bab ii tinjauan pustaka a. laporan keuangan 1. pengertian...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan memberikan informasi mengenai posisi
keuangan perusahaan, kinerja perusahaan, perubahan ekuitas arus kas
perusahaan, dan infromasi lain yang berhubungan dengan perusahaan.
Ada beberapa definisi laporan keuangan yang dikemukakan oleh para
ahli, yaitu:
a. Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 1 Tahun 2015
laporan keuangan adalah catatan infromasi keuangan suatu perusahaan
pada suatu periode akuntansi yang dapat dgunakan untuk
menggambarkan kinerja perusahaan tersebut.
b. Harahap (2015), laporan keuangan menggambarkan kondisi keuangan
dan hasil usaha suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu
tertentu. Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah
neraca atau laporan laba/rugi, atau hasil usaha, laporan arus kas,
laporan perubahan posisi keuangan.
c. Munawir (2014), laporan keuangan menurut dasarnya merupakan
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan
12
dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas
perusahaan tersebut.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa laporan
keuangan adalah hasil proses akuntansi berupa neraca, laporan laba rugi,
dan laporan lain yang dapat memberi informasi yang akurat tentang
keadaan perusahaan dan hasil yang telah dicapai secara kuantitatif pada
semua yang berkepentingan dalam perusahaan.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Menurut Standar Akuntansi Keuangan No. 1 Tahun 2015 yang
dikeluarkan oleh Ikatan Akuntansi Indonesia tujuan laporan keuangan
adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,
kinereja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang
bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.
Laporan keuangan juga menunjukan apa yang telah dilakukan
manajemen atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin melihat apa yang telah
dilakukan atau pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar
mereka dapat membuat keputusan (ekonomi). Keputusan ini mencakup,
misalnya, keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam
perusahaan atau keuputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti
manajemen.
13
Menurut Ryan dan Miyosi (dalam Yuliastary Dan Wirakusuma
2013) tujuan laporan keuangan sebagai berikut :
a. Memberikan berbagai macam informasi pada periode tertentu
(periode akuntansi/satu tahun) misalnya seperti perubahan aset
perusahaan.
b. Memberikan penilaian tentang kondisi perusahaan atau kinerja
keuangan perusahaan.
c. Membantu dalam memberikan pertimbangan untuk pihak-pihak
tertentu. Setiap perusahaan diharuskan adanya laporan keuangan
dimana laporan keuangan ini dapat digunakan untuk mengetahui
kinerja dan kondisi keuangan perusahaan yang dapat digunakan
untuk memprediksi adanya potensi kebangkrutan dimasa yang akan
datang.
3. Pemakai Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan komoditi yang bermanfaat dan
dibutuhkan masyarakat, karena dapat memberikan informasi yang
dibutuhkan para pemakainya dalam dunia bisnis yang dapat menghasilkan
keuntungan. Dengan membaca laporan keuangan dengan tepat, seseorang
dapat melakukan tindakan ekonomi menyangkut lembaga perusahaan
yang dilaporkan dan diharapkan akan menghasilkan keuntungan baginya.
Harahap (2007) para pemakai laporan keuangan beserta kegunaannya
dapat dilihat sebagai berikut :
14
a. Pemegang Saham
Pemegang saham ingin mengetahui kondisi keuangan perusahaan,
aset, utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Pemegang saham ingin
melihat prestasi perusahaan dalam pengelolaan manajemen yang
diberikan amanah, ingin mengetahui jumlah deviden yang diterima,
jumlah pendapatan per saham, jumlah laba yang ditahan, dan ingin
mengetahui perkembangan perusahaan dari waktu ke waktu,
perbandingan dengan usaha sejenis, dan perusahaan lainnya.
b. Investor
Investor ingin melihat kemungkinan potensi keuntungan yang akan
diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan.
c. Analis Pasar Modal
Analis pasar modal ingin mengetahui nilai perusahaan, kekuatan dan
posisi keuangan perusahaan.
d. Manajer
Manajer ingin mengetahui situasi ekonomis perusahaan yang
dipimpinnya. Seorang manajer selalu dihadapkan kepada seribu satu
masalah yang memerlukan keputusan cepat dan setiap saat. Untuk
sampai pada keputusan yang tepat, ia harus mengetahui selengkap-
lengkapnya kondisi keuangan perusahaan baik posisi semua pos
neraca, laba/rugi, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, break even,
laba kotor, dan sebagainya.
15
e. Karyawan dan Serikat Pekerja
Karyawan perlu mengetahui kondisi keuangan perusahaan untuk
menetapkan apakah ia masih terus bekerja atau pindah dan untuk
bisa menilai apakah penghasilan yang diterimanya adil atau tidak.
f. Instansi Pajak
Instansi pajak dapat menggunakan laporan keuangan sebagai dasar
untuk menentukan kebenaran perhitungan pajak, pembayaran pajak,
pemotongan pajak, restitusi, dan juga dasar untuk penindakan.
g. Pemberi Dana (Kreditur)
Sama dengan pemegang saham, investor, lender seperti bank,
investment fund, perusahaan leasing, juga ingin mengetahui
informasi tentang situasi dan kondisi perusahaan baik yang sudah
diberi pinjaman maupun yang akan diberi pinjaman.
h. Supplier
Laporan keuangan bisa menjadi informasi untuk mengetahui apakah
perusahaan layak untuk diberikan fasilitas kredit, seberapa lama akan
diberikan, dan sejauh mana potensi resiko yang dimiliki perusahaan.
