaOH positif adanya warna kuning
Alkaloid
1. Simplisia + amonia encer di gerus + kloroform sambil terus di gerus kemudian disaring
2. Filtrat tambahkan HCL 2N
3. Lapisan asam dipisahkan di bagi menjadi 4 bagian
a. Bagian 1 blangko
b. Bagian 2 menggunakan mayer
c. Bagian 3 menggunakan dragendroff
14
d. Bagian 4 menggunakan wagner
4. Bagian 2 dan 3 adanya endapan putih positif alkaloid
5. Bagian adanya endapan hitam positif alkaloid
Triterpeniod steroid
1. Simplisia disari dengan eter, diuapkan sampai kering
2. Pada residu tambahkan liebermen-burchard
3. Warna ungu poitif triterpenoid
4. Warna hijau biru positif steroid
Monoterpenoid seskuiterpen
1. Simplisia disari dengan eter, diuapkan sampai kering
2. Pada residu tambahkan vanilin-asam sulfat
3. Adanya warna-warna posirif kedua senyawa tersebut.
3. Ekstraksi metode maserasi
a. Siapkan kulit kayu manis yang telah di haluskan
b. Timbang serbuk kayu manis tersebut sebanyak 250 gram
c. Kemudian masukan ke dalam maserator
d. Tambahkan etanol 70% sebanyak 750 mL
e. Di rendam selama 6 jam sesekali di aduk
f. Diamkan selama 18 jam ( dilakukan triplo )
g. Semua maserat dikumpulkan dan diuapkan sampai terbentuk ekstrak kental
h. Timbang ekstrak kental yang di dapat (48,9976 gram)
4. Pemantauan ekstrak (KLT)
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Masukan eluen toluen : etil asetat ( 7:3) pada chamber , jenuhkan !
c. Siapkan plat silika gel dengan ukuran tertentu
d. Buat jarak pada tepi atas dan tepi bawah masing-masing 0,5 cm
e. Totolkan sampel pada plat ditepi bawah
f. Masukan pda chmber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
15
g. Eluen tidak boleh menyentuh cuplikan sampel
h. Diamkan sampel sampai terelusi oleh eluen, ditandai denagn menyentuh
garis pada tepi atas
i. Angkat plat dan keringkan
j. Deteksi pada lampu uv254 nm dan 365nm
5. Fraksinasi (ECC)
a. Timbang ekstrak kental yang sudah di buat sebanyak 5 gram
b. Larutkan menggunakan etanol 50 mL
c. Masukan ke dalam corong pisah kemudian tambahkan n-hexan
d. Di kocok dan diamkan sampai keduanya memisah
e. Akan terbentuk 2 fraksi (fraksi etanol dan fraksi n-hexan )
f. Kemudian fraksi etanol dimasukan ke dalam corong pisah dan tambahkan
etil asetat
g. Kocok dan diamkan sampai terbentuk 2 fraksi ( fraksi etanol dan fraksi etil
asetat )
h. Jadi di dapatkan 3 fraksi ( fraksi etanol, fraksi etil asetat, dan fraksi n-
hexan )
i. Lakukan triplo
6. Pemantauan fraksi
KLT
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Masukan eluen toluen : etil asetat ( 7:3) pada chamber , jenuhkan !
c. Siapkan plat silika gel dengan ukuran tertentu
d. Buat jarak pada tepi atas dan tepi bawah masing-masing 0,5 cm
e. Totolkan sampel pada plat ditepi bawah
f. Masukan pda chmber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
g. Eluen tidak boleh menyentuh cuplikan sampel
h. Diamkan sampel sampai terelusi oleh eluen, ditandai denagn menyentuh
garis pada tepi atas
i. Angkat plat dan keringkan
j. Deteksi pada lampu uv254 nm dan 365nm
16
Reaksi Kimia
1) Pereaksi tollens
a) Masukan kedalam tabung reaksi1 mL perak nitrat 10 % + 1 mL NaOH
10 % + NH4OH sampai warna perak hilang
b) Tambahkan 1-3 tetes isolat
c) Kocok selama 1 menit
d) Panaskan selama 5 menit
e) Terbentuk cermin perak positif adanya sinamaldehida
7. Subfraksinasi (KK)
a. Sebanyak 0,5 gram ekstrak n-hexan dikeringkan dengan silika gel sampai
kering dan merata.
b. Kolom dimasukan gelas wol dan pasir sebagai penahan
c. Masukan silika gel sebanyak 5 gram dan sedikit pasir sebagai penahan
d. Basahi dengan eluen yang paling nonpolar sampai terbasahi semua
e. Masukan campuran ekstrak dan silika gel dimasukan ke dalam kolom
kromatografi
f. Elusi dengan perbandingan eluen yang semakin meningkat kepolarannya.
g. Fase gerak toluen etil asetat (x:x) (mL) , (9:1, 8:2, 7:3, 6:4, 5:5, 4:6, 3:7, 2:8,
1:9, 0:10 )
h. Larutan yang keluar dari kolom ditampung dalam botol yang masing-
masing 10 ml.
i. Uapkan pelarutnya
8. Pemantauan subfraksi (KLT)
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Masukan eluen toluen : etil asetat ( 7:3) pada chamber , jenuhkan !
c. Siapkan plat silika gel dengan ukuran tertentu
d. Buat jarak pada tepi atas dan tepi bawah masing-masing 0,5 cm
e. Totolkan sampel pada plat ditepi bawah
f. Masukan pda chmber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
g. Eluen tidak boleh menyentuh cuplikan sampel
17
h. Diamkan sampel sampai terelusi oleh eluen, ditandai denagn menyentuh
garis pada tepi atas
i. Angkat plat dan keringkan
j. Deteksi pada lampu uv254 nm dan 365nm
9. Pemurnian dengan KLT preparatif
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Masukan eluen toluen : etil asetat ( 7:3) pada chamber , jenuhkan !
