documentb
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tindakan pembedahan seringkali menjadi ancaman potensial atau actual bagi
integritas seseorang. Hal ini disebabkan tindakan pembedahan dapat
membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Setiap klien
berbeda pandangan dalam menanggapi tindakan bedah atau operasi sehingga
responnya berbeda – beda pula. Pada respon fisiologis ada tindakan langsung
dengan bedah, karena tindakan bedah merupakan stressor pada tubuh. Bila stress
terhadap system cukup gawat atau kehilangan darah cukup banyak, tubuh akan
terlalu banyak beban dan terjadi shock. Sedangkan respon psikologi secara umum
berhubungan dengan adanya ketakutan terhadap anesthesia, diagnosis yang belum
pasti, keganasan, nyeri, ketidakmampuan dan cerita dari orang lain.( Long, 1996 ).
Cholecystectomy (pengangkatan kantong empedu secara operasi) adalah
perawatan standar untuk batu-batu empedu didalam kantong empedu. Operasi
mungkin dilakukan melalui suatu sayatan perut yang besar atau secara laparoskopi
melalui tusukan-tusukan kecil dari dinding perut. Baiklah di sini kami akan
membahas bagaimana tindakan yang dilakukan dalam pembedahan batu empedu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari kolesistektomi?
2. Apa saja Macam – Macam kolesistektomi?
3. Apa saja Indikasi ?
4. Apa saja Kontra indikasi ?
5. Bagaimana Pathwaynya ?
6. Apa saja Komplikasi dari kolesistektomi ?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjangnya ?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatannya ?
1
C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi dari kolesistektomi
2. Mengetahui Macam – Macam kolesistektomi
3. Mengetahui Indikasi
4. Mengetahui Kontra indikasi
5. Mengetahui Pathwaynya
6. Mengetahui Komplikasi dari kolesistektomi
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjangnya
8. Mengetahui Asuhan Keperawatannya
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kolesistektomi
Kolesistektomi adalah pengangkatan kantung empedu melalui proses bedah. Tindakan
ini adalah metode yang paling lazim dilakukan untuk mengatasi gejala batu empedu apabila
pengobatan melalui mulut tidak mungkin lagi dikerjakan. Terapi terbanyak pada penderita
batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi
duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu
simptomatik.
Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli
menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat “silent
stone” akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat
bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan
berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.
Pilihan-pilihan operasi melibatkan prosedur baku yang disebut kolesistektomi laparoskopik,
dan sebuah prosedur invasif yang lebih tua, disebut kolesistektomi terbuka.
3
B. Macam – Macam Apendiktomi
1. Bedah terbuka
Kolesistektomi terbuka ialah suatu tindakan pembedahan dengan cara mengangkat
kandung empedu dan salurannya dengan cara membuka dinding perut.. Kolesistektomi
terbuka tradisional adalah sebuah pembedahan besar pada abdomen (perut) di mana ahli
bedah mengangkat kantung empedu dengan pengirisan kulit dan daging perut sepanjang 13
sampai 18 centimeter. Pasien biasanya harus tetap berada di rumah sakit paling singkat 2
sampai 3 hari dan beberapa pekan tambahan untuk proses pemulihan di rumah. Cara ini akan
meninggalkan bekas luka irisan di sisi kanan perut.
2. Bedah laparoskopik
Suatu tindakan operasi pengangkatan kantong empedu dengan cara invasive minimal
melalui endoskopik (laparoskopik). Kolesistektomi laparoskopik kini menggantikan
kolesistektomi terbuka sebagai pilihan pertama atas tindakan pada batu empedu dan
peradangan kantung empedu, kecuali jika terdapat kontra-indikasi terhadap pendekatan
laparoskopik. Ini karena bedah terbuka memiliki risiko infeksi yang lebih besar bagi
pasien.Kadang-kadang, kolesistektomi laparoskopik dilanjutkan dengan kolesistektomi
terbuka untuk alasan teknis atau keamanan.
Kolesistektomi laparoskopik seperti terlihat melalui laparoskop
4
Sinar-X selama kolesistektomi laparoskopik
Tehnik Operasi ?
C. Indikasi
1. Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat.
2. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu.
3. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya
4. Penderita dengan simtomatik batu empedu yang telah dibuktikan secara imaging
diagnostic terutama melalui USG abdomen
5. Penderita kolesterolosis simtomatik yang telah dibuktikan melalui USG abdomen
6. Adenomyomatosis kantung empedu simtomati
D. Kontra indikasi
1. Kontra indikasi absolut
Koagulopati yang tidak terkontrol
Penyakit liver stadium akhir
Penyakit Paru obstruktif berat dan penyakit jantung kongestif berat
2. Kontra indikasi relatif (tergantung keahlian operator)
Cirrhosis hepatis
Obesitas
5
Kolesistitis akut
Gangrene dan empyema gall bladder
Biliary enteric fistula
Kehamilan
Ventriculo-peritoneal shunt (VP-shunt)
E. Pemeriksaan Penunjang
a. USG (Ultrasonografi)
Test diagnostik ini merupakan pilihan karena keakuratannya yang cukup tinggi
kemampuannnya untuk mendeteksi batu empedu.
b. Cholelystogram
Untuk menegakkan diagnosa adanya batu empedu. Pada pelaksaannya zat kontras
dimasukkan secara intravena.
c. ERCP (Endoscopis Retrogade Cholangio Pancreatography)
Jika batu berada di saluran, maka dapat dikeluarkan dengan cara ini. Biasanya
dilakukan untuk saluran empedu dengan cara pembedahan elektro dengan
menggunakan goresan pada otot-otot spincter disalurkan ke empedu sehingga
batu-batu dapat terdorong keluar sampai duodenum tempat pembuangan.
d. Abdominal X-Ray
Dapat mendeteksi adanya batu dalam kandung empedu.
e. Test lifer fungsi
Terdapat peningkatan serum bilirubin, fosfatase alkali, dan peningkatan serum
bransaminase (SGOT, SGPT, Gamma GT).
6
Sintesa kolesterol
Viskositas
Kemampuan melarutkan kolesterol
Kristal kolesterol
PATOFLODIAGRAM
7
Fat kurang OR Female Forty
Radang kandung empedu
Infeksi bakteri di kandung empedu
Hambatan cairan empedu
Sekresi as. Empedu dan lechitin
Batu empedu
Cholesistotecmy
Batu Kolesterol
Dp. Nyeri Kontraksi K. empedu spasme Sp. Oddi
Nyeri abdomen kanan atas
Joundice, pruritus icteric
Dp. Gangguan integritas kulit
Menghambat aliran C. Empedu
Feses berlemak Dp. Gangguan nutrisi
Dp. Gangguan kes. Cairan dan elektrolit
K. Empedu membesar
Mual muntah anoreksia
Edema K. Empedu
Nekrosis Ischemia
8
Perforasi
K. Empedu
Pankreatititis Peritonitis Abses hepar Cholecystectomy
Anestesi
Kecemasan
luka Insisi
efek samping pengobatan
pernapasan abnormal
Takipnea
DP : Resti ketidakefektifan
pola napas
Keterbatasan Gerak
DP : Nyeri
DP : Resti Infeksi
DP : Kerusakan Integritas kulit
Pencernaan abnormal
DP : Gg. Mobilisasi fisik
peristaltik usus terganggu
DP : Perubahan pola eliminasi
DP : Perubahan Nutrisi
DP : Ansietas
Saraf parasimpatis menurun
DP : Resti Kekurangan volume cairan
Mual dan muntah
Sel parietal menurun
HCL meningkat
F. Komplikasi operasi
cedera ductus koledokus
cidera duodenum atau colon transversum
fistel biliaris
abses subdiafragma
batu residual duktus biliaris
G. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan yang tepat akan mempercepat proses penyembuhan dan menurunkan angka
kematian.
Cara pengelolaan pada kasus ini yaitu:
a. Pengobatan konservatif
Dilakukan pada penderita cholelithiasis yang mempunyai kontra indikasi untuk
pembedahan serta penderita yang diagnosanya belum jelas sehingga masih perlu
observasi.
Pengobatan konservatif berupa:
1) Obat antikolinergik (Sulfan atropin, Buskopan, Beladon).
2) Istirahat di tempat tidur dalam keadaan akut.
3) Analgetik seperti meperidin.