i. Pemerintah atau Lembaga Pengatur Resmi
Pemerintah ingin mengetahui apakah perusahaan telah mengikuti
peraturan yang telah ditetapkan.
j. Langganan atau Lembaga Konsumen
Dengan konsep ekonomi pasar dan ekonomi persaingan, konsumen
sangat diuntungkan. Konsumen berhak mendapat layanan
16
memuaskan dengan harga equilibrium, dalam kondisi ini konsumen
terlindungi dari kemungkinan praktik yang merugikan baik dari segi
kualitas, kuantitas, harga dan lain sebagainya.
k. Lembaga Swadaya Masyarakat
Lembaga Swadaya Masyarakat membutuhkan laporan keuangan
untuk menilai sejauhmana perusahaan merugikan pihak tertentu yang
dilindunginya.
l. Peneliti/Akademisi/Lembaga Peringkat
Bagi peneliti maupun akademisi laporan keuangan sangat penting,
sebagai data primer dalam melakukan penelitian terhadap topik
tertentu yang berkaitan dengan laporan keuangan atau perusahaan.
4. Analisis Laporan Keuangan
Analisa laporan keuangan adalah kegiatan menganalisa laporan
keuangan. Yang lahir dari suatu konsep dan sistem akutansi keuangan.
Dengan memahami sifat dan konsep akutansi keuangan maka akan lebih
mengenal sifat dan konsep laporan keuangan sehingga dapat menjaga
kemungkinan salah tafsir terhadap informasi yang diberikan melalui
laporan keuangan sehinggakesimpulan yang disapat akan lebih akurat.
Menurut Myer (2004:5) definisi analisa laporan keuangan adalah
“Analisa laporan keuangan adalah analisa mengenai dua daftar yang
disusunoleh akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan”.
Sedangkan menurut Dwi Prastowo (2008:56) definisi analisis laporan
17
keuangan adalah: “Analisa laporan keuangan adalah penguraian suatu
pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta
hubungan antar bagianuntuk memperoleh pengertian yang tepat dan
pemahaman arti keseluruhan”.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa analisa
laporan keuangan (financial statement analysis) adalah proses
penganalisaan atau penyidikan terhadap laporan keuangan yang terdiri
dari neraca dan laporan laba rugi beserta lampiran-lampirannya untuk
mengetahui posisi keuangan dan tingkat “kesehatan” perusahaan yang
tersusun secara sistematis dengan menggunakan teknik-teknik tertentu.
5. Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan bertujuan untuk mengetahui apakah
keadaan keuangan, hasil usaha kemajuan keuangan perusahaan
memuaskan atau tidak memuaskan. Analisis dilakukan dengan mengukur
hubungan antar unsur-unsur laporan keuangan dan bagaimana perubahan
unsur-unsur itu dari tahun ke tahun dan untuk mengetahui arah
perkembangannya. Tujuan dari analisis laporan keuangan menurut
Kasmir (2014) ada enam, yaitu:
a. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode
tertentu, baik aset, kewajiban, ekuitas, maupun hasil usaha yang
telah dicapai untuk beberapa periode.
18
b. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi
kekurangan perusahaan.
c. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.
d. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu
dilakukan ke depan berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan
saat ini.
e. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah
perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau
gagal.
f. Dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan
sejenis tentang hasil yang mereka capai.
Sedangkan tujuan analisis laporan keuangan menurut Munawir
(2010:31) adalah alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi
sehubungan dengan posisi keuangan dan hasil-hasil yang telah dicapai
perusahaan yang bersangkutan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan analisis
laporan keuangan adalah untuk membantu pemakai informasi atau
pemakai laporan keuangan dalam menginterpretasikan laporan keuangan
untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan.
6. Teknik Analisis Laporan Keuangan
Menurut Harahap (2010:215) teknik dalam analisis laporan
keuangan sebagai berikut:
19
a. Metode Komparatif
Melakukan perbandingan antara satu pos dengan pos lainnya yang
relevan dan bermakna untuk mengetahui perbedaan, besaran,
maupun hubungannya. Metode ini digunakan dengan memanfaatkan
angka-angka laporan keuangan dan membandingkan dengan angka-
angka laporan keuangan lainnya. Perbandingan ini dapat dilakukan
melalui perbandingan berikut ini:
1) Perbandingan dalam beberapa tahun (horizontal), misalnya
laporan keuangan tahun 1993, dibandingkan dengan laporan
keuangan tahun 1994.
2) Perbandingan satu tahun buku (vertikal) yang dibandingkan
adalah unsur-unsur yang terdapat dalam laporan keuangan.
3) Perbandingan dengan perusahaan yang terbaik.
4) Perbandingan dengan angka-angka standar industri yang berlaku
(Industrial Norm). Di Indonesia standar ini belum ada.
5) Perbandingan dengan budget (anggaran perusahaan).
b. Analisis Tren
Analisis ini harus menggunakan teknik perbandingan laporan
keuangan beberapa tahun dan dari sini digambarkan trennya. Tren
analisis ini biasanya dibuat melalui grafik.
c. Laporan Keuangan Bentuk Commond Size
Metode ini merupakan metode analisis yang menyajikan laporan
keuangan dalam bentuk presentase.