c. Siapkan plat silika gel dengan ukuran tertentu
d. Buat jarak pada tepi atas dan tepi bawah masing-masing 0,5 cm
e. Totolkan sampel pada plat ditepi bawah (penotolan berbentuk pita)
f. Masukan pda chmber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
g. Eluen tidak boleh menyentuh cuplikan sampel
h. Diamkan sampel sampai terelusi oleh eluen, ditandai denagn menyentuh
garis pada tepi atas
i. Angkat plat dan keringkan
j. Deteksi pada lampu uv254 nm dan 365nm
10. Uji kemurnian dengan KLT 2 dimensi
a. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b. Masukan eluen toluen : etil asetat ( 7:3) pada chamber , jenuhkan !
c. Siapkan plat silika gel dengan ukuran tertentu
d. Buat jarak pada tepi atas dan tepi bawah masing-masing 0,5 cm
e. Totolkan sampel pada plat ditepi bawah
f. Masukan pda chmber yang berisi eluen yang telah dijenuhkan
g. Eluen tidak boleh menyentuh cuplikan sampel
h. Diamkan sampel sampai terelusi oleh eluen, ditandai denagn menyentuh
garis pada tepi atas
i. Angkat plat dan keringkan
j. Plat diputar 900, masukan pada eluen kedua
k. Elusi kembali dengan eluen yang lebih polar (3:7)
l. Angkat plat dan keringkan
m. Deteksi pada lampu uv254 nm dan 365nm
18
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Skrining Fitokimia
No Golongan senyawa
Pereaksi Hasil pengamata
n
Warna
1 AlkaloidMayer (-) Bening
Dragendorf (-) BeningWagner (-) CoklatBlanko
2 Flavonoid Logam Mg + etanol + HCl +
amilalkohol
(+) Merah
3 tanin & polifenol
FeCl3 (+) Endapan hitam
4 Saponin Gelatin 1%, kocok + HCl
encer
(+) Ada busa
5 Mono& seskuiterpen
Vanilin + H2SO4
(+) Ungu
6 Steroid& triterpenoid
Lieberman burchad
(+) Ungu
7 Kuinon NaOH (+) Merah
Skrining fitokimia adalah tahap dalam mengidentifikasi kandungan kmia
dari suatu sampel terhadap senyawa metabolit sekunder untuk pencarian senyawa
aktif baru yang berasal dari precursor bagi sintesis obat – obatan baru atau
menjadi prototype senyawa obat ber-keaktifan tertentu. Sampel yang digunakan
pada skrining fitokimia ini adalah batang kulit kayu manis yang merupakan
komponen minyak atsiri yang memiliki kadar sinamaldehid tidak kurang dari
0,50%.
Alkaloid adalah senyawa yang memilikigugus N-heterosiklik, memiliki
rasa pahit dan bersifat basa. Adanya pasangan electron bebas dalam atom nitrogen
menyebabkan alkaloid dapat membentuk kompleks yang tidak larut dengan logam
19
– logam. Pada uji identifikasi alkaloid, simplisia ditambahkan ammonia encer
untuk memisahkan alkaloid basa dari ikatan garamnya dengan asam organic
sehingga menjadi alkaloid bebas. Serta dapat disari oleh pelarut organic ( dibuat
basa agar terekstraksi dalam pelarut organic ). Kloroform yang bersifat semi polar
dapat melarutkan alkaloid sehingga di dapat senyawa – senyawa yang bersifat
semi polar seperti alkaloid.
Selanjutnya disaring, filtratnya di kocok dan ditambahkan HCl 2N untuk
proses ekstraksi dan pemisahan senyawa metabolit sekunder dari matriksnya.
Pengocokan dilakukan untuk melarutkan senyawa – senyawa pada setiap lapisan
secara tepat dan sempurna. Kemudian dilakukan pemeriksaan golongan dengan
pereaksi mayer. Pereaksi mengandung kalium tetra iodo merkurat, dari percobaan
pada saat sampel ditambah dengan beberapa tetes pereaksi mayer ternyata tidak
menimbulkan endapan (negative).
Pada pemeriksaan dengan pereaksi dragendorf pun tidak menunjukan
adanyahasil positif terbentuk endapan. Mekanisme pereaksi dragendorf dan mayer
adalah amin aromatis pada alkaloid bereaksi dengan pereaksi dragehndorf dan
mayer. Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa sampel tidakmengandung
alkaloid.
Reaksi yang terjadi pada alkaloid :
Dengan pereaksi dragendrof
Bi(NO3)3.5H2O + 3KI BiI3 + 3KNO3 + 5H2O
BiI3 + KI [BiI4]- + K+
Kompleks logam dengan alkaloid
(endapan jingga)
20
Dengan pereaksi mayer
HgCl2 + 2 KI HgI2+ 2 KCl
HgI2+ 2 KI HgI4 2- + 2K+
Kompleks logam dengan alkaloid
(endapan putih kekuningan)
Reaksi dengan wagner
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang membentuk
warna – warna pada tumbuhan. Pengenalan flavonoid di dasarkan pada reaksi
reduksi gugus karbonil pada lingkar lakton menjadi gugus alcohol membentuk
senyawa hidroksi yang berwarna tergantung pada gugus fungsional yang terikat
pada lingakar A dan B. warna yang terbentuk dapat ditarik dengan amil alkohol.
