atelektasis paru at causa tumor endobronchial
DESCRIPTION
ATELEKTASIS PARUTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
TUMOR PARU ENDOBRONCHIAL
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Radiologi
Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Dokter Pembimbing :
dr. Ana Majdawati, Sp.Rad
Disusun Oleh :
Muarrifa Muflihati
20090310064
BAGIAN ILMU RADIOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2015
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
Nama: Tn. B
Umur: 58 tahun
Jenis Kelamin: Laki-laki
Alamat: Danurejan Yogyakarta
Pekerjaan : Swasta
Tanggal masuk RS: 1 April 2015
Tanggal pemeriksaan: 6 April2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama: Sesak napas, batuk
Riwayat Penyakit Sekarang:
Seorang laki-laki berusia 58 tahun datang ke RS dengan keluhan sesak napas sudah sejak 3
bulan sebelum masuk rumah sakit dan disertai batuk yang sudah berlangsung 1 tahun,
berdahak (-), darah (-), hampir dirasakan setiap hari. Keluhan sesak napas sudah dirasakan
hilang timbul 4 tahun ini dan memberat dalam 3 bulan terakhir. Pasien mengatakan sesak
napas bertambah berat terutama setelah beraktivitas dan batuk dirasakan bertambah berat
terutama setalah terkena angin. Sesak dirasa berkurang jika tidur dalam posisi miring ke kiri.
Muntah (-), Demam (-). Pasien sempat dirawat di RS Sarjito selama 2 bulan dengan keluhan
tidak bisa bernapas. Nyeri dada (-), penurunan BB drastis (-).
Riwayat Penyakit Dahulu: Asma (-), TB(-), HT (-), Penyakit Jantung (-), DM (-)
Riwayat Penyakit Keluarga: Asma (-), TB(-), HT (-), Penyakit Jantung (-), DM (-)
Riwayat Kebiasaan: Merokok (+) sudah 40 tahun
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum: Baik
Kesadaran: Compos Mentis
Vital Sign:
TD: 110 /70
Nadi: 84 kali / menit
Respirasi: 16 kali / menit
Suhu: 37 C
STATUS GENERALIS
Kepala:
Normocephal, simetris
Mata: CA (-/-), SI (-/-)
Hidung : rinore (-/-)
Mulutdan faring : tepi hiperemis (-), bibir kering (-), lidah kotor (-)
Leher:
Trakhea: trachea ditengah (+)
Kelenjar tiroid: tidak membesar
Kelenjar Lnn: tidak membesar, nyeri (-)
Pemeriksaan Thorax:
Pulmo
Kanan Kiri
Inspeksi:
- Simetris
- Ketinggalan Gerak (+)
- Retraksi Intercostal (+)
Inspeksi:
- Simetris
- Ketinggalan Gerak (-)
- Retraksi Intercostal (-)
Palpasi:
- VF menurun
Palpasi:
- VF normal
Perkusi: redup Perkusi: sonor
Auskultasi:
- Vesikuler menurun
- Ronki (+)
- Wheezing (-)
Auskultasi:
- Vesikuler normal
- Ronki (-)
- Wheezing (-)
COR
Inspeksi: tak tampak
Palpasi: tidak teraba
Perkusi: batas-batas jantung bergeser ke kanan
Auskultasi: suara jantung regular, suara tambahan (-)
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi: DP == DD, peradangan (-), scar (-)
Auscultasi: BU (+) normal
Palpasi: distensi (-), supel(-), turgor baik
Perkusi: tympani
Pemeriksaan Ekstremitas
Superior: edema (-/-), akral hangat(-/-)
Inferior: edema (-/-), akral hangat(-/-)
IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Hematologi:
AL : 11,2 rb / ul
Eritrosit : 10 %
Hb : 15,7 g/dl
HMT : 46 %
AT : 352 rb / ul
Kimia Darah:
GDS : 90 mg/dl
V. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Tanggal 1 april 2015
Ro Thorax AP/Lat :
- Lesi opaq di Apex pulmo dextra
- Lesi opaq supra dan para hiller dextra
- Lesi opaq homogeny para cardial dextra
- Sinus dan diafragma dextra tertutup lesi opaq
- Trachea tertarik ke dextra
- Cor tertarik ke postero dextra
Kesan:
- Pleuropneumonia dengan atelectasis,
DD: proses TB
7 April 2015
Foto Thorax PA, erect, simetris, inspirasi dan kondisi cukup
Hasil:
- Masih tampak perselubungan semiopak homogeny di laterobasal dextra
- Masih tampak trachea tertarik ked extra
- Masih tampak perselubungan semi opak homogeny di pulmo dextra
- Sinus costofrenicus dextra tertutup perselubungan dan sinistra lancip
- Diafragma dextra tertutup perselubungandan sinistra licin
- Cor: CTR < 0,5
- Tak tampak kelainan pada sistema tulang yang tervisualisasi
Kesan:
- Pleuropneumonia dextra dengan atelectasis lobus superior, kemungkinan adanya massa
belum dapat disingkirkan DD: proses TB, besar cor normal
- Dibandingkan dengan foto thorax tanggal 01-04-2015 gambaran radiologis tak tampak
perbaikan
- Saran: Bila perlu CT scan thorax
VI. DIAGNOSIS
Tumor Paru Endobronchial Dextra
DD: Efusi Pleura dextra
VII. TERAPI
- Nebu Farbivent + flixotide / 8 jam
- Ambroxol 3x1
- O2 4 lpm
Rencana: TTB (Trans Thoracal Biopsi)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUMOR PARU
Pengertian Tumor Paru
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal.