20
d. Metode Index Time Series
Dalam metode ini dihitung indeks dan digunakan untuk
mengonversikan angka-angka laporan keuangan.
e. Analisis Rasio
Rasio laporan keuangan adalah perbandingan antara pos-pos tertentu
dengan pos lain yang memiliki hubungan signifikan (berarti).
f. Teknik Analisis lain seperti:
1) Analisis sumber dan penggunaan dana
Dimaksudkan untuk mengetahui dari mana asalnya sumber dana
dan bagaimana penggunaan dana tersebut.
2) Analisis Break Even
Suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus
dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak
mengalami kerugian, tetapi juga belum memperoleh
keuntungan.
3) Analisis Gross Profit
Suatu analisis untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba
kotor suatu perusahaan dari suatu periode ke periode yang lain
atau perubahan laba kotor dari suatu periode dengan laba yang
dibudgetkan untuk periode tersebut.
4) Dupont Analysis
analisa DuPont dilakukan dengan memecah Return On
Equity (ROE) menjadi beberapa bagian.
21
g. Model Analisis seperti:
1) Bankruptcy model
Model ini memberikan rumusan untuk menilai kapan
perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang
diisi dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka tertentu
yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan
kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.
2) Net cash flow prediction model
Model ini didesain untuk mengetahui berapa besar arus kas
masuk bersih perusahaan tahun depan.
3) Take over prediction model
Model ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan
perusahaan ini akan diambil alih oleh perusahaan lainnya.
B. Analisis Rasio Keuangan
1. Pengertian Analisis Rasio Keuangan
Analisis rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dengan
menghubungkan satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya dimana
pospos tersebut memiliki hubungan yang relevan dan signifikan
(Yuliastary Dan Wirakusuma : 2013). Analisis rasio juga dijadikan alat
ukur untuk membantu manajemen dalam mengevaluasi kinerja
perusahaan. Semakin awal tanda-tanda kebangkrutan tersebut ditemukan,
semakin baik bagi pihak manajemen, karena dapat melakukan perbaikan
22
dengan adanya pencegahan sejak dini maka perusahaan akan terhindar
dari kondisi financial distress atau kesulitan keuangan.
2. Jenis-jenis Rasio Keuangan
Ada banyak jenis-jenis rasio keuangan yang biasa digunakan
dalam melakukan analisis keuangan. Sebagaimana yang dikemukakan
oleh Horne dan Wachowicz (2005) “Rasio-rasio keuangan yang
umumnya digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama
meringkas beberapa aspek dari “kondisi keuangan” perusahaan untuk
suatu periode-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini
disebut rasio-rasio neraca (balance sheet ratio), karena baik pembilang
maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis
kedua dari rasio meringkas beberapa aspek kinerja perusahaan selama
periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio-rasio ini disebut
sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba
rugi/neraca (income statement/balance sheet ratio)”.
Menurut Harahap (2010:301), rasio keuangan yang sering
digunakan adalah sebagai berikut:
a. Rasio likuiditas
Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk
menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya. Rasio likuiditas yang
umum dipergunakan untuk mengukur tingkat likuiditas suatu
perusahaan antara lain :
23
1) Current Ratio (Rasio Lancar), merupakan ukuran yang paling
umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi
kewajiban jangka pendek. Rumus current ratio adalah :
Apabila rasio lancar 2:1 atau 200% berarti 2 aktiva lancar
mampu menutupi 1 hutang lancar. Artinya, dengan hasil rasio
seperti itu, perusahaan sudah merasa berada dititik aman dalam
jangka pendek.
2) Quick Ratio (Rasio Cepat), merupakan rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva yang
likuid. Quick Ratio dapat dihitung dengan rumus :
3) Cash Ratio (Rasio Kas), rasio ini digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan kas yang tersedia dan yang tersimpan di bank.
Rumusnya sebagai berikut:
b. Rasio solvabilitas
Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajiban
24
apabila perusahaan dilikuidasi. Yang termasuk dalam rasio ini
adalah:
1) Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas),
merupakan perbandingan antara hutang-hutang dan ekuitas
dalam pendanaan perusahaan dan menunjukkan kemampuan
modal sendiri, untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Rasio ini
dapat dihitung dengan rumus:
2) Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total
Aktiva) Rasio ini merupakan perbandingan antara hutang lancar
dan hutang jangka panjang dan jumlah seluruh aktiva diketahui.
Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari keseluruhan aktiva
yang dibelanjai oleh hutang. Rasio ini dapat dihitung dengan
rumus :
c. Rasio rentabilitas/profitabilitas
Adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba. Yang termasuk dalam rasio ini adalah :
1) Gross Profit Margin (Margin laba kotor) merupakan
perbandingan antar penjualan bersih dikurangi dengan harga
pokok penjualan dengan tingkat penjualan, rasio ini
25
menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah
penjualan. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus :
2) Return on Equity (ROE) merupakan rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan
keuntungan bagi seluruh pemegang saham, bagi saham biasa
maupun saham preferen. Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
3) Net Profit Margin (Margin Laba Bersih) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak
dibandingkan dengan volume penjulan. Dan rumus untuk
mencari rasio ini adalah :
d. Rasio aktivitas
Rasio yang menggambarkan aktivitas yang dilakukan perusahaan
dalam menjalankan operasinya. Jenis-jenis rasio aktivitas adalah
sebagai berikut :
1) Perputaran piutang (Receivable Turnover) merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang
selama satu periode atau berap kali dana yang ditanam dalam
piutang ini berputar dalam satu periode. Rumusnya untuk
26
mencari perputaran piutang (Receivable Turnover) adalah
sebagai berikut :
2) Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover),
merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai
keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu.