4) Antibiotika untuk mengatasi infeksi.
5) Diit rendah lemak untuk mengurangi kerja kandung empedu.
6) Diit rendah lemak untuk mengurangi kerja kandung empedu.
7) Pada daerah kandung empedu diberi kompres es untuk mengurangi rasa sakit
dan mencegah penyebaran peradangan ke daerah sekitar kandung empedu.
b. Pembedahan :
1) Koleksistektomi :
Kandung empedu diangkat setelah ligasi duktus sistikus dan arteri sistikus.
2) Minikoleksistektomie
Kandung empedu diangkat melalui insisi 4 cm.
3) Koleksistektomi laparaskopi :
Dilakukan melalui insisi kecil atau fungsi yang dibuat melalui dinding
abdomen dalam umbilikus.
9
4) Choledochotomy
Adalah pengangkatan batu dari duktus koledokus bila terdapat batu, adanya
obstruksi dan dilatasi duktus koledokus.
A. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pola Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1. Keluhan nyeri pada awalnya di epigastrium, kemudian menyebar ke kwadron
kanan atas sampai scapula/ bahu kanan, nyeri bertambah bil batuk, dan nafas
dalam.
2. Kemungkinan ada riwayat Dm, rseksi usus, anemia hemolitik.
3. Sering terjadi pada wanita berusia > 40 tahun.
B. Pola Nutrisi Metabolik
1. Tidak toleran terhadap makanan berlemak.
2. Anoreksi, mual muntah.
3. Banyak keringat.
4. Perasaan penuh di epigastrium
5. Jaundice, pruritas, icterik
C. Pola Eliminasi
1. Perut kembung
2. Motilitas usus menurun
3. Feses berlemak
4. Feses dempul
5. Urine berwarna tua
D. Pola Aktivitas dan Latihan
1. Kurang olah raga
2. Aktivitas lebih banyak duduk
E. Pola tidur dan istirahat
1. Tidur terganggu oleh nyeri
2. Lemah, lesu, mengantuk
3. Bayangan hitam pada kelopak mata
F. Pola Persepsi Kognitif
10
1. Sejauhmana pengetahuan klien tentang penyakitnya
G. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
1. Mudah marah
2. Cepat tersinggung
H. Pola seksual dan Reproduksi
1. Menggunakan kontrasepsi oral
2. Memiliki anak lebih dari 3.
2. Diagnosa Keperawatan
Pre – operasi
A. Nyeri abdomen bagian kanan atas b.d kontraksi kandung empedu.
B. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual dan muntah.
C. Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, dan
muntah
D. Gangguan Integritas Kulit b.d suplai darah terganggu
E. Kecemasan b.d rencana operasi
F. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi.
Post- operasi
A. Nyeri b.d luka operasi
B. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan insisi luka operasi,
Anestesi.
C. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan
peristaltik usus.
D. Resiko tinggi infeksi b.d prosedur invasif
E. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kontak cairan drain pada
kulit.
F. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d mual , muntah
G. Gangguan Mobilisasi Fisik b.d pasca operasi
H. Perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan immobilisasi.
11
Pre – operasi
1. Nyeri abdomen bagian kanan atas b.d kontraksi kandung empedu
HYD : Nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat rasa nyeri klien, lokasi, intensitas dan lamanya,
R/ Mengidentifikasi tingkat nyeri dalam memberikan bantuan.
2. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Rasa nyeri yang hebat mempengaruhi TTV
3. Dengarkan keluhan klien dan sering mengunjungi klien.
R/ Memenuhi kebutuhan sosial klien
4. Catat respon klien terhadap obat-obatan
R/ Nyeri hebat mungkin tidak dapat diatasi dengan dosis biasa.
5. Anjurkan klien untuk istirahat
R/ Mengurangi tekanan intra abdominal.
6. Beri klien posisi yang dianggap nyaman.
R/ Mengurangi rasa nyeri.
7. Ajarkan teknik napas dalam untuk mengurangi nyeri.
R/ Mengurangi rasa nyeri
8. Ajarkan cara mengalihkan perhatian saat merasakan sakit.
R/ Mengalihkan perhatian untuk mengurangi rasa nyeri.