Pada uji identifikasi flavonoid, penambahan logam magnesium dan asam
klorida 5N bertujuan untuk memutuskan ikatan gula yang ada pada flavonoid
sehingga akan terbentuk flavonoid bebas. Penambahan amil alcohol untuk
menarik aglikon dari senyawa flavonoid dimana sebelumnya flavonoid di
hidrolisa dengan HCl menjadi glikon dan aglikon. Ditambahkan logam Mg dan
HCl pekat untuk mereduksi agar ikatan gula pecah sehingga mudah ditarik oleh
21
amil alcohol. Pada uji flavonoid, kulit kayu manis menunjukan hasil positif
dengan membentuk warna merah yang dapat ditarik oleh amil alkohol.
Reaksi Flavonoid
Tanin dan polifenol adalah senyawa yang mudah dikenali karena reaksi
gugus fenol dengan FeCl3membentuk warna biru hitam dan digunakan gelatin 1%
untk membedakan tanin dan polifenol. Senyawa ini masih turunan flavonoid,
dilihat dari fungsinya polifenol dapat mengikat dan mgendapkan protein. Tanin
bersifat mengendapkan larutan gelatin 1%, sehingga jika sampel terbentuk
endapan putih maka hasilnya positif tanin dan ketika ditambahkan
FeCl3membentuk warna biru hitam menandakan adanya polifenol. Dari hasil
percobaan di dapatkan sampel kulit kayu manis positif tanin dan polifenol.
Reaksi Tanin Dan Polifenol
Saponin adalah senyawa metabolit sekunder yang dapat membentuk busa
dan menghemolisis darah. Saponin adalah glikosida triterpenoid dan sterol.
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan kuat yang menimbulkan busa jika
dikocok di dalam air. Sifatnya sebagai senyawa aktif permukaan disebabkan
adanya kombinasi antara aglikon lifopilik dengan gula yang bersifat hidrofilik.
Struktur aglikon saponin umumnya merupakan struktur triterpenoid dan steroid,
sehingga dilihat dari strukturnya saponin daat dipilih atas saponin triterpenoid dan
22
steroid. Karena saponin merupakan glikosida (karbohidrat) dapat diuji dengan
H2SO4 pekat akan menghasilkan lapisan berwarna ungu. Pada kulit kayu manis
terjadi pembentukan busa yang bagus, hal tersebut merupakan bukti adanya
saponin, karena ketika ditambahkan HCl encer busa nya tidak hilang.
Reaksi pada saponin
Monoterpenoid dan seskuiterpenoid merupakan komponen penyusun
minyak atsiri yang tidak larut air dan larut pada pelatut non polar, sehingga
sebelumnya disari dengan eter sehingga senyawa tertarik oleh eter dan eter
diuapkan kedalam residu diteteskan vanilin/asam sulfat menghasilkan warna
merah, sehingga [ada kulit kayu manis menggandung komponen minyak aksiri,
ditandai reaksi positif pada skrining fitokimia monoterpenoid.
Steroid dan Triterpenoidadalah senyawa yang memiliki struktur yang
sama.pasa uji skirining fitokimia,sampel disari dengan eter karena triterpenoid dab
steroid merupakan senyawa yang larut dalam non polar. Sehingga apabila disari
dengan pelarut polar senyawa nya tidak tertarik. Reaksi pengenalan nya dengan
pereaksi Lieberman Burchard menghasilkan warna ungu. Sehingga kulit kayu
manis mengandung triterpenoid dan tidak mengandung steroid.
Kuinon adalah senyawa turunan P.benzokuinon yang memiliki
kemampuan membentuk garam berwarna antara hidrokuinon dengan larutan alkali
kuat. Dimana OH bereaksi dengan Na pada NaOH membentuk garam berwarna
kuning hingga merah. Sehingga dapat diketahui bahwa dalam kulitkayu manis
terdapat senyawa kuinon.
Reaksi pada kuinon
23
O
O
OH
OH
OH
ONa
NaOH
4.2. Ekstraksi Padat Cair ( Maserasi )
Berat simplisia 250 gram
Volume ekstrak yang diperoleh
2 L
Berat ekstrak kental 48,99 gram
Rendemen ekstrak 19,599%
Bobot jenis ekstrak 0,7804 gram/mL
Pola dinamolisis 5 cm
Tujuan dilakukan ekstraksi adalah untuk menarik semua komponen kima
yang terdapat dalam simplisia,ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa
komponen zat padat ke dalama pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka,kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Pelarut yang
digunakan pada proses ekstraksi harus sesuai dengan sifat fisika kimia dari
senyawa target,sehingga senyawa tersebut dapat tertarik dengan sempurna.
Percobaan ini menggunakan metode maserasi karena senyawa targer yang
akan diambil stabil pada suhu dingin dan digunakan pelarut etanol 70% kareana
senyawa target mempunyai kelarutan yang besar di dalam etanol sehingga semua
senyawa target dapat tertarik oleh etanol,selain itu etanol merupakan pelarut
universal dimana etanol dapat melarutkan senyawa yang bersifat polar maupun
senyawa yang bersifat non polar.
Percobaan ekstraksi ini dilakukan sebanyak tiga kali katena jika dilakukan
hanya sekali dikhawatirkan masih ada senyawa target yang masih belum
tertarik,sehingga dilakukan sebanyak tiga kali agar semua senyawa target dalam
simplisia dapat tertarik semua. Pada saat percobaan ke tiga kali hasil yang di
dapatkan berwarna agak pucat,hal ini terjadi karena senyawa target yang akan di
ambil telah tertarik semua.