Rumusnya sebagai berikut :
3) Perputaran Aset Tetap (Fixed Assets Turnover), merupakan
rasio yang digunakan untuk mengukur berapa kali dana yang
ditanamkan dalam aktiva tetap berputar dalam satu periode.
Rumus untuk mencari perputaran Aset Tetap adalah sebagai
berikut :
4) Perputaran Total Aset (Total Assets Turnover) merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang
dimiliki perusahaan dan mengukur berapa jumlah penjualan
yang diperoleh dari tiap rupiah aktiva. Rumusnya sebagai
berikut :
27
e. Rasio pertumbuhan
Adalah rasio yang menggambarkan persentase kenaikan
penjualan/pendapatan tahun ini dibanding dengan tahun lalu.
Rumusnya sebagai berikut :
1) Kenaikan Penjualan = Penjualan Tahun Ini - Penjualan Tahun
Lalu / Penjualan Tahun Lalu
2) Kenaikan Laba Bersih = Laba Bersih Tahun Ini - Laba
BersihTahun Lalu / Laba Bersih Tahun Lalu
3) Earning Per Share = Earning Per Share Tahun Ini - Earning
Per Share Tahun Lalu / Earning Per Share Tahun Lalu
4) Kenaikan Dividen Per Share = Dividen Per Share Tahun Ini -
Dividen Per Share Tahun Lalu / Dividen Per Share Tahun Lalu
f. Penilaian pasar (Market based ratio)
Rasio yang menggambarkan situasi/keadaan prestasi perusahaan di
pasar modal. Rumusnya adalah sebagai berikut :
1) Price Earning Ratio = Harga Pasar Saham / Laba Bersih
2) Market to Book Value Ratio = Nilai Pasar Saham / Nilai Buku
g. Rasio produktivitas
Adalah rasio yang menunjukkan tingkat produktivitas dari unit atau
kegiatan yang dinilai.
1) Rasio Karyawan atas penjualan = Jumlah Penjualan Bersih /
Jumlah Karyawan
2) Rasio Biaya per Karyawan = Total Biaya / Jumlah Karyawan
28
3) Rasio Penjualan Terhadap Space Ruangan = Jumlah Penjualan
Bersih /Jumlah Space (m2)
4) Rasio Laba Terhadap Karyawan = Jumlah Laba Bersih / Jumlah
Karyawan
5) Rasio Laba Terhadap Cabang = Total Laba / Jumlah Cabang
Analisis rasio keuangan atas laporan keuangan akan
menggambarkan atau menghasilkan suatu pertimbangan terhadap baik
atau buruknya keadaan atau posisi keuangan perusahaan, serta bertujuan
untuk menentukan seberapa efektif dan efiesien dalam kebijaksanaan
manajemen dalam mengelola keuangan perusahaan setiap tahunnya.
C. Kebangkrutan
1. Pengertian Kebangkrutan
Kebangkrutan adalah kondisi ketika suatu perusahaan mengalami
permasalahan keuangan, khususnya masalah likuiditas yang sangat kronis
dimana hal tersebut berdampak pada ketidakmampuan perusahaan
melaksanakan aktivitas operasionalnya dengan baik lagi. Menurut
Lesmana (2003:174), kebangkrutan adalah ketidakpastian mengenai
kemampuan atas suatu perusahaan untuk melanjutkan kegiatan operasinya
jika kondisi keuangan yang dimiliki mengalami penurunan. Sedangkan
menurut Toto (2011:332) kebangkrutan (bankcruptcy) merupakan kondisi
dimana perusahaan tidak mampu lagi untuk melunasi kewajibannya.
29
Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan
dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba.
Martin,et. Al, (1995:376) dalam Fakhrurozie (2007:15) mengatakan
bahwa kebangkrutan sebagai kegagalan dapat didefinisikan dalam
beberapa arti, yaitu :
a. Kegagalan ekonomi (ecomonic distress)
Berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan
perusahaan tidak menutup biayanya sendiri. Ini berarti tingkat
labanya lebih kecil daripada biaya modal atau nilai sekarang dari
arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi
bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah
arus kas yang diharapkan.
b. Kegagalan keuangan (financial distress)
Pengertian financial distressed mempunyai makna kesulitan dana,
baik dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.
Sebagian asset liability management sangat berperan dalam
pengaturan untuk menjaga agar tidak terkena financial distressed.
Kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di
negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena
kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan
perusahaan yang mungkin awalnya sudah kurang sehat semakin
memburuk dan bangkrut.
30
2. Faktor-faktor Penyebab Kebankrutan
Secara umum faktor-faktor penyebab kebangkrutan dijelaskan
sebagai berikut (Reny, 2011:28) :
a. Faktor Ekonomi
Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah
gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan
keuangan, suku bunga dan devaluasi uang dalam hubungannya
dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus dalam
hubungannya dengan perdagangan luar negeri.
b. Faktor Sosial.
Faktor sosial yang sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan
cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang
mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara
perusahaan berhubungan dengan karyawan.
c. Faktor Teknologi
Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang
ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan
dan implementasi yang tidak terencana, sistemnya tidak terpadu dan
para manajer pengguna kurang profesional.
d. Faktor Pemerintah.
Kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan
dan industri, pengenaan tarif ekspor dan impor barang yang berubah,
31
kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan
lain-lain.
e. Faktor Pelanggan
Perusahaan harus mengidentifikasi sifat konsumen, untuk
menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang,
menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil
penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.
f. Faktor Pemasok
Perusahaan dan pemasok harus tetap bekerjasama dengan baik karena
kekuatan pemasok untuk menaikkan harga dan mengurangi
keuntungan pembelinya tergantung pada seberapa besar pemasok ini
berhubungan dengan perdagangan bebas.
g. Faktor Pesaing
Perusahaan juga jangan melupakan persaingan karena kalau produk
pesaing lebih diterima di masyarakat, maka perusahaan akan
kehilangan konsumen dan hal tersebut akan berakibat menurunnya
pendapatan perusahaan.
3. Indikator Kebangkrutan
Menurut Syafrida Hani (2015, hal 141) ada beberapa hal yang
dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa perusahaan tersebut
berada dalam kondisi kesulitan keuangan. Antara lain adalah sebagai
berikut :
32
a. Terjadinya penurunan asset
Hal ini ditandai dengan semakin rendahnya nilai total asset pada
neraca, jika dilihat dari pengukuran rasio aktivitas maka nilai
perputaran asset (TATO) yang semakin rendah, demikian pula
dengan perputaran piutang dan perputaran persediaan yang semakin
rendah pula.
b. Penurunan penjualan
Penjualan yang menurun menunjukkan bahwa tidak terjadi
pertumbuhan usaha, semakin rendahnya produktivitas dan berarti
bahwa ada permasalahan yang besar didalam penetapan strategi
penjualan. Apakah berkaitan dengan penurunan volume penjualan
maupun harga, kemampuan memasarkan, produk yang kurang
diminati, dan lain-lain.
c. Perolehan laba dan profitabilitas yang semakin rendah
Ada dua hal penting yang dapat memicu penurunan laba yakni
pendapatan dan beban, biasanya disebabkan karena biaya meningkat,
walaupun terjadi peningkatan pendapatan tetapi apabila peningkatan
beban tinggi maka tidak akan terjadi peningkatan laba. Hal tersebut
akan terungkap dalam rasio profitabilitas, sebagai alat ukur
kemampuan menghasilkan laba. Jika laba menurun biasanya akan
diikuti dengan penurunan rasio profitabilitas pula.
33
d. Berkurangnya modal kerja
Modal kerja sebagai bagian penting dalam kegiatan operasional
perusahaan, modal kerja mencerminkan kemampuan perusahaan
mengelola pembiayaan perusahaan, dengan pendanaan yang dimiliki
maka diharapkan produktivitas perusahaan berjalan dengan lancar.
Semakin tinggi modal kerja maka diharapkan produktivitas
meningkat sehingga profitabilitas juga semakin tinggi.
e. Tingkat hutang yang semakin tinggi
Tingkat hutang sebenarnya mencerminkan kemampuan perusahaan
dalam memperoleh pendanaan dari para kreditur, namun tingkat
utang yang semakin tinggi juga dapat menunjukkan bahwa semakin
tinggi beban yang harus ditanggung perusahaan. Rasio utang yang
semakin tinggi diikuti dengan tingkat bunga yang tinggi, sehingga
akan berdampak pada tingginya beban yang dikhawatirkan akan
menurunkan profitabilitas. Para analis akan melihat bagaimana
perusahaan mampu memenuhi kewajiban tepat waktu dan
kemampuan dalam membayar bunga.
4. Metode Prediksi Kebangkrutan
a. Metode Altman Z-score
Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat
dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang
34
bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi diskriminan Z-score yang
ditemukan oleh Altman adalah sebagai berikut:
Z = 1,2X1 + 1,42X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5
Keterangan:
X1 = Working Capital / Total asset
X2 = Retained Earning / Total asset
X3 = Earning before Interest And Taxes / Total Asset
X4 = Market Value Of Equity / Book Value Of Debt
X5 = Sales / Total Asset
Skor tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut
ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan.
Z > 2,99 = Zona Aman
1,82< Z < 2,98 = Zona Abu-abu
Z < 1,81 = Zona Berbahaya
Model yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi.
Revisi yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang
dilakukan agar model prediksi kebangkrutan ini juga dapat
diaplikasikan oleh perusahaan-perusahaan lainnya.
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,107X3 +0,420X4 + 0,998X5
Hasil tersebut harus dibandingkan dengan standar penilaian berikut
ini untuk menilai keberlangsungan hidup perusahaan:
Z >2,9 = Zona Aman
1,24< Z , 2,8 = Zona Abu-abu
35
Z < 1,23 = Zona Berbahaya
Altman melakukan penelitian lagi mengenai potensi kebangkrutan
perusahaan-perusahaan selain perusahaan manufaktur, baik yang go
public maupun tidak. Hasil Penelitian tersebut menghasilkan rumus
Z-score ketiga untuk berbagai jenis perusahaan, sebagai berikut:
Z = 6,56X1+3,26X2+6,72X3+1,05X4
Hasil perhitungan tersebut harus dibandingkan dengan standar
penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup
perusahaan tersebut.
Z > 2,6 = Zona Aman
1,2< Z, 2,5 = Zona Abu-abu
Z < 1,1 = Zona Berbahaya
Uraian masing-masing variable rasio diatas adalah sebagai berikut:
1) Modal kerja terhadap total aset (working capital to total assets)
digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relative
terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalammemenuhi kewajiban jangka pendek.
2) Laba ditahan terhadap total harta (retained earning to total
assets) digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif.
Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan
beroperasi.
3) Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta
(earnings before interest and taxes to total assets) digunakan
36
untuk mengukur produktivitas yang sebenarnyan dari aktiva
perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan.
4) Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang (market value
equity to book value of total debt) digunakan untuk mengukur
seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum
jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan
menjadi pailit.
b. Metode Springate
Penelitian yang dilakukan oleh Gordon L.V Springate (1978)
menghasilkan model prediksi kebangkrutan yang dibuat dengan
mengikuti prosedur model Altman. Model prediksi kebangkrutan
yang dikenal sebagai model Springate ini menggunakan 4 rasio
keuangan yang dipilih berdasarkan 19 rasio-rasio keuangan dalam
berbagai literatur. Model ini memiliki rumus sebagai berikut:
S = 1,03 X1+ 3,07 X2 + 0,66 X3 +0,4 X4
Keterangan:
X1 = Working Capital / Total Aset
X2 = Net Profit before Interest and Taxes / Total Asset
X3 = Net Profit before Taxes / Current Liabilities
X4 = Sales / Total Asset
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode Springate tersebut
akan menghasilkan skor yang berbeda antara satu perusahaan dengan
37
perusahaan lainnya. Skor tersebut harus dibandingkan dengan
standar penilaian berikut ini untuk menilai keberlangsungan hidup
perusahaan tersebut:
S > 0,862 = Perusahaan sehat
S < 0,862 = Perusahaan potensial bangkrut
Menurut (Rudianto, 2013:263) jika nilai S diatas 0,862, maka
perusahaan diklasifikasikan masih dalam kategori sehat.Jika nilai S
di bawah 0,862, maka perusahaan dinilai sedang berada dalam
bahaya kebangkrutan. Uraian dari masing-masing rasio menurut
buku Analisis Laporan Keuangan:
1) Rasio Modal Kerja Terhadap Total Aset (Working Capital /
Total Asset). Rasio ini digunakan untuk mengukur sejauh mana
perusahaan dalam menghasilkan aset berdasarkan modal kerja.
2) Rasio Laba Sebelum Bunga dan Pajak Terhadap Total Aset (Net
Profit before Interest and Taxes/Total Asset). Rasio ini bisa juga
dikatakan untuk menghitung seberapa besar laba sebelum bunga
dan pajak terhadap total aset yang tersedia untuk menghasilkan
aset bagi perusahaan.
3) Rasio Laba Sebelum Pajak Terhadap Total Liabilitas Lancar
(Net Profit before Taxes/Current Liabilities). Rasio ini
mengukur seberapa besar laba sebelum pajak terhadap total
liabilitas lancar yang tersedia untuk kewajiban lancar
perusahaan.
38
4) Rasio Penjualan Terhadap Total Aset (Sales/Total Asset). Rasio
ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan penjualan berdasarkan total aset yang dimiliki
oleh perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana
efektifitas perusahaan dalam penggunaan asetnya, sebaliknya
jika rasio rendah pihak manajemen harus membuat strategi
evaluasi pemasaran dan pengeluaran modalnya.
c. Model Grover
Jeffrey S. Grover menggunakan sampel sesuai dengan model Altman
Z-score pada tahun 1968, dengan menambahkan tiga belas rasio
keuangan baru. Sampel yang digunakan sebanyak 70 perusahaan
dengan 35 perusahaan yang bangkrut dan 35 perusahaan yang tidak
bangkrut pada tahun 1982 sampai 1996. Jeffrey S. Grover (2001)
menghasilkan fungsi sebagai berikut:
G = 1,650X1 + 3,404X3 – 0,016ROA + 0,057
Dimana :
X1 = Working capital / total assets
X3 = Earnings before interest and taxes / total assets
ROA = Net income / total assets
Model Grover mengkategorikan perusahaan dalam keadaan financial
distress dengan skor kurang atau sama dengan -0,02 (G ≤ -0,02).
Sedangkan nilai untuk perusahaan yang dikategorikan dalam
39
keadaan tidak mengalami financial distress adalah lebih atau sama
dengan 0,01 (G ≥ 0,01).
d. Model Zmijewski
Perluasan studi dalam prediksi Financial Distress dilakukan oleh
Zmijewski (1983) yang menambah validitas rasio keuangan sebagai
alat deteksi kegagalan keuangan perusahaan. Model yang berhasil
dikembangkan yaitu :
X = -4,3 – 4,5A + 5,7B – 0,004C
Dimana :
A = EAT/total assets
B = Total debt/total assets
C = Current assets/current liability
Zmijewski (1984) menyatakan bahwa perusahaan dianggap
mengalami Financial Distress jika nilai X lebih besar dari 0. Hal ini
berarti, perusahaan yang nilai X nya lebih besar atau sama dengan 0
diprediksi akan mengalami Financial Distress dimasa depan.
Sebaliknya, perusahaan yang nilai X nya lebih kecil dari 0 diprediksi
tidak akan mengalami Financial Distress.