9. Kolaborasi dengan dokter masalah nyeri klien.
R/ Mengatasi nyeri secara cepat
12
2. Resti kekurangan volume cairan tubuh b.d mual dan muntah
HYD : Hidrasi adekuat, intake-output seimbang
Rencana tindakan :
1. Puasakan klien dan pasang NGT
R/ Menurunkan rangsangan pada kandung empedu, mengurangi mual dan lelah
akibat muntah-muntah.
2. Cairan intravena dan elektrolit sesuaii pesanan medik.
R/ Memenuhi kebutuha cairan dan intravena
3. Observasi TTV tiap 4 jam
R/ Kurang cairan tubuh dapat meningkatkan suhu tubuh
4. Kaji mukosa mulut, turgor kulit, otot kaku/kram.
R/ Mengidentifikasikan secara dini tanda-tanda dehidrasi
5. Catat jumlah cairan masuk dan keluar secara ketat.
R/ Sebagai data menentukan therapi, mencegah terjadinya dehidrasi.
3. Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia, mual, muntah.
HYD : Menunjukkan peningkatan BB dan perubahan cara hidup : konsumsi makanan bergizi.
Rencana tindakan :
1. Kaji keluhan mual klien
R/ Rasa mual menurunkan selera makan klien.
2. Observasi jumlah makanan yang masuk dan makanan yang keluar setiap hari secara
ketat.
13
R/ Data dalam pemenuhan intake nutrisi.
3. Kaji makanan yang disenangi dan yang tidak disenangi olehh klien.
R/ Makanan yang disenangi meningkatkan selera makan klien.
4. Anjurkan klien untuk minum sari buah, minuman yang mengandung karbohidrat dan
gula batu setiap hari.
R/ Suplay kalori ekstra mudah dicerna dan ditoleransi.
5. Ajarkan klien untujk tarik napas dalam saat mual.
R/ Mengurangi rasa mual.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diit
R/ Pemenuhan kebutuhan nutrisi secara tepat.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan suplai nutrisi kurang.
Tujuan : mempercepat proses penyembuhan luka sehingga dapat meningkatkan
integritas kulit.
Kriteris hasil : menunjukkan proses penyembuhan
Intervensi :
1. Pantau TTV tiap 4-8 jam.
R / Mengetahui tanda-tanda peradangan
2. Observasi terhadap eritemia dan kepucatan, palpasi area sekitar luka terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan setiap perubahan gizi
R / Hangat dan pelunakan adalah tanda kerusakan jaringan pada kulit
3. Ganti/kurangi tekanan pada permukaan kulit dengan alat (matras udara).
R / Kenyamanan dan mengurangi tekanan.
4. Jaga kebersihan dan kelembapan kulit
R / Tidak menambah kerusakan jaringan
5. Kolaborasikan kepada Tim Medis lainnya untuk pemberian nutrisi
R / Pemberian nutrisi berguna untuk mengembalikan integritas kulit
14
5. Kecemasan b.d rencana operasi
HYD : Kecemasan berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Tingkat kecemasan masing-masing klien berbeda.
2. Jelaskan maksud dan tujuan operasi
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya.
R/ Memenuhi kebutuhan klien untuk didengarkan.
4. Jawab pertanyaan klien dengan jelas.
R/ memberi kepuasan yang dapat menurunkan tingkat kecemasan.
6. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit b.d kurangnya informasi.
HYD : Klien menunjukkan pemahamannya tentang penyakitnya.
Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya.
R/ Mengidentifikasi tingkat pengetahuan klien.
2. Jelaskan proses terjadinya penyakit dengan bahasa yang mudah dimengerti.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
3. Beri kesempatan klien untuk bertanya.
R/ Memenuhi hak klien klien untuk mengetahui tentang penyakitnya.
4. Jawab pertanyaan klien dengan tepat dan jelas.
R/ Memberi kepuasan kepada klien.
15
Post – operasi
1. Nyeri b.d luka operasi
HYD: nyeri berkurang sampai dengan hilang.
Rencana tindakan:
1. Kaji tingkat nyeri klien (lokasi intensitas lama, faktor yang menyebabkan nyeri
bertambah atau berkurang).
R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam memberikan bantuan.
2. Observasi TTV tiap 3-4 jam.
R/ Rasa nyeri yang hebat mempengaruhi perubahan TTV.