24
Pada proses maserasi simplisia yang akan digunakan dibuat serbuk
sehingga mempunyai luas permukaan yang besar yang akan membuat interaksi
antara pelarut dengan simplisia besar. Semakin banyak pelarut yang bersentuhan
dengan simplisia semakin banyak juga senaywa target yang akan tertarik oleh
pelarutnya,prinsip maserasi sendiri adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama 3 hari pada
temperatur kamr terlindung dari cahaya.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan rendemen ekstrak,rendemen ekstrak
ini didapat dengan cara rasio dan berat ekstrak yang diperoleh dengan berat dari
simplisia kering dikali 100% agar hasilnya bentuk persen,hasil dari rendemen
ekstrak kulit kayu manis sendiri yaitu 19,59%. Hasil rendemen ini dipengaruhi
oleh semakin besar perbandingan simplisia dengan pelarut yang digunakan maka
semakin banyak ekstrak kental yang diperoleh.
Selamjutnya yaitu penetapan bobot jenis ini dilakukan dari ekstrak.
Penetapan bobot jenis ini menggunakan piknometer,piknomneter yang diperoleh
yaitu 10,96 ml dan kerapatan ekstrak yang diperoleh 0,7804 gram.ml-1. Bobot
jenis ini di dapat dengan melakukan konsentrasi 1% artinya 1 gram ekstrak kental
dilarutkan dalam pelarutnya. Setelah kerapatan di dapat maka selanjutnya
dilakukan dinamolisis ekstrak,dinamolisis ekstrak ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui atau memberikan gambaran secara kualitatif dari ekstrak yang di
analisis. Dinamolisis yang diamati yaitu diameter yang dihasilkan dari ekstrak
tersebut selama 5 menit,dari hasil percobaan di dapatkan diameternya yaitu 5 cm
yang di ukur pada konsentrasi 1%.
4.3. Pemantauan Ekstrak
Eluen Nilai Rf
Toluen : etil asetat ( 7:3) Bercak 1 : 0,15 cm
Bercak 2 : 0,85 cm
25
Pada praktikum kali ini kita melakukan percobaan pemantauan dan ekstrak
yang telah di dapat pada percobaan sebelumnya,pemantauan ekstrak ini dilakukan
secara KLT.
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa target akan di
analisis sudah tertarik apa belum, maka hasil dari Rfnya dibandingkan dengan
senyawa aslinya, pada sampel kulit kayu manis senyawa target yang akan di
analisis yaitu sinamaldehid. Sinamaldehid ini merupakan golongan minyak atsiri
yang termasuk golongan seskuiterpen,dimana sinamaldehid ini mempunyai sifat
nonpolar karena termasuk golongan minyak sebelumnya harus menentukan
terlebih dahulu eluen yang akan digunakan pada proses elusi ini.
Pemilihan eluen ini sangat penting jika eleun yang digunakan memiliki
konsentrasi yang tidak sesuai dengan sampel yang akan dipisahkan,maka
kromatografi tidak akan berjalan. Jika eluen terlalu polar akan menyebabkan
sebuah noda yang ditotolkan pada plat naik sampai batas tanpa mengalami
pemisahan. Jika eluen kurang polar,maka noda yang ditotolkan tidak akan
bergerak sama sekali. Eluen yang digunakan pada percobaan ini yaitu toluen dan
etil asetat. Perbandingan yang digunakan yaitu 7:3 , alasan menggunakan eluen ini
karena senyawa target bersifat non polar sehingga senyawa agar dapat ditarik atau
terelusi harus menggunakan eluen yang mempunyai tingkat kepolaran yang sama.
Setelah eluen ditentukan ,eluen tersebut di campurkan dengan perbandingan yang
telah ditentukan kemudian dimasukan ke dalan chamber untuk melakukan
penjenuhan chamber.
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan di dapatkan Rf yang berbeda-
beda untuk perbandingan 7:3 didapatkan Rf 0,5 dan 0,85 . Berdasarkan hasil ini
Rf yang mendekati senyawa sinamaldehid adalah dengan Rf 0,85 cm karena
berdasarkan literatur Rf,untuk sinamaldehid dengan eluen yang sama adalah ±
0,80, bercak ini tidak terlihat secara langsung harus dilihat dibawah lampu UV
dengan panjang gelombang 254nm yang menampakan warna ungu muda.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa senyawa sinamaldehid cocok menggunakan eluen toluen dengan etil asetat
dengan perbandingan 7:3. Untuk memperjelas bercak yang di dapat ,dapat
26
dilakukan dengan menyemprot plat dengan H2SO4 10% dalam metanol dengan
menghasilkan warna coklat. Menggunakan H2SO4 karena H2SO4 merupakan
penampak yang universal artinya dapat bereaksi dengan semua senyawa organik.
Sedangkan untuk penampak bercak yang spesifik digunakan vanilin- H2SO4
4.4. Ekstraksi Cair-Cair ( ECC )
Fraksi Rendemen
N-hexan bobot fraksin−heksanbobot ekstrak
x100 %
1,007 gram5 gram
x 100 %=20,14 %
Etil asetat bobot fraksietil asetatbobot ekstrak
x100%
1,571 gram5 gram
x100 %=31,42%
Air bobot fraksiairbobot ekstrak
x100 %
1,405 gram
5 gram x 100% = 28,1
%
Ekstraksi cair-cair adalah proses pemisahan senyawa dalam ekstrak
dengan menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur. Solut dipisahkan
dari cairan pembawa (dilven) dengan menggunakan solven cair. Campuran dilven
dan solven ini adalah heterogen tidak saling campur, jika dipisahkan akan terdapat
2 fase, yakni fase dilven (rafinat) dan fase solven (ekstraktan). Fase rafinat berisi
27
residu atau sisa solut, sedangkan pada fase ekstraktan berisi solut dan solven.
Komponen kimia akan terpisah ke dalam kedua fase tersebut ssesuai dengan
tingkat kepularanya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap.