Paru merupakan organ elastis berbentuk kerucut dan letaknya didalam rongga dada. Jenis
tumor paru dibagi untuk tujuan pengobatan, meliputi SCLC ( Small Cell Lung Cancer ) dan
NSLC ( Non Small Cell Lung Cancer / Karsinoma Skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma
sel besar )
Karsinoma bronkogenik adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas.
( Hood Al sagaff, dkk 1993 )
Kanker paru adalah tumor berbahaya yang tumbuh diparu, sebagian besar kanker paru
berasal dari sel-sel didalam paru tapi dapat juga berasal dari bagian tubuh lain yang terkena
kanker. ( Zerich 150105 Weblog, by Erich )
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi, 1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam paru
(Underwood, Patologi, 2000).
Etiologi
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada beberapa faktor
yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden kanker paru:
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru
(karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih
besar dari pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu sekitar
10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang
jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan penambang
radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan
adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi
operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur nikel)
dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang
– orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan
insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari industri
dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
Teori Onkogenesis.
Terjadinya kanker paru didasari oleh tampilnya gen suppresor tumor dalam genom
(onkogen). Adanya inisiator mengubah gen supresor tumor dengan cara menghilangkan
(delesi/del) atau penyisipan (insersi/ inS) sebagian susunan pasangan basanya, tampilnya gen
erbB1 dan atau neu/erbB2 berperan dalam anti apoptosis (mekanisme sel untuk mati secara
alamiah- programmed cell death). Perubahan tampilan gen kasus ini menyebabkan sel
sasaran dalam hal ini sel paru berubah menjadi sel kanker dengan sifat pertumbuhan yang
autonom. Dengan demikian kanker merupakan penyakit genetic yang pada permulaan
terbatas pada sel sasaran kemudian menjadi agresif pada jaringan sekitarnya.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A menyebabkan
tingginya resiko terkena kanker paru.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001).
Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia,
atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor.
Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang
melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah bening
hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel –
sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan
inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan
dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali
meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis tetap tidak
menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada
jaringan paru – paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat
– tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
Manifestasi Klinis
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai batuk
kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum
yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia hilang
dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan
karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang
disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang
letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan
obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala
yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing
unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti
kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
Sebab-sebab keganasan tumor masih belum jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor
hormonal dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan resiko terjadinya tumor. Permulaan
terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat yang bersifat intiation yang merangasang
permulaan terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan yang lama dan
berkesinambungan untuk memicu timbulnya penyakit tumor.
Initiati agen biasanya bisa berupa nunsur kimia, fisik atau biologis yang berkemampuan
bereaksi langsung dan merubah struktur dasar dari komponen genetik ( DNA ). Keadaan
selanjutnya diakibatkan keterpaparan yang lama ditandai dengan berkembangnya neoplasma
dengan terbentuknya tumor, hal ini berlangsung lama meingguan sampai tahunan.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel daerah asal dan kecepatan pertumbuhan.
Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma epidermoid ( sel skuamosa ).