D. Penelitian Terdahulu
Telah ada beberapa penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai
Potensi kebangkrutan, model Almant Z-Score dan model Springate. Namun
40
tidak banyak yang meneliti mengenai penggunaan model Altman Z-Score dan
Springate untuk mengetahui potensi terjadinya kebangkrutan.
1. Prihanthini dan Maria (2013) dalam penelitiannya yang berjudul prediksi
kebangkrutan dengan model Grover, Altman Z-Score, Springate dan
Zmijewski pada perusahaan Food and Beverage di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaaan hasil
analisis kebangkrutan dengan model Grover, Altman Z-Score, Springate
dan Zmijewski pada perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di
BEI. Sampel dari penelitian ini adalah perusahaan makanan dan
minuman di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa model Grover menunjukkan tingkat akurasi yang
tinggi yaitu sebesar 100%. Selanjutnya berturut-turut diikuti oleh model
Springate dan model Zmijewski masing-masing sebesar 90%. Dan yang
terakhir adalah hasil prediksi model Altman Z-Score dengan tingkat
akurasi sebesar 80%.
2. Yulistary dan Wirakusuma (2014) dalam penelitiannya yang berjudul
analisis financial distress dengan metode Z-Score Altman, Springate, dan
Zmijewski pada perusahaan PT Fast Food Indonesia Tbk yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode tahun 2008-2012. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui potensi kebangkrutan pada perusahaan
PT Fast Food Indonesia Tbk. Dijelaskan bahwa hasil analisis PT Fast
Food Indonesia Tbk dengan menggunakan metode analisis Z-Score
Altman pada tahun 2008 sampai dengan 2012 perusahaan
41
diklasifikasikan dalam keadaan sehat. Begitu juga dengan analisis
metode Springate dan Zmijewski pada perusahaan PT Fast Food
Indonesia Tbk diklasifikasikan dalam keadaan sehat juga.
3. Gladia Devanda Damayanti (2015) dalam penelitiannya yang berjudul
Analisis Prediksi Kebangkrutan Dengan Metode Altman Z-Score Dan
Springate Pada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di BEI
Periode 2010-2013. Penelitian ini bertujuan untuk memprediksi status
kebangkrutan makanan dan minuman perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2010-2013 dengan menggunakan metode Altman
Z-score dan metode Springate. Sampel dalam penelitian ini adalah 12
makanan dan perusahaan minuman yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2010-2013. Hasil penelitian ini mengungkapkan model
Altman menemukan 6 perusahaan makanan dan minuman berada dalam
posisi kebangkrutan hingga 2010-2013 dan model Springate menemukan
pada tahun 2010, ada dua perusahaan. Perusahaan nol ditemukan pada
tahun 2011, dua perusahaan ditemukan pada tahun 2012, satu perusahaan
ditemukan pada tahun 2013 Model Springate berada dalam posisi
kebangkrutan.
4. Rizky Amalia Burhanuddin (2015) dalam penelitian yang berjudul
Analisis Penggunaan Metode Altman Z-Score Dan Metode Springate
Untuk Mengetahui Potensi Terjadinya Financial Distress Pada
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar Dan Kimia Sub Sektor
Semen Periode 2009-2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
42
bagaimanakah kinerja keuangan Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Dasar dan Kimia sub sektor semen. Sampel dalam penelitian ini adalah
Perusahaan Manufaktur Sektor Industri Dasar dan Kimia sub sektor
semen yaitu PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, PT Semen Holcim
Indoneisa Tbk dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia periode 2009- 2013. Hasil akhir penelitian ini
menunjukkan bahwa kinerja keuangan yang dianalisis dengan metode Z-
score Altman danSpringate pada Perusahaan Manufaktur Sektor Industri
Dasar dan Kimia sub sektor semenPeriode 2009-2013 diklasifikasikan
dalam keadaan tidak mengalami kesulitan keuangan atau mengalami
kesulitan keuangan. Hasil prediksi financial distress menggunakan
metode Altman Z-Score terdapat satu perusahaan yang berada pada grey
area yaitu PT Semen Holcim pada tahun 2009 dan Hasil prediksi
financial distress menggunakan metode Springate terdapat satu
perusahaan yang mengalami fianancial distress yaitu PT Semen Holcim
pada tahun 2013.
5. Neneng Susanti (2016) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Kebangkrutan dengan Menggunakan Metode Altman Z-score Springate
dan Zmijewski pada Perusahaan Semen yang Terdaftar di BEI Periode
2011-2015. Tujuan penelitian ini adalah agar perusahaaan dapat
mengetahui dengan pasti kondisi perusahaan dan bisa mengambil
keputusan yang tepat untuk keberlangsungan perusahan. Ada beberapa
metode yang dapat digunakan untuk menganalisis kebangkrutan, metode
43
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Altman Z-Score,
Springate dan Zmijewski. Objek yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah perusahaan semen yang terdaftar di BEI periode 2011-2015. Hasil
penelitian ini mengungkapkan bahwa perusahaan SMCB terdeteksi
mengalami kebangkrutan dengan menggunakan metode Altman Z-Score
dan Springate, sedangkan metode Zmijewski menjelaskan bahwa ketiga
perusahaan dalam keadaan sehat atau terhindar dari kebangkrutan. Hasil
Uji Kruskall Wallis menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara ketiga metode yang digunakan karena memiliki nilai
signifikansi 0,351 yaitu > dari 0,05.