Hal pertama yang dilakukan adalah menimbang sampel terlebih dahulu 5
gram. Sampel yang ditimbang tidak boleh terlalu sedikit karena dikhawatirkan
senyawa yang akan dipisahkan menghasilkan senyawa yang sedikit pula
kemudian dimasukan ke dalam corong pisah, lalu ditambahkan air sebanyak 50 ml
dan pelarut n-heksan sebanyak 50 ml kocok dan pisahkan sampel terbentuk dua
fase, yakni fase air dan fase n-heksan. Fase air selalu berada pada lapisan bawah
karena air memiliki massa jenis yang lebih besar dibanding n-heksan. Hal tersebut
dilihat dari struktur yang dimiliki air memiliki rumus struktur H-O-H sedangkan
rumus struktur n-heksan yakni CH3-CH2-CH2-CH2-CH2-CH3, maka dapat
diketahui bahwa pelarut air bersifat polar sedangkan n-heksan bersifat non polar
sehingga pencampuran antara air dan n-heksan merupakan campuran yang tidak
saling larut/ tercampur.
Selanjutnya diambil fase air dan simpan fase n-heksan. Fase air tersebut
kemudian ditambahkan pelarut etil asetat dengn perbandingan volume yang sama.
Kocok dan biarkan sampai terbentuk dua fase. Etil asetat merupakan salah satu
jenis solvent atau pelarut yang memiliki rumus CH2COOH2H5, cairan jernih tidak
berwarna dan memiliki bau yang harum. Senyawa ini merupakan ester dari etanol
dan asam asetat. Etil asetat dapat melarutkan ester dari etanol dan asam asetat.
Etil asetat dapat melarutkan hingga 3% dan larut dalam air hingga kelarutan 8%
pada suhu kamar. Kelarutannya akan meningkat pada suhu yang lebih tinggi,
namun demikian senyawa ini tidak stabil di dalam air yang mengandung asam
atau pun basa.
Pada campuran antara air dan etil asetat menghasilkan campuran yang
tidak saling bercampur / dua fase. Hal tersebut terjadi tentu dikarenakan
perbandingan kepolaran serta massa jenis. Massa jenis air lebih besar dari pada
massa jenis etil asetat takni sebesar 1000g/ml, sedangkan n-heksan 0,655g/ml.
Maka air berada dalam lapiran bawah dn etil asetat berada pada lapisan atas.
28
Pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu solut yang
meninggalkan pelarut pertama (rafinat) dan masuk ke dalam pelarut yang kedua
(ekstraktan). Ekstrak akan terparisi atau terdistribusi ke dalam dua pelarut
berdasarkan kepolarannya. Adanya perbedaan keelektronegtifan didalam ikatan
kovalen akan menimbulkan perbedaan muatan persial atom-atom penyusun
molekul. Perbedaan tersebut mengakibatkan senyawa mempunyai dipol-dipol dan
senyawa bersifat polar. Senyawa yang bersifat polar akan mudah larut dalam
pelarut polar atau sebaliknya pelarut non polar akan mudah larut dalam pelarut
non polar “like dissolves like”.
Hasil dari pemisahan metabolik sekunder dari ekstrak batang kulit kayu
manis dengan metode ekstrak cair-cair (ECC) menghasilkan rendemen ekstrak
yang ditimbang dan duperoleh menjadi rendemen adalah ekstrak yang telah
mengalami proses pemektan dan penguapan dari pelarut. Ada pu faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi hasil dari ekstraksi cair-cair adalah pengocokan.
Pengocokan bertujuan memperluas bidang kontak antara dilven dan solven yang
tidak saling bercampur. Serta pengaruh perbedaan konsentrasi, perbedaan
konsentrasi solut diantara kedua pelarut merupakan pendorong terjadinya
ekstraksi.
4.5. Pemantauan Fraksinasi
Fraksi Nilai Rf
Non polar 0,84 cm
Semi polar 0,84 cm
polar 0,83 cm
0,4 cm
Pemantauan ekstrak setelah dilakukan fraksinasi sesual dengan
kepolarannya maka didapatkan tiga fraksi, yaitu : fraksi polar, fraksi semi polar
dan fraksi non polar. Dari ketiga fraksi tersebut dilakukan pemantauan yang
bertujuan untuk mengetahui senyawa target ( sinamaldehid) berada didalam fraksi
yang mana.
29
Senyawa target yaitu sinamaldehid dapat di identfikasi secara kimia
menggunakan peraksi tollens ataupun pereaksi bisulfit. Sinamaldehid dengan
pereaksi tollens mengalami reaksi reduksi sedangkan dengan natrium bisulfit
mengalami reaksi adisi. Pada percobaan kali ini yang dilakukan hanya pereaksi
tollens.
Pereaksi tollens merupakan perak nitrat, ammonia dan NaOH.
Berdasarkan struktur kimia sinamal dehid, sinamaldehid mempunyai gugus
aldehid. Aldehid ini merupakan reduktor kuat sehingga dapat mereduksi oksidator
– oksidator lemah, diantaranya pereaksi tollens, dimana pereaksi tollens
merupakan pereaksi khusus untuk mengenali aldehida. Oksidasi aldehid
menghasilkan asam karboksilat.
Pereaksi tollens adalah perak nitrat dalam ammonia, dimana pereaksi ini
dibuat dengan cara menetesi larutan perak nitrat dengan larutan ammonia sedikir
demi sedikit sehingga endapan yang mula – mula terbentuk dapat larut kembali.