Karsinoma sel kecil ( sel oat ), karsinoma sel besar ( tak terdeferensiasi ) dan
adenokarsinoma. Sel skuamosa dan karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas
utama bronkial. Karsinoma sel kecil umumnya terbentuk dijalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh dicabang bronkus perifer dan
alveoli. Karsuinoma sel besar dan karsinoma sel oat tumbuh sangat cepat sehigga
mempunyai progrosis buruk. Sedangkan pada sel skuamosa dan adenokar. Paru merupakan
organ yang elastis, berbentuk kerucut dan letaknya di dalam rongga dada atau toraksinoma
prognosis baik karena pertumbuhan sel ini lambat.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada bagian
hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam prosedur non
invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat
semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru
yang tidak terkena kanker.
Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma,
untuk melakukan biopsy.
Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga sebagai
terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/
penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani pasien
dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau
terapi radiasi.
B. ATELEKTASIS
Definisi
Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang kolaps tidak mengandung
udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan
penurunan luas permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan
berkurang. ( Elizabeth J.Corwin , 2009)
Atelektasis adalah pengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara ( bronkus maupun bronkiolus ) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
( Price A. Sylvia & Lorraine M. Wilson 2006)
Atelektasis adalah penyakit restriktif akut yang umum terjadi, mencakup kolaps jaringan
paru atau unit fungsional paru. Atelektasis merupakan masalah umum klien pasca-operasi.
( Harrison, 1995)
Atelektasis adalah pengembangan tak sempurna atau kempisnya (kolaps) bagian paru yang
seharusnya mengandung udara. (staf pengajar ilmu kes anak FKUI, 1985)
Ateletaksis adalah ekspansi yang tidak sempurna paru saat lahir (ateletaksis neokatorum)
atau kolaps sebelum alveoli berkembang sempurna, yang biasanya terdapat pada dewasa yaitu
ateletaksis didapat (acovired aeletacsis).
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang mengalami hambatan
berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru berkembang atau sama sekali tidak terisi
udara.
Sebagai dasar gambaran radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume bagian
paru baik lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi sehingga
memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan penarikan mediastinum kearah
atelektasis, sedangkan diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit.
Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya mengalami suatu enfisema
kompensasi yang kadang-kadang begitu hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithorak yang
sehat kearah hemethorak yang atelektasis.
Anatomi Fisiologi Saluran Napas
Saluran pernapasan udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea,
bronkus, dan bronkhiolus. Saluran dari bronkus sampai bronkiolus dilapisi oleh membran
mukosa yang bersilia. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara, laring
merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh otot-otot dan mengandung
pita suara. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnya kurang lebih 5 inci. Struktur trakea dan bronkus dianalogkan sebagai suatu pohon
dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Bronkus terdiri dari bronkus kiri dan
kanan yang tidak simetris, bronkus kanan lebih pendek dan lebar dan merupakan kelanjutan
dari trakea, cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan
bronkus segmentalis, percabangan ini berjalan menuju terus menjadi bronkus yang ukurannya
sangat kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara yang
mengandung alveoli, setelah bronkus terminalis terdapat asinus yaitu tempat pertukaran gas.
Paru-paru merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, yang terletak dalam rongga
dada atau thorak. Kedua paru-paru saling berpisah oleh mediastinum sentral yang berisi
jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru-paru mempunyai apek dan basis.
Pembuluh darah paru-paru dan bronchial, saraf dan pembuluh darah limfe memasuki tiap
paru-paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru-paru. Paru-paru kanan lebih besar
daripada paru-paru kiri. Paru-paru kanan dibagi tiga lobus oleh fisura interlobaris, paru-paru
kiri dibagi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai
dengan segmen bronkusnya. Suatu lapisan yang kontinu mengandung kolagen dan jaringan
elastis dikenal sebagai pleura yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi
setiap paru-paru (pleura vesiralis).
Peredaran darah paru-paru berasal dari arteri bronkilais dan arteri pulmonalis. Sirkulasi
bronchial menyediakan darah teroksigenasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan paru-paru. Arteri bronchial berasal dari aortatorakalis dan
berjalan sepanjang dinding posterior bronkus. Vena bronkialis yang besarmengalirkan
darahnya ke dalam sistem azigos, yang kemudian bermuara pada vena cava superior dan
mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkialis yang lebih kecil akan mengalirkan
darah vena pulmonalis. Karena sirkulasi bronchial tidak berperan pada pertukaran gas, darah
yang tidak teroksigenasi mengalami pirau sekitar 2 sampai 3% curah jantung. Arteri
pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan mengalirkan darah vena campuaran keparu-paru
di mana darah tersebut mengambil bagian dalam pertukaran gas. Jalinan kapiler paru-paru
yang halus mengitari dan menutupi alveolus, merupakan kontak erat yang diperlukan untuk
proses pertukaran gas antara alveolus dan darah. Darah yang teroksigenasi kemudian
dikembalikan melalui vena pulmonaliske ventrikel kiri, yang selanjutnya membagikan kepada
sel-sel melalui sirkulasi sistemik.