3. Oleskan penyebab terjadinya nyeri.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
4. Beri klien posisi yang menyenangkan.
R/ Mengurangi rasa nyeri sesuai keinginan klien.
5. Ajarkan tarik napas dalam saat nyeri.
R/ Mengurangi nyeri.
6. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas untuk mengalihkan rasa nyeri.
R/ Mengurangi rasa nyeri secara mandiri.
7. Kaji respon klien terhadap obat-obat penghilang rasa nyeri.
R/ Rasa nyeri yang hebat mungkin tidak bisa dengan dosis biasa.
8. Kolaborasi dengan dokter masalah nyeri klien.
R/ Mengatasi nyeri secara tepat.
2. Resiko tinggi ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan insisi luka operasi.
HYD : Keluhan sesak napas berkurang.
Rencana tindakan :
16
1) Observasi tanda-tanda vital tiap 2-3 jam (pernapasan)
R/ Saat inspirasi, paru tidak bisa mengembang secara optimal karena nyeri pada
insisi.
2) Kaji keluhan sesak napas klien.
R/ Mengetahui jenis bantuan yang dapat diberikan.
3) Jelaskan akibat adanya luka operasi dengan pernapasan.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien.
4) Beri klien posisi semi fowler.
R/ Memaksimalkan pengembangan paru-paru.
5) Beri oksigen bila diindikasikan.
R/ Memenuhi kebutuhan oksigen untuk pernapasan klien.
6) Kolaborasi dengan dokter masalah pernapasan klien.
R/ Mengatasi masalah sesak napas secara tepat.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan gangguan peristaltik
usus.
HYD : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Rencana tindakan :
1. Kaji bising usus tiap jam
R/ Bising usus lemah karena efek samping anaesthesi.
2. Anjurkan klien untuk melakukan mobilisasi secara bertahap.
R/ Mobilisasi bertahap meningkatkan peristaltik.
3. Jelaskan terjadinya perubahan peristaltik usus.
R/ meningkatkan pengetahuan klien.
4. Kolaborasi dengan dokter.
R/ Mengatasi masalah secara tepat.
17
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi pembedahan.
HD: Klien terbebas dari infeksi luka, ditandai dengan:
- Suhu tubuh 36,5o-37,5oC.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, panas, nyeri).
- Luka balutan bersih, kering, tidak ada rembesan.
Rencana Tindakan:
a) Observasi tanda-tanda vital.
Rencana: Sebagai identifikasi tanda-tanda infeksi.
b) Kaji tanda-tanda infeksi.
Rencana: Deteksi dini jika terjadi faktor resiko/tanda dan gejala infeksi.
c) Observasi keadaan balutan luka dan sekitarnya.
Rencana: Memberikan deteksi dini terjadinya infeksi.
d) Rawat luka dengan prinsip antiseptik.
Rencana: Meminimalkan resiko adanya organisme infeksius.
e) Kolaborasi medis dalam pemberian antibiotik.
Rencana: Antibiotik dapat menghambat dan mengontrol pertumbuhan
mikroorganisme.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kontak cairan drain pada
kulit.
HYD : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Rencana tindakan :
1. Observasi keadaan luka operasi
R/ Memonitor proses penyembuhan luka.
2. Kaji tanda-tanda terjadinya kerusakan integritas kulit.
R/ Deteksi dini terhadap kerusakan integritas kulit.
18
3. Rawat luka secara steril.
R/ Meminimalkan kerusakan kulit oleh setiap tenaga perawat.
4. Kolaborasikan kepada Tim Medis lainnya dengan memberikan nutrisi yang cukup
R / Nutrisi yang cukup dapat membantu kembalinya integritas kulit
6. Resiko tinggi kekurangan cairan b.d mual , muntah
HYD :
a) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal.
b) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
c) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas, turgor kulit, membran mukosa lembab.
d) Tidak ada rasa haus yang berlebihan.
Intervensi :
1. Puasakan klien dan pasang NGT
R/ Menurunkan rangsangan pada kandung empedu, mengurangi mual dan lelah
akibat muntah-muntah.