Pereaksi tollens dapat dikatakan sebagai perak oksida (Ag2O), dimana aldehid
dapat mereduksi pereaksi tollens sehingga dapat membebaskan perak (Ag). Bila
reaksi dilangsungkan pada bejana gelas, endapan perak yang terbentukakan
melapisi bejana sehingga membentuk cermin. Oleh karena itu, reaksi ini disebut
reaksi cermin perak.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan dari ketiga fraksi
tersebut membentuk cermin perak sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa
target (sinamaldehid) ada / terdapat pada ketiga fraksi tersebut. Berdasarkan
literature, bahwa seinamaldehid merupakan golongan minyak atsiri seskuiterpen,
sehingga seharusnya sinamaldehid berada pada fraksi non polar karena minyak
atsiri bersifat non pola. Tetapi sinamal dehid juga dapat larut dalam alcohol
karena alcohol memiliki sifat polar dan non polar (semi polar) dengan kata lain
alcohol merupakan pelarut universal, sehingga ada kemungkinan juga
sinamaldehid terdapat pada fraksi polar.
Selain menggunakan pereaksi tollens untuk meyakinkan bahwa
sinamaldehid berada pada fraksi yang mana dilakukan juga kromatografi lapis
tipis. KLT dilakukan dengan menggunakan eluen yang sama yang digunakan pada
30
proses pemantauan ekstrak. Dimana eluen yang digunakan adalah campuran
toluene : etli asetat (7 :30).
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, ketiga fraksi tersebut
menghasilkan 1 bercak untuk fraksi non polar dan semi polar, sedangkan untuk
fraksi polar menghasilkan 2 bercak. Nilai Rf yang dihasilkan dari ketiga fraksi
tersebut hampir sama, yaitu : 0,84 cm untuk fraksi non polar dan semi polar, dan
0,83 cm dan 0,4 cm untuk fraksi polar.
Hasil ini sesuai dengan hasil pengamatan dengan menggunakan pereaksi
tollens yang menunjukkan bahwa sinamaldehid terdapat pada tiga fraksi tersebut,
dengan menggunakan KLT juga hasilnya bahwa sinamal dehid terdapat pada
ketiga fraksi tersebut dengan didapatnya nilai Rf yang hampir sama yaitu 0,84 cm
dan 0,83 cm.
Hasil ini sesuai dengan literature bahwa sinamaldehid mempunyai nilai Rf
yaitu 0.80 cm dengan menggunakan eluen yang merupakan campuran toluene dan
etil asetat dengan menggunakan pelarut etanol. Pelarut etanol digunakan karena
etanol mdah menguap sehingga mempercepat proses pengeringan pada saat
penotolan juga dalam proses pengentalan ekstrak.
4.6. Kromatografi Kolom
Eluen toluen : etil
asetat ( 7:3)
Pengamatan
9:1 Bening
8:2 Bening
7:3 Kuning
6:4 Kuning
5:5 Kuning
4:6 Kuning muda
3:7 Kuning muda
2:8 Kuning muda
31
1:9 Kuning muda
0:10 Kuning muda
Pada kromatografi kolom ini menggunakan sistem pelarut SGP ( Step
Gradieny Polarity). Sistem pelarut ini dilakukan dengan cara menggantikan /
mengubah komponen dari eluen yang digunakan secara bertahap. Eluen tersebut
merupakan campuran dua jenis pelarut dengan kepolaran yang berbeda. Dengan
mengubah perbandingan campuran pelarut dapat menggesertingkat kepolaran
eluen yang digunakan. Karena pada percobaan in imenggunakan eluen toluene :
etil asetat, pada awal pengerjaan dilakukan dari campuran yang bersifat non polar
kemudian di ikuti dengan penambahan etil asetat sehingga kepolarannya
meningkat. Dengan perbedaan kepolaran ini, diharapkan dapat memisahkan
senyawa dengan lebih baik.
Pada percobaan kali ini menggunakan kromatografi kolom ( KK) metode
kering . Pertama kolom di sumbat dengan menggunakan glass woll kemudian
dimasukkan silica gel sebagai fase diam dan dimasukan pasir sebagai penahan
kemudian ditambahkan ekstrak di basahi dengan pelarut / eluen yang paling non
polar . Fungsi dari penyumbatan dengan glass woll ini agar silica tidak keluar
bersama eluen. Proses ini harus dilakukan dengan hari – hari agar agar tidak
terbentuk gelembung udara di dalam fase gerak. Terdapatnya gelembung udara
pada fase diam dihawatirkan kolom yang digunakan akan pecah.
Mekanisme yang terjadi pada kromatografi kolom yaitu sampel akan
terelusi oleh eluen melalui fase diam silica gel. Senyawa organic terelusi oleh
eluen, melalui proses elusi terjadi karena keseimbangan distribusi analit pada fase
gerak dan fase diam. Elusi terus berulang hingga tidak ada lagi yang tinggal di
dalam kolom. Proses ini menghasilkan eluat yang diharapkan mengandung
banyak senyawa target.
Pada percobaan ini menggunakan eluen toluene : etil asetat dimulai
dengan perbandingan 9 :1 sampai 0 :10. Seiring dengan perubahan kepolaran darii
eluen maka elusi dari senyawa juga berbeda beda sesuai dengan sifat dari senyawa
32
tersebut. Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan pada pada saat eluen
pertama dimasukkan dengan perbandingan 9 : 1 dan eluen yang 8 : 2 hasil eluen
masih menunjukkan warna bening, kemudian pada perbandingan ke tiga 7:3, 6:4,
5:5 menunjukkan warna kuning, sedangkang pada perbandingan 4:6 – 0:10
memnunjukkan warna kuning yang semakin kuda atau warnanya semakin pudar.
Dan hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa semakin
polar perbandingan eluennya maka warna yang dihasilkan juga semakin
pudar/hilang.