Gambar 2.1 Sistem respirasi manusia (sumber: 1001kiat.blogspot.com)
Klasifikasi Atelektasis
A. Berdasarkan faktor yang menimbulkan Atelektasis
1. Atelektasis Neonatorum
Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan
gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor pencetus termasuk komplikasi persalinan yang
menyebabkan hipoksia intrauter.
Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non crepitant, lembek dan
alastis. Yang khas paru ini tidak mampu mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli
mempunyai paru bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa yang
tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi rongga alveoli dan sering
terdapat edapan protein granular bercampur dengan debris amnion dan rongga udara.
Atelektasi neonatorum pada sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang menyebabkan kolaps dari
ruang udara, yang sebelumnya telah berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi,
kompresi, kontraksi dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang
menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat
sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang telah tersedia secara
lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat
obstruksi saluran udara, seluruh paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen
dapat terlibat. Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh suatu
sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma bronchial, bronkiektasis dan
bronchitis akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula
menyebabkan obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena sumbatan
bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh aspirasi benda asing atau
bekuan darah, terutama pada anak atau selama operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran
udara dapat juga tersumbat oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran
kelenjar getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma pembuluh
darah.
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan cairan
darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis menyebabkan kolaps paru di
sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun
mungkin yang paling sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti.
Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada penderita dengan tirah
baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal menyebabkan posisi diafragma yang lebih
tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura yang
menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.
Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti terjadi
pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat pada kedua sindrom gawat
napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian kecil kasus, atelektasis terjadi karena
patogenesis tertentu yang menyertai jelas pada dinding dada.
Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul karena sumbatan
mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena mendadak timbul sesak napas.
Memang peristiwa sesak napas akut dalam 48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir
selalu didiagnosis sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini
dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim yang kolaps amit
peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis persisten segmen paru mungkin
merupakan bagian penting untuk terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.
B. Berdasarkan luasnya Atelektasis
1. Massive atelectase, mengenai satu paru
2. Satu lobus, percabangan main bronchus
Gambaran khas yaitu inverted S sign → tumor ganas bronkus dengan atelectase lobus
superior paru.
3. Satu segmen → segmental atelectase
4. Platelike atelectase, berbentuk garis
Misal : Fleischner line → oleh tumor paru
Bisa juga terjadi pada basal paru → post operatif
C. Berdasarkan lokasi Atelektasis
1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka akan
tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA hamya
memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan peradangan
atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas tinggi dengan
tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis.
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA, maka perlu
pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue), yang memperlihatkan
bagian uang terselubung dengan penarikan fissure interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan terjadi pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal
tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering sulit dibedakan dengan proses
fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi bagian anterior,
superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan dengan fisura minor bagian superior
dan mendial yang mengalami pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan,
sedangkan fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.
Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya menurut Elizabeth J. Corwin, 2009, ialah :
1. Atelektasis Kompresi
Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa kan gaya yang
cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi jika dinding dada tertusuk
atau terbuka, karena tekanan atmosfir lebih besar daripada tekanan yang menahan paru
mengembang ( tekanan pleura ) dan dengan pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps.
Atelekasis kompresi juga dapat terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja pada paru atau
alveoli akibat pertumbuhan tumor. Distensi abdomen, atau edema, dan pembengkakan ruang
interstitial yang mengelilingi alveolus.
2. Atelektasis Absorpsi.
Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus, apabila aliran
masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang sedang berada di dalam alveolus
akhirnya berdifusi keluar dan alveolus akan kolaps. Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi
akibat penimbunan mukus dan obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri suatu kelompok
alveolus tertentu, setiap keadaan menyebabkan akumulasi mukus, seperti fibrosis kistik,
pneumonia, atau bronkitis kronik, meningkatkan resiko atelektasis absorbsi. Atelektasis juga
absorpsi juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan pembentukan atau
konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan, tegangan permukaan alveolus sangat tinggi.
Meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus.
Etiologi
Etiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik.
A. Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut :
Obstruktif :
Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus. Penyumbatan juga bisa
terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil. Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya
gumpalan lendir, tumor atau benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa
tersumbat oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran kelenjar getah
bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam alveoli akan terserap ke dalam
aliran darah sehingga alveoli akan menciut dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut
biasanya terisi dengan sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus seperti tumor
bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan penyumbatan bronkus akibat
panekanan dari luar bronkus seperti tumor sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang berupa mukus.
Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah, cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga thorak, tumor thorak seperti tumor
mediastinum.
Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang
tidak sempurna, misalkan pada kasus poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak
napas yang terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan ini akan
menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan memperberat keadaan atelektasis.
Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang menahan rasa
sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang dapat memperberat
terjadinya atelektasis
B. Etiologi ekstrinsik atelektasis:
Pneumothoraks
Tumor
Pembesaran kelenjar getah bening.
Pembiusan (anestesia)/pembedahan
Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
Pernafasan dangkal
Penyakit paru-paru
2.1.5 Patofisiologi
Pada atelektasis absorpsi, obstruksi saluran napas menghambat masuknya udara ke dalam
alveolus yang terletak distal terhadap sumbatan. Udara yang sudah terdapat dalam alveolus
tersebut diabsorpsi sedikit demi sedikit ke dalam aliran darah dan alveolus kolaps. Untuk
mengembangkan alveolus yang kolaps total diperlukan tekanan udara yang lebih besar, seperti
halnya seseorang harus meniup balon lebih keras pada waktu mulai mengembangkan balon.
Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus intrinsik atau ekstrinsik.
Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh secret atau eksudat yang tertahan.
Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya disebabkan oleh neoplasma, pembesaran kelenjar
getah benih, aneurisma atau jaringan parut.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas saluran nafas
bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi terjadinya obstruksi.
Mekanisme-mekanisme yang beperan adalah kerja gabungan dari “tangga berjalan silia” yang
dibantu oleh batuk untuk memindahkan partikel-partikel dan bakteri yang berbahaya ke dalam
faring posterior, tempat partikel dan bakteri tersebut ditelan atau dikeluarkan.
Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi kolateral. Hanya
inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan menimbulkan ventilasi
kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang mengalami penyumbatan. Dengan demikian
kolaps akibat absorpsi gas-gas dalam alveolus yang tersumbat dapat dicegah (dalam keadaan
normal absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total gas-gas darah
sedikit lebih rendah daripada tekanan atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke
dalam jaringan daripada CO2yang diekskresikan).
Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan di dalam alveolus yang
tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat mucus. Bahkan dapat
dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar, yaitu sesudah bernafas dalam, glotis tertutup dan
kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses batuk normal. Sebaliknya pori-pori Kohn tetap
tertutup sewaktu inspirasi dangkal; sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus
yang tersumbat; dan tekanan yang memadai untuk mengeluarkan sumbat mucus tidak akan
tercapai. Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam aliran darah berlangsung terus, dan
mengakibatkan kolaps alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka tempat yang
kosong itu sedikit demi sedikit akan terisi cairan edema.
Atelektasis pada dasar paru sering kali muncul pada mereka yang pernapasannya dangkal
karena nyeri, lemah atau peregangan abdominal. Sekret yang tertahan dapat mengakibatkan
pneumonia dan atelektasis yang lebih luas. Atelektasis yang berkepanjangan dapat
menyebabkan penggantina jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. Untuk dapat
melakukan tindakan pencegahan yang memadai diperlukan pengenalan terhadap faktor-faktor
yang mengganggu mekanisme pertahanan paru normal.
Atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru atau
bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps. Sebab-sebab
yang paling sering adalah efusi pleura, pneumothoraks, atau peregangan abdominal yang
mendorong diafragma ke atas. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi dibandingkan dengan
atelektasis absorpsi.
Hilangnya surfaktan dari rongga udara terminal menyebabkan kegagalan paru untuk
mengembang secara menyeluruh dan disebut sebagai mikroatelektasis. Hilangnya surfaktan
merupakan keadaan yang penting baik pada sindrom distress pernapasan akut (ARDS) dewasa
maupun bayi.
Atelektasis dapat terjadi pada satu tempat yang terlokalisir di paru, pada seluruh lobus atau
pada seluruh paru. Penyebab yang palig sering adalah:
Atelektasis biasanya merupakan akibat dari sumbatan bronki kecil oleh mucus atau
sumbatan bronkus besar oleh gumpalan mucus yang besar atau benda padat seperti kanker.