2. Cairan intravena dan elektrolit sesuaii pesanan medik.
R/ Memenuhi kebutuha cairan dan intravena
3. Observasi TTV tiap 4 jam
R/ Kurang cairan tubuh dapat meningkatkan suhu tubuh
4. Kaji mukosa mulut, turgor kulit, otot kaku/kram.
R/ Mengidentifikasikan secara dini tanda-tanda dehidrasi
5. Catat jumlah cairan masuk dan keluar secara ketat.
R/ Sebagai data menentukan therapi, mencegah terjadinya dehidrasi.
19
7. Gangguan Mobilisasi Fisik b.d Pasca Operasi
HYD : Pasien dapat segera menggerakkan anggota tubuhnya
Intervensi :
1. Kaji derajat imobilitas karena cedera/pengobatan. Perhatikan persepsi klien terhadap
imobilitas.
R / Mengetahui rentang gerak pasien
2. Perhatikan tirah baring pada posisi yang dianjurkan untuk meningkatkan
penyembuhan
R / Agar penyembuhan pasien menjadi lebih optimal
3. Tinggikan ekstremitas yang sakit
R / Untuk memperlancar peredaran darah dan mengurangi edema
4. Bantu/dorong klien untuk latihan rentang gerak pasif/aktif pada ekstremitas yang
sehat
R / Agar pasien tetap bergerak untuk membantu proses penyembuhan
5. Ubah posisi secara periodik,dorong latiahan batuk/nafas dalam
R / Mengajari dan memberikan informasi mengenai penangan
6. Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan ahli rehabilitasi spesialis
R / Berguna dalam membuat jadwal aktifitas klien
8. Perubahan pola eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan immobilisasi.
HYD : Pola BAB kembali normal, lunak, berbentuk.
Rencana tindakan :
1. Kaji pola BAB klien (frekuensi)
R/ Sebagai data penentu therapi
2. Jelaskan tujuan klien immobilisasi.
20
R/ Meningkatkan pengetahuan klien
3. Anjurkan klien untuk mobilisasi bertahap.
R/ Mobilisasi bertahap meningkatkan peristaltik usus.
4. Kolaborasikan masalah konstipasi klien dengan ahli diit.
R/ Diit yang tepat meringankan masalah konstipasi klien.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian laxansia.
R/ Mengatasi masalah konstipasi secara tepat.
DISHARGE PLANNING
a. Perawatan kateter drainage
b. Diit rendah lemak
c. Olah raga fisik
d. Pemenuhan nutrisi yang tepat.
e. Minum obat secar teratur.
f. Segera melapor bila menemukan gejala infeksi (panas, nyeri).
g. Segera melapor bila terjadi perdarahan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Apendiktomi yaitu suatu tindakan operasi yang dilakukan untuk mengangkat
apendiks. Apendiktomi dapat dilakukan dengan apendiktomi terbuka dan
apendiktomi laparoskopi. Terdapat beberapa indikasi untuk dilakukannya
apendiktomi dan kontraindikasi untuk dilakukannya apendiktomi. Apabila
apendiktomi tidak dilakukan dengan baik dapat menimbulkan beberapa resiko
komplikasi. Selain itu sangatlah penting untuk melakukan pemeriksaan
penunjang sebelum dilakukannya apendiktomi. Asuhan keperawatan pada kasus
pembedahan apendiks termasuk pada asuhan keperawatan preoperative dan
pasca operasi.
21
B. Saran
Pada tindakan pembedahan apendiktomi sangatlah penting untuk memperhatikan
hal – hal yang harus dilakukan sebelum dan sesudah pembedahan. Oleh karena
itu seorang perawat hendaklah memperhatikan asuhan keperawatan yang tepat
pada kasus klien dengan pembedahan apendiks baik asuhan keperawatan
sebelum maupun sesudah operasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
Noer, Sjaifalfoellah Prof. Dr. Ilmu Penyakit Dalam, jilid I Edisi III; Balai Penerbit FKUI. Jakarta 1996.
Brunner, Suddarth; Keperawatan Medical Bedah; Volume II. EGC. Jakarta 2000.
Doengoes. Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC 1999.
Syamsuhidayat R. Wimde Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Cetakan I. EGC. Jakarta 1997.
Price and Wlison. Patofisiologi konsep klinik proses-proses penyakit. Edisi 4. Jakarta. EGC.1994
23