Pada perbandingan 7:3 – 5;5 memberikan warna kuning, hal ini dapat
terjadi dikarenakan senyawa target bersifat non polar sehingga akan larut dalam
pelarut non polar. Karena eluen yang di gunakan semakin polar, maka warna yang
dihasilkan semakin pudar karena senyawa targetnya tidak terbawa oleh fase
geraknya. Hal ini sesuai dengan prinsip kelarutan bahwa senyawa polar akan larut
pada pelarut polar dan senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar juga.
Proses pemisahan dengan kromatografi kolom ini merupakan peemisahan
sederhana dari teknik kromatografi yang dilakukan dengan instrument kinerja
tinggi. Dimana bisa menggunakan eluen dan adsorben dengan jenis yang lain
/berbeda. Kolom disini hanya sebagai wadah/tempatnya bahan yang digunakan
sebagai fase diam dapat bermacam – macam, baik itu dengan memanfaatkan
prinsip partisi ataupun adsobsi.
Pada proses KK yang dilakukan sebelumnya pada kolom dimasukkan
terlebih dahulu glas wol dan pasir. Hal ini dilakukan agar proses elusi
menghasilkan senyawa target saja dan tidak membawa pengotor / partikel –
partikel asing lainnya. Setelah itu baru ditambahkan bubuk silica gel sebagai fase
diam dan pasir di atasnya, kemudian dibahasahi oleh pelarut non polar sampai
semuanya benar – benar terbasahi. Funsi penambahan pasir disini agar silica gel
tidak pecah. Jadi pasir disini sebagai penambah beban. Setelah semua terbasahi
baru baru ditambahkan ekstrak yang sebelumnya telah dikeringkan terlebih dahulu
menggunakan bubuk silica gel =. Pengeringan ini dilakukan karena jika
dimasukkan dalam keadaan ekstrak kental di hawatirkan masih ada pelarutnya dan
bisa mengganggu proses elusi.
33
4.7. Pemantauan Subfraksinasi
Fraksi Nilai Rf (cm)
7:3 0,74
6:4 0,82
5:5 0,82
4:6 0,82
0,29
3:7 0,29
0,82
2:8 0,82
1:9 0,82
0:10 0,82
Pemantauan ekstrak setelah dilakukan kromatografi kolom, karena hasil
dari kromatografi kolom menghasilkan 10 fraksi maka kesepuluh fraksi tersebut
di lakuakan pemantauan dengan KLT untuk mengetahui pada fraksi ke berapa
yang positif mengandung sinamaldehid.
KLT dilakukan dengan menggunakan eluen yang sama yang digunakan
pada proses pemantauan ekstrak. Dimana eluen yang digunakan adalah campuran
toluene : etli asetat (7 :3).
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan hasilnya ketika dilihat
pada lampu UV 254 nm tidak terlihat ada bercak tetapi ketika dilihat pada lampu
UV 365 nm menghasilkan bercak hal ini berarti senyawa target dapat
berflouresensi. Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakuakan bahwa
kedelapan fraksi yang dilakuakn pemantauan mempunyai bercak yang sama yaitu
satu dan mempunyai Rf yang sama juga 0,82 cm tetapi pada fraksi dengan
perbandingan eluen toluen:etil asetat 4:6 dan 3:7 yang masing-masing mempunyai
34
2 bercak dimana pada perbandingan 4:6 mempunyai nilai Rf 0,29 dan 0,82 cm
ssedangkan pada perbandingan 3:7 mempunyai nilai Rf 0,29 dan 0,82 cm.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan bahwa semua dari fraksi
ini mempunyai nilai Rf yang mendekati dengan literture yaitu 0,80 yang berarti
semuanya positif mengandung sinamaldehid.
Hal ini berarti dalam fraksi tersebut belum mempunyai 1 senyawa dan
masih ada lebih dari satu senyawa. Karena semua fraksi mempunyai nilai Rf yang
sama maka semua fraksi tersebut di satukan dan akan dilakukan pemisahan
kembali dengan menggunakan kromatografi preparatif.
4.8. KLT Preparatif
Elusi Pita Nilai Rf (cm)
1
1 0,15
2 0,575
3 0,75
4 0,83
5 0,98
2
1 0,75
2 0,83
Setelah dilakuakan pemanatauan ekstrak maka selanjutnya dilakukan
kromatografi lapis tipis preparatif dimana pada KLT ini prinsipnya sama saja
dengan KLT yang lainnya hanya saja pada KLT ini elusi dilakukan dengan
penololan yang berbentuk pita sehingga senyaa yang dielusi lebih banyak selain
itu plat yang digunakan juga lebih besar .
Pada KLT ini juga menggunakan eluen yang sama dengan KLT
sebelumnya yaitu toluen : etil asetat ( 7:3). Percobaan ini dilakukan sebanayk 2
kali dengan tujuan senyawa yang dihasilkan akan lebih banyak.
35
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakuakan pada elusi pertama
menghasilkan 5 pita yang menandakan baha senyawa yang ada dalam fraksi ini
belum murni masih banayk mengandung senyaa lainnya selain senyawa target.
Masing-masing nilai Rf yang dihasilkan yaitu 0,15 cm, 0,575 cm, 0,75 cm, 0,83
cm, dan 0,98 cm sedangakan pada elusi kedua hanya menghasilkan 2 pita yang
lurus yang mempunyai nilai Rf 0,75 cm, dan 0,83 cm.
Dari hasil percobaan ini pita yang mempuayi nilai Rf yang mendekati
dengan literature yaitu 0,80 cm dan nilai Rf hasil percobaan 0,83 cm akan
dilakuakn lagi pemurnian dengan menggukan KLT 2 dimensi sehingga
diharapkan akan menghasilkan spot satu yang berarti senyawa yang dihasilkan
telah murni.
4.9. KLT 2 Dimensi
Eluen toluen : etil asetat Nilai Rf (cm)
7:3 0,81
3:7 -
Setelah dilakukan pemisahan dengan menggunakan KLT preparatif maka
selanjutnya dilakukan pemurnian. Pemurnian ini dilakukan dengan menggunakan
KLT 2 dimensi. KLT 2 dimensi ini bertujuan untuk meningkatkan resolusi sampel
ketika komponen-komponen solute mempunyai karakteristik kimia yang hampir
sama, karenanya nilai Rf juga hampir sama. Pada dasarnya KLT 2 dimensi ini
mempunyai prinsip sama dengan kromatografi yang lainnya yaitu pemisahan
analit berdasarkan perbedaan distribusi pada fase diam yang dipengaruhi oleh fase
gerak.
Perlakuan KLT 2 dimensi ini sama dengan yang lainnya dengan
menotolkan sampel pada pinggir plat kemudian dielusi dengan eluen tetapi
perbedaannya pada KLT 2 dimensi platnya diputar 900C hal ini dilakukan jika
menghasilkan spot yang berdempetan sehingga menghasilkan nilai Rf yang
36
hampir sana maka dilakukan elusi kembali dengan menggunakan eluen yang lebih
polar diharapkan pada elusi kedua menghasilkan spot tunggal (murni).
Keberhasilan pemisahan akan tergantung pada kemampuan untuk
memodifikasi selektivitas eluen kedua dibandingakan dengan selektivitas eluen
pertama. Pada pemurnian ini isolat dikatakan murni jika noda atau spot yang
dihasilkan adalah tunggal. Artinya sampel kita benar-benar murni dan tidak
terdapat senyaa lainnya.
Pada hasil percobaan yang telah dilakukan dengan menggunakan eluen
toluen : etil asetat (7:3) dengan senyawa target sinamaldehid maka ketika dielusi
menghasilkan spot satu hal ini artinya sampel kita hasil dari KLT preparatif sudah
murni dan tidak ada senyawa lainnya selain senyawa target. Kemudian eluen
kedua yang diubah hanya perbandingannya saja menjadi 3:7 jadi toleun 3ml dan
etil asetatnya yang 7 mL sehingga eluen kedua mempunyai kepolaran yang lebih
polar dari eluen pertama. Hal ini dilakukan karena eluen kedua harus lebih polar
dari eluen pertama hal ini dilakukan karena diharapkan eluen kedua dapat
memisahkan spot yang berdempetan , hasil pada elusi kedua tidak menghasilkan
spot karena pada elusi pertama sudah menghasilkan satu spot saja jadi analit kita
sudah murni dengan nilai Rf 0,81 cm.
37
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakuka untuk mengisolasi senyawa
sinamaldehid dari kulit kayu dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada uji skrining fitokimia kulit kayu manis positif mengandung senyawa
metabolit sekunder yaitu flavonoid, tanin dan polifenil, saponin, mono dan
seskuiterpenoid, streroid dan triterpenoid, dan kuinon.
2. Pada ekstraksi maserasi menghasilkan rendemen ekstrak sebanyak 19,599% ,
bobot jenis 0,7804 gram/mL dengan diameter pola dinamolisis 5 cm
3. Pada pemantauan ekstrak dengan KLT menghasilkan 2 bercak dengan masing-
masing eluen 0,15 dan 0,85 cm
4. Pada hasil ECC menghasilkan rendemen ekstrak untuk fraksi n-hexan20,14%,
untuk fraksi etil asetat 31,42%, dan untuk fraksi air 28,1%.
5. Pada pemantauan fraksi dengan menggunakan KLT menghasilkan satu bercak
untuk fraksi n-hexan 0,84 cm, untuk fraksi etil asetat 0,84, uuntuk fraksi air
pada bercak 1 0,83cn dan pada bercak 2 0,4 cm. Sedangakn denagn
menggunakan pereaksi tollens positif sinamaldehid ditandai deangn
terbentuknay cermin perak.
6. Pada kromatografi kolom dengan menggunakan 10 eluen menghasiln warna
yang berbeda-bead pada masing eluen denagn warna kuning yang semakin
lama semakin hilang warnamya.
7. Pematauan denagn menggunakan KLT pada semua perbandingan eluen
menghasilkan satu spot dengan nilai Rf 0,83 kecuali pada perbandingan eluen
4:6 dan 3:7 menghasilkan 2 bercak denagn niali RF yang pertama yaitu 0,29
cm dan Rf yang kedua 0,82 cm
38
8. Pada KLT preparatif menghasilkan beberapa piata denagn nilai Rf yang
berbeda pula sehingag yang mempunyai nilai Rf yang mendekati literature di
kerok denagn niali Rf 0,83 cm
9. Pada KLT 2 dimensi menghasilkan satu bercak asaj dengan niali Rv 0,82 cm
5.2. Saran
Pada saat melakukan percobaan lebih disarankan untuk menggunakan alat-
alat yang bersih dan bahan kimia yang pro analisis agar menghasilkan hasil yang
yang baik yang sesuai literature.
39
DAFTAR PUSTAKA
Harborne, J.B.1967. Metode Fitokimia. ITB. Bandung
Sastrohamdjojo, H. 1996. Sintesis Bahan Alam. UGM. Yogyakarta.
Day, R. A. & A. L. Underwood. 1999. Analisis Kimia Kuantitatif, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Fessenden, R.J & J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik, diterjemahkan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Sudjadi, Drs., (1986), "Metode Pemisahan", UGM Press, Yogyakarta
Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. ITB:Bandung
Anonim. (.....). sinamaldehid . tersedia [online ].
eprints.unika.ac.id/16173/.../10.70.0006_Stefani_Ina_Wirawan_BAB_I.
Html
Anonim . (......). minyak atsiri . tersedia . [online ]. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16902/4/Chapter%20II.pdf
40