Udara yang terperangkap di belakang sumbatan diserap dalam waktu beberapa menit sampai
beberapa jam. Oleh darah yang mengalir dalam kapiler paru. Jika jaringan paru cukup lentur
(pliable), alveoli akan menjadi kolaps.
Tetapi, jika paru bersikap kaku akibat jaringan fibrotik dan tidak dapat kolaps, maka
absorpsi udara dari alveoli menimbulkan tekanan negatif yang hebat dalam alveoli dan
mendorong cairan keluar dari kapiler paru masuk ke dalam alveoli, dengan demikian
menyebabkan alveoli terisi penuh dengan cairan edema. Ini merupakan efek yang paling
sering terjadi bila seluruh paru mengalami atelektasis, suatu keadaan yang disebut kolaps
masif dari paru, karena kepadatan dinding dada dan mediastinum memungkinkan ukuran paru
berkurang hanya kira-kira separuh dari normal, dan tidak mengalami kolaps sempurna.
Efek terhadap fungsi paru seluruhnya disebabkan oleh kolaps masif (atelektasis) pada suatu
paru dilukiskan pada gambar dibawah ini. Kolaps jaringan paru tidak hanya menyumbat
alveoli tapi hampir selalu juga meningkatkan tahanan aliran darah yang melalui pembuluh
darah paru. Meningkatan tahanan ini sebagian tejadi karena kolaps itu sendiri, yang menekan
dan melipat pembuluh darah sehingga volume paru berkurang. Selain itu, hipoksia pada
alveoli yang kolaps menyebabkan vasokonstriksi bertambah.
Akibat vasokonstriksi pembuluh darah, maka aliran darah yang melalui paru atelektasis
menjadi sedikit kebanyakan darah mengalir melalui paru yang terventilasi sehingga tejadi
aerasi dengan baik. Pada keadaan diatas lima per enam darah mengalir melalui paru yang
teraerasi dan hanya satu per-enam melalui paru yang tidak teraerasi. Sebagai akibatnya, rasio
ventilasi/perkusi seluruhnya hanya sedang saja, sehingga darah aorta hanya mempunyai
sedikit oksigen yang tidak tersaturasi walaupun terjadi kehilangan ventilasi total pada satu
paru.
Sekresi dan fungsi surfaktan dihasilkan oleh sel-sel epitel alveolus spesifik ke dalam cairan
yang melapisi alveoli. Zat ini menurunkan tegangan permukaan pada alveoli 2 sampai 10 kali
lipat, yang memegang peranan penting dalam mencegah kolapsnya alveolus.
Tetapi, pada berbagai keadaan, seperti penyakit membrane hialine (juga disebut sindrom
gawat napas), yang sering terjadi pada bayi-bayi premature yang baru lahir, jumlah surfaktan
yang disekresikan oleh alveoli sangat kurang. akibatnya tegangan permukaan cairan alveolus
meningkat sangat tinggi sehingga menyebabkan paru bayi cenderung mengempis, atau
menjadi terisi cairan, kebanyakan bayi ini mati lemas karena bagian paru yang atelektasis
menjadi semakin luas.
Pada atelektasis tekanan diakibatkan oleh tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru atau
bagian dari paru, sehingga mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolpas. Sebab-sebab
yang paling sering adalah efusi pleura, pneumotoraks, atau peregangan abdominal yang
mendorong diapragma keatas. Atelektasis tekanan lebih jarang terjadi di bandingkan dengan
atelektasis absorbsi.
Berbeda dengan atelektasis absorpsi, pada atelektasis kompresi (tekanan) terjadi akibat
adanya tekanan ekstrinsik pada bagian paru, sehingga mendorong udara keluar dan
menyebabkan bagian tersebut kolaps. Tekanan ini biasa terjadi akibat efusi pleura,
pneumotoraks atau peregangan abdominal yang mendorong diafragma ke atas.
Menifestasi Klinis
Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan sesak nafas yang ringan.
Penderita sindroma lobus medialis mungkin tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun
banyak yang menderita batuk-batuk pendek.
A. Gejalanya bisa berupa:
gangguan pernafasan
nyeri dada
batuk
Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang-kadang
sampai terjadi syok (tekanan darah sangat rendah).
Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan luasnya atelektasis. Pada
umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan
penyakit yang disebabkan infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain
jarang menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada bronkus utama.
Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat akan terjadi dipsneu dengan pola
pernapasan yang cepat dan dangkal, takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan
jika berlanjut akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup dan
mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada atelektasis yang luas, atelektasis
yang melibatkan lebih dari satu lobus, bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak
terdengar, biasanya didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan
diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan bergeser, letak
diafragma mungkin meninggi.
Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali
mengembangkan jaringan paru yang terkena.
Tindakan yang biasa dilakukan :
Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena
kembali bisa mengembang
Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur
lainnya
Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )
Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak
Postural drainase
Antibiotik diberikan untuk semua infeksi
Pengobatan tumor atau keadaan lainnya
Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan
atau menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun
kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
1. Medis
Pemeriksaan bronkoskopi
Pemberian oksigenasi
Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan
kortikosteroid)
Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
Pemeriksaan bakteriologis
2. Keperawatan
Teknik batuk efektif
Pegaturan posisi secara teratur
Melakukan postural drainase dan perkusi dada
Melakukan pengawasan pemberian medikasi secara teratur
Komplikasi
Pada pasien yang mengalami atelektasis maka akan terjadi :
1. Pneumothoraks
Pneumothoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura di mana masukan udara ke dalam
rongga pleura, dapat dibedakan menjadi pneumothorak spontan, udara lingkungan keluar
masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk, misalnya udara melalui mediastinum yang
disebabkan oleh trauma.
2. Efusi pleura
Atelektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang
terserang dengan jaringan fibrosis dan juga atelektasis dapat menyebabkan pirau (jalan
pengalihan) intrapulmonal (perfusi ventilasi) dan bila meluas, dapat menyebabkan
hipoksemia.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Radiologi Konvensial
Pemeriksaan rontgen thoraks adakalanya dapat memberikan petunjuk untuk mendiagnosis
atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis secara klinis dan radiologi, sebagai berikut:
Kolaps paru menyeluruh
Opasifikasi hemithoraks
Perges
e ran
mediastinum ke sisi yang terkena
Diafragma terangkat
Gambar 2.2 Radiologi kolaps paru
Kolaps lobus kanan atas
Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat
Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan mediastinum
posterior
Kolaps lobus tengah kanan
Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.
Kolaps lobus bawah
Opasitas terlihat pada proyeksi frontal
Gambaran wedge-shaped shadows
Hilus tertekan dan terputar ke medial.
Kolaps lingula
Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah kanan
Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.
Kolaps lobus kiri atas
Terlihat jelas pada proyeksi frontal
Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada dinding dada anterior
Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang pada daerah bawah
Opasitas yang paling padat di dekat hilus
Elevasi hilus
Trakea sering menyimpang ke kiri
b. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)
Kolaps lobus bawah
Adanya campuran densitas pada paru yang mengalami kolaps diakibatkan bronkus berisi
cair.
Kolaps lobus kiri atas
Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang pada daerah bawah
Opasitas yang paling padat di dekat hilus
Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika
Kolaps paru menyeluruh
Opasifikasi hemithoraks
Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-esofagus. Esophagus
berisi sedikit udara
C. PLEUROPNEUONIA
1. EFUSI PLEURA
Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Patofisiologi
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler
pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi
keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml
(pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat
sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya
meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya
keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik
dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena
adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan
diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya
banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Etiologi
Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan
sindroma vena kava superior.
Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus),
bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana
masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis.
Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik,
tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat
mekanisme dasar :
* Penurunan tekanan osmotic koloid darah
* Peningkatan tekanan negative intrapleural
* Adanya inflamasi atau neoplastik pleura
Diagnosis
Anamnesa
Efusi pleura harus dicurigai pada pasien yang mengeluh nyeri dada atau dispnea. Bila efusi
pleura telah dipastikan melalui pemeriksaan fisik dan radiografi thoraks, harus dicari
kemungkinan penyebab utamanya melalui anamnesis.
Pemeriksaan Fisik
1. Palpasi dapat memperlihatkan sisi thoraks yang mengalami efusi terlambat berekspirasi.
2. Perkusi pada daerah efusi memperlihatkan bunyi pekak. Fremitus taktil tidak ada.
3. Auskultasi mengungkapkan berkurang atau hilangnya bunyi nafas pada daerah efusi.
Atelektasis pada batas atas efusi dapat menimbulkan egofoni (Perubahan ucapan “I” ke “E”)
Pemeriksaan Laboratorium
1. Torasentesis untuk mengambil cairan guna analisis diindikasi bila penyebab efusi pleura
belum diketahui atau bila dicurigai adanya empiema.