6. Badra Kartika Wijaya (2016), dalam penelitiannya yang berjudul
Prediksi Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Z-Score, Springate
Dan Zmijewski Pada Perusahaan Food and Beverage yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2013-2016. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbedaan secara statistik antara prediksi kebangkrutan
model Altman Z-score, Springate,dan Zmijewski. Penelitian dilakukan
pada perusahaan Food and Beverage terdaftar di Bursa Efek Indonesia
periode 2013-2016 dengan sampel sebanyak 13 perusahaan yang di ambil
dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian menunjukan
berdasarkan perhitungan rata-rata selama empat tahun prediksi
kebangkrutan model Altman Z-score, perusahaan yang berpotensi
mengalami kebangkrutan yaitu ALTO, INDF, ROTI, pada grey area
yaitu ICBP, MYOR, PSDN, SKBM, SKLT dan ULTJ, perusahaan yang
44
diprediksi sehat yaitu CEKA, DLTA, MLBI. Berdasarkan prediksi
kebangkrutan model Springate, ALTO dan PSDN yang berpotensi
mengalami kebangkrutan. Berdasarkan prediksi kebangkrutan model
Zmijewski hanya MLBI yang berpotensi mengalami kebangkrutan. Hasil
uji hipotesis menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antra
prediksi kebangkrutan model Altman Z-score, Springate dan Zmijewski
(0,000 < 0,05).
7. Endang Purwanti (2016), Analisis Perbedaan Model Altman Z Score Dan
Model Springate Dalam Memprediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan
Pertambangan Di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan prediksi kebangkrutan menggunakan model Altman Z Score
dan Springate pada Perusahaan Pertambangan di Indonesia. Populasi
pada penelitian ini adalah perusahaan pertambangan yang terdaftar di
BEI periode 2010-2014. Sampel pada penelitian ini menggunakan
metode purposive sampling dengan kriteria yang telah ditentukan ada
empat perusahaan pertambangan yang dijadikan sampel. Pengujian
hipotesis menggunakan uji beda Paired T Test. Hasil uji hipotesis
menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan model analisis
prediksi kebangkrutan model Altman Z-Score dan Springate. Dengan
menggunakan model Altman dari empat perusahaan hanya ada satu
perusahaan yang diprediksi bangkrut, sedangkan yang tiga perusahaan
diprediksi tidak bangkrut, dengan menggunakan model Springate dari
empat perusahaan ada dua perusahaan yang prediksi bangkrut, sedangkan
45
yang dua perusahaan diprediksi tidak bangkrut. Perbedaan hasil analisis
tersebut disebabkan adanya perbedaan variabel yang digunakan model
Altman Z Score dengan lima variabel dan Springate menggunakan empat
variabel.
8. Muhammad Taufiq dan Nunung Ghoniyah (2016) yang berjudul Studi
Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Industri Properti yang Go Public
Di Bursa Efek Indonesia. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui dan
menghitung skor kebangkrutan menggunakan model Altman, Springate
dan Zmijewski. Sampel-sampelnya yang digunakan adalah 34
perusahaan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-
2014. Hasil penelitian menunjukkan menggunakan model Altman ada 15
perusahaan industri properti yang berpotensi bangkrut, Model Springate
ada 19 perusahaan yang berpotensi bangkrut, sedangkan model
Zmijewski tidak ada perusahaan yang berpotensi bangkrut. Selain itu
hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan antara analisis
menggunakan model Altman, Zmijewski Springate dan dalam menilai
perusahaan kebangkrutan dalam industri properti. Maka hasil penelitian
selanjutnya menunjukkan bahwa tidak ada yang signifikan hubungan
antara skor untuk kebangkrutan terhadap harga saham perusahaan di
industri properti.
9. Rahayu, Suwendra, dan Yulianthini (2016) dalam penelitiannya yang
berjudul analisis financial distress dengan menggunakan metode Altman
Z-Score, Springate, dan Zmijewski pada perusahaan Telekomunikasi.
46
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis financial distress pada
perusahaan Telekomunikasi dengan metode Altman Z-Score, Springate,
dan Zmijewski. Berdasarkan hasil perhitungan dari ketiga metode yaitu
Altman, Springate, dan Zmijewski diperoleh dua dari tiga metode
menunjukkan perusahaan dikategorikan dalam kondisi financial distress,
maka dapat diartikan bahwa perusahaan Telekomunikasi selama periode
2012-2014 sebagian besar berada pada kondisi mengalami kesulitan
keuangan (financial distress).
10. Irma Christiana (2018), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Potensi Kebangkrutan Pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang
terdaftar di BEI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediksi
kebangkrutan dari model Altman Z-Score, model Springate dan model
Zmijewski agar dapat membantu investor dalam mengambil keputusan
sebelum menanamkan saham pada perusahaan sektor makanan dan
minuman. Hasil penelitian menyimpulkan dari ketiga model prediksi
kebangkrutan yaitu model Altman Z-Score, model Springate dan model
Zmijewski, dari sembilan perusahaan yang dijadikan sampel menurut
model Altman Z-Score terdapat tiga perusahaan yang berada pada
klasifikasi kondisi grey area, artinya bahwa perusahaan tersebut masih
dapat bertahan (tidak berpotensi mengalami kebangkrutan) atau justru
akan mengalami kebangkrutan. Sedangkan model Springate dan model
Zmijewski mendapatkan semua perusahaan berada pada klasifikasi
kondisi tidak berpotensi mengalami kebangkrutan atau kondisi sehat.