2. Biopsi pleura dilakukan bila dicurigai adanya tumor atau penyakit granuloma. Bahan
biopsy dibiakkan dan diperiksa secara histopatologis.
3. Uji tuberculin kulit dengan control (Candida, Trichophyton, gondongan) diindikasi pada
individu yang baru-baru ini berkontak dengan pasien tuberculosis aktif atau yang foto
thoraksnya menunjukkan adanya penyakit granulomatosa.
Radiografi
1. Radiografi Thoraks adalah kunci untuk diagnosis dan pada efusi yang kecil dapat
merupakan petunjuk pertama mengenai adanya cairan. Foto dekubitus lateral memastikan
adanya cairan dengan menunjukkan adanya lapisan-lapisan. Efusi yang berlokulasi tidak akan
membentuk lapisan-lapisan, tetapi perubahan bentuk densitas dapat membedakan lokulasi dari
fibrosis pleura. Bila lapisan cairan dipindahkan, parenkim yang mendasari dapat diperiksa
untuk mencari infiltrasi, kavitas, atau massa.
2. Ultrasonografi membedakan cairan dalam rongga dada dari jaringan padat. Lokasi cairan
juga dapat diketahui untuk membantu torasentesis.
Komplikasi
Infeksi
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat mengakibatkan infeksi (empiema primer),
dan efusi pleura dapat menjadi terinfeksi setelah tindakan torasentesis (empiema sekunder).
Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotic untuk
mencegah reaksi fibrotik. Antibiotik awal dipilih berdasarkan gambaran klinik. Pilihan
antibiotic dapat diubah setelah hasil biakan diketahui.
Fibrosis Paru
Fibrosis pada sebagian paru dapat mengurangi ventilasi dengan membatasi pengembangan
paru. Pleura yang fibrotic juga dapat menjadi sumber infeksi kronis, menyebabkan sedikit
demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan mungkin diperlukan untuk membasmi
infeksi dan mengembalikan fungsi paru. Dekortikasi paling baik dilakukan dalam 6 minggu
setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka waktu ini lapisan pleura masih
belum teroganisasi dengan baik (fibrotic) sehingga pengangkatannya lebih mudah.
2. PNEUMONIA
Definisi
Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun
jamur.
Etiologi
Penyebab pneumonia adalah: 1. Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada
dewasa): - Streptococcus pneumoniae - Staphylococcus aureus - Legionella - Hemophilus
influenzae 2. Virus: virus influenza, chicken-pox (cacar air) 3. Organisme mirip bakteri:
Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak dan dewasa
muda) 4. Jamur tertentu.
Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui: - Inhalasi
(penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar - Aliran darah, dari infeksi di organ
tubuh yang lain - Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru.
Beberapa orang yang rentan (mudah terkena) pneumonia adalah: 1. Peminum alkohol 2.
Perokok 3. Penderita diabetes 4. Penderita gagal jantung 5. Penderita penyakit paru obstruktif
menahun 6. Gangguan sistem kekebalan karena obat tertentu (penderita kanker, penerima
organ cangkokan) 7. Gangguan sistem kekebalan karena penyakit (penderita AIDS).
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau cedera
(terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap
kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah
Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu
bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus). Pneumonia pada anak-anak paling sering
disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia
sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae.
Gejala
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah: - batuk berdahak (dahaknya seperti lendir,
kehijauan atau seperti nanah) - nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk) - menggigil - demam - mudah merasa lelah -
sesak nafas - sakit kepala - nafsu makan berkurang - mual dan muntah - merasa tidak enak
badan - kekakuan sendi
- kekakuan otot. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: - kulit lembab - batuk darah -
pernafasan yang cepat - cemas, stres, tegang - nyeri perut.
Diagnosa
Pada pemeriksaan dada dengan menggunakan stetoskop, akan terdengar suara ronki.
Pemeriksaan penunjang: # Rontgen dada # Pembiakan dahak # Hitung jenis darah # Gas
darah arteri
DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Bambang, Idrus A, Marcelus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4.
Jakarta: Puat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007.
Rasad. Sjariar. 2008. Radiologi Diagnostik, Edisi Kedua, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Price, Sylvia A., Wilso, Loraine M.2008. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,
Buku II, Edisi Keempat. Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia